• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN PENCURIAN

KAYU JATI DI KPH MANTINGAN PERHUTANI

DIVISI REGIONAL I JAWA TENGAH

FAREZA DITYA ARYANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Fareza Ditya Aryanto

(4)
(5)

ABSTRAK

FAREZA DITYA ARYANTO. Penggunaan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH.

Perhutani sebagai pengelola hutan produksi terbesar di Pulau Jawa mengalami banyak kerugian akibatpencurian kayu. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat pencurian kayu, mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor biofisik terhadap tingkat kerawanan pencurian kayu, dan membuat peta tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). gi terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah kehilangan sebanyak 2275 pohon, BKPH Kalinanas merupakan daerah dengan intensitas pencurian rata-rata tertinggi dengan jumlah kehilangan sebanyak 632 pohon/ tahun. Faktor biofisik yang terdiri dari kelas umur, kelas kemiringan, jarak dari jalan dan jarak dari desa hanya mempengaruhi tingkat pencurian kayu sebesar 11.25%. Hasil uji akurasi pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu menghasilkan nilai Overall accuracy sebesar 50.61% dan Kappa Accuracy sebesar 28.15%.Tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan terbagi ke dalam 3 kelas yaitu rendah (2502.33 Ha), sedang (10 970.44 Ha), dan tinggi (2924.98 Ha).

Kata kunci: faktor biofisik, KPH Mantingan, pemetaan, pencurian kayu.

ABSTRACT

FAREZA DITYA ARYANTO. The Utilizing of Geographical Information System for Mapping The Teak Theft Vulnerability in KPH Mantingan Perhutani Division of Regional I Central Java. Supervised by NINING PUSPANINGSIH.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN PENCURIAN

KAYU JATI DI KPH MANTINGAN PERHUTANI

DIVISI REGIONAL I JAWA TENGAH

FAREZA DITYA ARYANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi :Penggunaan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah

Nama : Fareza Ditya Aryanto NIM : E14100040

Disetujui oleh

Dr Nining Puspaningsih MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman MScForsTrop Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Oktober 2014 ini ialah pencurian kayu, dengan judul Penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nining Puspaningsih, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi, Bu Eva Rachmawati, S.Hut, MSisebagai dosen penguji sidang komprehensif, dan Bapak Soni Trison, S.Hut, MSi sebagai ketua sidang komprehensif. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB), Manajemen Hutan 47 dan Fakultas Kehutanan IPB, serta kawa-kawan seperjuangan yaitu Nadya Ayu Oktariza, Indri Setyawanti, dan Shema Mukti Anggraini. Di samping itu, penulis menyampaikan penghargaan kepada Bapak Ahmad Basuki sebagai Administratur KPH Mantingan dan Bapak Ibnu sebagai Kepala Bagian Kemanan serta para Staf KPH Mantingan, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh Keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Pencurian Kayu di KPH Mantingan 7

Pengaruh Peubah Biofisik Terhadap Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu 13 Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu 16

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(12)

DAFTAR TABEL

1 Skor sebaran jumlah pohon hilang pada pencurian tahun 2010 di KPH

Mantingan 4

2 Skor sebaran kelas umur di KPH Mantingan 4

3 Skor sebaran kelas kemiringan di KPH Mantingan 5 4 Skor sebaran jarak jalan utama sekitar hutan di KPH Mantingan 5 5 Skor sebaran jarak desa sekitar hutan di KPH Mantingan 5

6 Matriks kesalahan pengujian akurasi 6

7 Tingkat pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian di tahun 2010 11 8 Tingkat pencurian kayu berdsarkan jumlah pohon yang hilang di tahun

2010 12

9 Luas tingkat kerawanan pencurian kayu berdasakan aspek biofisik di

KPH Mantingan tahun 2010 18

10 Hasil akurasi pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH

Mantingan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional 1 Jawa

Tengah 2

2 Jumlah pencurian k 2013 7 3 Jumlah pencurian kayu pada masing- masing BKPH di KPH Mantingan

tahun 8

4 Kerugian finansial pencurian kayu di KPH Mantingan tahun

2013 9

5 Kerugian finansial pencurian kayu pada masing-masing BKPH di KPH

Mantingan tahun 10

6 Pola spasial tingkat pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian

kayu tahun 2010 11

7 Pola spasial tingkat kerawanan pencurian kayu berdasarkan jumlah

pohon yang hilang tahun 2010 12

8 Pengaruh kelas umur terhadap intensitas pencurian kayu di KPH

Mantingan tahun 2010 13

9 Pengaruh kemiringan terhadap intensitas pencurian kayu di KPH

Mantingan tahun 2010 14

10 Pengaruh jarak jalan terhadap intensitas pencurian kayu di KPH

Mantingan tahun 2010 15

11 Pengaruh jarak desa terhadap intensitas pencurian kayudi KPH

Mantingan tahun 2010 16

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis regresi linier berganda 22

2 Peta sebaran kelas umur Jati di KPH Mantingan 23 3 Peta sebaran kelas kemiringan di KPH Mantingan 24 4 Peta sebaran jarak jalan umum di KPH Mantingan 25

5 Peta sebaran jarak desa di KPH Mantingan 26

6 Hasil analisis pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerusakan hutan merupakan salah satu isu yang paling disorot di dunia, khususnya di Indonesia. Gangguan keamanan terhadap hutan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan hutan (Widjajanto 1997). Salah satu bentuk gangguan keamanan terhadap hutan yang dilakukan oleh manusia adalah pencurian kayu.

Pencurian hasil hutan adalah memungut hasil hutan tanpa ijin pejabat yang berwenang (KSAH 1983). Hal ini mempunyai dampak negatif, seperti hilangnya tanaman-tanaman yang penting sebagai plasma nutfah dan terganggunya kehidupan ekonomi masyarakat sekitar hutan.

Perhutani sebagai pengelola hutan produksi di Pulau Jawa merupakan salah satu pihak yang banyak mengalami dampak dari pencurian kayutersebut. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mantingan mempunyai tingkat pencurian kayu yang tinggi, sehingga memiliki dampak kerugian yang besar baik dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Berdasarkan Tini dan Amri (2002) kayu jenis jati (Tectona grandis)merupakan jenis kayu yang memiliki tingkat pencurian yang besar karena kayu tersebut memiliki sifat keawetan yang tinggi dan mempunyai tampak dekoratif yang bagus.

Kerugian akibat pencurian kayu di Perhutani Unit I Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 6.936 milyar rupiah (Perhutani 2014), sementara di KPH Mantingan mengalami total kerugian sekitar 2013. Faktor penting yang mempengaruhi tingginya pencurian kayu adalah faktorbiofisik dan sosial ekonomi. Beberapa faktor biofisikdiantaranya adalah kelas umur pohon, kelas kemiringan, jarak dari desa, dan jarak dari jalan, sedangkan faktor sosial ekonomi menurut Santoso (2008) diantaranya adalah tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum .

(16)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat pencurian kayu di KPH Mantingan.

2. Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor biofisik terhadap tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan.

3. Membuat peta tingkat kerawanan pencurian kayu jati di KPH Mantingan. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pihak KPH Mantingan dalam membuat keputusan terkait usaha penanggulangan pencurian kayu.

.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama 4 bulan, dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Oktober 2014. Pengambilan data dilakukan di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah yang terletak di wilayah Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Blora dengan letak astronomis 6º40 LS Pengolahan data dilakukan di LaboratoriumRemote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan IPB dilakukan dari Bulan Agustus sampai dengan Bulan Oktober 2014.

(17)

3 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu data spasial dan data tabular. Data spasial terdiri atas peta administrasi, peta jaringan jalan, peta topografi, dan peta sebaran desa di sekitar KPH Mantingan. Data tabular terdiri atas data pencurian kayu sesuai dengan lokasi, Kelas Umur (KU), dan jumlah pohon yang hilang di KPH Mantingan dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu seperangkat komputer dengan

software Arc. Gis 9.3, Arc. View 3.3, Minitab 14, Microsoft Word 2010, Microsoft Excel 2010, alat tulis, dan kamera.

Analisis Data

Analisis data merupakan rangkaian kegiatan dalam proses penelitian untuk mendapatkan suatu data. Terdapat tiga prosedur dalam melakukan analisis data yaitu persiapan penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data di laboratorium.

Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian mempunyai sasaran untuk studi penelitian. Kegiatan ini diantaranya mendapatkan informasi awal penelitian, penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data sekunder dan pengurusan perijinan serta persiapan alat-alat survei.

Pengambilan Data di Lapangan

Data yang diambil di lapangan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri atas eta administrasi KPH Mantingan. Data primer berupa hasil wawancara tidak terstruktur kepada Staf keamanan KPH Mantingan dan masyarakat di sekitar hutan, khususnya di wilayah BKPH Kalinanas. Bahan wawancara yaitu tentang penyebab tingginya pencurian kayu di wilayah KPH Mantingan. Hasil wawancara digunakan untuk menganalisis pencurian kayu di KPH Mantingan.

Pengolahan dan Analisis Data di Laboratorium

Kegiatan ini merupakan pengolahan dan analisis data yang digunakan sebagai peubah penentuan kerawanan pencurian kayu. Kegiatan ini menggunakan Sistem Informasi Geografis sebagai alat utamanya karena menurut Aronoff (1989) Sistem Informasi Geografis memiliki empat komponen dasar yaitu masukan data, manajemen data, manipulasi dan analisis data dan penyajian data. Kegiatan ini terdapat beberapa tahapan, sebagai berikut:

(18)

4

2. Pemasukan data atribut adalah memasukkan informasi mengenai feature

objek yang kemudian terangkum dalam suatu basis data. Data yang dimasukkan adalah nomor petak, kelas umur pohon, intensitas pencurian, dan jumlah pohon yang hilang pada masing-masing petak.

3. Pembuatan peta pencurian kayu dibuat dengan menggunakan peta satuan petak intensitas pencurian dan jumlah pohon yang hilang pada tahun 2010. Hasil ini dijadikan sebagai peubah tetap dalam penyusunan model spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan.

4. Pembuatan peta sebaran kelas umur, kelas kemiringan, peta jarak dari jalan, dan desa dengan cara melakukan buffering jarak dan desa setempat di KPH Mantingan.

5. Skoring untuk menentukan tingkat pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan melakukan penilaian pada skala dan kriteria tertentu. Skoring dilakukan pada variabel terikat yaitu jumlah pohon yang hilang pada masing-masing petak tahun 2010 dan variabel bebas yaitu faktor-faktor biofisik yang digunakan dalam menduga kerawanan pencurian kayu diantaranya adalah kelas umur, kemiringan, jarak dari jalan utama, dan jarak dari desa setempat.Skoring yang digunakan pada setiap peubah adalah sebagai berikut:

a. Skoring jumlah pohon yang hilang pada tahun 2010. Penentuan skor ini didasarkan pada jumlah pohon yang hilang, semakin banyak jumlah pohon yang hilang maka skor tingkat pencurian semakin tinggi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Skor sebaran jumlah pohon yang hilang pada pencurian tahun 2010 di KPH Mantingan

Jumlah pohon yang hilang Skor

181 225 5 dijual ke penadah atau penampung, sehingga skor tingkat pencuriannya semakin tinggi.

Tabel 2 Skor sebaran kelas umur di KPH Mantingan

(19)

5 c. Skoring kelas kemiringan disajikan pada Tabel 3. Penentuan skor kelas kemirngan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/80 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung.

Tabel 3 Skor sebaran kelas kemiringan di KPH Mantingan

Kelas kemiringan Skor jalan yang sering digunakan warga sebagai akses sehari-hari dan digunakan Perhutani untuk patroli keamanan. Penentuan skor sebaran jarak desa di sekitar hutan dengan mempertimbangkan jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh 3 km(Hadi 2006). Tabel 4 Skor sebaran jarak jalan utama sekitar hutan di KPH

e. Skoring jarak dari desa sekitar hutan disajikan pada Tabel 5. Penentuan skor sebaran jarak desa di sekitar hutan dengan mempertimbangkan jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh 3 km(Hadi 2006). Tabel 5 Skor sebaran jarak desa sekitar hutan di KPH Mantingan Jarak desa (m) Skor

(20)

6

Y = β + β X + β X +β X + β X + ε

Keterangan :

Yi = Skor pencurian kayu tahun 2010 X1i = Skor kelas umur

X2i = Skor kelas kemiringan X3i = Skor jarak dari jalan X4i = Skor jarak dari desa

ε = Galat

i = Satuan pengukuran/ pengamatan/data berupa petak

6. Pengujian akurasi pemetaan dengan menggunakan matriks kesalahan atau matriks kontingensi yang dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area contoh sehingga dapat menentukan besarnya ketelitian pemetaan. Ketelitian ini meliputi luasan areal contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah terhadap pemberian kelas tingkat pencurian kayu. Berdasarkan data pencurian kayu dari 113 petak pada tahun 2010, sebanyak 60 petak digunakan sebagai pengujian penyusunan model dan 53 petak digunakan sebagai pengujian akurasi kesalahan pemetaan. Tabel 6 menyajikan bentuk dari matriks kesalahan pengujian akurasi.

Tabel 6 Matriks kesalahan pengujian akurasi

Kelas pencurian Data klasifikasi Total baris

Rendah Sedang Tinggi

Rendah Xkk Xk+

Sedang Tinggi

Total kolom X+k N

Akurasi yang dihitung dalam tabel tersebut adalah Overall accuracy dan

Kappa Accuracy. Berdasarkan Jaya (2010) secara matematis akurasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Overall Accuracy

Kappa Accuracy ∑ ∑

Keterangan:

Xkk= Nilai diagonal matriks kontingensi baris ke-k dan kolom ke-k Xk+ = Jumlah luasan dalam baris ke-k

X+k = Jumlah luasan dalam kolom ke-k

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pencurian Kayu di KPH Mantingan

Pencurian kayu dapat menyebabkan dua kerugian, diantaranya kerugian fisik dan kerugian materiil (Pratiwi 2007). Kerugian fisik adalah kerugian hilangnya pohon yang harus ditanggung oleh Perhutani. Hilangnya pohon tersebut dapat dilihat dari bekas tunggak lokasi pencurian kayu. Kerugian materiil adalah kerugian materi yang harus ditanggung oleh Perhutani.Kerugian materi tersebut dapat dikonversi ke dalam rupiah yang disesuaikan dengan kualitas kayu yang hilang. Gambar 2 menunjukkan pencurian kayu di KPH Mantingan dalam kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 200 2013.

Gambar 2 Jumlah pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 200 2013

Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa pada tahun 2010 terjadi kasus pencurian kayu terbanyak dengan jumlah kehilangan sebanyak 2275 pohon, sementara pada tahun 2012 kasus pencurian kayu terkecil sebanyak 509 pohon. Terjadi kenaikan tingkat pencurian kayu yang s 2010, walaupun setelah itu mengalami penurunan secara signifikan sampai dengan tahun 2012 terjadi kenaikan kembali di tahun 2013. Berdasarkan informasi yang didapat dari pihak keamanan KPH Mantingan, pada tahun 2010 terjadi pemilihan kepala daerah. Berdasarkan hal tersebut, diduga terdapat pihak-pihak yang beranggapan bahwa dengan mencuri kayu jati dianggap sebagai suatu cara yang cepat dan mudah dalam menghasilkan uang yang banyak. Selain itu pencurian kayu akan meningkat dalam waktu-waktu tertentu seperti hajatan besar (nikahan, khitanan, sedekah bumi) dan pembayaran anak sekolah.

(22)

8

Gambar 3 Jumlahpencurian kayu pada masing-masing BKPH di KPH Mantingan

Kerugian fisik pencurian kayu di KPH Mantingan tersebar ke masing-masing Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH).Gambar 3menyajikan data pencurian kayu dari enam BKPH yang ada, BKPH Kalinanas merupakan daerah dengan intensitas pencurian kayu paling tinggi dengan rata-rata kehilangan 632 pohon/tahun, sedangkan untuk intensitas pencurian kayu terkecil terjadi di BKPH Sudo dengan rata-rata kehilangan 42 pohon/tahun.

BKPH Kalinanas merupakan daerah dengan intensitas pencurian kayu paling tinggi, hal ini disebabkan beberapa faktor. Faktor pertama adalah masih tingginya potensi kayu di Kalinanas. Berdasarkan data yang didapatdi BKPH Kalinanas memiliki rata-rata potensi kayu golongan KU III, sementara untuk daur tebang di KPH Mantingan adalah 30 tahun, sehingga rata-rata potensi kayu merupakan kayu siap tebang. Faktor kedua adalah letak BKPH Kalinanas yang strategis diantara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, dan

(23)

9 Kabupaten Pati. Hal ini memudahkan setiap orang untuk mengakses daerah tersebut. Selain itu memudahkan dalam hal memindahkan hasil pencurian kayu. Faktor ketiga adalah terdapat pabrik atau pasar yang menampung kayu hasil curian yang letak pabriknya tidak jauh dari BKPH Kalinanas. Faktor yang selanjutnya adalah terdapat beberapa oknum petugas Perhutani yang bekerjasama dengan pencuri kayu. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat bahwa biasanya oknum tersebut memberi informasi tentang waktu dilakukannya kegiatan patroli. Hal ini sesuai dengan referensi Perhutani (2006) bahwa masih banyak personil Perhutani yang belum mempunyai komitmen tinggi terhadap pelaksanaan pengamanan dan perlindungan hutan. pada tahun 2009 dengan total kerugian mencapai Rp 168 219 000. Besar kerugian finansial pencurian kayu dari masing-masing tahun bervariasi dan belum tentu semakin tingginya tingkat pencurian berbanding lurus dengan kerugian finansial. Hal ini disebabkan volume kayu dan kualitas kayu jati yang tercuri berbeda dari masing-masing petak. Faktor tingginya permintaan kayu jati, sementara supply

(24)

10

Gambar 5 K -

Gambar 5 menyajikan kerugian finansial akibat pencurian kayu tersebar pada masing-masing BKPH. Pada gambar tersebut disajikan bahwa, tingkat kerugian finansial bervariatif dari tahun . BKPH Kalinanas mengalami kerugian finansial tertinggi rata-rata Rp 186 129 000. Terlihat bahwa jumlah pohon yang hilang tidak berbanding lurus dengan jumlah total kerugian kayu hal ini disebabkan harga kayu setiap tahunnya mengalami kenaikan selain itu kualitas kayu yang dicuri mempengaruhi total kerugian finansial yang terjadi.

Pencurian kayu digolongkan menjadi beberapa macam disesuaikan dengan tujuannya. Terdapat pencurian kayu dengan skala kecil, biasanya kayu dari hasil pencurian ini hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti rencekan dan bahan bakar. Pencurian dengan skala kecil ini menyebabkan Perhutani mengalami kerugian tetapi hanya skala kecil. Pencurian kayu jenis kedua yaitu pencurian dengan skala besar, dalam hal ini tujuan dari mencuri adalah untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan atau dijual secara ilegal. Perhutani mengalami kerugian secara fisik dan finansial yang cukup besar, karena untuk pemenuhan bahan baku industri dibutuhkan kayu dengan ukuran tertentu dan kualitas tertentu.

Pencurian kayu di KPH Mantingan dipetakan berdasarkan intensitas pencurian kayu dan jumlah pohon yang hilang pada tahun 2010.Pembagian kelas pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian pada masing-masing petak yang

(25)

11 terjadi di KPH Mantingan pada tahun 2010dengan cara perhitungan nilai maksimum dan minimum data persebaran kejadian pencurian kayu jati pada tahun 2010. Hasil dari pengolahan didapatkan lima kelas diantaranya adalah rendah, cukup, sedang, tinggi,dan sangat tinggi yang disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6. Tabel 7 Tingkat pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian di tahun 2010

Banyaknya pencurian (pohon)

Kelas pencurian Luas (ha) Luas (%)

2 Rendah 3029.38 18.37

4 Cukup 1173.69 7.12

6 Sedang 512.01 3.10

8 Tinggi 144.98 0.88

10 Sangat tinggi 217.52 1.32

Gambar 6 Pola spasial tingkat pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian kayu tahun 2010

(26)

12

kelas tinggi berwarna merah muda dengan luasan mencapai 144.98 ha atau 0.88%, kelas sangat tinggi berwarna merah tua dengan luas mencapai 217.52 ha atau 1.32%. Kelas pencurian sangat tinggi ini terjadi di petak 39 dan 56 BKPH Kalinanas serta di petak 16 dan 20 BKPH Kebon.

Pembagian tingkatpencurian kayu yang selanjutnya adalah pembagian berdasarkan jumlah pohon yang hilang dalam masing-masing petak di KPH Mantingan pada tahun 2010. Kelas kerawanan dibagi menjadi lima kelas diantaranya adalah rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.Pembagian tingkat pencurian dengan cara perhitungan nilai maksimum dan nilai minimum kejadian pencurian dalam satuan jumlah pohon yang hilangyang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Tingkat pencurian kayu berdasarkan jumlah pohon yang hilang di tahun 2010

Banyaknya pencurian (pohon)

Kelas pencurian

Luas (ha) Luas (%)

1 45 Rendah 4752.91 28.82 46 90 Cukup 39.85 0.25

91 135 Sedang 93.59 0.57

136 180 Tinggi 61.67 0.37 181 225 Sangat tinggi 129.58 0.79

(27)

13 Berdasarkan pembagian kelas pada pencurian tahun 2010 yang disajikan pada Tabel 8 dan pola spasial tingkat kerawanan pencurian kayu tahun 2010 yang disajikan pada Gambar 7, kelas pencurian rendah berwarna hijau muda dengan luasan mencapai 4752.91 ha atau 28.82% dari luas total keseluruhan KPH Mantingan, kelas cukup berwarna hijau tua dengan luasan mencapai 39.85 ha atau 0.25%, kelas sedang berwarna kuning dengan luasan 93.59 ha atau 0.57%, kelas tinggi berwarna merah muda dengan luasan mencapai 61.67 ha atau 0.37%, kelas sangat tinggi berwarna merah tua dengan luasan mencapai 129.58 ha atau 0.79%. Kelas sangat tinggi ini berada di petak 22,23, dan 39 di BKPH Kalinanas.

Pengaruh Peubah Biofisik Terhadap Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu

Tingkat kerawanan pencurian kayu dapat diduga menggunakan peubah biofisik. Faktor biofisik yang mempengaruhi pencurian kayu, yaitu Kelas Umur (KU), kelas lereng dari masing-masing wilayah, jarak dari jalan utama, dan jarak dari desa.

Kelas Umur (KU)

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pencurian kayu adalah kelas umur. Kelas umur adalah penggolongan umur pohon jati, dimana setiap kelas mempunyai rentang umur sepuluh tahun. Pengaruh kelas umur disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Pengaruh kelas umur terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010

Gambar8 menyajikan tentang pengaruh faktor kelas umur KU I, KU II, KU III, KU IV, dan KU V up terhadap intensitas pencurian kayu yang dinyatakan dalam jumlah pohon. Berdasarkan Gambar tersebut, terlihat bahwa pencurian

(28)

14

terbanyak terjadi pada KU II sebanyak 1075 pohon. Tidak ada hal yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat KU, maka semakin tinggi tingkat pencurian yang terjadi atau sebaliknya. Tetapi kejadian pencurian lebih banyak terjadi di KU muda adalah sebelum rotasi tebang KPH Mantingan yakni 30 tahun. Tingginya pencurian kayu di KU muda karena semakin jarangnya kayu jati yang berumur tua karena banyak yang sudah dijarah, sehingga semakin jarang kuantitasnya. Selain itu ada faktor lain yaitu kemudahan dalam hal penjualan dan memindahkan kayu hasil curian. Hal ini didukung oleh Zamhari (2007) menjelaskan jika umur jati masih muda, lebih mudah dijual kepada penadah atau penampung.

Kelas Kemiringan

Kelas kemiringan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi intensitas pencurian kayu. Menggunakan SIG dalam menggunakan analisis kemiringan dari masing-masing petak, maka didapatkan lima kelas lereng yang sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8 15%), agak curam (15 25%), curam (25 40%), dan sangat curam (>40%). KPH Mantingan memiliki kemiringan yang didominasi oleh datar sampai agak curam. Gambar 9 menyajikan pengaruh kemiringan terhadap intensitas pencurian kayu.

Gambar 9 Pengaruh kemiringan terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010

Berdasarkan Gambar9pencurian kayu tertinggi terjadi di daerah dengan kemiringan landai yakni sebanyak 1124 pohon, disusul dengan kemiringan datar sebanyak 822 pohon. Hal ini berarti bahwa semakin curam atau tingginya kemiringan suatu tempat, maka akan mempersulit seseorang untuk mengakses hutan dan melakukan pencurian. Kondisi ini sesuai dengan penjelasan

(29)

15 mempersulit seseorang memasuki wilayah hutan. Secara spasial wilayah KPH Mantingan didominasi oleh kemiringan datar sampai agak landai. Hal inilah salah satu pendorong kemudahan dalam pencurian kayu.

Jarak Jalan

Faktor jarak jalan dengan lokasi petak merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya pencurian kayu. Hal ini sesuai dengan penjelasan Hadi (2006) bahwa jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh tiga km. Jalan yang digunakan sebagai acuan adalah jalan yang biasanya digunakan untuk patroli Perhutani dan jalan utama yang biasa digunakan masyarakat untuk beraktivitas. Gambar 10 menyajikan pengaruh jarak dari jalan terhadap intensitas pencurian kayu.

Gambar 10 Pengaruh jarak jalan terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010

(30)

16

Intensitas pencurian dapat dipengaruhi oleh jarak lokasi terhadap desa setempat. Gambar 11 menyajikan jarak desa antara 600 sampai 3000 m. Hal tersebutmenunjukkan intensitas pencurian kayu akan meningkat dengan semakin dekat lokasi tersebut ke desa.

Gambar 11 Pengaruh jarak desa terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010

Pencurian tertinggi terjadi pada lokasi dengan jarak dari desa 600 m dengan intensitas sebanyak 986 pohon. Kemudahan lokasi diakses merupakan salah satu faktor peningkatan intensitas pencurian kayu. Masyarakat masih banyak yang mengandalkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengandalkan hasil hutan berupa kayu, karena terbatasnya pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan yang layak di daerah sekitarnya. Hal ini didukung oleh Suratmo (1972) bahwa salah satu motif pencurian kayu adalah terbatasnya lapangan pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan tambahan serta sulit mencari pekerjaan lain dengan upah yang lebih baik.

Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu

Pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu menggunakan peubah-peubah biofisik menghasilkan model spasial yang dirumuskan sebagai berikut:

Y = 2.110 + 0.130 X1- 0.133 X2 + 0.036 X3 + 0.006 X4………… Keterangan:

Y = Skor tingkat kerawanan pencurian kayu X1 = Skor kelas umur

(31)

17 Berdasarkan hasil uji analisis linier berganda yang didapat, nilai koefisien kelas umur pohon merupakan yang paling besar diantara yang lain sebesar 0.130. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi skor untuk kelas umur pohon atau semakin rendah kelas umur pohon, maka akan menyebabkan peluang lebih besar jumlah pohon yang tercuri. Diantara empat faktor yang ada, kelas umur pohon, jarak dari jalan dan jarak dari desa memiliki korelasi yang positif, sementara untuk kelas kemiringan memiliki korelasi yang negatif yaitu memiliki nilai koefisien sebesar -0.133. Hal ini menunjukkan semakin tinggi skor kelas kemiringan atau semakin rendah kemiringan, maka kemungkinan jumlah pohon yang tercuri akan semakin sedikit.

Uji analisis linier bergandamenghasilkan nilai R2(koefisien determinasi) sebesar 11.2%. Hal ini berarti bahwa faktor biofisik yaitu kelas umur, kelas kemiringan, jarak jalan dan jarak desa hanya dapat mempengaruhi tingkat pencurian kayu sebesar 11.2%, sisanya sebesar 88.8% dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain.

Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pencurian kayu digolongkan menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah kurang profesionalnya anggota Perhutani di dalam bekerja hal ini disebabkan karena beberapa anggota keamanaan Perhutani terkadang memberikan informasi tentang waktu patroli dan inspeksi mendadak, sehingga membuat operasi tersebut tidak maksimal. Hal ini sesuai dengan Perhutani (2006) bahwa masih banyak personil Perhutani yang belum mempunyai komitmen tinggi terhadap pelaksanaan pengamanan hutan dan perlindungan. Faktor internal yang kedua adalah upaya pengamanan hutan yang belum terorganisir dengan baik dan kurangnya jumlah pihak keamanan yang menjaga wilayah KPH Mantingan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah total pihak keamanan di KPH Mantingan hanya sebanyak 120 orang untuk mengamankan luasan sekitar 16 489.5 ha.Kondisi ini didukung oleh pernyataan Yulianto (2002)bahwa salah satu penyebab pencurian kayu adalah sistem pengawasan dan pengamanan hutan yang kurang efektif.

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar Perhutani. Beberapa faktor eksternal adalah masih rendahnya kesadaran dan tingkat sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, hal ini didapatkan untuk contoh kasus di daerah sekitar BKPH Kalinanas, pencurian akan meningkat pada waktu-waktu tertentu, seperti Hari Idul Fitri, bulan Ramadhan, pembayaran anak sekolah. Selain itu masyarakat masih banyak yang mengandalkan hutan sebagai mata pencahariannya karena mayoritas penduduk di desa Kalinanas bekerja sebagai petani.

Faktor eksternal yang kedua yaitu berkembangnya industri kayu yang bersedia menampung dan mengolah kayu hasil curian, beberapa ditemukan di Desa Ronggo, lokasinya sekitar 10 km dari Kalinanas, hal ini berdampak pada kemudahan pencuri untuk menjual kayu hasil curian.Pernyataan ini didukung oleh Suratmo (1972) bahwa adanya penampung (penadah) hasil pencurian seperti adanya industri kecil yang menampung hasil pencurian atau orang yang ingin mencari untung dari masalah pencurian akan mendorong pencurian.

(32)

18

Upaya Perhutani untuk mengurangi pencurian kayu di KPH Mantingan dengan melakukan pengamanan hutan. Pengamanan hutan adalah suatu proses atau upaya untuk menjaga hutan, sehingga masih terjaga keberadaan sumber daya hutan. Pengamanan hutan di KPH Mantingan dilakukan oleh bagian keamanan bekerjasama dengan berbagai pihak diantaranya adalah pemerintah daerah, kepolisian, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan warga setempat.

Kegiatan pengamanan dibagi menjadi dua yakni preventif (pencegahan) dan represif (penanggulangan). Terdapat beberapa upaya preventif yang dilakukan oleh KPH Mantingan, diantaranya adalah melakukan kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Kegiatan PHBM ini biasanya berupa peminjaman lahan Perhutani untuk ditanami oleh warga atau bercocok tanam, dan beberapa terdapat sistem agroforestri juga yaitu melakukan penanaman tanaman kehutanan yang dicampur dengan tanaman pertanian. Wujud kegiatan PHBM yang lain adalah dengan pembagian keuntungan hasil panen kayu sebesar 25%. KPH Mantingan bekerjasama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang berjumlah 53 kelompok. Keuntungan tidak hanya dibagikan dalam bentuk uang, tetapi biasanya dibagikan dalam bentuk barang produktif seperti pembagian hewan ternak atau disumbangkan ke koperasi dari masing-masing LMDH. Salah satu tujuan dari hal ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Kegiatan yang kedua yaitu represif (penanggulangan). Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh pihak-pihak keamanan seperti melakukan patroli rutin, kegiatan penggeledahan, penggerebekan. Patroli rutin ini biasanya dilakukan di jam-jam kerja saja, sehingga terdapat kelemahan dan biasanya kegiatan pencurian terjadi di waktu-waktu istirahat. - . Pada saat itu para petugas keamanan hutan biasanya jarang mengadakan patroli hutan. Kegiatan penggeledahan dan penggerebekan KPH Mantingan bekerja sama dengan TNI dan Polri, penggeledahan biasanya dilakukan di rumah-rumah warga, perusahaan kayu, dan tukang mebel.

Pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu dikelompokkan dengan menggunakan nilai maksimum dan minimum. Tingkat kerawanan pencurian kayu dibagi menjadi 3 diantaranya adalah rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil klasifikasi tingkat kerawanan pencurian kayu disajikan pada Tabel 9 dan sebaran spasial tingkat kerawanan pencurian kayu disajikan pada Gambar 12 Tabel 9 Luas tingkat kerawanan pencurian kayu berdasarkan aspek biofisik di

KPH Mantingan tahun 2010

Skor tingkatkerawanan Tingkat kerawanan Luas (ha) Luas (%)

1.737 2.080 Rendah 2502.330 15.260

2.08 2.423 Sedang 10 970.440 66.900

(33)

19

Gambar 12 Sebaran spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 12 tingkat kerawanan terbagi menjadi tiga tingkat kerawanan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kerawanan sedang berwarna kuning mempunyai luasan yang paling besar seluas 10 970.44 ha atau 66.90% dari luas keseluruhan. Sedangkan tingkat kerawanan rendah berwarna hijau mempunyai luasan yang paling rendah seluas 2502.33 ha atau 15.26%.

Berdasarkan hasil analisis spasial, tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan didominasi oleh warna kuning. Warna kuning merupakan tingkat kerawanan sedang. Selain itu terdapat warna hijau muda dengan tingkat kerawanan rendah dan warna merah muda dengan tingkat kerawanan tinggi.

Uji akurasi hasil pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan menggunakan dua metode yaitu Overall accuracy dan Kappa accuracy. Akurasi menggunakan data pencurian kayu tahun 2010 dengan jumlah 53 petak dari total 113 petak yang terjadi pencurian. Hasil akurasi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil akurasi pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH

Mantingan

Metode akurasi Nilai akurasi (%)

Overall accuracy 50.61

(34)

20

Uji akurasi hasil pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan dengan metode Overall accuracy menghasilkan nilai akurasi sebesar 50.61% dan Kappa accuracy sebesar 28.15%. Berdasarkan Jaya (2010) hasil 2013, menunjukkan bahwa pencurian tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah kehilangan sebanyak 2275 pohon, sedangkan BKPH Mantingan merupakan daerah dengan intensitas pencurian kayu tertinggi dengan rata-rata kehilangan sebanyak 632 pohon/ tahun.Faktor biofisik yang terdiri dari kelas umur, kelas kemiringan, jarak dari jalan dan jarak dari desa hanya mempengaruhi intensitas pencurian kayu jati di KPH Mantingan sebesar 11.2%.Tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan terbagi ke dalam 3 kelas diantaranya adalah rendah seluas 2502.33 ha, sedang seluas 10 970.44 ha, dan tingi seluas 2924.98 ha.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk penentuan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan menggunakan faktor-faktor selain biofisik, tetapi lebih melakukan pendekatan terhadap internal Perhutani seperti jumlah pihak keamanan, tingkat kesejahteraan pihak keamanan dan eksternal Perhutani seperti aspek sosial ekonomi masyarakat.

2. KPH Matingan perlu menambah jumlah bagian keamanan dan melatih lebih intensif agar lebih berkomitmen untuk menjaga hutan.

3. KPH Mantingan lebih memperhatikan waktu pembagian dana PHBM, karena pencurian kayu akan meningkat dalam waktu dan kondisi tertentu dan memaksimalkan program PHBM.

4. Pemerintah daerah, Perhutani, dan aparat hukum dapat bekerja sama dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dan menanggulangi pihak-pihak yang menampung kayu illegal.

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff S. 1989. Geographic Information System A Management Prespective.WDL Publication. Ottawa. Canada.

(35)

21 Hadi M. 2006. Pemodelan spasial kerawanan kebakaran di lahan gambut: studi kasus di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Iskandar R. 1971. Diktat Penuntun Dalam Melakukan Kepolisian Kehutanan Untuk Refreshing. Kadipaten (ID): Cource.

Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jarak Jauh Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor(ID): Fakultas Kehutanan IPB. [KSAH]Konservasi Sumberdaya Alam Hayati. 1983. Rencana Umum Perlindungan Hutan. Jakarta (ID): Proyek Pembinaan Kelestarian Sumberdaya Alam Hayati.

Perhutani. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Keamanan Hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Semarang (ID): Perum Perhutani

Perhutani. 2014. Buku Saku Statistik Tahun 2009 – 2013 Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Semarang (ID): Perum Perhutani.

Prahasta E. 2010. Tutorial ArcGIS Desktop untuk Bidang Geodesi dan Geomatika. Bandung(ID): Informatika Bandung.

Pratiwi WS. 2007. Pemodelan spasial kerawanan pencurian kayu menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Santoso B. 2008. Kebocoran Hutan dan Anomali Illegal Logging. Jakarta (ID): Wana Aksara.

Solekhuddin. 2010. Pemetaan tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan sistem informasi geografis di KPH Balapulang Perhutani Unit I [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suratmo G. 1972. Ilmu Perlindungan Hutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tini N dan Amri K. 2002. Mengebunkan Jati Unggul: Pilihan Investasi Prospektif.

Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Widjajanto E. 1997. Studi pencurian kayu di KPH Kendal Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yulianto M. 2002. Analisis sosial ekonomi pencurian kayu: studi asus Kabupaten Blora Jawa Tengah [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(36)

22

Lampiran 1 Hasil analisis regresi linier berganda

Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4

The regression equation is

Y = 2.11 + 0.130 X1 - 0.133 X2 + 0.0361 X3 + 0.006 X4

Predictor Coef SE Coef T P Constant 2.1147 0.5814 3.64 0.001 X1 0.12958 0.05733 2.26 0.028 X2 -0.13310 0.09802 -1.36 0.180 X3 0.03613 0.06500 0.56 0.581 X4 0.0057 0.1046 0.05 0.957

S = 0.676255 R-Sq = 11.2% R-Sq(adj) = 4.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 3.1807 0.7952 1.74 0.155 Residual Error 55 25.1527 0.4573

Total 59 28.3333

Source DF Seq SS X1 1 2.2558 X2 1 0.7836 X3 1 0.1399 X4 1 0.0014

Unusual Observations

Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid 1 5.00 1.0000 2.3062 0.1817 -1.3062 -2.01R 5 5.00 1.0000 2.2891 0.3202 -1.2891 -2.16R 9 4.00 1.0000 2.3705 0.1620 -1.3705 -2.09R 19 4.00 2.0000 2.5474 0.3741 -0.5474 -0.97 X

(37)

23

La

mpi

ra

n 2 P

eta se

b

ara

n

ke

las umur ja

ti

di KP

H Ma

nti

nga

(38)

24

La

mpi

ra

n 3 P

eta se

b

ara

n

ke

las ke

mi

ringa

n di KP

H

Man

ti

nga

(39)

25

La

mpi

ra

n 4 P

eta ja

ra

k jal

an di KP

H Ma

nti

nga

(40)

26

La

mpi

ra

n 5 P

eta ja

ra

k de

sa

sekitar

di KP

H Ma

nti

n

ga

(41)

27 Lampiran 6 Hasil analisis pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH

Mantingan

Kerawanan

Kelas Rendah Sedang Tinggi Total

Rendah 253.2636 68.85423 - 322.1178

Sedang 234.2171 315.0893 0.019433 549.3258

Tinggi - 732.5949 492.8928 1225.488

Total 487.4807 1116.538 492.9122

Overall accuracy(%)

50.61

Kappa accuracy(%)

(42)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juni 1992 d Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Joko Nyuwito dan Ibu Indarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di TK Pertanian Bogor melalui jalur USMI ( Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada saat menjalani masa studi penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kamojang-Sancang, Garut Jawa Barat dan magang mandiri di KPH Mantingan Perhutani Unit I Jawa Tengah pada tahun 2012. Penulis juga melakukan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan Praktek Kerja Lapang pada tahun 2013 di IUPHHK-HA PT. Bina Multi Alam Lestari, Muara Teweh Kalimantan Tengah. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetan Wilayah tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015, mata kuliah Geomatika Inderaja Kehutanan tahun ajaran 2013/2014, mata kuliah Teknik Inventarisasi tahun ajaran 2014/2015. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor penulis mempunyai pengalaman organisasi di Himpunan Keluarga Rembang di Bogor, Himpunan Mahasiswa Forest Management Students’ Club (FMSC), Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal dan Tarung Derajat.

(43)

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional  I Jawa
Tabel 5 Skor sebaran jarak desa sekitar hutan di KPH Mantingan
Gambar 2 Jumlah pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 200     2013
Gambar 3 Jumlahpencurian kayu pada masing-masing BKPH di KPH
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketidaksesuaian antara teori Ferrari, Johnson & McCown (1995: 40) yang menyatakan semakin tinggi motivasi mengerjakan tugas yang dimiliki individu maka akan semakin rendah

Dalam kisah Sunan Kalijaga menampilkan tiga potongan kisah terpilih yang menceritakan mengenai media dakwah Sunan Kalijaga dalam bidang seni dan budaya seperti gamelan, wayang,

Dalam proses belajar mengajar seorang guru dituntut kemampuan profe- sionalnya dalam merancang pembelajaran dengan model dan memilih media yang menarik, tepat dan

Projects, proje ile aynõ solution içinde yer alan bile ş en kütüphanelerini eklemek için kullanõlõr.. Eklenecek assembly nesnesini seçin ve Select dü ğ

Perilaku dan sikap tidak bisa dipisahkan untuk menjadikan lebih sempurna karena kedua- duanya memiliki karakteristik yang berbeda. Sikap itu cara pandang dan pola pikir,

Proses pembelajaran yang dilakukan dinyatakan memuat gambaran wawasan whole language bila (l) hasil belajar tentang bunyi, kosakata, struktur, sastra, mendengarkan,

Hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uamg sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi tenaga kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan

Dalam rangka menjamin akuntabilitas pengelolaan PTAI (UIN/IAIN/STAIN/PTAIS), Kemenag melalui Keputusan Menteri Agama RI Nomor 156 Tahun 2004 tanggal 18 Maret 2004,