• Tidak ada hasil yang ditemukan

Characterization of Microbes Degrading Organic Acids of Peatsoils

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Characterization of Microbes Degrading Organic Acids of Peatsoils"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI PERTUMBUHAN MIKROB

PENDEGRADASI ASAM-ASAM ORGANIK

TANAH GAMBUT

DIANA NURANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakterisasi Pertumbuhan Mikrob Pendegradasi Asam-asam Organik Tanah Gambut adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2010

(3)

ABSTRACT

DIANA NURANI. Characterization of Microbes Degrading Organic Acids of Peatsoils. Under direction of DWI ANDREAS SANTOSA and KOESNANDAR.

The aim of the study was to isolate and characterize the growth of low pH tolerant-microbes being able to degrade and utilize organic acid extracted from peatsoil. Among 39 strains of fungi, bacteria and yeast isolated from various sources that grown at pH 3.8, strain FS2 was found to be the best isolate to degrade organic acid including p-hydroxybenzoic acid and increase pH-medium up to 5.9 within 36 hour. The optimum degradation of organic acid and pH increment were achieved when FS2 was grown on the medium containing 33.1 mN-NaOH organic acid, 2 g/l (NH4)2SO4, 0.5 g yeast extract, 1 g/liter KH2PO4,

and 0.5 g/l MgSO47H2O at initial pH of 3.8. The maximum growth rate as

observed by rate of organic acid comsumption and its pH increment were achieved at 6 to 12 hour of fermentation. The results revealed that an acid-tolerant strain FS2 was a prominent strain that is able to degrade organic acid and subsequently increase pH at high rate.

(4)

RINGKASAN

DIANA NURANI. Karakterisasi Pertumbuhan Mikrob Pendegradasi Asam-asam Organik Tanah Gambut. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA sebagai ketua komisi pembimbing dan KOESNANDAR sebagai anggota komisi pembimbing.

Indonesia memiliki lahan gambut terluas diantara negara tropis, sekitar 21 juta ha yang tersebar terutama di Sumatra, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Variabilitas lahan gambut sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya sehingga tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari lahan gambut yang tersebar di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak dimanfaatkan untuk pertanian (Agus & Subiksa, 2008).

Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian banyak mengalami kendala terutama pada lahan gambut yang belum mengalami pelapukan lanjut. Kendala utama adalah tingginya kemasaman tanah, yang mengakibatkan unsur hara menjadi tidak tersedia untuk tanaman. Kemasaman tanah gambut bisa disebabkan karena adanya asam-asam organik atau pengaruh sulfat hasil akumulasi dari FeS2

Berbagai penelitian untuk perbaikan produktivitas tanah gambut telah dilakukan diantaranya dengan penambahan abu vulkan, kapur serta dengan pembakaran, tetapi usaha perbaikan produktivitas tersebut banyak mengalami berbagai kendala. Untuk itu perlu adanya alternatif usaha dalam meningkatkan produktivitas tanah gambut khususnya untuk mengurangi kemasaman tanah yaitu melalui pendekatan bioteknologi. Beberapa mikrob tanah mampu secara cepat mendekomposisi beberapa asam organik yang menjadi salah satu penyebab kemasaman tanah gambut. Beberapa genus dari bakteri dan fungi dapat mendegradasi asam fenolat dan menggunakannya sebagai sumber karbon, salah satunya adalah Azotobacter (Juarez et al. 2005).

, hal ini tergantung pada proses pembentukan tanah gambut serta kondisi lingkungannya.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan mikrob unggul pendegradasi asam organik tanah gambut. Lingkup penelitian adalah (i) ekstraksi asam-asam organik dari beberapa tanah gambut, (ii) isolasi mikrob dari tanah dengan pH rendah dari beberapa wilayah dan dari limbah cair industri pengolahan kelapa sawit, (iii) seleksi mikrob yang mampu mendegradasi asam-asam organik tanah gambut, (iv) karakterisasi pertumbuhan mikrob, (v) optimalisasi medium pertumbuhan khususnya sumber karbon dan nitrogen.

(5)
(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KARAKTERISASI PERTUMBUHAN MIKROB

PENDEGRADASI ASAM-ASAM ORGANIK

TANAH GAMBUT

DIANA NURANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Karakterisasi Pertumbuhan Mikrob Pendegradasi Asam-asam Organik Tanah Gambut

Nama : Diana Nurani NRP : A 151080081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, M.S.

Ketua Anggota

Dr. Ir. Koesnandar, M.Eng

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Tanah

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T, karena hanya berkat rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya sesuai dengan harapan dan keinginan penulis.

Tesis yang berjudul “Karakterisasi Pertumbuhan Mikrob Pendegradasi Asam-asam Organik Tanah Gambut” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir dalam mencapai gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, perhatian dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, M.S. sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis.

2. Dr. Ir. Koesnandar, M.Eng sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc sebagai Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan arahan kepada penulis.

4. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si sebagai Ketua Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan arahan kepada penulis. 5. Dr. Ir. Basuki Sumawinata sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis.

6. Rekan-rekan Tim Mikrob Gambut Pusat Teknologi Bioindustri BPPT : Dr. Ir. Agus Masduki, M.Eng; Dra. Sih Parmiyatni; Ir. Gatyo Angkoso, M.Si; Ir. Heru Purwanta; Farah, STP; Ahmad Fauzi; Reni Giarni, S.Si; Jamhuri, SP yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.

7. Rekan-rekan S2 angkatan 2008 Program Studi Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor yang senantiasa memberikan semangat dan kebersamaan kepada penulis selama menempuh program S2.

8. Ayahanda Ir. Haryoto Dhanutirto (Alm) dan Ibunda Siti Nurhayati yang telah mendidik, mendoakan dan memberikan dorongan semangat yang tiada henti. 9. Suamiku Ir. Budi Winarno serta ananda Safira Putri Widiani dan Ardelia Putri

Widyadhari yang dengan penuh pengertian telah membantu dan memberi semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dengan lancar dan tepat waktu.

10.Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan BPPT yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama menempuh program pasca sarjana di IPB.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Untuk itu segala keterbukaan kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

(12)
(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Salatiga pada tanggal 23 Mei 1970 dari ayah Ir. Haryoto Dhanutirto (Alm) dan ibu Siti Nurhayati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.

Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Salatiga dan pada tahun 1992 penulis lulus dari Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (UKSW), kemudian pada tahun yang sama penulis bekerja pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta sampai sekarang. Pada saat ini penulis adalah Perekayasa Muda pada Pusat Teknologi Bioindustri BPPT.

Pada tahun 2008 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi (S2) pada program studi Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(14)

DAFTAR ISI

2.1. Karakteristik Tanah Gambut ……….. 5

2.2 Asam-asam Organik tanah Gambut ……… 7

2.3. Mikrob Pendegradasi Asam Organik …………... 9

BAB 3 BAHAN DAN METODE ………... 11

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 11

3.2. Bahan dan Alat ……… 11

3.3. Metode ……… 11

3.3.1. Tahapan Penelitian ……… 11

3.3.2. Ekstraksi Asam-asam Organik dari Tanah Gambut ……….. 12

3.3.3. Analisa Total Asam ……….. 12

3.3.4. Analisa Fenolat ………... 13

3.3.5. Isolasi Mikrob ………... 13

3.3.6. Seleksi Mikrob Pendegradasi Asam Organik 14 3.3.7. Karakterisasi Pertumbuhan ………... 15

3.3.8. Rancangan Penelitian ……… 15

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 17

4.1. Ekstraksi Asam-asam Organik dari Tanah Gambut … 17 4.2. Isolasi Mikrob ………. 18

4.3. Seleksi Mikrob Pendegradasi Asam Organik …... 18

4.3.1. Seleksi Fungi Pendegradasi Asam Organik .. 18

(15)

4.4. Karakterisasi Pertumbuhan Mikrob Terpilih ……….. 28

4.4.1. Optimalisasi Sumber Karbon dan Nitrogen .. 29

4.4.2. Optimalisasi Ekstrak Khamir ……… 32

4.4.3. Optimalisasi pH ……… 33

4.5. Pertumbuhan Strain FS2 pada Medium C & N Optimum ………... 34

BAB 5 SIMPULAN ……….. 37

DAFTAR PUSTAKA ………. 38

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Daftar asam-asam organik pada tanah gambut ……… 8 2 Variasi sumber karbon dan sumber nitrogen dalam medium

pertumbuhan ………. 15 3 Kemasaman tanah dan kandungan total asam organik ekstrak

tanah gambut ………... 17 4 Isolat yang diperoleh dari beberapa wilayah ………... 19 5 Nilai pH akhir strain FS2 dengan variasi sumber C dan N setelah

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Alur tahapan penelitian ………... 12 2 Nilai pH berbagai isolat fungi setelah inkubasi 96 jam ……….. 20 3 Penurunan total asam berbagai isolat fungi setelah inku basi 96 jam

………. 20 4 Pertumbuhan berbagai isolat fungi setelah inkubasi 96 jam ……….. 21 5 Nilai pH, total asam dan berat kering sel berbagai isolat fungi

setelah inkubasi 96 jam ……….. 21 6 Pengaruh waktu inkubasi terhadap kenaikan pH berbagai isolat

fungi terpilih ………... 22 7 Pengaruh waktu inkubasi terhadap kecepatan penurunan total asam

organik berbagai isolat fungi terpilih ………... 23 8 Pengaruh waktu inkubasi terhadap pertumbuhan sel berbagai isolat

fungi terpilih ……….. 23 9 Peningkatan pH medium berbagai isolat bakteri dan khamir setelah

inkubasi 24 jam ………. 25 10 Pertumbuhan sel berbagai isolat bakteri dan khamir setelah inkubasi

24 jam ………. 25 11 Kenaikan pH, pertumbuhan sel dan konsumsi asam organik isolat

bakteri dan khamir terpilih setelah inkubasi 24 jam ……….. 26 12 Pengaruh waktu inkubasi terhadap kecepatan kenaikan pH isolat

BL6 dan YL7 selama inkubasi 48 jam ……….. 27 13 Pertumbuhan isolat BL6 dan YL7 selama inkubasi 48 jam……... 27 14 Nilai total asam isolat BL6 dan YL7 selama inkubasi 48 jam …….. 28 15 Nilai pH strain FS2 pada medium pertumbuhan dengan variasi

sumber karbon dan nitrogen ……… 29 16 Penurunan total asam yang dikonsumsi strain FS2 pada medium

pertumbuhan dengan variasi sumber karbon dan nitrogen …………. 30 17 Pertumbuhan sel strain FS2 pada medium pertumbuhan dengan

variasi sumber karbon dan nitrogen ……… 30 18 Pengaruh ekstrak khamir terhadap pertumbuhan strain FS2 …... 32 19 Pengaruh pH terhadap pertumbuhan strain FS2 ………. 33 20 Nilai pH dan total asam pada pertumbuhan strain FS2 dalam

medium C & N optimum selama inkubasi 48 jam ……….. 34 21 Konsumsi asam fenolat oleh strain FS2 pada medium C & N

optimum selama inkubasi 48 jam …………... 35 22 Pertumbuhan sel strain FS2 pada medium C & N optimum selama

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Sampel tanah Siantan II ………. 43

2 Analisa tanah Siantan II ………. 43

3 Populasi mikrob tanah gambut Siantan II pada pH medium 3,8 ... 43

4 Medium untuk pertumbuhan mikrob ………. 44

5 Data pH akhir, pertumbuhan sel dan penurunan total asam pada seleksi isolat fungi (inkubasi 96 jam)……….. 45

6 Data pH, total asam dan pertumbuhan sel isolat fungi terpilih selama inkubasi 96 jam ……….. 46

7 Data pH akhir dan pertumbuhan sel pada seleksi isolat bakteri dan khamir (inkubasi 24 jam)………. 47

8 Data pH, total asam dan pertumbuhan sel isolat bakteri dan khamir terpilih selama inkubasi 48 jam ……….. 48

9 Data pH akhir, penurunan total asam dan pertumbuhan sel strain FS2 dengan variasi sumber C & N (inkubasi 48 jam) ……….. 49

10 Analisis ragam (Anova) faktorial RAL - interaksi C & N terhadap pH ………... 50

11 Analisis ragam (Anova) RAL 1 faktor kombinasi perlakuan C & N terhadap pH ………... 51

12 Uji Duncan – kombinasi perlakuan C & N terhadap pH ………... 52

13 Analisis ragam (Anova) faktorial RAL - interaksi C & N terhadap pertumbuhan sel ……… 53

14 Uji Duncan faktor C terhadap pertumbuhan sel ……… 54

15 Analisis ragam (Anova) faktorial RAL - interaksi C & N terhadap penurunan total asam ………. 55

16 17 18 19 Uji Duncan faktor C terhadap penurunan total asam ………. Uji Duncan faktor N terhadap penurunan total asam ………. Data pH pertumbuhan strain FS2 selama inkubasi 72 jam dengan perlakuan ekstrak khamir dan tanpa ekstrak khamir ………. Data pH akhir pertumbuhan strain FS2 pada medium C & N optimum dengan pH awal yang berbeda-beda (inkubasi 48 jam)….. 56 57 58 59 20 Data pH, total asam, asam fenolat dan pertumbuhan sel strain FS2 pada medium C dan N optimum selama inkubasi 48 jam ………… 60

21 Kromatogram standar asam fenolat ……….. 61

22 Kromatogram analisis asam fenolat dalam medium pertumbuhan strain FS2 pada inkubasi jam ke-0 ………. 62

23 Kromatogram analisis asam fenolat dalam medium pertumbuhan strain FS2 pada inkubasi jam ke-12 ……… 63

(19)

25 Kromatogram analisis asam fenolat dalam medium pertumbuhan strain FS2 pada inkubasi jam ke-36 ……… 65 26 Kromatogram analisis asam fenolat dalam medium pertumbuhan

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekstensifikasi pertanian dalam rangka mendukung program ketahanan

pangan dapat dilakukan pada lahan-lahan marginal diluar Jawa seperti lahan

gambut, sebagai akibat terjadinya alih fungsi penggunaan lahan-lahan subur di

Jawa ke sektor non pertanian. Lahan marginal untuk budidaya tanaman

merupakan lahan yang mempunyai sifat-sifat fisika, kimia dan biologi yang tidak

optimum untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Lahan gambut sangat

berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian, tetapi disisi lain lahan

gambut mempunyai masalah yang komplek, sehingga perlu input teknologi agar

karakteristik tanahnya dapat diperbaiki untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

Indonesia memiliki lahan gambut terluas diantara negara tropis, sekitar 21

juta ha yang tersebar terutama di Sumatra, Kalimantan dan Papua (BB Litbang

SDLP, 2008). Variabilitas lahan gambut sangat tinggi, baik dari segi ketebalan

gambut, kematangan maupun kesuburannya sehingga tidak semua lahan gambut

layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari lahan gambut yang tersebar di

pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak dimanfaatkan untuk

pertanian (Agus & Subiksa, 2008).

Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian banyak mengalami kendala

terutama pada lahan gambut yang belum mengalami pelapukan lanjut.

Ketersediaan hara didalam tanah gambut berhubungan erat dengan tingkat

dekomposisi tanah gambut. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada

pengelolaan lahan gambut untuk usaha pertanian adalah (1) dinamika sifat

kemasaman tanah yang dikaitkan dengan pengendalian asam-asam organik

meracun, (2) dinamika kesuburan tanah sehubungan dengan ketersediaan unsur

hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman, (3) pembakaran lahan

gambut dalam rangka pemanfaatan lahan dan (4) pengaturan tata air pada lahan

gambut yang sesuai dengan sifat fisika dan kebutuhan tanaman.

Tanah gambut di daerah tropika basah seperti Indonesia berkembang dari

(21)

merupakan bahan material organik berserat yang berasal dari sisa-sisa tanaman

yang terdekomposisi belum sempurna, sehingga menghasilkan tanah gambut yang

variasi dan sebarannya heterogen. Komponen utama tanah gambut terdiri atas

lignin, selulosa, hemiselulosa dan protein.

Tanah gambut di Indonesia mempunyai kandungan lignin yang lebih

tinggi dibandingkan dengan gambut yang berada di daerah beriklim sedang,

karena terbentuk dari pohon-pohonan (Driessen & Suhardjo, 1976). Lignin akan

mengalami proses degradasi dan menghasilkan asam fenolat (Stevenson, 1994).

Beberapa jenis asam fenolat yang umum dijumpai dalam tanah gambut

diantaranya asam ferulat, vanilat, p-kumarat dan p-hidroksibenzoat (Tadano et al.

1992). Asam-asam fenolat tersebut berpengaruh langsung terhadap fisiologi

tanaman, serta penyediaan hara di dalam tanah. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa asam-asam fenolat bersifat fitotoksik bagi tanaman dan

menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat (Stevenson, 1994). Disamping itu,

kandungan asam fenolat berperan dalam penyebab kemasaman tanah gambut

(Barchia, 2006).

Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan yang rendah dengan pH

sekitar 3,3 (pH<4). Permasalahan utama dalam pemanfaatan tanah gambut untuk

pertanian adalah tingginya kemasaman tanah, yang mengakibatkan unsur hara

menjadi tidak tersedia untuk tanaman. Kemasaman tanah gambut bisa disebabkan

karena adanya sulfat hasil akumulasi FeS2

Penggunaan konsorsia mikrob dengan substrat selulosa dapat

memperbaiki karakteristik tanah gambut (Komariah et al. 1993), meningkatkan

pH dan produktivitas tanah gambut (Nurani et al. 2007), serta meningkatkan

produksi jagung (Koesnandar et al. 2008). Beberapa genus dari bakteri dan fungi

dapat mendegradasi asam fenolat dan menggunakannya sebagai sumber karbon,

salah satunya adalah Azotobacter (Juarez et al. 2005). Penerapan mikrob yang tepat diharapkan tidak hanya dapat mengurangi kemasaman lahan gambut tetapi

juga mengurangi penggunaan pupuk serta tidak menyebabkan polusi lingkungan. , atau asam-asam organik hasil

degradasi lignin, tergantung pada proses pembentukan tanah gambut serta kondisi

(22)

1.2. Perumusan Masalah

Berbagai penelitian untuk perbaikan produktivitas tanah gambut telah

dilakukan diantaranya dengan penambahan abu vulkan, kapur serta dengan

pembakaran, tetapi usaha perbaikan produktivitas tersebut banyak mengalami

berbagai kendala. Untuk itu perlu adanya alternatif usaha dalam meningkatkan

produktivitas tanah gambut khususnya untuk mengurangi kemasaman tanah yaitu

melalui pendekatan bioteknologi. Beberapa mikrob tanah mampu secara cepat

mendekomposisi beberapa asam organik yang menjadi salah satu penyebab

kemasaman tanah gambut.

Beberapa mikrob yang diisolasi dari berbagai sumber diperkirakan dapat

mendegradasi asam organik yang ada di dalam tanah gambut. Aplikasi mikrob

tersebut diharapkan dapat mengurangi kemasaman tanah sekaligus memperbaiki

produktivitas tanah gambut, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan

produktivitas tanaman.

1.3. Tujuan

Mendapatkan mikrob unggul pendegradasi asam-asam organik tanah

gambut.

1.4. Hipotesa

• Akan diperoleh mikrob unggul pendegradasi asam-asam organik tanah

gambut.

• Medium yang optimum dapat meningkatkan kemampuan mikrob

dalam mendegradasi asam-asam organik.

• Meningkatnya kemampuan mikrob dalam mendegradasi asam organik

diikuti dengan meningkatnya pH.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian meliputi (i) ekstraksi asam-asam organik dari beberapa

tanah gambut, (ii) isolasi mikrob dari tanah dengan pH rendah dari beberapa

wilayah dan dari limbah cair industri pengolahan kelapa sawit, (iii) seleksi mikrob

(23)

pertumbuhan mikrob, (v) optimalisasi medium pertumbuhan khususnya sumber

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai potensi

cukup besar untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian karena arealnya cukup

luas. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut di Indonesia umumnya tergolong

kedalam gambut oligotropik (miskin hara) sampai mesotropik (sedang) dan hanya

sedikit yang tergolong kedalam golongan eutropik (subur)dan umumnya tersebar

di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai (Agus & Subiksa, 2008).

Sedangkan berdasarkan lingkungan pembentukannya, sebagian besar lahan

gambut di Indonesia merupakan lahan gambut ombrogen (Radjagukguk, 1997).

Ketebalan gambut suatu kawasan bervariasi akibat adanya akumulasi gambut,

semakin dekat dengan sungai ketebalan gambut menipis, sebaliknya semakin ke

kawasan pedalaman gambut makin menebal dan membentuk kubah gambut

(dome). Tanah gambut ombrogen dengan kubah gambut tebal (> 3 m) umumnya

memiliki kesuburan yang rendah dengan pH sekitar 3,3 tetapi pada gambut tipis di

kawasan dekat tepi sungai gambut semakin subur dan pH berkisar 4,3 (Andriesse,

1988).

Pemanfaatan potensi lahan gambut untuk pertanian belum dapat

dilaksanakan, karena tanah gambut memiliki karakteristik yang khas yang berbeda

dengan tanah-tanah mineral. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan pengelolaan

yang khusus terhadap kualitas tanah gambut dengan tujuan untuk memperbaiki

sifat tanah yang kurang produktif serta tidak mendukung pertumbuhan tanaman.

Masalah penting dan utama dalam pemanfaatan gambut adalah usaha

meningkatkan kesuburan lahan gambut yang ditentukan oleh (i) ketebalan gambut

dan tingkat kematangan lapisan-lapisannya, (ii) keadaan tanah mineral di bawah

gambut, (iii) kualitas air sungai atau air pasang yang mempengaruhi proses

pembentukan maupun proses penanganannya (BB Litbang SDLP, 2008).

2.1. Karakteristik Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah yang didefinisikan memiliki lapisan bahan

(25)

organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum

lapuk secara sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara (Agus

& Subiksa, 2008).

Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh

kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut)

dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan kadar abu gambut di Indonesia

umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Tanah gambut

umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH

3-5, Kapasitas Tukar Kation (KTK) tergolong tinggi sehingga Kejenuhan Basa

(KB) menjadi sangat rendah (Agus & Subiksa, 2008).

Tanah gambut dengan ciri kapasitas tukar kation sangat tinggi, tetapi

persentase kejenuhan basa sangat rendah, akan menyulitkan penyerapan hara,

terutama basa-basa yang diperlukan oleh tanaman. KTK yang tinggi disebabkan

oleh banyaknya kandungan asam-asam organik pada tanah tersebut. Asam-asam

organik dengan gugus karboksil (-COOH) dan gugus fenol (-OH) memberikan

kontribusi yang besar bagi tingginya nilai KTK tanah gambut (Tim Fakultas

Pertanian IPB,1986).

Tingkat kesuburan tanah gambut ditentukan oleh kandungan mineral dan

basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Lapisan

bawah gambut dapat berupa lapisan lempung marin atau pasir. Gambut diatas

pasir kuarsa memiliki kesuburan yang relatif rendah, jika lapisan gambut terkikis,

menyusut dan hilang maka akan muncul tanah pasir yang sangat miskin. Tanah

lapisan lempung marin umumnya mengandung pirit (FeS2

Kemasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam-asam organik

yang terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan organik pada kondisi

anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang

menyebabkan tingginya kemasaman gambut. Selain itu terbentuknya senyawa

fenolat dan karboksilat juga dapat meracuni tanaman pertanian (Sabiham et al,

1997).

). Pada kondisi

tergenang (anaerob) pirit tidak akan berbahaya namun jika didrainase secara

berlebihan dan pirit teroksidasi maka akan terbentuk asam sulfat dan senyawa besi

(26)

2.2. Asam-asam Organik Tanah Gambut

Gambut tropika tersusun dari lignin, hemiselulosa, selulosa dan protein.

Biodegradasi gambut yang berasal dari kayu banyak mengandung lignin

(Andriesse, 1997) menghasilkan asam-asam fenolat sedangkan biodegradasi

selulosa dan hemiselulosa menghasilkan asam-asam karboksilat ((Andriesse,

1988; Katase, 1993). Biodegradasi lignin menghasilkan dua tipe asam fenolat,

yaitu asam benzoat tersubstitusi dan asam sinamat tersubstitusi, dan biodegradasi

lignin ini menghasilkan terlebih dahulu tipe asam sinamat tersubstitusi, kemudian

menyusul membentuk tipe asam benzoat tersubstitusi (Katase, et al. 1992). Asam

sinamat tersubstitusi (ΣCA) merupakan total asam kumarat, ferulat dan sinapat,

sedangkan asam benzoat tersubstitusi (ΣBA) meliputi asam p-hidroksibenzoat,

vanilat dan siringat (Riwandi, 2000). Rasio (ΣCA)/(ΣBA) mencerminkan tingkat

degradasi lignin (Katase, et al. 1992) dimana semakin rendah nilai rasio

(ΣCA)/(ΣBA) semakin stabil bahan gambut (Riwandi, 2000).

Biodegradasi lignin pada tanah gambut menghasilkan beberapa asam

organik (Tan, 1986) (Tabel 1). Asam-asam organik hasil biodegradasi lignin bisa

berasal dari golongan alifatik dan aromatik. Golongan alifatik yang sering

dijumpai pada tanah gambut berasal dari derivat asam-asam karboksilat seperti

asetat, format, propionat dan butirat, sedangkan yang berasal dari golongan

aromatik terutama derivat asam-asam fenolat seperti asam vanilat,

p-hidroksibenzoat, p-kumarat, ferulat, siringat (Alexander, 1977; Stevenson, 1994; Hartley & Whitehead, 1984).

Senyawa dari golongan aromatik yang ditemukan pada gambut pantai,

peralihan dan pedalaman Kalimantan Tengah adalah asam sinamat, ferulat,

p-kumarat, p-hidroksibenzoat, siringat dan vanilat (Salampak, 1999). Gambut pantai

mempunyai kandungan asam fenolat yang lebih kecil dibandingkan dengan

gambut transisi dan pedalaman (Saragih, 1996; Salampak, 1999). Rendahnya

kandungan asam-asam fenolat pada gambut pantai disebabkan pengaruh marin

yang lebih intensif, sehingga memungkinkan kation-kation yang terkandung

dalam air pasang surut bereaksi dengan asam-asam organik membentuk senyawa

(27)

asam-asam fenolat tanah gambut pantai disebabkan adanya ikatan antara

kation-kation polivalen yang berasal dari air laut (Salampak, 1999).

Tabel 1 Daftar asam-asam organik pada tanah gambut

Asam organik Formula

Asam asetat CH3COOH

Asam suksinat HOOCCH2CH2

Asam aspartat

Asam fumarat HOOCCH : CHCOOH

Asam benzoat (C6H5

Asam fenolat umumnya berpengaruh buruk terhadap serapan hara oleh

tanaman (Tadano et al. 1992) dan pertumbuhan tanaman (Prasetyo, 1996).

Asam-asam fenolat pada konsentrasi 4-30 mM sudah menunjukkan pengaruh meracun

terhadap beberapa jenis tanaman (Guenzi & McCalla, 1966). Secara umum

asam-asam fenolat terutama asam-asam ferulat, asam-asam p-kumarat dan asam-asam p-hidroksibenzoat

lebih berbahaya dibanding asam-asam karboksilat, karena kandungan dan tingkat

meracun dari asam-asam fenolat yang lebih besar daripada asam-asam

(28)

berkisar 18,77 – 79,65 ppm, diikuti asam p-kumarat (53,93 – 69,03 ppm) dan

asam p-hidroksibenzoat (32,45 – 45,85 ppm), sedangkan andungan asam-asam karboksilat seperti asam asetat (5,6 - 8,45 ppm), asam propionat (2 – 4,52 ppm),

asam suksinat (7,19 – 18,27 ppm) dan asam butirat (29,5 – 38,95 ppm) jauh lebih

kecil (Prasetyo, 1996).

Gambut yang berasal dari kayu banyak mengandung lignin cenderung

mempunyai nilai pH yang rendah (Salampak, 1999). Tingginya kemasaman tanah

gambut disebabkan oleh tingginya kandungan asam-asam organik terutama

derivat asam-asam fenolat yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik yang

banyak mengandung lignin (Barchia, 2006). Kemasaman tanah gambut sangat

dipengaruhi oleh keberadaan asam-asam organik. Ion H+ dalam tanah gambut

berada dalam bentuk gugus fungsional asam-asam organik terutama dalam bentuk

gugus karboksilat (-COOH) dan gugus hidroksil dari fenolat (-OH). Gugus

tersebut merupakan asam lemah yang dapat terdissosiasi menghasilkan ion H+

(Riwandi, 2001).

2.3. Mikrob Pendegradasi Asam Organik

Perombakan bahan organik saat pembentukan gambut melibatkan

komunitas mikrob yang komplek. Mikrob perombak bahan organik ini terdiri atas

fungi dan bakteri. Pada kondisi aerob, mikrob perombak bahan organik terdiri atas

fungi, sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik

adalah bakteri. Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik

untuk semua jenis tanah. Fungi toleran pada kondisi tanah yang masam, yang

membuatnya penting pada tanah-tanah dengan pH rendah seperti tanah gambut.

Sisa-sisa pohon di tanah merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi

fungi tertentu yang mempunyai peran dalam perombakan lignin (Foth, 1991).

Tanah gambut yang telah didrainase untuk tujuan pertanian pada bagian

permukaan tanahnya menjadi aerob, sehingga memungkinkan fungi dan bakteri

berkembang untuk merombak senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, dan protein.

Gambut tropika umumnya tersusun dari bahan kayu sehingga banyak

mengandung lignin, bakteri yang banyak ditemukan pada gambut tropika adalah

(29)

Pseudomonas merupakan bakteri yang mampu merombak lignin (Alexander, 1977). Penelitian tentang dekomposisi gambut di Palangkaraya menunjukkan

bahwa dekomposisi permukaan gambut terutama disebabkan oleh dekomposisi

aerob yang dilakukan oleh fungi (Moore and Shearer, 1997).

Proses perombakan lignin akan menghasilkan beberapa asam organik.

Beberapa mikrob tanah mampu secara cepat mendekomposisi beberapa senyawa

asam organik. Banyak studi dilakukan untuk mengembangkan pemanfaatan asam

organik sebagai sumber karbon bagi mikrob (McCarty & Bremner, 1986).

Pemilihan asam organik yaitu asam fenolat yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri

dalam tanah dan rizosfer telah diteliti melalui pemberian satu jenis asam fenolat

pada konsentrasi ≥ 0,25 µmol/g tanah. Penambahan asam p-hidroksibenzoat pada

tanah menunjukkan bahwa bakteri mampu memanfaatkan asam tersebut sebagai

sumber karbon tunggal (Mohamed et al. 2009).

Beberapa genus dari bakteri dapat mendegradasi asam fenolat dan

menggunakannya sebagai sumber karbon, salah satunya adalah Azotobacter

(Juarez et al. 2005), sedangkan dari kelompok actinomycetes diantaranya Streptomyces sannanensis mampu tumbuh optimal dengan menggunakan asam ferulat pada konsentrasi 5 mM sebagai sumber karbon (Ghosh et al. 2007). Selain

dari kelompok bakteri dan actinomycetes, terdapat beberapa fungi yang juga

mampu menggunakan asam fenolat, yaitu fungi akar putih (white rot fungus)

Schyzophyllum commune, Pycnoporus cinnabarinus, Trametes sp. menggunakan asam kumarat dan asam ferulat sebagai sumber karbon tunggal (Sachan et al.

2010), menurut Ghosh et al. (2006) fungi Paecilomyces variotii tumbuh optimal dengan menggunakan asam ferulat sebagai sumber karbon pada konsentrasi 10

(30)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratoria Pengembangan Teknologi Industri

Agro dan Biomedika (LAPTIAB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,

Serpong. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan

Mei 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Mikrob yang digunakan diisolasi dari limbah cair industri pengolahan

kelapa sawit PT. Bumi Pratama Khatulistiwa, Pontianak, dan beberapa lokasi

tanah gambut yang mempunyai pH rendah di perkebunan Nanas dan Kelapa PT.

Pulau Sambu, Riau, wilayah Terminal Agrobisnis dan kawasan Aloevera Center,

di Siantan Kalimantan Barat serta tanah mineral dengan pH rendah di perkebunan

lidah buaya Tabanan, Denpasar.

Bahan kimia yang digunakan adalah ekstrak khamir (Scharlau),

(NH4)2SO4 (Merck), MgSO4.7H2O (Univar), KH2PO4 (Univar), NaOH (Merck),

H2SO4

Peralatan yang digunakan adalah laminar, sentrifuse, mikroskop, autoklaf,

pH meter, biuret, spektrofotometer, High Performance Liquid Chromatography

(HPLC) Varian 940 LC, desikator, oven, shaker, cawan petri, tabung reaksi, pipet,

gelas ukur, bunsen, erlenmeyer, timbangan, magnetic stirer, vortex, stirer, kertas

saring.

(Merck), metanol, asam p-kumarat (Sigma), asam sinamat (Sigma

Aldrich), asam ferulat (Sigma Aldrich), asam vanilat (Sigma Aldrich), asam

siringat (Sigma), asam p-hidroksibenzoat (Sigma), indikator phenol phtalin,

alkohol. Bahan mikrobiologi yang digunakan adalah Nutrien Agar (NA), Potatoes

Dextrose Agar (PDA), de Mann Rogosa Sharpe (MRS).

3.3. Metode

3.3.1. Tahapan Penelitian

1. Ekstraksi asam-asam organik dari tanah gambut beberapa wilayah.

(31)

3. Seleksi mikrob pendegradasi asam-asam organik.

4. Karakterisasi pertumbuhan mikrob pendegradasi asam organik.

3.3.2. Ekstraksi Asam-asam Organik dari Tanah Gambut

Ekstraksi asam-asam organik dari tanah gambut menggunakan cara yang

dilakukan oleh Maciak dan Harms (1986) dengan modifikasi. Terhadap sepuluh

gram tanah ditambahkan 100 ml NaOH 2 M dan dikocok dengan shaker selama 3

jam. Larutan dipisahkan dari sisa fraksi padat dengan sentrifugasi selama 20 menit

8000 rpm (8770 xg). Larutan H2SO4 ditambahkan secara bertahap dalam fraksi

larutan sambil di aduk, sampai terjadi pengendapan sempurna. Fraksi larutan

dipisahkan dengan sentrifugasi 8770 xg selama 20 menit dan digunakan sebagai

sumber karbon dalam penelitian.

3.3.3. Analisa Total Asam, Metode Titrasi (AOAC, 1990)

Sampel sebanyak 2 ml dipipet, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml.

Cairan selanjutnya diencerkan dengan akuades sampai volume 20 ml (FP : 10

kali) dan diberi beberapa tetes indikator phenol phtalin. Cairan dititrasi dengan

larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda. Seleksi mikrob pendegradasi asam-asam organik

tanah gambut

Karakterisasi pertumbuhan mikrob Isolasi mikrob dari tanah & limbah cair

industri pengolahan kelapa sawit

Ekstraksi asam-asam organik dari

tanah gambut

Pre kultur 1 Pre kultur 2

(32)

Rumus perhitungan total asam :

3.3.4. Analisa Asam Fenolat

Kadar turunan asam fenolat dideteksi dengan HPLC, sebanyak 10 ml

sampel atau medium diasamkan hingga pH 2,5 dengan 1 M HCl, kemudian

diencerkan dengan menambahkan 10 ml campuran larutan metanol (MeOH) : air

(H2O) : asam asetat (HOAc), selanjutnya diambil 2,5 ml untuk dilakukan

penetapan asam fenolat dengan HPLC. Penetapan jenis asam-asam fenolat

berdasarkan sistem mekanisme pemisahan partisi menggunakan kolom fase

terbalik yakni kolom C18 merek BondapakTM ukuran 3.9 x 300 mm dan detektor

UV dengan lampu D2 pada panjang gelombang 240 nm.

3.3.5. Isolasi mikrob

Setengah mililiter limbah cair industri pengolahan kelapa sawit

diinokulasikan kedalam medium Nutrien Agar (NA), Potatoes Dextrose Agar

(PDA), de Mann Rogosa Sharpe (MRS) dan diinkubasi pada suhu kamar selama

1-3 hari. Pemurnian isolat dilakukan dengan menumbuhkan koloni kedalam

medium agar miring.

Isolasi mikrob dari limbah cair industri pengolahan kelapa sawit :

Satu gram contoh tanah gambut atau tanah mineral dilarutkan dalam 9 ml

air steril kemudian divortex. Sebanyak 0,5 ml larutan diinokulasi dalam medium

Nutrien Agar (NA), Potatoes Dextrose Agar (PDA), de Mann Rogosa Sharpe

(MRS) dan diinkubasi pada suhu kamar selama 1-3 hari. Pemurnian isolat

dilakukan dengan menumbuhkan koloni kedalam medium agar miring. Isolasi mikrob dari tanah

(33)

3.3.6. Seleksi Mikrob Pendegradasi Asam Organik

Sebanyak 1 ose masing-masing isolat diinokulasikan kedalam 10 ml

medium cair Czapek’s dengan modifikasi (Labeda, 1990), dengan komposisi

(g/liter) : MgSO Pre kultur 1 :

4.7H2O 0,5 g; (NH4)2SO4 3 g; KH2PO4 1 g; ekstrak khamir 0,5 g

dan asam organik 33,1 mN-NaOH, pH medium 3,8. Sebelum inokulasi medium

disterilisasi selama 20 menit (1 atm, 121 oC). Inkubasi dilakukan pada suhu kamar

dengan pengocokan 120 rpm selama 24 jam (untuk bakteri dan khamir) dan 48

jam (untuk fungi).

Kultur hasil pre kultur 1 sebanyak 10 ml diinokulasikan kedalam 100 ml

medium Czapek’s dengan modofikasi (Labeda, 1990), dengan komposisi (g/liter)

: MgSO Pre kultur 2 :

4.7H2O 0,5 g; (NH4)2SO4 3 g; KH2PO4 1 g; ekstrak khamir 0,5 g dan

asam organik 33,1 mN-NaOH, pH medium 3,8. Sebelum inokulasi medium

disterilisasi selama 20 menit (1 atm, 121 oC). Inkubasi dilakukan pada suhu kamar

dengan pengocokan 120 rpm selama 24 jam (untuk bakteri dan khamir) dan 48

jam (untuk fungi).

Kultur hasil pre kultur 2 sebanyak 10 ml diinokulasikan pada 100 ml medium Czapek’s dengan modifikasi (Labeda, 1990), dengan komposisi (g/liter)

: MgSO

Tahap Seleksi :

4.7H2O 0,5 g; (NH4)2SO4 3 g; KH2PO4 1 g; ekstrak khamir 0,5 g dan

asam organik 33,1 mN-NaOH, pH medium 3,8. Medium disterilkan selama 20

menit (1 atm, 121 oC). Kultur diinkubasi pada suhu kamar dengan pengocokan

120 rpm selama 48 jam (untuk bakteri dan khamir) dan 96 jam (untuk fungi).

Masing-masing dilakukan dengan ulangan 2 kali. Parameter yang diamati selama

fermentasi adalah pH medium, OD620

Seleksi mikrob yang paling optimal dalam mendegradasi asam organik

dilakukan berdasarkan kemampuan mikrob dalam mengkonsumsi asam organik

sebagai sumber karbon tunggal yaitu melalui parameter penurunan kandungan

total asam dan kenaikan nilai pH. Mikrob dengan kenaikan pH paling tinggi

(34)

yang akan digunakan untuk percobaan selanjutnya (optimalisasi medium

pertumbuhan).

3.3.7. Karakterisasi Pertumbuhan

Karakterisasi pertumbuhan dilakukan melalui optimalisasi sumber karbon

dan nitrogen. Konsentrasi asam organik sebagai sumber karbon (C1, C2, C3, C4)

masing-masing adalah 33,1; 66,2; 99,3; 132,4 mN-NaOH/liter medium,

sedangkan konsentrasi (NH4)2SO4 sebagai sumber nitrogen (N1, N2, N3, N4)

masing-masing adalah 1, 2, 3, 4 gr/liter medium. 10 ml kultur isolat unggul

diinokulasikan pada 100 ml medium (komposisi seperti pada Tabel 1.) dan

diinkubasikan pada suhu kamar dengan pengocokan 120 rpm selama 48 jam

sampai 96 jam tergantung jenis isolat yang diperoleh. Pengamatan yang dilakukan

adalah total asam, pH, pertumbuhan sel (OD620 atau bobot kering sel). Percobaan

dilakukan dengan jumlah ulangan 2.

Tabel 2 Variasi sumber karbon dan sumber nitrogen dalam medium pertumbuhan *)

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan percobaan faktorial dengan

rancangan dasar Rancangan Acak Lengkap (2 faktor).

Model yang digunakan :

Y = µ + Ni + Cj + NiCj + ε

dimana :

(35)

Y = Respon percobaan

µ = Rataan perlakuan

Ni

C

= Faktor N ke-i, i = 1, 2, 3, 4

j

N

= Faktor C ke-j, j = 1, 2, 3, 4

iCj

ε

= Pengaruh interaksi N ke i dan C ke j

(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang dalam lingkungan

anaerob tidak terdekomposisi sempurna. Rendahnya kandungan kation-kation

dalam bahan organik, serta tingginya kandungan asam organik sebagai senyawa

yang relatif stabil dalam tanah gambut menjadi salah satu sebab rendahnya pH

tanah gambut.

4.1. Ekstraksi Asam Organik dari Tanah Gambut

Tanah gambut untuk ekstraksi asam organik diambil dari 3 wilayah.

Ekstraksi tanah gambut dilakukan untuk memperoleh ekstrak asam organik

dengan menggunakan metoda sebagaimana dilakukan oleh Maciak & Harms

(1986) dengan modifikasi sebagimana tercantum dalam metode. Asam organik

dari tanah gambut terpilih akan dijadikan medium untuk menyeleksi mikrob yang

dapat mendegradasi asam organik. Kandungan total asam organik masing-masing

tanah gambut bervariasi tergantung pada lokasi dan kematangan gambutnya.

Tabel 3 Kemasaman tanah dan kandungan total asam organik ekstrak tanah gambut.

No Asal tanah gambut pH Total Asam organik (mN-NaOH/10 gr tanah)

1 Siantan I, AVC-Kalimantan Barat (perkebunan Lidah buaya)

4 72,4

2 Siantan II, Terminal Agribisnis-Kalimantan Barat (tanaman

Tanah gambut dari wilayah Siantan II mempunyai pH rendah 3,8 dan

mempunyai kandungan total asam organik paling tinggi (Tabel 3). Ekstraksi asam

organik dari tanah gambut wilayah Siantan II dipilih untuk digunakan sebagai

(37)

4.2. Isolasi Mikrob

Mikrob yang dapat mendegradasi asam organik pada pH rendah

diperkirakan akan diperoleh dari lokasi yang mempunyai kemasaman tinggi,

walaupun rendahnya pH tanah tidak hanya disebabkan oleh asam-asam organik

tetapi juga karena kandungan ion-ion sulfat. Mikrob diisolasi dari 6 lokasi

sampling dan diperoleh 39 isolat (Tabel 4). Sebagian besar mikrob tersebut

diperkirakan adalah fungi. Fungi merupakan kelompok mikrob yang dominan

pada tanah masam karena lingkungan masam tidak baik untuk bakteri ataupun

actinomycetes sehingga fungi dapat memonopoli pemanfaatan substrat alami

dalam tanah (Rao, 1986). Bakteri dan khamir hanya sedikit dijumpai pada

tanah-tanah masam yang menjadi wilayah sampling, hal tersebut memperlihatkan bahwa

kedua jenis mikrob kurang toleran pada pH rendah dibanding fungi.

4.3. Seleksi Mikrob Pendegradasi Asam Organik

Seleksi mikrob dilakukan dengan menumbuhkan seluruh isolat yang

diperoleh pada tahap isolasi pada media yang mengandung asam organik sebagai

sumber karbon tunggal. Asam organik yang digunakan adalah asam organik yang

diekstrak dari tanah gambut Siantan II. Kultur mikrob ditumbuhkan pada kondisi

aerob dan pada temperatur kamar selama 48-96 jam.

4.3.1. Seleksi Fungi Pendegradasi Asam Organik

Semua isolat fungi dapat tumbuh dengan menggunakan asam organik

sebagai sumber karbon, dimana kenaikan pH dan konsumsi asam organik

bervariasi diantara isolat-isolat yang diuji (Gambar 2 dan Gambar 3). Nilai pH

pada akhir fermentasi (96 jam) berkisar antara 5.6 sampai 5.9 (Gambar 2).Secara

umum jumlah asam organik yang dikonsumsi oleh isolat mengikuti pola kenaikan

pH (Gambar 3). Jumlah asam organik yang dikonsumsi setara dengan kenaikan

pH pada setiap isolat. Hasil ini sesuai dengan hipotesa yang menyatakan bahwa

meningkatnya kemampuan mikrob dalam mendegradasi asam organik diikuti

dengan meningkatnya pH. Pertumbuhan sel berbagai isolat tidak berkorelasi

dengan kenaikan nilai pH (Gambar 4). Perbandingan kenaikan pH dengan

konsumsi asam organik dan bobot kering sel pada seluruh isolat ditampilkan pada

(38)

Tabel 4 Isolat yang diperoleh dari beberapa wilayah.

No Isolat Ciri Kelompok Lokasi sampling

1 FL8 Warna hitam Fungi Limbah cair, PT. BPK

Kalimantan Barat (pH : 5,2)

2 FL9 Warna hijau tua Fungi

3 FG2 Warna putih Fungi

4 BL1 Warna putih keruh Bakteri

5 BL2 Warna bening kecoklatan Bakteri

6 BL3 Warna putih keruh Bakteri

7 BL4 Warna putih bening Bakteri

8 BL5 Warna bening kecoklatan Bakteri

9 BL6 Warna merah Bakteri

10 YL7 Warna putih kecoklatan Khamir

11 YG Warna putih keruh Khamir

12 FR1 Warna kuning kehijauan Fungi Tanah gambut perkebunan

Nanas - PT. Pulau Sambu, Riau (pH : 3,7)

13 FR2 Warna hijau Fungi

14 FR3 Warna putih Fungi

15 FR4 Warna putih kecoklatan Fungi

16 FRN1 Warna hitam Fungi

17 FRN2 Warna putih Fungi

18 FRN3 Warna hijau kehitaman Fungi

19 FRN4 Warna hijau kehitaman Fungi

20 FRN5 Warna putih Fungi

26 FB3 Warna hitam kecoklatan Fungi

27 FB4 Warna hijau tua Fungi

28 FB5 Warna hijau tua Fungi

29 FB6 Warna hijau Fungi

30 FB7 Warna hijau kekuningan Fungi

31 FB8 Warna putih kehitaman Fungi

32 FB9 Warna putih kehitaman Fungi

33 BB1 Warna putih Bakteri

34 FT1 Warna putih Fungi Tanah perkebunan Lidah

buaya, Tabanan, Denpasar (pH : 5,7)

35 FP1 Warna putih Fungi Tanah gambut perkebunan

Lidah buaya, PT.Aloevera Indonesia, Pontianak (pH : 4,5)

36 FP2 Warna putih Fungi

37 FP3 Warna hijau Fungi

38 FS2 Warna hijau kekuningan Fungi Tanah gambut, Siantan II,

Kalimantan Barat (pH 3,8)

(39)

Gambar 2. Nilai pH berbagai isolat fungi setelah inkubasi 96 jam

(40)

Gambar 4. Pertumbuhan berbagai isolat fungi setelah inkubasi 96 jam

(41)

Seleksi tahap lanjut dilakukan terhadap beberapa isolat yang unggul

berdasarkan kecepatan pertumbuhan dan kenaikan pH serta mewakili setiap

wilayah pengambilan sampel. Isolat tersebut adalah FR3, FRN3, FB1, FB9 dan

FS2 yang selanjutnya dilakukan inkubasi untuk menentukan kecepatan

pertumbuhan dan kenaikan pH maksimum. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam

terhadap kenaikan pH, total asam dan bobot kering sel.

Kecepatan kenaikan pH dicapai pada jam 12 sampai jam ke 24 untuk

setiap isolat fungi yang diuji (Gambar 6). Isolat FS2 memperlihatkan nilai pH

tertinggi yakni pH 5.7 pada jam ke 24. Kecepatan penurunan total asam organik

dalam medium dicapai pada jam 12 sampai jam ke 24 untuk setiap strain fungi

yang diuji (Gambar 7). Semua isolat terpilih yang diuji lanjut tidak

memperlihatkan pertumbuhan sel yang konsisten (Gambar 8). Diduga terjadi lisis

sel pada berbagai tahap pertumbuhan sel.

(42)

Isolat FRN3 memperlihatkan penurunan total asam organik tertinggi pada

jam ke 24, tetapi penurunan asam organik yang terendah pada fase stabil (sampai

jam ke 48) dicapai oleh isolat FS2. Perbedaan kecepatan penurunan total asam

organik dan kenaikan pH sampai jam ke 24 antar isolat FS2 dan FRN3, diduga

karena adanya perbedaan kinetika kedua isolat dalam mengkonsumsi asam

organik.

Gambar 7. Pengaruh waktu inkubasi terhadap kecepatan penurunan total asam organik berbagai isolat fungi terpilih

(43)

Berdasarkan seleksi terhadap 26 isolat fungi dalam mendegradasi asam

organik tanah gambut, diperoleh hasil bahwa isolat FS2 merupakan isolat unggul

dari kelompok fungi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Sachan et al. (2010) bahwa beberapa fungi mampu menggunakan asam organik (asam kumarat dan asam ferulat) sebagai sumber karbon tunggal, diantaranya

fungi akar putih (white rot fungus) Schyzophyllum commune, Pycnoporus cinnabarinus, Trametes sp. Strain Penicillium Bi 7/2 juga dilaporkan dapat menggunakan berbagai senyawa fenol termasuk asam protokatekuat dan asam

galat sebagai sumber karbon dan energi (Hofrichter dan Schiebner, 1993).

4.3.2. Seleksi Bakteri & Khamir Pendegradasi Asam Organik

Seleksi juga dilakukan untuk memperoleh isolat bakteri dan khamir yang

mampu tumbuh pada media yang mengandung asam organik sebagai sumber

karbon tunggal. Parameter yang digunakan untuk menentukan mikrob unggul

adalah nilai pH akhir dan total asam pada medium fermentasi serta berat sel

berdasarkan optical density (OD) pada panjang gelombang 620 nm.

Isolat BL6, YL7 dan YG mampu tumbuh pada medium asam organik dan

menaikkan pH medium antara 4.6 sampai 4.8 pada akhir fermentasi (24 jam)

(Gambar 9), tidak terlalu tinggi dibandingkan oleh isolat-isolat fungi pada waktu

yang sama. Hal ini memperlihatkan bahwa bakteri dan khamir kurang toleran

untuk tumbuh pada lingkungan pH rendah.

Kenaikan pH yang dicapai isolat BL6, YL7 dan YG tersebut sebagai

akibat dari pertumbuhan sel dalam memanfaatkan asam organik dalam medium

(Gambar 10). Kenaikan pH dan pertumbuhan sel isolat BL6, YL7 dan YG

tersebut sebanding dengan konsumsi asam organik selama berlangsungnya

fermentasi (Gambar 11).

Kemampuan bakteri untuk menggunakan asam fenolat juga telah

dilaporkan sebelumnya, dimana Leuconostoc oenos dan Lactobacillus hilgardii dapat memetabolisme asam galat (Alberto et al., 2001) dan campuran beberapa

(44)

Gambar 9. Peningkatan pH medium berbagai isolat bakteri dan khamir setelah inkubasi 24 jam

(45)

Seleksi lanjut terhadap bakteri dan khamir yang dapat menggunakan asam

organik sebagai sumber karbon dilakukan terhadap isolat BL6 dan YL7 untuk

menentukan fase kecepatan pertumbuhan dan kenaikan pH maksimum.

Pengamatan dilakukan setiap 6 jam terhadap kenaikan pH, total asam dan berat

kering sel.

Pertumbuhan sel kedua isolat YL7 dan BL6 berakhir setelah jam ke-18.

Kenaikan pH yang dicapai oleh isolat YL7 lebih cepat dibandingkan dengan isolat

BL6 sampai dengan jam ke-12, tetapi kenaikan pH lebih tinggi dicapai oleh isolat

BL6 sejak jam ke 18 sampai berakhirnya fermentasi (Gambar 12). Kenaikan pH

tersebut diikuti dengan kenaikan pertumbuhan sel (Gambar 13), serta diikuti

dengan penurunan total asam yang cepat untuk kedua isolat (Gambar 14). Gambar 11. Kenaikan pH, pertumbuhan sel dan konsumsi asam organik

(46)

Gambar 13. Pertumbuhan isolat BL6 dan YL7 selama inkubasi 48 jam Gambar 12. Pengaruh waktu inkubasi terhadap kecepatan kenaikan pH isolat

(47)

Berdasarkan hasil seleksi 39 isolat baik fungi, bakteri maupun khamir,

diperoleh hasil bahwa isolat FS2 adalah isolat unggul yang akan digunakan untuk

penelitian selanjutnya, karena isolat FS2 mampu menaikkan pH menjadi 5,90

dengan penurunan total asam sebesar 3,5 mN-NaOH pada jam ke 36.

4.4. Karakterisasi Pertumbuhan Mikrob Terpilih Strain FS2

Susunan dan kadar nutrisi suatu medium untuk pertumbuhan mikrob harus

seimbang agar mikrob dapat tumbuh optimal. Hal ini perlu dikemukakan

mengingat banyak senyawa yang menjadi zat penghambat atau racun bagi mikrob

jika kadarnya terlalu tinggi. Disamping itu dalam medium yang terlalu pekat

aktivitas metabolisme dan pertumbuhan mikrob dapat berubah. Perubahan faktor

lingkungan menyebabkan aktivitas fisiologi mikrob dapat terganggu, bahkan

mikrob dapat mengalami kematian. Medium memerlukan kemasaman (pH)

tertentu tergantung pada jenis mikrob yang ditumbuhkan. Aktivitas metabolisme

mikrob dapat mengubah pH, sehingga untuk mempertahankan pH medium

ditambahkan bahan buffer.

(48)

4.4.1. Optimalisasi Sumber Karbon dan Nitrogen

Sumber karbon dan nitrogen merupakan nutrisi yang sangat diperlukan

untuk pertumbuhan dan metabolisme mikrob. Menurut Gao et al. (2007),

kebutuhan sumber karbon dan nitrogen sangat bervariasi diantara berbagai strain

jamur dengan karakteristik pertumbuhan yang sangat tergantung dari

masing-masing strain.

Optimalisasi medium pertumbuhan dilakukan terhadap strain terseleksi

FS2 selama 48 jam dengan menumbuhkannya pada medium yang mengandung

sumber karbon (asam organik) dan sumber nitrogen (amonium sulfat) pada

konsentrasi kisaran yang berbeda-beda masing-masing 33,1 – 132,4 mN-NaOH

dan 1-4 g/l.

(49)

Hasil optimalisasi sumber C dan N menunjukkan bahwa kombinasi asam

organik dan nitrogen optimum untuk pertumbuhan strain FS2 adalah medium

dengan sumber karbon 33,1 mN-NaOH dan sumber nitrogen 2 g/l. Pada medium

optimum tersebut, kenaikan pH mencapai 5,43 (Tabel 5, Gambar 15) diikuti

dengan penurunan asam organik sebesar 4,8 mN-NaOH selama 48 jam fermentasi Gambar 16. Penurunan total asam yang dikonsumsi strain FS2 pada medium

pertumbuhan dengan variasi sumber karbon dan nitrogen

(50)

(Gambar 16). Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Perveen

(2010) bahwa dengan pemberian amonium sulfat sebesar 2 g/l medium dapat

meningkatkan pertumbuhan fungi Phythophthora casici.

Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap pH (Lampiran 10),

memperlihatkan bahwa interaksi C dan N berbeda nyata (memberikan pengaruh

yang berbeda) terhadap pH pada taraf nyata α 5% (p < 0,05→ 0,00 < 0,05). Hasil

ini memperlihatkan bahwa sumber C dan N sangat diperlukan oleh strain FS2

dalam mendegradasi asam organik. Selanjutnya dari hasil uji Duncan

memperlihatkan bahwa terdapat 7 kelompok perlakuan yang memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap pH (Lampiran 12). Hasil uji Duncan tersebut

mengindikasikan bahwa kombinasi faktor C1N2 (sumber karbon 33,1 mN-NaOH

dan sumber nitrogen 2 g/l) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pH

diantara kombinasi perlakuan yang lain.

Hasil analisis ragam terhadap pertumbuhan sel (Lampiran 13),

memperlihatkan bahwa interaksi C dan N tidak memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap pertumbuhan sel pada taraf nyata α 5% (p > 0,05 → 0,511 >

0,05). Hasil analisis pengaruh faktor tunggal menunjukkan bahwa faktor C

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sel pada taraf nyata α 5% (p < 0,05 →

0,00 < 0,05), namun sebaliknya faktor N tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan

sel pada taraf nyata α 5% (p > 0,05 → 0,122 > 0,05). Selanjutnya dari hasil uji

Duncan terhadap faktor C menunjukkan bahwa terdapat 2 kelompok perlakuan

yang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan sel (Lampiran

14). Hasil uji Duncan tersebut memperlihatkan bahwa sumber karbon sangat

diperlukan oleh strain FS2 untuk pertumbuhannya.

Hasil analisis ragam terhadap penurunan total asam (Lampiran 15),

memperlihatkan bahwa interaksi C dan N tidak memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap penurunan total asam pada taraf nyata α 5% (p > 0,05 → 0,402

> 0,05). Hasil analisis faktor tunggal menunjukkan bahwa faktor C berpengaruh

nyata terhadap penurunan total asam pada taraf nyata α 5% (p < 0,05 → 0,001 <

0,05), demikian juga dengan faktor N berpengaruh nyata terhadap penurunan total

asam pada taraf nyata α 5% (p < 0,05 → 0,023 < 0,05). Hasil uji lanjut Duncan

(51)

memberikan pengaruh berbeda terhadap penurunan total asam (Lampiran 16).

Hasil uji Duncan terhadap faktor N menunjukkan bahwa terdapat 2 kelompok

perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penurunan total

asam (Lampiran 17). Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji Duncan tersebut

memperlihatkan bahwa masing-masing sumber karbon dan sumber nitrogen

sangat diperlukan oleh strain FS2 dalam mendegradasi asam organik.

4.4.2. Optimalisasi Ekstrak Khamir

Pengaruh penambahan ekstrak khamir terhadap pertumbuhan strain FS2

dengan asam organik sebagai sumber karbon tunggal dilakukan dengan

menumbuhkan strain FS2 pada medium yang tidak mengandung ekstrak khamir.

Parameter yang diukur adalah pH setiap 12 jam dengan selama 72 jam.

Hasil optimalisasi ekstrak khamir (Gambar 18) memperlihatkan bahwa

strain FS2 tidak mampu tumbuh pada medium yang tidak mengandung ekstrak

khamir. Pada medium tersebut kenaikan pH hanya mencapai 4,39 pada jam ke-36.

Pada medium yang tidak mengandung amonium sulfat, FS2 masih mampu

tumbuh dengan baik, kenaikan pH pada jam ke-36 mencapai 5,79 hampir setara

(52)

menunjukkan bahwa ekstrak khamir dapat berperan baik sebagai sumber nitrogen

maupun faktor lain yang mutlak diperlukan untuk pertumbuhan strain FS2.

Diduga dalam ekstrak khamir terkandung vitamin atau asam amino tertentu yang

sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan strain FS2. Pada penelitian lain

menggunakan bakteri Clostridium thermoaceticum yang ditumbuhkan pada medium mineral, menunjukkan bahwa hanya asam nikotinat dari ekstrak khamir

yang mutlak diperlukan untuk pembentukan NAD+

4.4.3. Optimalisasi pH

dalam metabolisme

pertumbuhannya (Koesnandar et al. 1990).

Pengaruh pH awal terhadap pertumbuhan strain FS2 dilakukan pada

kisaran pH antara 3,8-6,5 dengan menggunakan medium C dan N optimum.

Parameter yang diukur adalah pH akhir fermentasi yaitu pada jam ke-48. Hasil

percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi pH awal, kecepatan dalam

mendegradasi asam organik semakin rendah (Gambar 19). Dari hasil tersebut bisa

disimpulkan bahwa strain FS2 toleran terhadap pH rendah dan mendegradasi

asam organik tertinggi sebagai sumber karbon tunggal pada pH 3,8.

(53)

4.5. Pertumbuhan Strain FS2 pada Medium C dan N Optimum

Strain terpilih FS2 ditumbuhkan pada medium optimum selama 48 jam

untuk diamati perubahan nilai pH, total asam, asam fenolat dan pertumbuhan sel

setiap 6 jam. Kecepatan kenaikan pH, konsumsi asam organik dan pertumbuhan

sel tertinggi dicapai pada jam ke-6 sampai ke-12 (Gambar 20, 21,22).

Peningkatan pH oleh strain FS2 sampai jam ke-12 menunjukkan bahwa

selain mengkonsumsi asam fenolat (asam p-hidroksibenzoat), strain FS2 diduga

juga mengkonsumsi asam-asam organik non fenolat yang mungkin terdapat dalam

ekstrak asam organik tanah gambut Siantan II. Konsumsi asam organik non

fenolat diduga terjadi sejak awal pertumbuhan dan pada fase pertumbuhan

maksimum jam ke-6 sampai jam ke-12. Kenaikan pH tersebut diikuti dengan

menurunnya total asam yang dimulai pada jam ke-6 sampai jam ke-12 (Gambar

20). Pada jam yang sama pertumbuhan sel juga mengalami kenaikan, selanjutnya

mulai menurun setelah jam ke-12 (Gambar 22), hal ini disebabkan karena

kandungan asam organik sebagai sumber karbon tunggal sudah mulai berkurang Gambar 20. Nilai pH dan total asam pada pertumbuhan strain FS2

(54)

sehingga diduga sel mengalami lisis, bahkan asam p-hidroksibenzoat sudah

dikonsumsi pada awal pertumbuhan.

Gambar 21. Konsumsi asam fenolat oleh strain FS2 pada medium C & N optimum selama inkubasi 48 jam

(55)

Asam fenolat (asam p-hidroksibenzoat) sebesar 15,58 ppm yang

terkandung dalam medium pertumbuhan diduga didegradasi pada awal

pertumbuhan (jam ke-6 sampai jam ke-12), karena ternyata asam

hidroksibenzoat sudah tidak terdeteksi lagi pada jam ke-12 (Gambar 21). Asam

p-hidroksibenzoat juga diketahui merupakan senyawa intermediate yang paling

penting dalam degradasi berbagai senyawa aromatik (Karegoudar dan Kim,

2000).Mendonca et al. (2004) melaporkan bahwa Fusarium flocciferum terbukti dapat mendegradasi asam fenolat dan menaikkan pH, sedangkan menurut Sachan

et al. (2010) bahwa strain Schizophyllum commune dapat mengkonversi asam kumarat menjadi asam p-hidroksibenzoat. Streptomyces sannanensis juga dilaporkan mampu mendegradasi asam ferulat (Ghosh et al. 2007). Dari

kelompok bakteri, menurut Juarez et al. (2005) bahwa Azotobacter chroococcum

mampu mendegradasi asam p-hidroksibenzoat pada inkubasi 24 jam. Bacillus sp.

dan Pseudomonas sp. menghasilkan enzim hidroksibenzoat hidroksilase yang digunakan untuk mendegradasi asam p-hidroksibenzoat menjadi asam

(56)

BAB 5

SIMPULAN

1. Eksplorasi mikrob yang diisolasi dari beberapa wilayah menghasilkan 26

isolat fungi, 10 isolat bakteri dan 3 isolat khamir.

2. Strain fungi FS2 merupakan strain unggul hasil isolasi dari tanah gambut

Siantan II yang mampu mendegradasi asam organik dalam ekstrak tanah

gambut sebagai sumber karbon tunggal.

3. Pertumbuhan strain FS2, kemampuan degradasi asam organik dan

kenaikan pH maksimum dicapai pada medium yang mengandung asam

organik dan (NH4)2SO4

4. Pertumbuhan strain FS2 sangat dipengaruhi oleh peran asam organik

sebagai sumber karbon tunggal, ekstrak khamir sangat diperlukan untuk

pertumbuhan dan degradasi asam organik.

masing-masing 33,1 mN-NaOH dan 2 g/l dengan

pH awal 3.8, kecepatan degradasi asam organik maksimum oleh FS2

dicapai pada jam ke-6 sampai 12.

5. Degradasi asam organik oleh strain FS2 diikuti oleh kenaikan pH medium

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Alberto, M.R., Farias, M.E. and Manca De Nadra, M.C. 2001. Effect of gallic acid and catechin on Lactobacillus hilgardii on the growth and metabolism of organic compounds. J Agric Food Chem, 49 (9): 4359-4363.

Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. John Willey & Sons New York

Andriesse, J.P. 1988. Nature and management of tropical peat soils. Soil resources management and Conservation service FAO land and water development division. FAO Soils Bulletine. 59. Rome.

Association Official Agriculture Chemists. 1990. Official Methods of Analysis of AOAC International. Volume 2. Erlington, Virginia, USA.

Barchia, M.F. 2006. Gambut: Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

BB Litbang SDLP. 2008. Konsorsium penelitian dan pengembangan perubahan iklim pada sektor pertanian. Laporan Tahunan 2008. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Dohong, S., S. Sabiham. 2001. Kandungan beberapa derivat asam fenolat dalam tanah gambut Kalimantan Tengah berdasarkan lingkungan pembentukannya. J GDLNODE, 5 (3).

Driessen, P.M., H. Suhardjo. 1976. On the defective grain formation of sawah rice on peat. Soil Res. Inst. Bull, 3: 20-44.

Fakultas Pertanian IPB. 1986. Gambut pedalaman untuk lahan pertanian. Kerjasama Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Dati I, Kalimantan Tengah dengan Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Foth, H.D. 1991. Fundamentals of Soil Science. John Wiley & Sons Inc.

Gao Li, Man H Sun, Xing Z liu, Yong C.S. 2007. Effects of carbon concentration and carbon to nitrogen ratio on the growth and sporulation of several biocontrol fungi. Myco Res, 111(1): 87-92.

Ghosh, S., A. Sachan, A. Mitra. 2006. Formation of vanillic acid from ferulic acid by Paecilomyces variotii MTCC 6581. Current Science. 90 (6).

Ghosh, S., A. Sachan, S.K. Sen, A. Mitra. 2007. Microbial transformation of ferulic acid to vanillic acid by Streptomyces sannanensis MTCC 6637. J Ind Microbiol Biotechnol. 34: 131-138.

Guenzi, W.D. dan T.M. McCalla. 1966. Phenolic acids in oats, wheat, sorghum, and corn residues and their phytotoxicity. J Agron. 58:303-304.

(58)

dan R.E. Malcolm. Soil Organic Matter and Biological Activity. Martinus Nijhoff/DR. W. Junk Publisher. Lancaster.

Hofrichter, Martin and Scheibner, Katrin. 1993. Utilization of aromatic compounds by the Penicillium strain Bi 7/2. J Basic Microbiol, 33 (4): 227-232.

Juarez, B, Martinez-Toledo, M.V., Gonzalez-Lopez, J. 2005. Growth of Azotobacter chroococcum in chemically defined media containing p-hydroxybenzoic hcid and protocatechuic acid. Chemosphere, 59: 1361-1365.

Karegoudar, T.B. dan C.K. Kim. 2000. Microbial degradation of monohydroxybenzoic acids. J Microbiol. p: 53-61.

Katase, T. 1993. Phenolic acids in tropical peats from Peninsular Malaysia : Occurrence and possible diagenetic behavior, Soil Sci. 155: 155-165.

Katase, S. Hirota, M. Naoi, K. Yamamato, H. Sumida, E. Wada, Y.M. Khanif and P. Vijarnsorn. 1992. A comparison of phenolic constituents in peat soils between subfrigid areas, Japan and tropical areas of Penninsula, Malaysia and Thailand. Dalam Aminuddin, B.Y., S.L. Tan, B. Aziz, J. Samy, Z. Salmah, H.S. Petimah, dan S.T. Choo (Eds), Tropical Peat, Proceedings of the International Symposium on Tropical Peatland. 6-10 May 1992, Kuching, Sarawak.

Koesnandar, N. Nishio, S. Nagai. 1990. Stimulation by cysteine on growth of Clostridium thermoaceticum in minimal medium. Appl Microb Biotechnol, 32: 711-714.

Koesnandar, A. Masduki, D. Nurani, G. Angkoso, S. Parmiyatni, H. Purwanta, P. Wahyudi. 2008. Microbiological treatment of peat land for agriculture use. ASEAN-China Workshop on Development of effective microbial consortium potent in peat modification. Jakarta 10-15 November 2008.

Komariah, S., T. Prihartini, M.E. Suryadi. 1993. Aktivitas mikroorganisme dalam reklamasi tanah gambut, Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat : Bidang kesuburan dan produktivitas tanah, Puslit Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hlm. 105-113.

Labeda, D.P. 1990. Isolation of Biotechnological Organisms from Nature. McGraw-Hill Publishing Company. New York.

Maciak, F. and H. Harms. 1986. The Effect of agricultural utilization on the composition and yield of phenolic acids in low peat soils. Plant and Soil, 94: 171-178.

McCarty, G.W. and J.M. Bremner, 1986. Effects of phenolic compounds on nitrification in soil. Soil Sci Soc Am J, 50: 920-922.

Mendonca, E., A. Martins, A.M. Anselmo. 2004. Biodegradation of natural phenolic compounds as single and mixed substrates by Fusarium flocciferum. J Biotechnol, 7: 30-37.

Gambar

Tabel 1  Daftar asam-asam organik pada tanah gambut
Tabel 4  Isolat yang diperoleh dari beberapa wilayah.
Gambar 2. Nilai pH berbagai isolat fungi setelah inkubasi 96 jam
Gambar 4. Pertumbuhan berbagai isolat fungi setelah inkubasi 96 jam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi dalam jur- nal penelitian ini akan dikaji kemampuan asam hu- mat hasil isolasi dati tanah gambut Kabupaten Ogan Ilir untuk mengikat limbah kation seng dari

Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari Pupuk Organik Cair (POC) Urin Kambing Peranakan Ettawah (PE) di Kabupaten Sleman.. Isolation and Identification of Bacteria from the Urine

Asam humat diperoleh dari hasil isolasi tanah gambut yang diambil dari Danau Rawapening Salatiga Jawa Tengah dan karakterisasinya digunakan metode spektroskopi infra merah

Pupuk organik cair (NASA) merupakan pupuk organik yang berasal dari bahan organik murni berbentuk cair dari limbah ternak dan unggas, limbah alam dan tanaman,

Salah satu adsorben yang dapat digunakan untuk proses adsorpsi ion emas di dalam larutan adalah asam humat (AH) hasil isolasi dari tanah gambut.. Proses adsorpsi ion emas menggunakan

Ekstraksi menggunakan metode sokletasi, isolasi menggunakan metode isolasi bertingkat, elusidasi menggunakan penggabungan informasi dari spektra NMR dan LC-MS, dan uji

Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas benih kakao agar tetap memiliki viabilitas dan vigor benih yang tinggi, perlakuan perendaman dalam asam organik dilakukan tidak lebih

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji karakterisasi asam humat hasil isolasi dari tanah gambut desa Teluk Panji, Labuhanbatu, Sumatera Utara, mengkaji laju