• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi dan Bioaksesibilitas Mikroenkapsulasi Zat Besi pada Formulasi Bahan Penyalut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi dan Bioaksesibilitas Mikroenkapsulasi Zat Besi pada Formulasi Bahan Penyalut"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK DAN BIOAKSESIBILITAS

MIKROENKAPSULASI ZAT BESI PADA

FORMULASI BAHAN PENYALUT

DENNY YOGA PRATAMA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi dan Bioaksesibilitas Mikroenkapsulasi Zat Besi pada Formulasi Bahan Penyalut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DENNY YOGA PRATAMA. Karakterisasi dan Bioaksesibilitas Mikroenkapsulasi Zat Besi pada Formulasi Bahan Penyalut. Dibimbing oleh EDY DJAUHARI dan HOERUDIN.

Ketersediaan zat besi dalam tubuh menjadi rendah karena terdapat interaksi dengan komponen penghambat pada pangan maupun di dalam tubuh. Teknik mikroenkapsulasi berpotensi menyelesaikan permasalahan tersebut dengan melindungi zat besi (Fe) dari lingkungan. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik mikroenkapsulat zat besi dari berbagai bahan serta rasio yang berbeda dan memperoleh nilai bioaksesibilitas zat besi yang terenkapsulasi. Mikroenkapsulasi Fe dilakukan dengan teknik spray drying dengan tiga variasi campuran bahan penyalut, yaitu maltodekstrin-gum arab, maltodekstrin-whey protein, dan gum arab-whey protein. Setiap campuran dibuat dengan tiga variasi rasio, yaitu 60:40, 70:30, dan 80:20. Kandungan zat besi diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Karakteristik mikroenkapsulat Fe memiliki kadar air 3.47-6.91 %, ukuran partikel 14-44 µm, viskositas 21-51 cP, dan nilai perolehan kembali Fe 43.17-103.88 %. Bioaksesibilitas zat besi tertinggi diperoleh dari mikrokenkapsulat dengan bahan penyalut maltodekstrin-gum arab 60:40 dengan nilai perolehan kembali 11.2 %.

Kata kunci: bioaksesibilitas, karakterisasi, mikroenkapsulasi zat besi.

ABSTRACT

DENNY YOGA PRATAMA. Characterization and Bioaccessibility of Microcapsulation Iron (Fe) in coating material formulation. Supervised by EDY DJAUHARI and HOERUDIN.

The low availability of iron in the body due to the interaction of iron with inhibiting components in food and human body. Microencapsulation proses a potential to solve that problem by protecting iron (Fe) from the environment. This research was aimed to study the characteristics of iron microencapsulate made from various materials and different ratios, and to obtain bioaccessibility value of encapsulated iron. Iron (Fe) microencapsulation was performed by spray drying technique with three mixing variation of coating agent which were maltodekstrin-gum arabic, maltodekstrin-whey protein, and gum arabic-whey protein. Every mixing variation of coating agent was made in three different ratio, which were 60:40, 70:30, and 80:20. Iron content was measured using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Iron (Fe) microencapsulate has a moisture content from 3.47-6.91 %, particle size from 14-44 m, viscosity from 21-51 cP, and recovery Fe from 43.17-103.88 %. The highest iron(Fe) microencapsulate’s bioaccessibility was obtained from microencapsulate with coating agent maltodextrin-gum arabic 60:40 whose recovery rate was 11.2 %.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

KARAKTERISTIK DAN BIOAKSESIBILITAS

MIKROENKAPSULASI ZAT BESI PADA

FORMULASI BAHAN PENYALUT

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakterisasi dan Bioaksesibilitas Mikroenkapsulasi Zat Besi pada Formulasi Bahan Penyalut

Nama : Denny Yoga Pratama NIM : G84100086

Disetujui oleh

Drs. Edy Djauhari PK, M.Si

Pembimbing I

Hoerudin, SP, MfoodST, Ph.D

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yang berjudul Karakterisasi dan Bioaksesibilitas Mikroenkapsulasi Zat Besi pada Formulasi Bahan Penyalut. Penelitian ini merupakan penelitian yang didanai oleh Balai Besar Pascapanen melalui proyek atas nama Hoerudin, SP, MfoodST, Ph.D.

Penulis menyadari bahwa kelancaran selama penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari kontribusi beberapa pihak. Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Drs. Edy Djauhari PK, M.Si dan Hoerudin, SP, MFoodST, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah membimbing serta memberi saran dan kritik yang membangun. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Triyono, Pak Afdan, Pak Yudiono, Pak Danu, Ibu Endang, Ibu Dini, Ibu Yuni, Ibu Wida, Mbak Dwi, dan Mbak Citra di Laboratorium penelitian Balai Besar Pascapanen, Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mamah, Papah, Adik Monica, Dhea, Utari, Dani Kunti, dan seluruh rekan-rekan Biokimia angkatan 47 serta staf tata usaha maupun staf pengajar Departemen Biokimia yang telah memberikan dukungannya selama ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya biokimia serta memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Analisis Data 3

HASIL 5

Zat Besi Hasil Mikroenkapsulasi 5

Karakter Mikroenkapsulat Zat Besi 6

PEMBAHASAN 10

Zat Besi Hasil Mikroenkapsulasi 10

Karakter Mikroenkapsulat Zat Besi 11

Viskositas Suspensi Enkapsulat 11

Kadar Air Mikroenkapsulat Zat Besi 13

Rendemen Mikroenkapsulat 12

Ukuran Partikel Suspensi dan Mikroenkapsulat Zat Besi 13

Kadar zat besi Mikroekapsulat Zat Besi 14

Bioaksesibilitas Mikroenkapsulat Zat Besi 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 24

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Enkapsulasi zat besi dengan Maltodekstrin:Gum Arab 5 2 Enkapsulasi zat besi dengan Maltodekstrin:Whey protein 5 3 Enkapsulasi zat besi dengan Gum Arab:Whey protein 5 4 Skema representasi dari model pencernan in vitro 17

DAFTAR TABEL

1 Viskositas suspensi enkapsulat 6

2 Kadar air mikroenkapsulat zat besi 7

3 Rendemen mikroenkapsulat hasil spray drying 8

4 Karakterisasi partikel mikroenkapsulat zat besi sebelum spray drying 8 5 Karakterisasi partikel mikroenkapsulat zat besi setelah spray drying 9 6 Perolehan kembali zat besi berdasarkan pengujian dengan AAS 10

7 Bioaksesibilitas zat besi 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tahapan umum penelitian 25

2 Proses pembuatan mikroenkapsulasi 26

3 Tahapan uji bioaksesibilitas 27

4 Kadar air mikroenkapsulat zat besi 28

5 Kadar air bahan enkapsulat dan zat besi 29

6 Total kandungan Fe sebelum spray drying 30

7 Total kandungan Fe setelah spray drying 31

8 Perolehan kembali (recovery) mikroenkapsulat zat besi 33

9 Uji bioaksesabilitas pada supernatan 34

10 Distribusi ukuran partikel enkapsulat sebelum spray drying 37 11 Distribusi ukuran partikel mikroenkapsulat setelah spray drying 38 12 Uji statistik viskositas suspensi enkapsulat 40 13 Uji statistik rendemen mikroenkapsulat zat besi 40 14 Uji statistik kadar air produk mikroenkapsulat zat besi 41 15 Uji statistik perolehan kembali (recovery) mikroenkapsulat zat besi 42

16 Uji statistik bioaksesibilitas 43

17 Uji kolerasi perolehan kembali (recovery) zat besi dengan viskositas

(11)

PENDAHULUAN

Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesis hemoglobin (Hb) (Harianti 2009). Menurut Sudoyo (2006), jika tubuh membutuhkan zat besi dalam jumlah yang lebih banyak seperti pada bayi, anak, dan remaja untuk pertumbuhan sedangkan pemasukan (intake) tetap, akan menyebabkan besi cadangan dalam tubuh berkurang dan bahkan habis. Ketersediaan zat besi di dalam tubuh banyak dipengaruhi oleh faktor interaksi zat besi dengan senyawa lainnya yang terdapat dalam makanan maupun dalam proses pencernaan, sehingga dapat menyebabkan penurunan bioavailabilitasnya (Kustiyah et al. 2011). Zat besi memiliki beberapa sifat kimiawi yang berpengaruh terhadap ketersediannya, sebagai berikut: (1) senyawa besi (II) mudah dioksidasi menjadi besi (III) oksida yang berwarna kuning, hijau atau hitam; (2) senyawa besi dapat bereaksi dengan senyawa fenol seperti tanin dan propil galat membentuk kompleks Fe-tanat yang sangat tidak larut dan warna biru kehitam-hitaman; (3) senyawa besi dapat bereaksi dengan senyawa belerang membentuk warna hitam; (4) senyawa besi dapat meningkatkan aktifitas enzim oksidatif dan mengkatalis reaksi oksidatif yang akan menyebabkan perubahan warna, aroma, dan rasa; (5) senyawa besi dapat berubah menjadi kompleks yang tidak larut air jika bereaksi dengan beberapa senyawa, misalnya fitat endogen pada serealia (di- dan tetra- feri) dan kandungan fosfofitin pada kuning telur (Palupi 1995).

Teknologi mikroenkapsulasi zat besi banyak dikembangkan dan cukup efektif dalam mengurangi kecenderungan adanya reaksi zat besi dengan senyawa kimia dalam makanan maupun pada saat pencernaan biologis manusia (Purnamasari 2009). Selain melindungi zat aktif, proses ini juga bermanfaat untuk menutupi rasa, aroma ataupun yang tidak diinginkan dari bahan aktif. Mikroenkapsulasi dengan spray drying dikenal mudah dan sederhana untuk diterapkan pada proses enkapsulasi dengan bahan cair (Desai dan Park 2005). Kestabilan dari bahan yang mudah menguap, sensitif terhadap cahaya, oksidasi atau panas dapat dipertahankan (Rosanna 2009). Selain itu, produk yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi, ukuran partikel konsisten, dan bahan inti tersebar secara merata di bagian dinding (Gouin 2004).

(12)

sebagai campuran bahan penyalut yang lebih efektif (Purnomo et al. 2014). Whey protein diketahui dapat dimanfaatkan sebagai bahan pegemulsi. Penelitian Helena et al. (2009), menyebutkan bahwa maltodekstrin yang dikombinasikan dengan whey protein memiliki stabilitas emulsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan maltodekstrin yang dikombinasikan dengan jenis pati lainnya. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan kombinasi rasio dari bahan penyalut meliputi gum arab, maltodekstrin, dan whey protein.

Reaksi biologis mikroenkapsulasi zat besi sangat penting untuk mengetahui nilai ketersediaannya dalam pencernaan. Ketersediaan tersebut dapat diketahui dari proses bioaksesibilitas pada pencernaan. Bioaksesibilitas diartikan sebagai jumlah zat gizi yang tersedia untuk diserap oleh usus setelah terlepas dari matriks pada proses pencernaan (Cilla et al. 2009). Bioaksesibilitas dapat memperlihatkan pengaruh dari faktor promotor dan inhibitor terhadap efisiensi zat gizi tersebut (Perales et al. 2007). Penelitian bioaksesibilitas zat besi secara in vitro baru-baru ini telah menjadi perhatian peneliti dunia. Salah satunya dengan melihat bioaksesibilitas dari fortifikasi zat besi pada matriks pangan, seperti jus dan sereal (Perales et al 2007). Fortifikasi dilakukan tanpa adanya enkapsulasi terhadap mineral zat besi yang difortififikasi tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik mikroenkapsulat zat besi dari berbagai bahan serta rasio yang berbeda dan memperoleh nilai bioaksesibilitas zat besi. Hipotesis dari penelitian ini yaitu perbedaan komposisi bahan enkapsulat zat besi dengan teknologi mikroenkapsulasi berpengaruh terhadap kadar senyawa zat besi yang mampu terenkapsulasi dan mampu melindungi zat besi dari reaksi kompleks yang terjadi di pencernaan secara in vitro. Manfaat dari penelitian ini adalah diperoleh efisiensi ketersediaan zat besi yang telah terenkapsulasi sehingga dapat digunakan dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang fortifikasi pangan dari industri pengolahan pangan dalam menangani permasalahan defisiensi ketersediaan zat besi akibat adanya interaksi dengan faktor-faktor penghambat.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah FeSO4.7H2O, maltodekstrin, gum arab

(SIGMA), whey protein (SIGMA), asam nitrat 65% , α-amilase 3% (SIGMA), pepsin (porcine: cat. no. P-7000), pankreatin (porcine: cat. no. P-1750), ekstrak empedu (porcine: cat. no. B-8631), HCl 6M, , ultra pure water / akuabides (mili pore water system), NaHCO3 1 M, NaOH 0.5 M, HNO3 0.1 M, akuades. Adapun

(13)

Prosedur Analisis Data

Mikroenkapsulasi Mineral Besi (Hoerudin et al. 2013)

Enkapsulasi mineral besi dilakukan dengan menggunakan tiga variasi bahan penyalut, yaitu maltodekstrin-gum arab, maltodekstrin-whey protein, dan gum arab-whey protein dengan variasi rasio pada setiap campuran variasi bahan penyalut 60:40, 70:30, dan 80:20. Komposisi setiap suspensi enkapsulasi yang digunakan ialah total padatan 20% dan 5% mineral besi (ferrous sulphate heptahidrat) terhadap penyalut dalam 240 mL akuades. Komposisi tersebut diaduk menggunakan magnetic stirrer sampai homogen dan dilanjutkan dengan homogenisasi menggunakan ultraturrax 11.000 rpm selama 5 menit. Kemudian nilai viskositas sampel dilihat menggunakan viskometer brookfield. Sebanyak 50 mL suspensi dipisahkan untuk dianalisis tanpa menggunakan spray drying. Campuran yang tersisa dikeringkan dengan menggunakan spray drying pada suhu 170ºC dan laju alir ±20 mL/menit. Sampel kering yang dihasilkan diinkubasi pada suhu ±4ºC untuk kemudian dilakukan analisis karakterisasi dan kadar ketersediaan mineralnya.

Karakterisasi Mikroenkapsulasi Mineral Besi

Penetapan kadar air metode oven (AOAC 2006). Cawan porselen dikeringkan di dalam oven bersuhu 105ºC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit. Cawan porselen ditimbang untuk menentukan bobot kosongnya. Cawan kosong ditimbang dan dicatat bobotnya. Sampel ditimbang sebanyak ±2 gram dimasukkan ke dalam cawan kemudian dicatat bobotnya, dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 5 jam setelah itu didinginkan dalam eksikator. Cawan porselen ditimbang kembali.

Penentuan rendemen basis basah. Rendemen basis basah mikroenkapsulasi dihitung dengan membandingkan total sampel yang dihasilkan dari hasil mikroenkapsulasi dengan bobot awal padatan yang terkandung dalam suspensi.

% Rendemen basis basah = y

w x 100%

Penentuan rendemen basis kering. Rendemen basis kering produk mikroenkapsulasi dihitung berdasarkan adanya pengaruh nilai kadar air dari sampel dan bahan dasar pembuatan mikrokapsul. Nilai rendemen dihitung dengan membandingkan bobot kering sampel yang dihasilkan dengan total bobot kering bahan dasar.

% Rendemen basis basah = y x 100%

Penentuan viskositas. Sebanyak ±200 mL suspensi dimasukan ke dalam gelas takar, setelah alat dinyalakan, dilakukan pengaturan autozero pada alat. Spindle nomor 2 dipasangkan, lalu kecepatan diatur menjadi 100 rpm. Viskositas akan terbaca pada alat. Setelah pembacaan pada alat stabil, nilai viskositas dicatat.

(14)

spray drying menggunakan masterisizer 3000 hydro sample dispersion yang telah terhubung dengan software pada komputer. Sebanyak 500 mL air dimasukan ke dalam gelas piala. Lalu sampel dimasukkan sebanyak 1-5 tetes dengan pipet tetes ke dalam gelas piala yang sudah terisi air, kemudian data akan ditampilkan pada aplikasi yang telah terpasang pada komputer. Pada sampel sesudah spray drying digunakan masterisizer 3000 aero dry sample dispersion yang telah terhubung dengan software pada komputer. Sampel diteteskan sedikit demi sedikit, kemudian data akan ditampilkan pada aplikasi yang telah terpasang pada komputer.

Penentuan kadar Zat Besi dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AOAC 2012)

Preparasi Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) terdiri atas dua tahap, yaitu pengabuan dan destruksi. Sampel dengan dua kali ulangan ditimbang ±2 g. Selanjutnya, diabukan dalam tanur selama 8 jam pada suhu 550ºC. Setelah tahap pengabuan maka dilanjutkan dengan tahap destruksi. Sampel ditambahkan HCl 6 M sebanyak 5 mL, kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai diperoleh residu sisa ±1 mL. Sampel ditambahkan dengan HNO3 0.1 M sebanyak 15 mL

kemudian diamkan 1-2 jam. Selanjutnya dilakukan proses pengenceran ke dalam labu takar 50 mL, kemudian diambil sebanyak 2 mL untuk diecerkan dalam labu takar 100 mL. Absorbansi diukur dengan AAS pada panjang gelombang 248.3 nm. Uji In Vitro Bioaksesibilitas Zat Besi (Cagnasso et al. 2013)

Setelah mendapatkan nilai perolehan kembali zat besi terpilih dari masing-masing proporsi bahan enkapsulat, selanjutnya dilakukan uji bioaksesibilitas untuk mendapatkan nilai ketersediaan zat besi pada tahap pencernaan sebelum diabsorpsi oleh tubuh secara in vitro. Sampel sebanyak 4 gram dicampurkan dengan 1 mL α -amilase 3% (SIGMA) dan 14 mL akuabides dalam labu Erlenmeyer 100 mL. Campuran diinkubasi selama 30 menit, suhu 37ºC pada pada shaker incubator 100 rpm. Tahap berikutnya yaitu penambahan HCl 6 M untuk menepatkan pH 2.0. Kondisi pH dilakukan pengecekan selama 15 menit. Selanjutnya larutan ditambahkan pepsin 0.32 mL lalu bobot ditepatkan menjadi 25 gram dengan penambahan akuabides. Inkubasi dilakukan pada shaker incubator 100 rpm selama 2 jam dengan suhu 37ºC. Penghentian proses pencernaan lambung dilakukan dengan mengkondisikan pada penangas es selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pengaturan pH menjadi pH 6.5 dengan ditambahkan NaHCO3 1 M. Selain itu pada

Erlenmeyer terpisah, sebanyak 5 mL bile extract 4 g/L dicampurkan dengan sampel setelah pengaturan pH, kemudian diinkubasi pada shaker incubator 100 rpm selama 2 jam dengan suhu 37ºC. Penghentian proses pencernaan usus dilakukan dengan mengkondisikan pada penangas es selama 10 menit. Selanjutnya pH diatur menjadi 7.2 dengan menambahkan NaOH 0.5 M. Kemudian sampel dipindahkan ke tabung Eppendorf untuk disentrifus pada 3500 rpm selama 15 menit dengan suhu 4ºC. Selanjutya dilakukan pengujian kadar zat besi pada supernatan dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometer.

Analisis data

(15)

(ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α=0.05. Data dianalisis dengan program perangkat lunak Statistical Programme for Social Science (SPSS) 18.0.

HASIL

Zat Besi Hasil Mikroenkapsulasi

Hasil mikroenkapsulasi zat besi menggunakan spray dryer dari variasi campuran bahan dan rasio enkapsulat maltodekstrin-gum arab, maltodekstrin-whey protein, dan gum arab-whey protein disajikan pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Pengamatan secara fisik dapat dilihat dari perbedaan warna yang dihasilkan dan bentuk serbuk dari masing-masing komposisi bahan penyalut. Maltodekstrin-gum arab yang memiliki warna dasar putih menghasilkan produk berwarna putih dan tidak terpengaruh oleh bahan inti yang berwarna coklat. Perubahan warna menjadi kecoklatan terjadi ketika digunakannya whey protein sebagai bahan penyalut karena warna kecoklatan yang dimiliki bahan dasar whey protein. Secara pengamatan fisik, peningkatan rasio tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan warna. Perbedaan bentuk serbuk terlihat pada hasil enkapsulasi dengan bahan penyalut gum arab-whey protein dengan rasio 60:40 (Gambar 3). Partikel gum arab-whey protein pada rasio 60:40 berbentuk lebih menggumpal dibandingkan dengan rasio lainnya dan bahan penyalut lainnya.

a b c

Gambar 1 Enkapsulasi zat besi dengan Maltodekstrin:Gum Arab. Keterangan: a) Rasio 60:40 ; b) Rasio 70:30 ; c) Rasio 80:20.

a b c

Gambar 2 Enkapsulasi zat besi dengan Maltodekstrin:Whey protein. Keterangan: a) Rasio 60:40 ; b) Rasio 70:30 ; c) Rasio 80:20.

a b c

Gambar 3 Enkapsulasi zat besi dengan Gum arab:Whey protein.

(16)

Karakter Mikroenkapsulat Zat Besi

Viskositas Suspensi Enkapsulat

Nilai viskositas dipengaruhi oleh bahan dasar serta komposisi dari masing-masing enkapsulat. Pengaruh bahan dasar serta komposisi rasio bahan enkapsulat disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis statistik menujukkan bahwa ketiga variasi bahan penyalut pada setiap rasio memiliki perbedaan nyata (p<0.05) terhadap nilai viskositas suspensi enkapsulat. Penurunan rasio gum arab dari 40 % hingga 20 % terhadap maltodekstrin berbanding lurus dengan menurunnya tingkat viskositas suspensi (Tabel 1). Analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan tingkat rasio pada variasi bahan penyalut maltodekstrin-gum arab rasio 60:40 (35.6 cP) dan 70:30 (33.8 cP) tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 % tetapi berbeda nyata (p<0.05) dengan rasio 80:20 (30.6 cP). Berbeda pada mikroenkapsulat maltodekstrin-whey protein, analisis statistik menunjukkan peningkatan nilai rasio tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap nilai viskositas supensi. Variasi bahan enkapsulat gum arab-whey protein memiliki perbedaan nyata (p<0.05) pada setiap rasio terhadap nilai viskositasnya. Perubahan nilai rasio pada bahan mikroenkapsulat gum arab-whey protein berbanding lurus dengan meningkatnya nilai viskositas.

Kadar Air Mikroenkapsulat Zat Besi

Produk mikroenkapsulat dianalisis kadar airnya untuk melihat stabilitas dan bobot kering dari produk mikroenkapsulat. Berdasarkan hasil analisis kadar air metode oven, dapat diketahui bahwa rata-rata kadar air produk mikroenkapsulat memiliki nilai di bawah 10 %. Rentang nilai dari semua produk mikroenkapsulat yang dihasilkan berkisar 3,47 % sampai 6,91 %. Kadar air terkecil yang diperoleh maltodekstrin-gum arab sebesar 4,84 % pada rasio 80:20, maltodekstrin-whey protein sebesar 3,47 % pada rasio 70:30, dan gum arab-whey protein sebesar 5,33 pada rasio 60:40 (Tabel 2). Mikroenkapsulat yang mengandung gum arab memiliki nilai kadar air yang lebih tinggi. Analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan masing-masing bahan serta komposisi enkapsulat tidak berbeda nyata (p<0.05), kecuali pada maltodekstrin-whey protein 70:30 yang berbeda nyata (p<0,05) dengan gum arab-whey protein 80:20 (Tabel 2).

Tabel 1 Viskositas suspensi enkapsulat

Bahan penyalut Rasio bahan penyalut Rata-rata viskositas1) (cP)

Maltodekstrin:Gum Arab

Gum Arab:Whey Protein

60:40 38.4 ± 0.57d

70:30 41.8 ± 0.85e

80:20 51.8 ± 0.14f

(17)

Tabel 2 Kadar air mikroenkapsulat zat besi

Bahan penyalut Rasio bahan penyalut Rata-rata kadar air1) (%)

Maltodekstrin:Gum Arab

Gum Arab:Whey Protein

60:40 5.33 ± 0.98ab

70:30 5.41 ± 1.17ab

80:20 6.91 ± 0.68b

Keterangan: nilai dinyatakan sebagai rata-rata±SD (n = 2); 1)Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan (p < 0.05).

Rendemen Mikroenkapsulat

Hasil rendemen proses enkapsulat zat besi pada variasi bahan serta rasio dengan menggunakan spray dryer disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil rendemen yang diperoleh pada masing-masing variasi bahan, bahan enkapsulat maltodekstrin-whey protein memiliki rendemen basis basah tertinggi pada rasio 60:40 sebesar 46.03 % dengan nilai rendemen basis kering sebesar 47.44 % kemudian maltodekstrin-gum arab sebesar 29.77 % dengan rendemen basis kering sebesar 30.76 % pada rasio 80:20 dan gum arab-whey protein sebesar 31.10 % dengan rendemen basis kering sebesar 31.84 % pada rasio 60:40. Berdasarkan analisis statistik, tiga variasi bahan penyalut pada setiap rasio berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai rendemen yang dihasilkan, kecuali rendemen yang dihasilkan bahan pengapsul gum arab-whey protein dengan rasio 80:20 tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan maltodekstrin-gum arab dengan rasio 60:40 dan 70:30.

Perubahan nilai rasio maltodekstrin-gum arab berbanding lurus dengan meningkatnya nilai rendemen yang dihasilkan, baik rendemen basah maupun rendemen kering. Hal terebut ditunjukkan secara statistik yang menyatakan bahwa rasio 60:40, 70:30, dan 80:20 pada maltodekstrin-gum arab berbeda nyata (p<0.05). Rendemen maltodekstrin-whey protein rasio 60:40 berbeda nyata (p<0.05) dengan komposisi rasio 70:30 dan 80:20 tetapi kedua rasio tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05). Pada komposisi gum arab-whey protein, komposisi rasio 60:40 tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan rasio 80:20 tetapi berbeda nyata (p<0.05) dengan rasio 70:30.

Ukuran Partikel Suspensi dan Mikroenkapsulat Zat Besi

(18)

sebelumnya yaitu sebesar 30.612 µm dengan rentang distribusi ukuran partikel 1.651-515.772 µm. Selain itu, karakteristik mikroenkapsulat dapat dilihat dari grafik rentang distribusinya yang menyatakan keseragaman ukuran partikel mikroenkapsulat (Lampiran 10).

Mikroenkapsulasi dengan spray drying menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dan seragam (Tabel 5). Penurunan ukuran partikel dari sebelum spray drying hingga setelah spray drying pada bahan penyalut yang mengandung gum arab yaitu, maltodekstrin-gum arab dan gum arab-whey protein memiliki pesentase yang lebih kecil dibandingkan dengan bahan penyalut yang tidak mengandung gum arab (maltodekstrin-whey protein). Maltodektrin-gum arab memiliki nilai persentase penurunan ukuran partikel berkisar 74.01-78.97% dan gum arab-whey protein berkisar 35.81%-66.78%. Bahan penyalut maltodekstrin-whey protein memiliki persentase penurunan ukuran partikel berkisar 50.78-81.62 %.

Berdasarkan data yang diperoleh, ukuran partikel mikroenkapsulat dengan bahan penyalut maltodekstrin-whey protein memiliki rerata diameter partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan bahan penyalut maltodekstrin-gum arab dan gum arab-whey protein (Tabel 5). Namun, terdapat nilai pencilan yang diperoleh maltodekstrin-whey protein pada rasio 70:30 (44.998 µm). Ukuran partikel terkecil pada bahan penyalut maltodekstrin-gum arab diperoleh rasio 80:20 sebesar 18.835 µm, maltodekstrin-whey protein diperoleh rasio 60:40 sebesar 14.131 µm, dan gum arab-whey protein dengan rasio 80:20 sebesar 19.455 µm.

Tabel 3 Rendemen mikroenkapsulat hasil spray drying

Bahan Penyalut Bahan

Keterangan: nilai dinyatakan sebagai rata-rata±SD (n = 2); 1)Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan (p < 0.05).

Tabel 4 Karakterisasi partikel mikroenkapsulat zat besi sebelum spray drying

Bahan penyalut Rasio bahan penyalut

80:20 1.651-665.793 72.465

Maltodekstrin:Whey

Protein

60:40 2.131-756.449 76.846

70:30 1.875-859.45 91.413

80:20 1.875-665.793 66.594

Gum Arab:Whey

Protein

60:40 1.651-515.772 30.612

70:30 1.651-453.960 44.999

(19)

Tabel 5 Karakterisasi partikel mikroenkapsulat zat besi setelah spray drying

Bahan penyalut Rasio bahan penyalut

60:40 1.453-76.006 20.789

70:30 1.453-86.355 21.945

80:20 1.453-76.006 18.835

Maltodekstrin:Whey

Protein

60:40 1.279-58.880 14.131

70:30 1.453-1432.1 44.998

80:20 1.279-51.823 14.843

Gum Arab:Whey

Protein

60:40 1.651-76.006 19.650

70:30 1.875-86.355 22.730

80:20 1.651-76.006 19.455

Kadar Zat Besi Mikroekapsulat Zat Besi

Hasil perolehan kembali (recovery) mikroenkapsulat zat besi pada Tabel 6 menunjukkan kemampuan bahan enkapsulat pada komposisi serta rasio yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperlihatkan pada Tabel 6, persentase kadar zat besi yang memiliki nilai tinggi secara kuantitatif dan atau berbeda nyata secara statistik pada masing-masing kelompok variasi bahan penyalut akan digunakan pada uji bioaksesibilitas. Nilai recovery yang dipilih untuk uji selanjutnya yaitu maltodekstri-gum arab 60:40 (73.72 %) dan 80:20 (69.66 %), maltodekstrin-whey protein 60:40 (103.88 %) dan 80:20 (90.04 %), serta gum arab-whey protein 70:30 (67.20 %).

Perbedaan variasi bahan pengapsul serta rasio tidak selalu berpengaruh terhadap nilai recovery atau kadar zat besi yang terkandung di dalam pengapsul. Analisis statistik menujukkan bahwa nilai recovery kelompok mikroenkapsulasi dengan variasi bahan penyalut maltodekstrin-gum arab pada rasio 60:40 (73.72 %) berbeda nyata (p<0.05) dengan rasio 70:30 (53.47 %) tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan rasio 80:20 (69.66 %). Pada kelompok variasi bahan penyalut maltodekstrin-whey protein rasio 60:40 (103.88 %) tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan rasio 80:20 (90.04 %) dan keduanya berbeda nyata (p<0.05) dengan rasio 70:30 (67.51 %). Kelompok variasi bahan penyalut gum arab-whey protein rasio 60:40 (43.17 %), 70:30 (67.20 %), dan 80:20 (48.05 %) ketiganya memiliki nilai recovery yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Secara statistik juga ditunjukkan adanya kolerasi (p<0.05) nilai kadar zat besi dengan viskositas dan rendemen mikrokapsul pada nilai (Lampiran 17).

Bioaksesibilitas Mikroenkapsulat Zat Besi

Bioaksesabilitas merupakan uji terakhir yang bertujuan untuk mengetahui daya lepas komponen aktif (zat besi) berdasarkan pengaruh perbedaan komposisi enkapsulat. Pengujian bioaksesibilitas pada penelitian ini dilakukan secara in vitro yang melibatkan enzim-enzim pencernaan dengan modifikasi antara metode dilakukan oleh Cilla et al. (2009) dan Cagnasso et al. (2013). Kemampuan daya lepas komponen aktif tersebut dapat dilihat dari recovery supernatan.

(20)

nyata (p<0.05) terhadap nilai recovery bioaksesibilitas zat besi sediaan bebas. Pada produk mikroenkapsulat, maltodekstrin-gum arab 80:20 memiliki nilai recovery tertinggi (11.2 %) dibandingkan dengan variasi produk mikroenkapsulat yang lain. Uji statistik juga membuktikan bahwa, maltodekstrin-gum arab dengan rasio 80:20 memiliki nilai recovery bioaksesibilitas yang berbeda secara nyata (p<0.05). Tabel 6 Perolehan kembali zat besi berdasarkan pengujian dengan AAS

Bahan peyalut Rasio bahan penyalut Rerata recovery zat besi1) (%)

Maltodekstrin:Gum Arab

Gum Arab:Whey Protein

60:40 43.17 ± 8.75a

70:30 67.20 ± 7.82a

80:20 48.05 ± 11.85a

Keterangan: nilai dinyatakan sebagai rata-rata±SD (n = 2); 1)Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan (p < 0.05).

Tabel 7 Bioaksesibilitas zat besi

Produk Total Fe (mg)

Recovery

bioaksesibilitas1) (%)

Supernatan Produk awal Supernatan

Maltodekstrin:Gum

Keterangan: nilai dinyatakan sebagai rata-rata±SD (n = 4); 1)Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan (p < 0.05).

PEMBAHASAN

Zat Besi Hasil Mikroenkapsulasi

(21)

melapisi suatu bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil dengan diameter 5-100 mikron atau kurang dari setengah diameter rambut manusia. Pemilihan bahan penyalut dapat menentukan sifat fiskokimia mikoenkapsulat yang dihasilkan. Salah satu sifat yang penting yang harus dimiliki oleh suatu bahan penyalut adalah tidak bereaksinya dengan bahan inti yang tersalut (Purnomo et al. 2014). Pengamatan secara fisik hasil mikroenkapsulasi, memperlihatkan tidak adanya interaksi kimiawi dengan bahan inti yang mengubah warna dasar dari bahan penyalut Menurut Kembaren (2012), bahan penyalut berupa polisakarida dan protein dapat meningkatkan penanganan karakteristik pada mikrokapsul dan memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif. Bahan inti berupa zat besi dapat beroksidasi membentuk besi (III) oksida berwarna kuning/ kehitamaan. Perubahan bentuk partikel pada gum arab-whey protein terjadi karena proses penyimpanan yang kurang baik. Interkasi dengan udara terbuka dalam jangka waktu yang lama dengan suhu yang lembab menyebabkan terserapnya uap air pada produk mikrokapsul.

Mekanisme teknik spray drying meliputi pembentukkan suspensi dan evaporasi suspensi ke sirkulasi udara panas dalam ruang pengering menggunakan atomizer dan nozzle sehingga menghasilkan bentuk partikel padat (Paramita 2010). Kegunaan teknik ini antara lain untuk mengendalikan pelepasan senyawa aktif agar terlindungi dari keadaan lingkungannya seperti cahaya, kelembaban, oksigen dan mengubah wujud bahan dari cair menjadi padat (Bertolini et al. 2001). Keunggulan lain dengan menggunakan spray drying yaitu dapat menghasilkan ukuran partikel yang konsisten, mengatasi bahan yang sensitif panas, dan memiliki kemurnian yang tinggi (Desai dan Park 2005).

Pelarutan zat besi ke dalam bahan penyalut menggunakan pengaduk magnetik. Tahap ini disebut dengan pembuatan dispersi. Suptijah et al. (2011) menjelaskan bahwa proses pelarutan menggunakan pengaduk magnetik dapat dikendalikan secara merata pada kecepatan tinggi sehingga menghasilkan partikel yang homogen dan stabil. Pengadukan dengan homogenizer bertujuan untuk membentuk droplet-droplet kecil mineral yang telah berikatan dengan penyalut (Purnamasari 2009).

Karakter Mikroenkapsulat Zat Besi

Viskositas Suspensi Enkapsulat

(22)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Desmawarni (2007) yang menyatakan gum arab memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi (38.0 cps) dibandingkan dengan maltodekstrin (16.0 cps) pada konsentrasi 10 %. Pada penelitian tersebut juga menyatakan viskositas larutan gum arab meningkat tajam dengan peningkatan konsentrasinya menjadi 30 % yang menyebabkan pemompaan larutan menjadi sulit. Viskositas terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada nozzle dan menghambat proses atomisasi sehingga dapat terjadi ketidakstabilan pada aliran spray dryer (Desmawarni 2007). Hasil tersebut mendasari pemilihan maltodekstrin sebagai basis terbesar di dalam larutan komposisi yang telah ditentukan. Penggunaan whey sebagai penstabil emulsi dinilai cukup efektif untuk menstabilkan nilai viskositas (Tabel 2). Hasil penelitian Morean dan Rosenberg (1996) yang diacu oleh Desmawarni (2007) menunjukkan bahwa bahan penyalut dari jenis protein maupun kombinasi protein dengan polisakarida adalah lebih efektif sebagai bahan penyalut. Pati dapat berinteraksi dengan komponen-komponen lain sperti protein membentuk granula dalam proses spray drying (Zhao dan Whistler 1994). Kadar Air Mikroenkapsulat Zat Besi

Kadar air menjadi salah satu parameter utama yang menentukan kualitas produk kering seperti pada produk mikroenkapsulat yang berbentuk kering. Kadar air yang rendah dapat mengurangi atau menekan kerusakan pada suatu sampel, misalnya terhindar dari aktivitas mikroorganisme akibat kelembaban dan menjaga stabilitas bahan. Penurunan kualitas produk terjadi seiring dengan peningkatan kadar air di atas kadar air normalnya. Hal ini berarti jika produk memiliki kadar air di atas kadar normal maka produk akan lebih cepat mengalami penurunan kualitasnya. Pada kebanyakan produk kering, kenaikan nilai aw sebesar 0.1 dapat menurunkan umur simpan produk 2-3 kalinya (Bell dan Labuza 2000).

Menurut Yuliani et al. (2007) kadar air mikroenkapsulat dipengaruhi oleh suhu inlet spray drying dan laju alir umpan, namun tidak dipengaruhi keduanya. Penurunan kadar air diikuti dengan meningkatnya suhu inlet lebih besar terjadi pada laju alir umpan yang lebih rendah. Suhu udara outlet juga memiliki pengaruh nyata terhadap kadar air produk dan struktur mikrokapsul. Suhu udara outlet tinggi, akan membantu untuk membentuk suatu kesatuan dan struktur dinding yang padat serta meningkatkan pengaruh pengeringan. Suhu outlet yang tidak terkontrol akan menyebabkan keretakan pada produk karena overheating (Liu et al. 2004). Berdasarkan hasil penelitian ini, kadar air mikroenkapsulasi zat besi yang diperoleh berkisar 3.47-6.91 %. Hal ini sesuai dengan Reineccius (2004) yang menyatakan kisaran nilai kadar air yang dimiliki oleh produk mikroenkapsulat dengan spray drying yaitu 2-6 %.

(23)

Rendemen Mikroenkapsulat

Rendemen mikroenkapsulat zat besi ditentukan berdasarkan persentase berat mikropartikel zat besi yang dihasilkan terhadap berat total padatan dalam suspensi. Nilai rendemen akan dipengaruhi oleh sifat dari bahan penyalut terhadap proses spray drying. Pada bahan penyalut maltodekstrin-gum arab, rendemen yang dihasilkan semakin besar berbading lurus (p<0.05) dengan meningkatnya rasio maltodekstrin dan menurunnya rasio gum arab. Hal ini disebabkan penambahan maltodekstrin akan meningkatkan total padatan mikroenkapsulat sehingga konsentrasi maltodekstrin yang tinggi akan meningkatkan rendemen mikroenkapsulat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hustiany (2006) bahwa semakin besar jumlah penyalut semakin besar pula rendemen produk flavor terenkapsulasi. Viskositas bahan juga mempengaruhi nilai rendemen yang akan dihasilkan, viskositas yang terlalu tinggi mengganggu proses atomisasi dan mengakibatkan pembentukan droplet besar dan panjang yang menyebabkan kecepatan pengering berkurang serta bubuk mikroenkapsulan menempel pada tabung (chamber) spray dryer sehingga rendemen bubuk mikrokapsul yang dihasilkan rendah (Purnomo et al. 2014). Pada pembahasan sebelumnya, gum arab memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan maltodekstrin.

Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 3 menyatakan rendemen paling tinggi sebesar 46.03 % dengan nilai basis kering sebesar 47.44 % didapat dari perlakuan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin dan whey protein (60:40). Nilai rendemen basis kering merupakan nilai yang diperoleh dengan memperhitungkan rasio antara total produk mikroenkapsulat zat besi terhadap total padatan bahan kering pada setiap komponen formula dengan mempertimbangkan kadar air. Hal ini disebabkan sifat bahan maltodekstrin yang memiliki nilai viskositas rendah dan whey protein yang bertindak sebagai pengemulsi yang baik sehingga proses atomisasi dan pembentukkan droplet berjalan dengan baik. Pada komposisi yang sama dengan rasio 70:30 yang mengalami penurunan kemudian rasio 80:20 mengalami peningkatan niai rendemen kembali, mengindikasikan bahwa peningkatan konsentrasi atau viskositas pada setiap masing-masing bahan tidak selalu berbanding lurus dengan rendemen yang dihasilkan.

Setiap bahan mempunyai suatu kondisi maksimum untuk peningkatan viskositas sampai akhirnya tidak terjadi peningkatan viskositas (Bhandari et al. 1992). Hal tersebut juga terjadi pada komposisi gum arab-whey protein pada rasio 70:30 menghasilkan rendemen 31.10 % lebih tinggi dibandingkan rasio 60:40 dan 80:20, karena ada batas kondisi maksimum dari konsentrasi tersebut yang mempengaruhi proses spray drying.

Ukuran Partikel Suspensi dan Mikroenkapsulat Zat Besi

(24)

partikel yang besar pada suspensi dapat disebabkan oleh ukuran awal bahan penyalut, rasio zat inti terhadap bahan penyalut, dan sifat dari bahan mikroenkapsulasi (Rahmalia 2008). Faktor eksternal lain yang menyebabkan ukuran partikel suspensi adalah terjadinya pengendapan selama penyimpanan karena produk yang masih berbentuk cairan memilki kestabilan yang rendah.

Hasil pengukuran partikel setelah spray drying pada Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata ukuran partikel lebih kecil dan seragam dibandingkan sebelum proses spray drying. Hal ini disebabkan adanya proses atomizer yang berfungsi untuk menghasilkan partikel yang berukuran kecil dan seragam (Purnamasari 2009). Pada setiap produk dengan bahan penyalut yang mengandung gum arab memiliki ukuran partikel yang lebih besar dikarenakan nilai viskositas yang lebih tinggi menyebabkan laju alir pada saat proses atomisasi terhambat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses atomisasi yang terhambat mengakibatkan pembentukkan droplet yang besar dan panjang sehingga bubuk mikroenkapsulan menempel pada tabung dan pengeringan tidak sempurna. Bahan penyalut maltodekstrin-whey protein pada rasio 70:30 memiliki rata-rata dan rentang distribusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio lainnya. Hal ini disebabkan adanya proses oksidasi selama penyimpanan pada produk. Proses oksidasi terjadi akibat tidak stabilnya proses spray drying yang menyebabkan kemampuan evaporasi tidak cukup untuk membentuk membran kapsul yang baik. Liu et al. (2004) menyatakan, suhu udara inlet dan outlet mempengaruhi kecepatan pengeringan dan kemampuan untuk mengeringkan produk, untuk memperoleh struktur granula dengan stabilitas yang baik pada produk mikrokapsul.

Keseluruhan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan memiliki rata-rata ukuran partikel tidak lebih dari kisaran 5-200 µm (Yoshizawa 2002). Bahkan terdapat sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa ukuran partikel mikrokapsul hasil proses spray drying kurang dari 200 µm (Sampath et al. 2013). Namun terdapat

sebuah penelitian lainnya yang menjelaskan bahwa ukuran partikel yang biasa digunakan untuk proses spray drying menghasilkan ukuran partikel maksimal 50µm (Romita 2011).

Kadar Zat Besi Mikroekapsulat Zat Besi

Efisiensi dari proses mikroenkapsulasi dapat direpresentasikan sebagai persen recovery. Analisis kadar zat besi dilakukan dengan menggunakan metode atomic absorbtion spectrophotometer (AAS) dengan membandingkan kadar zat besi setelah spray drying dengan kadar zat besi sebelum spray drying.Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kemampuan dari bahan dasar enkapsulat sangat mempengaruhi efisiensi pada proses mikroenkapsulasi. Sifat dasar enkapsulat yang akan mempengaruhi nilai recovery adalah kestabilan emulsi, viskositas, mudah dikeringkan, rendemen hasil spray drying, dan kemampuan kapsulasi bahan inti. Komposisi bahan enkapsulat maltodekstrin-whey protein 60:40 secara kuantitatif memiliki nilai recovery yang sangat tinggi yaitu sebesar 103.88 % dibandingkan dengan komposisi bahan enakpsulat lainnya. Menurut Madane et al. (2006), maltodekstrin merupakan hasil modifikasi pati dengan memecahkan ikatan glikosida pada rantai rumus molekulnya sehingga mengakibatkan nilai viskositas yang rendah.

(25)

rendemen yang dihasilkan akan lebih tinggi (Bertolini 2001). Hal tersebut juga terlihat pada kelompok komposisi maltodekstrin-gum arab. Pada rasio 60:40, maltodekstrin-gum arab memiliki nilai recovery tertinggi secara kuantitatif dibandingkan rasio 70:30 dan 80:20 yaitu sebesar 73.72 % (Tabel 6). Menurut Purnamasari (2009), gum arab memiliki sifat kekentalan yang relatif kecil dibandingkan dengan bahan lain sejenisnya meskipun tidak sekecil maltodekstrin (Tabel 6), maka dari itu gum arab memiliki proporsi rasio lebih kecil. Selain kelarutannya, karakteristik utama gum arab bersifat pembentuk tekstur pembentuk film, pengikat, dan pengemulsi yang baik dengan adanya komponen protein di dalam gum arab (Fitriani 2001).

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi maltodekstrin dengan gum arab pada konsentrasi 5-10 % menghasilkan efisiensi mikroenkapsulasi sebesar 85 % (Fitriani S 2001). Krishnan et al. (2005), juga telah melakukan penelitian mengenai bahan penyalut terhadap oleoresin kapulaga yang menunjukkan gum arab efektif sebagai bahan penyalut. Kombinasi gum arab-whey protein memiliki nilai efisiensi yang lebih rendah secara kuantitatif dibandingkan dengan kombiasi bahan penyalut lainnya yaitu berkisar 43.17-67.2 %. Glicksman dan Sand (1973) dalam Fitriani (2001) menyatakan bahwa gum arab mampu membentuk larutan dengan kekentalan maksimum pada konsentrasi 40-50 %. Hal tersebut yang menyebabkan efisiensi mikroenkapsulasi yang kurang baik karena pada penelitian ini digunakan konsentrasi 60-80 %.

Penggunaan whey protein sebagai kombinasi sekunder merupakan bahan yang ideal pada proses mikroenkapsulasi dengan spray drying sebagai pengemulsi yang lebih stabil (Dewandari KT 2013). Helena et al. (2009) menyebutkan bahwa penggunaan whey protein sebagai kombinasi bahan untuk penyalut memiliki stabilitas emulsi yang lebih baik dibandingkan dengan pati Hi-Cap/modified.

Secara keseluruhan dalam pengamatan karakteristik dari formulasi bahan penyalut, maltodekstrin-whey protein memiliki karakteristik yang baik dilihat dari nilai viskositas yang lebih rendah dibandingkan maltodesktrin-gum arab maupun gum arab-whey protein. Nilai viskositas tersebut juga mempengaruhi kadar air dari bahan penyalut tersebut, sehingga rendemen yang dihasilkan lebih baik karena proses atomisasi dan pengeringan tidak terhambat. Kadar zat besi yang diperoleh maltodekstrin-whey protein cenderung lebih besar dibandingkan dengan bahan penyalut lainnya. Hal tersebut membuktikan proses spray drying yang baik dapat meningkatkan kemampuan penyalutan bahan inti.

Bioaksesibilitas Mikroenkapsulat Zat Besi

(26)

memiliki bobot molekul yang lebih rendah sehingga terpisah pada bagian atas hasil proses sentrifugasi (Almiger et al. 2014).

Uji bioaksesibilitas yang telah dilakukan menghasilkan bahwa mikroenkapsulat memiliki nilai bioaksesibilitas lebih rendah dibandingkan dengan zat besi sediaan bebas. Hal ini disebabkan karena pelepasan zat besi dari matriks enkapsulan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan zat besi sediaan bebas yang tidak tersalut oleh matriks. Menurut Versantvoort et al. (2003), nilai bioaksesibilitas dapat dipengaruhi oleh jenis dan kandungan dari matrix, volume makanan (sampel) dan komposisi cairan pencernaan, waktu inkubasi pada lambung dan usus kecil, pH pada kompartemen lambung, dan penanganan chyme (cairan hasil pencernaan) yang telah terpisah dari matrix. Komponen penyalut yang digunakan merupakan suatu jenis dari polisakarida (maltodekstrin dan gum arab) serta protein (whey protein). Komposisi bahan penyalut yang mengandung whey protein memiliki nilai yang semakin menurun diikuti dengan peningkatan proporsi rasionya. Whey protein merupakan produk samping dari industri keju, kasein, dan produk serupa yang dilakukan pemisahan dengan proses koagulasi (CODEX 2003). Kasein atau protein susu merupakan salah satu komponen yang dapat menghambat penyerapan zat besi dengan cara mengikat zat besi membentuk suatu kompleks yang tidak larut (insoluble) sehingga dapat mengurangi efisiensi penyerapan zat besi (Hurrel 2002).

Rancangan model pengujian bioaksesibilitas sangat menentukan hasil akhir yang diperoleh. Hampir setiap tahapan pada pencernaan yang berbeda perlu dikendalikan untuk memastikan ketersediaan zat besi yang siap untuk diserap. Beberapa tahapan proses yang perlu dikendalikan untuk menghasilkan ketelitian pengujian akan dijelaskan pada penjelasan berikut. Proses pencernaan yang terjadi pada pencernaan mulut (oral phase), yaitu kimia, biokimia, dan mekanis. Ginsburg et al. (2012) mengatakan, proses kimia dan biokimia melibatkan peran air liur yang memiliki komponen penyusunnya air sebanyak lebih dari 99%, berbagai mineral, protein terutama glikoprotein musin, albumin dan enzim pencernaan lainnya seperti

α-amilase serta senyawa nitrogen seperti urea, amonia, dan lainnya (Gambar 4). Enzim α-amilase merupakan enzim yang berfungsi memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul (Winarno 2010).

(27)

Proses pencernaan lambung merupakan proses yang kompleks termasuk proses mekanik dan aktivitas cairan lambung (gastric juice). Gastric juice mengandung asam klorida (HCl), pepsinogen, lipase, lendir, elektrolit, dan air. HCl akan berkontribusi untuk mendenaturasi protein dan mengaktivasi pepsin (Almiger et al. 2014). Setelah melewati pencernaan mulut dan lambung, tahap berikutnya adalah proses pencernaan usus kecil. Campuran hasil pencernaan (chyme) ketika memasuki pencernaan usus kecil akan dinetralisasi dengan natrium bikarbonat untuk menyesuaikan dengan pH enzim yang bekerja pada tahap ini (Almiger et al. 2014). Kondisi pH pada chyme akan berubah-ubah selama berada di usus kecil, yaitu chyme akan memiliki pH 5.4-7.5 ketika berada di duodenum (Tyssandier et al. 2003; Kalantzi et al. 2006; Clarysse et al. 2009); pH 5.3-8.1 ketika berada di jejunum (Lindahl et al. 1997; Perez de la Cruz Moreno et al. 2006); dan pH 7.0-7.5 ketika berada di ileum (usus penyerapan) (Daugherty dan Mrsny 1999). Oleh karena itu pH terakhir pada chyme diseragamkan menjadi 7.2 yang berarti menggambarkan kondisi pH chyme ketika berada pada ileum (Gambar 4).

Adanya penambahan campuran antara bile salt dengan pankreas dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi pembentukan misel dari suatu senyawa lipofilik (Gambar 4). Pankreas berfungsi untuk mencerna karbohidrat dan protein. Konsentrasi bile extract yang digunakan pada penelitian (4 g/L) telah sesuai dengan konsentrasi minimum bile extract (2.4 mg/mL). Penentuan bioaksesibilitas ditentukan oleh banyaknya komponen non polar yang terlepas dari matriks pangan ke supernatan setelah melalui proses pencernaan in vitro dan sentrifugasi (Almiger et al. 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik mikroenkapsulat zat besi dengan bahan serta rasio yang berbeda memiliki kadar air berkisar 3.47-6.91%. Nilai viskositas berkisar 21 cP sampai 51 cP. Rendemen mikroenkapsulat zat besi berkisar 20.57 % sampai 46.03 %. Ukuran

(28)

partikel mikrokapsul berkisar 14 µm sampai 44 µm. Nilai recovery mikroenkapsulat zat besi berkisar 43.17 % sampai 103.88 %. Bioaksesibilitas mikrokapsul zat besi terbaik diperoleh maltodekstrin-gum arab 60:40 dengan nilai recovery bioaksesibilitas tertinggi 11.2% dan secara statistik berbeda nyata (p<0.05) dengan produk mikroenkapsulat yang lain.

Saran

(29)

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] The Association of Official Analytical Chemists. 2006. Official Methods of Analysis. Ed ke-18. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemist Publisher.

[AOAC] Association of Analytical Communities (US). 2012. AOAC Official Method 2001.11. Protein (Crude) in Animal Feed, Forage (Plant Tissue), Grain, and Oilseeds. Block Digestion Method Using Copper Catalyst and Steam Distilation into Boric Acid. AOAC International Suite 500: 481North Frederick Avenue Gaithersburg, Maryland 20877-2417,USA.

Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez-Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Bell LN, Labuza TP. 2000. Moisture Sorption. Practical Aspects of Isoterm Measurement and Use. American Association of Cereal Chemist Inc, Minnesota.

Bertolini AC, Siani AC, Grosso CR. 2001. Stability of monoterpenes encapsulated in gum arabic by spray drying. J Agric. Food Chem 48: 780-785.

Bhandari BR, E D Dumoulin, H M J Richartd, I Nouleau, dan A M Lebert. 1992. Flavor encapsulation by spray drying: application to citral and linalyl acetate. J of Food Sci. 57 (1): 217-221.

Cagnasso C, E Amalia Calviño2, Laura B López, Karina C, Luis D, Maria JB,

Viviana R, Silviana D, R Gonzalez, M Eva Valencia. 2013. Iron bioaccessibility and sensory analysis of extruded cereals fortified with diferent fe sources. J Food and Nutrition Sciences 1(4): 57-64.

Cilla A, Marı´a Jose´ Garcı´a-Nebot, S Perales, Marı´a Jesu´ s Lagarda, R Barbera´, Rosaura F. 2009. In vitro bioaccessibility of iron and zinc in fortified fruit beverage. International Journal of Food Science and Technology 44: 1088-1092.

Clarysse S, Tack J, Lammert F, Duchateau G, Reppas C, Agustijns P. 2009. Dikutip oleh Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez-Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Codex Allimentarius. 2003. Codex standard for whey powder. Codex Stan 289- 1995.

(30)

Desai KGH, HJ Park. 2005. Recent developments in microencapsulation of food ingredients. Drying Technology 23(7): 1361-1394.

Desmawarni. 2007. Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dewandari KT. 2013. Sintesis Nanopartikel Ekstrak Sirih Merah (Piper crocatum) dan Kajian Sistem Pengantarannya [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Engelen L, de Wijk RA, Prinz JF, van der Bilt A, Bosman F. 2003. Dikutip oleh Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez-Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Fitriani S. 2001. Mikroenkapsulasi Besi untuk Fortifikasi Mentega. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogor.

Gharsallaoul A, Roudaut G, Chambin O, Voilley A, Saurel R. 2007. Aplications of spray drying in microencapsulation of food ingredients: an overview. Food Res Int 40: 1107-1121.

Ginsburg I, Koren E, Shlish M, Kanner J, Kohen R. 2012. Dikutip oleh Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez- Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Glicksman M. 1969. Gum Technology in Food Industry. Academic Press. New York. Dikutip oleh Fitriani S. 2001. Mikroenkapsulasi Besi untuk Fortifikasi Mentega. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogor.

Gouin S. 2004. Microencapsulation: industrial appraisal of existing technologies and trends. Trends in Food Science & Technology 15: 330-347.

Guyton AC, Hall JE. 1996. Dikutip oleh Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez-Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Harianti R. 2009. Pengaruh Pemberian Biskuit Tinggi Protein Berisi Krim Probiotik Fungsional Terhadap Profil Mikrobiota Fekal dan Berat Badan Tikus [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hurrel RF. 2002. How to ensure adequate iron absorption from iron fortified food. Nutrition Reviews 60: 7S-155.

(31)

flaxseed oil microencapsulated by spray drying. Journal of Food Engineering 115 (4): 443-451.

Hoerudin, Yuliani S, Harimurti N, Agustinisari I, Alamsyah AN, Permana AW, Hadipernata M, Kilaku SI, Juniawati, Hayuningtyas M, Hasan ZH, Iriani ES, Dimyati A, Suryanegara L. 2013. Aplikasi Nanoteknologi untuk Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Penelitian Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Bogor.

Hustiany R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Enkaapsulasi Komponen Flavor. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Kalantzi I, Goumas K, Kalioras V, Abrahamsson B, Dressman JB, Reppas C. 2006. Dikutip oleh Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez-Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Kembaren RBR. 2012. Isolasi dan Nanoenkapsulasi Karotenoid Limbah Serat Buah Kelapa Sawit. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Krishnan S, Kshirsagar, AC, dan Singhal RS. 2005. The use of gum arabic and modified starch in the microencapsulation of a food flavoring agent. Carbohydrate Polymers 62: 309–315.

Kustiyah L, Anwar F, Dewi M. 2011. Mikroenkapsulasi mineral besi dan seng dalam pembuatan makanan tambahan untuk balita gizi kurang. Jurnal Ilmu Pertanian 16: 156-163.

Laohasongkram K, Mahamaktudsanee T, Chaiwanichsiri S. 2011. Micoencapsulation of macadamia oil by spray drying. Procedia Food Sci 1: 1660-1665.

Lindahl A, Ungell AL, Knutson L, Lennernas H. 1997. Dikutip oleh Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez- Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Liu ZQ, Zhou JH, Zeng YI, Ouyang XI. 2004. The enhancement and encapsulation of Agaricus bisporus flavor. J Food Engineering 65: 391-396.

Malvern. 2011. Masterisizer 300 user manual. MAN0474 Issue 1.0. Malvern Instruments Ltd, Worcestershire, United Kingdom.

Madene et al. 2006. Flavour encapsulation and controlled released. International J Food Sci Tecnol 41: 1-21.

(32)

Palupi NS. 1995. Pengaruh Fortifikasi Zat Besi Pada Berbagai Bumbu Mi Instan Terhadap Ketersediaan Zat Besi In vitro. [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Paramita V. 2010. Mikroenkapsulasi dalam Industri Pangan. Inovasi vol 16/XXII/Maret 2010: PPI Jepang.

Perales S, Barbera R, Lagarda MJ, Farre R. 2007. Bioavailability of calcium from milk based formulas and fruit juices ccontaining milk and cereals estimated by In vitro methods (solubility, dialyzability, and uptake and transport by

Caco-2 cells). Dalam Cilla A, Marı´a Jose´ Garcı´a-Nebot, S Perales, Marı´a Jesu´ s Lagarda, R Barbera´, Rosaura F. 2009. In vitro bioaccessibility of iron and zinc in fortified fruit beverage. International Journal of Food Science and Technology. (44)1088-1092.

Perez-Vicente A, Gil-Izquierdo A, Garcia-Viguera C. 2006. Dikutip oleh Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez- Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Primasari A. 2011. Stabilitas dan Bioavailabilitas In vitro Zat Besi Sebagai Fortifikan Dalam Bumbu Mi Instan. [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Purnamasari T. 2009. Fortifikasi Mikrokapsul Besi pada Permen Cokelat untuk Mengatasi Defisiensi Besi pada Remaja Purtri, [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Purnomo W, LU Khasanah, RBK Anandito. 2014. Pengaruh ratio kombinasi maltodekstrin, karegenan dan whey terhadap karakteristik mikroenkapsulan pewarna alami daun jati (tectona grandis L.f.). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (3): 121-129.

Rahmalia R. 2008. Kajian Mikroenkapsulasi Ekstrak Vanili dan Retensi Vanili Selama Penyimpanan. [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rahmaningtyas S. 2012. Bioavailabilitas Zat Besi (Fe) dan Konsumsi Pangan pada Wanita Usia Subur di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Reineccius GA. 2004. The spray drying of food flavors. Drying Technology. 22(6), 1289-1324.

Sampath KKP, Tejbe Sk, Shameem B, P Naga Lakshmi, D Bowmik. 2013. Microencapsulation technology. Indian J Research in Pharmacy and Biotechnology. 1 (3)324-328.

Sudoyo AW et al, Editor. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Pusat Penerbitan FK UI. Jakarta.

(33)

Tyssandier V, Reboul E, Dumas J-F, Bouteloup-Demange C, Armand M, Marcand J, Sallas M, Borel P. 2003. Dikutip oleh Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez-Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.13.

Usmayanti NA. 2007. Mikroenkapsulasi Minyak Kelapa Murni Menggunakan Penyalut Kitosan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Versantvoort CHM, van de Kamp E, dan Rompelberg CJM. 2003. Development and applicability of an In vitro digestion model in assessing the bioaccessibility of contaminants from food. RIVM report 32010 2002/2004. Winarno FG. 2010. Enzim Pangan. Bogor: M-Brio Press.

Yoshizawa H.2002. Trends in Microcapsulatin Research. KONA 20. [Terhubung Berkala]. http://www.kona.or.j./search/22-023.pdf. [22 September 2013] Yuliani S, Desmawarni, Niken H, Sri S Yuliani. 2007. Pengaruh laju alir umpan

dan suhu inlet spray drying pada karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe. J Pascapanen. 4(1):18-26.

(34)
(35)
(36)

Lampiran 2 Proses pembuatan mikroenkapsulasi

Bahan enkapsulat 1 dan 2

Pencampuran

Suspensi

Homogenisasi 11.000 rpm

dengan ultraturrax

Inkubasi pada suhu ±4°C

Pengkondisian pada suhu ruang

FeSO4.7H2O

dan air

Suspensi Pencampuran

Homogenisasi 11.000 rpm dengan ultraturrax

Suspensi FeSO4.7H2O untuk spray drying

Spray drying

Mikroenkapsulasi FeSO4.7H2O

(37)

Lampiran 3 Tahapan uji bioaksesibilitas

Sampel

Penimbangan

Pencampuran

α-amilase dan akuabides

Inkubasi pada inkubator bergoyang

HCl 6M Pengaturan pH 2,0

Pencampuran

Penepatan bobot 25 gram

Pepsin

Inkubasi pada inkubator bergoyang

Penghentian proses dengan mengkondisikan pada penangas es

Pengaturan pH 6,5 NaHCO3 1M

Bile extract 4 g/L (Pankreatin + bile salt)

Inkubasi pada inkubator bergoyang Pencampuran

Penghentian proses dengan mengkondisikan pada penangas es

Pengaturan pH 7,2 NaOH 0,5M

Sentrifus 3500 rpm

(38)

28

Lampiran 4 Kadar air mikroenkapsulat zat besi

Bahan Keterangan: GA= Gum arab, WP= Whey protein, MD= Maltodekstrin

(39)

29 Lampiran 5 Kadar air bahan enkapsulat dan zat besi

Sampel

Maltodekstrin 24.2783 26.2808 26.1499 2.0025 1.8716 6.53

6.86 ± 0.48

Keterangan: A1= Kadar air bahan penyalut 1 (%) A2= Kadar air bahan penyalut 2 (%) A3= Kadar air FeSO4.7H2O (%)

A4= Kadar air sampel produk mikroenkapsulat (%) B1= Bobot bahan penyalut 1 (g)

B2= Bobot bahan penyalut 2 (g) B3= Bobot FeSO4.7H2O (g)

(40)

30

Lampiran 6 Total kandungan Fe sebelum spray drying

(41)

31

Keterangan: a = volume pengenceran (mL) b = Faktor pengenceran

GA= Gum arab, WP= Whey protein, MD= Maltodekstrin

Lampiran 7 Total kandungan Fe setelah spray drying

(42)

32

Keterangan: a = volume pengenceran (mL) b = Faktor pengenceran

GA= Gum arab, WP= Whey protein, MD= Maltodekstrin

(43)

33 Lampiran 8 Perolehan kembali (recovery) mikroenkapsulat zat besi

Bahan Penyalut

Rasio Bahan

Penyalut Ulangan

Kadar Fe pada suspensi (mg)

Kadar Fe pada powder (mg)

Recovery Fe (%)

MD-WP 60:40 1 202.61 197.17 97.31

2 190.49 169.53 110.44

MD-WP 70:30 1 275.89 194.08 70.35

2 262.15 169.53 64.67

MD-WP 80:20 1 229.77 202.56 88.16

2 218.18 200.54 91.91

MD-GA 60:40 1 136.85 108.45 79.25

2 140.39 95.71 68.18

MD-GA 70:30 1 215.33 112.35 52.17

2 232.33 127.23 54.76

MD-GA 80:20 1 209.98 140.45 66.89

2 199.83 144.74 72.43

GA-WP 60:40 1 247.04 91.37 36.98

2 232.97 114.99 49.36

GA-WP 70:30 1 216.45 157.42 72.73

2 238.52 147.09 61.67

GA-WP 80:20 1 292.50 116.03 39.67

2 202.27 114.13 56.43

% recovery = K F w

K F × %

= .

. × %

= 91.91%

(44)
(45)
(46)

36

Konsentrasi Fe (ppm) =

. � − .

. × ×

=

. − − . .

. × ×

= 113.3327 ppm

Konsentrasi Fe (mg/g) = . /

= 0.1133 mg/g

Total Fe terkandung (mg) = � � � � � � × � � �� �/�

= . 9 � × . �/�

= 3.5360 mg

Kadar Fe terkandung sebelum bioaksesasibilitas (mg)

= � � � � × � � � � �

= . × . �

= 29.4234 mg

% recovery biokasesibilitas Fe = � � ℎ � � � �

� � � � � � × %

= .

. × %

= 11.25%

(47)

37 Lampiran 10 Distribusi ukuran partikel enkapsulat sebelum spray drying

Nama Sampel Dx (10) µm Dx (50) µm Dx (90) µm Mode (µm) D[4.3] µm

Rerata MD-GA 60:40 3.579 61.372 261.378 163.293 98.811 Rerata MD-GA 70:30 4.116 82.266 268.383 154.837 108.561

Rerata MD-GA 80:20 5.140 38.456 187.468 61.535 72.465

Rerata 4.278 61.031 239.076 126.555 93.279

1xStd Dev 0.793 21.407 44.831 56.468 18.673

1Xrsd (%) 18.539 35.076 18.752 44.619 20.019

Keterangan: maltodekstrin-gum arab 60:40 (merah), 70:30 (hijau), dan 80:20 (biru)

Nama Sampel Dx (10) µm Dx (50) µm Dx (90) µm Mode (µm) D[4.3] µm

Rerata MD-WP 60:40 6.904 28.305 233.590 23.216 76.846

Rerata MD-WP 70:30 7.045 40.583 302.498 50.191 91.413

Rerata MD-WP 80:20 6.968 26.511 214.539 25.871 66.594

Rerata 6.972 31.800 250.209 33.093 78.284

1xStd Dev 0.071 7.659 46.275 14.867 12.472

1Xrsd (%) 1.016 24.086 18.494 44.925 15.931

(48)

38

Nama Sampel Dx (10) µm Dx (50) µm Dx (90) µm Mode (µm) D[4.3] µm

Rerata GA-WP 60:40 3.548 12.846 60.269 6.038 30.612

Rerata GA-WP 70:30 3.699 19.614 137.586 32.407 44.999

Rerata GA-WP 80:20 3.379 25.458 183.674 4.772 58.556

Rerata 3.542 19.306 127.176 14.406 44.723

1xStd Dev 0.160 6.312 62.358 15.603 13.974

1Xrsd (%) 4.517 32.692 49.033 108.308 31.246

Keterangan: gum arab-whey protein 60:40 (merah), 70:30 (hijau), dan 80:20 (biru)

Lampiran 11 Distribusi ukuran partikel mikroenkapsulat setelah spray drying

Nama Sampel Dx (10) µm Dx (50) µm Dx (90) µm Mode (µm) D[4.3] µm

Rerata MD-GA 60:40 7.087 18.483 37.870 20.942 20.789

Rerata MD-GA 70:30 7.384 19.457 39.974 22.053 21.945

Rerata MD-GA 80:20 6.500 16.648 34.294 18.636 18.835

Rerata 6.990 18.197 37.380 20.544 20.523

1xStd Dev 0.450 1.426 2.872 1.743 1.572

1Xrsd (%) 6.439 7.838 7.682 8.484 7.661

(49)

39

Nama Sampel Dx (10) µm Dx (50) µm Dx (90) µm Mode (µm) D[4.3] µm

Rerata MD-WP 60:40 4.866 12.639 25.593 14.547 14.131

Rerata MD-WP 70:30 9.456 20.227 47.981 20.056 44.998

Rerata MD-WP 80:20 5.207 13.290 26.746 15.171 14.843

Rerata 6.510 15.386 33.440 16.591 24.657

1xStd Dev 2.557 4.206 12.606 3.017 17.619

1Xrsd (%) 39.283 27.335 37.698 18.183 71.456

Keterangan: maltodekstrin-whey protein 60:40 (merah), 70:30 (hijau), dan 80:20 (biru)

Nama Sampel Dx (10) µm Dx (50) µm Dx (90) µm Mode (µm) D[4.3] µm

Rerata GA-WP 60:40 6.469 17.496 35.825 20.188 19.650

Rerata GA-WP 70:30 8.015 20.321 40.870 22.846 22.730

Rerata GA-WP 80:20 6.241 17.019 36.110 19.481 19.455

Rerata 6.909 18.279 37.602 20.839 20.612

1xStd Dev 0.965 1.785 2.834 1.774 1.837

1Xrsd (%) 13.972 9.763 7.537 8.515 8.912

(50)

40

Lampiran 12 Uji statistik viskositas suspensi enkapsulat

Lampiran 13 Uji statistik rendemen mikroenkapsulat zat besi

Pengaruh variabel viskositas

Sumber keragaman

Model terkoreksi Intersep Sampel Galat Total

Total terkoreksi

Jumlah kuadrat Derajat

bebas Kuadrat tengah F-Hitung Nilai P

Keragaman Kelompok

Kelompok

Gambar

Gambar 3. Pengamatan secara fisik dapat dilihat dari perbedaan warna yang
Tabel 1  Viskositas suspensi enkapsulat
Tabel 4  Karakterisasi partikel mikroenkapsulat zat besi sebelum spray drying
Tabel 5  Karakterisasi partikel mikroenkapsulat zat besi setelah spray drying
+3

Referensi

Dokumen terkait