• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

Oleh DESMAWARNI

F34103005

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

Persembahan untuk ibunda...

(3)

RIWAYAT HIDUP

Desmawarni dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Jambi. Anak ketiga dari tiga bersaudara dari hasil kolaborasi hebat M.Syar’i (Alm) dan Salimah. Pada tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Kota Jambi dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama di bangku kuliah penulis pernah menjadi anggota Dewan Keluarga Masjid Al-Hurriyah pada tahun 2003-2004. Pada tahun selanjutnya penulis dipercaya menjabat sebagai Pimpinan Perusahaan Buletin Mind, Himalogin. Pada tahun 2005-2006 penulis berkesempatan untuk berperan aktif sebagai staff Departemen Public Relation, Biro Infokom, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri dan di tahun yang sama penulis kembali dipercaya sebagai Pimpinan Umum Buletin Mind. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Gambar Teknik pada tahun 2005-2006 dan asisten praktikum Peralatan Industri pada tahun 2006-2007.

Selain itu penulis juga mendapatkan beberapa beasiswa diantaranya dari YAAB-ORBIT Pusat pada tahun 2003-2005, PPA pada tahun 2005-2007 dan Yayasan GOODWILL Internasional pada tahun 2007. Kegiatan praktek lapangan penulis dilakukan di Perusahaan Gula Redjosarie, Magetan dengan fokus bidang produksi dan pengawasan mutu gula pasir.

(4)

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

Oleh:

DESMAWARNI

F34103005

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT

DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: DESMAWARNI

F34103005

Dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Jambi

Tanggal lulus: September 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2007

DESMAWARNI

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatnya yang tidak pernah meninggalkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” ini disusun melalui sebuah penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor.

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini antara lain adalah sebagai berikut;

1. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc. selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberi saran, kritik, semangat, perhatian dan bimbingannya kepada penulis selama ini.

2. Dr. Ir. Sri Yuliani, MT. selaku dosen pembimbing penelitian di BB Litbang Pascapanen yang senantiasa memberi saran, kritik, semangat, perhatian dan bimbingannya kepada penulis selama ini.

3. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT. selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran dan kritik terhadap kesempurnaan penulisan ini.

4. Ayahanda yang telah berada disisi-Nya, Ibunda, ayuk dan abang serta Rafiku atas perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, do’a dan kasih sayang yang tak pernah ada habisnya buat penulis.

5. Seluruh staf dan para laboran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor (Pak Adom, Pak Tri, Pak Yudi, Bu Pia, Mbak Meli, Mbak Dewi, Mbak Lina, Dani, Pak Danu) yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

6. Teman TINers seperjuangan dan sependeritaan di lab BB Litbang Pascapanen (Mayang, Amet, Windi, Widia, Diani, Ariza, Niken, Riri, Syahrian, Dina) atas kesabarannya, kerjasamanya dan motivasinya bagi penulis yang begitu berarti.

(8)

8. Girls Power yang selalu membuat hidup penulis berwarna selama ini, Um-um, Mamin, Mangnyang, Yu2, Ndah, Ne2y, Ndi, Anna, Dike, Bunda, Mee-foe, Er2, D3, D-Viem, Be the best always Girls!

9. Teman dan sekaligus saudara-saudara di Boncu dan Wisma rahayu (Tati, Ani, Arda, Fitri, Nur, Lita, Inggit, Lintang, Tina dan kawan-kawan).

10.Keluarga besar TIN 40, yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Tempat dimana penulis belajar menuntut ilmu, mengenal teman, sahabat, saudara, musuh, dan cinta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karena itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, September 2007

(9)

DAFTAR ISI C. Minyak atsiri jahe... D. Mikroenkapsulasi... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

1. Ekstraksi oleoresin... 2. Penelitian pendahuluan... 3. Penelitian utama...

(10)

3. Aktifitas air (aw) mikrokapsul……….... 4. Kadar air... 5. Kelarutan dalam air... B. Pengaruh kondisi pengeringan terhadap komposisi bahan

penyalut terpilih... 1. Total volatile oil dan oil retention... 2. Surface oil... 3. Aktifitas air (aw) mikrokapsul……… 4. Kadar air... 5. Kelarutan dalam air... 6. Struktur bentuk dan ukuran dengan SEM... 7. Profil komponen dengan GCMS...

36 37 39

(11)

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

Oleh DESMAWARNI

F34103005

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

Persembahan untuk ibunda...

(13)

RIWAYAT HIDUP

Desmawarni dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Jambi. Anak ketiga dari tiga bersaudara dari hasil kolaborasi hebat M.Syar’i (Alm) dan Salimah. Pada tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Kota Jambi dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama di bangku kuliah penulis pernah menjadi anggota Dewan Keluarga Masjid Al-Hurriyah pada tahun 2003-2004. Pada tahun selanjutnya penulis dipercaya menjabat sebagai Pimpinan Perusahaan Buletin Mind, Himalogin. Pada tahun 2005-2006 penulis berkesempatan untuk berperan aktif sebagai staff Departemen Public Relation, Biro Infokom, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri dan di tahun yang sama penulis kembali dipercaya sebagai Pimpinan Umum Buletin Mind. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Gambar Teknik pada tahun 2005-2006 dan asisten praktikum Peralatan Industri pada tahun 2006-2007.

Selain itu penulis juga mendapatkan beberapa beasiswa diantaranya dari YAAB-ORBIT Pusat pada tahun 2003-2005, PPA pada tahun 2005-2007 dan Yayasan GOODWILL Internasional pada tahun 2007. Kegiatan praktek lapangan penulis dilakukan di Perusahaan Gula Redjosarie, Magetan dengan fokus bidang produksi dan pengawasan mutu gula pasir.

(14)

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

Oleh:

DESMAWARNI

F34103005

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN PENYALUT

DAN KONDISI SPRAY DRYING TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: DESMAWARNI

F34103005

Dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Jambi

Tanggal lulus: September 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2007

DESMAWARNI

(17)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatnya yang tidak pernah meninggalkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut dan Kondisi Spray Drying terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe” ini disusun melalui sebuah penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor.

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini antara lain adalah sebagai berikut;

1. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc. selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberi saran, kritik, semangat, perhatian dan bimbingannya kepada penulis selama ini.

2. Dr. Ir. Sri Yuliani, MT. selaku dosen pembimbing penelitian di BB Litbang Pascapanen yang senantiasa memberi saran, kritik, semangat, perhatian dan bimbingannya kepada penulis selama ini.

3. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT. selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran dan kritik terhadap kesempurnaan penulisan ini.

4. Ayahanda yang telah berada disisi-Nya, Ibunda, ayuk dan abang serta Rafiku atas perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, do’a dan kasih sayang yang tak pernah ada habisnya buat penulis.

5. Seluruh staf dan para laboran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor (Pak Adom, Pak Tri, Pak Yudi, Bu Pia, Mbak Meli, Mbak Dewi, Mbak Lina, Dani, Pak Danu) yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

6. Teman TINers seperjuangan dan sependeritaan di lab BB Litbang Pascapanen (Mayang, Amet, Windi, Widia, Diani, Ariza, Niken, Riri, Syahrian, Dina) atas kesabarannya, kerjasamanya dan motivasinya bagi penulis yang begitu berarti.

(18)

8. Girls Power yang selalu membuat hidup penulis berwarna selama ini, Um-um, Mamin, Mangnyang, Yu2, Ndah, Ne2y, Ndi, Anna, Dike, Bunda, Mee-foe, Er2, D3, D-Viem, Be the best always Girls!

9. Teman dan sekaligus saudara-saudara di Boncu dan Wisma rahayu (Tati, Ani, Arda, Fitri, Nur, Lita, Inggit, Lintang, Tina dan kawan-kawan).

10.Keluarga besar TIN 40, yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Tempat dimana penulis belajar menuntut ilmu, mengenal teman, sahabat, saudara, musuh, dan cinta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karena itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, September 2007

(19)

DAFTAR ISI C. Minyak atsiri jahe... D. Mikroenkapsulasi... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

1. Ekstraksi oleoresin... 2. Penelitian pendahuluan... 3. Penelitian utama...

(20)

3. Aktifitas air (aw) mikrokapsul……….... 4. Kadar air... 5. Kelarutan dalam air... B. Pengaruh kondisi pengeringan terhadap komposisi bahan

penyalut terpilih... 1. Total volatile oil dan oil retention... 2. Surface oil... 3. Aktifitas air (aw) mikrokapsul……… 4. Kadar air... 5. Kelarutan dalam air... 6. Struktur bentuk dan ukuran dengan SEM... 7. Profil komponen dengan GCMS...

36 37 39

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Mutu jahe dari berbagai daerah... 5

Tabel 2. Jenis bahan penyalut proses mikroenkapsulasi... 15

Tabel 3. Komposisi bahan penyalut... 22

Tabel 4. Karakteristik oleoresin jahe………... 25 Tabel 5. Komposisi bahan penyalut (konsentrasi 20%) dan

Viskositasnya (cps)...

29

Tabel 6. Hasil pengujian larutan bahan penyalut pada beberapa kondisi spray drying...

30

Tabel 7. Total volatile oil dan oil retention mikrokapsul pada variasi suhu inlet dan laju alir umpan...

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur kimia gingerol, zingerone, dan shagaol... 6 Gambar 2. Proses pengeringan pada spray dryer... 13 Gambar 3. Diagram alir ekstraksi oleoresin... 20 Gambar 4. Diagram alir proses mikroenkapsulasi penelitian tahap 2.... 24 Gambar 5. Hubungan antara viskositas bahan penyalut dengan

konsentrasi penyalut dalam larutan...

28

Gambar 6. Total volatile oil mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

31

Gambar 7. Oil retention mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut... 33 Gambar 8. Nilai surface oil mikrokapsul dengan variasi komposisi

bahan penyalut...

34

Gambar 9. Nilai aw mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut……... 37 Gambar 10. Kadar air mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut... 38 Gambar 11. Nilai kelarutan dalam air dari variasi komposisi penyalut.... 39 Gambar 12. Surface oil mikrokapsul dengan variasi suhu inlet dan laju

alir umpan...

42

Gambar 13. Nilai aw mikrokapsul dengan variasi suhu inlet dan laju alir bahan...

45

Gambar 14. Proses hidrasi, awal collaps, dan full collaps pada produk flavor terenkapsulasi...

46

Gambar 15. Kadar air mikrokapsul dengan variasi suhu inlet dan laju alir umpan...

47

Gambar 16. Kelarutan dalam air mikrokapsul dengan dengan variasi suhu inlet dan laju alir bahan...

48

Gambar 17. Morfologi mikrokapsul MSc (suhu 170°C/15ml/menit) dengan menggunakan SEM (20kv, perbesaran 100X (kiri)

(23)

dan1500X (kanan))... Gambar 18. Morfologi mikrokapsul MG dengan menggunakan SEM

(20kv, perbesaran 100X (kiri) dan1500X (kanan))...

50

Gambar 19. Morfologi mikrokapsul MSc (suhu 190°C dan 15ml/menit) dengan menggunakan SEM (20kv, perbesaran 100X (kiri) dan1500X (kanan))...

50

Gambar 20. Morfologi mikrokapsul MSc (suhu 190°C dan 15ml/menit,kiri) dan MG (kanan) dengan menggunakan SEM (20kv, perbesaran 1500X)...

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Analisis oleoresin... 60 Lampiran 2. Analisis mikrokapsul... 62 Lampiran 3. Gambar sampel oleoresin dan mikrokapsul... 65 Lampiran 4. Data kadar air mikrokapsul dengan variasi bahan

penyalut...

66

Lampiran 5. Data nilai aw mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

67

Lampiran 6. Data surface oil produk mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

68

Lampiran 7. Data total volatile oil produk mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

69

Lampiran 8. Data oil retention produk mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

70

Lampiran 9. Data nilai kelarutan dalam air mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut...

71

Lampiran 10. Data kadar air mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying...

72

Lampiran 11. Data nilai aw mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying...

74

Lampiran 12. Data surface oil mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying...

76

Lampiran 13. Data total volatile oil mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying...

78

Lampiran 14. Data oil retention mikrokapsul dengan variasi kondisi spray drying………

79

Lampiran 15. Data analisa keragaman kelarutan dalam air variasi kondisi spray drying...

80

(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jahe (Zingiber officinale) memiliki ruang lingkup penggunaan yang cukup luas. Rimpang jahe antara lain digunakan untuk bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan dan minuman, dan juga dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional maupun obat-obatan modern. Semakin luas penggunaan jahe dalam industri akan semakin meningkatkan permintaan akan jahe setiap tahunnya.

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor jahe. Ekspor jahe Indonesia rata-rata meningkat 32.75 % per tahun sedangkan pangsa pasar jahe Indonesia terhadap pasar dunia 0,8 % (Depprind, 2005). Walaupun volume ekspor jahe cukup tinggi, tetapi sebagian besar ekspor jahe masih dalam bentuk bahan mentah (rimpang jahe segar) dan setengah jadi (jahe asinan dan jahe kering), sedangkan dalam bentuk yang diolah (produk jadi) sangatlah sedikit.

Salah satu bentuk olahan jahe yang sangat disukai industri pangan dan obat-obatan di dunia adalah oleoresin. Nilai ekonomis oleoresin diprediksi mencapai lima kali lebih tinggi dibandingkan nilai jahe segar dengan kekuatan flavor 28 kali lebih kuat dibandingkan jahe segar (Purseglove, 1981).

Oleoresin memiliki beberapa keunggulan lain diantaranya adalah (1) dapat menanggulangi masalah kontaminasi mikroba; (2) mengurangi volume dan berat sehingga mengurangi biaya transportasi; (3) memudahkan pengolahan sehingga lebih praktis dalam pembuatan bumbu masak dan produk-produk pangan; (4) menyeragamkan keawetan dan kelezatan; (5) menghindari pemalsuan yang sering terjadi pada rempah-rempah (dengan penambahan kayu dan daun); (6) memungkinkan standarisasi kekuatan flavor; (7) mengandung antioksidan alami; serta (8) memiliki waktu simpan yang lama pada kondisi yang ideal (Djubaedah, 1986; Sudibyo, 1989).

(26)

kental mempersulit penanganan bahan dalam aplikasi di industri sedangkan penggunaannya di industri hanya dalam konsentrasi yang rendah. Disamping itu, perubahan kimia dan organoleptik yang bersifat destruktif juga dapat terjadi pada oleoresin selama penyimpanan. Untuk itu diperlukan suatu cara agar diperoleh bentuk olahan yang lebih mudah ditangani dan juga dapat melindungi mutu bahan aktif yang terdapat di dalam oleoresin. Mikroenkapsulasi dapat menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah-masalah di atas.

Radwick et al. (2002) mendefinisikan mikroenkapsulasi merupakan proses penyalutan suatu bahan aktif baik itu padatan, cairan ataupun gas dalam sebuah bahan polimer penyalut. Mikroenkapsulasi dilakukan untuk melindungi komponen flavor (oleoresin) dari perubahan destruktif dan dapat meningkatkan stabilitas komponen flavor, serta mengubahnya menjadi bubuk free-flowing sehingga dapat menekan kerugian selama penyimpanan dan pendistribusian. Pada penelitian ini dilakukan mikroenkapsulasi oleoresin jahe dengan metode spray drying. Bahan penyalut yang akan digunakan adalah gum arab, maltodekstrin dan natrium kaseinat.

Penelitian enkapsulasi flavor dengan menggunakan gum arab telah banyak dilakukan. Krishnan et al. (2005) juga telah melakukan penelitian menggunakan gum arab, maltodekstrin dan pati termodifikasi yang telah komersil (Hi-cap) sebagai bahan penyalut enkapsulasi oleoresin kapulaga. Kemudian Sootitanwat et al. (2003) menggunakan kombinasi maltodekstrin dan gum arab sebagai bahan penyalut d-limonen, begitu pula Thevenet (1988) menggunakan kombinasi gum arab dan maltodekstrin sebagai penyalut minyak jeruk.

(27)

Sebaliknya penggunaan gum arab cukup berkendala dikarenakan harganya yang mahal dan persediaan terbatas (Trubiano et al., 1988). Oleh karena itu diperlukan adanya bahan penyalut pengganti gum arab atau bahan pendamping gum arab yang dapat digunakan sebagai campuran bahan penyalut yang lebih efektif dengan kemampuan emulsifikasi yang lebih baik daripada penggunaan gum arab murni.

Natrium kaseinat adalah salah satu jenis protein susu yang potensial sebagai bahan penyalut. Keunggulan bahan ini yaitu sifat emulsifikasinya yang sangat baik sehingga bahan aktif atau flavor dapat tersaluti dengan lebih baik di dalam bahan penyalut. Banyak penelitian telah menelaah penggunaan natrium kaseinat sebagai penyalut. Pada penelitian minyak jeruk, retensi flavor yang diperoleh tinggi dengan kadar minyak pada permukaan yang rendah (Kim dan Morr, 1996).

Faktor lain yang menentukan keberhasilan mikroenkapsulasi dengan metode spray drying adalah kondisi spray drying (suhu inlet dan laju alir umpan). Ketidaksesuaian kondisi pengeringan dengan kestabilan bahan penyalut terhadap panas dapat menyebabkan penurunan retensi dan kerusakan struktur mikrokapsul.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari pengaruh komposisi bahan penyalut (tiga jenis bahan penyalut yakni gum arab, maltodekstrin dan natrium kaseinat dalam beberapa komposisi) terhadap karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan meliputi nilai total volatile oil, surface oil, oil retention, nilai aw dan kadar air, struktur mikrokapsul, serta kelarutan mikrokapsul tersebut dalam air.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAHE

Jahe merupakan tanaman herba tahunan yang termasuk ke dalam Divisi Spermatopyhta, Kelas Angiospermae, Subkelas Monocotyledone, Famili Zingiber, Species Zingiber officinale. Kata Zingiber sendiri berasal dari bahasa Sanskerta singibera yang berarti berbentuk tanduk karena bentuk percabangan rimpangnya yang mirip bentuk percabangan tanduk rusa, sedangkan officinale yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan (Jansen, 1981).

Bagian jahe yang banyak dimanfaatkan adalah rimpangnya. Rimpang atau rhizoma jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan dipanen jika batangnya berubah warna dari hijau menjadi kuning dan kering (umur 9-10 bulan) atau sampai warna agak cokelat (umur 12 bulan). Bentuk rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur dengan daging berwarna kuning atau jingga, berserat dan berbau harum. Panjang rimpang mencapai 7-15 cm dengan lebar 3-6 cm dan tebal 1-2 cm (Koswara, 1995).

Menurut Burkill (1935), jahe dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan ukuran rimpangnya, yaitu jahe besar dan jahe kecil, sedangkan berdasarkan warna dikenal dua macam jahe, yaitu jahe merah dan jahe putih. Di Indonesia jahe dikelompokkan menjadi tiga klon jahe berdasarkan ukuran dan warna rimpang yaitu jahe putih besar, jahe merah dan jahe putih kecil. Di Jawa Barat jahe putih besar dikenal dengan nama jahe badak atau jahe gajah, jahe merah dikenal dengan nama jahe sunti dan jahe putih kecil dikenal dengan nama jahe emprit.

(29)

menjadi minyak atsiri dan oleoresin berasal dari jahe yang sudah tua, yang dipanen pada umur 9 bulan atau lebih (Yuliani et al., 1991). Tabel 1 dibawah ini akan memperlihatkan mutu jahe dari berbagai daerah dan standar mutu perdagangan. Dari tabel terlihat jahe merah memiliki kadar minyak atsiri tertinggi, dan jahe putih besar memiliki kadar atsiri terendah.

Tabel 1. Mutu jahe dari berbagai daerah Jenis Daerah Sumber : Koswara (1995)

B. OLEORESIN JAHE

Oleoresin adalah gabungan dari resin dan minyak atsiri. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi bagian tanaman tertentu dengan mempergunakan pelarut organik misalnya oleoresin dari rempah-rempah. Oleoresin berbentuk padat atau semi padat dan biasanya konsistensinya lengket. Selain mengandung resin dan minyak atsiri, oleoresin juga mengandung bahan lain seperti senyawa aromatik, zat warna, vitamin, dan lainnya yang penting dari rempah tersebut (Whitteley et al., 1952). Bentuk oleoresin jahe berupa cairan pekat berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35% (Koswara, 1995).

(30)

Semakin tua umur jahe, semakin besar kandungan oleoresinnya. Komposisi kuantitatif oleoresin jahe tergantung pada suhu dan jenis pelarut, jenis jahe dan komposisi pelarut yang digunakan (Koswara, 1995).

Menurut Purseglove (1981), komponen utama pemberi pedas adalah gingerol, yaitu 1-(4’-hydroxy-3’-methoxyphenyl)-5-hydroxyalkan-3-one) yang merupakan deret homolog alkil keton. Senyawa ini mempunyai rantai cabang yang berbeda-beda panjangnya. Sesuai dengan jumlah atom C pada rantai cabangnya, dikenal (3)-, (4)-, (5)-, (6)-, (8)-, dan (10)-gingerol. Gingerol terdapat pada jahe yang masih segar. Dalam pengolahan dan bila dikeringkan, gingerol dapat berubah menjadi shogaol yaitu 1-(4-hidroksi-3-metoksi fenil)-4-dekana-3-one yang merupakan senyawa dengan gugus beta tak jenuh. Gingerol dapat terdegradasi lebih lanjut menjadi zingerone dan aldehid pada suhu tinggi.

Struktur kimia gingerol, zingerone, dan shogaol seperti yang terdapat pada Gambar 1.

(31)

Oleoresin mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bentuk olahan jahe lainnya, karena mempunyai rasa dan aroma seperti aslinya. Keunggulan oleoresin adalah (1) dapat menanggulangi masalah kontaminasi mikroba; (2) mengurangi volume dan berat sehingga mengurangi biaya transportasi; (3) meningkatkan nilai ekonomi jahe; (4) memudahkan pengolahan sehingga lebih praktis dalam pembuatan bumbu masak dan produk-produk pangan; (5) menyeragamkan keawetan dan kelezatan; (6) menghindari pemalsuan yang sering terjadi pada rempah-rempah (dengan penambahan kayu dan daun); (7) memungkinkan standarisasi kekuatan flavor; (8) mengandung antioksidan alami; serta (9) memiliki waktu simpan yang lama pada kondisi yang ideal (Djubaedah, 1986; Sudibyo, 1989).

Menurut Farrel (1985) kelemahan oleoresin adalah (a) flavor-nya bervariasi tergantung dari flavor rempah aslinya dan jenis pelarut yang digunakan; (b) wujudnya berupa cairan kental sampai semipadat sehingga sulit ditangani dan dicampurkan pada makanan tanpa pemanasan; (c) mengandung tanin kecuali bila diperlakukan secara khusus.

Oleoresin diperoleh dengan cara mengekstrak rempah-rempah dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Bahan rempah-rempah berbentuk bubuk halus dicampur dengan pelarut dan diekstraksi. Larutan dipisahkan dengan penyaringan pelarut dan pelarutnya disuling. Oleoresin yang dihasilkan mengandung aroma dan flavor (Djubaedah, 1986).

Persiapan bahan baku mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan, yang dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi yang akan dilakukan. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan oleoresin yang terekstrak mengandung komponen larut air seperti pati dan gula sehingga menyebabkan perubahan aroma dan rasa (Purseglove et al., 1981).

(32)

daya ekstrak oleoresin dari bahan, karena minyak atsiri dapat menguap selama penggilingan.

C. MINYAK ATSIRI JAHE

Kandungan minyak atsiri merupakan salah satu kualitas yang sering diujikan pada oleoresin rempah, karena sebagian besar rempah-rempah digunakan terutama karena kandungan minyak volatil yang sangat menentukan flavornya. Jumlah minyak atsiri yang dalam oleoresin mempengaruhi kualitas oleoresin. Semakin banyak kandungan minyak atsiri dalam oleoresin maka kualitas oleoresin semakin baik (Sutianik, 1999).

Menurut Purseglove (1981), minyak atsiri mengandung komponen volatil diantaranya adalah komponen seskuiterpen dan monoterpen. Sesquiterpen pada jahe terdiri dari seskuiterpen hidrokarbon dan alkohol. Seskuiterpen hidrokarbon terdiri dari alpha-zingiberen, beta-zingiberen, kurkumin, beta-bisabolen, beta-farnesen, beta-seskuiphelandren, dan seskuitujen. Seskuiterpen alkohol terdiri dari zingiberol (cis-beta-eudesmol-dan trans-beta-eudesmol), nerediol, cis-beta-seskuiphelandrol, cis-sabinen. Monoterpen pada jahe antara lain champen, 4-3-karen, p-simen, mirsen, d-beta-phelandren, alphapinen, dan sabinen. Pada golongan teroksidasi teridentifikasi d-borneol, bornil asetat, 1-8-sineol, sitral, sistronelil asetat, geraniol dan linalool.

D. MIKROENKAPSULASI

Mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan, cairan ataupun gas dalam sebuah bahan polimer penyalut (Radwick et al., 2002). Bahan yang disalut tersebut umumnya disebut sebagai bahan–bahan inti atau bahan aktif. Struktur yang meyelimuti bahan inti disebut dinding, film pelindung atau penyalut yang berguna melindungi inti dari kerusakan dan pelepasan inti dari penyalut (Young et al., 1993).

(33)

ukuran partikel antara 0.2-5000μm disebut mikrokapsul, dan apabila ukuran partikelnya antara <0.2μm (2000Å) disebut nanokapsul. Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung dari teknik pembuatannya, jenis bahan inti dan polimer (bahan penyalut) yang digunakan (Jackson dan Lee, 1991).

Mikroenkapsulasi memiliki beberapa bidang aplikasi yang pada umumnya pada industri makanan. Risch dan Anderson (1995) menyatakan bahwa mikroenkapsulasi banyak digunakan untuk mempertahankan flavor, asam, lipid, enzim, mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, warna dan garam. Proses enkapsulasi flavor dapat diterapkan untuk berbagai flavor alami, seperti minyak atsiri dan oleoresin, maupun flavor buatan. Salah satu yang terpenting dalam penerapannya ialah mengubah bahan cair atau pasta menjadi padatan sehingga dihasilkan produk yang kering dan dapat melindungi bahan tersebut dari penguapan, oksidasi, dan reaksi kimia (Rosenberg et al., 1988).

Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan proses mikroenkapsulasi ini antara lain adalah flavor terlindungi dari perubahan destruktif (penguapan) dalam masa penyimpanan yang lama, mudah dalam pengolahan lanjutan, mudah digunakan dalam pencampuran produk, bebas dari mikroba dan serangga (higienis) dan berkadar air rendah serta dapat menghasilkan produk dengan kualitas flavor yang distandarisasi (Koswara, 1995). Kerugian proses ini ialah penampakan flavor yang mungkin akan berbeda dari bahan alaminya dan biaya proses yang relatif mahal (Heath, 1986).

Metode–metode proses enkapsulasi yang sudah dievaluasi dan dikomersialkan untuk penggunaan pada bahan makanan yaitu dengan metode spray drying, penyalutan dengan suspensi udara, extrusion, dan spray cooling/spray chilling (Dziezak, 1988). Proses enkapsulasi dapat pula dilakukan dengan teknik enkapsulasi lain seperti koaservasi (Soottitantawat et al., 2005) dan kokristalisasi (Jackson dan Lee, 1991).

Extrusion adalah metode mikroenkapsulasi yang dapat dikategorikan

(34)

ekstrusi, bahan inti didispresikan pada karbohidrat cair yang kemudian bahan inti akan ditangkap dan dikeraskan oleh bahan penyalut selama kontak terjadi. Metode ini pertama kali dilakukan oleh Schultz (1956) yang mencoba mendispersikan minyak kulit jeruk pada dekstrosa cair dengan sedikit ditambahkan maltodekstrin. Stabilitas bahan yang terenkapsulasi dapat mencapai 6 bulan lamanya. Kelemahan metode ekstrusi antara lain biaya operasinya yang mahal dan diperkirakan dua kali lipat dibandingkan dengan metode spray drying.

Pada metode suspensi udara, partikel padatan yang akan disaluti ada pada suatu kolom udara panas dan disemprot dengan bahan penyalut dari atas melalui sebuah nozzel. Proses ini dapat menghasilkan butiran yang seragam dan sebagian besar proses ini masih bersifat batch (Dziezak, 1988).

Spray cooling/spray chilling adalah dua metode mikroenkapsulasi yang memang relatif sama dengan metode spray drying. Perbedaan kedua metode ini dengan metode spray drying terletak pada suhu udara yang digunakan pada ruangan pengering dan aplikasi penyalutan. Pada metode spray drying menggunakan udara panas untuk menguapkan solvent dari dispersi penyalut sedangkan metode spray cooling/spray chilling menggunakan udara dingin untuk menurunkan suhu yang dipertimbangkan di bawah titik pembekuan dari lemak cair yang digunakan sebagai penyalut (Bakan dan Anderson, 1978).

Metode spray cooling umumnya menggunakan bahan penyalut berupa minyak nabati dengan titik leleh berkisar 45-122°C sedangkan pada metode spray chilling menggunakan bahan penyalut berupa minyak nabati dengan

titik leleh 32-42°C. Aplikasi kedua metode ini umumnya terbatas untuk enkapsulasi bahan inti yang berbentuk padat seperti vitamin dan mineral (Risch dan Anderson, 1995).

(35)

menggunakan lebih dari satu jenis polimer. Terbentuknya dinding/koaservat yang menyelaputi bahan inti pada metode ini disebabkan oleh netralisasi dari koloid yang mempunyai muatan yang berlawanan pada pH tertentu. Magdasi dan Vinetsky (1996) menyatakan bahwa koaservasi kompleks telah digunakan untuk mengkapsulkan beberapa jenis bahan inti seperti minyak makan, vitamin E, vitamin C, minyak parfum, minyak kedelai, dan minyak atsiri yang diaplikasikan untuk obat-obatan, kosmetika dan makanan.

Kokristalisasi merupakan metode yang menggunakan sukrosa sebagai bahan penyalut, hal ini dapat merujuk penelitian mikroenkapsulasi oleoresin pala (Chandrayani, 2002). Dalam kokristalisasi, enkapsulasi terjadi akibat kristalisasi spontan dari sukrosa yang menghasilkan bentuk yang mengelompok dengan jarak ukuran 3-300μm yang diantaranya akan tersalut bahan inti. Proses enkapsulasi ini lebih mudah namun pemilihan bahan penyalut terbatas dan produk yang dihasilkan tidak seperti produk enkapsulasi metode lainnya yang berbentuk kristal kecil dan halus.

Dari berbagai metode diatas, spray drying adalah metode yang paling umum untuk proses enkapsulasi komponen flavor. Keuntungan penggunaan metode ini antara lain adalah ketersediaan peralatan yang sederhana, biaya proses relatif rendah, pilihan yang luas dalam penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan stabilitas flavor yang dihasilkan juga sangat baik (Reineccius, 1988). Keuntungan lain dari metode spray drying adalah teknologinya sudah banyak dikuasai sehingga mudah diaplikasikan, mampu memproduksi kapsul dalam jumlah banyak, bahan penyalut yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan penyalut yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan penyalut yang mengendap (Thies, 1996).

E. SPRAY DRYING

(36)

diantaranya adalah bahan penyalut, bahan pengemulsi dan kondisi proses pengeringan (Thies, 1996).

Mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan bahan emulsi, homogenisasi, dan penyemprotan emulsi ke dalam chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan). Masalah yang biasanya muncul pada penggunaan spray drying adalah adanya bahan inti yang melekat pada permukaan dinding kapsul yang dapat teroksidasi dan menyebabkan perubahan flavor pada produk (Dziezak, 1988).

Secara umum proses yang terjadi di dalam spray dryer meliputi atomisasi atau penyemprotan bahan melalui penyemprot (atomizer), kontak antara bahan dengan udara pengering, evaporasi dan pemisahan partikel kering dan udara (Masters, 1979). Fungsi utama atomizer adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan akan lebih cepat. Disamping itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan pada aliran udara dan menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Ukuran droplet berkorelasi positif dengan kecepatan aliran bahan dan mempunyai korelasi negatif dengan kecepatan putaran atomizer (Heldman et al., 1981). Tahapan pengeringan pada spray dryer disajikan pada Gambar 2.

(37)

Gambar 2. Proses pengeringan pada spray dryer (Heldman et al., 1981)

Evaporasi terjadi karena adanya kontak antara droplet dengan udara pengering, sehingga terjadi transfer panas dari udara pengering ke droplet dan air yang terdapat dalam droplet akan menguap. Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang bersinggungan dengan udara pengering. Kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh komposisi bahan, terutama kandungan total padatan, semakin tinggi total padatan bahan, maka proses evaporasi akan berlangsung lebih cepat (Heldman et al., 1981).

Suhu pengeringan tergantung dari produk yang dikeringkan. Suhu pengeringan dapat mempengaruhi mikrokapsul. Suhu inlet yang tinggi digunakan untuk meningkatkan aliran penguapan dari membran semipermeabel pada permukaan droplet. Rentang suhu inlet yang umumnya aman digunakan dan menghasilkan retensi yang baik adalah 160-210°C (Rennecius et al., 1988).

(38)

20ml/menit efektif digunakan pada penelitian mikroenkapsulasi pada minyak kedelai (soy oil) dengan bahan penyalut natrium kaseinat (Hogan et al., 2001). Selain itu suhu inlet 178±2°C, dengan laju alir umpan 5ml/menit juga efektif digunakan pada enkapsulasi oleoresin lada dengan penyalut maltodekstrin dan gum arab (Shaikh et al., 2006).

Menurut Rulkens dan Thijsen (1972), bahan aktif dapat tetap tertahan di dalam kapsul karena adanya suatu mekanisme difusivitas selektif walaupun suhu yang digunakan tinggi selama pengeringan. Dinyatakan bahwa difusivitas bahan volatil akan menurun secara drastis jika berada dalam konsentrasi yang rendah seiring dengan menurunnya konsentrasi air di dalam emulsi. Saat air mencapai titik konsentrasi kritis, lapisan bahan penyalut yang melingkupi droplet bahan aktif akan bertindak sebagai membran yang bersifat tidak permeabel terhadap bahan volatil sehingga hanya air yang teruapkan.

F. BAHAN PENYALUT

Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi sebagai penyalut bahan inti (bahan aktif) dalam proses enkapsulasi (Masters, 1979). Menurut Young et al. (1993), bahan penyalut yang digunakan dalam spray drying harus memiliki kemampuan kelarutan yang tinggi dan kemampuan mengemulsi, serta harus dapat membentuk lapisan film, dan menghasilkan larutan berkonsentrasi tinggi dengan viskositas rendah. Selain itu, bahan penyalut harus mampu antara lain: (1) melindungi bahan aktif dari oksidasi, panas, cahaya, kelembaban, dan lain-lain; (2) mencegah penguapan dari komponen volatil; (3) membuat bahan aktif menjadi a free flowing powder untuk mengurangi penanganan dan pencampuran dalam sistem makanan kering (King et al., 1976).

(39)

Tabel 2. Jenis bahan penyalut proses mikroenkapsulasi Kelas Jenis

Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC

(Carboymethylcellulose), ethyl selulosa, metil selulosa, nitro selulosa, asetil selulosa, asetat butilat phitat selulosa.

Lemak Lilin, paraffin, tristearin, asam stearat, monogliserida, lilin tawon

Bahan anorganik Kalsium fosfat, silikat

Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber: Jackson dan Lee (1991)

Karbohidrat seperti pati-pati terhidrolisis dan emulsifying starches, serta dari jenis gum (terutama Gum acacia atau gum arab) paling umum digunakan sebagai bahan penyalut (Reineccius, 1988). Krishnan et al. (2005), juga telah melakukan penelitian menggunakan tiga jenis bahan penyalut yakni gum arab, maltodekstrin dan pati termodifikasi yang telah komersil (Hi-cap) sebagai bahan penyalut oleoresin kapulaga. Hasilnya menunjukkan gum arab lebih efektif sebagai bahan penyalut dibandingkan bahan lainnya.

Selain itu, penelitian terhadap penggunaan campuran protein dengan karbohidrat juga telah dilakukan diantaranya penggunaan gum arab, isolat protein kedelai dan isolat protein gandum untuk minyak jeruk (Kim et al., 1996), dan penggunaan campuran isolat protein gandum dan laktosa untuk lemak susu (Moreau dan Rosenberg, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan penyalut dari jenis protein maupun kombinasi protein dengan polisakarida adalah lebih efektif sebagai bahan penyalut.

(40)

1. Gum Arab

Gum arab (gum Acacia) merupakan gum alami yang paling dikenal. Gum arab berasal dari getah yang dihasilkan dari berbagai spesies pohon-pohon Acacia. Dari banyak spesies Acacia yang ditemukan, hanya tiga jenis yang dimanfaatkan secara komersial yaitu, Acacia senegal, Acacia seyal, dan Acacia laeta. Secara fisik, gum arab merupakan molekul bercabang banyak dan kompleks. Bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum arab memiliki kekentalan yang rendah (Fardiaz, 1989).

Komponen penyusun gum arab antara lain adalah gula-gula sederhana seperti D-galaktosa, L-arabinosa, L-rhamnosa, dan unit asam glukoronat (Thevenet, 1988). Gum juga tersusun atas protein (2%, wt/wt) yang terikat kovalen dalam komponen penyusun molekuler (Anderson et al., 1985).

Gum arab mudah larut ketika diaduk dalam air. Gum ini sifatnya unik jika dibandingkan dengan gum lain dikarenakan kemampuannya yang dapat membentuk larutan dengan kekentalan yang rendah sehingga dapat membentuk larutan dengan konsentrasi sampai 50% (Glicksman dan Sand, 1973). Gum lain akan membentuk larutan yang sangat kental pada konsentrasi rendah (1-5%), sedangkan gum arab baru mencapai kekentalan maksimum pada konsentrasi 40-50 %. Rendahnya sifat kekentalan ini berhubungan dengan sifat molekul globular yang bercabang banyak dan kompleks dari gum arab.

(41)

2. Maltodekstrin

Maltodekstrin (C6H12O5)n H2O didefinisikan sebagai produk hidrolisat pati (polimer sakarida tidak manis) dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa. Maltodekstrin secara teori diproduksi dengan menggunakan hidrolisis terkontrol melalui enzim (α-amilase) atau asam (Kennedy et al.,1995).

Maltodekstrin tidak memiliki kemampuan sebenarnya dalam emulsifikasi (lipofil atau hidrofil). Maltodekstrin tersusun dari unit glukosa, dan tidak efektif untuk menstabilkan minyak atau flavor dalam larutan berviskositas. Untuk itu biasanya maltodekstrin dikombinasi dengan bahan seperti gum arab atau pati termodifikasi lainnya untuk keperluan stabilitas emulsi (Kenyon dan Anderson, 1988). Menurut Bang dan Reinecius (1985), maltodekstrin atau pati termodifikasi dengan DE (dekstrosa equivalen) yang rendah (kurang dari 20) efektif untuk mikroenkapsulasi flavor.

Maltodekstrin adalah senyawa yang non-hygroscopic. Maltodekstrin dapat larut dalam air dingin dengan sempurna sehingga dapat melepaskan flavor secara cepat dalam penggunaannya pada aplikasi tertentu. Flavor dan rasa manis pada maltodekstrin sangat rendah sehingga dapat cepat hilang dalam penggunaannya. Maltodekstrin juga terjangkau dari segi biaya dan mudah diperoleh (Kenyon dan Anderson, 1988).

3. Natrium Kaseinat

Natrium kaseinat (Na-Kas) salah satu contoh senyawa protein susu yang merupakan bahan penyalut yang potensial. Natrium kaseinat dilaporkan mempunyai stabilitas panas yang cukup baik (~140°C), bersifat tidak (sulit) larut dalam air dan aman untuk digunakan sebagai produk pangan (Singh, 1995).

(42)

bersifat hidrofilik sehingga dapat mengikat komponen polar, sedangkan tipe

β-kasein lebih bersifat hidrofobik yang dapat mengikat komponen non-polar (Swaisgood, 1982).

(43)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe putih kecil dari wilayah Jawa Barat dan tiga jenis bahan penyalut (gum arab, maltodekstrin, dan natrium kaseinat). Bahan kimia yang digunakan meliputi etanol sebagai pelarut ekstraksi oleoresin, dan pelarut untuk analisis (heksan, toluen) dan bahan-bahan lainnya.

2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spray dryer Lab Plant Sd 05 (Inggris), disc mill, rotary vacum evaporator (Buchi Rotavapor R114), homogenizer (Brabender Kinematika, Switzerland), alat kromatografi gas, SEM (Scanning Electron Microscope JSM-5310LV), alat distilasi cleavenger, piknometer, timbangan analitik, peralatan gelas (gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi), termometer, desikator, hot plate stirer, dan peralatan lainnya untuk keperluan analisis.

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu mulai April 2007 hingga Juli 2007 di Laboratorium Kimia Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.

C. TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Masing-masing tahapan dirancang untuk mencapai tujuan khusus yang diinginkan.

1. Ekstraksi oleoresin jahe

(44)

2. Penentuan komposisi bahan penyalut dan konsentrasi penyalut

Tahap ini bertujuan menentukan komposisi bahan penyalut dan konsentrasi penyalut yang akan digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya, yaitu tahap mikroenkapsulasi. Penetapan komposisi dan konsentrasi penyalut dilakukan secara trial and error dengan beberapa pertimbangan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan juga dari pustaka mengenai sifat penyalut dan ketersediaannya. Penyalut yang digunakan yaitu maltodekstrin, gum arab dan natrium kaseinat.

3. Penentuan kondisi spray drying

Tahap ini bertujuan menentukan kondisi pengeringan yang akan digunakan pada penelitian pembuatan mikrokapsul. Variasi suhu inlet dan laju alir umpan dipilih karena variasi kedua perlakuan tersebut berdasarkan penelitian terdahulu memberikan pengaruh terhadap karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan dan merupakan kondisi operasi yang mudah dikendalikan. Percobaan dilakukan secara trial and error dengan mencoba rentang suhu inlet dan laju alir umpan pada kisaran tertentu.

4. Mikroenkapsulasi dengan variasi komposisi bahan penyalut

(45)

5. Pengaruh kondisi pengeringan (spray drying) terhadap mikrokapsul berkomposisi bahan penyalut terpilih

Tahap ini bertujuan mengetahui pengaruh kondisi pengeringan (spray drying) terhadap karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe yang dihasilkan. Variasi suhu inlet serta laju alir umpan yang digunakan adalah hasil tahapan penelitian ketiga.

D. PROSEDUR PENELITIAN

Rincian prosedur adalah sebagai berikut: 1. Ekstraksi oleoresin jahe

(46)

Rimpang Jahe

Pengirisan (5-10 mm)

Pengeringan ±20jam (50-60°C)

Penggilingan (30-40 mesh)

Pengadukan (± 2jam) dan Maserasi (24jam)

Serbuk Jahe

Pemisahan Padatan dan Penguapan Pelarut

Etanol

Ampas Oleoresin

Gambar 3. Diagram alir ekstraksi oleoresin 2. Penentuan komposisi penyalut dan konsentrasi bahan penyalut

(47)

Konsentrasi bahan penyalut dapat ditentukan dengan mengukur viskositas suspensi tiap bahan penyalut pada beberapa konsentrasi. Kemudian masing-masing suspensi dikeringkan dengan alat spray dryer guna mengetahui kemampuan spray dryer dalam memompa bahan penyalut ke dalam sistem pengeringan. Hasil pengujian ini dihubungkan dengan viskositas suspensi bahan penyalut sehingga dapat menjadi acuan kisaran viskositas larutan yang masih aman untuk dipompakan ke spray dryer dan tidak mempersulit proses atomisasi. Dari kisaran viskositas suspensi ini, maka konsentrasi bahan penyalut dapat ditentukan dan disesuaikan dengan komposisi bahan penyalut.

3. Penentuan kondisi spray drying

Kondisi spray drying ditentukan dengan cara menguji pengeringan suspensi bahan penyalut tanpa bahan aktif di dalam spray dryer dengan rentang suhu inlet 150-200°C dan laju alir umpan 15-20 ml/menit. Dari hasil uji pengeringan ini diamati konsistensi produk yang dihasilkan dan kestabilan aliran selama di spray dryer (kemudahan atomisasi). Kondisi pengeringan yang menghasilkan konsistensi produk yang kering (tidak banyak loss) dan aliran bahan yang stabil akan digunakan pada penelitian tahap berikutnya. 4. Mikroenkapsulasi dengan variasi komposisi bahan penyalut

Mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan bahan emulsi, homogenisasi bahan aktif, dan penyemprotan emulsi ke dalam chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan) (Dziezak, 1988). Pada tahapan persiapan emulsi, penyalut dilarutkan ke dalam air dengan komposisi dan konsentrasi bahan penyalut sesuai hasil tahapan penelitian kedua.

(48)

dan laju alir umpan 15 ml/menit yang mana kondisi ini dipilih berdasarkan penelitian tahapan ketiga. Komposisi yang menunjukkan karakteristik mikrokapsul terbaik akan digunakan pada penelitian tahap selanjutnya.

Analisis yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi surface oil (oleoresin pada permukaan kapsul), total volatile oil (total minyak atsiri pada produk), oil retention (perbandingan % minyak atsiri sebelum dienkapsulasi dan setelah dienkapsulasi), kadar air dan nilai aw, struktur mikrokapsul dengan SEM serta kelarutannya dalam air.

5. Pengaruh kondisi pengeringan (spray drying) terhadap mikrokapsul berkomposisi bahan penyalut terpilih

Komposisi penyalut terpilih dari tahap 4 yang menunjukkan karakteristik mikrokapsul terbaik akan digunakan pada pengamatan terhadap pengaruh kondisi pengeringan spray dryer yang bervariasi, yakni variasi suhu inlet (160, 170, 180, dan 190°C) dan laju alir umpan (15 dan 20 ml/menit). Rentang suhu inlet dan laju alir umpan yang digunakan sesuai hasil penelitian pendahuluan. Diagram alir tahapan proses ini dapat dilihat pada Gambar 5.

(49)

Suspensi Pencampuran

Pengeringan di Spray Dryer

(Suhu Inlet 160, 170, 180 dan 190°C dan laju alir umpan 15 dan 20 ml/menit)

Homogenisasi (30 menit, ± 6000 rpm)

Emulsi

Bubuk Kapsul

Komposisi Bahan Penyalut Terpilih Tahap 4

(konsentrasi 20% dalam larutan)

Oleoresin (10% dari konsentrasi bahan penyalut)

Aquades

Analisis mikrokapsul

Gambar 4. Diagram alir proses mikroenkapsulasi dengan variasi kondisi pengeringan.

E. RANCANGAN PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap faktorial dengan satu faktor (komposisi bahan penyalut) pada tahap mikroenkapsulasi dengan variasi komposisi bahan penyalut dan dua faktor (suhu inlet dan laju alir umpan) pada tahap mikroenkapsulasi dengan variasi kondisi spray drying (suhu inlet dan laju alir umpan).

(50)

seda

- i (i = 1, kuan komposisi bahan penyalut

τi = han penyalut

pa efek acak dalam pengamatan ke-j utk taraf

Model un kelima: ntuk perlakuan B (laju alir umpan)

k utk taraf t) dan taraf ke - j perlakuan B ngkan faktor perlakuan laju alir umpan diragamkan dalam dua taraf, 15 dan 20 ml/menit. Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pengolahan data menggunakan bantuan software SPSS (2000) dan Microsoft excel (XP, 2003).

Model untuk satu perlakuan pada tahapan penelitian keempat : Yij = μ + τi + εij

Yijk = nilai pengamatan ke - j ( j = 1, 2, .., n) untuk taraf ke 2, .., a) perla

μ = rata-rata umum

efek taraf ke - i untuk perlakuan komposisi ba

εij = kekeliruan, beru

ke-i perlakuan komposisi bahan penyalut

tuk dua perlakuan pada tahapan penelitian Y

Yijk = nilai pengamatan ke - k

perlakuan B (laju alir umpan) rata-rata umum

efek taraf ke - i untuk perlakua

βj = efek taraf ke - j u

(βτ)ij = efek interaksi antara τi dan βj

εijk = kekeliruan, berupa efek acak dalam pengamatan ke -ke - i perlakuan A (suhu inle

(51)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

. Ekstraksi Oleoresin Jahe

Ekstraksi oleoresin jahe yang dilakukan merujuk pada penelitian ara (1995). Oleoresin jahe yang dihasilkan pada pene

Karakteristik Oleoresin A

Djubaedah (1986) dan Kosw

litian ini memiliki karakteristik seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik oleoresin jahe

Parameter Analisis

nelitian Pustaka Hasil Pe

P cairan ken erwarna

coklat gelap a enampakan tal coklat cairan kental b

hingga coklat tua

Aroma khas jahe, sangat bau dan flavor seperti

kuat jahe a

Rendemen 16,06 % 3,5-10 % b

Kadar sisa pelarut 1,74 % 30 ppm atau 0,003% c Kadar minyak atsiri 27,1% (v/w) atau

23,8% (w/w)

18-35% (v/w) a Bobot Jenis 1,0486 1,026-1,045 d

S 243 da al., 19

uliani et al., 199 DA dalam Pruthi, 19

iki penampakan berupa cairan kental dari dua lapisan yakni minyak dan resin atau zat pada

etas, kondisi dan ukuran umber : a (EOA No. lam Purseglove et berwarna coklat tua dan terdiri

t. Aroma dari oleoresin ini sangat kuat dan khas jahe. Rendemen yang diperoleh dapat dikategorikan tinggi yakni 16,06 %. Nilai ini lebih tinggi dari pada rendemen oleoresin Yuliani et al. (1991) dan juga lebih tinggi dari pada rendemen oleoresin yang umumnya diekstraksi menggunakan pelarut etanol yakni berkisar 5-11% terhadap bahan awal kering (Koswara, 1995). Namun demikian pada penelitian Lestari (2006) dengan menggunakan metode yang sama, dapat menghasilkan rendemen sebesar 20,1%.

(52)

serbu

%. Menurut Anton (2001) pelarut harus dihilangkan deng

enurut Arsyad (2001) meru

ut, maka ekstraksi oleoresin dapa

berada pada rentang standar EOA. Apabila dibandingkan deng

k, pemilihan pelarut, kondisi ekstraksi dan proses penguapan pelarut. Jahe emprit yang digunakan dalam penelitian ini berusia tua (berkisar 8-9 bulan) sehingga kandungan kadar atsirinya tinggi dan memungkinkan diperoleh rendemen yang tinggi.

Rendemen yang tinggi juga berkaitan dengan nilai residu atau sisa pelarut yang tinggi yakni 1,74

an sisa residu ± 0,1 % dan dengan pertimbangan yaitu tidak bersifat memabukkan dan kandungan maksimal 1% (untuk bahan pangan). Nilai residu pelarut yang terdapat pada oleoresin ini memang belum memenuhi standar mutu seperti yang terlihat pada Tabel 4. Hal ini dapat terjadi karena proses pemisahan pelarut yang dilakukan kurang sempurna.

Pemisahan yang kurang sempurna dikarenakan sulitnya menghilangkan titik aziotropik pelarut. Campuran aziotropik m

pakan campuran zat cair dan gas tertentu dengan perbandingan tertentu sehingga selama distilasi titik didihnya tetap. Komposisi fase uapnya sama dengan fase cair dan menyebabkan komposisi uapnya tidak berubah meski dalam keadaan mendidih. Campuran ini dapat dipisahkan secara penyulingan dengan memberi larutan ketiga, adsorpsi atau dengan pengkristalan bertingkat. Pemakaian suhu pemisahan yang lebih tinggi dari pada titik didih pelarut dapat memisahkan pelarut yang lebih banyak namun tidak dapat dihindari akan terjadinya kehilangan atsiri yang lebih besar pula.

Somaatmaja (1981) juga menyarankan bahwa untuk mengurangi kehilangan minyak atsiri selama pengambilan pelar

t dilakukan melalui tiga tahap, yaitu penyulingan minyak atsiri, kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi oleoresin terhadap sisa penyulingan, dan mencampurkan kembali minyak atsiri dan resin yang sudah terbebas dari pelarut organik.

Kadar minyak atsiri pada oleoresin yang diperoleh pada penelitian ini 27,1%. Nilai ini

(53)

dipersiapkan. Titik kritis kehilangan atsiri pada persiapan bahan baku yakni saat perajangan, pengeringan jahe, dan proses penggilingan jahe kering.

Bobot jenis oleoresin yang dihasilkan adalah sebesar 1,0486. Nilai ini lebih tinggi dari pada nilai bobot jenis yang dihasilkan oleh penelitian-pene

B. Penentuan Komposisi Bahan Penyalut dan Konsentrasi Bahan Penyalut Menurut Young et al. (1993), bahan-bahan penyalut yang digunakan

i kem

atrium kaseinat. Komposisi bahan penyalut diten

enggunaan gum arab di dalam komposisi penyalut lebih besar dari pada

a penentuan konsentrasi bahan penyalut litian sebelumnya yaitu berkisar antara 1,026-1,045 (pada Tabel 4). Nilai bobot jenis suatu oleoresin ditentukan oleh komposisi kimia penyusun oleoresin tersebut. Semakin tinggi kadar komponen fraksi berat dalam suatu oleoresin maka bobot jenisnya akan semakin tinggi (Ketaren, 1980).

dalam spray drying harus memiliki kelarutan yang tinggi dan memilik ampuan membentuk emulsi. Selain itu, bahan penyalut juga harus dapat membentuk lapisan film dan menghasilkan larutan dalam konsentrasi yang tinggi dengan viskositas rendah.

Bahan penyalut yang digunakan pada penelitian ini ada tiga jenis yaitu gum arab, maltodekstrin, dan n

tukan berdasarkan sifat dari bahan penyalut dan ketersediaannya. Gum arab dapat menghasilkan mikrokapsul yang memiliki retensi tinggi namun ketahanan oksidasi rendah. Oleh karena itu penggunaan gum arab dapat dikombinasikan dengan maltodekstrin yang memiliki ketahanan oksidasi yang tinggi. Kendala lain adalah harga gum arab yang mahal dan ketersediaannya terbatas.

Pada penelitian sebelumnya seperti pada penelitian Thevenet (1988), proporsi p

proporsi maltodekstrin. Oleh karena itu, pada penelitian ini diujikan komposisi penyalut dengan proporsi penggunaan maltodekstrin yang lebih besar dari pada proporsi gum arab. Penelitian ini juga mencoba menggunakan natrium kaseinat yang dikenal memiliki sifat emulsifier sebagai pengganti peran gum arab yang juga dikenal baik sebagai pengemulsi. Komposisi penyalut dapat dilihat pada Tabel 4.

(54)

16 26.4 47.2

Gambar 5. Hubungan antara viskositas bahan penyalut dengan konsentrasi tepat sangat penting untuk memberikan perlindungan bahan aktif secara efektif. Dijelaskan pula bahwa meningkatnya konsentrasi penyalut dalam larutan akan meningkatkan retensi bahan aktif (flavor) karena dapat mempercepat terbentuknya kulit atau pengerasan film yang melingkupi droplet bahan aktif. Namun demikian ada titik optimum dimana konsentrasi bahan penyalut akan menurunkan retensi dan menghambat proses pengeringan pada spray dryer. Pemilihan konsentrasi bahan penyalut sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan operasi spray dryer yang digunakan.

Untuk mendapatkan konsentrasi bahan penyalut yang sesuai, maka pada tahap awal dilakukan pengujian viskositas larutan tung

l penelitian menunjukkan bahwalarutan maltodekstrin memiliki viskositas terendah dibandingkan larutan bahan penyalut lainnya pada konsentrasi yang sama. Hal ini dapat diamati pada Gambar 5. Pada konsentrasi 10%, maltodekstrin memiliki viskositas 16,0 cps sedangkan gum arab memiliki viskositas yang lebih tinggi (38,0 cps). Viskositas tertinggi dimiliki oleh larutan natrium kaseinat (201,6 cps) pada konsentrasi 10% (w/w).

Hasil tersebut yang turut mendasari pemilihan maltodekstrin sebagai basis terbesar di dalam larutan komposisi penyalut yang telah

(55)

Selanjutnya, larutan tunggal bahan penyalut yang telah diukur visko

tajam dengan peningkatan kons

jian viskositas larutan tunggal bahan penyalut ini dihubungkan pula

suspensi penyalut.

sitasnya dikeringkan dengan spray dryer. Berdasarkan pengujian kemampuan dan kelancaran pemompaan aliran bahan khususnya dengan melihat kelancaran dan kemudahan proses atomisasi di spray dryer, dapat diketahui bahwa larutan maltodekstrin yang berviskositas lebih rendah lebih mudah dipompakan ke dalam spray dryer dan alirannya lebih stabil dibandingkan larutan natrium kaseinat dan gum arab. Larutan maltodekstrin 40% (141,2 cps) masih dapat dipompakan meskipun tidak selancar larutan maltodekstrin yang konsentrasinya lebih rendah.

Viskositas larutan gum arab meningkat

entrasi. Hal ini menyebabkan pemompaan larutan cenderung menjadi lebih sulit dengan peningkatan konsentrasi. Larutan gum arab 30% (181,6 cps) sudah sangat kental dan sulit untuk dipompakan ke dalam spray dryer. Demikian pula halnya dengan larutan natrium kaseinat 10% (201,6 cps). Viskositas yang terlalu tinggi pada larutan dapat menyebabkan kerusakan pada nozzle dan menghambat proses atomisasi sehingga dapat terjadi ketidakstabilan pada aliran di dalam spray dryer. Oleh sebab itu, berdasarkan hubungan viskositas dengan kestabilan aliran di dalam spray dryer maka rentang aman viskositas larutan yang dapat dipompakan adalah kurang dari 141,2 cps (viskositas larutan 40% maltodekstrin).

Hasil pengu

(56)

Tabel 4. Komposisi bahan penyalut* dan Viskositasnya

let dan laju alir umpan merujuk pada beberapa penelitian terdahulu (Hogan et al., 2001; Krishnan et an juga berdasarkan pada pengujian spray dryer

yang lengket pada bagian dinding

°

ka

MS Ma -na

. Penentuan Kondisi Spray Drying

Penentuan kondisi spray drying yang berupa suhu in

al., 2005; Rennecius et al., 1988) d

terhadap larutan penyalut tanpa bahan aktif (dapat dilihat pada Tabel 6). Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada suhu 160°C dengan laju alir 15 atau 20 ml/menit, produk yang dihasilkan memiliki konsistensi yang kering walaupun masih ada larutan yang hilang atau tidak teruapkan (loss) dan produk

chamber. Berbeda dengan hasil dari kondisi

(57)

Tabel 5. Hasil pengujian larutan bahan penyalut pada beberapa kondisi spray

Laju Alir Keterangan (°C)

150 agak basah, lengket agak basah, kisaran suhu keluaran masih sangat rendah, pengeringan lengket

tidak optimal, (60-70°C) 160 kering, masih ada yang

lengket ,

kering, ada bagian yang lengket

kisaran suhu keluaran masih berada pada rentang standar (75-85°C)

170 kering,

pengeringan sudah cukup baik dari segi fisik produk dan kestabilan aliran (95-100°C)

kering, bagian yang melekat didinding tidak banyak, (85-100°C)

180 kering elekat di

dinding tidak banyak,

kering bagian yang m

(85-105°C)

190 kering kering bagian yang melekat di banyak, dinding tidak

(90-115°C)

200 kering kering suhu pengeringan yang terdapat

D. Mikroenkapsulasi Dengan Variasi Komposisi Bahan Penyalut

Pada tahapan penelitian ini akan dipelajari mikroenkapsulasi oleoresin

terha

(58)

warna mikrokapsul secara visual bervariasi dari kuning-hingga kuning muda, dapat dilihat pada Lampiran 3.

1. Total Volatile Oil dan Oil Retention

Total volatile oil atau total kadar minyak atsiri adalah total jumlah dari minyak atsiri yang terdapat di mikrokapsul (baik di dalam maupun yang melekat dipermukaan). Total volatile oil yang dihasilkan dari mikrokapsul pada tahapan penelitian ini bervariasi untuk setiap komposisi bahan penyalut. Total kadar minyak atsiri tertinggi dihasilkan mikrokapsul MSc (2,19%), sedangkan mikrokapsul MGSc menghasilkan total kadar minyak atsiri 1,93% dan mikrokapsul yang menghasilkan kadar atsiri terendah adalah mikrokapsul MG (1,75%). Hasil total kadar minyak atsiri mikrokapsul jika dibandingkan dengan total kadar minyak atsiri bahan aktif semula menunjukkan nilai retensi bahan aktif (oil retention). Pada Gambar 6 terlihat variasi total kadar minyak atsiri dan oil retention mikrokapsul.

MGSc: maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (2:0.5:0.5)

Total Volatile Oil (%) MSc : maltodekstrin-natrium kaseinat (2:1)

(59)

Dari hasil analisis ragam terhadap total kadar minyak atsiri (pada Lampiran 9), diketahui adanya pengaruh yang nyata dari variasi komposisi bahan penyalut pada tingkat kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa total kadar minyak atsiri mikrokapsul berbeda nyata satu sama lain. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan bahan penyalut dalam melindungi bahan aktif dan mempertahankannya.

Mikrokapsul MSc memiliki total kadar minyak atsiri yang tertinggi. Ini berkaitan dengan kemampuan natrium kaseinat sebagai penstabil emulsi minyak dalam air yang sangat baik. Natrium kaseinat dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua fase disebabkan adanya karakter ampifilic yang kuat dari komponen utama kasein yakni αS1-Kasein (lebih hidrofilik) dan β-Kasein (lebih hidrofobik) (Ruis, 2007) sehingga minyak yang terdispersi di dalam larutan bahan penyalut akan teremulsi dengan lebih baik dan kehilangan minyak selama proses pengemulsian maupun proses pengeringan dapat diminimalkan. Hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa bahan penyalut dari jenis protein maupun kombinasi protein dengan polisakarida adalah lebih efektif sebagai bahan penyalut. (Kim dan Morr, 1996; Moreau dan Rosenberg, 1996; Lien et al., 1995).

Menurut Zhao dan Whistler (1994), pati dapat berinteraksi dengan komponen-komponen lain seperti protein membentuk granula (sphere) dalam proses spray drying. Granula ini dapat membawa sejumlah komponen bahan pangan seperti minyak dan flavor dan dapat mengontrol pelepasannya dari struktur poros granula.

(60)

Berdasarkan hasil total kadar minyak atsiri, oil retention tertinggi dimiliki mikrokapsul MSc (92,17%), bahan aktif yang hilang selama proses pada mikrokapsul MSc hanya 7,83%, sedangkan pada mikrokapsul yang komposisi maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (MGSc) kehilangan bahan aktif mencapai 19%. Kehilangan terbesar dimiliki oleh mikrokapsul berbahan penyalut maltodekstrim-gum (MG) yang mencapai lebih dari 25%. Kehilangan bahan aktif dapat terjadi saat pengeringan di spray dryer berlangsung. Sifat emulsi yang tidak sempurna dapat menyebabkan bahan aktif tidak tersaluti dengan baik sehingga mudah menguap selama proses pengeringan.

2. Surface Oil Mikrokapsul

Persentase Surface oil pada penelitian ini merupakan parameter yang menunjukkan besarnya oleoresin yang tidak terkapsulkan atau yang melekat di permukaan kapsul. Nilai surface oil ini sangat penting diketahui untuk melihat seberapa efisien dan efektif bahan aktif dapat tersalutkan di dalam kapsul. Surface oil akan lebih mudah mengalami kerusakan dan teroksidasi sehingga dapat menurunkan kualitas bahan aktif yang disalut. Gambar 7 menyajikan hasil analisis surface oil dari mikrokapsul yang memiliki komposisi bahan penyalut yang berbeda-beda.

0.00

MGSc: maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (2:0.5:0.5) MSc : maltodekstrin-natrium kaseinat (2:1)

posisi Penyalut

(61)

Berdasarkan grafik dapat diamati bahwa mikrokapsul MSc memiliki persentase surface oil terendah (0,1522%). Sebaliknya mikrokapsul MG memiliki surface oil tertinggi (0,5463%) dan nilai ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan nilai surface oil mikrokapsul MGSc (0,2746%). Semakin tinggi nilai surface oil semakin rentan akan kerusakan dan akan dapat menurunkan kualitas bahan aktif yang disalutkan.

Dari hasil analisis ragam terhadap nilai surface oil diketahui bahwa komposisi bahan penyalut memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan nyata antara surface oil mikrokapsul MSc dengan MGSc dan MG.

Beberapa hal yang mempengaruhi jumlah minyak yang terkapsul diantaranya adalah kemampuan bahan penyalut, bahan pengemulsi dan kondisi pengeringan (Thies, 1996). Komposisi bahan penyalut maltodekstrin-natrium kaseinat (MSC:2:1) menghasilkan produk yang memiliki nilai surface oil terendah. Sama halnya dengan penyebab tingginya total volatile oil, rendahnya nilai surface oil ini juga dapat disebabkan karena kemampuan natrium kaseinat sebagai emulsifier dan penstabil emulsi yang sangat baik.

Menurut Vega dan Ross (2006), natrium kaseinat menunjukkan kemampuan surface active yang superior atau sangat baik. Sifat emusi natrium kaseinat (seperti yang telah dikemukakan di parameter sebelumnya) berhubungan erat dengan adanya gugus αS1-Kasein yang lebih bersifat hidrofilik yang dapat berikatan dengan air yang polar. Sebaliknya gugus β -Kasein yang bersifat hidrofobik akan mengikat bagian yang non-polar.

(62)

Beberapa literatur juga menunjukkan kemampuan natrium kaseinat sebagai bahan penyalut sekaligus emulsifier. Pada penelitian minyak jeruk, retensi flavor yang diperoleh cukup baik dengan kadar minyak pada permukaan yang rendah (Kim dan Morr, 1996). Sementara itu Lien et al. (1995) juga melaporkan penggunaan natrium kaseinat bersama dengan gelatin dan maltodekstrin sebagai bahan penyalut menghasilkan efisiensi mikroenkapsulasi yang tinggi.

Komposisi maltodekstrin dan gum arab tidak efektif mempertahankan minyak dan resin di dalam kapsul dengan tingginya persentase Surface oil yang diperoleh (0,5463%). Banyak penelitian sebelumnya menyatakan keefektifan gum arab sebagai bahan penyalut dalam mempertahankan minyak di dalam kapsul (Krishnan et al., 2005; Shaikh et al., 2006). Hal ini disebabkan adanya 2% protein penyusun gum arab yang memiliki kemampuan emulsifikasi (Anderson et al., 1985). Namun demikian kemampuan emulsifier yang dimiliki gum arab tidak sebaik natrium kaseinat. Saat oleoresin didispersikan ke dalam larutan bahan penyalut maltodekstrin-gum arab, emulsi tidak dapat terbentuk sempurna dengan cepat dan cenderung tidak stabil. Hal ini mengakibatkan bahan penyalut tidak dapat mempertahankan kestabilan minyak dan resin di dalam kapsul dan pelepasan bahan aktif lebih mudah terjadi.

3. Aktivitas air (aw) mikrokapsul

Nilai aw menunjukkan derajat keberadaan air pada produk saat kelembaban relatif equilibrium/jenuh. Pada produk pertanian dan pangan, nilai aw menjadi

salah satu parameter kestabilan produk terhadap kerusakan akibat mikroba selama proses penyimpanan. Menurut Labuza et al (1970), stabilitas produk akan optimal pada rentang aw 0,2-0,3.

(63)

Nilai aw mikrokapsul yang dihasilkan dari tiap-tiap jenis komposisi penyalut menunjukkan data yang bervariasi. Variasi nilai aw disajikan pada Gambar 8. Nilai aw tertinggi adalah mikrokapsul MGSc (0,377). Mikrokapsul MG nilai aw-nya relatif lebih rendah (0,361) sedangkan mikrokapsul MSc memiliki nilai aw terendah (0,313).

0.00

MGSc: maltodekstrin-gum arab-natrium kaseinat (2:0.5:0.5) MSc : maltodekstrin-natrium kaseinat (2:1)

Gambar 8. Nilai aw mikrokapsul dengan variasi bahan penyalut

Analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi bahan penyalut berpengaruh nyata terhadap nilai aw pada tingkat kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan juga memperlihatkan bahwa aw mikrokapsul MSc:2:1 berbeda nyata dengan kedua komposisi bahan penyalut lainnya. Disisi lain, dari uji lanjut diketahui pula bahwa tidak adanya perbedaan nyata antara nilai aw mikrokapsul MGSc dan MG.

Gambar

Tabel 1. Mutu jahe dari berbagai daerah..........................................
Gambar sampel oleoresin dan mikrokapsul.................
Gambar 1. Struktur kimia gingerol, zingerone, dan shagaol
Gambar 2. Proses pengeringan pada spray dryer (Heldman et al., 1981)
+7

Referensi

Dokumen terkait