• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

C. MINYAK ATSIRI JAHE

Kandungan minyak atsiri merupakan salah satu kualitas yang sering diujikan pada oleoresin rempah, karena sebagian besar rempah-rempah digunakan terutama karena kandungan minyak volatil yang sangat menentukan flavornya. Jumlah minyak atsiri yang dalam oleoresin mempengaruhi kualitas oleoresin. Semakin banyak kandungan minyak atsiri dalam oleoresin maka kualitas oleoresin semakin baik (Sutianik, 1999).

Menurut Purseglove (1981), minyak atsiri mengandung komponen volatil diantaranya adalah komponen seskuiterpen dan monoterpen. Sesquiterpen pada jahe terdiri dari seskuiterpen hidrokarbon dan alkohol. Seskuiterpen hidrokarbon terdiri dari alpha-zingiberen, beta-zingiberen, kurkumin, beta-bisabolen, beta-farnesen, beta-seskuiphelandren, dan seskuitujen. Seskuiterpen alkohol terdiri dari zingiberol (cis-beta-eudesmol-dan trans-beta-eudesmol), nerediol, cis-beta-seskuiphelandrol, cis-sabinen. Monoterpen pada jahe antara lain champen, 4-3-karen, p-simen, mirsen, d-beta-phelandren, alphapinen, dan sabinen. Pada golongan teroksidasi teridentifikasi d-borneol, bornil asetat, 1-8-sineol, sitral, sistronelil asetat, geraniol dan linalool.

D. MIKROENKAPSULASI

Mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan, cairan ataupun gas dalam sebuah bahan polimer penyalut (Radwick et al., 2002). Bahan yang disalut tersebut umumnya disebut sebagai bahan–bahan inti atau bahan aktif. Struktur yang meyelimuti bahan inti disebut dinding, film pelindung atau penyalut yang berguna melindungi inti dari kerusakan dan pelepasan inti dari penyalut (Young et al., 1993).

Menurut Balasa dan Fanger (1971), ukuran mikrokapsul dapat berkisar dari 0.2-5000μm dan memiliki beragam bentuk. Sedangkan King (1995) menyatakan bahwa, apabila ukuran partikel >5000μm disebut makrokapsul,

ukuran partikel antara 0.2-5000μm disebut mikrokapsul, dan apabila ukuran partikelnya antara <0.2μm (2000Å) disebut nanokapsul. Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung dari teknik pembuatannya, jenis bahan inti dan polimer (bahan penyalut) yang digunakan (Jackson dan Lee, 1991).

Mikroenkapsulasi memiliki beberapa bidang aplikasi yang pada umumnya pada industri makanan. Risch dan Anderson (1995) menyatakan bahwa mikroenkapsulasi banyak digunakan untuk mempertahankan flavor, asam, lipid, enzim, mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan pengembang, warna dan garam. Proses enkapsulasi flavor dapat diterapkan untuk berbagai flavor alami, seperti minyak atsiri dan oleoresin, maupun flavor buatan. Salah satu yang terpenting dalam penerapannya ialah mengubah bahan cair atau pasta menjadi padatan sehingga dihasilkan produk yang kering dan dapat melindungi bahan tersebut dari penguapan, oksidasi, dan reaksi kimia (Rosenberg et al., 1988).

Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan proses mikroenkapsulasi ini antara lain adalah flavor terlindungi dari perubahan destruktif (penguapan) dalam masa penyimpanan yang lama, mudah dalam pengolahan lanjutan, mudah digunakan dalam pencampuran produk, bebas dari mikroba dan serangga (higienis) dan berkadar air rendah serta dapat menghasilkan produk dengan kualitas flavor yang distandarisasi (Koswara, 1995). Kerugian proses ini ialah penampakan flavor yang mungkin akan berbeda dari bahan alaminya dan biaya proses yang relatif mahal (Heath, 1986).

Metode–metode proses enkapsulasi yang sudah dievaluasi dan dikomersialkan untuk penggunaan pada bahan makanan yaitu dengan metode spray drying, penyalutan dengan suspensi udara, extrusion, dan spray cooling/spray chilling (Dziezak, 1988). Proses enkapsulasi dapat pula dilakukan dengan teknik enkapsulasi lain seperti koaservasi (Soottitantawat et al., 2005) dan kokristalisasi (Jackson dan Lee, 1991).

Extrusion adalah metode mikroenkapsulasi yang dapat dikategorikan sebagai metode yang baru dan masih terus dikembangkan. Pada proses

ekstrusi, bahan inti didispresikan pada karbohidrat cair yang kemudian bahan inti akan ditangkap dan dikeraskan oleh bahan penyalut selama kontak terjadi. Metode ini pertama kali dilakukan oleh Schultz (1956) yang mencoba mendispersikan minyak kulit jeruk pada dekstrosa cair dengan sedikit ditambahkan maltodekstrin. Stabilitas bahan yang terenkapsulasi dapat mencapai 6 bulan lamanya. Kelemahan metode ekstrusi antara lain biaya operasinya yang mahal dan diperkirakan dua kali lipat dibandingkan dengan metode spray drying.

Pada metode suspensi udara, partikel padatan yang akan disaluti ada pada suatu kolom udara panas dan disemprot dengan bahan penyalut dari atas melalui sebuah nozzel. Proses ini dapat menghasilkan butiran yang seragam dan sebagian besar proses ini masih bersifat batch (Dziezak, 1988).

Spray cooling/spray chilling adalah dua metode mikroenkapsulasi yang memang relatif sama dengan metode spray drying. Perbedaan kedua metode ini dengan metode spray drying terletak pada suhu udara yang digunakan pada ruangan pengering dan aplikasi penyalutan. Pada metode spray drying menggunakan udara panas untuk menguapkan solvent dari dispersi penyalut sedangkan metode spray cooling/spray chilling menggunakan udara dingin untuk menurunkan suhu yang dipertimbangkan di bawah titik pembekuan dari lemak cair yang digunakan sebagai penyalut (Bakan dan Anderson, 1978).

Metode spray cooling umumnya menggunakan bahan penyalut berupa minyak nabati dengan titik leleh berkisar 45-122°C sedangkan pada metode spray chilling menggunakan bahan penyalut berupa minyak nabati dengan titik leleh 32-42°C. Aplikasi kedua metode ini umumnya terbatas untuk enkapsulasi bahan inti yang berbentuk padat seperti vitamin dan mineral (Risch dan Anderson, 1995).

Koaservasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan fenomena pemisahan fase dalam sistem koloid. Pemisahan fase erat kaitannya dengan pengendapan atau flokulasi zat koloid. Menurut Komari (1994), terdapat dua jenis metode koaservasi, yaitu koaservasi sederhana dan koaservasi kompleks. Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu jenis polimer sebagai bahan penyalut, sedangkan koaservasi kompleks

menggunakan lebih dari satu jenis polimer. Terbentuknya dinding/koaservat yang menyelaputi bahan inti pada metode ini disebabkan oleh netralisasi dari koloid yang mempunyai muatan yang berlawanan pada pH tertentu. Magdasi dan Vinetsky (1996) menyatakan bahwa koaservasi kompleks telah digunakan untuk mengkapsulkan beberapa jenis bahan inti seperti minyak makan, vitamin E, vitamin C, minyak parfum, minyak kedelai, dan minyak atsiri yang diaplikasikan untuk obat-obatan, kosmetika dan makanan.

Kokristalisasi merupakan metode yang menggunakan sukrosa sebagai bahan penyalut, hal ini dapat merujuk penelitian mikroenkapsulasi oleoresin pala (Chandrayani, 2002). Dalam kokristalisasi, enkapsulasi terjadi akibat kristalisasi spontan dari sukrosa yang menghasilkan bentuk yang mengelompok dengan jarak ukuran 3-300μm yang diantaranya akan tersalut bahan inti. Proses enkapsulasi ini lebih mudah namun pemilihan bahan penyalut terbatas dan produk yang dihasilkan tidak seperti produk enkapsulasi metode lainnya yang berbentuk kristal kecil dan halus.

Dari berbagai metode diatas, spray drying adalah metode yang paling umum untuk proses enkapsulasi komponen flavor. Keuntungan penggunaan metode ini antara lain adalah ketersediaan peralatan yang sederhana, biaya proses relatif rendah, pilihan yang luas dalam penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan stabilitas flavor yang dihasilkan juga sangat baik (Reineccius, 1988). Keuntungan lain dari metode spray drying adalah teknologinya sudah banyak dikuasai sehingga mudah diaplikasikan, mampu memproduksi kapsul dalam jumlah banyak, bahan penyalut yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan penyalut yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan penyalut yang mengendap (Thies, 1996).

Dokumen terkait