• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

E. SPRAY DRYING

Pengeringan semprot atau spray drying merupakan metode enkapsulasi yang paling tua dalam industri pangan dan ditemukan pada tahun 1930 (Dziedzak, 1988). Faktor yang mempengaruhi jumlah minyak yang terkapsul

diantaranya adalah bahan penyalut, bahan pengemulsi dan kondisi proses pengeringan (Thies, 1996).

Mikroenkapsulasi dengan metode spray drying terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan bahan emulsi, homogenisasi, dan penyemprotan emulsi ke dalam chamber (atomisasi massa pada tempat pengeringan). Masalah yang biasanya muncul pada penggunaan spray drying adalah adanya bahan inti yang melekat pada permukaan dinding kapsul yang dapat teroksidasi dan menyebabkan perubahan flavor pada produk (Dziezak, 1988).

Secara umum proses yang terjadi di dalam spray dryer meliputi atomisasi atau penyemprotan bahan melalui penyemprot (atomizer), kontak antara bahan dengan udara pengering, evaporasi dan pemisahan partikel kering dan udara (Masters, 1979). Fungsi utama atomizer adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan akan lebih cepat. Disamping itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan pada aliran udara dan menghasilkan droplet dengan ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Ukuran droplet berkorelasi positif dengan kecepatan aliran bahan dan mempunyai korelasi negatif dengan kecepatan putaran atomizer (Heldman et al., 1981). Tahapan pengeringan pada spray dryer disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses pengeringan pada spray dryer (Heldman et al., 1981)

Evaporasi terjadi karena adanya kontak antara droplet dengan udara pengering, sehingga terjadi transfer panas dari udara pengering ke droplet dan air yang terdapat dalam droplet akan menguap. Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang bersinggungan dengan udara pengering. Kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh komposisi bahan, terutama kandungan total padatan, semakin tinggi total padatan bahan, maka proses evaporasi akan berlangsung lebih cepat (Heldman et al., 1981).

Suhu pengeringan tergantung dari produk yang dikeringkan. Suhu pengeringan dapat mempengaruhi mikrokapsul. Suhu inlet yang tinggi digunakan untuk meningkatkan aliran penguapan dari membran semipermeabel pada permukaan droplet. Rentang suhu inlet yang umumnya aman digunakan dan menghasilkan retensi yang baik adalah 160-210°C (Rennecius et al., 1988).

Kondisi pengeringan sangat bergantung pada bahan penyalut yang digunakan dan bahan intinya. Ketidaksesuaian antara bahan penyalut dan kondisi pengeringan dapat mengakibatkan kebocoran atau terjadinya efek “balooning” dan dapat menurunkan retensi (Rennecius et al., 1988). Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa suhu inlet 180°C dan laju alir

20ml/menit efektif digunakan pada penelitian mikroenkapsulasi pada minyak kedelai (soy oil) dengan bahan penyalut natrium kaseinat (Hogan et al., 2001). Selain itu suhu inlet 178±2°C, dengan laju alir umpan 5ml/menit juga efektif digunakan pada enkapsulasi oleoresin lada dengan penyalut maltodekstrin dan gum arab (Shaikh et al., 2006).

Menurut Rulkens dan Thijsen (1972), bahan aktif dapat tetap tertahan di dalam kapsul karena adanya suatu mekanisme difusivitas selektif walaupun suhu yang digunakan tinggi selama pengeringan. Dinyatakan bahwa difusivitas bahan volatil akan menurun secara drastis jika berada dalam konsentrasi yang rendah seiring dengan menurunnya konsentrasi air di dalam emulsi. Saat air mencapai titik konsentrasi kritis, lapisan bahan penyalut yang melingkupi droplet bahan aktif akan bertindak sebagai membran yang bersifat tidak permeabel terhadap bahan volatil sehingga hanya air yang teruapkan. F. BAHAN PENYALUT

Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi sebagai penyalut bahan inti (bahan aktif) dalam proses enkapsulasi (Masters, 1979). Menurut Young et al. (1993), bahan penyalut yang digunakan dalam spray drying harus memiliki kemampuan kelarutan yang tinggi dan kemampuan mengemulsi, serta harus dapat membentuk lapisan film, dan menghasilkan larutan berkonsentrasi tinggi dengan viskositas rendah. Selain itu, bahan penyalut harus mampu antara lain: (1) melindungi bahan aktif dari oksidasi, panas, cahaya, kelembaban, dan lain-lain; (2) mencegah penguapan dari komponen volatil; (3) membuat bahan aktif menjadi a free flowing powder untuk mengurangi penanganan dan pencampuran dalam sistem makanan kering (King et al., 1976).

Beberapa bahan penyalut yang biasa digunakan dalam proses mikroenkapsulasi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis bahan penyalut proses mikroenkapsulasi Kelas Jenis

Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC

(Carboymethylcellulose), ethyl selulosa, metil selulosa, nitro selulosa, asetil selulosa, asetat butilat phitat selulosa.

Lemak Lilin, paraffin, tristearin, asam stearat, monogliserida, lilin tawon

Bahan anorganik Kalsium fosfat, silikat

Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber: Jackson dan Lee (1991)

Karbohidrat seperti pati-pati terhidrolisis dan emulsifying starches, serta dari jenis gum (terutama Gum acacia atau gum arab) paling umum digunakan sebagai bahan penyalut (Reineccius, 1988). Krishnan et al. (2005), juga telah melakukan penelitian menggunakan tiga jenis bahan penyalut yakni gum arab, maltodekstrin dan pati termodifikasi yang telah komersil (Hi-cap) sebagai bahan penyalut oleoresin kapulaga. Hasilnya menunjukkan gum arab lebih efektif sebagai bahan penyalut dibandingkan bahan lainnya.

Selain itu, penelitian terhadap penggunaan campuran protein dengan karbohidrat juga telah dilakukan diantaranya penggunaan gum arab, isolat protein kedelai dan isolat protein gandum untuk minyak jeruk (Kim et al., 1996), dan penggunaan campuran isolat protein gandum dan laktosa untuk lemak susu (Moreau dan Rosenberg, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan penyalut dari jenis protein maupun kombinasi protein dengan polisakarida adalah lebih efektif sebagai bahan penyalut.

Menurut Zhao dan Whistler (1994), pati dapat berinteraksi dengan komponen-komponen lain seperti protein membentuk granula (sphere) dalam proses spray drying. Granula ini dapat membawa sejumlah komponen bahan pangan seperti minyak dan flavor untuk mengontrol pelepasannya dari struktur poros granula.

1. Gum Arab

Gum arab (gum Acacia) merupakan gum alami yang paling dikenal. Gum arab berasal dari getah yang dihasilkan dari berbagai spesies pohon-pohon Acacia. Dari banyak spesies Acacia yang ditemukan, hanya tiga jenis yang dimanfaatkan secara komersial yaitu, Acacia senegal, Acacia seyal, dan Acacia laeta. Secara fisik, gum arab merupakan molekul bercabang banyak dan kompleks. Bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum arab memiliki kekentalan yang rendah (Fardiaz, 1989).

Komponen penyusun gum arab antara lain adalah gula-gula sederhana seperti D-galaktosa, L-arabinosa, L-rhamnosa, dan unit asam glukoronat (Thevenet, 1988). Gum juga tersusun atas protein (2%, wt/wt) yang terikat kovalen dalam komponen penyusun molekuler (Anderson et al., 1985).

Gum arab mudah larut ketika diaduk dalam air. Gum ini sifatnya unik jika dibandingkan dengan gum lain dikarenakan kemampuannya yang dapat membentuk larutan dengan kekentalan yang rendah sehingga dapat membentuk larutan dengan konsentrasi sampai 50% (Glicksman dan Sand, 1973). Gum lain akan membentuk larutan yang sangat kental pada konsentrasi rendah (1-5%), sedangkan gum arab baru mencapai kekentalan maksimum pada konsentrasi 40-50 %. Rendahnya sifat kekentalan ini berhubungan dengan sifat molekul globular yang bercabang banyak dan kompleks dari gum arab.

Selain kelarutannya yang tinggi, karakteristik utama gum arab adalah bersifat pembentuk tekstur, pembentuk film, pengikat dan juga pengemulsi yang baik dengan adanya komponen protein di dalam gum arab. Gum arab dapat mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan metode spray drying karena gum ini dapat membentuk lapisan yang dapat melindungi dari proses perubahan dekstruktif. Meski begitu gum arab memiliki kelemahan yakni harganya yang cukup mahal dan ketersediaannya terbatas serta ketahanan oksidasinya rendah. Untuk itu biasanya penggunaan gum arab dicampur dengan dekstrin seperti maltodekstrin (Thevenet, 1988).

2. Maltodekstrin

Maltodekstrin (C6H12O5)n H2O didefinisikan sebagai produk hidrolisat pati (polimer sakarida tidak manis) dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa. Maltodekstrin secara teori diproduksi dengan menggunakan hidrolisis terkontrol melalui enzim (α-amilase) atau asam (Kennedy et al.,1995).

Maltodekstrin tidak memiliki kemampuan sebenarnya dalam emulsifikasi (lipofil atau hidrofil). Maltodekstrin tersusun dari unit glukosa, dan tidak efektif untuk menstabilkan minyak atau flavor dalam larutan berviskositas. Untuk itu biasanya maltodekstrin dikombinasi dengan bahan seperti gum arab atau pati termodifikasi lainnya untuk keperluan stabilitas emulsi (Kenyon dan Anderson, 1988). Menurut Bang dan Reinecius (1985), maltodekstrin atau pati termodifikasi dengan DE (dekstrosa equivalen) yang rendah (kurang dari 20) efektif untuk mikroenkapsulasi flavor.

Maltodekstrin adalah senyawa yang non-hygroscopic. Maltodekstrin dapat larut dalam air dingin dengan sempurna sehingga dapat melepaskan flavor secara cepat dalam penggunaannya pada aplikasi tertentu. Flavor dan rasa manis pada maltodekstrin sangat rendah sehingga dapat cepat hilang dalam penggunaannya. Maltodekstrin juga terjangkau dari segi biaya dan mudah diperoleh (Kenyon dan Anderson, 1988).

3. Natrium Kaseinat

Natrium kaseinat (Na-Kas) salah satu contoh senyawa protein susu yang merupakan bahan penyalut yang potensial. Natrium kaseinat dilaporkan mempunyai stabilitas panas yang cukup baik (~140°C), bersifat tidak (sulit) larut dalam air dan aman untuk digunakan sebagai produk pangan (Singh, 1995).

Ruis (2007) menyatakan, kemampuan fungsional natrium kaseinat atau juga dikenal sebagai sodium kaseinat ini mencakup beberapa fungsi seperti emulsifikasi, water-fat binding, agen pengeras, dan pengental (gelation). Sebagai penstabil emulsi, natrium kaseinat dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua fase disebabkan adanya karakter ampifilik yang kuat dari komponen utama kasein yakni αS1- dan β-kasein. Kasein tipe αS1- lebih

bersifat hidrofilik sehingga dapat mengikat komponen polar, sedangkan tipe

β-kasein lebih bersifat hidrofobik yang dapat mengikat komponen non-polar (Swaisgood, 1982).

Banyak penelitian telah menelaah penggunaan natrium kaseinat sebagai penyalut. Seperti pada penelitian minyak jeruk, retensi flavor yang diperoleh cukup baik dengan kadar minyak pada permukaan yang rendah (Kim dan Morr, 1996).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe putih kecil dari wilayah Jawa Barat dan tiga jenis bahan penyalut (gum arab, maltodekstrin, dan natrium kaseinat). Bahan kimia yang digunakan meliputi etanol sebagai pelarut ekstraksi oleoresin, dan pelarut untuk analisis (heksan, toluen) dan bahan-bahan lainnya.

2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spray dryer Lab Plant Sd 05 (Inggris), disc mill, rotary vacum evaporator (Buchi Rotavapor R114), homogenizer (Brabender Kinematika, Switzerland), alat kromatografi gas, SEM (Scanning Electron Microscope JSM-5310LV), alat distilasi cleavenger, piknometer, timbangan analitik, peralatan gelas (gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi), termometer, desikator, hot plate stirer, dan peralatan lainnya untuk keperluan analisis.

Dokumen terkait