• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hydroponic fodder sebagai pakan alternatif untuk memenuhi kekurangan hijauan bagi sapi perah selama musim kemarau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hydroponic fodder sebagai pakan alternatif untuk memenuhi kekurangan hijauan bagi sapi perah selama musim kemarau"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

HYDROPONIC FODDER

SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

UNTUK MEMENUHI KEKURANGAN HIJAUAN BAGI

SAPI PERAH SELAMA MUSIM KEMARAU

RINI PRIHARTINI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hydroponic Fodder sebagai Pakan Alternatif untuk Memenuhi Kekurangan Hijauan Bagi Sapi Perah Selama Musim Kemarau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

(4)

ABSTRAK

RINI PRIHARTINI Hydroponic Fodder Sebagai Pakan Alternatif untuk Memenuhi Kekurangan Hijauan bagi Sapi Perah Selama Musim Kemarau. Dibimbing oleh DESPAL dan IDAT GALIH PERMANA

Hydroponic fodder merupakan salah satu teknologi yang bisa digunakan untuk penyediaan hijauan pakan melalui penanaman hijauan pakan dengan sistem hidroponik. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap produktivitas dan kualitas nutrisi jagung hidroponik untuk sapi perah. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x2x3 dengan 3 ulangan. Faktor A yaitu Penggunaan Hypocloride, A1= tanpa direndam dengan Hypocloride, A2= direndam dengan Hypocloride, faktor B adalah penggunaan mulsa atau penutup, B1= ditutup spon, B2= tidak ditutup dengan spon, faktor C yaitu penggunaan larutan nutrisi, C1= penggunaan larutan nutrisi 100% larutan komersial, C2= 50% larutan komersial + 50 % Bioslurry, dan C3= 100% Bioslurry. Peubah yang diukur adalah tinggi tanaman, % perkecambahan, produksi biomas, kandungan nutrisi, dan kecernaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan larutan nutrisi komersial AB mix sebagai media tanam menghasilkan tanaman hidroponik dengan produksi yang lebih baik. Penggunaan larutan bioslurry lebih dari 50% dapat menurunkan produktivitas tanaman. Penggunaan spon selama proses perkecambahan memberikan pengaruh terhadap produktivitas tanaman. Kombinasi perlakuan yang baik yaitu A1B1C1. Kata kunci: hidroponik, hipoklorit, jagung, larutan nutrisi, spon

ABSTRACT

RINI PRIHARTINI Hydroponic Fodder for as an Feeding Alternatives to Meet Shortage of forage for Dairy Cattle During Dry Season. Supervised by DESPAL dan IDAT GALIH PERMANA

Hydroponic Fodder is one technology that can be used to provide forage through hydroponic system. The purpose of this study was to observe the effect of hypocloride, mulch, and nutrient source on the productivity and quality of hydroponic maize. This study used a completely randomized design (CRD) with factorial pattern of 2x2x3 with 3 replications. Factor A1 was soaking with hypochlorite and A2 without soaking. Factor B1 was utilization of sponge as mulch, and B2 without mulch, the C factor was the use of a nutrient solution, nutrient solution C1=100% commercial solution, C2=50% commercial solution + 50% Bioslurry, and C3=100% Bioslurry. Effect of the treatment and their have been observed on germination percentage, plant haight, fresh fodder production and their proximate composition and their utilization the in vitro fermentability and digestibility. The results showed that utilization of commercial AB mix solution as nutrient sorce resulted the best corn fodder productivity. Utilization of bioslurry more than 50% reduced corn fodder productivity. The best treatment to produce Greenhouse fodder was combination A1B1C1.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

HYDROPONIC FODDER

SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

UNTUK MEMENUHI KEKURANGAN HIJAUAN BAGI

SAPI PERAH SELAMA MUSIM KEMARAU

RINI PRIHARTINI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Hydropinic Fodder Sebagai pakan Alternatif untuk Memenuhi Kekurangan Hijauan bagi Sapi Perah Selama Musim Kemarau Nama : Rini Prihartini

NIM : D24100035

Disetujui oleh

Dr Despal, SPt MScAgr Pembimbing I

Dr Ir Idat G Permana, MScAgr Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK,MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dapat terlaksana dengan adanya bantuan dana dari biaya BOPTN 2013. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah Hydroponic fodder sebagai pakan alternatif untuk memenuhi kekurangan hijauan bagi sapi perah selama musim kemarau.

Hydroponic fodder merupakan salah satu teknologi yang bisa dijadikan sebagai solusi untuk penyediaan hijauan bagi ternak sapi perah, karena penanaman hijauan dengan sistem hidroponik dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh musim, sehingga dapat mengatasi kekurangan hijauan khususnya saat musim kemarau.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Alat

Bahan

Prosedur Percobaan Peubah yang diamati

Rancangan Percobaan Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lingkungan Produktivitas Tanaman Kandungan Nutrisi

Kecernaan dan Fermentabilitas SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ix ix 1 2 2 2 3 5

(12)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi larutan nutrisi bioslurry dan larutan AB mix

2. Rataan produktivitas tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan

3. Rataan hasil analisis proksimat tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan

4. Rataan hasil analisis in vitro untuk kecernaan (kcbk dan kcbo)dan fermeabilitas (NH3 dan VFA) tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan

2 8 10

12

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis sidik ragam % perkecambahan hijauan jagung 2. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung 3. Hasil analisis sidik ragam produksi biomasa

4. Hasil analisis sidik ragam kandungan kadar air 5. Hasil analisis sidik ragam kandungan kadar abu 6. Hasil analisis sidik ragam kandungan protein kasar 7. Hasil analisis sidik ragam kandungan serat kasar

8. Hasil analisis sidik ragam koefisien cerna bahan kering (KCBK) 9. Hasil analisis sidik ragam koefisien cerna bahan organik (KCBO) 10. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi NH3

11. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi VFA 12. Gambar hijauan jagung hidroponik

(13)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan hujan. Perubahan musim yang tidak seimbang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hijauan untuk pakan ternak. Saat musim hujan jumlah hijauan melimpah sedangkan saat musim kemarau tanaman pakan tidak dapat tumbuh secara optimal sehingga jumlah hijauan sangat terbatas akibatnya ternak dapat mengalami kekurangan pakan hijauan. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi sapi perah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi (Sofyan 2000). Oleh karena itu dibutuhkan teknologi yang dapat menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan hijauan dengan memproduksi hijauan berkesinambungan tanpa dipengaruhi oleh musim.

Hydroponic fodder dapat dijadikan sebagai teknologi alternatif untuk memproduksi pakan hijauan. Hidroponik adalah suatu istilah yang digunakan untuk bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya serta menggunakan campuran nutrisi esensial yang dilarutkan di dalam air (Sodarmodjo 2008). Teknik hidroponik memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk berkualitas selain itu sistem hidroponik tidak tergantung dengan musim sehingga tanaman dapat ditanam sepanjang tahun dan dapat ditanam di lahan yang sempit dengan sistem greenhouse. Budidaya tanaman dengan sistem hidroponik umumnya dilakukan di dalam greenhouse (Suhardiyanto 2009).

Jagung merupakan tanaman C4 yang mampu beradaptasi dengan baik meskipun terdapat faktor pembatas pertumbuhan dan produksi (Goldsworthy dan Fisher 1980). Keunggulan lain dari jagung yang ditanam dengan sistem hidroponik yaitu biji jagung memiliki waktu pertumbuhan yang cepat sehingga dapat diproduksi dalam waktu singkat. Salah satu tantangan dalam memproduksi hijauan pakan (green fodder) dengan sistem hidroponik yaitu tumbuhnya jamur. Keadaan lingkungan (suhu, kelembaban dan cahaya) yang kurang mendukung dapat menyebabkan jamur berkembang yang kemudian merusak tanaman dan menyebabkan masalah kesehatan pada ternak yang diberi pakan berjamur. Kerusakan pada biji jagung biasanya disebabkan oleh jamur, sehingga diperlukan disinfektan untuk mengurangi pertumbuhan jamur. Hypocloride aman digunakan

dan bersifat bakterisid.Disinfektan ini dipakai dengan cara perendaman selama 15

menit. Larutan ini merupakan disinfektan yang sangat aktif pada semua bakteri, virus, jamur, parasit dan beberapa spora (Anusavice 2004).

(14)

2

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian budidaya hydroponic fodder dilakukan di rumah kaca Demo Farm milik Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) yang terletak di Kecamatan Manoko, Lembang Bandung Jawa Barat, pengujian analisis In vitro dilakukan dilaboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta analisis prokimat yang dilakukan di Laboratorium Pusat Antar universitas (PAU). Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2013 hingga Maret 2014.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rak, tray (nampan ukuran 53 cm x 33 cm), sprayer kapasitas 2 L, gelas ukur kapasitas 2 L, ember, saringan, penggaris dan alat tulis, timbangan digital, serta alat-alat laboratorium untuk analisis proksimat dan In vitro.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji jagung larutan nutrien komersial (AB mix), air limbah cairan biogas (bioslurry), larutan hypocloride, dan spon. Komposisi larutan nutrisi bioslurry yang digunakan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi larutan nutrisi bioslurry dan larutan AB mix Kandungan

nutrisi bioslurry

Jumlah Kandungan nutrisi AB mix Jumlah

(15)

3 Prosedur

Penanaman Hijauan Pakan Hidroponik

Jagung yang akan digunakan terlebih dahulu disortir dengan cara direndam dalam air. Jagung yang mengambang kemudian dibuang. Setelah itu jagung ditiriskan dan ditimbang. Jagung yang tidak mendapatkan perlakuan perendaman dengan hypocloride langsung direndam air selama 24 jam, sedangkan jagung yang mendapatkan perlakuan perendaman dengan hypocloride direndam dahulu dalam larutan hypocloride dengan dosis 1 mL untuk 1 L air selama 15 menit. Setelah 15 menit direndam dalam hypocloride jagung dicuci kembali dan kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah 24 jam jagung diangkat dan ditiriskan kemudian disebar pada nampan sebanyak 713 g per nampan. Setiap 1 atau 2 jam sekali benih jagung disemprot dengan larutan nutrien. Untuk perlakuan spon penyemprotan dilakukan di atas permukaan spon dan dilakukan selama 4 hari pertama (selama proses perkecambahan). Penyiraman dilakukan selama 13 hari (sampai waktu panen yang diharapkan).

Pengukuran % Perkecambahan, Tinggi Tanaman dan Produksi Hijauan Pakan Hidroponik

Pengukuran % perkecambahan dilakukan pada umur tanam 4 hari, pengukuran dilakukan dengan cara semua biji jagung yang berkecambah pada masing-masing nampan ditimbang setelah itu % perkecambahan dihitung dengan rumus :

% perkecambahan= Berat biji yang berkecambah (g) x 100% Berat biji yang ditanam (g)

Tinggi tanaman mulai diukur pada saat jagung berumur 5 hari, pengukuran dilakukan sampai umur panen. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris. Pengukuran tinggi tanaman diukur mulai dari ujung batang bawah sampai ujung atas daun yang paling tinggi pada masing-masing nampan.

Produksi hijauan jagung diukur pada saat umur panen yaitu pada umur 13 hari. Pengukuran dilakukan dengan cara tanaman jagung pada masing-masing nampan digulung dan dimasukkan dalam ember kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya.

Analisis Laboratorium

Analisis Proksimat. Tanaman jagung hidroponik yang telah dipanen kemudian diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 0C. Tanaman jagung yang telah kering kemudian digiling. Sampel hasil gilingan sebagian dipisahkan untuk analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrien dari masing-masing biomas hijauan jagung yang meliputi kadar air (KA), kadar abu, protein kasar (PK), dan serat kasar (SK). Analisis proksimat yang dilakukan menggunakan metode AOAC (1988).

(16)

4

dengan cairan rumen. Produksi VFA diukur dengan sistem distillator method dan Konsentrasi NH3 diukur dengan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures 1966).

Pengukuran Nilai Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (%). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik menggunakan metode in vitro (Tilley dan Terry, 1963). Tahap pertama pengukuran kecernaan adalah pengukuran pencernaan fermentatif. Sebanyak 0.5 g sampel yang telah dikeringkan dan dihaluskan, dimasukan ke dalam tabung fermentor. Tabung fermentor yang telah diisi sampel kemudian ditambahkan dengan larutan penyangga McDougall 40 mL dan 10 mL cairan rumen sambil dialiri gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat dengan tutup karet berventilasi. Sampel kemudian diinkubasi selama 48 jam dalam shaker waterbath bersuhu 39 °C, setelah 48 jam inkubasi ditambahkan 2-3 tetes HgCl2 jenuh ke dalam tabung fermentor. HgCl2 berfungsi untuk menghentikan aktivitas mikroba. Cairan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 4.000 rpm dalam waktu 15 menit. Endapan kemudian dipisahkan dengan cairan kemudian digunakan pada tahap selanjutnya.

Tahap selanjutnya adalah tahap hidrolisis. Endapan dicampur dengan larutan pepsin HCl 0.2% sebanyak 50 mL kemudian diinkubasi selama 48 jam. Sisa pencernaan hidrolisis kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 41 yang telah diketahui bobotnya dengan bantuan pompa vakum (Rotary model 2X-0.5). Sisa kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan pada oven 105 °C selama 24 jam. Cawan ditimbang (BK Residu) setelah 24 jam. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur 600 °C selama 6 jam lalu ditimbang bobotnya (BO Residu). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik dihitung menggunakan rumus:

Pengukuran konsentrasi NH3 menggunakan metode mikrodifusi Conway. Sebelum digunakan bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin setelah itu sebanyak 1 mL supernatan diteteskan pada salah satu ujung jalur cawan Conway dan sebanyak 1 mL larutan Na2CO3 ditempatkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel. Asam Borat sebanyak 1 mL diteteskan pada bagian tengah cawan lalu cawan ditutup dengan rapat. Cawan dimiringkan dan digoyangkan perlahan, sehingga supernatan dan larutan Na2CO3 tercampur merata. Cawan kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang. Cawan Conway tersebut setelah 24 jam dibuka dan dititrasi menggunakan larutan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Konsentrasi NH3 dihitung menggunakan rumus :

(17)

5 Pengukuran VFA rumen (mM)

Supernatan yang sama pada pengukuran NH3 digunakan dalam pengukuran konsentrasi VFA. Sebanyak 5 mL NaOH 0,5 N dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan dipasangkan di tempat penampungan hasil destilasi. Supernatan diteteskan sebanyak 5 mL ke dalam tabung destilasi dan kemudian ditambah 1 mL H2SO4 15%. Uap air yang merupakan hasil pemanasan ditampung di dalam tabung erlenmeyer yang berisi NaOH hingga volume mencapai 250 mL Penambahan indikator phenolpthalin dilakukan tepat setelahnya sebanyak 2 sampai 3 tetes hingga cairan berubah menjadi merah muda kemudian larutan dititrasi dengan HCl 0.5 N hingga warna menjadi bening. Perhitungan konsentrasi VFA total menggunakan rumus :

Peubah yang diamati antara lain produktivitas tanaman meliputi persentase perkecambahan, tinggi tanaman dan produksi biomas, kandungan nutrien (KA, Abu, PK, SK), kecernaan (KCBK dan KCBO) dan fermentabilitas (konsentrasi NH3 dan VFA).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x2x3 dengan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Faktor A: A1 = Direndam dengan hypocloride A2 = Tanpa direndam dengan hypocloride Faktor B: B1 = Ditutup dengan spon

B2 = Tanpa ditutup dengan spon Faktor C: C1 = Larutan nutrisi AB mix 100%

C2 = Larutan nutrisi AB mix 50% + bioslurry 50% C3 = Bioslurry 100%

Model matematikanya adalah sebagai berikut :

Yijkl= μ + αi+ j+ (α )ij+ k+ (α )ik+ ( )jk+(α )ijk +εijkl Dimana :

Yijk = nilai pengamatan untuk faktor A ke-i, faktor B ke-j, faktor C ke-k dan ulangan ke-l

μ = nilai tengah umum (rata-rata yang sesungguhnya) αi = pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i

j = pengaruh perlakuan faktor B taraf ke-j

(α )ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j faktor B k = pengaruh perlakuan faktor C taraf ke-k

(18)

6

( )jk = Interaksi antara perlakuan B taraf ke-j dan Perlakuan C taraf ke-k (α )ijk = Interaksi antara perlakuan A taraf ke-i, perlakuan B taraf ke-j dan

perlakuan C taraf ke-k

Εijkl = eror faktor A ke-i, faktor B ke-j, faktor C ke-k, ulangan ke-l Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji lanjut Duncan dengan bantuan personal komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 for Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lingkungan

Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang berjarak 15 km sebelah utara kota Bandung dan merupakan salah satu kawasan yang cocok dalam pengembangan sapi perah. Kecamatan Lembang berdasarkan kondisi topografinya memiliki ketinggian tempat 1200 m dpl sampai 1257 m dpl. Temperaturnya berkisar antara 15.6 °C sampai 16.8 °C pada musim hujan dan 30.5 °C sampai 32.7 °C pada musim kemarau dengan curah hujan 259 mm per bulan. Keadaan lingkungan tersebut sangat sesuai untuk usaha peternakan sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1981) yang menyatakan bahwa daerah sejuk dan kering dengan ketinggian minimal 800 m dpl dengan suhu 18.3 °C cocok untuk pengembangan peternakan sapi perah. Suhu rata-rata selama percobaan dalam greenhouse berkisar antara 20 °C sampai 22 °C pada pagi dan sore hari, dan antara 23 °C sampai 26 °C pada siang hari.

Produktivitas Tanaman

Produktivitas tanaman jagung hidroponik yang diukur dalam penelitian ini meliputi persen perkecambahan, produksi hijauan, dan tinggi tanaman. Rataan hasil produktivitas dari tanaman jagung masing-masing disajikan dalam Tabel 2. Perkecambahan

Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji misalnya radikula dan plumula yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru. (Sudjadi 2006). Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Syamsuri 2004). Rataan persentase perkecambahan disajikan dalam Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B maupun C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap jumlah % perkecambahan.

(19)

7 jagung lebih bersih, benih yang bersih dari jamur mempengaruhi perkembangan biji. Penggunaan spon sebagai penutup permukaan selama proses perkecambahan memberikan pengaruh terhadap perkembangan biji. Penutupan dilakukan mulai dari hari pertama sampai dengan hari keempat, penutupan dimaksudkan untuk memperkecil penguapan sehingga kelembaban tetap terjaga. Penutupan permukaan mampu mempertahankan kelembaban (Doring et al. 2006). Penutupan juga mempengaruhi perkecambahan karena penutupan akan mempengaruhi hormon pertumbuhan bagi tanaman. Hal ini terlihat dari persentase perkecambahan, pada perlakuan yang menggunakan spon lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan spon. Penggunaan larutan komersial 100% menghasilkan pertumbuhan kecambah lebih banyak dibandingkan penggunaan larutan campuran masing-masing 50% larutan komersial dan bioslurry dan 100% bioslurry. Hal ini disebabkan dalam bioslurry masih terdapat endapan sehingga permukaan cepat kering.

Produksi Hijauan

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B, maupun C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap jumlah produksi segar hijauan jagung hidroponik. Namun interaksi dari ketiga perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata.

Perlakuan tanpa perendaman dengan hypocloride, dan tanpa ditutup spon pada semua penggunaan larutan menghasilkan produksi yang rendah bahkan tidak mencapai 2 kali lipat dari jumlah biji yang ditanam. Sedangkan pada perlakuan perendaman dengan hypocloride dan ditutup spon pada penggunaan larutan komersial 100% dan larutan campuran dari masing-masing 50% larutan komersial dan bioslurry dihasilkan produksi mencapai 2 kali lipat sedangkan pada perlakuan bioslurry 100% dihasilkan produksi yang rendah. Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan bioslurry lebih dari 50% dapat menurunkan jumlah produksi bahan segar (Melisa 2013). Faktor lain yang dapat memepengaruhi pertumbuhan jagung salah satunya adalah suhu lingkungan. Jagung akan optimal pertumbuhannya pada temperatur lingkungan berkisar antara 23 sampai 27 °C (Departemen Pertanian 2011). Suhu greenhouse dan suhu lingkungan tempat penelitian rata–rata pada pagi dan sore hari sekitar 20 sampai 22 °C dan mencapai suhu optimal pertumbuhan pada siang hari yaitu sekitar 23 sampai 26 °C, namun jika kondisi hujan suhu berkisar antara 17 sampai 18 °C.

Produksi hijauan jagung yang dihasilkan dari penanaman biji sebanyak 713 gram hanya menghasilkan sekitar 2 kali lipat hijauan segar. Produksi ini sama dengan percobaan sebelumnya yang mencapai produksi 2 kali lipat dan berbeda dengan penelitian Sneath dan Mclntosh (2003) yang menyatakan bahwa 1 kg biji yang ditanam dapat menghasilkan 6 sampai 10 kg hijauan segar.

Tinggi Tanaman

(20)

8

Perlakuan faktor A dan faktor B dengan penggunaan larutan komersial 100% dan campuran larutan komersial + bioslurry masing–masing 50% menghasilkan tinggi tanaman yang hampir sama namun penggunaan larutan komersial 100% menghasilkan tanaman lebih tinggi dari penggunaan 50% larutan komersial + bioslurry 50%. Penggunaan larutan 100% bioslurry menghasilkan tinggi tanaman yang rendah. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tunas tertutup oleh endapan yang terkandung dalam bioslurry. Selain itu faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Bogor mampu menghasilkan tinggi tanaman yang jauh lebih tinggi dengan umur panen yang

A1= Direndam hypocloride, A2= Tanpa direndam hypocloride, B1= Ditutup spon; B2= Tanpa ditutup Spon, C1= 100% larutan komersial, C2= 50% larutan komersial + 50% Bioslurry, C3= 100% Bioslurry. Huruf yang berbeda dalam baris dan faktor yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). (1) % Perkecambahan umur 4 hari, (2) tinggi tanaman umur 13 hari, (3) produksi umur 13 hari.

Kandungan Nutrisi

Kandungan nutrisi jagung hidroponik dianaisis dengan analisis proksimat kandungan nutrisi yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kandungan protein kasar, dan kandungan serat kasar. Hasil analisis proksimat dari taaman jagung hidroponik yang dihasilkan disajikan dalam Tabel 3.

Kadar Air

(21)

9 N yang terkandung dalam larutan nutrisi mempengaruhi kadar air karena N yang tinggi akan menjadikan tanaman lebih besar. Tinggi tanaman dan jumlah daun yang semakin bertambah dapat menyebabkan peningkatan kadar air. Hijauan dengan kandungan kadar air yang rendah menunjukkan kandungan bahan kering yang terkandung dalam tanaman tersebut tinggi.

Kadar Abu

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B maupun C berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar abu. Kadar abu adalah jumlah kandungan mineral yang tersisa dari proses pengabuan suatu tanaman (Hartadi et al. 1993). Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa penggunaan larutan, penutupan dengan spon dan penggunaan larutan 100% AB mix memiliki kandungan kadar abu yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral yang terkandung dari tanaman perlakuan perendaman dengan hypocloride dan penutupan dengan spon serta perlakuan penggunaan larutan AB mix 100% lebih tinggi. Nilai kadar abu dapat menentukan kualitas dari suatu hijauan karena kandungan mineral hijauan terlihat dari besarnya kadar abu dari proses pengabuan Protein Kasar

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B, maupun C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap kandungan protein kasar. Namun interaksi dari ketiga perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata.

Hijauan jagung hidroponik memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein kasar yang terkandung dalam biji jagung utuh. Menurut Hartadi et al. (1993) kandungan protein kasar dari biji jagung utuh sekitar 7.9 %. Berdasarkan hasil analisis proksimat, hijauan jagung hidroponik mengandung protein kasar lebih dari 10% untuk semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein kasar hijauan hidroponik meningkat dari biji utuh. kandungan protein kasar yang terkandung dalam jagung hidroponik sesuai dengan penelitian Cordova (2001) yang menyatakan bahwa biomasa tanaman jagung mempunyai kandungan protein sekitar 11 sampai 15%.

Perlakuan faktor A dan faktor B dengan penggunaan larutan komersial 100% dan campuran larutan komersial + bioslurry masing–masing 50% mengandung protein kasar yang hampir sama. Penggunaan larutan 100% bioslurry mengandung protein kasar yang rendah. Hal ini karena semakin tinggi tanaman dan semakin banyak jumlah daun maka jumlah protein juga akan meningkat. Peningkatan persentase kandungan protein dari biji menjadi hijauan jagung ini karena peningkatan persentase bahan organik yang terkandung dari jagung yang ditanam.

Serat Kasar

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B, maupun C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap kandungan serat kasar. Namun interaksi dari ketiga perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata.

(22)

10

kasar. Perlakuan perendaman denga hypocloride dan penutupan dengan spon serta penggunaan larutan komersial 100% dan campuran larutan komersial + bioslurry masing–masing 50% mengandung serat kasar yang hampir sama yaitu lebih dari 3%. Penggunaan larutan 100% bioslurry, tanpa perendaman dengan hypocloride dan tidak ditutup spon, mengandung serat kasar yang rendah.

Kandungan serat kasar biji jagung sekitar 2.61% (Hartadi et al. 1993). Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan serat kasar pada jagung hidroponik lebih tinggi dibandingkan dengan serat kasar pada biji utuh kecuali pada perlakuan penggunaan larutan 100% bioslurry kandunga serat kasarnya lebih rendah dari biji utuh. Peningkatan persentase serat kasar dari biji utuh menjadi hijauan jagung karena ada peningkatan persentase bahan organik yang terkandung dalam tanaman. penggunaan larutan 100% bioslurry tidak mampu mempertahankan kandungan baha organik sehingga kandungan serat kasarnya lebih rendah. Jika dibandingkan dengan serat kasar tanaman jagung umur tiga bulan, jagung hidroponik mengandung serat kasar yang lebih rendah karena semakin tua umur tanaman, semakin tinggi kandungan serat kasarnya dan semakin rendah kandungan protein kasarnya (Djajanegara et al. 1998).

Tabel 3 Rataan hasil analisis proksimat tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan

A1= Direndam hypocloride, A2= Tanpa direndam hypocloride, B1= Ditutup spon, B2= Tanpa ditutup Spon, C1= 100% larutan komersial, C2= 50% larutan komersial + 50% Bioselury, C3= 100% Bioselury. ** Berdasarkan hasil Analisis di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU). Huruf yang berbeda dalam baris dan faktor yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Kecernaan dan Fermentabilitas

Rataan hasil analisis kecernaan bahan kering maupun bahan organik dan juga kandungan konsentrasi volatile fatty acid (VFA) dan konsentrasi NH3 dari tanaman jagung hidroponik disajikan dalam Tabel 4.

Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)

(23)

11 bahan kering pada jagung hidroponik menunjukkan bahwa jagung hidroponik memiliki peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan ternak juga akan tinggi. Kecernaan yang tinggi menunjukkan besarnya sumbangan nutrien dari pakan tertentu pada ternak, sedangkan pakan dengan kecernaan yang rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok dan tujuan produksi ternak (Yusmadi 2008).

Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p> 0.05) terhadap koefisien cerna bahan organik. Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai kualitas pakan (Sutardi 1977). Hasil analisis in vitro menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik sama seperti kecernaan bahan kering yaitu lebih dari 80%. Nilai kecernaan bahan organik yang tinggi dipengaruhi oleh kandungan serat dari bahan pakan dan aktivitas bakteri selulolitik akibat perubahan pH (Fabio et al. 2007).

Tingginya kecernaan bahan organik yang dihasilkan oleh jagung hidroponik berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa kecernaan lemak, karbohidrat dan protein yang terkandung dalam jagung hidroponik juga tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elita (2006) kecernaan bahan organik menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat dan protein yang dapat dicerna oleh ternak.

Volatile Fatty Acid (VFA)

Volatile Fatty Acid (VFA) adalah produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Orskov dan Ryle 1990). Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Konsentrasi VFA dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas mikroba rumen (Parakkasi 1999). Analisis sidik ragam menunjukkan semua perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap konsentrasi VFA.

Hijauan jagung hidroponik yang dihasilkan memiliki konsentrasi VFA yang layak untuk ternak, karena berada pada konsentrasi antara 80 sampai 160 mM. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryapratama (1999) konsentrasi VFA yang layak bagi kelangsungan hidup ternak adalah sekitar 80 sampai 160 mM.

Amonia (NH3)

Amonia adalah sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Amonia diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al. 2002). Kisaran konsentrasi NH3 yang optimal untuk sintesis protein mikroba rumen adalah 6 sampai 21 mM (McDonald et al. 2002), sedangkan menurut Sutardi (1977) kisaran NH3 optimum berkisar antara 4 sampai 12 mM. Analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap konsentrasi NH3.

(24)

12

lamanya fermentasi pakan di rumen dan pH rumen juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi ammonia rumen (Uhi et al. 2006). Protein jagung merupakan protein yang tahan degradasi rumen.

Tabel 4 Rataan hasil analisis in vitro untuk kecernaan (KCBK danKCBO) dan fermentabilitas (NH3 dan VFA) tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan Berdasarkan hasil Analisis di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. KCBK : Koefisien cerna bahan kering, KCBO : Koefisien cerna bahan organik, VFA : Volatile fatty acid

SIMPULAN

Penggunaan larutan nutrisi campuran antara larutan komersial AB mix 50% dan larutan bioslurry 50% sebagai media tanam menghasilkan tanaman hidroponik dengan produksi yang lebih tinggi. Penggunaan larutan bioslurry 100% dapat menurunkan produktivitas tanaman. Penggunaan larutan hypocloride dan penutupan dengan spon selama proses perkecambahan memberikan pengaruh terhadap produktivitas tanaman.

SARAN

Penggunaan larutan bioslurry sebagai larutan nutrisi harus dilakukan penyaringan lebih dari 3 kali untuk mengurangi endapan. Pengukuran persentase perkecambahan sebaiknya dilakukan dalam beberapa waktu karena ada biji yang berkecambah sebelum hari ke 4 dan setelah hari ke 4. Diawal penanaman tidak ditambahkan nutrien untuk mengetahui hari keberapa tanaman membutuhka nutrien. Harus dilakukan uji kualitas hijauan dari kontaminasi jamur sebelum hijauan diberikan pada ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice KJ. 2004. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Budiman JA, Purwoko S, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit EGC. Terjemahan dari: Phillips' Science of dental materialsh. Ed ke-10.

[AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 1988. Official Method of

(25)

13 Cordava H. 2001. Quality Protein Maize: Improved nutrition and livelihoods for

the poor. Maize Research Highlights. hlm 27-31

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2011.Kawasan Horti. Departemen Pertanian. Sumatera Selatan

Despal, Permana IG, Safarina SN, Tatra AJ. 2011. Penggunaan Berbagai Sumber Karbohidrat Terlarut Air untuk Meningkatkan Kualitas Silase Daun Rami. Med Pet. 43: 69-76.

Djajanegara A, Rangkuto M, Siregar, Soedarsono, Sejati SK. 1998. Pakan Ternak dan Faktor – Faktornya. Bogor (ID): IPB Pr.

Djazuli. 1986. Pemberian Mulsa, Pospat dan Kapur pada Ubi Jalar. Bogor (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Biologi.

Doring T, Heimbach U, Thieme T, Finckch M, Saucke H. 2006. Aspect of straw mulching in organic potatoes-I, effects on microclimate, Phytophtora infestans, dan Rhizoctonia solani.Nachrichtenbl. Deut. J flanzenschutzd. 58 (3):73-78

Elita R, Widjaya. 2006. Analisis Penggunaan Sumber Energi Biomassa di Bidang Pertanian [Laporan Akhir]. Tangerang (ID): Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. General Laboratory Procedure. 1966. Raport of Dairy Science. Madison (US)

Departement of Dairy Science University of Wisconsin.

Goldsworthy PR, Fisher NM. 1980. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Susilo H, Penerjemah. Yogyakarta (ID): Universitas gajah Mada Pr. Terjemahan dari: Physiology of Tropical Field crops.

Hartadi HS, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Tillman AD, Lebondosoekojo HS. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

McDonald P, Edward RA, Greenhalgh JFD, Morgan A. 2002. Animal Nutrition. 6th

Ed. New York (US): Prentice Hall.

Melisa D. 2013. Evaluasi produksi dan kualitas nutrisi hijauan jagung (zea Mays L) dari penanaman hidroponik [Skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugraha HD. 2013. Pemanfaatan bioslurry pada greenhouse fodder sebagai

suplemen silase ransum komplit dan pengaruhnya terhadap kecernaan, produksi, dan kualitas susu sapi perah [tesis]. Bogor (ID). Siap terbit.

Orskov, ER, Ryle M. 1990. Energy Nutrition in Ruminants. London (GB): Elsevier Science Publishers Ltd.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): UI Pr.

Rukmana R. 1997. Usaha Tani jagung. Jakarta (ID): Kanisius.

Sofyan A. 2000. Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan Ternak. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian

Sneath R, McIntosh F. 2003. Review of hydroponic fodder production for beef cattle (bibliografi). Queensland (AU): Departemen of Primary Industies. 1 acuan dari database QUEESLAND GOVERMENT Okt 2003.

Sudarmodjo. 2008. Hidroponik. Bogor (ID): Parung Farm. Tidak dipublikasikan. Sudjadi B. 2006. Biologi dan Sains. Jakarta(ID): Yudhistira,

(26)

14

Suryapratama W.1999. Efek Suplementasi Asam Lemak Volatil Bercabang dan Kapsul Lisin serta Treonin terhadap Nutrisi Protein Sapi Holstein. [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon Lembang. Bandung (ID). Direktorat Jendral Peternakan-FAO. Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Jurusan Ilmu Nutrisi

dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutiyoso Y. 2004. Hidroponik ala Yos. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Syamsuri. 2004. Biologi. Jakarta (ID): Erlangga.

Tiley JMA, Terry RA. 1966. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crop. J Briti Grassland 18 : 104 – 111

Uhi HT, Parakkasi A, Haryanto B. 2006. Pengaruh Suplemen Katalitik terhadap Karakteristik dan Populasi Mikroba Rumen Domba. Med Pet 2: 20-26. Usman M. 2010. Respon Berbagai Populasi Tanaman Jagung Manis (Zea Mays

saccharata Start) Terhadap Pemberian Pupuk Urea. J Agroland. 17 (2) : 138-143.

(27)

15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam % perkecambahan hijauan jagung hidroponik

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig. Model terkoreksi 8496.000a 11 772.364 7.835 0.000 Perlakuan 119716.000 1 119716.000 1.214E3 0.000

Faktor_A .111 1 0.111 0.001 0.000

Faktor_B 4533.778 1 4533.778 45.989 0.000

Faktor_C 2545.167 2 1272.583 12.909 0.000

Faktor_A * Faktor_B 2.778 1 2.778 0.028 0.868 Faktor_A * Faktor_C 910.056 2 455.028 4.616 0.120 Faktor_B * Faktor_C 103.389 2 51.694 .524 0.599 Faktor_A * Faktor_B

* Faktor_C 400.722 2 200.361 2.032 0.153

Galat 2366.000 24 98.583

Total 130578.000 36

Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman Jumlah

kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig. Model terkoreksi 92.750a 11 8.432 5.325 0.000 Perlakuan 11556.250 1 11556.250 7.299E3 0.000

Faktor_A 20.250 1 20.250 12.789 0.002

Faktor_B .694 1 .694 .439 0.000

Faktor_C 44.667 2 22.333 14.105 0.000

Faktor_A * Faktor_B 6.250 1 6.250 3.947 0.058 Faktor_A * Faktor_C 8.667 2 4.333 2.737 0.085 Faktor_B * Faktor_C 3.556 2 1.778 1.123 0.342 Faktor_A * Faktor_B *

Faktor_C 8.667 2 4.333 2.737 0.085

Galat 38.000 24 1.583

(28)

16

Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam produksi biomas hijauan jagung hidroponik

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig. Model terkoreksi 640887.889a 11 58262.535 23.248 0.000

perlakuan 6.622E7 1 6.622E7 2.642E4 0.000

Faktor_A 41073.778 1 41073.778 16.389 0.000

Faktor_B 96306.778 1 96306.778 38.428 0.000

Faktor_C 447740.222 2 223870.111 89.329 0.000 Faktor_A * Faktor_B 576.000 1 576.000 .230 0.636 Faktor_A * Faktor_C 14019.556 2 7009.778 2.797 0.081 Faktor_B * Faktor_C 21230.889 2 10615.444 4.236 0.027 Faktor_A * Faktor_B *

Faktor_C 19940.667 2 9970.333 3.978 0.032

Galat 60147.333 24 2506.139

Total 6.692E7 36

Lampiran 4 Hasil analisis sidik ragam kadar air hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman Jumlah

kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig. Model terkoreksi 83.889a 11 7.626 3.612 0.004

Perlakuan 5725.444 1 5725.444 2.712E3 0.000

Faktor_A 1.000 1 1.000 .474 0.000

Faktor_B 21.778 1 21.778 10.316 0.004

Faktor_C 48.222 2 24.111 11.421 0.000

Faktor_A * Faktor_B 1.778 1 1.778 .842 0.368

Faktor_A * Faktor_C 4.667 2 2.333 1.105 0.347

Faktor_B * Faktor_C .889 2 .444 .211 0.812

Faktor_A * Faktor_B *

Faktor_C 5.556 2 2.778 1.316 0.287

Galat 50.667 24 2.111

(29)

17 Lampiran 5. Hasil analisis sidik ragam kadar abu hijauan jagung hidroponik

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig.

Model terkoreksi 4.306a 11 .391 2.013 0.074

Perlakuan 78.028 1 78.028 401.286 0.000

Faktor_A 2.250 1 2.250 11.571 0.002

Faktor_B .694 1 .694 3.571 0.001

Faktor_C 1.056 2 .528 2.714 0.000

Faktor_A * Faktor_B .028 1 .028 .143 0.709

Faktor_A * Faktor_C .167 2 .083 .429 0.656

Faktor_B * Faktor_C .056 2 .028 .143 0.868

Faktor_A * Faktor_B *

Faktor_C .056 2 .028 .143 0.868

Galat 4.667 24 .194

Total 87.000 36

Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Kandungan Protein kasar Hijauan Jagung Hidroponik

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig. Model terkoreksi 25.333a 11 2.303 4.364 0.001

Perlakuan 5184.000 1 5184.000 9.822E3 0.000

Faktor_A 7.111 1 7.111 13.474 0.001

Faktor_B 2.778 1 2.778 5.263 0.031

Faktor_C 13.500 2 6.750 12.789 0.000

Faktor_A * Faktor_B .111 1 .111 .211 0.650

Faktor_A * Faktor_C .722 2 .361 .684 0.514

Faktor_B * Faktor_C .389 2 .194 .368 0.696

Faktor_A * Faktor_B *

Faktor_C .722 2 .361 .684 0.514

Galat 12.667 24 .528

(30)
(31)

19

(32)

20

Lampiran 11 Hasil analisis sidik ragam konsentrasi volatile fatty acid (VFA) hijauan jagung hidroponik

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah F hitung Sig. Model terkoreksi 12757.222a 11 1159.747 2.720 0.020 Perlakuan 554032.111 1 554032.111 1.299E3 0.000

Faktor_A 940.444 1 940.444 2.206 0.151

Faktor_B 729.000 1 729.000 1.710 0.203

Faktor_C 613.722 2 306.861 .720 0.497

Faktor_A * Faktor_B 53.778 1 53.778 .126 0.726 Faktor_A * Faktor_C 7537.389 2 3768.694 8.839 0.101 Faktor_B * Faktor_C 2131.167 2 1065.583 2.499 0.103 Faktor_A * Faktor_B *

Faktor_C 751.722 2 375.861 .882 0.427

Galat 10232.667 24 426.361

Total 577022.000 36

Lampiran 12 Gambar hijauan jagung hidroponik

Penimbangan hijauan jagung Hijauan jagung hidroponik

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 November 1990 dari Ayah Tata dan Ibu Yayah. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan studi di Yayasan Pendidikan SMA Taman Islam Bogor dan pada tahun yang sama tercatat sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) angkatan 47 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan bantuan Beasiswa Bidikmisi. Penulis tercatat sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai staff Departemen Keputrian (2011/2012) dan Bendahara Umum (2012/2013) di Lembaga Dakwah Fakultas FAMM (Forum Aktivitas Mahasiwa Muslim) Al-An’aam. Penulis juga aktif mengikuti kepanitian, sepertiMeet Cowboy 48 (2012), Dekan Cup (2012) dan Meet Cowboy 50 (2014). Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-P) dan didanai pada tahun 2013 dengan judul “Suplementasi Ekstrak Daun Bangun-Bangun (Coleus Amboinicus) Sebagai Antibiotik Alami Penyakit Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah”.

UCAPAN TERIMA KASIH

(34)

Gambar

Tabel 1 Komposisi larutan nutrisi bioslurry dan larutan AB mix
Tabel 3 Rataan hasil analisis proksimat tanaman  hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan

Referensi

Dokumen terkait