• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

POLA DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL POLUTAN SO2 DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA

MENGGUNAKAN DATA OMI (OZONE MONITORING INSTRUMENT)

ANGGI GHAZALI NUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya

Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

ABSTRAK

ANGGI GHAZALI NUR. Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di

Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument. Dibimbing oleh SUTOYO.

Kota dan Kabupaten Bogor saat ini memasuki masa pembangunan yang cukup pesat. Namun, proses pembangunan tersebut juga dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan di daerah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan tingkat serta pola distribusi polutan SO2 di Kabupaten Bogor dan sekitarnya menggunakan data hasil remote sensing OMI pada satelit AURA yang diproses dengan software Giovanni. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data selama 5 tahun (2006–2010) dan didapatkan bahwa tingkat kandungan SO2 tertinggi di lapisan PBL (Planetary Boundary Layer) Kabupaten Bogor terjadi pada bulan November 2010 sebesar 14.82 DU, sedangkan terendah terjadi pada bulan Maret 2007 sebesar –5.63 DU. Pembagian musim berdasarkan perubahan musim di Indonesia terdiri dari 4 bagian, yaitu musim DJF (Desember–Januari–Februari); MAM (Maret–April–Mei); JJA (Juni–Juli–Agustus); dan SON (September–Oktober– November). Pola sebaran SO2 pada bulan DJF (musim hujan) dan MAM (musim peralihan) menghasilkan nilai total kolom SO2 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang didapat pada musim kemarau JJA dan SON.

Kata kunci: Kabupaten Bogor, OMI, remote sensing, SO2.

ABSTRACT

ANGGI GHAZALI NUR. Spatial and Temporal Distribution Patterns of Pollutants SO2 in Bogor and Surrounding Areas Using Ozone Monitoring

Instrument’s Data. Supervised by SUTOYO.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

POLA DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL POLUTAN SO2 DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA

ANGGI GHAZALI NUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di Wilayah

Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument.

Nama : Anggi Ghazali Nur NIM : F44080068

Disetujui oleh

Sutoyo, STP, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr Plh. Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Alhamdulilahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan iman sehingga bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang telah Allah berikan. Skripsi yang berjudul Pola Distribusi Spasial dan Temporal Polutan SO2 di Wilayah Kabupaten Bogor dan Sekitarnya Menggunakan Data Ozone Monitoring Instrument dapat diselesaikan karena nikmat Allah berupa akal untuk berpikir, ilmu yang bermanfaat, serta hati yang tergerak untuk melakukan hal yang bermanfaat. Sholawat serta salam saya tujukan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, hingga umatnya hingga akhir zaman, dan semoga kita bisa mengikuti sunah beliau sehingga selamat dunia akhirat.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini dapat terselesaikan karena dukungan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sutoyo S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas kesabaran serta ilmu yang diberikan, semoga Allah mencatatnya sebagai amalan kebaikan.

2. Andik Pribadi S.TP, M.Sc dan Muhammad Fauzan S.T, M.T selaku dosen penguji, atas bimbingan dan arahan yang diberikan pada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Orang tua tercinta, Bapak Edy Kusmadi dan Ibu Nunung Nurhanah, serta kakak dan adikku yang selalu memberi doa, dukungan moril maupun materil dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Teman-teman satu bimbingan Akbar Lubis, Fadjar Djuniardi, dan Immanuel D. Y. Himdom, terimakasih atas dukungan dan semangat yang diberikan selama ini.

5. Sahabat-sahabat SIL’45. Semoga kita tetap istiqomah menggapai ridho Ilahi. Tetap berjuang dan terus berkarya. SIL WOW

6. Seluruh staf Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB yang telah banyak membantu baik selama perkuliahan maupun selama penelitian.

Penulis meminta maaf karena menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal, karena keterbatasan penulis. Penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat. Amin.

Bogor, Maret 2014

(10)

DAFTAR ISI

Alat dan Bahan yang Digunakan 14

Metode Penelitian 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Keadaan Umum Wilayah Penelitian 15

Pencemaran SO2 di Kabupaten Bogor dan Sekitarnya 17

Pola Distribusi Total Kolom SO2 di Bogor 19

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan sulfur dalam bahan bakar minyak 6

2 Pengaruh gas SO2 terhadap manusia. 6

3 Baku mutu SO2 pada udara ambien. 7

4 Spefikasi parameter dari instrumen OMI 13

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur SO2 4

2 Proses umum siklus sulfur 5

3 Klasifikasi sampling kualitas udara 7

4 Botol penjerap midget impinger 8

5 Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 1 jam 9

6 Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 24 jam. 9

7 Konsep pengumpulan data/informasi dengan sensor jauh dari

objek/target permukaan bumi 12

8 Satelit AURA 12

9 Lokasi wilayah penelitian 15

10 Wilayah Planetary Boundary Layer 17

11 Grafik besaran pencemar SO2 pada tahun 2010 18

12 Grafik besaran pencemar SO2 pada tahun 2007 18

(12)

22 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM

(bawah) tahun 2010 28

23 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON

(bawah) tahun 2010 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data curah hujan tahun 2006–2010 di 7 stasiun curah hujan di

Kabupaten Bogor dalam satuan mm 37

2 Tampilan aplikasi Giovanni 40

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota dan Kabupaten Bogor saat ini sudah mulai memasuki masa pembangunan yang cukup pesat. Perubahan pola pembangunan di wilayah ini membuat Kota dan Kabupaten Bogor menjadi wilayah satelit DKI Jakarta yang berkembang cukup pesat dan perlahan dapat menjadi wilayah metropolitan seperti halnya Kota Jakarta. Perkembangan ini memberi dampak peningkatan tingkat kepadatan penduduk di wilayah Bogor. Proses perkembangan pembangunan yang baik dan lokasi yang relatif dekat dengan wilayah Ibukota Jakarta ini membuat perkembangan di banyak sektor, antara lain sektor industri, transportasi dan lain-lain.

Industri merupakan salah satu sektor penting terciptanya kemajuan kehidupan manusia. Kegiatan industri telah menghasilkan banyak produk yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia, namun di sisi lain, kegiatan industri ini memberi dampak negatif berupa pencemaran lingkungan di sekitarnya, baik itu berbentuk padat, cair, ataupun gas buang yang keluar dari pabrik.

Sedangkan transportasi merupakan salah satu kegiatan yang mendukung aktivitas di beberapa sektor. Transportasi dapat digolongkan menjadi transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi darat merupakan transportasi yang paling sering digunakan. Alat transportasi darat yang sering digunakan di berbagai kota di Indonesia adalah kendaraan bermotor seperti mobil (baik pribadi maupun umum) dan sepeda motor. Penggunaan kendaraan bermotor ini erat kaitannya dengan fasilitas jalan, dan dengan demikian jumlah penggunaan kendaraan bermotor di jalan tersebut juga mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Salah satu hal yang mempengaruhi kondisi lingkungan adalah pencemaran udara yang dihasilkan akibat kegiatan transportasi tersebut.

Kedua sektor tersebut merupakan beberapa faktor yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan khususnya kualitas udara. Salah satu polutan yang terdapat pada udara atau atmosfer adalah SO2 (sulfur dioksida).

Pola sebaran distribusi polutan SO2 yang ada di Kota Bogor dan sekitarnya

dapat diketahui dengan menggunakan bantuan software web based remote sensing analysize tool yang bernama Giovanni. Data tingkat kandungan SO2 di atmosfer

tersebut merupakan hasil dari pencitraan satelit.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana cara menemukan pola distribusi penyebaran SO2 yang terjadi di daerah

(15)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tingkat polutan SO2 serta menganalisis pola distribusi polutan SO2 di Kabupaten Bogor

dan sekitarnya melalui pengolahan data hasil observasi penginderaan jauh satelit AURA menggunakan software GIOVANNI.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah terbentuknya suatu pola distribusi polutan SO2 sehingga didapatkannya nilai/tingkat besaran polutan SO2

pada lapisan troposfer Kabupaten Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain pengumpulan data sekunder yaitu data besaran total kolom SO2 dari hasil observasi satelit AURA dan data curah

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Udara

Definisi pencemaran udara menurut peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

Dengan adanya peraturan pemerintah tersebut maka pada pelaksanaannya sudah dibuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hal tersebut seperti misalnya, ketentuan umum untuk baku mutu udara ambien adalah batas yang diperbolehkan oleh zat atau bahan pencemar terdapat di udara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap mahluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau harta benda. Sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemar ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien (Achmad, 2004).

Baku mutu udara ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, ada 13 parameter pencemaran udara yang dibagi menjadi dua kategori berdasarkan letak kawasan. Parameter untuk umum (9 parameter): SO2, COx,

NO2, O3, HC, PM10/PM2,5, Debu, Pb, Dustfall, dan 4 parameter khusus untuk

daerah/kawasan industri kimia dasar Total Flouride, Flour indeks, Khlorine dan Khlorine Dioksida, serta Sulphat indeks. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dan lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.

Sulfur Dioksida (SO2)

Sulfur dioksida adalah senyawa gas yang tidak berwarna dan memiliki bau yang cukup menyengat. Gas sulfur dioksida dapat berubah menjadi cair apabila berada dibawah tekanan dan dapat dengan mudah larut di dalam air. Sumber gas SO2 biasanya berasal dari aktivitas manusia seperti proses pembakaran batu bara

dan minyak bumi pada pembangkit listrik atau peleburan tembaga. Di alam, sulfur dioksida juga dapat dihasilkan dari proses erupsi gunung berapi. (ATSDR, 1999)

Menurut Depkes RI (2004), pencemaran oleh sulfur dioksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3), dan keduanya disebut sulfur

(17)

4

Mekanisme pembentukan SOx dapat ditulis dalam dua tahap sebagai berikut:

S + O2 SO2

2SO2 + O2 2SO3

SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air

sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, SO3 dan uap air akan

segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4) dengan reaksi sebagai

berikut:

SO2 + H2O2 H2SO4

Setelah berada di atmosfir, SO2 akan diubah menjadi SO3 (kemudian

menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik. Jumlah SO2 yang

teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air

yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin yang tersedia.

Menurut Tjasyono (2004), sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3)

merupakan bentuk oksida sulfur yang banyak dijumpai. SO2 merupakan pencemar

primer yang di atmosfer bereaksi dengan pencemar lain membentuk senyawa sulfur yang menyebabkan hujan asam.

Gambar 1 Struktur SO2

Sutamihardja (1981) dalam Anwar (2005) mengatakan dengan bantuan energi surya gas SO2 di atmosfer akan cepat teroksidasi membentuk gas SO3. Pada

kelembaban yang tinggi gas SO3 ini dapat membentuk asam sulfat (H2SO4). Ali

dan Faust (1981) dalam Anwar (2005) menyatakan gas SO2 akan bereaksi dengan

(18)

Selanjutnya asam nitrat dan SO2 bersama-sama dengan NO2 akan

menghasilkan asam sulfat.

2HNO3 + H2O + 2SO2 H2SO4 + NO + NO2

SO2 + H2O + NO2 H2SO4 + NO

Sulfur merupakan unsur utama dari zat bioorganik yang merupakan suatu siklus oksidasi dari siklus sulfur. Oksidasi sulfur dari minyak bumi selama proses pembakaran dapat menyebabkan terjadinya hujan asam (lihat Gambar 2).

Gambar 2 Proses umum siklus sulfur

Sumber: Encyclopedia Britannica Inc (2008).

Tahapan dari siklus sulfur ini adalah: 1. Siklus autotropik

2. Oksidasi heterotropik menghasilkan sulfat 3. Absorbsi oleh tanaman dan mikroorganisme 4. Penguapan hidrogen sulfida dari bahan organik

5. Sulfur dari letusan gunung berapi (Kennedy, 1986 dalam Anwar, 2005) Nababan, B. (1989) dalam Anwar (2005) mengatakan perbedaan musim memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan sulfat air hujan pada musim kemarau yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim penghujan. Hal ini disebabkan pada musim kemarau frekuensi kejadian hujan relatif kecil sehingga udara relatif lebih kotor dibandingkan dengan musim penghujan dan sifat dari polutan SO2 dan SO3 yang cepat bereaksi dengan uap air.

Menurut Santosa (2005) dalam Anwar (2005), gas SO2 yang dihasilkan dari

pembakaran BBM, tergantung pada kandungan sulfur dalam tiap jenis BBM. Kandungan sulfur umum dalam tiap jenis BBM yang disajikan dalam Tabel 1. Solar lebih tinggi kandungan sulfurnya dibandingkan premium, sehingga pada kendaraan berbahan bakar solar lebih tinggi mengemisikan SO2 dibandingkan

(19)

6

Tabel 1 Kandungan sulfur dalam bahan bakar minyak No. Jenis Bahan Bakar Kandungan Sulfur (%)

1 Avtur 0.11

2 Premium 0.01

3 Minyak Tanah 0.03

4 Solar 0.14

5 Industrial Diesel Fuel (IDF) 0.07 6 Industrial Fuel Oil (IFO) 1.65

Sumber: Anwar (2005).

Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem pernapasan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih. Bahkan pada beberapa individu

yang sensitif, iritasi sudah terjadi pada paparan 1-2 ppm saja. Untuk penderita yang mempunyai penyakit kronis pada sistem pernapasan dan kardiovaskular serta lanjut usia, gas ini merupakan polutan yang berbahaya karena hanya dengan paparan 0,2 ppm sudah dapat menyebabkan iritasi tenggorokan. (Wiharja, 2002)

Lebih lengkap, pada Tabel 2 ditunjukkan pengaruh SO2 dalam berbagai

kadar (ppm) terhadap kesehatan manusia.

Tabel 2 Pengaruh gas SO2 terhadap manusia.

Kadar (ppm) Dampaknya terhadap manusia 3 – 5 - Jumlah minimum yang dapat dideteksi baunya

8 – 12 - Jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan

20 - Jumlah minimum yang dapat mengakibatkan iritasi mata - Dapat menyebabkan batuk

- Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk paparan lama 50 – 100 - Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk paparan

singkat

400 – 500 - Sudah berbahaya walaupun dalam paparan yang singkat

Sumber: Wiharja (2002).

Sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini pada konsentrasi tinggi dapat membunuh jaringan pada daun. Pinggiran daun dan daerah di antara tulang-tulang daun rusak. Secara kronis SO2 menyebabkan

terjadinya khlorosis. Kerusakan tanaman ini akan diperparah dengan kenaikan kelembaban udara. Kerusakan lebih lanjut dialami oleh bangunan yang bahan-bahannya seperti batu kapur, batu pualam, dan dolomit akan rusak oleh SO2 di

udara. Efek dari kerusakan ini akan tampak pada penampilannya, integritas struktur, dan umur dari gedung tersebut. (Achmad, 2004)

(20)

Tabel 3 Baku mutu SO2 pada udara ambien.

Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu SO2

Program pemantauan kualitas udara merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam pengendalian pencemaran udara. Menurut BPLHD Jawa Barat (2009), teknik sampling kualitas udara dilihat lokasi pemantauannya terbagi dalam dua kategori yaitu teknik sampling udara emisi dan teknik sampling udara ambien. Sampling udara emisi adalah teknik sampling udara pada sumbernya seperti cerobong pabrik dan saluran knalpot kendaraan bermotor. Teknik sampling kualitas udara ambien adalah sampling kualitas udara pada media penerima polutan udara/emisi udara.

Untuk sampling kualitas udara ambien, teknik pengambilan sampel kualitas udara ambien saat ini terbagi dalam dua kelompok besar yaitu pemantauan kualitas udara secara aktif (konvensional) dan secara pasif. Dari sisi parameter yang akan diukur, pemantauan kualitas udara terdiri dari pemantauan gas dan partikulat.

Gambar 3 Klasifikasi sampling kualitas udara

Sumber: BPLHD Jawa Barat (2009).

Pemantauan pada parameter gas SO2 biasanya dilakukan cara uji kadar SO2

dengan metode pararosanilin menggunakan spektrofotometer (SNI 19-7119.7-2005) yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Standar ini digunakan untuk penentuan kadar sulfur dioksida (SO2) di udara

(21)

8

a) Cara pengambilan contoh uji gas sulfur dioksida dengan menggunakan larutan penjerap.

b) Cara perhitungan volume contoh uji gas yang dijerap.

c) Cara penentuan gas sulfur dioksida di udara ambien dengan metode pararosanilin menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm dengan kisaran konsentrasi 0.01 ppm sampai 0.4 ppm udara atau 25 µg/m3 sampai 1000 µg/m3.

Prinsip dari cara uji ini adalah gas sulfur dioksida (SO2) diserap dalam larutan

penjerap tetrakloromerkurat membentuk senyawa kompleks diklorosulfonato merkurat. Dengan menambahkan larutan pararosanilin dan formaldehida, kedalam senyawa diklorosulfonatomerkurat maka terbentuk senyawa pararosanilin metal sulfonat yang berwarna ungu. Konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang 550 nm.

Peralatan yang digunakan antara lain:

a) Peralatan pengambilan contoh uji SO2 sesuai gambar 5 dan 6 (setiap unit

peralatan disambung dengan selang silikon dan tidak mengalami kebocoran) b) Labu ukur 50 mL; 100 mL; 250 mL; 500 mL dan 1000 mL. h) Timbangan analitik dengan ketelitian 0.1 mg. i) Buret 50 mL.

j) Labu Erlenmeyer asah bertutup 250 mL. k) Oven.

l) Kaca arloji.

m)Termoter, barometer, pengaduk dan botol reaksi.

Gambar 4. Botol penjerap midget impinger

(22)

Gambar 5. Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 1 jam Sumber : SNI 19-7119.7-2005

Gambar 6. Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 24 jam. Sumber : SNI 19-7119.7-2005

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi, maka teknik pemantauan kualitas udara saat ini juga dapat dilakukan melalui metode penginderaan jauh (remote sensing) menggunakan citra satelit yang berada di luar angkasa untuk memantau kualitas atmosfer.

Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

(23)

10

teknologi INDERAJA memerlukan kemampuan merancang bangun untuk semua peralatan yang menyaring baik wahana, sensor, sistem sensor, stasiun di bumi maupun sistem penerimaan data dan pengolahannya. Data yang diperoleh pada umumnya berbentuk keruangan atau spasial sehingga dalam pengolahannya memerlukan seni tampilan yang serasi, menarik, dan mudah dimengerti. (Soenarmo, 2009).

Dalam kehidupan kita sering memanfaatkan penginderaan jauh untuk memperoleh berbagai macam kondisi fisik benda atau objek dengan sensor jauh, antara lain:

 Fotografi: memanfaatkan luminasi cahaya tampak.

Rontgen (sinar X), NMR (Nuclear Magnetic Resonance), USG (ultrasonography), CT (Computer Tomography scanning) untuk memperoleh data bagian dalam tubuh manusia tanpa pembedahan, dan citra yang dihasilkan dari teknik radiologi lain yang diperlukan untuk pemeriksaan kesehatan dan pemantauan penyakit.

 Radiografi/Kamera Video: memanfaatkan interaksi sinar gamma untuk kontrol kualitas produksi, mencari kerusakan/kebocoran pipa (gas, air, dan sebagainya) tanpa menggali atau merusak.

 Mesin pengenal angka/huruf, peluru kendali.

 Sistem pengenal jenis kromosom dan sidik jari.

 Foto udara, untuk pemetaan permukaan bumi.

 Robot, untuk otomatisasi industri.

 Radar (Radio Detection and Ranging), untuk mengamati awan dan hujan, pesawat musuh, dan sebagainya.

 Georadar, untuk mengukur karakteristik lapisan tanah menggunakan gelombang sonar.

 Lidar (Laser Imaging Radar), untuk memperoleh data atmosfer vertikal atau profil atmosfer.

 Satelit (wahana di luar angkasa, mengelilingi bumi pada orbit yang ditentukan), untuk memperoleh data karakteristik bumi padat, cair, dan gas. Secara garis besar, perbedaan perolehan data penginderaan jauh foto udara, radar, lidar, satelit atau pemanfaatan panjang gelombang elektromagnetik pada setiap wahana adalah sebagai berikut:

 Foto udara: biasanya dilakukan dengan wahana pesawat udara atau helikopter. Pengambilan data dari jarak ribuan meter di atas permukaan. Sensor jauh yang digunakan adalah sistem sensor pasif dengan kamera foto, yang menerima panjang gelombang elektromagnetik cahaya tampak yang dipantulkan oleh target/objek/sasaran.

 Radar atau Radio Detection and Ranging: wahana yang diletakkan di permukaan bumi. Pengambilan data dengan memancarkan gelombang elektromagnetik mikro, sekaligus menerima gelombang elektromagnetik mikro yang dipantulkan oleh sasaran. Sensor jauh yang digunakan dikenal dengan sistem sensor aktif.

(24)

laser, yang dipantulkan, oleh partikel-partikel dalam lapisan-lapisan atmosfer.

 Satelit: wahana yang berada di luar atmosfer bumi, berevolusi mengelilingi bumi untuk memperoleh data kondisi fisis sistem bumi atmosfer. Sensor jauh yang digunakan dengan sistem sensor pasif yang menerima panjang gelombang pantul dari cahaya ultra ungu, cahaya tampak, cahaya merah infra pantul, dan cahaya merah infra termal.

 Satelit radar: Dilengkapi dengan sistem sensor aktif. Sistem sensor aktif disertakan dalam wahana satelit, dilakukan penapisan gelombang mikro yang sesuai dengan tujuan. Dalam satelit radar, penapisan gelombang mikro yang mempunyai panjang gelombang yang mampu menembus awan sehingga dapat diperoleh data fisis permukaan tanpa penutupan oleh bayang-bayang awan.

 Perbedaan antara sistem radar dan sistem satelit radar sangat besar karena berbeda dalam penggunaan panjang gelombang mikro. Radar berada di permukaan, pada umumnya memanfaatkan panjang gelombang elektromagnetik yang dapat dipantul oleh objek/target yang ada di atmosfer, sementara radar dalam satelit memanfaatkan panjang gelombang elektromagnetik yang mampu menembus partikel atau benda yang ada dalam atmosfer.

Menurut Soenarmo (2009), konsep dasar penginderaan jauh menggunakan sensor jauh didasarkan pada 5 (lima) unsur utama, yaitu: sumber energi (transmitter), gelombang elektomagnetik datang, objek atau target, gelombang elektomagnetik pantul (emisi), serta sensor (receiver).

 Sumber energi utama berasal dari energi radiasi matahari, yang dipancarkan sesuai hukum radiasi benda hitam dengan temperatur 6000 °K dan panjang gelombang berbeda-beda (spektrum elektromagnetik).

 Sumber energi radiasi matahari ada yang dapat ditangkap langsung secara alami, dan ada yang melalui penapisan untuk memperoleh panjang gelombang yang sesuai dengan sifat dan karakteristik objek.

 Gelombang elektromagnetik datang, merambat menembus atmosfer, merupakan perantara yang menyampaikan energi ke objek, dengan panjang gelombang untuk setiap objek/target.

 Objek atau target adalah benda, fenomena atau permukaan yang akan diindera dengan sensor jauh.

 Gelombang elektromagnetik pantul dan hambur terjadi setelah gelombang elektromagnetik datang mengenai objek/target, sebagian diserap dan ditransmisikan, sebagian lagi dipantulkan dan dihamburkan. Gelombang elektomagnetik pantul dan hambur inilah yang diindera (di-cover) oleh sensor. Data atau informasi yang diperoleh sesuai dengan sifat fisik atau karakteristik objek/target dan unik.

(25)

12

Gambar 7 Konsep pengumpulan data/informasi dengan sensor jauh dari objek/target permukaan bumi

Sumber: Soenarmo (2009).

Satelit AURA

Satelit AURA diluncurkan pada tanggal 15 Juli 2004. Satelit AURA merupakan salah satu bagian dari proyek Divisi Ilmu Kebumian NASA yang memiliki program untuk memonitor interaksi-interaksi kompleks di atmosfer yang dapat memberikan efek global dengan menggunakan satelit dan sistem data dari NASA (http://www.nasa.gov/).

Gambar 8 Satelit AURA

Sumber: http://www.nasa.gov/.

Aura memiliki massa sekitar 1765 kg, panjang 6.9 m, dan jika panel surya dibentangkan panjangnya mencapai 15 m. Aura membawa empat instrumen untuk mempelajari komposisi kimia atmosfer bumi yaitu:

 HIRDLS, yaitu High Resolution Dynamics Limb Sounder, digunakan untuk mengukur radiasi infra merah dari ozon, uap air, CFC, metana dan nitrogen. Instrumen ini dikembangkan bersama dengan United Kingdom Natural Environment Research Council. Alat HIRDLS dimatikan sejak 17 Maret 2008 dan tidak lagi mengirimkan data sejak itu.

 MLS, yaitu Microwave Limb Sounder, digunakan untuk mengukur emisi dari ozon, khlorin dan gas lainnya serta mengklarifikasi peran uap air dalam pemanasan global.

(26)

 TES, yaitu Tropospheric Emmision Spectrometer, digunakan untuk mengukur kandungan ozon troposfer dengan panjang gelombang infra merah. Selain itu, instrumen ini juga mengukur kandungan karbon monoksida, metana dan nitrogen oksida.

OMI (Ozone Monitoring Instrument)

OMI merupakan salah satu program hasil kerjasama antara Netherlands’s Agency for Aerospace Programs (NIVR) dan Finnish Meteorogical Institute (FMI) yang ditempatkan pada misi EOS Aura. Program ini akan meneruskan program TOMS untuk merekam berbagai parameter pada ozon dan atmosfer yang berhubungan dengan sifat kimia ozon dan iklim. Pengukuran pada instrumen OMI ini juga akan bersinergi dengan instrumen lain yang ada pada satelit Aura (National Aeronautics and Space Administartion, 2012).

Instrumen OMI dapat membedakan berbagai tipe aerosol yang ada di atmosfer seperti asap, debu, sulfat dan pengukuran tekanan serta proses penutupan awan, sehingga dapat menyediakan data pada lapisan ozon troposfer. Instrumen OMI memiliki kelebihan dibanding dua instrumen sebelumnya, yaitu TOMS dari NASA dan GOME dari ESA. OMI dapat mengukur lebih banyak parameter di atmosfir dibandingkan TOMS dan memiliki tingkat resolusi yang lebih baik dibanding instrumen GOME. Spesifikasi parameter dari instrumen ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Spefikasi parameter dari instrumen OMI

Item Parameter

Visible : 350–500 nm

UV : UV–1, 270 to 314 nm, UV–2 306 to 380 nm Spectral resolution : 1.0–0.45 nmFWHM

Spectral sampling : 2–3 for FWHM

TelescopeFOV : 114 (2600 kmon ground) IFOV : 3 km, binned to 13 × 24 km

Detector : CCD: 780 × 576 (spectral×spatial) pixels

Mass : 65 kg

Duty cycle : 60 minutes on daylight side Power : 66 watts

Data rate : 0.8 Mbps (average)

Pointing requirements (arcseconds) (Platform + instrument, pitch:roll: yaw, 3s): Accuracy : 866:866:866

Knowledge : 87:87:87 Stability (6 sec.) : 87:87:87

Physical size : 50 × 40 × 35 cm GIOVANNI

(27)

14

Serikat atau biasa disebut NASA. Software ini dikembangkan untuk memudahkan masyarakat luas, khususnya untuk para peniliti, dalam memvisualisasi, menganalisis, dan mengakses data penginderaan jauh yang ada di bumi dengan cara yang mudah tanpa harus mengunduh keseluruhan data tersebut.

Software GIOVANNI ini telah dikembangkan oleh tim yang beranggotakan para peneliti dari berbagai bidang ilmu yang sudah cukup berpengalaman. Hal ini bertujuan untuk membantu komunitas pendidikan di dunia. GIOVANNI ini dapat dan sudah digunakan oleh berbagai macam kalangan seperti para ahli dan peneliti ilmu kebumian, pemodel ilmu klimatologi, pengajar, dan pelajar. Beberapa kemudahan yang didapatkan dari software ini adalah kita hanya memerlukan Web Browser, tidak perlu mempelajari format dan pemrograman data, tidak perlu mengunduh data dalam jumlah yang besar, dan data serta analisisnya yang kita inginkan akan didapatkan dengan cara yang mudah. (http://disc.sci.gsfc.nasa.-gov/giovanni/)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Komputer Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari–April 2013.

Alat dan Bahan yang Digunakan

a. Software GIOVANNI

Software digunakan dalam penelitian ini adalah GIOVANNI yang dapat diakses pada situs NASA (National Aeronautics and Administration).

b. Personal Computer (PC)

Personal Computer (PC) digunakan untuk mengakses program GIOVANNI dan Google Earth.

c. Software Google Earth

Software ini digunakan untuk melihat visualisasi hasil data yang diperoleh dari Giovanni dan digunakan saat proses analisis spasial sebaran polutan.

d. Data curah hujan bulanan dari 7 stasiun curah hujan di wilayah Kabupaten Bogor dalam jangka waktu tahun 2006 s.d. 2010.

Metode Penelitian

1. Pengambilan data sebaran polutan SO2 dengan software GIOVANNI

Proses pengambilan data ini melalui pengunduhan data yang dapat dilakukan dengan software berbasis web Giovanni. Software ini dapat diakses melalui situs NASA.

2. Visualisasi hasil data dengan aplikasi Google Earth

(28)

hasil visualisasi sebaran polutan di daerah penelitian beserta besarnya satuan polutan yang diteliti pada atmosfer.

3. Analisis pola distribusi polutan SO2

Pada penelitian ini diadakan 2 proses analisis terhadap polutan, yaitu: a) Analisis spasial

Pada tahap ini menghasilkan visualisasi sebaran polutan yang telah dilakukan di tahap sebelumnya dengan memperhatikan tempat-tempat tertentu yang memiliki tingkat sebaran polusi SO2 yang tinggi selama

rentang waktu 2006–2010. b) Analisis temporal

Pada tahap ini, data besaran polutan yang diunduh dalam proses sebelumnya dibandingkan dengan data curah hujan di daerah penelitian dan dilihat hasil perbandingan antara besarnya jumlah polutan dengan curah hujan di daerah tersebut.

4. Pemaparan hasil analisis

Hasil dari proses analisis sebelumnya dipaparkan dan dapat ditarik kesimpulan mengenai pola distribusi polutan tersebut di wilayah daerah penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Gambar 9 Lokasi wilayah penelitian

(29)

16

pemerintahan. Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara, Kabupaten Karawang di timur, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan, serta Kabupaten Lebak di barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor sebesar 2.071,21 km2. Luas wilayah tersebut terbagi menjadi 40 kecamatan dengan total populasi pada tahun 2007 sebesar 4.316.236 jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 2.083,92 jiwa/km2. (BPS, 2008). Kota Bogor merupakan salah satu kota di provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha dan secara geografis berada di sekitar 106°48’ BT dan 6°26’ LS. Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dan secara administratif dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec. Sukaraja Kabupaten Bogor.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor.

(30)

Gambar 10 Wilayah Planetary Boundary Layer

Pada daerah penelitian yang mencakup wilayah Kabupaten dan Kota Bogor dapat dilihat beberapa titik/tempat yang berpotensi menjadi sumber pencemaran SO2. Pada daerah Kabupaten Bogor terdapat 2 kawasan industri yang cukup besar,

yaitu wilayah kawasan industri Sentul dan kawasan industri Cibinong, selain itu dari segi transportasi terdapat jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan provinsi yaitu diantaranya jalan tol Jagorawi. Pada wilayah penelitian juga terdapat banyak kawasan industri menengah maupun kecil yang tersebar di berbagai daerah, antar lain daerah Citeureup, Jasinga, Ciampea, Cisarua, Ciawi, dan berbagai daerah lain. Dari sektor transportasi, potensi sumber pencemar terdapat pada banyaknya kendaraan umum sejenis angkot yang ada di daerah penelitian khususnya daerah Kota Bogor.

Pencemaran SO2 di Kabupaten Bogor dan Sekitarnya

Pada penelitian ini didapatkan hasil yang berupa besarnya tingkatan kolom pencemaran SO2 di daerah lapisan traposfer, tepatnya pada daerah Planetary

Boundary Layer (PBL), yang ada di atas wilayah penelitian serta visualisasinya. Besaran tingkat pencemaran disajikan dalam satuan Dobson Unit (DU). Dobson Unit (DU) adalah skala pengukuran kerapatan ozon pada suatu kolom udara di atmosfer. Satu Dobson setara dengan 2.69 × 1020 ozon molekul per meter persegi atau 0.442 milimol ozon per meter persegi. Dobson unit juga bisa diartikan sebagai kerapatan suatu molekul pada suatu kolom udara yang dimampatkan menjadi sebuah lempengan dengan tebal tertentu, satu Dobson memiliki tebal lempengan 0.01 mm yang berisi 0.0285 gram molekul per meter persegi pada temperatur dan tekanan standar (273 °Kelvin dan 1 atm). (http://ozonewatch.gsfc. nasa.gov/facts/dobson.html)

Hasil visualisasi dapat dilihat dalam bentuk peta yang memperlihatkan sebaran tingkat pencemaran SO2 di atmosfer dalam rentang daerah penelitian.

Pengambilan data penelitian yang dilakukan dalam rentang waktu 5 tahun (2006– 2010) dan didapatkan bahwa tingkat kandungan SO2 di PBL troposfer Kota dan

(31)

18

14.82 DU, sedangkan paling rendah terjadi pada tanggal 30 Maret 2007 sebesar -5.63 DU. Hal itu dapat dilihat dari grafik pada Gambar 11 dan 12.

Data DU yang bernilai negatif sebenarnya tidak berlaku. Nilai negatif yang terdapat pada hasil penelitian ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adanya kesalahan pada pola algoritma pengolahan data OMI, nilai negatif ini umumnya terjadi pada daerah yang lebih berawan sehingga dapat terjadi efek koreksi “Ring” yang tidak sempurna atau pergeseran panjang gelombang pada cahaya yang terukur pada daerah yang lebih berawan tersebut. Tekanan medan yang tidak tepat ataupun nilai radiasi tekanan awan yang tidak tepat juga dapat menghasilkan nilai data input yang salah. (http://so2.gsfc.nasa.gov/Documentation/OMSO2Release-Details_v111_ 0303.htm)

Gambar 11 Grafik besaran pencemar SO2 pada tahun 2010

(32)

Pola Distribusi Total Kolom SO2 di Bogor

Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan dari 7 stasiun curah hujan, yaitu stasiun curah hujan Cibinong, Cianten, Dramaga, Gunung Mas, Jasinga, Jonggol dan Katulampa yang dapat dilihat pada Gambar 13 serta menurut Tjasyono (2004), pembagian musim berdasarkan perubahan musim di Indonesia terdiri dari musim hujan terjadi pada bulan-bulan DJF (Desember-Januari-Februari), kemarau pada bulan-bulan JJA (Juni-Juli-Agustus) dan dua musim peralihan yaitu bulan-bulan MAM (Maret-April-Mei) dan SON (September-Oktober-November).

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov

(33)

20

Gambar 14 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM

(bawah) tahun 2006

Pada tahun 2006, sebaran total kolom SO2 di wilayah Kabupaten Bogor dan

sekitarnya saat bulan DJF ,yang merupakan musim hujan, terlihat sangat merata. Seluruh wilayahnya mempunyai nilai 0 DU, kecuali di sebagian wilayah kecamatan Gunung Putri dan Cileungsi yang mempunyai nilai mencapai 0.15 DU. Hal ini disebabkan oleh adanya kawasan industri yang cukup besar di wilayah tersebut. Pada bulan MAM, yang merupakan musim peralihan dari musim hujan ke kemarau, nilai sebaran total kolom SO2 sangat merata di seluruh wilayah

(34)

Gambar 15 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON

(bawah) tahun 2006

Pada musim kemarau yang terjadi di bulan JJA, nilai total kolom SO2 di

beberapa wilayah Kabupaten Bogor cukup tinggi. Di wilayah Kecamatan Jasinga dan Sukajaya nilai total kolom SO2 berada di kisaran nilai 0.15–0.45 DU, pada

wilayah Kota Bogor, sebagian wilayah Bojong Gede, Tanjung Sari, Babakan Madang, Citeureup dan Cijeruk memiliki nilai 0.15 DU, di sebagian wilayah Dramaga, Cibinong, Sukaraja, Cijeruk dan Caringin memiliki nilai 0.3 DU. Wilayah Taman Sari dan Pamijahan memiliki nilai tinggi sekitar 0.15–0.6 DU, pada wilayah Ciawi, Megamendung dan Cisarua memiliki nilai 0.15–0.75 DU serta pada sebagian wilayah Cisarua nilainya merupakan nilai tertinggi yaitu sebesar 0.8 DU. Hal ini dapat dikarenakan wilayah tersebut merupakan jalur utama transportasi menuju kawasan wisata Puncak, sehingga memiliki kepadatan volume kendaraan yang sangat berdampak pada besaran nilai pencemar SO2 di

wilayah tersebut. Pada bulan SON, nilai sebaran total kolom SO2 cukup tinggi

(35)

22

Gambar 16 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM

(bawah) tahun 2007

Pada musim hujan yang terjadi di bulan DJF, nilai total kolom SO2 terbilang

cukup merata di wilayah Bogor, namun pada wilayah Parung dan Gunung Sindur nilainya cukup tinggi, yaitu sekitar 0.15–0.75 DU. Hal ini dapat disebabkan karena wilayah tersebut merupakan wilayah perbatasan dengan Kabupaten Depok yang memiliki jalur transportasi cukup besar sehingga membuat volume kendaraan bermotor di wilayah tersebut cukup tinggi. Pada bulan MAM, sebagian wilayah Kota Bogor memiliki nilai total kolom SO2 mencapai 0.15–0.3 DU. Di

wilayah Tenjo, yang merupakan wilayah perbatasan dengan Provinsi Banten, memiliki nilai tinggi yaitu sekitar 0.15–0.8 DU. Pada wilayah Jonggol, Sukamakmur, Cariu dan Tanjung Sari nilai total kolom SO2 mencapai nilai

(36)

Gambar 17 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON

(bawah) tahun 2007

Pada bulan JJA dan SON nilai total kolom SO2 di wilayah Bogor memiliki

nilai 0 DU di sebagian besar wilayahnya, namun ada beberapa daerah pula yang memiliki nilai yang tinggi. Di bulan JJA, wilayah Cigudeg, Leuwisadeng, Nanggung, Babakan Madang, Sukamakmur dan Ciawi memiliki nilai 0.15 DU. Di wilayah Jasinga dan Sukajaya memiliki nilai 0.3 DU, bahkan di sebagian wilayah Sukajaya nilai total kolom SO2 mencapai 0.45 DU. Di kawasan wisata Puncak

yang meliputi wilayah Megamendung dan Cisarua serta sebagian wilayah Sukamakmur memiliki nilai total kolom SO2 yang cukup tinggi yaitu sekitar

0.3–0.8 DU. Nilai tertinggi sebesar 0.8 DU terjadi di wilayah Cisarua yang merupakan daerah wisata padat kendaraan. Di bulan SON, sebagian wilayah Bogor memiliki nilai total kolom SO2 yang rendah, namun di beberapa wilayah

seperti Cigudeg, Jasinga, Tanjung Sari, dan Sukajaya memiliki nilai 0.15 DU, bahkan di sebagian wilayah Sukajaya memiliki nilai total kolom SO2 yang cukup

(37)

24

Gambar 18 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM

(bawah) tahun 2008

Pada bulan DJF tahun 2008 nilai total kolom SO2 di sebagian besar wilayah

(38)

Gambar 19 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON

(bawah) tahun 2008

Pada bulan JJA dan SON yang memiliki curah hujan yang lebih kecil dibandingkan bulan DJF dan MAM, nilai total kolom SO2 di periode ini bernilai

(39)

26

Gambar 20 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM

(bawah) tahun 2009

Pada bulan DJF dan MAM di tahun 2009, pola yang dimiliki hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Di bulan DJF yang merupakan musim hujan, hampir seluruh daerah memiliki nilai 0 DU, hanya di daerah sebagian Kecamatan Nanggung yang memiliki nilai total kolom SO2 sebesar 0.15 DU. Sedangkan pada

bulan MAM, terdapat daerah yang memiliki nilai total kolom SO2 yang tinggi,

(40)

Gambar 21 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON

(bawah) tahun 2009

Di bulan JJA dan SON tahun 2009 yang merupakan musim kemarau juga memiliki pola distribusi yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Di bulan JJA, nilai yang tinggi terdapat di wilayah Cileungsi, Jonggol, Cariu, Tanjung Sari dan Sukamakmur memiliki nilai 0.15–0.7 DU. Daerah Kota Bogor, Dramaga, Sukaraja, Cijeruk dan Ciawi memiliki nilai 0.15–0.4 DU. Di wilayah timur yaitu sekitar wilayah Jasinga, Sukajaya dan Nanggung memiliki nilai 0.15–0.4 DU. Pada bulan SON banyak wilayah juga yang memiliki nilai DU tinggi, antara lain Jasinga, Sukajaya dan Pamijahan yang memiliki nilai 0.3–0.7 DU. Daerah Ciawi, Caringin, Megamendung, Babakan Madang, sebagian wilayah Sukaraja dan Sukamakmur memiliki nilai 0.15–1.2 DU, dan di daerah Cisarua memiliki nilai DU yang paling tinggi selama tahun 2009 yaitu sebesar 1.35 DU. Hal ini disebabkan oleh karena wilayah tersebut berada di kawasan wisata Puncak yang padat pengunjung sehingga mengakibatkan adanya polutan SO2 dari transportasi

(41)

28

Gambar 22 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim DJF (atas) dan MAM

(bawah) tahun 2010

(42)

Gambar 23 Visualisasi sebaran kolom SO2 pada musim JJA (atas) dan SON

(bawah) tahun 2010

Pada tahun 2010, di musim kemarau (bulan JJA) sebagian besar wilayah memiliki nilai DU SO2 yang kecil. Pada wilayah Jasinga, Sukajaya, Ciampea dan

Rancabungur nilai total kolom berkisar antara 0.15–0.3 DU, sedangkan pada wilayah Cileungsi, Klapanuggal, Citeureup, Jonggol, Tanjung Sari, Babakan Madang, Sukamakmur, Ciawi dan Megamendung nilainya berkisar pada 0.3–1.2 DU, hanya pada wilayah Cisarua nilai DU SO2 bisa mencapai 1.35 DU. Di bulan

(43)

30

Berdasarkan hasil visualisasi selama kurun waktu 5 tahun, terlihat adanya pola sebaran polutan SO2, pada bulan DJF dan MAM dengan nilai curah hujan

tinggi memiliki nilai total kolom SO2 yang rendah. Hal yang sebaliknya terjadi

bila dibandingkan dengan yang terjadi pada bulan JJA dan SON yang memiliki curah hujan rendah, nilai total kolom SO2 di periode itu tinggi. Hasil proyeksi

Wiwiek Setyawati dan Tuti Budiawati (2011) dengan software SCIAMACHY pada kurun waktu 2004–2008 menunjukkan hal yang sedikit berbeda, yaitu nilai rata-rata total kolom SO2 di musim JJA lebih rendah dari musim DJF. Namun,

nilai tertinggi terjadi pada musim SON (peralihan kemarau ke hujan). Hal ini sesuai dengan pola yang didapatkan pada penelitian ini bahwa pada musim SON nilai total kolom SO2 memang cukup tinggi.

Adanya pola sebaran lain, yaitu wilayah-wilayah yang biasanya memiliki nilai total kolom yang tinggi adalah wilayah yang memiliki tempat dan kawasan industri. Menurut data BPS Bogor (2006–2010) daerah seperti Kecamatan Nanggung, Jasinga, Rumpin, Cigudeg, Cisarua, Megamendung dan Leuwiliang memiliki jumlah tempat industri, baik usaha kecil maupun menengah, yang cukup tinggi dan umumnya merupakan industri pengolahan barang yang biasanya banyak menggunakan proses pembakaran bahan bakar minyak mentah yang dapat menghasilkan SO2. Kawasan industri dengan skala lebih besar seperti yang berada

di wilayah Kecamatan Cileungsi, Cibinong, Citeureup, Gunung Putri, dan Parung memiliki dampak yang cukup besar terhadap proses pencemaran SO2 ini. Adanya

faktor angin yang cukup memberikan dampak terhadap pergeseran polutan SO2

ini, juga mempengaruhi hasil visualisasi. Hasil besar yang terdapat pada di daerah selatan Bogor dapat dikarenakan pula oleh adanya sebaran dari sumber/tempat lain yang diakibatkan oleh pergerakan angin. Menurut Susilo (1996), pada bulan DJF merupakan musim monsoon barat. Angin pada bulan DJF bergerak dari arah barat dan utara Bogor ke arah timur dan selatan Bogor, sedangkan pada bulan JJA terjadi angin moonson timur yang mengakibatkan arah angin dari bagian selatan dan timur Bogor ke arah utara dan barat Bogor. Pada bulan peralihan musim Bogor, seperti wilayah Kabupaten Cianjur, Sukabumi, dan Bandung di bagian Selatan dan Timur, serta Kabupaten Bekasi, Depok, Tangerang di bagian Utara dan Kabupaten Lebak di bagian Barat.

Kegiatan industri memang berperan penting dalam proses pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat, namun pembangunannnya diharapkan tak memberi dampak negatif yang besar terhadap lingkungannya. Dengan adanya pola sebaran pencemar SO2 ini, diharapkan dapat membantu pemerintah setempat

dalam proses pembangunan wilayah tersebut khususnya di bidang industri. Dengan pola ini, pemerintah dapat membangun industri-industri baru yang jika diperlukan di daerah-daerah yang tidak padat industri. Hal ini dilakukan agar tingkat pencemaran di daerah yang sudah padat industri tidak semakin membesar.

Faktor lain yang juga mempengaruhi pola sebaran SO2 adalah sektor

(44)

jalan setingkat jalan lintas provinsi dan memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi, memiliki nilai total kolom SO2 yang tinggi. Hal ini terlihat di

berbagai wilayah, misalnya pada jalan tol Jagorawi dan jalan raya Bogor yang melintas di daerah Cileungsi, Gunung Putri, Cibinong, Citeureup hingga Kota Bogor. Jalan besar lain seperti jalur wisata Puncak yang berada di wilayah Cisarua, Megamendung, Sukaraja, dan Ciawi, serta jalan-jalan di perbatasan wilayah Kabupaten Bogor dan wilayah sekitarnya, seperti jalan di daerah Jasinga, Sukajaya, Gunung Sindur, Parung, Cileungsi, Cariu, dan Tanjungsari.

Dengan adanya pola penyebaran SO2 ini, dapat terlihat daerah yang

(45)

32

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai total kolom SO2 di atmosfer wilayah Kabupaten Bogor, memiliki nilai

tertinggi sebesar 14.82 DU yang terjadi di bulan November tahun 2010 dan nilai terendah sebesar -5.63 DU yang terjadi di bulan Maret tahun 2007. Pola distribusi yang dapat dilihat untuk penyebaran polutan SO2 di atmosfer Kabupaten Bogor

yaitu adanya pengaruh dari curah hujan di suatu wilayah, dan beberapa faktor antropogenik seperti kegiatan industri dan transportasi yang membutuhkan proses pembakaran bahan bakar minyak dan batu bara. Nilai total kolom yang terjadi pada saat musim hujan dan peralihan (DJF, MAM, dan SON) cenderung lebih kecil dibandingkan pada saat musim kemarau (musim JJA) yang memiliki curah hujan sedikit.

Saran

Penelitian ini hanya memberikan sedikit gambaran tentang kualitas udara di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya, khususnya tentang pola distribusi SO2

di atmosfer. Perbandingan dengan data yang didapat melalui hasil pengukuran langsung dilapangan belum dilakukan, akan lebih baik apabila perbandingan tersebut dapat dilakukan agar mencapai hasil penelitian yang lebih baik. Pengendalian serta pencegahan terhadap polutan SO2 dapat dilakukan dengan

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI. Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR).1999.Sulfur Dioxide

[Internet].[diunduh 2013 Juni 2]. Tersedia pada: http://www.atsdr.cdc.gov/ tofaq.html.

Anonim. 2010. GIOVANNI Overview [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 23]. Tersedia pada: http://disc.sci.gsfc.nasa.gov/giovanni/overview.

________. 2008. Ozone Facts: What is a Dobson Unit? [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 23]. Tersedia pada: http://ozonewatch.gsfc.nasa.gov/facts/-dobson.html.

________.2011. OMSO2 Release Specific Information [Internet]. [diunduh 2014 Januari 6]. Tersedia pada: http://so2.gsfc.nasa.gov/Documentation/OMSO2-ReleaseDetails_v111_0303.html.

Anwar, Syamsul. 2005. Distribusi Spasial dan Temporal SO2 dan NO2 DKI

Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2009. Teknik Sampling Kualitas Udara. Pemantauan Pencemaran Lingkungan [Internet]. [diunduh 2013 November 17]. Tersedia pada: http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-pengen-dalian/subid-pemantauan-pencemaran/171-teknik-sampling-kualitas-udara. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2008. Kabupaten Bogor dalam Angka

2008. Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor.

Departemen Kesehatan.2004.Parameter pencemaran udara dan dampaknya terhadap kesehatan[Internet].[diunduh 2013 Desember 16]. Tersedia pada: http://depkes.go.id/downloads/udara.pdf.

National Aeronautics and Space Administration (NASA). Website [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 8]. Tersedia pada:http://www.nasa.gov/aura mission.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Udara.

Soenarmo, Hartati, S. 2009. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem informasi Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Standar Nasional Indonesia. 2005. Udara ambien - Bagian 7: Cara uji kadar sulfur dioksida (SO2) dengan metode pararosanilin menggunakan

spektrofotometer. 19-7119.7-2005.

Susilo Prawirowardoyo. 1996. Meteorologi. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Wiharja. 2002.Identifikasi Kualitas Gas SO2 di Daerah Industri Pengecoran

(47)

34

(48)
(49)
(50)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data curah hujan tahun 2006–2010 di 7 stasiun curah hujan di Kabupaten Bogor dalam satuan mm

Tahun 2006

Stasiun Curah Hujan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Cibinong 824 551 720 700 326 75 75 15 21 90 178 568

Cianten 541,5 342,5 175 300 173 160 216 71,5 253,5 398 721,5 670

Dramaga 639,8 434,2 138,3 163,9 323,7 173,1 31,2 191,2 25,7 152 355,1 362,5

Gunung mas 780 577 128 364 175 33 42 17 37 180 101 455

Jasinga 512 397 228 139 113 44 65 205 46 198 326 428

Jonggol 547 472 473 517 296 190 105 83 186 243 432 430

Katulampa 502 442 140 225 269 69 81 15 74 226 283 571

Rata-Rata 620,9 459,39 286,04 344,13 239,39 106,3 87,886 85,386 91,886 212,43 342,37 497,79

Tahun 2007

Stasiun Curah Hujan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Cibinong 457,5 610 613 292 174 218 178 116 157 211 174 362

Cianten 226 560,5 523 634,5 561 424 312,5 199 170,5 612,5 784 510,5

Dramaga 372,8 438,4 276,4 472,3 198,3 273,5 133,9 247,9 205,9 235,5 444 476

Gunung mas 537 860 340 293 122 130 29 97 43,5 184,5 310 492,5

Jasinga 398,5 247,5 179 292,5 88 159,5 32 36 20,5 214 113,5 145

Jonggol 534 625 145 220 84 128 5 41 186 243 432 388

Katulampa 325 699 221 492 291 278 127 80 119 245 532 718

(51)

38

Tahun 2008

Stasiun Curah Hujan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Cibinong 243 295 404 250 185 82 25 146 136 101 509 205

Cianten 457,5 288,5 811,5 718,5 293,5 363 155,5 540,5 516,5 1035,5 712 338,5 Dramaga 250,8 384,5 672,6 527 277,1 171,5 172,4 162 343,2 311,3 509,03 254,7

Gunung mas 386,5 659 522,5 392,5 278,5 93 2 115 148,5 120 505 316

Jasinga 136,5 329 296,5 328,5 161,5 130 0 132,5 48,5 261,5 287,5 136,5

Jonggol 79 210 190 70 5 23 20 68 111 243 440 67

Katulampa 407 362 575 349 164 114 39 72 534 419 641 431

Rata-Rata 280,0429 361,14 496,01 376,5 194,94 139,5 59,129 176,57 262,53 355,9 514,79 249,81

Tahun 2009

Stasiun Curah Hujan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Cibinong 445 146 272 346 205 165 98 28 145 43 159 97

Cianten 464 175,5 373 260 348,5 200 180 227,5 183,5 424 659 482

Dramaga 320,3 305,3 261,1 259,9 570,6 338,1 131,1 33,1 156,8 426,6 407 252,4

Gunung mas 774,5 665,5 541,5 405 402,5 108 53 2 28,5 420,5 556,5 319,5

Jasinga 228 217,5 154 126 60 354 36 81,5 82 298,5 433,9 149

Jonggol 258 122 83 144 51 0 38 25 95 99 282 173

Katulampa 514 417 326 333 283 184 115 97 302 169 392 441

(52)

Tahun 2010

Stasiun Curah Hujan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Cibinong 213 331 387 101 314 167 163 116 304 275 316 117

Cianten 512 581 588 165 475 533 598 560 544 514 472 402

Dramaga 252 461 415 43 331 303 270 478 601 436 284 177

Gunung mas 634 513 564 153 152 240 182 280 455 420 332 406

Jasinga 285 339 366 63 181 243 342 495 554 414 46 142

Jonggol 547 448 331 90 162 155 279 288 511 144 91 198

Katulampa 328 612 660 213 378 287 312 472 630 432 383 417

Rata-Rata 395,8571 469,29 473 118,29 284,71 275,43 306,57 384,14 514,14 376,43 274,86 265,57

(53)

40

(54)

Lampiran 3 Data jumlah unit usaha di Kabupaten Bogor tahun 2006–2010

Unit Usaha Unit Usaha Unit Usaha Unit Usaha

1 Nanggung 966 826 0 24

(55)

42

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 28 Agustus 1990 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Edy Kusmadi dan Ibu Nunung Nurhanah. Penulis mulai masuk jenjang pendidikan formal pada tahun 1996 di SD Negeri Kayu Putih 09 Pagi, Jakarta. Kemudian tahun 2002 melanjut ke SMP Negeri 99 Jakarta dan pada tahun 2005 diterima di SMA Negeri 31 Jakarta serta lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur SNMPTN di Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif terlibat dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa tingkat Fakultas, Organisasi Keagamaan tingkat Fakultas, dan pada Bulan Juni hingga Agustus 2011 melaksanakan Praktik Lapangan di proyek konstruksi pembangunan gedung “The Convergence Indonesia”, Jakarta dengan judul laporan Mempelajari Aspek Teknik Sipil dan Lingkungan pada Pembangunan Gedung “The Convergence Indonesia”. Pada tahap terakhir strata 1, penulis dapat menyelesaikan skripsinya dengan judul “POLA DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL POLUTAN SO2 DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN DATA OZONE MONITORING INSTRUMENT” untuk

Gambar

Gambar 2 Proses umum siklus sulfur
Gambar 3 Klasifikasi sampling kualitas udara
Gambar 6. Rangkaian peralatan pengambil contoh uji SO2 selama 24 jam. Sumber : SNI 19-7119.7-2005
Gambar 7 Konsep pengumpulan data/informasi dengan sensor jauh dari
+7

Referensi

Dokumen terkait