• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jenis Vektor Malaria (Anopheles Spp.) Dan Karakteristik Habitat Larva Di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Jenis Vektor Malaria (Anopheles Spp.) Dan Karakteristik Habitat Larva Di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS VEKTOR MALARIA (Anopheles spp.) DAN KARAKTERISTIK HABITAT LARVA DI DESA TUNGGULO

KABUPATEN GORONTALO

ABDUL THAIF HAMZAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Keanekaragaman Jenis Vektor Malaria (Anopheles spp.) dan Karakteristik Habitat Larva di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Abdul Thaif Hamzah

(4)

ABDUL THAIF HAMZAH. Keanekaragaman Jenis Vektor Malaria (Anopheles spp.) dan Karakteristik Habitat Larva di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUSI SOVIANA

Malaria merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles spp, dan hingga saat ini tergolong penyakit penting di Indonesia. Malaria banyak dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk dapat berkembang biak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria.

Pada tahun 2012 kasus Malaria di provinsi Gorontalo sebanyak 13.448 kasus. Lebih dari 50 % atau sebanyak 8.727 kasus malaria di Provinsi Gorontalo terjadi di Kabupaten Gorontalo. Hal ini menjadikan Kabupaten Gorontalo sebagai satu di antara wilayah endemis malaria tertinggi di Provinsi Gorontalo. Tahun 2013 Kecamatan Limboto Barat merupakan satu di antara kecamatan yang endemis malaria di Kabupaten Gorontalo dengan 83 kasus. Berdasarkan data program malaria di Puskesmas Limboto Barat, jumlah kasus malaria di Desa Tunggulo tahun 2012 sebanyak 35 kasus, tahun 2013 sebanyak 15 kasus dan pada tahun 2014 turun menjadi 13 kasus dengan nilai API 4.8 per 1000 penduduk, yang berarti desa ini tergolong daerah dengan kasus malaria sedang atau moderate case incidence. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ragam jenis, perilaku mengisap darah vektor malaria (Anopheles spp.) dan karakteristik habitat larva.

Penelitian ini dilakukan di Desa Tunggulo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo sejak bulan April sampai bulan Juni 2015. Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan sebanyak satu kali dalam seminggu selama tiga bulan dengan menggunakan metode bare leg collection. Sebanyak tiga rumah dipilih dengan kriteria terdapat anggota keluarga yang pernah terinfeksi malaria, atau dekat dengan habitat potensial larva Anopheles spp. Jumlah kolektor enam orang, pada masing-masing rumah ditempatkan dua orang, satu orang di dalam rumah dan satu orang lainnya di pekarangan rumah.

Penangkapan dimulai pada jam 18.00-06.00 sedangkan pengamatan larva dan pengukuran karakteristik habitat dilakukan sebulan sekali serta hanya sekali pengukuran untuk setiap habitat larva. Karakteristik habitat potensial yang diamati yaitu jenis habitat perkembangbiakan, suhu air, salinitas air, pH air, kekeruhan air, arus air, luas habitat, kedalaman habitat, dasar habitat, tanaman air dan predator larva. Pengambilan titik koordinat untuk pemetaan habitat larva

Anopheles spp. menggunakan alat GPS Garmin 60.

Hasil penelitian menunjukkan Anopheles spp. di Desa Tunggulo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo terdiri atas empat spesies yaitu

An. vagus, An. tesselatus, An. indefinitus dan An. barbirostris. Nyamuk An. vagus

dan An. tesselatus merupakan dua spesies dengan kepadatan tertinggi. Nyamuk

(5)

23.00-(0.14 dan1.42 nyamuk per orang per malam), sementara itu, nyamuk An. tesselatus merupakan spesies dengan kepadatan tertinggi kedua (0.42 dan1.28 nyamuk per orang per malam).

Sebanyak 46 titik yang terdiri atas 11 jenis tipe habitat seperti sawah (32.61 %), kolam terbengkalai (21.74 %), parit (10.87 %), kubangan (6.52 %), saluran irigasi (6.52 %), kobakan sungai (4.35 %), bekas tapak ban (6.52 %), bekas tapak hewan (4.35 %), sumur (2.17 %), lekukan akar pohon (2.17 %) dan kolam penampung air (2.17 %).

Habitat perkembangbiakan larva An. vagus banyak ditemukan pada sawah dengan dasar habitat berlumpur, kedalaman rata-rata 5 cm sampai 12 cm, suhu air antara 25 ºC sampai 28 ºC, pH antara 7.4 sampai 7.7, salinitas 0 sampai 3.4 ‰ dan kepadatan larva 7.08 larva/cidukan, sedangkan habitat perkembangbiakan larva

An. tesselatus ditemukan pada kolam terbengkalai dengan dasar habitat berlumpur, kedalaman rata-rata 15 cm sampai 42 cm, suhu air antara 27 ºC sampai 30 ºC, pH antara 7.3 sampai 7.5, salinitas 0 sampai 1.2 ‰ dan kepadatan larva 5.23 larva/cidukan. Berdasarkan nilai kepadatan nyamuk, per malam tertinggi baik di dalam maupun di luar rumah, maka nyamuk An. vagus dan An. tesselatus

cenderung lebih bersifat eksofagik dan eksofilik. Keduanya berpotensi sebagai vektor malaria di Desa Tunggulo Kecamatan Limboto Barat.

(6)

ABDUL THAIF HAMZAH. Spesies Diversity of Malaria Vector (Anopheles spp.) and Habitat Characteristics in Tunggulo Village Gorontalo District. Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI and SUSI SOVIANA

Malaria is a disease transmitted by mosquitoes (Anopheles spp.), and until recently it was classified as an important diseases in Indonesia. Malaria mostly affected by environmental conditions that allow mosquitoes can breed and potentially make contact with humans and transmit the malaria parasite.

In 2012, number of malaria cases in Gorontalo province was 13,448. More than 50% or 8.727 cases of malaria in Gorontalo province occurred in Gorontalo district. This makes Gorontalo district as one of the highest malaria endemic areas in Gorontalo province. In 2013, Limboto barat subdistricts is one of malaria endemic area in the Gorontalo district with 83 cases. Based on data from the malaria program at the public health center of Limboto barat, the malaria cases in Tunggulo village in 2012 was 35 cases, in 2013 was 15 cases and in 2014 decreased to 13 cases with a value of API 4.8 per 1000 population, which means that it was classified as a village with moderate case incidence. This research aims to study diversity mosquitoes vector (Anopheles spp.), the blood sucking behavior and the larval habitat characteristics.

The study was conducted in Tunggulo village, Limboto Barat, Gorontalo district from April to June 2015. Mosquitoes were collected once a week for three months by using bare leg collection method. Three houses were choosen by the habitat characteristic were observed once a month. The potential habitat characteristics observations including water temperature, salinity water, pH water, water turbidity, water flow, broad habitats, the depth of habitats, bottom of habitats, aquatic plant and predatory larvae. The coordinate point for mapping larval habitats of Anopheles spp. was done by using a Garmin GPS 60.

The result showed in Tunggulo village there were four species Anopheles

i.e., An. vagus, An. tesselatus, An. barbirostris, and An. indefinitus. An. vagus and

An. tesselatus were the two spesies with the highest density. The blood sucking activity indoor and outdoor for An. tesselatus occured at 19:00-03:00,with peak activity between 24:00-01:00. The blood sucking activity indoor of An. vagus

21:00-02:00 and outdoor 19:00-04:00. The peak blood sucking activity indoor

An. vagus between 24:00 and 24:00-01:00, while in outdoor between 23:00-24:00. The value of man biting rate (MBR) indoor and outdoor for An. vagus were 0.14 and 1.42 bites/man/night respectively, and An. tesselatus was the spesies with the second highest density (0.42 and 1.28 bites/man/night).

(7)

storage ponds (2.17 %).

The An. vagus larvae were found in the rice fields with muddy habitat base, an average depth 5-12 cm, water temperature between 25-28ºC, pH between 7.4-7.7, salinity 0-3.4 ‰ and larvae of density 7.08 larvae/dipper, while, larval breeding habitats of An. tesselatus commonly found in the neglected ponds with muddy habitats base, an average depth of 15-42 cm, water temperature between 27-30ºC, pH between 7.3-7.5, 0-1.2 ‰ salinity and density of 5,23 larvae/dipper. Based on the value of man biting rate, it can be concluded that the An. vagus and

An. tesselatus mosquitoes tend to be exophagic and exophilik. The both of the mosquitoes could be potentially as vectors of malaria in Tunggulo village, Limboto Barat subdistricts.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

KEANEKARAGAMAN JENIS VEKTOR MALARIA (Anopheles spp.) DAN KARAKTERISTIK HABITAT LARVA DI DESA TUNGGULO

KABUPATEN GORONTALO

ABDUL THAIF HAMZAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Keanekaragaman Jenis Vektor Malaria (Anopheles spp.) dan Karakteristik Habitat Larva di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo

Nama : Abdul Thaif Hamzah NIM : B252130091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS PhD Ketua

Dr Drh Susi Soviana, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS PhD

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai Juni 2015 ini adalah Keanekaragaman Jenis Vektor Malaria (Anopheles spp.) dan Karakteristik Habitat Larva di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo.

Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada ibu Prof. Drh. Upik Kesumawati Hadi. MS, Ph. D sebagai ketua program studi parasitologi dan entomologi kesehatan FKH IPB sekaligus sebagai ketua komisi pembimbing dan ibu Dr. Drh. Susi Soviana, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing atas masukan, saran dan arahannya, serta ibu Dr. Drh. Elok Budi Retnani, MS yang telah meluangkan waktu dan berkenan menjadi penguji luar komisi dalam ujian tesis.

Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada seluruh staf dosen pengajar serta pegawai laboratorium program studi parasitologi dan entomologi kesehatan FKH IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bagian PPSDM Kementerian Kesehatan yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan, kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota Gorontalo serta staf pegawainya terutama bapak Armin Rasyid dan bapak Lisman Zain yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data di lapangan, ucapan terima kasih juga kepada teman-teman seangkatan (Imam, Ichwan,Wendi, Isro,Taryu, Agus, Maya dan Aji) yang salin memberikan dukungan dan motivasi selama proses perkuliahan sampai penyelesaian karya ilmiah ini.

Karya Ilmiah ini juga penulis persembahkan khusus kepada Ayahanda Alm. Kahar Hamzah dan Ibunda Chandra Dewi Muhamad, kepada istriku Serlin Y. Botutihe dan kedua anakku (Fatih dan Aila) serta keluarga besar yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Morfologi dan Biologi Anopheles spp. 3

Nyamuk Anopheles spp. Sebagai Vektor Malaria 5

Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. 7

3 METODE 13

Lokasi Penelitian 13

Waktu Penelitian 14

Metode Penelitian 14

Analisis Data 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Keanekaragaman Jenis Nyamuk Anopheles spp. 19 Kelimpahan, Frekuensi dan Dominansi Anopheles spp. 23

Kepadatan Nyamuk Anopheles spp. 28

Hubungan MBR dengan Index Curah Hujan 32

Karakteristik Habitat Larva 34

Pemetaan Habitat Potensial Perkembangbiakan

Larva Anopheles spp. 47

5 SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 57

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis-jenis Anopheles spp. yang dapat berperan sebagai

vektor penyakit dan wilayah sebarannya di Indonesia 6 2 Komposisi Keanekaragaman Nyamuk Anopheles spp.

yang Tertangkap dengan Berbagai Metode di Desa Tunggulo

bulan April-Juni 2015 22

3 Kelimpahan, Frekuensi dan Dominansi Anopheles spp.

yang Tertangkap dengan Umpan Orang Dalam dan Luar Rumah

di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 24

4 Kelimpahan Frekuensi dan Dominansi Anopheles spp.

yang Tertangkap melalui Resting Kandang di Desa Tunggulo

Bulan April-Juni 2015 26

5 Rataan kepadatan Anopheles spp. (nyamuk/orang/jam)

bulanan di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 29 6 Kepadatan populasi Anopheles spp. (nyamuk/jam/orang) yang

tertangkap resting di dalam dan luar rumah serta sekitar

kandang sapi di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 30 7 Rataan kepadatan Anopheles spp. (nyamuk/orang/malam)

yang tertangkap dengan umpan orang per malam di dalam

dan luar rumah di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 32 8 Tipe Habitat Potensial larva Anopheles spp. yang

ditemukan di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 35 9 Karakteristik habitat positif perkembangbiakan

larva Anopheles spp. di Desa Tunggulo bulan April - Juni 2015 36

DAFTAR GAMBAR

1 Telur, larva dan pupa Anopheles spp. 4

2 Peta lokasi penelitian di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo 13 3 Metode penangkapan nyamuk dengan landing dan

resting collection di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo 14 4 Identifikasi nyamuk Anopheles spp. dewasa dibawah mikroskop 15 5 Pengumpulan larva Anophelesspp. di Desa Tunggulo

Kabupaten Gorontalo 16

6 Nyamuk An. vagus yang tertangkap

di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo 20

7 Nyamuk An. tesselatus yang tertangkap

(15)

8 Nyamuk An. indefinitus yang tertangkap

di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo 21

9 Nyamuk An. barbirostris yang tertangkap

di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo 21

10 Perbandingan nilai dominansi nyamuk Anopheles spp. di Desa Tunggulo yang tertangkap dengan umpan orang

di dalam maupun di luar rumah pada bulan April-Juni 2015 25 11 Dominansi Anopheles spp. yang tertangkap resting

di dalam, di luar rumah dan di sekitar kandang sapi

di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 26

12 Rataan nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang per jam di dalam rumah pada jam 18.00-06.00

di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 27

13 Rataan nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang per jam di luar rumah pada jam 18.00-06.00

di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 28

14 Rataan kepadatan Anopheles spp. di dalam

dan luar rumah yang mengigit orang/jam (Man Hour Density)

di Desa Tunggulo Bulan April-Juni 2015 29

15 Kepadatan Anopheles spp. yang hinggap di dalam dan luar rumah serta sekitar kandang di Desa Tunggulo

bulan April-Juni 2015 31

16 Hubungan kepadatan nyamuk Anopheles spp. dengan

indeks curah hujan di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 33 17 Tipe sawah sebagai habitat perkembangbiakan

larva An. vagus, An. indefinitus di Desa Tunggulo

bulan April-Juni 2015 37

18 Tipe kolam sebagai habitat perkembangbiakan larva An. vagus, An. tesselatus, An. indefinitus

dan An. barbirostris di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 38 19 Tipe kubangan sebagai habitat perkembangbiakan

larva An. vagus, di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 39 20 Tipe parit sebagai habitat perkembangbiakan

larva An. vagus, dan An. barbirostris di Desa Tunggulo

bulan April-Juni 2015 40

21 Tipe kobakan sebagai habitat perkembangbiakan

larva An. vagus di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 40 22 Tipe saluran irigasi sebagai habitat perkembangbiakan

larva An. tesselatus di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 41 23 Bekas tapak hewan dan ban mobil sebagai habitat potensial

perkembangbiakan larva Anopheles spp.

(16)

24 Sumur sebagai habitat potensial perkembangbiakan

larva Anopheles spp. di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 43 25 Cekungan bekas akar pohon pisang sebagai

habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp.

di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 43

26 Kolam penampungan air sebagai habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015 44 27 Titik koordinat habitat potensial perkembangbiakan larva

Anopheles spp. di Desa Tunggulo bulan April 2015-Juni 2015 48

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji korelasi antara kepadatan An. vagus (MBR) dengan index curah hujan di Desa Tunggulo

Kabupaten Gorontalo, April-Juni 2015 57

2 Hasil uji korelasi antara kepadatan An. tesselatus (MBR) dengan index curah hujan di Desa Tunggulo

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Malaria merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles spp, dan hingga saat ini tergolong penyakit penting di Indonesia. Malaria juga dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria. Nyamuk merupakan ektoparasit pengganggu yang merugikan kesehatan manusia. Hal tersebut disebabkan kemampuannya sebagai vektor berbagai penyakit, di antaranya adalah Anopheles spp. yang merupakan vektor malaria. Nyamuk Anopheles di Indonesia kurang lebih ada 80 jenis, dan 25 jenis di antaranya telah terbukti menjadi vektor malaria (Kemenkes RI 2013).

Kemenkes RI (2011) menyatakan bahwa vektor malaria di Sulawesi yaitu

An. anularis, An. barumbrosus, An. ludlowi, An. leucosphyrus, An. maculatus, An. minimus, An. parangensis, An. umbrosus dan An. vagus, sedangkan Munif (2009) melaporkan bahwa di Sulawesi, nyamuk yang berperan sebagai vektor malaria adalah An. barbirostris, An. sundaicus, An. kochi, An. nigerrimus, dan yang berpotensi sebagai vektor malaria yaitu An. flavirostris, An. barbumbrosus, An. minimus dan An. sinensis,

Hasil riset kesehatan dasar yang dilaksanakan lima tahunan di Indonesia menunjukkan bahwa insiden malaria penduduk Indonesia tahun 2007 sebesar 2.9 %, sedangkan tahun 2013 menurun menjadi 1.9 % dengan angka prevalensi sebesar 6.0 %. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku. Sementara itu, insiden malaria khususnya di Provinsi Gorontalo tahun 2007 sebesar 2.9 % dan tahun 2013 menurun menjadi 1.9 % (Kemenkes RI 2013).

Provinsi Gorontalo dengan luas 11 967.64 km², memiliki jumlah penduduk sebesar 355.988 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1.4 % (BPS Provinsi Gorontalo 2011). Wilayah Provinsi Gorontalo berbatasan langsung dengan dua provinsi yaitu sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah yang merupakan satu dari lima provinsi dengan insiden dan prevalensi malaria tertinggi di Indonesia sehingga kemudahan transportasi darat, laut dan udara seperti saat ini, dapat meningkatkan mobilitas penduduk antar provinsi, kabupaten dan antar pulau di Gorontalo. Semakin tingginya mobilitas penduduk dapat memudahkan terjadinya penularan malaria dari daerah endemis ke daerah yang tidak endemis. Hal ini dibuktikan dengan angka kejadian malaria di Provinsi Gorontalo pada tahun 1990 sebesar 4.68 per 1000 penduduk, tetapi pada tahun 2012 jumlah kasus malaria mencapai 13.448 dengan angka kesakitan 12.6 per 1000 penduduk.

(18)

Kabupaten Gorontalo (Dinkes Provinsi Gorontalo 2012). Tahun 2013 satu di antara kecamatan yang endemis malaria di Kabupaten Gorontalo adalah Kecamatan Limboto Barat dengan 83 kasus (Pukesmas Limboto Barat 2014). Kecamatan Limboto Barat terdiri atas 10 desa dengan luas wilayah 171.5 km² dan jumlah penduduk tahun 2013 sebanyak 143.09 jiwa per km² (BPS Kabupaten Gorontalo 2014). Berdasarkan data program malaria di Puskesmas Limboto Barat, jumlah kasus malaria di Desa Tunggulo pada tahun 2012 sebanyak 35 kasus, tahun 2013 sebanyak 15 kasus dan pada tahun 2014 turun menjadi 13 kasus dengan nilai API 4.8 per 1000 penduduk, yang berarti situasi kasus malaria di desa ini tergolong daerah dengan kasus malaria sedang atau moderate case incidence (Pukesmas Limboto Barat 2014).

Survei longitudinal vektor malaria yang pernah dilakukan oleh petugas P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo selama satu tahun menemukan bahwa nyamuk An. vagus dan An. tesellatus sangat melimpah dan dicurigai merupakan vektor dominan di desa tersebut (Dinkes Kabupaten Gorontalo 2013). Desa Tunggulo mempunyai keadaan geografis terbanyak adalah persawahan (BPS Kabupaten Gorontalo 2014), keadaan ini menyediakan habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. sehingga wilayah tersebut merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya penularan malaria.

Berbagai penelitian untuk mengetahui informasi keanekaragaman dan habitat larva Anopheles spp. di suatu daerah dengan riwayat kasus malaria yang tinggi, perlu terus diperbaharui sebagai dasar upaya pengendalian berkelanjutan, sehingga hal inilah yang mendorong perlunya dilakukannya penelitian didaerah tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari ragam jenis, perilaku mengisap darah vektor malaria (Anopheles spp.) dan karakteristik habitat larva Anopheles spp. di Kabupaten Gorontalo.

Manfaat Penelitian

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Biologi Nyamuk Anopheles spp.

Nyamuk merupakan bagian dari kelompok serangga dari phylum Arthropoda, kelas Insecta (Hexapoda), ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres) dan Anophelinae (Anopheles) yang paling banyak menimbulkan masalah kesehatan (Sigit dan Hadi 2006). Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia mulai dari daerah kutub sampai daerah tropika. Nyamuk di seluruh dunia terdapat 3100 spesies dari 34 genus dan 457 jenis spesies yang menjadi vektor utama, di antaranya yaitu 80 spesies Anopheles, 82 spesies Culex, 125 spesies Aedes, dan 8 spesies Mansonia. Sisanya merupakan anggota dari genera yang tidak penting dalam penularan suatu penyakit (Hadi dan Soviana 2010). Dari studi entomologi yang dilakukan selama beberapa dekade telah teridentifikasi lebih dari 80 spesies nyamuk Anopheles di Indonesia. Selanjutnya dari jumlah tersebut terbukti yang menjadi vektor malaria kurang lebih sebanyak 25 jenis

Anopeheles (Kemenkes RI 2013). Nyamuk Anopheles spp. memiliki ciri yang sangat jelas yaitu saat hinggap di dinding atau di objek lainnya dengan posisi torax dan abdomen yang menungging.

Telur nyamuk diletakkan di permukaan air sebanyak 100 sampai 300 butir sekali bertelur dan besarnya telur sekitar 0.5 mm. Setelah 1-2 hari telur itu menetas menjadi jentik dengan bentuk sangat halus mirip jarum. Larva Anopheles spp. tidak memiliki sifon, pada bagian kiri dan kanan segmen abdomen dan kadang-kadang toraks dilengkapi dengan rambut palmat (palmate hair), serta bagian dorsal abdomen memiliki pelat tergal (tergal plate). Telurnya diletakkan satu persatu, menyerupai perahu dengan pelampung dari korion yang berlekuk-lekuk di sebelah lateral (Hadi dan Soviana 2010).

Pupa Anopheles spp. tidak menggunakan rambut dan kait untuk melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan dua terompet yang cukup besar yang berfungsi sebagai spirakel dan dua rambut panjang stellate yang berada pada segmen satu abdomen. Pupa mempunyai tabung pernapasan (respiratory trumpet)

yang bentuknya lebar dan pendek dan digunakan untuk pengambilan O2 dari udara. Perubahan dari pupa menjadi dewasa biasanya antara 24 jam sampai dengan 48 jam tergantung pada kondisi lingkungan terutama suhu.

Nyamuk Anopheles spp. terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di Antartika.

(20)

Sersi pada nyamuk Anopheles betina pendek, membulat dan tidak menonjol dan hanya memiliki satu spermateka. Hipopigidium pada jantan dilengkapi dengan conical gonocoxite, biasanya tidak dilengkapi dengan lobus apikal dan lobus basal (Becker et al. 2003).

Gambar 1 Telur, Larva dan Pupa Anopheles spp. (Reid 1968)

Perilaku Anopheles spp.

Perilaku serangga akan berubah apabila ada rangsangan atau pengaruh dari luar seperti terjadi perubahan pada lingkungan baik perubahan oleh alam atau pun perubahan oleh manusia. Nyamuk memerlukan tiga macam tempat untuk meneruskan kelangsungan hidupnya, yaitu adanya tempat untuk beristirahat, berkembang biak dan tempat untuk mencari darah. Nyamuk Anopheles spp. pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malam hari. Perilaku mengisap darah dimulai dari senja hingga tengah malam dan ada pula yang mulai tengah malam hingga menjelang pagi. Kebiasaan mengisap darah dari nyamuk dewasa ada yang eksofagik (mencari mangsa di luar rumah) dan ada pula yang endofagik (mencari mangsa di dalam rumah). Kesukaan mengisap darah dari nyamuk juga ada yang bersifat antropofilik (menyukai darah manusia), dan ada pula yang bersifat zoofilik (menyukai darah hewan). Seperti halnya perilaku istirahat nyamuk

Anopheles spp. mempunyai dua cara yaitu istirahatyang sebenarnya untuk proses perkembangan telur dan istirahat sementara pada waktu sebelum dan sesudah mencari darah (Hadi dan Koesharto 2006).

Perilaku Anopheles spp. di beberapa daerah di antaranya di Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi, nyamuk An. vagus mengisap darah di dalam rumah (30.44 %) lebih kecil dibandingkan dengan yang mengisap darah manusia di luar rumah (60.56 %) sehingga di kelompokkan kedalam eksofagik (Munif et al. 2008). Hal ini sama dengan laporan Garjito et al. (2004) di Desa Sidoan dan Desa Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah, ditemukan perilaku

Anopheles spp. lebih bersifat eksofagik sehingga sangat berpotensi terjadinya kontak akibat adanya sebagian masyarakat yang beraktifitas di luar rumah pada malam hari di atas jam 21.00.

(21)

Lestari et al. (2007) menyatakan di daerah Bukit Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah, nyamuk An. maculatus dan An. balabacensis banyak ditemukan istirahat di sekitar kandang kambing. Berikutnya, nyamuk An. barbirostris dan

An. vagus yang ditemukan di Desa Bira dan Tanah Lemo Kabupaten Bulukumba bersifat antropozoofilik (Andriani et al. 2014), sedangkan perilaku nyamuk An. minimus di Desa Pu Teuy Thailand lebih bersifat zoofilik dan eksofagik (Sungvornyothin et al. 2006).

Nyamuk Anopheles spp. Sebagai Vektor Malaria

Nyamuk jenis Anopheles spp. merupakan penular malaria. Habitatnya juga bervariasi tergantung spesies, mulai dari lingkungan pegunungan sampai pantai (Hadi dan Koesharto 2006). Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia dan hanya sekitar 67 spesies terbukti mengandung sporozoit serta dapat menularkan malaria. Konfirmasi vektor di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1991 sampai 2009, dan selama periode tersebut terdapat spesies yang ditemukan positif membawa parasit malaria. Jenis nyamuk yang termasuk vektor malaria di Indonesia adalah

An. aconitus, An. balabacensis, An. bancrofti, An. barbirostris, An. farauti, An. tesselatus, An. annularis, An. flavirostris, An. koliensis, An. letifer, An. leucosphyrus, An. karwari, An. parangensis, An. ludlowi, An. maculatus, An. minimus, An. nigerrimus, An. punctulatus, An. kochi, An. sinensis, An. subpictus, An. sundaicus, An. vagus, An. umbrosus (Kemenkes RI 2011).

(22)

Tabel 1 Jenis-jenis Anopheles spp. yang dapat berperan sebagai vektor malaria dan wilayah sebarannya di Indonesia

Spesies

Anopheles Penyakit Patogen Penderita

Wilayah Penyebaran Anopheles

aconitus Malaria

Plasmodium vivax

dan P. falciparum Manusia

Lampung, Jateng, D.I. Yogyakarta, Jatim, Bali, NTB, NTT.

An. sundaicus Malaria Plasmodium vivax

dan P. falciparum Manusia

D.I.Aceh,

An. letifer Malaria Plasmodium vivax

dan P. falciparum Manusia

Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim An. maculatus Malaria Plasmodium vivax

dan P. falciparum Manusia

Sumut, Sumbar,

An. nigerrimus Malaria Plasmodium vivax

dan P. falciparum Manusia

D.I.Aceh, An. balabacensis Malaria Plasmodium vivax

dan P. falciparum

(23)

An. sinensis Malaria Plasmodium vivax

An. umbrosus Malaria Plasmodium vivax dan P. falciparum

Manusia Sumut, Sumbar, Sumsel,

Bengkulu, Lampung.

An. barbirostris Malaria Plasmodium vivax dan P. falciparum

Manusia NTB, NTT, Sultra, Sulut, Sulteng, Sulsel

An. flavirostris Malaria Plasmodium vivax dan P. falciparum

Manusia NTB, NTT, Sulut, Sulsel

An. minimus Malaria Plasmodium vivax dan P. falciparum

Manusia Sulut, Sulteng

An. ludlowae Malaria Plasmodium vivax dan P. falciparum

Manusia Sulsel

An. farauti Malaria Plasmodium vivax, P. falciparum, P. malariae dan P. ovale

Manusia Maluku, Papua (Irian Jaya)

An. bancrofti Malaria Plasmodium vivax, P. falciparum, P. malariae dan P. ovale

Manusia Maluku, Papua (Irian Jaya)

An. punctulatus Malaria Plasmodium vivax, P. falciparum, P.malariae dan P. ovale

Manusia Maluku, Papua (Irian Jaya)

An. koliensis Malaria Plasmodium vivax, P. falciparum, P.ovale dan P. malariae

Manusia Papua (Irian Jaya)

(Sumber : Sigit dan Hadi 2006)

Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp.

(24)

Suprapto et al. (2010) melaporkan habitat perkembangbiakan larva An. punctulatus di Desa Dulanpokpok Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat terbanyak di temukan pada bekas galian batu (2.07 ekor/cidukan), bekas tapak roda mobil (1.82 ekor/cidukan), cekungan batu (0.47 ekor/cidukan), dan kolam kangkung (0.43 ekor/cidukan).

Vektor malaria dapat berkembang biak di persawahan, perbukitan, hutan, pantai dan aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang di daerah persawahan seperti An. aconitus, An. annularis, An. barbirostris, An. kochi, An. karwari, An. nigerrimus, An. sinensis, An. tesselatus, An. vagus, dan An. letifer. Vektor malaria yang berkembang biak di daerah perbukitan dan hutan yaitu An. balabacensis, An. bancrofti, An. punctulatus, An. umbrosus. Selanjutnya, untuk daerah pantai dan aliran sungai, jenis vektor malaria adalah An. flavirostris, An. koliensis, An. ludlowi, An. minimus, An. punctulatus, An. parangensis, An. sundaicus, dan An. subpictus (Kemenkes RI 2011). Hasil observasi habitat nyamuk Anopheles spp.

di Dukuh Klesem, Desa Tlagasana, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang ditemukan larva An. vagus dan An. kochi jantan pada tipe habitat berupa kolam rendaman kayu, sedangkan pada tipe habitat parit ditemukan larva

An. annularis (Hariastuti 2011).

Karakteristik habitat larva Anopheles spp. berbeda-beda dan air tidak boleh tercemar atau terpolusi serta harus selalu berhubungan dengan tanah. Tempat perkembangbiakan nyamuk juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kadar garam, kejernihan dan flora. Mulyadi (2010) melaporkan di beberapa habitat yang menjadi breeding places larva Anopheles spp. di Desa Doro Kabupaten Halmahera Selatan. Larva An. farauti di temukan pada semua jenis habitat seperti parit, kobakan, kubangan, kolam, sumur, kali, dan rawa-rawa. Larva An. punctulatus di temukan pada tiga tipe habitat yaitu parit, kobakan dan kali. Larva An. vagus di temukan pada habitat perkembangbiakan parit, kobakan, kubangan, dan kali. Larva An. kochi hanya di temukan pada kobakan. Habitat perkembangbiakan larva An. minimus ditemukan pada pinggiran kali. Surendran

et al. (2011) menemukan habitat larva An. subpictus complex dan An. sundaicus

di daerah Kallady Sri Lanka pada lagun dengan perairan dangkal dan terpapar sinar matahari langsung.

Rueda et al. (2010) melaporkan persentase tipe habitat nyamuk Anopheles spp. di Korea terdiri atas sawah (34.8 %), saluran irigasi (23.4 %), kolam (17.0 %), pinggiran aliran sungai, kubangan dan kolam renang terbengkalai (12.0 %), rawa-rawa, selokan, kolam, saluran irigasi, kontainer buatan, dan lahan kosong (12.8 %). Beberapa parameter fisik dan biologis yang mempengaruhi perkembangan larva nyamuk adalah suhu, pH, salinitas, arus air, luas habitat, kedalaman habitat, kekeruhan, jenis predator, tanaman air, dan dasar habitat, diuraikan sebagai berikut :

Suhu

(25)

dan larva berlangsung pada suhu optimum antara 28 sampai 36 °C, larva nyamuk dapat bertahan pada suhu air hingga 43 °C (Pandji et al. 2012).

Muhammad (2013) menyatakan, suhu air habitat perkembangbiakan larva

Anopheles spp. dari bulan Oktober sampai Januari 2013 di Desa Datar Luas, Krueng Sabee, Aceh Jaya rata-rata berkisar antara 26 sampai 31 ºC, sementara itu, Kengluecha et al. (2005) melaporkan di Thailand, suhu rata-rata habitat ditemukannya larva Anopheles spp. yaitu antara 19.7 ⁰C sampai 32.4 ⁰C. Ernamaiyanti et al. (2010) menemukan habitat larva Anopheles spp. di Desa Muara Kelantan Kabupaten Siak Provinsi Riau berupa selokan mengalir dengan suhu 34.17 ºC, selokan tenang 33.8 ºC dan rawa 34 ºC, sedangkan tipe dan suhu habitat di wilayah Bangka Belitung berupa parit 27-28 ºC, kubangan 24-27 ºC, rawa 28 ºC, dan kolam 25 ºC sampai 27 ºC (Suwardi 2012).

Derajat Keasaman (pH) Air

Derajat keasaman (pH) mempunyai peranan penting dalam pengaturan respirasi dan fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman maka pH cenderung menurun, hal ini diduga berhubungan dengan kandungan CO2. Menurut Pandji et al. (2012) apabila pH air berkisar antara 6.5 sampai 9 maka sangat kondusif bagi hewan air untuk berkembang termasuk larva Anopheles.

Ernamaiyanti et al. (2010) melaporkan, habitat larva Anopheles spp. di Desa Muara Kelantan memiliki toleransi pH 4.1 di selokan mengalir dan 4.13 di selokan tenang serta daerah rawa, sedangkan di Desa Riau Silip Kabupaten Bangka, larva Anopheles spp. ditemukan pada air dengan kisaran pH mencapai 6.0-6.1 (Suwardi 2011). Rahman et al. (2013) menyatakan hasil pengukuran pH di wilayah kerja Puskesmas Durikumba sebagian besar adalah pH 7 sehingga kondisi ini ideal untuk perkembangan larva Anopheles. Selanjutnya di Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran, pH habitat larva Anopheles spp. bervariasi dengan nilai antara 5.2 sampai 8.5. Habitat larva An. sinensis di Kota Yongcheng Cina, banyak terdapat pada air dengan pH 8-10, tetapi hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa larva An. sinensis banyak ditemukan pada pH 7 (Liu et al.

2012). Sementara itu, nilai pH pada habitat lagun dengan perairan dangkal yang ditemukannya larva An. subpictus complex dan An. sundaicus di daerah Kallady Sri Lanka, antara 7.1 sampai 8.4 (Surendran et al. 2011).

Salinitas Air

Menurut Rao (1981), kesukaan nyamuk untuk berkembang biak berbeda-beda, ada yang menyukai berkembang biak di air tawar dan ada pula nyamuk yang suka berkembang biak di air payau. Noshirma et al. (2012) menyatakan An. sundaicus berkembang biak di air payau dengan kadar garam optimum antara 12 sampai 18 ‰. Meskipun densitasnya tidak begitu tinggi, larva An. sundaicus

dapat ditemukan pula pada kadar garam di bawah 5 ‰ dan bila kadar garam mencapai 40 ‰ maka larva tersebut tidak ditemukan. Demikian pula, di Desa Senggigi Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat, larva An. sundaicus

ditemukan pada air dengan tingkat salinitas mencapai 0.00-2.00 ‰ (Sulistio 2010). Larva An. sundaicus di Desa Selong Belanak ditemukan di air payau dengan kadar garam mencapai 14 ‰ (Mading 2013), sedangkan Pandji et al.

(26)

Surendran et al. (2011) melaporkan di Sri Lanka, larva An. sundaicus

dikumpulkan dari daerah pedalaman dekat lokasi pantai dengan tingkat salinitas yang bervariasi antara 0 sampai 30 ‰ (air tawar < 0.5 ‰, air payau 0.5-30 ‰ dan air garam > 30 ‰). Selain itu, larva An. sundaicus juga dikumpulkan dari habitat dengan salinitas > 4 ‰, sedangkan larva An. subpictus hanya ditemukan pada habitat dengan salinitas < dari 4 ‰.

Arus Aliran Air

Arus air adalah pergerakan air yang dipengaruhi oleh gravitasi bumi dan mengalir dari tempat lebih tinggi ke tempat lebih rendah. Habitat perkembangbiakan nyamuk diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu habitat air mengalir (lotic) dan habitat air tidak mengalir (lentic). Habitat air mengalir seperti sungai, parit, saluran irigasi, sawah dan rawa-rawa, sedangkan habitat tidak mengalir adalah kolam, kubangan dan kobakan.

Setyaningrum et al. (2008) menyatakan bahwa pada selokan air tergenang di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan, memiliki jumlah kepadatan larva nyamuk yang tinggi dibandingkan dengan selokan air mengalir. Ernamaiyanti et al. (2010) juga melaporkan di Kabupaten Siak Provinsi Riau, pada selokan tenang dan rawa dengan kecepatan arus 0 cm/dt, dan pada perairan mengalir dengan kecepatan 0.25 cm/dt, larva nyamuk Anopheles spp.

masih dapat tumbuh dan berkembang biak. Luas Habitat

Kepadatan populasi Anopheles spp. sangat dipengaruhi oleh luas habitat perkembangbiakan. Larva Anopheles spp. dapat berkembang biak di habitat dengan luasan yang besar maupun luasan kecil sehingga semakin luas suatu habitat perkembangbiakan maka semakin tinggi kepadatan populasinya. Luasan habitat dari larva An. letifer di Desa Datar Luas Aceh Jaya yaitu 2.90 x 1.60 m², larva An. kochi, dan An. aconitus 12 x 1.50 m², larva An. separatus 3 x 4 m², larva An. barumbrosus 2.20 x 1.60 m², dan larva An. vagus 1.10 x 5.0 m². (Muhammad 2013).

Kedalaman Habitat

Larva nyamuk ditemukan sebagian besar pada habitat air dangkal. Menurut Frost (1959) dalam Mulyadi (2010), kedalaman air berpengaruh terhadap sumber makanan larva Anopheles spp. dan intensitas cahaya. Kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. berbeda-beda pada setiap wilayah geografi, tetapi umumnya Anopheles spp. lebih banyak ditemukan pada perairan dangkal. Muhammad (2013) menemukan kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Datar Luas relatif dangkal, antara 2 sampai 500 cm, kedalaman habitat An. letifer 82 cm, An. kochi dan An. aconitus dengan kedalaman 27 cm, An. separatus pada kedalaman 500 cm, dan An. barumbrosus

dengan kedalaman 19 cm.

(27)

Selanjutnya Liu et al. 2012 melaporkan bahwa kedalaman yang paling ideal untuk berkembang biaknya larva An. sinensis di Kota Yongcheng Cina yaitu berkisar antara 0.5 sampai 1 m.

Kekeruhan

Kekeruhan terutama disebabkan oleh partikel dan lumpur yang mengendap. Setiap jenis nyamuk memilih habitat yang berbeda berdasarkan kekeruhan air. Nyamuk betina biasanya memilih tipe air tertentu untuk meletakkan telurnya di permukaan air. Ada yang meletakkan telur di air bersih, air kotor dan air payau. Selanjutnya ada nyamuk yang meletakkan telurnya pada axil tanaman, lubang kayu, tanaman yang berkantung yang dapat menampung air atau dalam kontainer bekas. Kekeruhan air juga membatasi kemampuan cahaya matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tanaman air sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan biota air.

Amirullah (2012) menyatakan bahwa larva An. farauti di Kabupaten Halmahera Selatan lebih memilih tipe habitat yang jernih, sedangkan larva

Anopheles spp. di Desa Datar Luas Provinsi Aceh ditemukan pada habitat air keruh dan jernih (Muhammad 2013). Ahmad et al. (2011) juga melaporkan, dari 120 titik habitat yang ditemukan di Kuala Lipis Malaysia, larva nyamuk An. maculatus dan An. macarthuri serta beberapa subfamili Culicinae banyak terdapat pada habitat air tergenang yang keruh dan jernih. Hal ini sama dengan karakteristik habitat larva An. barbirostris di Desa Kasimbar Kecamatan Ampibabo Sulawesi Tengah yang ditemukan pada habitat air jernih dan keruh (Garjito et al. 2004).

Predator Larva

Pengendalian vektor nyamuk secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami (predator) sebagai satu di antara alternatif pengendalian yang biayanya jauh lebih murah dan dampak negatifnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Beberapa ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama digunakan sebagai pengendali nyamuk adalah sejenis ikan guppy, Poecilia reticulate yang bersifat lebih toleran terhadap perairan yang tercemar polutan organik, dan ikan kepala timah (Panchax panchax). Selain itu, ada juga jenis ikan yang menjadi predator larva seperti ikan mas, ikan mujair, ikan nila di persawahan, dan larva nyamuk yang bersifat predator yaitu larva Toxorrhynchites (Hadi dan Koesharto 2006).

Predator memiliki peranan yang penting dalam menyeimbangkan kepadatan larva nyamuk, sehingga predator larva terutama ikan pemakan jentik dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hayati. Efektifitasnya pengendalian hayati dengan menggunakan predator larva cukup baik seperti yang dilaporkan oleh Sudomo et al. (1998) bahwa ikan nila merah (Oreochromis niloticus) dapat mengendalikan populasi larva Anopheles spp. di kolam percobaan di Desa Sihepeng Kabupaten Tapanuli Selatan, sedangkan di Kenya bagian barat, jenis ikan ini juga dapat menurunkan jumlah kepadatan larva An. gambiae (Howard et al. 2007).

(28)

timah, larva capung dan berudu. Pandji et al. (2012) juga menemukan jenis predator pada tempat-tempat perkembangbiakan larva An. sundaicus di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis yaitu ikan, kumbang air, larva capung, dan larva udang. Yasuoka dan Levins (2007) melaporkan, pada empat tipe habitat larva Anopheles spp. dan Culex spp. di Sri Lanka ditemukan berbagai serangga air (Ordo Hemiptera) dan yang paling dominan adalah nimfa kumbang air (water beetles), selain itu, terdapat larva water bugs, nimfa dragonfly serta

water measurer. Tanaman Air

Larva Anopheles spp. memanfaatkan keberadaan tanaman air untuk menambatkan diri, serta tempat berlindung dari arus air dan serangan predator. Menurut Odum (1993) jenis tanaman air berakar yang banyak terdapat di habitat air tawar di antaranya Typha spp., Scirpus spp., Sagittaria spp., Sparganium spp., Eleocharis spp., dan Pontederia spp.

Manfaat adanya flora pada tempat perkembangbiakan antara lain sebagai tempat peletakan telur, tempat mencari makan larva serta tempat berlindung dan tempat hinggap (resting) nyamuk dewasa selama menunggu siklus gonotropik. Selain itu, adanya berbagai jenis tumbuhan pada suatu habitat dapat pula dipakai sebagai indikator memperkirakan adanya jenis-jenis nyamuk tertentu.

Menurut Rao (1981) adanya tanaman air termasuk ganggang pada permukaan air yang terpapar sinar matahari langsung, sangat membantu perkembangan larva karena mikrofauna dan mikroflora sebagai bahan makanan larva banyak berkumpul di sekitar tanaman. Pandji et al. (2012) menyatakan bahwa tanaman yang banyak ditemukan pada habitat perkembangbiakan larva

Anopheles spp. di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis yaitu rumput air, lumut air, pohon bakau, serta tanaman padi pada tipe habitat persawahan. Suwardi (2012) melaporkan habitat perkembangbiakan larva An. letifer di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka ditemukan pada habitat yang tidak memiliki tanaman air dan di sekitar habitat terdapat pohon yang dapat berguna sebagai naungan. Sementara itu, habitat larva An. subpictus di Sri Lanka ditemukan di daerah pesisir pantai yang memiliki vegetasi seperti tanaman air mengambang, berakar dan tidak berakar (misalnya Hydrilla spp., Nelimbium spp., Salvinea spp. dan Eichornia spp.) serta ganggang hijau (Surendran et al.

2011).

Dasar Habitat

(29)

3 METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tunggulo, Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo. Desa Tunggulo dengan luas 4.40 km² terdiri atas empat dusun yaitu dusun satu (Marisa), dusun dua (Tapalu), dusun tiga (Wubudu) dan dusun empat (Polulo) dengan batas wilayah Desa sebagai berikut :

Sebelah Barat : Desa Yosonegoro Sebelah Timur : Desa Tenilo Sebelah Selatan : Desa Hutabohu Sebelah Utara : Desa Huidu

Penduduk Desa Tunggulo berjumlah 550.90 jiwa per km² yang tersebar di empat dusun. Sebagian besar, penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani, dan sebagian kecil, sebagai pegawai negeri sipil dan swasta. Letak Desa ini sekitar 15 km² dari ibukota provinsi, dan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat.

(30)

Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama tiga bulan sejak bulan April sampai Juni 2015. Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan sebanyak satu kali dalam seminggu dan selama tiga bulan. Pengamatan larva dan pengukuran karakteristik habitat dilakukan sebulan sekali dan hanya sekali dilakukan pengukuran karakteristik untuk setiap habitat larva.

Metode Penelitian

Metode penelitian terdiri atas beberapa kegiatan yaitu penangkapan nyamuk Anopheles spp. dewasa di dalam dan luar rumah serta sekitar kandang sapi, pengamatan larva nyamuk, pengukuran karakteristik habitat, penandaan koordinat habitat, identifikasi Anopheles spp. dan pengumpulan data pendukung. Penangkapan Nyamuk Anopheles spp.

Penangkapan nyamuk menggunakan metode bare leg collection (BLC) yang terdiri atas landing collection dan resting collection. Sebanyak tiga buah rumah dipilih secara acak, pada masing-masing rumah ditempatkan dua orang penangkap nyamuk, satu orang di dalam rumah (UOD = umpan orang dalam rumah), dan satu orang lainnya di pekarangan rumah (UOL = umpan orang luar rumah) dengan jarak 1.5 meter dari rumah. Penangkapan mulai dari pukul 18.00-06.00 dan dilakukan setiap jam dengan lama penangkapan 40 menit sedangkan 10 menit digunakan menangkap nyamuk yang resting (WHO 1995).

Penangkapan dengan umpan orang (Gambar 3) dilakukan dengan cara duduk di tempat yang telah ditentukan dengan kedua kaki dibiarkan terbuka sampai lutut dan lampu dipadamkan. Kolektor ini tidak diperkenankan merokok dan menggunakan bahan atraktan atau repelan selama periode penangkapan.

Gambar 3 Metode penangkapan nyamuk dengan landing collection (A) dan

resting collection (B) di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo bulan April-Juni 2015

(31)

Nyamuk yang hinggap di kedua kaki ditangkap dengan menggunakan aspirator. Semua nyamuk yang tertangkap masing-masing dimasukkan ke dalam wadah berbentuk gelas terbuat dari kertas (paper cup) dan diberi label menurut waktu dan tempat penangkapannya.

Penangkapan Nyamuk Anopheles spp. di Sekitar Kandang Sapi

Penangkapan dengan metode ini dilakukan untuk mengetahui keragaman nyamuk Anopheles spp., yang hinggap di sekitar kandang sapi. Penangkapan nyamuk dilakukan seminggu sekali mulai dari pukul 18.00 sampai 06.00 dan dilakukan setiap jam dengan lama penangkapan 10 menit. Nyamuk ditangkap menggunakan aspirator, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kertas yang dibedakan menurut jam penangkapan. Nyamuk kemudian dimatikan dengan kloroform dan dipreparasi untuk keperluan identifikasi (Kemenkes RI 2013). Identifikasi Nyamuk Anopheles spp.

Nyamuk dewasa yang berhasil ditangkap dengan metode landing dan

resting collection serta larva yang dikumpulkan dari setiap habitat perkembangbiakan yang telah dipelihara hingga dewasa, dimatikan dengan kloroform, kemudian diidentifikasi dibawah mikroskop stereo (Gambar 4). Identifikasi berdasarkan panduan buku kunci bergambar nyamuk Anopheles spp.

dewasa di Sulawesi (Depkes 2000).

Survei Larva dan Karakteristik Habitat

Survei larva terdiri atas pengumpulan larva, pengukuran karakteristik dan penandaan titik koordinat habitat potensial larva Anopheles spp.

(32)

Pengumpulan Larva

Larva dikumpulkan dengan menggunakan cidukan plastik bervolume 300 cc dengan diameter 13 cm atau pipet yang disesuaikan dengan tipe dan kedalaman habitat. Pencidukan dilakukan dengan frekuensi sepuluh kali (Gambar 5). Larva yang didapatkan kemudian dimasukkan dalam kantong atau botol plastik dan diberi label sesuai dengan tipe habitatnya. Selanjutnya dibawa ke laboratorium lapangan dan dipelihara sampai menjadi dewasa untuk memudahkan proses identifikasi.

Pengamatan dan Pengukuran Karakteristik Habitat Anopheles spp.

Pengamatan habitat larva Anopheles spp. dilakukan satu bulan sekali selama tiga bulan. Karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp.

dibedakan berdasarkan tipe perairan yang ditemukan pada saat survei, yaitu bekas galian (kubangan), kolam, sumur, parit, rawa-rawa, dan kobakan pada permukaan tanah.

Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air berbentuk batang dengan skala 0-100 ºC dengan cara dicelupkan ke dalam air habitat kurang lebih dua menit, kemudian dibaca skalanya. Pengukuran salinitas menggunakan refraktometer, dilakukan dengan cara mengoleskan air pada alat dan nilainya akan terbaca pada skala yang ada. Pengukuran pH air dengan menggunakan alat pH meter digital dengan kisaran pH 0-14 yang dicelupkan pada air habitat. Tingkat kekeruhan diketahui berdasarkan pengamatan secara visual berdasarkan klasifikasi jernih, sedikit keruh dan keruh. Arus air diketahui melalui pengamatan secara visual pada gerakan aliran air, apakah mengalir deras, lambat atau tidak mengalir.

Kedalaman air diukur dengan mencelupkan kayu, kemudian diukur bagian basahnya (cm) menggunakan alat meteran. Dasar habitat diukur dengan mengambil contoh dasar air dengan menggunakan cidukan atau melalui pengamatan visual, kemudian diklasifikasikan menjadi dasar air berupa lumpur, pasir, kerikil, dan lain-lain. Tanaman air pada habitat perkembangbiakan diketahui melalui pengamatan visual pada badan air. Tanaman air dicatat berdasarkan jenisnya. Keberadaan predator larva pada habitat Anopheles spp. juga diketahui melalui pengamatan visual dan dicatat serta dibedakan menurut jenisnya.

Gambar 5 Pengumpulan larva Anopheles spp. dengan menggunakan pipet (A) dan dengan menggunakan cidukan (B) di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo bulan April-Juni 2015

(33)

Pemetaan Habitat Larva Anopheles spp.

Pemetaan habitat dengan penandaan titik koordinat larva nyamuk

Anopheles spp. menggunakan alat GPS (geographical positioning system) Garmin 60. Titik koordinat larva Anopheles spp. diambil berdasarkan keberadaan larva pada habitat perkembangbiakan. Titik-titik koordinat tersebut kemudian ditransformasikan dalam peta digital lokasi penelitian.

Pengumpulan Data Pendukung

Pengumpulan data pendukung berupa data demografi Desa Tunggulo yang terdiri dari jumlah dan distribusi penduduk dan pekerjaan didapatkan melalui kantor Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo, sedangkan peta terbaru lokasi penelitian bersumber dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Gorontalo. Data curah hujan dari bulan April sampai Juni 2015 khususnya di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo, didapatkan melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Provinsi Gorontalo.

Analisis Data

Kepadatan dan Perilaku Nyamuk Anopheles spp.

Kepadatan nyamuk mengisap darah orang dinyatakan dalam satuan jumlah nyamuk yang tertangkap per orang per jam yang dikenal sebagai man hour density

(MHD) dirumuskan sebagai berikut :

Kepadatan nyamuk resting dinyatakan dalam satuan jumlah nyamuk yang tertangkap resting per rumah/kandang per jam yang dikenal sebagai resting hour density dirumuskan sebagai berikut :

Dengan satuan :

Per ekor/rumah untuk nyamuk yang hinggap di dinding rumah Per ekor/kandang untuk nyamuk yang hinggap di kandang

∑ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap melalui umpan

orang dalam sekali penangkapan MHD =

40/60 x 12 jam x ∑ umpan orang

∑ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap resting RHD =

(34)

Kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang hinggap dibadan per orang per malam dihitung berdasarkan nilai man biting rate (MBR). Nilai MBR dihitung berdasarkan jumlah nyamuk yang hinggap di badan per malam dibagi jumlah penangkap dikali waktu penangkapan (Kemenkes RI 2013).

Keterangan :

MHD = Man hour density (Jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per jam)

RHD = Resting hour density (Jumlah Anopheles resting per rumah/kandang per jam)

MBR = Man biting rate (Jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per malam)

Fluktuasi MHD ditampilkan dalam bentuk grafik selama 12 jam (18.00-06.00 WIB).

Kelimpahan Nisbi

Kelimpahan nisbi adalah perbandingan jumlah individu nyamuk

Anopheles spesies tertentu terhadap total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh, dan dinyatakan dalam persen

Frekuensi Nyamuk Tertangkap

Frekuensi nyamuk tertangkap dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah penangkapan diperolehnya Anopheles spesies tertentu terhadap jumlah total penangkapan (Sigit 1968).

∑ Anopheles spesies tertentu yang tertangkap melalui

umpan orang MBR =

∑ malam x ∑ umpan orang

∑ individu nyamuk Anopheles spesies tertentu

Kelimpahan Nisbi = х 100 %

Total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh

∑ penangkapan diperolehnya Anopheles spesies tertentu

Frekuensi =

(35)

Dominasi Spesies

Angka dominansi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan.

Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp.

Data karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp.

dianalisis secara deskriptif kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pengukuran kepadatan larva Anopheles spp. dalam setiap jenis habitat dihitung dengan cara menjumlahkan larva Anopheles spp. dibagi banyaknya cidukan.

Titik Koordinat Larva Anopheles spp.

Data titik koordinat habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp.

dianalisis dengan program komputer Arcgis versi 9.1. Peta dasar yang digunakan adalah peta lokasi penelitian dari Kantor BAPPEDA Kabupaten Gorontalo dan Peta dari situs Google Earth.

Hubungan MBR Anopheles spp. dengan Curah Hujan

Data Indeks Curah Hujan (ICH) selama tiga bulan sejak bulan April sampai Juni 2015 dalam bentuk grafik, kemudian dihubungkan dengan kepadatan nyamuk (MBR). Hubungan kedua variabel ini diuji dengan uji Spearman

menggunakan program komputer SPSS versi 13.0. Berikutnya jika terdapat korelasi antara kedua variabel tersebut maka dilanjutkan dengan uji Regresi Linier untuk melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Indeks Curah Hujan (ICH) dihitung berdasarkan rumus :

Dominansi Spesies = Kelimpahan nisbi x Frekuensi tertangkap

∑ larva Anopheles yang didapat

Kepadatan Larva (dalam setiap jenis habitat) =

∑ cidukan

∑ curah hujan (mm) per bulan x ∑ hari hujan per bulan

ICH =

(36)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Nyamuk Anopheles spp.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan metode bare leg collection, resting kandang dan dari habitat perkembangbiakan larvadi Desa Tunggulo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo terdiri atas empat spesies, yaitu An. vagus, An. tesselatus, An. indefinitus dan An. barbirostris. Berdasarkan pengelompokkan Subgenus, nyamuk

Anopheles spp. yang tertangkap lebih banyak adalah Subgenus Cellia (ada empat noda putih atau lebih pada costa dan urat 1 sayap) dari pada Subgenus Anopheles

(ada tiga noda putih atau kurang pada costa dan urat 1 sayap). Nyamuk Subgenus

Cellia yaitu An. vagus, An. tesselatus dan An. indefinitus, sementara itu, nyamuk Subgenus Anopheles yaitu An. barbirostris. Nyamuk An. vagus mempunyai ciri khas ujung probosis terdapat sedikit bagian yang pucat, gelang pucat di ujung palpus panjangnya sekurang-kurangnya tiga kali panjang gelang gelap di bawahnya (Gambar 6).

Gambar 6 Anopheles vagus yang tertangkap di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo (A). Tanda panah merupakan ciri khas : palpi (B) dan sayap (C)

Gambar 7 Anopheles tesselatus yang tertangkap di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo (A). Tanda panah merupakan ciri khas : palpi, probosis (B) dan kaki (C)

A

B

C

A

B

(37)

Nyamuk An. tesselatus mempunyai ciri khas sekurang-kurangnya ada empat gelang pucat pada palpi, pada sternit abdomen ke dua sampai ke tujuh tidak terdapat sikat-sikat yang terdiri dari sisik gelap, gelang-gelang pucat pada tarsi kaki belakang sempit (Gambar 7).

Nyamuk An. indefinitus mempunyai ciri khas tarsus kaki belakang gelap, proboscis gelap, gelang pucat di ujung palpus panjangnya dua kali panjang gelang gelap dibawahnya, gelang pucat sub apical palpus lebih panjang atau sama dengan sub apical gelap (Gambar 8). Nyamuk An barbirostris mempunyai ciri khas palpi seluruhnya gelap, ruas abdomen ke tujuh terdapat sisik/sikat gelap, pada costa dan urat I dari sayap terdapat tiga atau kurang noda-noda pucat (Gambar 9).

Selama penelitian dilakukan, jumlah nyamuk yang tertangkap dari masing-masing spesies sangat berfluktuasi. Terdapat dua spesies yang secara teratur ditemukan pada setiap penangkapan yaitu An. vagus dan An. tesselatus, sedangkan

An. indefinitus hanya ditemukan pada minggu ke dua bulan Mei sampai akhir bulan Juni dan An barbirostris ditemukan hanya pada bulan Juni saja.

Gambar 8 Anopheles indefinitus yang tertangkap di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo (A). Tanda panah merupakan ciri khas : palpi (B) dan sayap (C)

Gambar 9 Anopheles barbirostris yang tertangkap di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo (A). Tanda panah merupakan ciri khas : palpi (B) dan ruas abdomen ke tujuh (C)

A

B

C

A

B

(38)

Spesies nyamuk Anopheles yang tertangkap ditemukan mengisap darah manusia baik di dalam maupun luar rumah, resting di dalam dan luar rumah serta lebih dari sebagian populasi, tertangkap resting di sekitar kandang sapi. Komposisi keanekaragaman jenis nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan berbagai metode penangkapan di Desa Tunggulo Kecamatan Limboto Barat disajikan pada Tabel 2. Nyamuk An. vagus merupakan spesies yang paling banyak ditemukan tersebar di luar rumah. Lebih dari separuh populasi tertangkap resting

di sekitar kandang sapi (61.39 %), resting di luar rumah (32.63 %) dan mengisap darah manusia di luar rumah (3.47 %). Jenis nyamuk ini juga ditemukan aktif mengisap darah di dalam rumah (0.34 %) dan resting di dinding dalam rumah (2.18 %).

Populasi nyamuk An. tesselatus juga lebih dari separuh ditemukan resting

di sekitar kandang sapi (63.59 %), resting di luar rumah (23.09 %) dan mengisap darah manusia di luar rumah (8.17 %). Nyamuk ini juga ditemukan mengisap darah manusia di dalam rumah (2.66 %) dan resting di dalam rumah (2.49 %). Dua spesies lainnya yaitu An. indefinitus dan An. barbirostris juga secara umum lebih banyak ditemukan resting di sekitar kandang sapi dan di luar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa nyamuk Anopheles spp. yang ada di Desa Tunggulo lebih bersifat eksofagik, eksofilik dan zoofilik.

Dalam penelitian ini hanya ditemukan empat jenis spesies nyamuk

Anopheles. Beberapa laporan keanekaragaman nyamuk Anopheles spp. diberbagai daerah seperti yang ditemukan di Desa Malino Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah sebanyak 12 spesies yaitu An. subpictus, An. vagus, An. indefinitus, An. barbirostris, An. barbumbrosus, An. flavirostris, An. tesselatus, An. ludlowae, An. kochi, An. parangensis, An. peditaeniatus, dan An. maculatus (Jastal et al. 2007). Empat jenis di antaranya yaitu An. vagus, An. tesselatus, An. indefinitus dan An. barbirostris merupakan spesies yang sama dengan yang ditemukan pada penelitian di Desa Tunggulo.

Tabel 2 Komposisi keanekaragaman nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan berbagai metode di Desa Tunggulo bulan April-Juni 2015

Spesies

An. tesselatus 15 46 14 130 358 563

(2.66 %) (8.17 %) (2.49 %) (23.09 %) (63.59 %) (100 %)

An.indefinitus 0 5 0 23 33 61

(0.00 %) (8.20 %) (0.00 %) (37.70 %) (54.10 %) (100 %)

An. barbirostris 2 1 0 5 8 16

(12.50 %) (6.25 %) (0.00 %) (31.25 %) (50 %) (100 %)

Total 22 103 46 638 1302 2111

(39)

Nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap di Kelurahan Mendui Kecamatan Bungku Tengah Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah terdiri atas 12 spesies yaitu An, barbirostris, An. umbrosus, An. flavirostris, An. peditaeniatus, An. sinensis, An. subpictus, An. parangensis, An. kochi, An. tesselatus, An. maculatus, An. indefinitus dan An. vagus (Veridiana et al. 2009). Tiga spesies di antaranya (An. tesselatus, An. indefinitus dan An. vagus) merupakan spesies yang sama dengan yang ditemukan di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo. Hariastuti (2011) melaporkan bahwa keragaman nyamuk Anopheles spp. di Pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta) ada delapan spesies yaitu An. aconitus, An. maculatus, An. balabacensis, An. kochi, An. indefinitus, An. barbirostris, An. vagus, dan An. annularis, dan tiga spesies di antaranya juga sama dengan yang ditemukan di Desa Tunggulo.

Rahmawati et al. (2014) menyatakan di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Nusa Tenggara Timur terdapat enam jenis Anopheles yaitu An. barbirostris, An. subpictus, An. annularis, An. vagus, An. umbrosus, dan An. indefinitus. Nyamuk An. barbirostris dan An. subpictus merupakan dua spesies dengan kepadatan tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan keanekaragaman jenis diberbagai daerah lebih dipengaruhi oleh jumlah spesies dan kemampuan spesies bertahan hidup dalam habitatnya (Fahmi et al. 2014).

Berdasarkan jumlah nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap di Desa Tunggulo, didapatkan lebih dari sebagian populasi tertangkap resting di sekitar kandang sapi (61.68 %), sementara itu, paling sedikit tertangkap melalui umpan orang di dalam rumah (1.04 %). Hal ini menunjukkan bahwa persentase nyamuk

Anopheles spp. di Desa Tunggulo lebih bersifat menyukai darah hewan (zoofilik) tetapi bisa mengisap darah manusia juga (antropofilik) dan resting di luar rumah (eksofilik). Hariastuti (2011) menyatakan bahwa nyamuk An. barbirostris di Kecamatan Paninggaran Kabupaten Kendal, umumnya lebih banyak dijumpai di sekitar kandang karena bersifat zoofilik dan banyaknya An. barbirostris yang tertangkap resting di dinding luar rumah mungkin disebabkan oleh lokasi kandang yang masih menempel dengan rumah penduduk sehingga hal ini meningkatkan potensi kontak antara vektor dengan manusia.

Kelimpahan, Frekuensi dan Dominansi Anopheles spp.

Kelimpahan, Frekuensi dan Dominansi Anopheles spp. di Dalam dan Luar Rumah

Nilai kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi nyamuk Anopheles spp.

yang tertangkap di Desa Tunggulo disajikan pada Tabel 3. Hasil pengamatan menunjukkan nilai kelimpahan nisbi dalam rumah tertinggi adalah An. tesselatus

sebesar 68.18 % dengan frekuensi (0.33 kali) dan dominansi sebesar 22.73 %, sedangkan di luar rumah kelimpahan nisbi tertinggi adalah An. vagus sebesar 49.51 %, frekuensi (0.83 kali) dan dominansi sebesar 41.26 %. Dengan hasil ini, terlihat dari total jumlah keempat spesies yang tertangkap dengan umpan badan di dalam rumah, nyamuk An. tesselatus memiliki nilai kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi paling tinggi di dalam rumah dibandingkan dengan tiga spesies lainnya.

Gambar

Gambar 1  Telur, Larva dan Pupa Anopheles spp. (Reid 1968)
Tabel 1 Jenis-jenis Anopheles spp. yang dapat berperan sebagai vektor malaria dan wilayah sebarannya di Indonesia
Gambar 2    Peta lokasi penelitian di Desa Tunggulo Kabupaten Gorontalo
Gambar 3   Metode penangkapan nyamuk dengan landing collection (A) dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Olah raga Rekreasi adalah olah raga permainan yang mana dalam melakukan aktifitasnya, olahragawan dapat menggunakan kelompok atau perorangan, dalam melakukan aktifitasnya

Bahan baku yang digunakan untuk membuat kerajban kunbgan dengan memakai serbuk kunbgan yang didatangkan dari

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa kejadian kontak dengan panas merupakan kejadian kecelakaan kerja yang paling sering terjadi di laboratorium, diikuti oleh terkena tumpahan bahan

Atau dengan kata lain teori receptie, yang membatasi bahwa hukum Islam baru dinyatakan dan disebut berlaku jika ia telah masuk/meresap dan diterima oleh dan sebagai

meliputi religious, toleran, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras , kreatif, mandiri, dan tanggung jawab, Minat berwirausaha siswa di SMK Muhammadiyah 2

digunakan untuk menganalisis hubungan linear antara satu variabel independen yaitu Pengaruh Media Iklan (X) dengan variabel dependen yaitu Keputusan Pembelian (Y)

Hasil dari penelitian ini adalah berupa E-Tracer alumni yang akan digunakan oleh Bina Darma Career &amp; Training Center. Dimana pengembangan E-Tracer alumni tersebut