• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Residu Pestisida pada Sayuran Serta Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kadar Residu Pestisida pada Sayuran Serta Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KADAR RESISU PESTISIDA ORGANOFOSFAT

PADA SAYURAN SERTA TINGKAT PERILAKU KONSUMEN

TERHADAP SAYURAN YANG BEREDAR DIPASAR

TRADISIONAL PRINGGAN KECAMATAN

MEDAN BARU TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

LULU HOTDINA MARBUN NIM : 111000189

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS KADAR RESISU PESTISIDA ORGANOFOSFAT

PADA SAYURAN SERTA TINGKAT PERILAKU KONSUMEN

TERHADAP SAYURAN YANG BEREDAR DIPASAR

TRADISIONAL PRINGGAN KECAMATAN

MEDAN BARU TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

LULU HOTDINA MARBUN NIM : 111000189

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Pestisida organofosfat adalah golongan pestisida yang disukai oleh petani karena mempunyai daya basmi yang kuat, cepat dan hasilnya terlihat jelas pada tanaman. Meskipun demikian residu pestisida organofosfat pada manusia dapat menimbulkan keracunan baik akut maupun kronis, ha1 ini disebabkan oleh sifat akumulatif dari residu pestisida organofosfat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui residu pestisida pada sayuran serta tingkat perilaku konsumen terhadap sayuran di Pasar Pringgan.

Residu pestisida dari golongan organofosfat yang akan diperiksa adalah dengan bahan aktif dimetoat, klorpirifos, profenofos, dan triazofos diteliti pada sayuran kubis (Brassica oleracea), tomat (Solanum lycopersicum), wortel

(Daucus carota), dan kacang panjang(Vigna sinensis).

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif. Objek penelitiannya adalah sayuran yang dijual di Pasar Pringgan sebanyak 4 sampel yang kemudian diperiksa di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida untuk mengetahui berapa kadar residu pestisida yang terdapat pada sayuran. Hasil penelitian mengacu kepada SNI No. 7313:2008 tentang BMR pada Hasil Pertanian. Penentuan sampel konsumen dilakukan dengan cara accidental sampling, yaitu mengambil sampel atau responden yang sedang membeli sayur di lokasi penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu pestisida dengan bahan aktif dimetoat, klorpirifos, profenos, dan triazofos tidak terdeteksi pada sayuran wortel dan kacang panjang. Sayuran tomat terdapat residu pestisida dengan bahan aktif profenofos sebesar 0,0188 mg/kg dan pada sayuran kubis terdapat residu pestisida bahan aktif klorpirifos sebesar 0,098 mg/kg.

Diketahui bahwa kadar residu pestisida yang terdapat pada sayuran masih berada dibawah BMR yaitu < 0,5 mg/kg. Meskipun demikian, diharapkan para konsumen untuk lebih teliti dalam memilih sayuran.

(6)

ABSTRACT

Pesticides organophosphate is a class of pesticides preferred by farmers because they havethe power exterminate strong, fast, and the result are clearly visible on the plant. Nevertheless organoposphate pestiside residues in humans can cause both acute and chronic poisoning, it is caused by the accumulative nature of residues of organophospate. This study aims to determine pesticide residues in vegetables as well as the level of consumer behaviors towards vegetables in Market Pringgan.

Pesticides residues from the class of organophosphate is the active ingredient dimetoat, klorfirifos, profenofos, and triazofos researched on vegetables cabbage (Brassica oleracea), tomato (Solanum lypopersicum), carrot (Daucus carota), and long bean (Vigna sinensis).

This study is a descriptive survey. The objects of the study incluced vegetables sold in Market Pringgan consisting of 4 samples then examined in Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida to know how much the residual pesticides in the vegetables. The result of the study referred to the SNI 7313:2008 MRL (Maximum Residue Limit) Product Agriculture. The samples were determined accidental sampling method, who bought the vegetables at observational location. This study found that residue of pestisides with active materials such as dimetoat, chlorpyriphos, profenofos, and triazofos were not detected in vegetables such as carrot and long bean. Result indicated that profonefos residue were found in carrot with content of 0,0188 mg/kg and result indicated that chlorpyriphos residue were found in cabbage with content 0,098 mg/kg.

It is known that the levels of pesticide residues found in vegetables is still below the MRL of <0,5 mg/kg. Nevertheless, consumer are expected to be more careful in choosing vegetables.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ Analisis Kadar Residu Pestisida Pada Sayuran Serta Tingkat

Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran Yang Beredar Di Pasar Tradisional

Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak sekali

memperoleh bantuan baik moril maupun material dari berbagai pihak, maka pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan ikhlas

kepada:

1. Dr.Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M. Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Universitas Sumatera Utara.

3. Dra. Nurmaini, MKM Ph.D selaku ketua pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya serta dengan sabar memberikan

bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis dalam

penyempurnaan skripsi ini.

4. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

(8)

bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis dalam

penyempurnaan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, Msi, selaku Dosen Pembimbing

Akademik penulis.

6. Seluruh dosen khususnya Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan

FKM USU yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam

mengikuti perkuliahan di Faklutas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pegawai dan karyawan khususnya kak Dian yang telah

membantu kelancaran skripsi ini.

8. Eli Martona, S.Si, selaku Kepala Laboratorium Pengujian Mutu Dan

Residu Pestisida Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyempurnaan skripsi

ini.

9. Orang tua tercinta (L. Marbun dan T. Pasaribu) yang selalu memberi

dukungan, doa dan kasih sayang serta memberi motivasi untuk tetap

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Bapak uda dan Inanguda terkasih (Drs. E. Marbun, M.Si. dan Y.

Harianja) yang selalu memberi semangat, bantuan baik berupa moril

dan materi.

11. Kakak tersayang (Linda Marbun) dan adik-adik tersayang (Loretta

(9)

Yusuf Laden Christian Marbun) yang telah memberi motivasi dan

semangat dalam penulisan skripsi ini.

12. Sahabat-sahabatku SOLAFIDE : Martha Helen, Nova Sitinjak,

Theresia, dan Marini terimakasih atas persahabatan, motivasi, doa dan

kebersamaan kita selama ini.

13. Teman-teman QUASIMODOGENITI : Kak Heny, Elis, Martha Helen,

Martharia, Ratna, Theresia terimakasih atas motivasi, doa dan

kebersamaan kita.

14. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Peminatan kesehatan

Lingkungan, terimakasih atas kerjasama dan kebersamaan kita selama

ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca

dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, Juli 2015

(10)

DAFTAR ISI

2.1.2 Bentuk Formulasi Pestisida ... 13

2.1.3 Toksisitas Pestisida ... 18

2.1.4 Bidang Sasaran Aplikasi Pestisida ... 19

2.1.5 Manfaat dan Dampak Negatif Pestisida ... 22

2.1.6 Cara Masuk Pestisida ke Dalam Tubuh ... 28

2.2 Organofosfat... 29

2.2.1 Pengertian Organofosfat... 29

2.2.2 Sumber Jenis dan Karakteristik... 29

2.2.3 Dampak Organofosfat Terhadap Kesehatan ... 30

2.2.4 Mekanisme Organofosfat dalam Tubuh ... 34

2.3 Residu Pestisida... 36

2.4 Sayuran... 38

2.5 Pengertian dan Klasifikasi Perilaku ... 40

2.5.1 Pengetahuan ... 42

2.5.2 Sikap ... 43

2.5.3 Tindakan ... 43

2.6 Kerangka Konsep ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Jenis Penelitian ... 45

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

(11)

3.2.2 Waktu Penelitian ... 45

3.3 Objek Penelitian dan Sampel ... 45

3.4 Populasi dan Sampel ... 46

3.4.1. Populasi ... 46

3.4.2 Sampel ... 46

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 47

3.5.1 Data Primer ... 47

3.5.2 Data Sekunder ... 48

3.6 Defenisi Operasional ... 48

3.7 Cara Pemeriksaan Residu Pestisida... 48

3.7.1 Alat dan Bahan ... 48

4.4 Karakteristik Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran Yang Beredar Di PasarPringgan Kecamatan Medan Baru... 56

4.4.1 Pengetahuan Konsumen Terhadap Sayuran Yang Mengandung Residu Pestisida di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru ... 56

4.4.2 Sikap Responden Terhadap Sayuran Yang Mengandung Residu Pestisida di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru ... 59

4.4.3 Tindakan Responden Terhadap Sayuran Yang Mengandung Residu Pestisida... 61

BAB V PEMBAHASAN ... 63

5.1 Keberadaan Residu Pestisida Pada Sayuran ... 63

5.2 Karakteristik Responden ... 65

5.3 Pengetahuan Konsumen tentang Residu Pestisida pada Sayuran ... 66

5.4 Sikap Konsumen tentang Residu Pestisida pada Sayuran... 67

5.5 Tindakan Konsumen tentang Residu Pestisida pada Sayuran... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1 Kesimpulan ... 70

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelas Bahaya Pestisida Menurut WHO ... 19

Tabel 2.2 Batas Maksimum Residu Organofosfat pada Makanan ... 37

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Residu Pestisida Pada Sayuran

di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru ... 54

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 55

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Pengetahuan Konsumen Tentang

Sayuran Yang Mengandung Residu Pestisida ... 56

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Konsumen Terhadap

Sayuran Yang Mengandung Residu Pestisida ... 58

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Sikap Konsumen Tentang Sayuran

Yang Mengandung Residu Pestisida ... 59

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sikap Konsumen Terhadap

Sayuran Yang Mengandung Residu Pestisida ... 60

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Tindakan Tentang Sayuran Yang

Mengandung Residu Pestisida ... 61

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Tindakan Konsumen Terhadap

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi Pengikatan Kolinesterase Dengan Organofosfat ... 33

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Baku Mutu Residu Pestisida SNI 7313:2008

Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 3Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian

Lampiran 4 Surat Hasil Uji Laboratorium

Lampiran 5 Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida

Lampiran 6 Master Data Kuesioner

Lampiran 7 Output

(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lulu Hotdina Marbun

Tempat/Tanggal Lahir : Barus/ 20 Februari 1993

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 6 (enam) orang

Alamat Rumah : Jl. Luku III No. 31 Medan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 2001-2006 : SD Negeri 155965 Simargarap

2. Tahun 2006-2009 : SMP Manunggal V Simargarap

3. Tahun 2009-2011 : SMA Negeri 1 Sorkam Barat

(17)

ABSTRAK

Pestisida organofosfat adalah golongan pestisida yang disukai oleh petani karena mempunyai daya basmi yang kuat, cepat dan hasilnya terlihat jelas pada tanaman. Meskipun demikian residu pestisida organofosfat pada manusia dapat menimbulkan keracunan baik akut maupun kronis, ha1 ini disebabkan oleh sifat akumulatif dari residu pestisida organofosfat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui residu pestisida pada sayuran serta tingkat perilaku konsumen terhadap sayuran di Pasar Pringgan.

Residu pestisida dari golongan organofosfat yang akan diperiksa adalah dengan bahan aktif dimetoat, klorpirifos, profenofos, dan triazofos diteliti pada sayuran kubis (Brassica oleracea), tomat (Solanum lycopersicum), wortel

(Daucus carota), dan kacang panjang(Vigna sinensis).

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif. Objek penelitiannya adalah sayuran yang dijual di Pasar Pringgan sebanyak 4 sampel yang kemudian diperiksa di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida untuk mengetahui berapa kadar residu pestisida yang terdapat pada sayuran. Hasil penelitian mengacu kepada SNI No. 7313:2008 tentang BMR pada Hasil Pertanian. Penentuan sampel konsumen dilakukan dengan cara accidental sampling, yaitu mengambil sampel atau responden yang sedang membeli sayur di lokasi penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu pestisida dengan bahan aktif dimetoat, klorpirifos, profenos, dan triazofos tidak terdeteksi pada sayuran wortel dan kacang panjang. Sayuran tomat terdapat residu pestisida dengan bahan aktif profenofos sebesar 0,0188 mg/kg dan pada sayuran kubis terdapat residu pestisida bahan aktif klorpirifos sebesar 0,098 mg/kg.

Diketahui bahwa kadar residu pestisida yang terdapat pada sayuran masih berada dibawah BMR yaitu < 0,5 mg/kg. Meskipun demikian, diharapkan para konsumen untuk lebih teliti dalam memilih sayuran.

(18)

ABSTRACT

Pesticides organophosphate is a class of pesticides preferred by farmers because they havethe power exterminate strong, fast, and the result are clearly visible on the plant. Nevertheless organoposphate pestiside residues in humans can cause both acute and chronic poisoning, it is caused by the accumulative nature of residues of organophospate. This study aims to determine pesticide residues in vegetables as well as the level of consumer behaviors towards vegetables in Market Pringgan.

Pesticides residues from the class of organophosphate is the active ingredient dimetoat, klorfirifos, profenofos, and triazofos researched on vegetables cabbage (Brassica oleracea), tomato (Solanum lypopersicum), carrot (Daucus carota), and long bean (Vigna sinensis).

This study is a descriptive survey. The objects of the study incluced vegetables sold in Market Pringgan consisting of 4 samples then examined in Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida to know how much the residual pesticides in the vegetables. The result of the study referred to the SNI 7313:2008 MRL (Maximum Residue Limit) Product Agriculture. The samples were determined accidental sampling method, who bought the vegetables at observational location. This study found that residue of pestisides with active materials such as dimetoat, chlorpyriphos, profenofos, and triazofos were not detected in vegetables such as carrot and long bean. Result indicated that profonefos residue were found in carrot with content of 0,0188 mg/kg and result indicated that chlorpyriphos residue were found in cabbage with content 0,098 mg/kg.

It is known that the levels of pesticide residues found in vegetables is still below the MRL of <0,5 mg/kg. Nevertheless, consumer are expected to be more careful in choosing vegetables.

(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pestisida telah lama digunakan oleh para petani untuk mengendalikan

hama tanaman buah-buahan, dan sayur-mayur. Dalam upaya untuk meningkatkan

produksi dengan tujuan agar tanaman tidak dirusak oleh hama dan penyakit

adalah dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida pada tanaman

sayuran di dataran tinggi tergolong sangat intensif, hal ini disebabkan karena

kondisi iklim yang sejuk dengan kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi

menciptakan kondisi yang baik untuk perkembangbiakan hama dan penyakit

tanaman.

Pada tahun 1984, sekitar 20% produksi pestisida dunia diserap oleh

Indonesia. Pemakaian pestisida dalam periode 1982-1987 meningkat sebesar

236% dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, pemakaian insektisida

meningkat sebesar 710% pada periode yang sama. Pada tahun 1986 total

pemakaian insektisida mencapai 17.230 ton atau setara dengan 1,69 kg insektisida

setiap hektar lahan pertanian. Pada dekade 1990-an pemakaian insektisida telah

mencapai 20 ribu ton/tahun dengan nilai Rp 250 milyar (Novizan, 2002).

Pestisida merupakan pilihan utama cara mengendalikan hama, penyakit

dan gulma karena membunuh langsung jasad pengganggu. Kegiatan

mengendalikan jasad pengganggu merupakan pekerjaan yang memakan banyak

waktu, tenaga dan biaya. Kemanjuran pestisida dapat diandalkan, penggunaannya

mudah, tingkat keberhasilannya tinggi, ketersediaannya mencukupi dan mudah

(20)

sehingga muncul kondisi ketergantungan bahwa pestisida adalah faktor produksi

penentu tingginya hasil dan kualitas produk, seperti yang tercermin dalam setiap

paket program atau kegiatan pertanian yang senantiasa menyertakan pestisida

sebagai bagian dari input produksi (Wahyuni, 2010).

Serangan hama dan penyakit merupakan salah satu penyebab utama

kegagalan panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan hama pada

tanaman sayuran cukup tinggi, diantaranya pada kubis yang menyebabkan

kehilangan hasil sampai 100% (Ameriana et.al., 2000). Aplikasi penyemprotan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit biasanya pada bagian tanaman

terutama daun. Dengan harapan hama akan datang dan makan daun yang sudah

disemprot dengan insektisida tersebut dan mati. Ada juga yang diaplikasikan pada

tanah agar bahan aktif insektisida diserap oleh akar tanaman dan diedarkan ke

seluruh bagian tubuh tanaman. Sehingga bila suatu saat hama datang dan

memakan bagian tanaman yang sudah mengandung bahan aktif insektisida

tersebut akan mati (Djojosumarto, 2008).

Pestisida dengan cepat dapat menurunkan populasi hama sehingga

meluasnya hama dapat dicegah. Namun penggunaan pestisida pada sistem usaha

sayuran diduga sudah berlebihan baik dalam hal jenis, komposisi, takaran, waktu,

dan intervalnya. Pestisida yang terdapat pada tanaman dapat diserap bersama hasil

panen berupa residu yang dapat terkomsumsi oleh konsumen. Residu pestisida

tersebut tidak saja berasal dari bahan yang diaplikasikan, namun juga berasal dari

penyerapan akar dari dalam tanah, terutama pada tanaman yang dipanen umbinya

(21)

Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan badan Standar Nasional

Indonesia (SNI) tahun 2008, tentang batas maksimum residu (BMR) pestisida

pada tanaman. Residu pestisida untuk golongan organofosfatmasih diperbolehkan

ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk

sayuran batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg/kg.

Hasil penelitian Sudewa dkk (2008), ditemukan bahwa, residu pestisida

diazinon, klorpirifos, fentoat, karbaril, dan BPMC yang terdapat pada krop kubis

dan polong kacang panjang yang dijual di pasar Badung Denpasar dipengaruhi

oleh jumlah penggunaan insektisida tersebut, dimana insektisida klorpirifos

60-65%, karbaril 40% digunakan oleh petani, nilai residu pada kubis dan kacang

panjang klorpirifos sebesar 0,0525ppm dan 1,296 ppm, karbaril sebesar 0,303

ppm dan 0,471 ppm. Dimana nilai residu klorpirifos pada kubis dan kacang

panjang melebihi nilai MRL (Maximum Residue Limit) pada sayuran yaitu 0,5 ppm.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Munarso dan Miskiyah (2009) di

Malang dan Cianjur ditemukan residu pestisida pada kubis, tomat, dan wortel.

Hasil analisis menemukan sebanyak 37,4 ppb endosulfan pada kubis, 10,6 ppb

endosulfan pada wortel, dan 7,9 ppb profenos pada tomat. Selain itu, residu lain

yang terdeteksi antara lain pestisida yang mengandung bahan aktif klorpirifos,

metidation, malation, dan karbaril. Menurut penelitian Narwati dkk (2012)

melaporkan bahwa terdapat residu deltametrin sebesar 0,15 ppm pada wortel dan

(22)

Residu pestisida merupakan zat tertentu yang terkandung dalam hasil

pertanian bahan pangan atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun

tidak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup juga senyawa

turunan pestisida seperti senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi

dan zat pengotor yang dapat bersifat toksik. Residu pestisida menimbulkan efek

tidak langsung terhadap konsumen namun, dalam jangka panjang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan, diantaranya, berupa gangguan syaraf dan

metabolisme enzim. Residu pestisida yang terbawa bersama makanan akan

terakumulasi dalam jaringan tubuh yang mengandung lemak. Akumulasi pestisida

ini pada manusia dapat merusak fungsi hati, ginjal, sistem syaraf, menurunkan

kekebalan tubuh, menimbulkan cacat bawaan, alergi dan kanker (Sakung, 2004).

Pestisida yang banyak direkomendasikan untuk bidang pertanian adalah

golongan organofosfat, karena golongan ini lebih mudah terurai di alam.

Organophosphat adalah golongan pestisida yang disukai petani, karena

mempunyai daya basmi yang kuat, cepat, dan hasilnya terlihat jelas pada tanaman.

Departeman Pertanian menganjurkan pemakaian pestisida ini karena sifat

organofosfat yang mudah hilang di alam. Meskipun demikian, residu pestisida

organofosfat pada manusia dapat menimbulkan keracunan baik akut, maupun

kronis, hal ini disebabkan oleh sifat akumulatif dari residu pestisida organofosfat

(Alegentina, 2005).

Keracunan akut dapat terjadi berupa manifestasi muscarinik, yaitu gejala

pencernaan seperti mual, muntah, aktifitas kelenjer keringat meningkat, aktifitas

(23)

berkurang. Manifestasi nikotinik, sepeti sesak napas, kram, pada otot tertentu dan

cynosis.Manifestasi susunan syaraf pusat seperti rasa cemas, sakit kepala, kesukaran tidur, depresi, tremor, kejang, gangguan pernafasan, dan peredaran

darah. Sedangkan keracunan kronis yang disebabkan pestisida organofosfat,

yaitu:carsinogenik (pembentukan kelenjer kanker), teratogenik (kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan insektisida), myopathi (penyakit otot) (Mukono, 2011).

Pasar tradisional Pringgan merupakan pasar yang ramai dikunjungi

masyarakat kota Medan. Pasar ini menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari,

termasuk sayuran. Terdapat 45 pedangang sayuran yang setiap harinya menjual

sayuran di pasar ini. Para pedagang memperoleh sayuran yang akan dijual,

langsung dari petani yang menjual hasil panen kebun mereka. Sayuran yang dijual

para pedagang di pasar tradisionl Pringgan belum mendapatkan perlakuan khusus

dari pedagangnya. Para pedagang tidaklah membersihkan sayuran terlebih dahulu

sebelum dijual kepada konsumen. Sedangkan pada sayuran yang dijual di pasar

modern sudah dibersihkan terlebih dahulu sebelum dijual kepada konsumen. Dari

hal diatas dikhawatirkan masih adanya residu pestisida yang menempel pada

sayuran sehingga sayuran menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan

permasalahan diatas, penulis ingin mengetahui kadar residu pestisida serta tingkat

perilaku konsumen terhadap keberadaaan residu pestisida pada sayuran yang di

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Pasar Pringgan merupakan pasar tradisional yang menjual berbagai macam

kebutuhan sehari-hari, termasuk sayuran. Sayuran yang di peroleh pedagang

langsung dari petani yang menjual hasil kebunnya kepada pedagang. Para

pedagang yang menjual sayuran tidaklah membersihkan sayuran yang hendak

dijual terlebih dahulu, sehingga dikhawatirkan sisa-sisa pestisida yang digunakan

para petani masih menempel pada sayuran. Sayuran yang mengandung residu

pestisida didalamnya tidaklah aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan permasalahan

diatas, penulis ingin mengetahui kemungkinan ada tidaknya kadar residu pestisida

pada sayuran serta tingkat perilaku konsumen, terhadap residu pestisida pada

sayuran yang di jual di pasar tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru, karena

dengan mengetahui perilaku konsumen dapat diketahui bagaimana kepedulian

konsumen terhadap sayuran yang aman untuk dikonsumsi.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui residu pestisida serta tingkat perilaku konsumen

terhadap residu pestisida pada sayuran yang beredar di pasar tradisional Pringgan,

Kecamatan Medan Baru.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ada tidaknya residu pestisida golongan organofosfat

(25)

2. Untuk mengetahui kadar residu pestisida golongan organofosfat pada

sayuran kol/kubis (Brassica oleracea), tomat (Solanum lycopersicum), wortel (Daucus sarota), dan kacang panjang (Vigna sinensis) apakah memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

berdasarkan SNI No 7313 : 2008.

3. Untuk mengetahui perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) para

konsumen terhadap residu pestisida pada sayuran.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagi informasi

agar lebih teliti dalam memilih dan mengkonsumsi sayuran.

2. Sebagai bahan masukan bagi BPOM dalam melakukan pemeriksaan lebih

lanjut terhadap sayuran yang dijual di pasar tradisional.

3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang residu

pestisida golongan organofosfat.

4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya sehingga penelitian ini

dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan dapat bermanfaat bagi

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pestisida

Pestisida adalah agensi yang membunuh hama. Yang dimaksud disini

adalah bahan-bahan yang telah dikembangkan untuk membunuh sejumlah besar

spesies hama-hama tertentu. Asosiasi Kimia Nasional Amerika Serikat

menyatakan, bahwa yang juga termasuk pestisida adalah agensi yang

dipergunakan untuk keperluan-keperluan khusus seperti zat pengatur tumbuh, zat

penggugur daun, zat pengering (desiccant) dan zat-zat lainnya yang sejenis seperti

feromon, zat kimia pemandul, zat “anti- feedant”, antraktan, repelen, sinergis

(Oka,1995).

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 258/MenKes/Per/III/1992

pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang

dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang

merusak tanaman, bagian-bagian dari tanaman atau hasil-hasil pertanian;

memberantas rerumputan; mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang

tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan;

mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tidak

termasuk pupuk; memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan

piaraan dan ternak; memberantas atau mencegah binatang-binatang dan

jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan

atau memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan

(27)

Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman, yang dimaksud dengan pestisida adalah zat pengatur dan perangsang

tumbuh, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan

perlindungan tanaman. Pestisida merupakan bahan yang banyak memberikan

manfaat sehingga banyak dibutuhkan masyarakat pada bidang pertanian, (pangan,

perkebunan, perikanan, peternakan), penyimpanan hasil pertanian, kehutanan

(tanaman hutan dan pengawetan hasil hutan), rumah tangga dan penyehatan

lingkungan pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain.

2.1.1 Klasifikasi Pestisida

Klasifikasi pestisida dapat dibagi dua, yaitu berdasarkan golongan hama

yang dibunuh dan berdasarkan efek yang ditimbulkan pada hama sasaran sebagai

berikut:

a. Berdasarkan Golongan Hama Sasaran Yang Dibunuh

1. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya

untuk membunuh tungau atau kutu.

2. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang, laut, berfungsi untuk membunuh algae.

3. Alvasida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung.

4. Bakterisisda, berasal dari kata bacterium, atau kata Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri.

(28)

bersifat fungitostik (membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan

pertumbuhan cendawan).

6. Herbisida, berasal dari kata latin herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh gulma.

7. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan, keratan, segmen, berfungsi untuk membunuh serangga.

8. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput.

9. Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.

10. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani nema

berati benang, berfungsi untuk membunuh nematoda.

11. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.

12. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.

13. Piscisida, berasal dari kata Yunani Pscis, berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan.

14. Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang kayu berfungsi untuk membunuh rayap (Ditjen Prasarana dan Sarana

(29)

b. Berdasarkan Efek Pestisida Terhadap Hama

1. Anti makan (anti-feedant), menghalangi makan, hama tetap tinggal pada tanaman, hama kelaparan dan akhirnya mati mengurangi transpirasi.

2. Anti-transpiran, mengurangi transpirasi.

3. Atraktan, menarik hama kepada lokasi yang memperoleh perlakuan

(atraktan seks).

4. Zat kimia pemandul, merusak kemampuan hama bereproduksi.

5. Penggugur daun (defoliant), menghilangkan pertumbuhan bagian tanaman yang tidak dikehendaki, tanpa membunuh tanaman seketika.

6. Zat pengering(desiccant), mengeringkan daun, batang, dan serangga. 7. Feromon, melepaskan atau menghalangi perilaku tertentu dari serangga.

8. Zat pengatur tumbuh, menghentikan, mempercepat atau merubah proses

pertumbuhan tanaman.

9. Repelan, mengusir hama dari objek yang memperoleh perlakuan, tanpa

membunuhnya.

10. Sinergis, meningkatkan efektifitas dari agensia yang aktif (Oka, 1995).

Ternyata jenis-jenis pestisida dapat dibagi lagi berdasarkan struktur

kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, pestisida dapat dibagi menjadi:

1. Organophosphat

Jenis ini mengandung unsur-unsur phospat, carbon, dan hidrogen.

(30)

dihidrolisis bila tercampur dengan air, memiliki aktivitas residu dalam waktu

pendek, karena itu perlu diaplikasikan berulang-ulang dan sedikit meninggalkan

residu bila disemprotkan.

2. Organochlorine

Organoclor adalah pestisida yang mengandung unsur-unsur karbon,

hidrogen, dan clorine. Atom-atom chlor dalam komposisinya terikat pada atom

hidrokarbon, misal DDT (dicloro Diphenyl Trichloretane), aldrin, dieldrin, endrin, lidane,heptaklor, toksafin, dan beberapa lainnya. Kebanyakan diantaranya memiliki aktivitas residu dalam jangka panjang. Ada kecenderungan menumpuk

di dalam rantai makanan yang menimbulkan kematian pada ikan dan kehidupan

lainnya. Oleh kerena itu penggunaannya sangat dibatasi.

3. Metil Carbamate

Mengandung fenol seperti BPMC, karbaril, propoksur, metiokarb, dan beberapa lainnya; carbamate yang mengandung okime seperti aldikarb, metomil,

oksamil, dan oksikarboksin; metil carbamate dan dimetil carbamte yang

mengandung senyawa-senyawa hidrosiklik seperti bendiokarb,karbofuran,

dimetilon, dioksakarb, dan oksikarboksin. Kebanyakan diantaranya juga memiliki

aktivitas residu jangka pendek. Seperti pada organophospor senyawa ini

menghalangi kolinesterase. Herbisida profam dan klorprofarm juga termasuk

karbamat ini.

4. Piretroid

Senyawa-senyawa yang struktur kimianya seperti piretrin yang berasal

(31)

serangga dan pada umumnya toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah

dibandingkan dengan insektisida lainnya. Namun kebanyakan diantaranya sangat

toksisk terhadap ikan, tawon madu, dan serangga berguna lainnya. Bekerjanya

terutama secara kontak dan tidak sistemik. Kebanyakan senyawa piretroid adalah

lipofilik dan tidak larut dalam air. Sifat ini meningkatkan ketahanannya terhadap

air dan resistensinya pada daun. Kebanyakan diantaranya bertekanan udara rendah

dan karena itu tidak dapat menguap. Ada yang peka terhadap sinar matahari

(alletrin, bioalletrin) karena itu tidak dipergunakan di lapangan. Yang tahan sinar

matahari seperti sipermetrin, permetrin, dekametrin, dipergunakan mengendalikan

hama di lapangan (Ekha,1988).

2.1.2 Bentuk Formulasi Pestisida

1. Formulasi cair

Formulasi pestisida bentuk cair biasanya terdiri dari pekatan yang dapat

diemulsikan (EC), pekatan yang larut dalam air (SL), pekatan dalam air (AC),

pekatan dalam minyak (OC), aerosol (A), gas yang dicairkan (LG).

a. Pekatan yang diemulsikan

Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau Emulsifiable Concentrate (yang lazim disingkat EC) merupakan formulasi dalam bentuk cair yang dibuat dengan melarutkan bahan aktif dalam pelarut tertentu dan

ditambah sufaktan atau bahan pengemulsi.

Formulasi untuk penyemprotan penggunaan perlu diencerkan dengan

air, sehingga formulasi ini akan segera menyebar dan membentuk emulsi serta

(32)

Pestisida yang termasuk formulasi pekatan yang dapat diemulsikan mempunyai

kodeECdibelakang nama dagangnya. b. Pekatan yang larut dalam air

Formulasi yang larut dalam air atau Water Soluble Concentratre (SL) merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan dalam

pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Formulasi ini sebelum

digunakan terlebih dahulu diencerkan dengan air kemudian disemprotkan.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SL di belakang nama

dagangnya.

c. Pekatan dalam air

Formulasi pekatan dalam air atau Aqueous Concentrate (AC) merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air. Biasanya pestisida

yang diformulasikan sebagai pekatan dalam air adalah bentuk garam dari

herbisida asam yang mempunyai kelarutan dalam air.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode AC di belakang

nama dagangnya.

d. Larutan dalam minyak

Pekatan dalam minyak atau Oil Miscible Concntrate (OL) adalah formulasi cair yang mengandung bahan aktif dalam konsentrasi tinggi yang

dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatic seperti xilin atau nafta.

Formulasi ini biasanya digunakan setelah diencerkan dalam hidrokarbon yang

(33)

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai koe OL di belakang

nama dagangnya.

e. Aerosol

Formulasi pestisida aerosol adalah formulasi cair yang mengandung

bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik. Ke dalam larutan ini

ditambahkan gas yang bertekanan dan kemudian dikemas menjadi kemasan

yang siap pakai dan dibuat dalam konsentrasi yang rendah.

Pestisida yang temasuk formulasi ini mempunyai kode A di belakang

nama dagangnya.

f. Gas yang dicairkan atauLiquefield Gases

Formulasi ini adalah formulasi pestisida bahan aktif dalam bentuk gas

yang dipampatkan pada tekanan dalam suatu kemasan. Formulasi pestisida ini

digunakan dengan cara fumigasi ke dalam ruangan atau tumpukan bahan

makanan atau penyuntikan ke dalam tanah.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode LG di belakang

nama dagangnya.

2. Formulasi Padat

a. Tepung yang dapat disuspensikan/dilarutkan

Formulasi tepung yang dapat disuspensikan atau Wettable Powder

(WP) atau disebut juga Dispersible Powder (DP) adalah formulasi yang berbentuk tepung kering yang halus, sebagai bahan pembawa inert (misalnya:

(34)

suspensi, dan ditambah dengan bahan aktif atau pestisida. Ke dalam formulasi

ini juga ditambahkan surfaktan sebagai bahan pembasah atau penyebar.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode WP di belakang

nama dagangnya.

b. Tepung yang dilarutkan

Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble Powder (SP) sama dengan formulasi tepung yang dapat disuspensikan, tapi bahan aktif pestisida

maupun bahan pembawa bahan lainnya.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SP di balakang

nama dagangnya.

c. Butiran

Dalam formulasi butiran atau Granula (G), bahan aktif pestisida dicampur atau dilapisi oleh penempel pada bagian luar bahan pembawa inert,

seperti tanah liat, pasir, atau tongkol jagung yang ditumbuk. Kadar aktif

formulasi ini berkisar antara 1-40%. Formulasi ini digunakan secara langsung

tanpa bahan pengencer dengan cara menabur.

d. Pekatan debu

Pekatan debu atau Dust Concentrate (DC) adalah tepung kering yang mudah lepas denganukuran dari 75 micron, yang mengandung bahan aktif

dalam konsentrasi yang relatif tinggi, berkisar antara 25-75%.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode DC dibelakang

(35)

e. Debu

Formulasi pestisida dalam bentuk debu atauDust (D) terdiri dari bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi

antara 1-10%. Ukuran partikel debu kurang dari 70 micron.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode D di belakang

nama dagangnya.

f. Umpan

Formulasi umpan atau Block Bait (BB) adalah campuran bahan aktif pestisida dengan bahan penambah inert. Formulasi ini biasanya berbentuk

bubuk, pasta atau butiran.

Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode D di belakang

nama dagangnya.

g. Tablet

Formulasi ini ada 2 macam yang pertama tablet yang terkena udara

akan menguap menjadi fumigant. Bentuk ini akan digunakan di gudang atau

perpustakaan untuk membunuh hama (kecoa).

3. Padatan Lingkar

Formulasi padatan lingkar adalah campuran bahan aktif pestisida dengan

serbuk gergaji kayu dan perekat yang dibentuk menjadi padatan melingkar.

Formulasi ini mempunyai kode MC di belakang nama dagangnya (Ditjen

(36)

2.1.3 Toksisitas Pestisida

Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman selalu

mempunyai dua sisi: bila ia efektif dan diaplikasikan menurut petunjuk, dapat

menurunkan populasi hama tanaman; tetapi selalu mengandung resiko kecelakaan

pada manusia dalam bentuk keracunan kronik/akut dan atau kematian dan

pencemaran lingkungsn. Belum lagi resiko reaksi populasi hama sasaran yang

diperlakukan dengan pestisida tertentu secara berulang-ulang.

Untuk mengurangi berbagai resiko yang tidak dikehendaki tersebut dan

menetapkan prosedur penggunaan pestisida mutlak perlu diketahui bagaimana

terjadinya keracunan itu dan derajat keracunan setiap jenis pestisida.

Manusia/hewan dapat keracunan pestisida melalui mulut (oral), karena sejumlah

pestisida tertelan. Dapat juga melalui kulit (dermal), karena masuk melalui tubuh

melalui pori-pori dan kulit itu sendiri. Keracunan dapat juga terjadi melalui

paru-paru ketika udara yang tercemar pestisida terhirup (Oka, 1995).

Daya racun pestisida biasanya ditunjukkan oleh angka toksisitas akut hasil

uji laboratorium dengan hewan percobaan (umumnya menggunakan tikus). Studi

tosisitas akut pada hewan menghasilkan data LD50. Artinya, jumlah atau dosis

bahan teknis (mg) dalam setiap 1 kg bobot badan binatang uji yang dapat

mematikan 50% binatang uji tersebut (Sembodo, 2010). Namun, antara LD50oral

dan LD50dermaldibedakan. LD50oraladalah kematian yang terjadi bila binatang

uji tersebut makan dan LD50dermaladalah kematian karena keracunan lewat kulit

(Djojosumarto, 2000). Berdasarkan nilai LD50 WHO menyusun kelas bahaya

(37)

Tabel 2.1 Kelas Bahaya Pestisida Menurut WHO Kelas

LD50akut (tikus) formulasi (mg/kg)

Oral Dermal

Padat Cair Padat Cair

Sangat berbahaya

≤ 5 ≤ 20 ≤ 10 ≤ 40

Bahaya tinggi 5-50 20-200 10-100 40-400

Bahaya sedang 50-500 200-2000 100-1000 400-4000

Bahaya rendah ≥ 5001 ≥ 2001 ≥ 1001 ≥ 4000

Sumber: (Sembodo, 2010).

Data LD50 untuk setiap senyawa kimia perlu dibedakan antarabahan

teknikal (bahan aktif) dan bahan formulasi yang siap digunakan petani. Semakin

rendah nilai LD50 berarti pestisida tersebut semakin beracun. Namun harus

dipahami lagi bahwa semua pestisida adalah racun, tergantung dari dosis dan

konsentrasi serta organ mana yang teracuni. Setinggi apapun nilai LD50, kalau

dosis yang diberikan tinggi juga akan beracun. Demikian juga dengan konsentrasi,

semakin pekat akan semakin beracun. Karena itu dalam aplikasinya,

penyemprotan pestisida dengan LD50 rendah dianjurkan menggunakan volume

semprotan tinggi supaya konsentrasi larutan pestisida yang siap disemprotkan

menjadi rendah (Sembodo, 2010).

2.1.4 Bidang Sasaran Aplikasi Pestisida

Sasaran biologis aplikasi pestisida pertanian adalah organisme

pengganggu tanaman (OPT), yakni hama, penyakit tanaman, dan gulma. Namun,

dalam praktek aplikasi pestisida tidak langsung diaplikasikan pada OPT,

melainkan diaplikasikan dalam suatu bidang sasaran. Bidang sasaran adalah suatu

(38)

makan, tidur, berkembang biak , dan sebagainya. Dengan aplikasi bidang sasaran

ini, diharapkan OPT akan terpapar bahan aktif pestisida dalam jumlah yang

cukup untuk membunuh atau mengendalikannya. Misalnya insektisida racun perut

disemprotkan pada daun-daun tanaman dengan harapan hama akan datang dan

makan daun yang sudah disemprot dengan insektisida tersebut dan mati.

Insektisida sistemik berbentuk butiran diaplikasikan pada tanah agar bahan aktif

insektisida diserap oleh akar tanaman dan diedarkan ke seluruh bagian tanaman.

Bila suatu saat hama datang dan makan bagian tanaman yang sudah mengandung

bahan aktif insektisida tersebut akan mati.

Perhitungan aplikasi produk perlindungan tanaman umumnya tidak

didasarkan atas besarnya populasi OPT, tetapi lebih didasarkan pada luas bidang

sasaran atau volume ruang sasaran. Beberapa bidang sasaran (sasaran fisik) yang

umumnya dalam aplikasi pestisida pertanian antara lain sebagai berikut.

1. Tanaman atau bagian tanaman (terutama daun)

Bidang sasaran ini sangat umum pada aplikasi penyemprotan insektisida

dan fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Tanaman atau

bagian tanaman juga merupakan sasaran untuk aplikasi dengan cara pengembusan

(dusting), mist blowing, dan sebagainya. Perhitungan aplikasi umumnya didasarkan atas luas lahan yang akan disemprot (sangat umum untuk tanaman

semusim), jumlah pohon, panjang barisan, dan sebagainya.

2. Tanah

Tanah merupakan bidang sasaran pada aplikasi herbisida pra-tumbuh

(39)

serta sterilisasi tanah. Perhitungan apliksai umumnya didasarkan atas luas lahan

yang akan diaplikasi.

3. Gulma

Pada penyemprotan pasca-tumbuh, bidang sasaran dan sasaran biologisnya

sama, yakni gulma. Perhitungan aplikasi didasarkan atas luas lahan yang akan

diaplikasi.

4. Air

Bidang sasran lainnya adalah air. Pada aplikasi herbisida pra-tumbuh di

lahan sawah dan daerah perairan (sungai dan danau), herbisida langsung

disemprotkan ke permukaan air. Demikian pula, pada metode herbigation,

herbisida diaplikasikan lewat air irigasi. Air juga merupakan sasaran aplikasi

insektisida untuk pengendalian nyamuk, hama air, dan sebagainya. Perhitungan

aplikasi didasarkan atas luas lahan atau perkiraan volume air yang akan

diperlakukan dengan pestisida.

5. Ruangan

Ruangan merupakan sasaran fisik yang umum pada pengendalian hama

gudang dengan sistem fumigasi. Perhitungan aplikasi fumigan didasarkan atas

volume ruangan yang akan diaplikasikan.

6. Tembok, lingkungan, tubuh ternak.

Diluar bidang pertanian masih ada beberapa bidang sasaran lainnya yakni

tembok (pengendalian nyamuk, jamur), lingkungan (kesehatan lingkungan), tubuh

ternak (untuk mengendalikan ektoparasit ternak), dan sebagainya (Djojosumarto,

(40)

2.1.5 Manfaat dan Dampak Negatif Pestisida

1. Manfaat Penggunaan Pestisida

Pengendalian organisme pengganggu dengan pestisida banyak digunakan secara luas oleh masyarakat, karena mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain yaitu:

a. Dapat diaplikasikan dengan mudah

Pestisida dapat diaplikasikan dengan menggunakan alat yang relatif

sederhana (sprayer, duster, bak celup, dan sebagainya), bahkan ada yang tanpa

memerlukan alat (ditaburkan).

b. Dapat diaplikasikan hampir di setiap waktu dan tempat

Pestisida dapat diaplikasikan di setiap waktu (pagi, siang, sore, atau

malam) dan di setiap tempat, baik di tempat tetutup maupun di tempat terbuka.

c. Hasilnya dapat dirasakan dalam waktu singkat

Hasil penggunaan pestisida misalnya dalam bentuk penurunan populasi

organisme pengganggu dapat dirasakan dalam waktu singkat, dalam beberapa

hal, hasilnya dapat dirasakan hanya beberapa menit setelah aplikasi.

d. Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat

Hal ini sangat diperlukan dalam mengendalikan daerah serangan yang

luas dan harus diselesaikan dalam waktu singkat (misalnya dalam kasus

eksplosif organisme penggangu). Misalnya dengan menggunakan alat

mistblower, power spayer, bahkan kapal terbang.

e. Mudah diperoleh dan memberikan keuntungan ekonomi terutama jangka

pendek.

Perhitungan untung rugi secara eknomi dalam menggunakan pestisida

(41)

sektor pertanian berakibat makin mendorong masyarakat petani untuk

menggunakan pestisida.

2. Dampak Negatif Pestisida

a. Terhadap Konsumen

Adapun dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan

kronis yang tidak langsung dirasakan. Namun, dalam waktu lama mungkin bisa

menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat

pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal mengonsumsi produk

pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar (Djojosumarto, 2008).

b. Terhadap Kesehatan

Umumnya keracunan pestisida terjadi dengan adanya kontak dengan

pestisida selama beberapa minggu. Orang tidak akan sakit langsung setelah

terpapar pestisida, tetapi membutuhkan waktu sampai beberapa waktu

kemudian. Pestisida masuk dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi

sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut

bila jumlah yang masuk dalam tubuh manusia dalam jumlah yang cukup

(Wudianto, 2010).

1) Keracunan akut

Keracunan akut biasanya terjadi pada pekerja yang langsung bekerja

menggunakan pestisida atau terjadi pada saat aplikasi pestisida. Cara

pestisida masuk kedalam tubuh :

a) Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

(42)

c) Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral). 2) Keracunan kronis

Keracunan kronis terjadi apabila penderita terkena racun dalam jangka

waktu panjang dengan dosis rendah. Gejala keracunan ini baru kelihatan

setelah beberapa waktu (bulan atau tahun kemudian). Keracunan kronis

lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan

gejala serta tanda yang spesifik. Dan beberapa dampak akibat keracuan

kronis akibat pestisida.

a) Pada Syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar

pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit

berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan

kesadaran dan koma.

b) Pada Hati (Liver)

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan

bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh

pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat

menyebabkan Hepatitis.

c) Pada Perut

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari

keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya

berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun,

(43)

sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara

umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.

d) Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem

kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa

jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan

melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi,

atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin

sulit untuk disembuhkan.

e) Pada Sistem Hormon

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ

seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk

mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida

mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan

produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal

pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tyroid

yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tyroid.

c. Terhadap Lingkungan

Menurut Soemirat (2007) Insektisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan

sebagai berikut :

a) Residu Insektisida dalam Tanah

Penyemprotan pestisida akan berada di udara yang lama kelamaan

(44)

berada di dalam tanah terutama dari golongan organoklorin karena sifatnya

yang persisten.

b) Residu Insektisida dalam Air

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada didalam tanah

dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air,

berupa sungai dan sumur.

c) Residu Insektisida di Udara

Pestisida dapat berada di udara setelah disemprotkan dalam bentuk

partikel air(droplet)atau partikel yang terformulasi jatuh pada tujuannya. d) Residu Pestisida pada Tanaman

Insektisida yang disemprotkan padan tanaman tentu akan

meninggalkan residu. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh

tanaman seperti batang, daun, buah dan juga akar. Khusus pada buah, residu

ini terdapat pada permukaan maupun daging dari buah tersebut.

Walaupun sudah dicuci, atau dimasak residu pestisida ini masih

terdapat pada bahan makanan.

e) Residu Pestisida di Lingkungan Kerja

Pestisida kebanyakan digunakan di pertanian, sehingga perlu diketahui

bahwa insektisida dapat menimbulkan masalah kesehatan pekerja pertanian

atau petani termasuk juga pencampuran pestisida. Kebanyakan petani di

Indonesia mengetahui bahaya pestisida, namun mereka tidak peduli dengan

(45)

d. Terhadap lingkungan Pertanian

Menurut Djojosumarto (2008), bahwa dampak pestisida bagi lingkungan

pertanian yaitu:

a) Organisme pengganggu tanaman menjadi kebal terhadap suatu pestisida

(timbul resistensi organisme pengganggu tanaman terhadap pestisida).

Resistensi hama muncul apabila suatu jenis hama yang mula-mula

dapat terbunuh oleh suatu dosis kemudian menjadi kebal oleh dosis

tersebut. Untuk dapat mematikan hama tersebut dibutuhkan konsentrasi

atau dosis insektisida yang lebih tinggi.

b) Meningkatkan populasi hama setelah pengguanan pestisida (resurjensi hama). Sifat resurjensi hama muncul apabila hama telah mengalami perlakuan pestisida, populasinya tidak menurun, tetapi sebaliknya

menjadi meningkat jika dibandingkan populasi sebelum diadakan

penyemprotan insektisida.

c) Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak

penting maupun hama yang sama sekali baru. Aplikasi pestisida yang

ditujukan untuk mengendalikan jenis hama tertentu malah

mengakibatkan munculnya jenis hama baru. Hal ini karena insektisida

yang digunakan di bidang pertanian memiliki sifat berspektrum luas

yang berarti akan dapat mematikan tidak saja hama sasaran melainkan

(46)

d) Meracuni tanaman bila salah menggunakannya. Khususnya pada

tanaman pertanian adanya residu yang disebabkan karena aplikasi

pestisida selama kegiatan usahataninya.

2.1.6 Cara Masuk Pestisida ke Dalam Tubuh

Menurut Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (2011), pestisida dapat masuk

ketubuh manusia melaui berbagai cara, yaitu:

1. Kontaminasi Lewat Kulit

Pestisida yang menempel dipermukaan kulit dapat meresap ke dalam

tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit

merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Tingkat bahaya kontaminasi

lewat kulit dipengaruhi bebrapa faktor, yaitu: a). Toksisitas dermal (dermal

LD50 pestisida yang bersangkutan, b). Konsentrasi pestisida yang menempel

pada kulit, c). Formulasi pestisida, d). Jenis atau bagian kulit yang terpapar, e).

Luas kulit yang terpapar, f). Lamanya kulit terpapar, g). Kondisi fisik

seseorang.

2. Terhisap Lewat Hidung

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung

merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel

semprotan yang sangat halus dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel

yang lebih besar akan menempel diselaput lendir hidung atau di

kerongkongan. Pestisida yang berbentuk gas mudah masuk kedalam

(47)

3. Melalui Mulut

Hal ini terjadi apabila seseorang meminum pestisida secara sengaja

ataupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar,

atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu

setelah berurusan dengan pestisida.

2.2 Organofosfat

2.2.1 Pengertian Organofosfat

Organofosfat memiliki struktur kimia dengan atom oksigen atau sulfur

yang berikatan ganda dengan fosfor, sehingga disebut phosphate atau

phosphorothioates. Sebagian besar senyawa organofosfat berikatan dengan sulfur,

karena bentuk P=S lebih stabil dan lebih larut lemak (WHO, 1996).

2.2.2 Sumber, Jenis, dan Karakteristik

Organofosfat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke

II.Pada awal sintesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi jugacukup toksik terhadap mamalia (Sudarno, 2007). Organofosfat yang mempunyai sifat

larut dalam air, terhidrolisis dengan cepat di dalam air dengandemikian daya

toksisitasnya cepat hilang dan berupa cairan tidak berwarna, tidak berbau dan

mudah menguap.

Secara kebetulan senyawa organofosfat ini mempunyai potensi yang baik

untuk digunakan sebagai insektisida. Senyawa organofosfat tidak stabil, karena itu

(48)

organofosfat mempengaruhi sistem saraf dan mempunyai cara kerja menghambat

enzim cholinesterase (Sastroutomo, 1992).

Setiap jenis pestisida mempunyai tiga jenis nama, yaitu nama umum, nama

dagang, dan nama kimia. Nama dagang suatu jenis pestisida diberikan oleh si

pembuatnya atau pabriknya sendiri sehingga kadangkala terdapat beberapa jenis

pestisida mempunyai bahan aktif yang sama tetapi dengan nama dagang yang

berbeda. Senyawa organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup

besar. Lebih daripada 100.000 senyawa organofosfat telah diuji untuk mencari

senyawa-senyawa yang mempunyai sifat sebagai insektisida. Dari jumlah ini

hanya 100 senyawa saja yang berhasil diperdagangkan sebagai insektisida secara

luas (Sastroutomo, 1992).

2.2.3 Dampak Organofosfat Terhadap Kesehatan

Cholinesterase ialah suatu enzym yang merupakan katalis biologik yang

dalam jaringan tubuh berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjer-kelenjer dan

sel-sel syaraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika aktivitas

cholinesterase jaringan turun secara drastis (cepat) sampai pada tingkat rendah,

dampaknya adalah bergeraknya serat-serat otot secara tak sadar dengan gerakan

halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta ludah secara berlebihan.

Pernafasan kemudian menjadi lemah dan dan detak jantung menjadi lebih lambat

dan lemah (Depkes, 1989).

Oleh sebab itu, menurut Depkes (1989), defenisi kadar cholinesterase

plasma atau sel darah merah merupakan indikator adanya penyerapan yang

(49)

menghasilkan metabolit yang biasanya dapat ditemukan dalam urine korban

keracunan dalam waktu 12-48 jam sesudah penyerapan dalam jumlah yang cukup

berarti.

Menurut Depkes (1989), proporsi aktifitas cholinesterase dalam darah

dinyatakan dalam persen (%) dengan klasifikasi keracunan sebagai berikut:

1. 75-100% termasuk kategori normal, yaitu tingkat pemaparannya masih

normal. Pada kelompok ini tidak ada tindakan yang diperlukan tetapi perlu

selalu diuji ulang.

2. 50-74% termasuk kategori keracunan ringan, yaitu tingkat keracunan

masih ringan. Pada kelompok ini telah terjadi keracunan pestisida sehingga

jika penderitanya lemah dianjurkan agar istirahat (tidak kontak) dengan

pestisida minimal selama 2 minggu kemudian baru diuji ulang kembali.

3. 25-49% termasuk kategori keracunan sedang, yaitu tingkat keracunan

sedang. Pada kelompok ini telah terjadi keracunan pestisida yang sangat

serius sehingga penderita dianjurkan untuk menghentikan segala kegiatan

yang terkait dengan pestisida.

4. 0-24% termasuk kategori keracuanan berat, yaitu tingkat keracuanan berat.

Pada kelompok ini keracunan pestisida sudah sangat serius dan berbahaya

sehingga penderita harus israhat dari semua jenis pekerjaan dan perlu

dirujuk ke unit pelayanan medis.

Pada masyarakat yang terkena racun insektisida organofosfat, tanda dan

gejala keracuanan adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur,

(50)

kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak

nafas, otot tidak bisa digerakkan, dan akhirnya pingsan (Wudianto, 2010).

Menurut Alegantina dkk (2005), yang mengutip pendapat Darmansjah (1987)

menyebutkan bahwa cara kerja organofosfat adalah menghambat penyaluran

impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase sehingga tidak terjadi hidrolisis

asetilkolin. Secara sederhana reaksi pengikatan kolinesterase dengan organofosfat

dapat digambarkan sebagai berikut:

Asetilkolin kolin + asam asetat

Kolinesterase

fosforilasi

organofosfat

Gambar 2.1 Reaksi pengikatan kolinesterase dengan organofosfat.

Asetilkolin adalah suatu neurotransmitter yang terdapat di antara

ujung-ujung saraf dan otot serta berfungsi meneruskan rangsangan saraf, Apabila

rangsangan ini berlangsung terus menerus akan menyebabkan penimbunan

asetilkolin. Kolinesterase yang terdapat di berbagai jaringan dan cairan tubuh

dapat menghentikan rangsangan yang ditimbulkan asetilkolin di berbagai tempat

dengan jalan menhidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat dalam waktu

sangat cepat sehingga penimbunan asetilkolin tidak terjadi.

Sewaktu insektsida organfosfat terpajan kepada seseorang,

asetilkolinesterase dihambat sehingga terjadi akumulasi asetilkolin, asetilkolin

(51)

inkoordinasi, kejangkejang, dan lain-lain. Dalam sistem syarat autonom

akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinisasi tanpa sadar, bronko konstriksi,

miosis.

Menurut Mukono (2011) akibat inhibisi Acetilcholinesterase(AChE) di dalam sistem syaraf mengakibatkan gangguan keracunan seperti:

1. Keracunan akut

a. Manifestasi muscarinik, yaitu gejala pencernaan seperti mual, muntah,

aktifitas kelenjer keringat meningkat, aktifitas kelenjer ludah

meningkat, aktifitas kelenjer mata meningkat, dan ketajaman mata

berkurang.

b. Manifestasi nikotinik, sepeti sesak napas, kram, pada otot tertentu dan

cynosis.

c. Manifestasi susunan syaraf pusat seperti rasa cemas, sakit kepala,

kesukaran tidur, depresi, tremor, kejang, gangguan pernafasan, dan

peredaran darah.

2. Keracunan Kronis

Ada beberapa jenis keracunan kronis yang disebabkan pestisida organofosfat,

yaitu:

a. Carsinogenik(pembentukan kelenjer kanker)

b. Teratogenik (kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan insektisida).

(52)

2.2.4 Mekanisme Organofosfat dalam Tubuh

Dampak pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung

dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Efek

kesehatan yang timbul juga dipengaruhi toksisitas masing-masing bahan aktif

dalam senyawa organofosfat.

Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit, mulut, saluran

pencernaan, pernafasan. Di dalam darah manusia pestisida ini akan berikatan

dengan enzim cholinesterase yang berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Dan

karena adanya pestisida dalam darah maka Acetilcholinesterase (AchE) akan di ikat oleh pestisida, sehingga enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam

tubh terutama meneruskan untuk mengirim perintah kepada otot-otot. Akibatnya

otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan (Sudarno, 1997).

Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase.

Enzimckholinesterase berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam

asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf

berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system (CNS), akhirnya terjadi gerakan gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh otak. Apabila tubuh

terpapar secara berulang pada jangka waktu yang lama, maka mekanisme kerja

enzim kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem

syaraf. Asetikholinesterase adalah suatu enzim, terdapat pada banyak jaringan

yang menghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan asam asetat. Sel darah merah

dapat mensintesis asetilkholin dan bahwa kholin asetilase dan asetilkholinesterase

(53)

hanya di dalam otak tetapi juga di dalam otot rangka,limpa dan jaringan plasenta

(Syarief, 2007).

Asetilkholin berperan sebagai jembatan penyeberangan bagi mengalirnya

getaran syaraf. Melalui sistem syaraf inilah organ-organ di dalam tubuh menerima

informasi untuk mempergiat atau mengurangi efektifitas sel. Pada sistem syaraf,

stimulas yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf (akson) dalam

betuk impuls. Setelah impuls syaraf oleh asetikholin dipindahkan (diseberangkan)

melalui serabut, enzim kholinesterase memecahkan asetilkholin dengan cara

meghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan sebuah ion asetat, impuls syaraf

kemudian berhenti. Reaksi-reaksi kimia ini terjadi sangat cepat (Dirjen PPM &

PLP, 2001).

Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh akan

menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasi

substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas akan

menyebabkan gangguan sistem syaraf yang berupa aktifitas kolinergik secara

terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini

selanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan (Syarief,

2007).

2.3 Residu Pestisida

Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang

terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau

tanah (Deptan, 2009). Beberapa yang mengindikasikan batas residu, digunakan

(54)

adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan

dalam mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal

pada komoditas makanan dan daging hewan.

Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan badan Standar Nasional

Indonesia (SNI) tahun 2008, tentang batas maksimum residu (BMR) pestisida

pada tanaman. Residu pestisida untuk golongan organofosfatmasih diperbolehkan

ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk

sayuran batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg/kg.

Menurut Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (2011), batas maksimum

residu (BMR) adalah batas dugaan maximum residu pestisida yang ada dalam

berbagai hasil pertanian yang diperoleh. Data BMR Organofosfat berdasarkan

Deptan (2009) dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Batas Maksimum Residu Organofosfat pada Makanan

No Komoditas BMR (mg/kg)

1 Kentang 0,01

2 Kubis 0,5

3 Mentimun 0,1

4 Paprika 0,05

5 Lobak 0,1

6 Wortel 0,5

7 Bawang bombay 0,05

8 Jagung 0,02

Gambar

GambaranLokasiPasarPringgan ...........................................................
Tabel 2.1 Kelas Bahaya Pestisida Menurut WHO
Gambar 2.1 Reaksi pengikatan kolinesterase dengan organofosfat.
Tabel 2.2 Batas Maksimum Residu Organofosfat pada Makanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada deseminasi di kelas pembelajaran, ada beberapa hal yaitu: a) Setelah siswa yang dikenai tindakan mendapatkan bahan ajar me- ngenai Sistem Penanggalan Islam dan bagaimana

Apabila disimak secara cermat kedua unsur tersebut, unsur pertama dapat digunakan sebagai dasar permohonan peninjauan kembali tanpa putusan hakim pidana yang

Asas-asas umum penyelenggaraanpemerintahan yang baik menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN dalam perpanjangan

Peningkatan kemampuan kognitif dalam pengenalan konsep bilangan berbantuan media kartu angka bergambar pada anak kelompok B1 melalui penerapan metode bermain berbantuan

Pengelolaan Dana BOS harus dikelola oleh sekolah itu sendiri tidak boleh ada campur tangan dari yayasan apabila sekolah tersebut berstatus swasta, nantinya dalam

PLS dibanding dengan CBSEM memiliki beberapa keunggulan, diantaranya PLS merupakan metode yang bebas asumsi baik mengenai sebaran data maupun ukuran sampel yang tidak

Seiring dengan naiknya angle of attack, terjadi perbedaan yang signifikan pada kedua kondisi ini, seperti terlihat pada gambar 7(c) dan 7(d) Pada sudut sebesar 16.00°, posisi

Sebanyak satu orang mengalami cemas sedang yaitu pada primigravida.Simpulan:Berdasarkan statistik dengan menggunakan Uji T tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara