• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan Kebocoran Usus Setelah Anastomosis Dengan Single Dan Two Layer Pada Hemikolektomi Kanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengamatan Kebocoran Usus Setelah Anastomosis Dengan Single Dan Two Layer Pada Hemikolektomi Kanan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Pe ne lit i:

(2)

ABSTRACT

Objective : to equal be a leak in intestine have anastomosis with stitch single and two layer for right heicolectomy elektif.

Background : technic single layer stitch behind the develop say have aresult leak the smaller equal two layer to search with try animal. But many search to human the equal single and two layer stitch, give the different yield for that the leak reslt. But the scinetist charge the single layer have a advantages that is a cost cheaper and the short time.

Methods : The study do at 32 patient get right hemicolectomy elektif at RSUP H. Adam Malik and RSUD dr. Pirngadi Medan. Random patient divide in to 2 groups (single layer and two layer) each 16 person. The thread use polyglactin (vycril@) 3 – 0 tapper point. Show the mark of peritonitis, there is fistula and the feces out from tube drain. Data analizis statistic with chi-square.

Result : There are 1 patient get a leak each group (6,2%), fisher exact lest p=1,000. Nothing the different distribution kind of sex and age from single and two layer group (p>0,05)

Conclusion : The stitch technic single and two layer has the same safe (result the same leak) than the both of them can wear in anastomosis intestine. But single layer has the advantages the time is faster and the cost is cheaper.

(3)

ABSTRAK

Tujuan : membandingkan kejadian kebocoran usus setelah anastomosis dengan penjahitan single dan two layer pada hemikolektomi kanan.

Latar belakang : teknik penjahitan single layer yang belakangan dikembangkan dikatakan mempunyai resiko kebocoran yang lebih kecil dibanding two layer pada penelitian dengan hewan percobaan. Akan tetapi banyak penelitian pada manusia yang membandingkan kedua penjahitan tersebut memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap resiko kebocoran. Tetapi umumnya peneliti sependapat bahwa single layer mempunyai keuntungan yaitu biaya yang lebih murah dan waktu yang lebih singkat.

Metode : penelitian dilakukan pada 32 pasien yang mengalami hemikolektomi kanan elektif di RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan. Pasien secara random dibagi dalam 2 kelompok (single layer dan two layer), masing-masing 16 orang. Benang yang dipakai polyglactin (vycril@) 3 – 0 tapper point. Pengamatan kebocoran dilakukan selama 14 hari dengan memperhatikan tanda-tanda peritonitis, adanya fistula dan keluar feses dari tube drain. Data dianalisa secara statistik dengan chi-square.

Hasil : terdapat 1 pasien yang mengalami kebocoran pada masing-masing kelompok (6,2%), fisher exact test p=1,000. Tidak terdapat perbedaan distribusi jenis kelamin dan umur pada kedua kelompok (p>0,05).

Kesimpulan : teknik penjahitan single dan two layer mempunyai keamanan yang sama (resiko kebocoran yang sama) sehingga keduanya dapat dipakai dalam anastomosis usus. Tetapi single layer mempunyai keuntungan waktu lebih cepat dan biaya lebih murah.

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknik penjahitan usus telah diperkenalkan lebih dari seratus tahun

yang lalu oleh Travers, Lembert dan Halsted (Brooks dkk, 1997) dan

kemudian berkembang dan mengalami berbagai modifikasi. Penggunaan alat

stapling pada anastomosis usus menambah dimensi baru pada anastomosis

usus. Dari data penelitian yang membandingkan penjahitan dengan stapler

dan penjahitan manual, dijumpai tidak adanya perbedaan yang bermakna

dalam hal terjadinya komplikasi kebocoran usus setelah operasi (Lustosa dkk,

2002).

Penjahitan secara manual (tanpa alat) lebih ditekankan pada

pendidikan bedah agar dapat melatih ketrampilan tangan dalam penjahitan

usus. Teknik ini membutuhkan pelatihan yang lebih lama dan sering agar

mencapai hasil yang lebih baik.

Hingga saat ini secara garis besar ada dua teknik penjahitan pada

anastomosis usus yang dipakai yaitu single layer dan two layer.

Teknik penjahitan two layer lebih awal diperkenalkan dan telah banyak

dipakai secara luas oleh ahli bedah. Pada teknik penjahitan ini menggunakan

jahitan interrupted pada lapisan luar (outer layer) dan jahitan continous atau

interrupted all player pada lapisan bagian dalam (inner layer). Sesuai dengan

perkembangan ilmu bedah diketahui bahwa pada dinding usus lapisan yang

kuat menahan regangan adalah lapisan serosubmukosa sehingga akhir-akhir

(5)

teknik ini hanya dilakukan penjahitan pada lapisan yang kuat pada dinding

usus yaitu serosubmukosa.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa teknik penjahitan single layer

mempunyai resiko nekrotik jaringan yang lebih rendah sehingga resiko

kebocoran setelah operasi anastomosis usus juga lebih rendah (Thompson

dkk, 1993; Ah Chong dkk, 1996; Brodsky dkk, 1997; Law dkk, 1999). Everett

dkk, (1975), melakukan perbandingan antara kedua teknik tersebut dan

mendapatkan kebocoran 25% pada teknik two layer dan 15% pada teknik

single layer. Maurya dkk, (1988) mendapatkan 18% kebocoran pada teknik

two layer dan 7% pada teknik single layer. Sedangkan Goligher dkk, (1977)

mendapatkan terjadinya kebocoran yang lebih tinggi pada penjahitan single

layer (45%) dari pada two layer (26%). Irvin dkk, (1973), Ordorica dkk, (1988),

Burch dkk, (2000) dan Satoru dkk, (2004), tidak menemukan perbedaan yang

bermakna diantara kedua teknik tersebut.

Hingga saat ini masih menjadi kontroversi teknik mana yang

mempunyai resiko lebih rendah terhadap terjadinya kebocoran usus setelah

anastomosis.

Namun untuk diketahui bahwa umumnya para ahli berpendapat teknik

single layer mempunyai keuntungan waktu yang lebih cepat dan pemakaian

benang yang lebih sedikit (Satoru dkk, Burch dkk dan Goligher dkk). Teknik

single layer juga tidak memperkecil lumen usus yang disambung (Satoru dkk).

Akan tetapi pada kasus-kasus dimana terdapat jaringan usus yang tidak baik

dan pada daerah yang tidak mempunyai lapisan serosa lebih baik

menggunakan teknik two layer (Moti dan Upson, 1981).

(6)

Berdasarkan latar belakang tersebut, apakah teknik anastomosis single dan

two layer memberikan resiko kebocoran usus yang berbeda setelah

anastomosis elektif pada hemikolektomi kanan, terutama untuk kasus-kasus

yang dijumpai di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Sumatera

Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk membandingkan kejadian kebocoran usus setelah anastomosis elektif

dengan teknik single dan two layer pada hemikolektomi kanan.

1.4. Hipotesa

Penjahitan dengan teknik single layer memberikan resiko kejadian kebocoran

usus yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik two layer setelah

anastomosis elektif pada hemikolektomi kanan.

1.5. Kontribusi Penelitian

Diharapkan nantinya dapat memberikan pilihan teknik penjahitan anastomosis

(7)
(8)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penyatuan dua bagian usus untuk mengembalikan fungsi usus tanpa

kebocoran tidaklah mudah. Ada beberapa prinsip dasar yang penting yang

telah ditentukan untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu : aproksimasi

(merapatkan) usus yang akurat tanpa tegangan, suplai darah (vaskularisasi)

yang baik untuk kedua bagian usus yang disatukan, mengatasi infeksi, kondisi

penderita dan penyakit penyerta yang menghambat proses penyembuhan

dan keadaan jaringan usus itu sendiri. Teknik penjahitan anastomosis sangat

penting, sebab berperan dalam aproksimasi dan suplai darah (vaskularisasi)

ke jaringan usus yang disambung.

Angka kegagalan pada anastomosis usus berkisar 1,5% (Matheson

dkk) sampai dengan 2,2% (Carty dkk). Kebocoran anastomosis

meningkatkan morbiditas dan mortalitas operasi, dapat memperpanjang masa

perawatan dan dapat meningkatkan angka kematian sampai sepuluh kali lipat

(penelitian Debas dkk, 1973). Kematian akibat kebocoran usus berkisar 1/5 –

1/3 dari seluruh kematian setelah operasi (laporan Shrock dkk, 1973).

Kegagalan anastomosis bahkan dapat terjadi dalam keadaan yang paling

ideal sekalipun.

Penyembuhan Anastomosis Usus

Kekuatan dinding usus terutama terdapat pada lapisan

serosubmukosa dan perlu diketahui bahwa untuk menjahit segmen usus,

(9)

lapisan otot usus, baik longitudinal maupun sirkuler. Tidak adanya lapisan

peritoneum mengakibatkan jahitan pada daerah rektum di bawah peritoneum

refleksi dan esophagus bagian thorakal menjadi lebih sulit dibandingkan

menjahit segmen intraperitoneum.

Sebagai tambahan, lambung dan usus halus mempunyai suplai darah

yang lebih baik dibandingkan esophagus dan usus besar. Maka dari itu

lambung dan usus halus memiliki penyembuhan yang lebih baik.

Proses penyembuhan anastomosis usus menyerupai proses

penyembuhan luka bagian lain tubuh, terbagi atas fase inflamasi, proliferasi

dan remodeling-maturasi.

Komponen terkuat dinding usus, serosubmukosa, mengandung

jaringan ikat yang kolagenous. Kolagen merupakan hal penting yang

menentukan kekuatan usus, sehingga merupakan salah satu bagian yang

penting dalam penyembuhan anastomosis.

Pembentukan kolagen meningkat mencapai 60% pada hari ke-3 dan

ke-4, dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai dengan hari ke-7

setelah operasi, dan pada kolon hal ini dapat bertahan hingga lebih dari 120

hari (4 bulan) yang kemudian menurun ke keadaan normal. Dua bagian

usus yang disambung sudah merekat pada hari pertama (24 jam ) setelah

operasi, kekuatan anastomosis akan meningkat mencapai kekuatan penuh

hari ke-14 sampai hari ke-21 (Wise dkk, 1975).

Teknik Penjahitan Single dan Two Layer

Teknik penjahitan anastomosis two layer telah dikenal lebih dahulu

pada awal abad ke-19 melalui percobaan pada hewan anjing yang dilakukan

(10)

anastomosis usus halus pada manusia dengan menggunakan metode

Lembert. Pada tahun 1880, Czerny mengatakan jahitan pada lapisan baigan

dalam (inner layer) akan mengurangi resiko terjadinya kebocoran dan

membuat aproksimasi mukosa yang lebih baik. Sejak itu teknik penjahitan two

layer pada anastomosis usus banyak dipakai oleh ahli bedah.

Teknik penjahitan single layer, pertama kali diperkenalkan oleh

Hautefeuille pada tahun 1976 dengan melakukan penjahitan hanya pada

serosubmukosa yang continousus. Di Amerika teknik ini diperkenalkan

pertama kali oleh Allen dkk, yang mempresentasikan hasilanya pada Texas

Surgical Society pada tahun 1979.

Pada awalnya diyakini bahwa teknik anastomosis two layer dianggap

lebih aman. Namun teknik anastomosis single layer lebih baik dilakukan

pada pasien-pasien yang membutuhkan operasi yang lebih cepat seperti

pada umur tua dan pada daerah yang sulit (menurut Julian Britton). Analisa

patologi dari anastomosis two layer, menunjukkan adanya area nekrotik

yang mikroskopis dan adanya tanda-tanda strangulasi pada lapisan bagian

dalam (penelitian Oneil dkk, 1962). Studi pada hewan menunjukkan bahwa

teknik penjahitan single layer membutuhkan waktu kerja yang lebih singkat,

pembentukkan vaskularisasi yang lebih cepat, penyempitan lumen usus yang

disambung lebih sedikit, penyembuhan luka lebih cepat dan meningkatkan

kekuatan anastomosis usus pada hari-hari pertama setelah operasi (penelitian

Templeton dkk, 1985). Menurut J. Goligher lebih baik dalam hal pemulihan

fungsi usus (seperti : peristaltik, flatus dan defekasi), walaupun dalam

penelitiannya menunjukkan angka kebocoran yang lebih tinggi pada single

(11)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Sub-bagian Bedah Digestif, Bagian Ilmu

Bedah FK-USU pada R.S. H. Adam Malik dan R.S dr. Pirngadi Medan.

Waktu penelitian dibutuhakan sampai jumlah sample tercukupi.

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dalam bentuk uji klinis

acak.

3.3. Objek Penelitian

Sampel diambil dari semua pasien yang mengalami anastomosis pada

hemikolektomi kanan elektif yang datang ke Sub-Bagian Bedah Digestif

RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan.

3.3.1. Besar Sampel

Dengan menetapkan sesuai kejadian bocor anastomosis dengan

teknik single layer adalah 5% (Ordorica dkk) dan teknik two layer adalah 25%

(Everett dkk) serta dengan menetapkan sesuai -error 0,05 dan -error 0,2

maka besar sampel yang dibutuhkan untuk tiap kelompok adalah 16.

(12)

Semua pasien yang mengalami anastomosis pada hemikolektomi

kanana yang elektif.

3.3.3. Kriteria Eksklusi

Pasien yang disertai penyakit yang dapat mempengaruhi

penyembuhan luka (misalnya: DM, TBC, dll)

Keadaan jaringan usus yang jelek.

Pasien meninggal setelah operasi akibat penyakit lain.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Sampel secara random dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama akan

dilakukan tindakan end to end anastomosis single layer dan kelompok kedua

akan dilakukan tindakan end to end anastomosis two layer. Penjahitan

(operator) dilakukanoleh orang yang berbeda (lebih dari satu orang) tetapi

berpengalaman. Benang yang dipakai pada kedua teknik penjahitan adalah

polyglactin (vycril @) 3 – 0 taper point. Untuk menghindari iskemik pada

anastomosis, tarikan pada jahitan jangan terlalu kuat dan diusahakan

aproksimasi yang baik. Setelah operasi pasien dirawat sesuai perawatan

pasien reseksi usus. Pengamatan terhadap kebocoran usus dilakukan selama

14 hari. Kebocoran anastomosis usus diamati dengan memperhatikan

tanda-tanda peritonitis, adanya fistel yang mengeluarkan feses atau keluar feses

dari tube drain.

(13)

Hasil data yang didapat diuji secara statistik dengan menggunakan

komputer. Data yang didapat dari variabel efek berskala nominal diuji dengan

(14)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 32 kasus yang mengalami tindakan

hemikolektomi kanan elektif yang secara random dibagi dalam dua kelompok.

Kelompok pertama terdiri dari 16 sampel dilakukan tindakan penjahitan usus

single layer dan kelompok kedua dilakukan tindakan penjahitan usus two layer.

Secara keseluruhan, 15 kasus laki-laki dimana 8 penderita dengan single

layer dan 7 penderita dengan two layer dan 17 kasus wanita dimana 8

penderita dengan single layer dan 9 penderita dengan two layer (tabel-1).

Secara statistik tidak dijumpai perbedaan distribusi jenis kelamin pada 2

kelompok perlakuan (p>0,05). Rentang umur penderita berada diantara 31

hingga 70 tahun dengan jumlah terbanyak berada pada umur 51 hingga 60

tahun (n=12); tabel-2. Secara statistik tidak dijumpai perbedaan distribusi

umur pada 2 kelompok perlakuan (p>0,05).

Tabel-1 : Karakteristik jenis kelamin sampel penelitian.

JENIS KELAMIN SINGLE LAYER TWO LAYER TOTAL

LAKI-LAKI 8 7 15

WANITA 8 9 17

TOTAL 16 16 32

x2=0,125 P=0,723

Tabel-2 : Karakteristik umur sampel penelitian.

(15)

31 – 40 3 1 4

41 – 50 5 5 10

51 – 60 6 6 12

>60 2 4 6

TOTAL 16 16 32

x2=1,667 P=0,644

Dari hasil penelitian terdapat dua kasus kebocoran, masing-masing

satu kasus (6,2%) dari tindakan penjahitan single layer dan satu kasus

(6,2%) dari tindakan penjahitan two layer (tabel-3).

Dari penelitian ini terlihat bahwa resiko terjadinya kebocoran pada

kedua teknik ini tidak berbeda (p>0,05), yaitu pada penderita dengan umur

tua (>60 tahun).

Tabel-3 : Hubungan antara jahitan dengan kebocoran.

KEBOCORAN SINGLE LAYER TWO LAYER TOTAL

( - ) 15 93,8% 15 93,8% 30

( + ) 1 6,2% 1 6,2% 2

TOTAL 16 100% 16 100% 32

(16)

4.2. Pembahasan

Banyak penelitian sekarang ini yang menggambarkan keunggulan dan

keamanan antara single dan two layer anastomosis setelah reseksi usus.

Pada penelitian ini hanya dikhususkan pada resiko terjadinya kebocoran usus

karena hal tersebut merupakan hal yang paling penting dalam anastomosis

usus.

Pada awalnya diyakini bahwa teknik penjahitan two layer dianggap

lebih aman. Kemudian penjahitan single layer dikembangkan karena analisa

patologi pada usus hewan penjahitan two layer menunjukkan adanya area

nekrotik pada lapisan bagaian dalam (inner layer) penjahitan (Oneil dkk, 1962).

Kemudian penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pada single layer

pembentukkan vaskularisasi lebih cepat, penyembuhan luka lebih cepat dan

meningkatkan kekuatan anastomosis usus pada hari-hari pertama setelah

penjahitan (Templeton dkk, 1985). Pada penelitian Goligher dkk (1977),

dijumpai resiko kebocoran yang lebih tinggi pada single layer. Teknik

penjahitan yang mereka pakai adalah matras vertikal (all layer) pada

duapertiga posterior usus dan matras horizontal (all layer) pada sepertiga

anterior dimana pada two layer ditambah jahitan pada lapisan serosa,

kemudian mereka memasukkan semua anastomosis usus pada penelitian

mereka. Kedua hal ini yang mungkin dapat menjelaskan hasil yang didapat

(17)

Pada penelitian ini, dijumpai kebocoran 1 dari 16 kasus yang

mengalami hemikolektomi kanan elektif (6,2%) masing-masing pada single

dan two layer. Hasil yang didapat pada penelitian ini sama dengan beberapa

penelitian yang menunjukkan bahwa penjahitan anastomosis usus dengan

single dan two layer mempunyai keamanan yang sama seperti : Ordorica dkk

(1998), Burch dkk (2000), Satoru dkk (2004). Menurut Juian Britton (2006),

pada penjahitan usus aproksimasi (inversi)dan vaskularisasi penting untuk

diperhatikan. Pada kedua teknik tersebut hal-hal tersebut dapat dipenuhi.

Terjadinya nekrosis dapat dihindari dengan menghindari tegangan yang

berlebihan dan untuk hal ini dibutuhkan pengalaman. Tetapi teknik single

layer mempunyai keuntungan yang signifikan dalam hal membutuhkan waktu

yang lebih singkat dan kebutuhan akan benang yang lebih sedikit sehingga

biaya lebih murah.

Seperti diketahui bahwa faktor-faktor yang berperan dalam

keberhasilan anastomosis usus adalah : aproksimasi kedua bagian usus yang

disambung, suplai darah, infeksi, kondisi penderita, penyakit penyerta yang

menghambat pemulihan jaringan dan keadaan usus itu sendiri. Teknik

penjahitan sangat penting pada aproksimasi dan suplai darah ke jaringan.

Pada keadaan jaringan usus tidak baik (terutama pada keadaan emergensi)

dimana lapisan serosubmukosa usus rapuh, pemakaian teknik penjahitan

(18)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dikelompokkan 32 kasus yang mengalami tindakan hemikolektomi kanan

elektif, dimana 16 orang mendapat tindakan anastomosis single layer dan

16 orang lainnya mendapat tindakan anastomosis two layer.

2. Kebocoran usus setelah anastomosis dijumpai pada 2 orang,

masing-masing 1 orang (6,2%) dari tiap kelompok perlakuan.

3. Teknik penjahitan anastomosis single layer dan two layer tidak

memberikan perbedaan dalam hal terjadinya resiko kebocoran usus pada

kasus-kasus elektif (p=1,000).

5.2. Saran

1. Pada kasus-kasus anastomosis usus yang elektif dapat dipakai kedua

teknik penjahitan tersebut.

2. Peneliti lebih menganjurkan pemakaian teknik single layer karena

kelihatannya memberikan keuntungan dalam hal waktu yang lebih singkat

dan biaya yang lebih rendah.

3. Perlu dilakukan penelitian kembali dengan jumlah sampel yang lebih

(19)

4. Pada kasus-kasus emergensi (dimana jaringan usus tidak baik), masih

lebih baik pemakaian two layer mengingat lapisan serosubmukosa usus

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Bailey. (2004). Short Practice of Surgery. 24th edition. Arnold. New York.

103-5

Britton J. (2003). Section 5 Gastrointestinal Tract and Abdomen. Chapter 29

Intestinal Anastomosis. File :// G :\ Name Folder \ Section 5 Chapter

29 Intestinal Anastomosis.htm.

Brodsky JT, dadian N. (1997). Single layer Continuous Suture for

GastrojejunostomyAm Surgery. Vol: 66, 395-8

Brooks DC, Zinner MJ. (1997). Surgery of the Small and Large Bowel.

Maingot’s Abdominal Operation. Volume 2. 10th edition. Appleton &

Lange. Connecticut. 1309-10

Burch JM, Franciose RJ, Moore EE, Biffl WL, Offner PJ. (2000). Single layer

Continuous Versus Two layer Interrupted Anastomosis. A Prospective

Randomized Trial. Annal of Surgery. Vol : 231. No : 6. 833-6.

Burkit HG, Clive RG. (2002). Essential Surgery. 3nd edition. Churchill

Livingstone. Manchester. 284

Garcia O, Takahash M, Velasco L, Gaxiola M, Sotres VA, Santilan DP. (2006).

Single layer Colonic Anastomosis Using Polyglconat (Maxon) vs Two

layer Anastomosis Using Chromic Cutgut and Silk. Sao Paulo Medical

Journal. Vol : 58. 198-9.

Goligher J, Duthie H, Nixon H. (1984). Surgery of the Anus Rectum and Colon.

5th edition. Bailliere Tindal. London. 497-9.

Khubchandani M, Upson J. (1981). Experience with Single layer Rectal

Anastomosis. Journal of The Royal Society of Medicine. Vol : 74.

(21)

Luiz R, Virginio CT, Manuel JS, Eduargo CFR, Felix COB, Neil FN. (1999).

End on Extramucosal Single layer Suture with Double Anchoring in

The Submucosa on Rabbits. Acta Cirurgica Brasileria. Vol : 14. 170-7.

Lustosa SA, Matos D, Atallh AN, Castro AA. (2002). Stapled Versus

Handsewn Methods for Colorectal Anastomosis Surgery. A systemic

Review of Randomized Controlled Trials. Sao Paulo Medical Journal.

Vol : 120. 132-6.

Polglase AL, Hughes ESR, McDermot FT. (1981). A Comparison of End to

End Staple and Suture Colorectal Anastomosis in the Dog Annal

Surgery. Vol : 206. 335.

Puleo A, La Greca G, Candiano C, Aronica G, Li Destri G, Scilletta B. (1991).

Single layer Interrupted Anastomosis in The Gastrointestinal Tract. Am

J Surg. Vol : 126. 461-7.

Shikata S, Yamagishi H, Taji Y, Shimada T, Noguchi Y. (2004). Single Versus

Two layer Intestinal Anastomosis: A Meta-Analysis of Randomized

Gambar

Tabel-2 : Karakteristik umur  sampel penelitian.
Tabel-3 : Hubungan antara jahitan dengan kebocoran.

Referensi

Dokumen terkait

Dari model terbaik yang dihasilkan pada Tahap 4, dapat disimpulkan variabel yang mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga di perkotaan tahun 2005 yaitu jumlah ART ( X1

Sambil menunggu strukturisasi pada Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi, kami sampaikan daftar nama program studi terlampir yang akan dijadikan lampiran

Sifat kaku dan rapuh merupakan kelemahaan dari alginate dan untuk memperbaiki sifat tersebut, alginate dapat dicampurkan dengan polimer vinil yang kompatibel dan

Secara substantif Laporan Cascading Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Purwakarta merupakan sarana Perjanjian Kinerja dalam rangka mengimplementasikan

Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini maka tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh Ukuran Perusahaan (Firm Size),

Hasil penelitian ini diharapkan memotivasi setiap perawat untuk terus meningkatkan pengetahuan tentang patient safety sehingga bisa diterapkan secara maksimal guna

Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

benar ”merasakan tubuhnya terasa segar, tidak ngantuk, dan tidak malas” selanjutnya siswa yang merasakan tubuhnya lebih segar memberikan pernyataanya, nah