• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Terpenoida Dari Ekstrak Metanol Biji Buah Duku (Lansium domesticum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi Senyawa Terpenoida Dari Ekstrak Metanol Biji Buah Duku (Lansium domesticum L.)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI EKSTRAK

METANOL BIJI BUAH DUKU

(Lansium domesticum L.)

SKRIPSI

BELDINA E NABABAN

050802024

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI EKSTRAK

METANOL BIJI BUAH DUKU

(Lansium domesticum L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana sains

BELDINA E NABABAN

050802024

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI EKSTRAK METANOL BIJI BUAH DUKU

(Lansium domesticum L.)

Kategori : SKRIPSI

Nama : BELDINA E NABABAN

Nomor Induk Mahasiswa : 050802024

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Januari 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D. Drs. Phillipus H. Siregar,M.Si

NIP. 131 126 697 NIP. 130 517 489

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst., MS

(4)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI EKSTRAK METANOL BIJI BUAH DUKU

( Lansium domesticum L. )

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2010

(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang sudah memberikan kasih dan karunia-Nya bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini guna melengkapi syarat dalam memperoleh gelar sarjana kimia di FMIPA USU Medan.

Keberhasilan dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini juga tidak luput dari perhatian dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Phillipus H. Siregar, MSi selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Bapak Lamek Marpaung,M.Phil,Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dalam memberikan pemikiran, pengarahan, petunjuk, serta saran kepada penulis dari awal hingga akhir penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs Johannes Simorangkir, MS selaku Kepala Laboratorium Kimia Bahan Alam beserta para stafnya atas fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian sampai tersusunnya skripsi ini.

3. Ibu DR. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang turut memberikan pengarahan dan mengesahkan skripsi ini

4. Bapak dan Ibu Staf Dosen jurusan Kimia FMIPA USU yang telah mendidik selama penulis dalam masa perkuliahan. Khususnya kepada Drs.Adil ginting,M.Sc sebagai dosen wali Penulis yang selalu mendukung perkuliahan penulis.

5. Rekan – rekan kuliah dan asisten laboratorium Kimia Bahan Alam Eva,Whendy,Saulina, Rony, Qiting, Albi dan sobat – sobat ku Eviyoana, Novri, Winda, Ajeng, Haposan, Vera, Jubel,Eviana, Tresna, Ocha, Donald dan semua stambuk 05 serta teman terdekat saya Herbet Manik,dan yang lain yang tidak dapat saya tuliskan yang telah membantu dan memberikan perhatiannya kepada penulis selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada kedua orang tuaku, Ayahanda tercinta A.Nababan dan Ibunda R.Sianipar serta Abang,Kakak dan kepada adik-adikku yang terbaik ,tersayang dan seluruh Keluargaku yang telah memberikan doa, semangat serta dorongan baik secara materi maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran – saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2010 Penulis

(6)

ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI EKSTRAK METANOL

BIJI BUAH DUKU

(Lansium domesticum L. )

ABSTRAK

(7)

THE ISOLATION TERPENOIDA COMPOUND OF EXTRACT METHANOL WHICH CONTAINED IN THE SEED OF DUKU

( Lansium domesticum L. )

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 3

1.5. Lokasi Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan duku 5

2.1.1. Pengenalan Morfologi Dari Tanaman Duku 5

2.1.2. Sifat dan khasiat Tumbuhan Duku 5

2.1.3. Sistematika tumbuhan Duku 5

2.2. Senyawa Terpenoida 6

2.2.1. Klasifikasi Senyawa Terpenoida 6

2.3. Senyawa Triterpenoida 7

2.3.1. Klasifikasi Senyawa Triterpenoida 7

2.3.2. ... Biosintesis senyawa Triterpenoida 12

2.4.Teknik Pemisahan 14

2.4.1. Ekstraksi 14

2.4.2. Kromatografi 15

2.4.2.1. Kromatografi Lapis Tipis 15

2.4.2.1. Kromatografi Kolom 16

2.5.Teknik Spektroskopi

2.5.1. Spektrofotometri Inframerah ( FT – IR ) 19 2.5.2. Spektrometer Resonansi Magnetic Inti

Proton (1H-NMR) 20

BAB III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat – alat 22

3.2. Bahan – bahan 23

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. ... Penyediaan Sampel 23

3.3.2. ... Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Tumbuhan

Biji Duku 23

3.3.2.1.

(9)

3.3.2.2.

Analisis Kromatografi Lapisan Tipis 24

3.3.3. ... Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia dari

Ekstrak biji Duku 25

3.3.4. ... Isolasi Senyawa Terpenoida Dengan Kromatografi

Kolom 25

3.3.5. ... Pemurnian 26

3.3.6. ... Uji Kemurnian Hasil Isolasi Dengan Kromatografi

Lapis Tipis 26

3.3.7. ... Analisis Spektroskopi Kristal Hasil Isolasi 3.3.7.1.

Uji Kristal Hasil Isolasi Dengan

Spektrofotometer InfraMerah (FT-IR)32 27 3.3.7.2.

Uji Kristal Hasil Isolasi Dengan Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) 27

Bagan Penelitian 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 29

4.2. Pembahasan 30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 36

5.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Determinasi Tumbuhan Duku Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Duku

Lampiran 3. Kromatografi Lapisan Tipis Ekstrak Metanol biji buah Duku (Lansium domesticum L. )

Lampiran 4. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui

Penampakan Noda dengan sinar Ultraviolet. Lampiran 5. Spektrum FT – IR Senyawa Hasil Isolasi.

(11)

ISOLASI SENYAWA TERPENOIDA DARI EKSTRAK METANOL

BIJI BUAH DUKU

(Lansium domesticum L. )

ABSTRAK

(12)

THE ISOLATION TERPENOIDA COMPOUND OF EXTRACT METHANOL WHICH CONTAINED IN THE SEED OF DUKU

( Lansium domesticum L. )

ABSTRACT

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia telah lama mengenal pengobatan secara tradisional, misalnya dengan tumbuhan, binatang dan mineral. Penggunaan tumbuh-tumbuhan tersebut adalah sebagai ramuan obat untuk penyakit-penyakit tertentu, ini merupakan suatu bukti bahwa di dalam ramuan obat tersebut terdapat senyawa-senyawa kimia yang berkhasiat. Dan salah satu senyawa kimia tersebut adalah senyawa triterpenoida (Arief, H. 2004).

Kebanyakan senyawa terpenoida terdapat bebas dalam jaringan tanaman, tidak

terikat dengan senyawa – senyawa lain, tetapi banyak diantara senyawa terpenoida

tersebut yang terdapat sebagai glikosida, ester dari asam organik dan dalam beberapa

hal terikat dalam protein. Senyawa terpenoida dengan berat molekul yang rendah

(senyawa C10 dan C15 ) sering dapat diperoleh dengan cara destilasi uap dari tanaman yang segar atau kering, sedangkan senyawa terpenoida dengan berat molekul yang

lebih tinggi ( C20 atau lebih ) biasanya diisolasi dengan cara ekstraksi dengan pelarut kemudian dipisahkan dan dimurnikan dengan cara kristalisasi, destilasi, dan

kromatografi (Sastrohamidjojo, H. 1996).

Salah satu tumbuhan tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat sebagai

obat adalah duku.Duku (Lansium Domesticum L.) biasanya digunaskan sebagai obat

tradisional misalnya biji duku yang berasa pahit digunakan sebagai obat cacing dan

demam yaitu dengan cara menumbuknya dan mencampurnya dengan air,kulit kayunya

digunakan sebagai obat disentri dan malaria,dan dapat digunakan untuk mengobati

gigitan kalajengking. Kulit buahnya juga dapat digunakan untuk mengobati diare

(14)

Dari kulit buah duku (Lansium domesticum L) telah diisolasi senyawa triterpen oleh

Magio Nishizawa,dkk pada tahun 1983.seperti dalam gambar berikut:

(Nishizawa.M,, 1983).

Dan sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh K.Nakanishi dan K.Kabagashi pada tahun

1967 dan menghasilkan senyawa triterpenoida yang sering disebut dengan asam

langsat

H

CO2CH3

H H

H H

(Kiang.A.K,1967)

Dari uraian diatas maka penulis berminat untuk meneliti biji duku dan ingin

mengetahui kandungan dari biji duku, apakah juga mengandung senyawa terpenoida.

OH

CO

2

CH

3 20

29

22 30 8

3

23

27 24

28

H

H

H

H

(15)

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah di dalam biji duku (Lansium

domesticum L) juga mengandung senyawa terpenoida?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa terpenoida dari biji buah

duku (Lansium domesticum L.)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi terhadap pengembangan zat-zat

kimia dari biji buah duku (Lansium domesticum L.) berkhasiat dan memberikan

dukungan ilmiah pada bidang kimia bahan alam hayati.

1.5 Lokasi Penelitian

Sampel yang digunakan diambil dari Jl.Gadjah Mada, Medan, Sumatera Utara.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA Universitas

Sumatera Utara. Analisis Spektrofotometri Inframerah (FT – IR) dilakukan dibea

cukai Belawan dan Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H – NMR) dilakukan di Laboratorium Dasar FMIPA UNAIR Surabaya.

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, isolasi senyawa terpenoida digunakan biji buah duku (Lansium

domesticum.L) berupa serbuk halus yang kering sebanyak 1000 g. Langkah awal yang

dilakukan adalah dengan uji skrining fitokimia dengan menggunakan pereaksi –

pereaksi pada senyawa terpenoida yaitu dengan menggunakan pereaksi Salkowsky

(16)

Kemudian tahapan Isolasi yang dilakukan adalah :

a. Ekstraksi maserasi

b. Analisis Kromatografi Lapisan Tipis

c. Analisis Kromatografi Kolom

d. Pemurnian

e. Analisis Senyawa

Tahapan analisis senyawa hasil isolasi yang dilakukan mencakup :

a. Analisis Kromatografi Lapisan Tipis

b. Identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer Inframerah (FT – IR)

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Duku (Lansium domesticum L.)

2.1.1. Pengenalan Morfologi Tumbuhan Duku

Duku (Lansium domesticum L.) merupakan tanaman berupa pohon yang berasal dari

Indonesia.Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai pada ketinggian

500 m dpl. Dengan tipe iklim basah sampai agak basah dengan curah hujan antara

1500-2500mm pertahun dan merata sepanjang tahun. pH tanaman yang baik adalah

6-7 dan tanaman ini relatif lebih toleran terhadap keadaan tanah. ( Setiawan.I.A., 2001 )

2.1.2. Sifat dan Khasiat Tumbuhan Duku (Lansium domestikum L.)

Tanaman duku selain buahnya dapat dimakan, masyarakat juga menggunakan biji

duku sebagai obat tradisional misalnya sebagai obat cacing dan demam yaitu dengan

cara menumbuknya dan mencampurnya dengan air,kulit kayunya dapat digunakan

sebagai obat disentri dan malaria.

2.1.3. Sistematika Tumbuhan Duku

Sistematika tumbuhan Duku adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotylledoneac

Ordo : Rutales

Familia : Meliaceae

Genus : Lansium

(18)

2.2Senyawa Terpenoida

Senyawa terpenoida berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Kedua senyawa – senyawa itu dibagi – bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan

jumlah satuan yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoida terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan

seskuiterpenoida yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoida dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40 ) (Harborne,J.B.1987).

Senyawa terpenoida dikaitkan terhadap bentuk strukturnya.Komposisi

senyawa terpenoida (C10, C15, C20, C30, dan sebagainya) dapat dipandang merupakan kelipatan satuan lima atom dan satuan tersebut mempunyai kerangka karbon isopentil

(Sastrohamidjojo,H.1996).

Unit-unit isoprena ganda dalam suatu terpen berfungsi untuk klasifikasi:C10 (monoterpen), C15 (seskuiiterpen), C20 (diterpena), C30 (Triterpena) yang berkaitan erat dengan steroida,C25 (sesterpena) adlah suatu hal yang mengherankan untuk diperhatikan bahwa aturan isoprena yang sangat berguna tidak saja untuk

mengungkapakan struktur,memiliki landasan yang tidak alami.Meskipun demikian

banyak terpena yang memiliki struktur yang tidak dapat dikategorikan sebagai satuan

lima karbon dengan kerangka isoprena.Sekarang diketahui bahwa senyawa terpenoida

tidak diturunkan dari isoprena sendiri, dan isoprena sendiri merupakan senyawa yang

(19)

2.2.1. Klasifikasi Senyawa Terpenoida

Senyawa terpenoida dapat terbagi ke dalam beberapa golongan utama terpenoida,

yaitu : Jumlah satuan isoprena Jumlah karbon

Golongan Jenis utama dan sumbernya

1 2 3 4 6 8 N C5 C10 C15 C20 C30 C40 Cn isoprena monoterpenoida seskuiterpenoida diterpenoida triterpenoida tetraterpenoida poliisoprena

Dideteksi dalam daun Hamammelis japonica

Monoterpena dalam minyak atsiri tumbuhan

Seskuiterpenoida dalam minyak atsiri

Seskuiterpenoida dalam lakton ( dalam

Compositae )

Abisin ( mis : asam abisat )

Asam diterpena dalam dammar tumbuhan

Giberalin ( mis : asam giberelat )

Sterol ( mis : sitosterol )

Triterpena ( mis : β - amirin ) Saponin ( mis : yamogenin )

Glikosida jantung

Rubber contohnya tumbuhan Hevea

brasilliensis

Karotyenoid ( mis : β - karotena )

2.3. Senyawa Triterpenoida

Senyawa triterpenoida yang dijumpai di alam terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk

asiklik dan siklik. Di alam, senyawa ini terdapat pada tumbuhan dan hewan, senyawa

ini terdapat dalam bentuk ester dari senyawa glikosida atau membentuk suatu senyawa

yang kerangka dasarnya mempunyai persekutuan dengan senyawa glikosida, berarti

senyawa – senyawa triterpenoida dialam mempunyai bentuk – bentuk yang berbeda

(20)

Triterpenoida merupakan salah satu golongan senyawa terpenoida yang

mempunyai atom karbon sebanyak (C30) pada kerangka dasarnya, dan secara teoritis rantainya dibentuk oleh enam unit molekul isoprena.Senyawa ini berstruktur

siklik,kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat,berupa senyawa

tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan optis aktif, yang

umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya.Uji yang banyak

digunakan ialah reaksi Lieberman-Bouchard (anhidrida asetat-H2SO4) yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau biru (Harborne J.B. 1987).

2.3.1. Klasifikasi Senyawa Triterpenoida

Berdasarkan bentuk dan keadaan senyawa triterpenoida, maka senyawa ini dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Senyawa steroida

Merupakan salah satu golongan senyawa triterpenoida yang struktur dasarnya

mempunyai cincin tetrasiklik yang tak jenuh. (Robinson,T., 1995)

Contoh : Stigmasterol

H3C

CH3 C2H5

H3C

HO

CH3

(21)

2. Senyawa triterpena

Triterpena tersebar sangat luas pada tumbuhan dan hewan.Terdapat dalam

keadaan bebas sebagai ester atau glikosida

1. Triterpena asiklik, yaitu senyawa triterpena yang tidak mempuinyai cincin tertutup pada strukturnya, misalnya skualena, senyawa ini berupa kristal yang

tidak berwarna, mempunyai titik leleh tinggi, dan bersifat optis aktif.

Contoh : Skualena

2. Triterpena trisiklis, yaitu senyawa triterpena yang mempunyai tiga cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya Ambrein.

H3C CH3

CH3 CH3

CH3

CH3

(22)

3. . Triterpena tetrasiklis, yaitu senyawa triterpena yang mempunyai empat cincin

tertutup pada struktur molekulnya, misalnya Lanosterol. Dimana senyawa ini

merupakan golongan tetrasiklis yang memiliki rangka

perhidroksiklopentanofenantren dan dapat dianggap sebagai intermediate, dan

senyawa ini berhubungan erat dengan struktur sterol.

Contoh : Lanosterol

4. . Triterpena pentasiklis, yaitu triterpena yang mempunyai lima cincin tertutup pada struktur molekulnya. Senyawa ini terdapat pada tumbuh – tumbuhan

yang terikat dengan senyawa – senyawa gula yang disebut dengan triterpen

glikosida.

3. Saponin

Saponin adalah salah satu golongan triterpenoida glikosida, dimana kerangka dasarnya

berhubungan erat dengan struktur senyawa sterol dan triterpenoida. Bila senyawa ini

dihidrolisis akan menghasilkan suatu senyawa aglikon ( saponin steroida ) dan

glikosida ( gula ). Aglikon yang membentuk senyawa saponin ini adalah merupakan

senyawa triterpenoida, sterol dan sapogenin steroida. Senyawa saponin dapat

menurunkan tegangan permukaan cairan dan dapat menghemolisi darah. Saponin larut

dalam air, biasanya berasa pahit. Contohnya : Helogenin (Harborne.J.B.,1987).

O

O CH3

CH3 O

CH3

(23)

4. Kardiak glikosida

Kardiak glikosida adalah salah satu golongan triterpenoida, dimana kerangka dasarnya

sama dengan triterpenoida dan steroida. Akan tetapi pada atom C17 berikatan langsung dengan senyawa glikosida atau senyawa turunan furan. Senyawa kardiak glikosida ini

sukar dihidrolisa sebab ikatan ikatan glikosida tadi tidak sama dengan ikatan glikosida

pada senyawa saponin. Senyawa saponin adalah suatu senyawa ester dari suatu

glikosida dengan aglikon. Contoh : Digitoksigenin (Makin,H.L. 1975) .

O

O CH3

OH CH3

OH

2.3.2.Biosintesa Senyawa Triterpenoida

Biosintesa Senyawa Triterpenoida

Telah lama diduga bahwa penggulungan dari unit Isoprena dalam molekul Terpenoida

menunjukkan bahwa proses biosintesa molekul-molekul tersebut merupakan suatu

kesatuan akan tetaspi senyawa dasar dalam biosintesa Terpenoida ialah asam

(24)

CH

3

COOH

Asam asetat

CoA-SH

CH

3

COSCoA

Asetil Ko-A

2CH

3

COSCoA

Asetil Ko-A

CH

3

COCH

2

COSCoA

+

CoASH

Asetoasetil Ko-A

H

3

C C

O

CH2COSCoA

Asetoasetil Ko-A

+

CH

3

COSCoA

Asetil Ko-A

HOOCCH

2

C

H

3

C

CH

2

COSCoA

OH

Turunan asam glutarat

HOOCCH

2

C

H

3

C

OH

[ H ]

H

2

O

CH

2

CH

2

asam mevalonat

Asam mevalonat dibentuk dari kondisi aldol asam asetat dan membentuk

rantai cabang. Perubahan selanjutanya menjadi Isopentenil pirofosfat yakni Isoprene

biologis yang sesungguhnya aktif untuk melakukan penggabungan yang berturut-turut

(25)

HOOC-CH

2

C

H

3

C

OH

CH

2

CH

2

OH

Asam mavalonat

ATP

2 tahap

H

3

C

OP

C

CH2 CH2 OP CH2

COO

-ATP

H

3

C

C OP

H2C

CH2 OP CH2 C=O O

-dekarboksilasi

CH

2

=C-CH

2

-CH

2

-OP

CH3

isopentenil

pirofosfat

CH

3

-C=CH-CH

2

-OP

CH3

Triterpenoida (C20) dan warna karotenoida (C40) berasal dari dimerisasi C15 dan C20 pirofosfat dan bukan dari polimerisasi terus-menerus dari unit C5. Yang banyak diketahui ialah dimerisasi Farnesil pirofosfat menjadi skualena yang

merupakan Triterpenoida dasar dan sumber dari Triterpenoida lainnya dan Steroida.

Siklisasi dari skualena menghasilkan tetrasiklis triterpenoida Lanosterol. Reaksi

(26)

OP

isopentil pirofosfat

3 X C5

OP O

Farnesil pirofosfat (FPP)

FPP

skualena CH3

CH3

OH CH3

Protosterol karbonium ion

LANOSTEROL

2.4. Teknik Pemisahan

Berdasarkan pemisahan fasanya teknik pemisahan ada dua yaitu:

1) Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan berdasarkan perbedaan dari

sifat campuran yang hendak dipisahkan. Contohnya proses ekstraksi.

2) Pemisahan fisika merupakan pemisahan yang didasarkan pada perbedaan –

perbedaan kecil dari sifat – sifat fisika antara beberapa campuran senyawa.

Misalnya daya penguapan, kemampuan adsorpsi, polaritas, dan ukuran

molekul (Edward,J. dan Stevenson,R. 1991).

2.4.1. Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum

ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan

(27)

Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai

pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya : n – heksana, eter, benzene, kloroform,

etil asetat, etanol. metanol, dan air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan ekstrak yang terakhir memberikan

reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak

yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotary

evaporator (Mulja,M.dan Suharman,H. 1995).

2.4.2. Kromatografi

Kromatografi didefenisikan sebagai pemisahan campuran dari dua atau lebih senyawa

atau ion dengan mendistribusikannya diantara dua fasa yaitu fasa diam dan fasa

bergerak. Dasar dari pemisahan ini adalah perbedaan daya serap atau daya larut pada

kedua fasa tersebut (Gritter,R.J. dan James. 1991).

Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu

kolom,perbedasan kemampuan adsorbsi terhadap zat-zat yang sangat mirip

mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang disebut dengan

kromatogram (Khopkar,S. 1990).

2.4.2.1. Kromatografi Lapisan Tipis

Kromatografi merupakan metoda pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang

larut dalam lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana dan klorofil. Satu kekurangan

kromatografi lapis tipis yang asli adalah kerja penyaputan plat kaca dengan penyerap.

Bila kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan kromatografi kertas, kelebihan

kromatografi lapis tipis adalah keserbagunaan, kecepatan dan kepekaannya.

Keserbagunaan kromatografi lapis tipis disebabkan oleh kenyataan bahwa di samping

selulosa, sejumlah penyerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada plat kaca atau

(28)

Teknik dasar dalam melaksanakan pemisahan dengan kromatografi lapis tipis

adalah sebagai berikut. Pertama kali lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat

kaca atau plat lain, misalnya berukuran 5 x 20 cm. Tebal lapisan adsorben dapat

bervariasi tergantung penggunaannya. Larutan campuran senyawa yang akan

dipisahkan diteteskan pada kira-kira 1,5 cm dari bagian bawah plat dengan

menggunakan pipet mikro atau syringe. Zat pelarut yang terdapat pada sampel yang

diteteskan tersebut kemudian diuapkan dahulu Selanjutnya plat kromatografi

dikembangkan dengan mencelupkannya pada chamber yang berisi campuran zat

pelarut. Tinggi permukaan zat pelarut dalam chamber harus lebih rendah dari letak

tetesan sampel pada plat kromatografi. Dengan pengembangan tersebut

masing-masing komponen senyawa dalam sampel; akan bergerak ke atas dengan kecepatan

yang berbeda Perbedaan kecepatan gerakan ini merupakan akibat dari terjadinya

pengaruh proses dengan kromatografi lapis tipis, mulai pemilihan adsorben sampai

identifikasi masing-masing komponen yang telah terpisah.

Kromatografi lapis tipis merupakam kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak

sebagai fasa tetap. Empat macam adsorben yang umum dipakai adalah silika gel

(asam silikat), alumina (aluminium oksida), kieselgur (diatomeus earth), dan selulosa

(Hosttetman,dan Marston. 1950).

Kromatogram pada kromatografi lapis tipis merupakan noda-noda yang terpisah

setelah divisualisasi dengan cara fisika atau kimia. Visualisasi cara fisika yaitu dengan

melihat noda kromatogram yang mengadsorbsi radiasi ultraviolet atau berfluoresensi

dengan radiasi ultraviolet pada λ = 254 nm. Visualisasi dengan cara kimia adalah

dengan mereaksikan kromatogram dengan pereaksi warna yang memberikan warna

atau fluoresensi sensitif. Visualisasi cara kimia ini dilakukan dengan cara

penyemprotan dengan atomizer atau memberikan zat uap kimia pada kromatogram

atau dengan pencelupan ke dalam pereaksi penampak warna

(29)

2.4.2.2. Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom, campuran yang dipisahkan diletakkan berupa pita bagian

atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan

tabung plastik. Pelarut (fasa gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran

yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut

bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisahkan dan dikumpulkan

berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom.

Ada empat perubahan utama yang dilakukan pada kolom klasik. Pertama,

dipakai penyerap yang lebih halus dengan ukuran kisaran mesh lebih sempit tercapai

kesetimbangan yang lebih baik di dalam sistem. Kedua, sistem tekanan biasanya

pompa mekanis dipakai untuk mendorong pelarut melalui penyerap yang halus.

Ketiga, detektor telah dikembangkan sehingga diperoleh analisis senyawa, ketika

senyawa itu keluar dari kolom. Keempat, penyerap baku dan penyerap cara kemasan

kolom baru dapat dikembangkan sehingga memungkinkan derajat daya pisah yang

tinggi tercapai (Edward,J.dan Stevenson,R.1991).

Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah

satu ujungnya dan ukurannya sedemikian rupa sehingga nisbah garis tengah terhadap

panjang kolom dalam rentang 1 : 10 sampai 1 : 30. Ukuran volume yang diperlukan

untuk suatu pemisahan dapat dihitung sacara kasar bila bobot campuran

diketahui.Mengemas kolom harus dilakukan dengan hati-hati agar hasil kolom kemas

yang serba sama. Jika kolom tidak mempunyai penyaring, mula - mula kita harus

menyumbat leher kolom dengan segumpal kaca wool atau kapas.

Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam, setelah adsorben

dimasukkan dapat diseragamkan kerapatannya dalam kolom dengan menggunakan

vibrator atau dengan plunger. Selain itu dapat juga dikerjakan dengan memasukkan

(30)

Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-rongga di tengah –

tengah kolom. Cara memecahkan masalah ini dapat dikerjakan dengan mengadakan

back flushing, sehingga terjadi pengadukan yang seterusnya dibiarkan lagi

mengendap. Pada bagian bawah (dasar) dan atas dari isian kolom diberi wool karena

(glass wool) atau sintered glass diss untuk menyangga isian. Bila kolom telah diisi

bahan isian permukaan cairan tidak boleh dibiarkan turun di bawah permukaan bahan

isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya gelembung-gelembung

udara masuk ke dalam kolom (Hosttetman.dan Marston.1995).

Pemilihan pertama dari pelarut ialah bagaimana sifat kalarutannya. Tetapi

sering lebih baik untuk memilih suatu pelarut yang tak tergantung daripada tekanan

kekuatan elusi sehingga zat-zat elusi yang lebih kuat dapat dicoba. Yang dimaksud

dengan kekuatan dari zat elusi adalah daya penyerapan pada penyerap dalam kolom.

Biasanya untuk penyerap-penyerap yang polar seperti alumina dan silika gel maka

kekuatan penyerap naik dengan kenaikan polaritas zat-zat yang diserap

(Sastohamidjojo H. 1995).

2.5. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopik adalah salah satu teknik analisis kimia – fisika yang mengamati

tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.Untuk

pelaksanaan teknik analisis spektroskopik dipakai instrument sebagai pengukur dan

perekam sinyal interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik.Ada dua macam

instrumen pada teknik spektroskopik yaitu spektrometer dan spektrofotometer.

Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut

sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang

bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer

(Muldja,M.,dan Suharman.H. 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus

(31)

bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang

menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.

Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap

dari molekul yang tidak diketahui (Pavia L. D. 1979).

2.5.1.Spektrofotometri Inframerah ( FT-IR )

Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah

frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa

diserap. Jika kita menggambar antara persen absorbansi atau persen transmitansi

lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah. Ikatan-ikatan yang

berbeda (C-C, C=C, C≡C, C-O, C=O, O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan kita dapat mendeteksi adanya ikatan-ikatan tersebut dalam molekul

organik dengan mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karakteristiknya sebagai pita

serapan dalam spektrum infra merah.Spektrum infra merah alkohol pada konsentrasi

yang rendah menunjukkan sebuah pita yang tajam pada 3650 cm-1 di samping adanya pita lebar tambahan pada 3350 cm-1 (Noerdin,D. 1985).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk

menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi – vibrasi

tersebut dengan dengan energy serapan.tetapan untuk molekul – molekul beratom

banyak, analisa jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin

sama sekali karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi,

melainkan juga karena harus diperhitubgkan terjadinya saling mempengaruhi

(interaksi) beberapa pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan yaitu vibrasi regang (stretching)

dan vibrasi lentur ( bending vibrations ).

1.Vibrasi Regang

Terjadi perubahan jarak antara dua atom dalam suatu molekul secara terus – menerus.

(32)

2.Vibrasi Lentur

Terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada dua macam vibrasi lentur yaitu

vibrasi lentur dalam bidang dan vibrasi luar bidang.

Jelaslah sekarang bahwa Spektrometer Infra-merah ditujukan untuk penentuan gugus

– gugus fungsi molekul. Radiasi IR dapat dibagi ke dalam dua daerah, yaitu :

-. Daerah gugus fungsi pada pada rentang vibrasi antara 4000 hingga 1600 cm-1. -. Daerah sidik jari pada rentang vibrasi antara 1600 hingga 670 cm-1.

Radiasi IR yang dipakai harus berada pada rentang frekuensi yang sesuai

dengan rentang getaran alamiah dari molekul agar diperoleh informasi gugus – gugus

[image:32.595.108.508.392.528.2]

molekul dari zat yang dianalisis. ( Muldja M. Dan Suharman,H. 1995).

Tabel : Absorpsi karakteristik infra-merah dari gugus – gugus fungsi molekul.

Keterangan :

S = kuat, m = sedang, w = lemah

Gugus fungsi Jenis vibrasi Frekuensi ( cm-1 ) Intensitas

C-H -CH2 -CH3 C=C O-H Stretch Bend Bend Alkena Bebas 3000-2850 1450-1375 1465 1680-1600 3500-3200 S m m m-w m

2.5.2. Spektrometer Resonansi Magnetik Inti ( 1H-NMR )

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)

merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini

memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.

Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,

jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan

(33)

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua

proton – proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa

kadang – kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa

memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR.

(Silverstein.R.M. 1981).

Dalam spektroskopi NMR, suatu contoh senyawa ditaruh di antara

kutub-kutub sebuah magnet yang cukup kuat untuk mensearahkan sebagian dari inti-inti

yang mempunyai momen magnet. Contoh itu kemudian disinari dengan radiasi

elektromagnet, biasanya dalam jangkau frekuensi radio 107 - 108 Hz. Sebuah inti yang berpusing yang disearahkan dengan medan magnet itu dapat dibalikkan arahnya

dengan cara menyerap sebuah proton yang energinya tepat sesuai. Inti yang berlainan

atau inti yang serupa tetapi terikat pada lingkungan yang berlainan, menyerap foton

pada panjang gelombang yang berlainan. Pola frekuensi radio yang diserap

merupakan spektrum NMR dari senyawa itu. (Cresswell,C.J.R dan Campbell.1982).

Di dalam medan magnet , perputaran elektron – elektron valensi dari proton

menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga

setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan mengenai

dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang

mengelilinginya.Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin

besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan magnet yang digunakan.

Akibat secara keseluruhan/proton merasakan adanya pengurangan medan yang

mengenainya. Karena inti merasakan medan magnet yang dirasakan lebih kecil, maka

ia akan mengalami presesi pada frekuensi yang lebih rendah. Setiap proton dalam

molekul mempunyai lingkungan kimia yang sedikit berbeda yang akan

(34)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat – alat

- Kolom kromatografi Pyrex 20 / 40

- Rotary evaporator Buchi B - 480

- Gelas Erlenmeyer Pyrex 250 ml

- Gelas Beaker Pyrex 250 ml

- Gelas ukur Pyrex 100 ml

- Neraca analitis Mettler PM 480

- Oven Memmers

- Corong pisah Duran 500 ml

- Labu alas Pyrex 500 ml

- Blender

- Bejana

- Plat skrining

- Plat kromatografi lapisan tipis ( KLT )

- Pipet tetes

- Statif dan Klem

- Batang pengaduk

- Bejana Kromatografi Lapisan Tipis

- Lampu UV

- Botol vial

- Spektrofotometer FT-IR ( Jasco FT / IR – 5300 )

(35)

3.2. Bahan – bahan

- Biji duku(Lansium domesticum L)

- Metanol

- n- Heksana

- Etil asetat

- Silika gel 60 G ( E. Merck. Art. 7734 )

- Silika gel 60 GF 254 ( E. Merck. Art. 10180 ) - Aseton

- CeSO4 1% - Aquadest

- H2SO4 (p)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan sampel

Sampel yang diteliti adalah biji buah duku (Lansium domesticum L.) yang diperoleh

dari pasar Jl. Gajah Mada Medan, Sumatera Utara. Biji buah duku dikeringkan di

udara terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk biji buah duku (Lansium

domesticum L.) sebanyak 1000 g.

3.3.2. Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Biji Buah Duku

Serbuk biji buah duku (Lansium domesticum L) yang telah diperoleh diidentifikasi

dengan menggunakan cara :

1. Skrining Fitokimia senyawa kimia bahan alam

(36)

3.3.2.1. Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa Terpenoida yang terdapat pada biji buah duku

(Lansium domesticum L.) maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif dengan

pereaksi warna yaitu uji skrining fitokimia, dimana ditimbang 10 g serbuk biji duku

dan dimaserasi dengan 50 ml metanol selama 24 jam, disaring. Filtrat yang diperoleh

dibagi ke dalam tiga bagian :

1. Filtrat pertama ditambahkan 2 tetes pereaksi salkowsky yaitu larutan H2SO4 (p) menghasilkan larutan berwarna merah. Hal ini menunjukkan adanya

senyawa terpenoida

2. Filtrat kedua ditambahkan 2 tetes pereaksi Lieberman – Bouchard yaitu

campuran antara H2SO4 (p) dan CH3COOH anhidrid dengan perbandingan (1 : 20 v/v) menghasilkan larutan berwarna hijau kebiruan. Hal ini menunjukkan

adanya senyawa terpenoida.

3. Filtrat ketiga ditambahkan aquades tidak menghasilkan buih yang stabil.Hal ini

menunjukkan tidak adanya terpenoid glikosida.

3.3.2.2.Analisis Kromatografi Lapisan Tipis ( KLT )

Analisis Kromatografi Lapisan Tipis dilakukan terhadap ekstrak pekat n – heksana

dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 GF254 ( E. Merck. Art. 10180 ). Fasa gerak yang digunakan adalah n- heksana 100 %, dan campuran n – heksana : aseton

dengan perbandingan ( 90 : 10 v/v ), ( 80 : 20 v/v ), dan ( 70 : 30 v/v )

Prosedur :

Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak n – heksana 100 % ke dalam bejana

kromatografi. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT yang telah diaktifkan.

Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut, lalu ditutup rapat dan

dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana, dan dikeringkan. Diamati

warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama

dilakukan untuk perbandingan pelarut n- heksana : aseton (90 : 10 v/v), (80 : 20 v/v),

(37)

duku (Lansium domesticum L.) terdapat senyawa Terpenoida,dan hasil pemisahan

yang baik diberikan pada fasa gerak n – heksana : aseton ( 80 : 20 v/v ).

3.3.3. Prosedur untuk Memperoleh Senyawa Kimia dari Eksrak Serbuk biji

duku ( Lansium DomesticumL.)

Serbuk dari biji buah duku (Lansium domesticum L.) diekstraksi maserasi dengan

menggunakan pelarut metanol.

Prosedur :

Serbuk halus biji buah duku (Lansium domesticum L.) ditimbang sebanyak

1000 g, dimasukkan ke dalam bejana dan ditambahkan pelarut metanol sampai semua

sampel terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama 48 jam. Maserat disaring dan

diperoleh ekstrak berwarna coklat. Maserasi dilakukan kembali secara berulang –

ulang dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh

dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu

65oC sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Dilanjutkan dengan ekstraksi partisi dengan menggunakan n - heksana : air ( 1 : 1 v/v ), dimana akan terbentuk lapisan n –

heksana dan lapisan metanol/air. Kedua lapisan diskrining fitokimia. Lapisan

metanol/air memberikan hasil yang positif terhadap senyawa Triterpenoid. Diambil

fraksi – metanol yang memberikan hasil positif. Fraksi metanol tersebut dipekatkan

dengan menggunakan alat rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol

sebanyak 50 ml

3.3.4. Isolasi Senyawa Terpenoida Dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa terpenoida dengan cara Kromatografi Kolom dilakukan

terhadap ekstrak pekat metanol biji buah duku (Lansium domesticum L.). Fasa diam

yang digunakan adalah silika gel 60 G ( E. Merck. Art. 7734 ) dan fasa geraknya

adalah n- heksana 100 % dan campuran n – heksana : aseton dengan perbandingan (

(38)

Prosedur :

Dirangkai seperangkat alat kolom kromatografi. Terlebih dahulu dibuburkan

silika gel 60 G ( E. Merck. Art. 7734 ) dengan menggunakan n – heksana 100 %

diaduk – aduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam kolom kromatografi.

Kemudian dielusi dengan n – heksana 100 % hingga bubur silika gel padat dan

homogen. Dimasukkan 7 g ekstrak pekat metanol biji buah duku ke dalam kolom

kromatografi yang telah berisi bubur silika gel. Sampel dibiarkan turun dan terserap

dengan baik pada silika gel di puncak kolom, lalu ditambahkan fasa gerak n – heksana

100 % secara perlahan – lahan, dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom

sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas. Lalu dinaikkan kepolaran

dari pelarut pengelusi dengan mencampurkan n – heksana : aseton dengan

perbandingan ( 80 : 20 v/v). Hasil yang diperoleh ditampung ke dalam beberapa botol

vial, lalu diuapkan di udara terbuka sampai pelarutnya habis sehingga terbentuk pasta.

3.3.5. Pemurnian

Pasta yang diperoleh masih bercampur dengan pengotor sehingga perlu dilakukan

pemurnian terhadap pasta.

Prosedur :

Pasta yang diperoleh terdapat pada perbandingan pelarut n – heksana : aseton

( 80 : 20 v/v ). Pasta tersebut dikolom kembali dengan menggunakan silika gel 60G

dengan pelarut n-heksana:etil asetat (60 : 40 v/v) hingga dihasilkan pasta yang lebih

murni

3.3.6. Uji Kemurnian Hasil Isolasi Dengan Kromatografi Lapisan Tipis

Uji kemurnian pasta dilakukan dengan kromatografi Lapisan Tipis dengan

(39)

Prosedur :

Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi, lalu

dijenuhkan. Ditotolkan kristal pada plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat

KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa

gerak merembes ke atas, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan difiksasi

dengan pereaksi 1% cerium sulfat dalam 10 % asam sulfat, menghasilkan bercak

berwarna coklat yang menunjukkan adanya senyawa Terpenoida. ( Lampiran 3 ).

3.3.7. Analisis Spektroskopi Hasil Isolasi.

3.3.7.1. Uji Hasil Isolasi Dengan Spektrofotometer Inframerah

Analisis spektrum inframerah dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari

Laboratorium Bea Cukai bagian identifikasi barang, Belawan ( Lampiran 4 ).

3.3.7.2. Uji Hasil Isolasi Dengan Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton 1

H – NMR.

Analisis ini dilakukan di Laboratorium Dasar Bersama FMIPA UNAIR Surabaya

(40)

3.4.Bagan Penelitian

←Diekstraksi dengan metanol sebanyak (3 liter) ←Didiamkan selama ± 48 jam

←Diulangi sebanyak 4 x

←Diskrining Fitokimia

←Dipekatkan dengan rotarievaporator

← Difraksinasi dengan n-heksana secara berulang-ulang

←Dipekatkan dengan rotarievaporator

←Diuji dengan pereaksi Lieberman bouchardat,salkowsky

←Dianalisis KLT untuk menentukan eluen pada pemisahan kromatografi kolom ←Dibuburkan dengan silica gel sebanyak 140 g

←Dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silica gel 60 GE netral dan gerak

(eluen) n-heksana:Aseton

←Ditampung setiap fraksi di dalam botol vial sebanyak 15 ml

←diuji pereaksi ←diuji pereaksi ←diKLT ←diuji pereaksi

← digabungkan Rf sama

←diuapkan

←dimurnikan ←dianalisis KLT

←dianalisis

1000 g serbuk kering biji duku

Ekstrak methanol Residu

Ekstrak pekat metanol

Fraksi Metanol Fraksi n-heksana

Ekstrak pekat metanol

Fraksi 1-28 n-heksan 100% Fraksi 29-147 n-heksan: aseton 8:2 v/v Fraksi 148-190 n-heksan-aseton 7:3 v/v Fraksi 191-226 n-heksan-aseton 6:4 v/v

Hasil negatif Hasil positif Hasil positif

Fraksi 148-190

residu putih kekuningan

pasta

(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak metanol dari biji buah duku

(Lansium domesticum L.) dengan menggunakan pereaksi Salkowsky dan Lieberman –

Bouchard menunjukkan bahwa di dalam buah tumbuhan Biji buah duku mengandung

senyawa Terpenoida.Dan dari hasil isolasi berupa pasta disimpulkan bahwa senyawa

tersebut bukanlah berupa monoterpen karena monoterpen biasanya berbentuk

cairan.Dan tidak dapat ditentukan jenis terpenoida apa yang diperoleh karena kami

tidak menggunakan 13C-NMR sehingga jumlah atom C-nya tidak dapt dihitung,dan juga tidak menggunkan Mass Spektro sehingga berat molekul tidak dapat ditentukan.

Dari hasil analisa kromatografi lapisan tipis dengan menggunakan adsorben

silika gel 60 GF254, dapat diketahui bahwa pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa terpenoida dari biji buah duku (Lansium domesticum L.) adalah pada

perbandingan pelarut n – heksana : aseton ( 80 : 20 v/v ). Dimana metode penggunaan

pelarut ini yaitu metode polar-nonpolar,dimana dalam hal ini yag paling baik

digunakan adalah n-heksan : aseton.

Dari hasil isolasi buah tumbuhan biji buah duku (Lansium domesticum L.)

diperoleh pasta berwarna kuning putih sebanyak 20 mg .

Hasil analisis Spektrofotometri FT – IR dari pasta hasil isolasi menghasilkan

pita – pita serapan pada daerah bilangan gelombang diperoleh sebagai berikut :

1. Pada bilangan gelombang 3438,44 cm-1 puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) –OH.

2. Pada bilangan gelombang 2921,49 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) –CH.

(42)

4. Pada bilangan gelombang 1260,46 – 1161,75 dan 1027,74 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi uluran –C-O.

5. Pada bilangan gelombang 960,56 cm -1 puncak sedang menunjukkan adanya ikatan rangkap –C=CH.

6. Pada bilangan gelombang 875,48 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi furan.

7. Pada bilangan gelombang 772,47 dan 603,4 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya getaran tekuk –OH.

Hasil analisis Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah ( ppm ) sebagai berikut :

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 0,827 – 0,986 ppm terdapat puncak

multiplet

2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,020 – 1,062 ppm terdapat puncak triplet

3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,259 – 1,330 ppm terdapat puncak doublet

4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,425 – 1,655 ppm terdapat puncak

multiplet

5. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,690 – 3,842 ppm terdapat puncak doublet

6. Pergeseran kimia pada daerah δ = 4,8 – 5,3 ppm terdapat puncak triplet

7. Pergeseran kimia pada daerah δ = 7,244 -7,481 ppm terdapat puncak multiplet

Spektrum resonansi magnetik inti proton dapat dilihat pada Lampiran 5

4.2. Pembahasan

Biji buah duku (Lansium domesticum L.) dinyatakan mengandung senyawa

Terpenoida berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan. Dimana dengan

menggunakan pereaksi Salkowsky menunjukkan adanya larutan berwarna merah.

Dengan menggunakan pereaksi Lieberman – Bouchard menunjukkan adanya larutan

(43)

Dari hasil kromatografi lapisan tipis, diketahui bahwa perbandingan pelarut

yang baik untuk mengisolasi senyawa Terpenoida dari biji buah duku (Lansium

domesticum L.) adalah n – heksana : aseton ( 80 : 20 v/v ). Hal ini disebabkan karena

pada perbandingan pelarut tersebut noda yang timbul lebih banyak dibandingkan

dengan perbandingan pelarut yang lain, dimana pelarut tersebut dapat memisahkan

senyawa – senyawa yang terkandung di dalam sampel secara sempurna.

Dari hasil interpretasi spektrum FT – IR dan spektrum resonansi magnetik inti

proton (1H – NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut CDCl3 dalam standart TMS diperoleh bahwa :

1. Pada bilangan gelombang 3438,44 cm-1 puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) –OH.

2. Pada bilangan gelombang 2921,49 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) –CH.

3. Pada bilangan gelombang 1717,75 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap –C=O.

4. Pada bilangan gelombang 1260,46 – 1161,75 dan 1027,74 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi uluran –C-O.

5. Pada bilangan gelombang 960,56 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya ikatan rangkap –C=CH.

6. Pada bilangan gelombang 875,48 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi furan.

7. Pada bilangan gelombang 772,47 dan 603,4 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya getaran tekuk –OH.

Hal ini didukung oleh Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1H – NMR), yang terdapat pada :

1. Pergeseran kimia pada daerah 0,827ppm – 0,986ppm terdapat puncak multiplet dari proton –CH3.

2. Pergeseran kimia pada daerah 1,020ppm – 1,062ppm terdapat puncak triplet

(44)

3. Pergeseran kimia pada daerah 1,259ppm – 1,330ppm terdapat puncak doublet

dari proton –CH3.

4. Pergeseran kimia pada daerah 1,425ppm – 1,655ppm terdapat puncak

multiplet dari proton –CH2.

5. Pergeseran kimia pada daerah 3,690ppm – 3,842ppm terdapat puncak doublet

dari proton –O-CH3.

6. Pergeseran kimia pada daerah 4,8ppm – 5,3ppm terdapat puncak triplet dari

proton –OH.

7. Pergeseran kimia pada daerah 7,244ppm – 7,481ppm terdapat puncak

multiplet dari proton furan.

Berdasarkan data – data yang diperoleh dari hasil analisis Spektrofotometer

Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1H – NMR ) yang menunjukkan adanya Furan dan Spektrometer Infra-merah ( FT – IR ) yang menunjukkan adanya gugus karbonil

(C = O ) pada pasta hasil isolasi dan berdasarkan hasil skrining fitokimia terhadap

ekstrak metanol biji buah duku (Lansium domestikum L.) adalah senyawa terpenoida.

Dimana kemungkinan struktur terpenoida dari hasil isolasi terhadap biji duku adalah

seperti gambar berikut:

COOH

O

(45)

O O

O H

H

Andirobin

O O

O COOMe

(46)

O O

O

Odoratin

Dan sebagai senyawa pembanding yang mendukung adanya furan dalam senyawa

hasil isolasi adalah sebagai berikut:

(47)

Dari hasil 1H-NMR diperoleh pada pergesaran kimia 7,33 ppm(H-23) terdapat puncak multiplet yang menunjukan adanya –CH2-(metilen) dari cincin siklo, dan pada pergeseran kimia pada daerah 7,25 ppm (H-21) terdapat puncak multiplet yang

menunjukan adanya furan (Cui Baoliang,Chai Heebyung,Constant,L.W,1997). Pada

hasil 1H-NMR dari senyawa hasil isolasi terdapat puncak multiplet pada pergeseran kimia 7,244- 7,481 yang menyatakan adanya furan.Dari hasil perbandingan tersebut

(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil skrining fitokimia terpenoida menunjukkan bahwa biji buah duku

(Lansium domesticum L.) mengandung senyawa terpenoida.

2. Hasil isolasi yang diperoleh dari 1000 g biji buah duku (Lansium domesticum

L.) merupakan pasta berwarna kuning, sebanyak 20 mg.

3. Hasil identifikasi infra merah (FT-IR) dan spektroskopi magnetic inti proton

(1H-NMR) menunjukkan bahwa pasta hasil isolasi dari bii duku (Lansium

domesticum L.) adalah senyawa terpenoida.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penentuan jumlah atom karbon dengan menggunakan 13 C – NMR, dan menentukan massa dengan MS, untuk menentukan struktur dari

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Arief. H., 2004. Tumbuhan Obat dan khasiatnya (seri Agri sehat). Seri pertama.

Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.

Cresswell ,C. J.,Runquist dan Campbell. 1982. Analisis Spektrum Senyawa Organik. .

Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB.

Cui Baoliang,Chai.H, dan Constant Howard.L. 1997. Phytochemistry. Volume 47

no.7.

Elsevier Science Ltd. Bangkok

Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 5. Jakarta : Pustaka

Bunda.

Edward, J. Dan Stevenson. R. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit

ITB.

Gritter, R. B. dan James. 1991. Pengantar Kromatografi. Terjemahan Kosasih

Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.

Harborne, J .B. 1987. Metode Fitokimia penentuan Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Terbitan kedua. Terjemahan kosasih Padmawinata dan Iwan

soediro.

Bandung: Penerbit ITB.

Herbert,B, dan Richard. 1995. Biosintesa Metabolit Sekunder. Edisi Kedua. Cetakan

pertama. Terjemahan Bambang Srigandono. Semarang : Penerbit IKIP Press

Semarang.

Heftmann, E. 1960. Biochemistry Of Steroids. First Printing. New York : Reinhold

(50)

Hosttetmann ,M. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Bandung : Penerbit ITB.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Cetakan Pertama. Jakarta :

Penerbit UI Press.

Kiang, A. K .,. 1967. Tertrahedron Letter no 37. Pergamon Press Ltd. Singapura.

Makin, H.L. 1975. Biochemistry Of Steroid Hormones .London : Chapman and Hall

Ltd.

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Terjemahan Koensomardiyah.Semarang :

Penerbit IKIP Press Semarang.

Mulja.M ,dan Suharman.H. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan pertama.

Surabaya : Penerbit IKIP Press Semarang.

Nishizawa ,M. 1983. Natural Product Chemistry. Kodansha Ltd. New York.

Noerdin, D. 1985. Elusidasi Struktur Ultralembayung dan inframerah. Bandung :

Penerbit Angkasa

Pavia, L. D. 1979. Introduction To Spektroscpoy A Gide For Student Of Organic

Chemistry. Philadelphia: Saunders Collage.

Pinder ,A.R. 1960. The Chemistry of Terpenes. London: Chapmann and Hall Ltd.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Bandung :

Penerbit ITB.

Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Cetakan Pertama. Yongyakarta : Penerbit

(51)

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Cetakan Pertama. Yongyakarta :

Penerbit Liberty.

Setiawan, I. A. 2001. Kiat memilih Tanaman Buah. Jakarta : Penebar Swadaya.

Silverstein, R. M. 1984. Penyidikan Spektometrik senyawa Organik. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

(52)
(53)

Lampiran 3. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak metanol Biji Duku

I II III

cokelat

cokelat

cokelat

cokelat

cokelat

cokelat

cokelat

cokelat

E E E

Keterangan :

(54)

E : Ekstrak Metanol Biji Duku

I : Fase gerak n-heksan : aseton (9:1 v/v)

II : Fase gerak n-heksan : aseton (8: 2 v/v)

III : Fase gerak n-heksan : aseton (7 : 3 v/v)

Lampiran 4. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda Dengan Sinar Ultraviolet

I II

S S

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F 254 (E. Merck. Art 554)

S : Senyawa hasil isolasi

I : Fiksasi dengan pereaksi Serium Sulfat

(55)
(56)

Gambar

Tabel : Absorpsi karakteristik infra-merah dari gugus – gugus fungsi molekul.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis kromatografi lapis tipis dengan menggunakan adsorben silika gel 60 GF254 dapat diketahui bahwa pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa alkaloida

Untuk analisis golongan senyawa yang terkandung dalam buah cabe jawa dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji duku memiliki potensi sebagai larvasida terhadap larva Ae.. Meskipun demikian jika dilihat nilai LC 50

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji duku memiliki potensi sebagai larvasida terhadap larva Ae.. Meskipun demikian jika dilihat nilai LC 50

Berdasarkan hasil studi pustaka belum banyak penelitian biji duku ini sebagai antibakteri, terutama penelitian mengenai aktivitas antibakteri biji duku terhadap

Jumlah data (n) pada penelitian ini adalah 39 yakni data konsentrasi infusa biji buah langsat (Lansium domesticum Cor.) dan jumlah koloni Salmonella typhi yang

Berdasarkan hasil kultur suspensi dari tabung uji ekstrak n-heksana biji buah langsat (Lansium domesticum Cor.) pada medium agar Mueller Hinton, didapatkan hasil bahwa

Berdasarkan hasil kultur suspensi dari tabung uji ekstrak n-heksana biji buah langsat (Lansium domesticum Cor.) pada medium agar Mueller Hinton, didapatkan hasil bahwa