E ' K ~ L O G ~
UBA-LA0A
Dl
PERTANAMAM BAD1
DENQAN F&RMATiAN
UTAMA
P A W
F
8
~
~
~
r
( h e &
r
41
t
5tr.)
s
~
ahdl
MAX TWLUMG
vii
Judul Disertasi
:
EKOLOGI LABA-LABA Dl PERTANAMAN PAD1DENGAN PERHATIAN UTAMA PADA Pardosa pseudoannvlata (Boes. & Str.)
Nama Mahasiswa : MAXTULUNG
Program Studi : ENTOMOLOGI
-
FlTOPATOLOGlNomor Pokok : 95536 ENT
Mengetahui 1. Ko&i Pembimbing
I (Prof. Dr. Ir. Soernartono Sosromarsono)
-
(Dr. Ir. Aunu Rauf) Anggota
&
(Dr. Ir. Hermanu Triwidodo) Anggota
Ketua
(Dr. Ir. Fred Rumawas) Anggota
&
(Dr. I . Damayanti Buchori) Anggota2. Ketua Program Studi Entomologi
-
3. ram Pascasarjana FiJopatologi-
-.
1 h S
t , Ii d
(Dr.
Tandqal
/
r. Meity
$.
S~naga)MAX TULUNG lahir pada tanggal 29 Mei 1956 di Desa Pinaras,
Kecamatan Tomohon, Kabupaten Dati I t Minahasa, sebagai anak ketiga dari
enam bersaudara dari Ibu Lephina Ering dan Ayah Saul L. Tulung. Penulis menyelesaikan pendidikan SD tahun 1969 di SD GMlM Pinaras, Tomohon,
SMP tahun 1972 di SMP Pancasila Pinaras dan SPMA tahun 1976 di SPMA
Kristen Tomohon.
Pada tahun 1984 penulis rnemperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi. Pada tahun 1988
memperoleh gelar Magister Sains bidang Entornologi Pertanian pada
Program Pascasarjana KPK IPB - UNSRAT. Mulai tahun ajaran 1995/1996 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Doktor pada Program
Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan melalui TMPDIBPPS.
Sejak tahun 1985 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf
pengajar di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan pada Fakultas Pertanian,
Universjtas Sam Ratulangi Manado.
Penulis menikah tanggal 12 Desember 1981 dengan Martje Tamuntuan
dan dikaruniai dua orang anak yaitu Retty Florry Tulung (15 tahun) dan lwan
UCAPAN TERIMA KASlH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena oleh berkat dan karuniaNYA penulis dapat memecahkan berbagai
perrnasalahan yang silih berganti dalam penyelesaian disertasi ini. Penulis
menyadari bahwa selesainya disertasi ini juga berkat segala upaya dan
usaha serta bantuan baik secara langsung maupun tjdak langsung dari
berbagai pihak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati semua bantuan
yang telah diberikan.
Pada kesempatan ini penulis menyarnpaikan penghargaan dan
terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Soemartono Sosromarsono atas kesediaan
beliau menjadi ketua komisi pembimbing. Bimbingan beliau yang yang
cermat, teliti, ketat dan terarah telah menuntun penulis untuk berpikir,
mensintesis dan mengambil keputusan dalam memecahkan permasalahan
secara sistematis. Di samping itu penulis juga merasakan banyak tuntunan
tentang konsistensi, ketekunan, ketelitian dan kesederhanaan sikap. Jasa
dan budi baik beliau akan dijadikan sebagai catatan khusus dalarn penataan
profesi penulis.
Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sama juga disampaikan
kepada Dr. Ir. Aunu Rauf, Dr. Ir. Fred Rumawas, Dr. Ir. Hermanu Triwidodo dan Dr. Ir. Damayanti Buchori atas kesediaannya menjadi anggota komisi
pembimbing. Bimbingan, saran, dorongan dan dukungan beliau-beliau
sangat mernbantu daya analisis, sintesis dan sistematika berpikir penulis.
Kepada Bapak Dr. Ir. Aunu Rauf atas bimbingan di lapangan dan bantuan
pendanaan dari beliau, yang memperlancar penelitian dan penyelesaian
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Doktor (S3) di IPB. Kepada Bapak Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi yang turut membantu dalam pendanaan penelitian. Terima kasih disampaikan pula kepada Direktur Program Pascasarjana IPB dan Pengelola Tim Managemen Program Doktor (TMPD) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan dan dukungan biaya yang telah diberikan sehingga proses penyelesaian studi penulis dapat bejalan dengan lancar.
Kepada Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Direktur Pusat Kajian PHT, Fakultas Pertanian lnstitut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan fasilitas yang tersedia di laboratorium penulis ucapkan terima kasih. Terima kasih disampaikan pula kepada Keluarga Suryaman yang telah membantu pemondokan penulis selama melaksanakan penelitian, Bapak A. Suryaman dan beberapa petani yang telah menyediakan lahan percobaan serta mernbantu dalam pelaksanaan penefitian. Demikian pula kepada seluruh rekan pada Program Studi Entomologi
-
Fitopatologi diucapkan terima kasih.Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada istri tercinta dan anak-anak Retty dan lwan serta ayah dan ibu yang dengan penuh kesetiaan, ketekunan, kesabaran, membantu dan mendorong spiritual penulis sampai seiesainya disertasi ini. Semoga Tuhan selalu memberkati kita.
Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau !
Kalungkanlah itu pada leherrnu, tuliskanlah itu pada loh hatimu,
rnaka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalarn
pandangan Allah serta manusia.
DAFTAR IS1
Halaman
...
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
...
BAB I PENDAHULUAN
...
...
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
...
...
Manfaat Penelitian
...
Daflar Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
...
Taksonomi Laba-laba
...
Biologi Laba-laba
...
Ekologi Laba-laba
...
Peranan Laba-laba sebagai Predator Serangga Hama Tanaman Padi
...
Cara-cara Pengamatan dan Predasi Laba-laba Terutama Pardosa pseudoannulata
...
Daftar Pustaka
...
BAB I I t KOMUNITAS L A B A - I # ~ A D I PERTANAMAN PAD l
...
Abstrak
... Pendahuluan
... Bahan dan Metode
... Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan ... Daftar Pustaka ...
... Lampiran
BAB IW KOLONISASI L A ~ A - L A B ~ P A D A PERTANAMAN PADI ... Abstrak
Pendahuluan ...
Bahan dan Metode ... Hasil dan Pernbahasan ...
...
Kesimpulan...
Daftar Pustaka...
LampiranBAB V PERKEMBANGAN POPULASI LABA-LABA SERIGALA.
Paniosa pseudoannulata (Boes
.
& Str.) PADA PER-TANAMAN PAD1
...
Abstrak
Pendahuluan
...
...
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
...
Kesimpulan
...
..
...
Daftar Pustaka
...
BAB VI PEMANGSAAN LABA-LABA Pardosa pseudoannulata
(Boes
.
& Str.) Dl PERTANAMAN PAD1...
...
Abstrak
Pendahuluan
...
Bahan dan Metode
...
Hasil dan Pembahasan
...
...
Kesimpulan
Daftar Pustaka ... BAB VII PEMBAHASAN UMUM
...
.
.
...
BAB Vlll KESIMPULAN DAN SARAN
...
xiv
DAFTAR TABEL
Nornor Teks Halaman
3.1 Rataan kelimpahan relatif (%) dari berbagai spesies laba- laba pada persemaian dao pertanaman padi di Cianjur
(Desember
t
997 - Mei 1998)....
40 3.2 Keragaman spesies laba-laba pada persemaian dan perta-naman di empat tipe ekosistem padi (April
-
Agustus 1998) 45 4.1 Jenis laba-laba yang tertangkap pada perangkap jebakandan perangkap berperekat (Mei
-
Agustus 1998) ... 60 4.2 Laba-laba yang terdapat pada pematang dan pertanamanyang terkoleksi pada perangkap jebakan dan D-vac. (Mei - Agustus 1998)
...
4.3 Rataan kerapatan populasi laba-laba di pertanaman padi yang dipagari dan yang terbuka pada dua musim padi (Desember 1997 - Agustus 1998)
...
6.1 Jenis artropoda yang dimangsa oleh P. pseudoannulata di Mekarwangi dan Kertamukti (Mei
-
Agustus 1998)...
6.2 Ruang jelajah harian
P.
pseudoannulafa pada pertanaman padi (Mei-
Agustus 1998)...
6.3 Pemangsaan oleh P. pseudoannulata selama 24 Jam (Mei
-
Agustus 1998)...
6.4 Pemangsaan oleh P. pseudoannulata selama pertumbuh- an tanaman padi (Mei
-
Agustus 1998)...
Lampi ran
3.1 Jumlah tiap spesies laba-laba per 30
cmZ
(5 kati penga- matan) di persemaian pada empat tipe ekosistem padi (April-
Mei 1998)...
3.2
Jumlah tiap spesies laba-laba per 144 rumpun (12 kalipengamatan) di pertanaman pada empat tipe ekosistem padi (Desember 1997- April 1998)
...
4.1 Jumlah tiao s ~ e s i e s laba-laba vana tertanaka~
-
, . oada 45 perangkap jebakan (6 kali pengam>tan) musim4-2 Laba-laba yang terbawa udara yang tertangkap pada em- pat perangkap berperekat di Mekarwangi (Mei
-
Agustus 1998). .
. . ..
.. . . . ..
. . . . ... . .
. . ...
. . .
. . .. .... . . . .. . . .
.....
.. . . .. . .
4.3 Jumlah tiap spesies laba-laba yang tertangkap pada 96DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks
3.1
Proporsi famili yang dominan di persemaian, pematang...
dan pertanaman (Desember 1997 - April 1998)
4.1 Bentuk perangkap perekat (pandangan satu sisi)
...
4.2 Perlakuan pemagaran kelompok rumpun padi
...
4.3 Perkembangan populasi laba-laba pemburu di pertanam- an yang dipagari dan yang terbuka (Desember 1997 - Agustus 1998)..
...
4.4 Perkembangan populasi laba-laba pembuat jaring di per- tanaman padi yang dipagari dan yang terbuka (Desernber
...
1997 - AguStus 1998)
5.1 Perkembangan populasi P. pseudoannulata pada perse- maian (I) tipe B dan C tanpa perlakuan insektisida dan (11) tipe A dan D dengan perlakuan insektisida (April
-
Mei 1998)5.2
Perkembangan populasi P. pseudoannulata dan hama we- reng pada empat tipe ekosistem padi (Mei-
Agustus 1998) 5.3 Struktur populasiP.
pseudoannulata pada persemaian padi(April
-
Mei 1998)...
5.4 Struktur populasi P. pseudoannulata pada pertanaman padi fase vegetatif dan fase generatif (Mei
-
Agustus 1998)....
6.1 Proporsi populasi wereng punggung putih, wereng cokelat dan wereng hijau di pertanaman padi (Mei
-
Agustus q998) 6.2 Perbandingan perkembangan populasi tiga spesies we-reng di pertanaman padi (Mei - Agustus 1998)
...
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Beras mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan petani,
baik sebagai produsen maupun konsumen, terutama di negeri penanam padi
(Huggan 1995). Beras merupakan bahan makanan pokok untuk lebih dari 2,4
miliar orang di Asia dan ratusan juta orang di Afrika dan Arnerika Latin
(Heinrichs 1994, Lampe 1995). Pada pertengahan abad mendatang
penduduk dunia konsumen beras diperkirakan akan bertambah hingga 4.6
milyar (Lampe 1995). Populasi konsumen beras bertambah kira-kira 2 %
setiap tahunnya, sedangkan pertambahan produksi hanya bertambah 1.2 O h
(Khush 1995).
Di Indonesia beras merupakan bahan makanan pokok penting yang
berperan strategis karena sebagian besar penduduk menganggap beras
menentukan status sosial dalarn organisasi masyarakat. Kebutuhan beras
terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, untuk mencukupi
kebutuhan dalarn negeri maka dalam beberapa tahun terakhir ini telah
dilakukan impor lebih kurang 2 juta ton setiap tahun ( B P S 1998).
Dalam usaha meningkatkan produksi padi untuk mencukupi kebutuhan
dalam negeri, hama dan penyakit rnerupakan faktor penting yang membatasi
produksi. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengendalikan hama
terutarna hama wereng coklat seperti penggunaan insektisida yang pada
akhirnya menyebabkan berbagai dampak yang merugikan lingkungan.
tepat untuk diterapkan dalam upaya pengendalian hama dan penyakit
tanaman padi, yang disesuaikan dengan kondisi ljngkungan dan sosial
budaya setempat (Oka 1995).
Hama dan penyakit dapat dipandang sebagai resultante gangguan
ekologis yang mencerminkan ,gejala kerapuhan suatu ekosistem. Kerapuhan
ini muncul karena adanya pengenceran musuh alami, sebagai akibat
sempitnya ragam musuh alami atau rendahnya populasi musuh alami. OIeh
karena itu, salah satu pendekatan dalam PHT adalah upaya
memaksimumkan keefektifan peran musuh alami. PHT merupakan upaya
penghimpunan sumberdaya dari dalam agroekosistem, baik untuk
memberdayakan musuh alami maupun cara bercocok tanam yang mampu
menangkal dan mengekang perkembangan hama dan penyakit (Rauf 1994,
1996, Rauf
et
a/.
1994, Triwidodo & Rauf 1994). Bertarnbahnya pemahamanekosistem dan interaksi keragaman hayati pada tiga jenjang trofik yaitu padi,
hama dan musuh alami adalah dasar prognostik untuk mengantisipasi
meledaknya hama (Andow 1991, Hossain 1995).
Ekosistem padi sawah terdiri dari berbagai kelompok komunitas yang
sating berinteraksi. Komunitas artropoda urnurnnya terdiri dar/ banyak
kelompok populasi yang mempunyai peranan penting dalam ekosistern itu.
Serangga dan laba-laba merupakan kelompok artropoda yang rnendominasi
ekosistem padi sawah. Berdasarkan peranannya dalarn ekosistem padi maka
artropoda tersebut dapat dibedakan dalam ernpat kelompok
guild
yaitu pemakan tumbuhan, predator, parasitoid dan artropoda lainnya termasukpemakan bahan organik mati dan pengunjung sementara (Cheng 1995,
Laba-laba secara umum telah dikenal sebagai predator terhadap
banyak jenis serangga. Riechert & Lockley (1984) menyatakan bahwa laba-
laba adalah agens pengendalian hayati yang potensial bagi banyak jenis
serangga hama. Banyak jenis laba-laba yang sudah diketahui sebagai
predator umum yang dapat memangsa berbagai jenis dan stadia serangga
hama yang perlu dipertimbangkan dalam pengendalian hama. Dicko (1998)
melaporkan bahwa laba-laba adalah predator serangga hama yang paling
tinggi populasinya pada tanaman sorgum dan kacang tanah di Burkinafaso,
Afrika. Nyffeler & Benz (1 988) menyatakan laba-laba serigala, Pardosa spp.
(Lycosidae), adalah predator umum terhadap artropoda kecil yang bertubuh
lunak pada tanaman gandum. Sterling, Dean & Abd. El-salam (1992)
menyatakan bahwa laba-laba merupakan predator penting terhadap wereng
kapas Pseudatomoscelis seriatus (Reuter) di Texas Timur. Nyffeler, Dean &
Sterling (1 987) menyebut Oxyopes salticus (Hentz.) sebagai predator umurn
hama maupun bukan hama pada tanaman kapas sepert~ wereng, kutudaun,
jenis-jenis Diptera, kepik Geocoris, larva Chrysopa serta laba-laba lainnya.
Jackson & Pollard (1996) menyebut beberapa genus penting laba-laba
pelompat (farnili Salticidae) seperti Phidippus audax (Hentz). Myrmarachne
spp. dan Portia spp. sebagai predator urnum dalam ekosistem pertanian.
Hasil penelitian tentang spesies-spesies laba-laba yang terdapat pada
ekosistem padi di beberapa negeri terutama di Asia, telah dilaporkan antara
lain dari Filipina (Barrion 1980, Heong, Aquino & Barrion 1991), Korea
(Okurna, Lee & Hokyo 1972), dan China (Cheng 1995). Di Indonesia sampai
saat ini belum pernah dilakukan penelitian secara intensif tentang fauna
pada beberapa areal persawahan di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa
Tengah (Barrion & Litsinger 1995).
Laba-laba adalah kelompok artropoda yang melimpah pada
pertanaman padi dan rnemangsa berbagai spesies serangga hama
(Barrion 1980, IRRl 1977, 1978). Laba-laba dapat dikonservasi dan
diaugmentasi untuk rnengendalikan populasi banyak jenis serangga hama
tanaman (Kamal, Odud & Begum 1990). Pardosa pseudoannulafa Boes. &
Str. adalah salah satu spesies yang sangat potensial untuk pengendalian
berbagai spesies serangga harna pada pertanaman padi. Rubia, Almazan &
Heong (1990) menyatakan bahwa
P.
pseudoannulafa mernangsa berbagai jenis serangga seperti wereng hijau, wereng cokelat, penggerek batang padikuning, jenis-jenis Collernbola dan Diptera serta serangga predator seperti
Cyrtorhinus ljvjdipennis Reuter. Kumar, Singh & Pandey (1 996) rnelaporkan
bahwa P. pseudoannulata berperan penting terhadap dinamika populasi
hama putih palsu, Cnaphalocrosis medinalis Guen.
Kehadiran laba-laba pada suatu ekosistern pertanian dapat terjadi
karena laba-laba tersebut rnernencar secara pasif melafui udara dalam jarak dekat sampai jauh dari habitat sekitarnya dengan cara melayang dan
pergerakan secara aktif seperti berjalan di atas permukaan tanah (Bishop &
Riechert 1990)
Laba-iaba dikenal sebagai predator urnum terhadap berbagai serangga
pada ekosistern alami dan pertanian. Sepert~ halnya dengan mahluk lainnya,
laba-laba dalam pertumbuhan dan perkembangannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik fisik maupun biotik dan sifat individu (Berryman 1981).
lingkungannya sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
penting seperti ketersediaan air terutama pada musim kemarau dan letak
persawahan khususnya dari aspek jarak dari saluran irigasi. Oleh karena
faktor-faktor tersebut maka petani melakukan beberapa pola tanarn yang
berbeda seperti padi
-
padi-
padi, padi-
padi-
kedelai, dan padi-
padi-
bera. Keragaman lingkungan sekitar persawahan dan pengelolaan sawah
yang berbeda diduga turut rnempengaruhi keberadaan dan keragaman
artropoda seperti laba-laba yang hidup dan berkembang pada ekosistem
tersebut.
Keragaman ekosistem diduga turut berperan menentukan keragaman
spesies dan dominansi spesies laba-laba tertentu. Hal tersebut mungkin
dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan peranan laba-laba sebagai
agens pengendalian hama. Dalam rangka mengoptirnalkan peranan laba-
laba sebagai agens pengendalian hayati terhadap beragam spesies hama
pada pertanaman padi dan penyempurnaan sistem pengendalian hayati
pada tanaman padi, diperlukan banyak informasi biologi dan ekologi laba-
laba. Untuk itu penelitian diarahkan pada berbagai aspek ekologi yang
diharapkan dapat dimodifikasi sedemikian rupa untuk memaksimalkan peran
laba-laba terutama yang potensial sebagai agens pengendalian hayati
terhadap serangga harna pada pertanarnan padi. Penetitian terdiri dari studi
kornunitas dan keragaman spesies laba-laba pada beberapa ekosistem padi,
kolonisasi pertanaman padi oleh laba-laba, perkembangan populasi laba-
laba serigala,
P.
pseudoannulata,
dan pemangsaan laba-laba tersebut terhadap serangga hama di pertanaman padi. Pengetahuan tersebutselama ini diabaikan, dan akan sangat bermanfaat untuk upaya
pengendalian secara hayati hama tanaman padi dalam program PHT.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan urituk mernahami sejauh mana faktor ekologi
mempengaruhi peran laba-laba terutama
P.
pseudoannulata sebagai predator terhadap serangga hama di pertanarnan padi.Adapun tujuan khusus berdasarkan pada topik-topik penelitian adalah :
(1) rnemahami struktur komunitas laba-laba pada empat tipe ekosistem
pertanarnan padi yaitu pola tanam yaitu padi - padi
-
padi denganpengelolaan teknis, padi
-
padi-
padi dengan pengelolaan tradisional,padi
-
padi-
kedelai dan padi - padj - bera.(2) memahami cara invasi, sumber dan proses kolonisasi laba-laba di
pertanaman padi.
(3) memahami perkernbangan populasi laba-laba serigala, P.
pseudoannulafa di persemaian dan pertanarnan padi.
(4) memahami jenis mangsa, ruang jelajah, perilaku dan potensi
pemangsaan oleh laba-laba P. pseudoannulafa terhadap serangga
Manfaat Penelitian
Penelitian tentang komunitas laba-laba pada ekosistern padi akan
memberikan informasi tentang struktur komunitas dan keragaman spesies
laba-laba di pertanaman padi. Keanekaragaman lingkungan fisik dan biotik
yang berbeda pada empat tipe ekosistem padi yang disebutkan di Tujuan
Penelitian akan berpengaruh terhadap perikehidupan laba-laba. Dengan
informasi yang lebih rinci tentang pengaruh faktor-faktor tersebut,
diharapkan faktor-faktor itu dapat dimodifikasi untuk mengoptimalkan peran
laba-laba sebagai pengendali hama padi. Pemahaman tentang kolonisasi
laba-laba di pertanaman padi memberikan informasi cara invasi laba-laba
pemburu dan pembuat jaring baik yang terpencar melalui udara maupun aktif
berjalan di atas permukaan tanah, sumber dan proses kolonisasi laba-laba di
pertanaman padi. Pemahaman perkembangan populasi dapat mernber~kan
informasi tentang hubungan perkembangan populasi P. pseudoannulata
dengan perkembangan populasi hama wereng dan pertumbuhan tanarnan
padi. Data pemangsaan oleh P. pseudoannulata memberikan informasi kemampuan pemangsaan terhadap serangga terutama serangga hama yang
dimangsa dalam kondisi lapang. Informasi-inforrnasi tersebut diharapkan
dapat dimanfaatkan dalam rangka penyempurnaan teknik pengendalian
Daftar Pustaka
Andow, D. A. 1991. Vegetational diversity and arthropod population response. Annu. Rev. Entomol. 36 : 561 - 586.
Barrion, A. T. 1980. The spider fauna of Philippine dryland and wetland rice agroecosystems. Faculty of the Graduate School, University of the Philippine at Los Banos:Thesis. 580 p.
Barrion, A. T. & J. A. Litsinger. 1995. Riceiand spider of South and Southeast Asia. lnternational Rice Research Institute. Manila. CAB International. 716 p.
Berryman, A. 1981. Population systems : A general introduction. Plenum Press. New York. 222p.
Biro Pusat Statistik (BPS). ?998. Buletin Ringkas BPS. Jakarta.
Bishop, L. & S. E. Riechert. 1990. Spider colonization of agroecosystern : Mode and source. Environ. Entomol. 19 (16) : 1738
-
1745.Cheng, J. 1995. Arthropod community structures in rice ecosystem of China. Paper presented at the Workshop on Sustainable IPM in Tropical Rice, Bogor. Indonesia. 5
-
7 December 1995. 15 p.Dicko, I. 0. 1998. Indigenous knowledge of pest and beneficial arthropods fauna on sorghum and groundnut in Burkinafaso. lnternational Arachis Newsletter. 18 : 24 - 27.
Heinrichs, E. A. 1994. Rice. in E. A. Heinrichs (ed). Biology and management of rice insect. Publishing for One World Wiley Eastern Limited, New Age International Limited. pp ? - 12.
Heong, K. L., G. B. Aquino & A. T. Barrion. 1991. Arthropod community structures of rice ecosystems in the Philippines. Bull. Entomol. Res. 81 : 407- 41 6.
Hossain, M. 1995. Rice research for food security and sustainable agricultural development in Asia : Achievements and future challenges. Geo-Journal 35 (3) : 286 - 298.
Hung. N. Q & L. P. Lan. 1995. Progress study on the arthropod community of rice ecosystem in the Mekong Delta, Vietnam. Paper presented at the Workshop on Sustainable IPM in Tropical Rice, Bogor, Indonesia. 5
-
7 December 1995. 29 p.International Rice Research Institute. 1978. Annual Report
for
1977. Los Banos, Philippines. 548 p.International Rice Research Institute. 1979. Annual Report for 1978. Los Banos, Philippines. 478 p.
Jackson, R. R. & S.
D.
Pollard. 1996. Predatory of jumping spiders. Annu. Rev. Entomol. 41 : 795-
308.Karnal, N. Q., A. Odud & A. Begum. 1990. The spider fauna in and around the Bangladesh Rice Research Institute farm and their role as predator of rice insect pest. Philipp. Entomol. 8(2) : 771 -777.
Khush, G. S. 1995. Modern varieties - their real contribution to food supply and equity. Geo-Journal 35 (3) : 275
-
284.Kumar,
P.,
R. Singh & S. K. Pandey. 1996. Population dynamics of leaf folder, Cnaphalocrosis medinalis Guen., in relation to stage of the crop, weather factors and predatory spiders. J. Entomol. Res. 20 (3) : 205 - 21 0.Lampe, K. 1995. Rice research : Food for 4 billion people. Geo-Journal 35 (3) : 253
-
259.Nyffeler, M., D. A. Dean & W. L. Sterling. ?987. Evaluation of the importance of the striped lynx spider. Oxyopes salticus (Araneae, Oxyopidae) as a predator in Texas Cotton. Environ. Entomol. 16(5) : 1114- 1123.
Nyffeler. M. & G. Benz. 1988. Feeding ecology and predatory importance of wolf spiders (Pardosa spp.) (Araneae, Lycosidae) in winter wheat fields. J. Appl. Entomol. 106 : 123 - 134.
Okuma, C.. M. H. Lee & N. Hokyo. 1978. Fauna of spiders in a paddy fields in Suweon, Korea. Esakia 11 : 8f - 88.
Rauf, A. 1994. Pengendalian hama terpadu : Back to basic. Makalah disampaikan dalam Seminar Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman, Bogor, 3 Desember 1994.
Rauf, A. 1996. Analisis ekosistem dalam pengendatian hama terpadu. Materi Pelatihan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Padi dan Palawija Tingkat Nasional. Jatisari 2
-
19 Januari 1996.Rauf, A., T. Marse & N. K. Hutagalung. 1994. Pengendalian hama terpadu : Kasus sekolah lapang di Jawa Barat. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Keterkaitan Kelembagaan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Agribisnis, Bogor. 20 September 1994.
Riechert, S. E. & T. Lockley. 1984. Spiders as biological control agents. Annu. Rev. Entomol. 29 : 299
-
320.Rubia, E. G., L. P. Almazan & K. L. Heong. 1990. Predation of yellow stem borer (YSB) moths by wolf spider. IRRN. 15
(5).
Settle, W. H., H. Ariawan, E. T. Astuti, W. Cahyana, A. L. Hakim. D. Hindayana, A. S. Lestari, Sartanto & Pajarningsih. 1996. Managing tropical rice pests through conservation of generalist natural enemies and alternative prey. Ecology 77 (7) : 1975
-
1988.Sterling, W. L., A. Dean & N. M. Abd. El-Salam. 1992. Economic benefits of spiders (Araneae) and insect (Hemiptera : Miridae) predators of cotton fleahoppers. J. Econ. Entomot. 85 ( 7 ) 52 - 57.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Laba-laba
Laba-laba tergolong dafam filum Artropoda, subfilum Chelicerata, kelas
Arachnida dan ordo Araneae. Laba-laba mudah dibedakan dari serangga
dengan ciriciri sebagai berikut : tubuh hanya terbagi dalam dua bagian yaitu
abdomen dan sefalotoraks, tidak memiliki antena, tungkai empat pasang,
sepasang palpus yang terdiri dari enarn mas yang pada jantan dimodifikasi
untuk memindahkan sperma, tidak bersayap, memiliki mata oseli yang sangat
sederhana berjumlah empat atau dua pasang. Sefalotoraks dihubungkan
oleh pedisel dengan abdomen. Pada sefalotoraks terdapat mata oseli, alat
mulut dan tungkai. Pada abdomen terdapat sistem pernafasan, reproduksi
dan pencernaan serta alat pemintal sutera. Bagian atas sefalotoraks disebut
karapas dan bagian bawahnya disebut sternum yang bagian depannya
disebut labium. Bagian-bagian utama tubuh yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi spesies antara lain mata oseli, alat mulut, tungkai pada
sefalotoraks serta ukuran dan bentuk abdomen dan gambaran yang terdapat
padanya (Barrion & Litsinger 1990, 1994, 1995, Kaston 1978)
.
Fauna laba-laba pada ekosistern padi telah banyak diteliti terutama di
beberapa negeri Asia yang banyak menanam padi. Barrion & Litsinger (1 995)
telah mengidentifikasi spesies laba-laba pada pertanaman padi dan
melaporkan sebanyak 342 spesies dalam 131 genus dan 26 famili yang
tersebar di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Famili-famili penting yang
terdapat pada pertanaman padi di antaranya adalah Tetragnathidae,
1 2
Beberapa spesies yang sangat terkenal dan sering diternukan pada tanarnan
padi yaitu P. pseudoannulata, Oxyopes lineatipes C . L Koch, Oxyopes javanus
Thorell, Phidippus sp., Atypena adelinae Barr. 8 Lits., Araneus inustus C.L. Koch, Argiope catenulata (Doleschal I), dan Tetragnatha maxiflosa Thorell.
P. pseudoannulata (syn. Lycosa pseudoannulata Boes. et Str.) (Farn. Lycosidae) adalah salah satu sbssies laba-laba yang umurn pada pertanaman padi, dikenal dengan nama umurn laba-laba serigala. Laba-laba ini tersebar
luas di beberapa negeri yang menanam padi seperti Filipina, Jepang. Korea,
India, Bangladesh, Nepal, Laos, Kambodia, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Indonesia (Barrion & Litsinger 1995). Laba-laba serigala
tersebut juga dilaporkan terdapat dalarn populasi cukup tinggi pada tanarnan
palawija terutarna kedelai (Shepard et al. 1997). van den Berg, Hassan & Marzuki (1998) rnelaporkan bahwa pada tanaman kedelai laba-laba P.
pseudoannulata adalah predator urnum yang sering diternukan selarna fase pertumbuhan vegetatif.
P. pseudoannulafa dikenal oleh petani dengan ciri-ciri gambaran seperti garpu pada punggung sefalotoraks dan garnbaran berupa garis danlatau
b e a k berwarna putih pada abdomen. Betina dewasa panjang tubuhnya 9,95
mm; sefalotoraks panjang 4,75 rnrn, lebar 4.00 rnrn dan tebal 3,00 rnrn;
abdomen panjang 5,20 mrn, lebar 5,00 rnrn dan tebal 3,50 rnrn. Sefalotoraks
berwarna kelabu coklat sampai kelabu gelap kecuali daerah mata, di bagian tengah terdapat gambaran berbentuk garpu dan pita submarginal. Jantan
panjang tubuhnya 6,80 mm; sefalotoraks panjang 3.80 mm, lebar 3.00 mm
dan tebal 1.80 mrn; abdomen panjang 3,20 rnm, lebar 1,80 mm, tebal
1,70
mrn. Seperti pada betina, di bagian tengah dan tepi sefalotoraks terdapat pita
13
Biologi Laba-laba
Semua laba-laba bereproduksi secara seksual dan betina bertelur
(ovipar). Banyak spesies laba-laba meletakkan telur dalam kantung telur
seperti Pardosa spp. atau kokon telur yang terbuat dari sutera, seperti pada
A. catenulata. Bentuk kokon tergantung dari spesiesnya yaitu bulat telur, bulat
memanjang, bentuk kumparan atau bentuk lonceng. Biasanya kokon tersebar
di tajuk tanaman dengan penyamaran menyerupai bagian tanaman tertentu
atau partikel tanah yang menyatu dengan sekitarnya sehingga hampir tidak
terlihat (Tetragnatha spp.). Tipe penyamaran kokon dapat juga digunakan
untuk mengidentifikasi spesies tertentu. Spesies yang mernbuat kantung telur
dan tidak mempunyai penyamaran pada kantung telurnya biasanya dijaga
oleh induknya. Laba-Iaba betina diam di atas kantung telur seperti pada
0.
javanus atau diam di samping kantung telur seperti pada A. inustus. Beberapa
spesies tertentu kantung telurnya selalu dibawa oleh induknya seperti pada
P.
pseudoannulata. Jenis laba-laba lain menempatkan telur di bagian bawah
abdomen induk atau di bagian bawah sefalotoraks seperti pada Dolomedes
spp. (Barrion & Litsinger 1995).
Untuk membedakan antara laba-Iaba pradewasa dan dewasa dapat
digunakan ukuran tubuh dan perkembangan alat genital jantan dan betina.
Pada umumnya laba-laba memperlihatkan perbedaan yang rnencolok antara
jantan dan betina. Perbedaan antara jantan dan betina dapat dilihat dari
bentuk dan ukuran palpus. yakni yang jantan rnemiliki palpus yang membesar
pada bagian tarsus sedangkan laba-laba betina bentuk dan ukuran palpusnya
hampir sama dengan tungkai. Perbedaan lain antara jantan dan betina adalah
14
abdomennya lebih ramping dibandingkan dengan betina (Barrion & Litsinger
1994, 1995, Kaston 1978, Robinson 1983).
Laba-laba adalah golongan artropoda yang mengalami metamorfosis
secara bertahap. Telur yang diletakkan oleh induk betina menetas menjadi
laba-laba muda (juvenil) selanjutnya berkembang secara bertahap sampai
menjadi dewasa. Fase juvenil'terdiri dari beberapa instar. Banyaknya instar
antara 5 - 10 tergantung dari spesies laba-laba. Laba-laba yang bertubuh
kecil juvenil hanya menjalani lima instar, sedangkan yang bertubuh besar
sampai 10 instar (Foelix 1982).
Betina P. pseudoannulata dapat meletakkan telur sebanyak 200400 butir dalam waktu 3 4 bulan lama hidupnya, dan dari jumlah telur tersebut
sekitar 60-80 akan menetas dan menghasilkan anak laba-laba yang tetap
berada di punggung induknya selama 1
-
2 hari. Betina tersebut meletakkantelur dalam kantung yang berlapis sutera. Kantung itu terletak di bagian
bawah abdomen induknya dan dibawa oleh induknya sampai menetas.
Setelah telur menetas menghasilkan laba-laba muda yang berkembang
secara bertahap menjadi dewasa melalui delapan instar juvenil.
P. pseudoannulata adalah Iaba-laba pemburu mangsa yang aktif berpindah dari suatu tempat ke tempat Lainnya dan dapat bermukim serta
bertahan pada lahan yang baru dalam waktu yang sangat singkat. Laba-laba
ini dapat rnenekan populasi hama sebelum populasinya meningkat ke aras
yang merusak (Shepard et
at.
1987). Laba-laba tersebut memangsa berbagaijenis serangga hama dan bukan hama. Jenis-jenis serangga hama penting
yang banyak dilaporkan menjadi mangsa dari laba-laba itu adatah wereng
coklat, wereng hijau dan penggerek batang padi, dan di samping itu juga
15
organik dan serangga berguna seperti predator dan parasitoid (Ooi &
Shepard 1994, Rubia, Almazan & Heong 1990).
Betina Tetragnatha spp. meletakkan telur secara berkelornpok, 100-200
butir, yang ditutupi dengan rambut-rambut halus di bagian atas batang
tanaman. Kelompok telur ditutupi dengan benang sutera. Laba-laba ini
membuat jaring berbentuk bulat di antara daun-daun yang dekat dengan air.
Pada sore hari mereka membangun jaring dan malam hari sampai pagi
menunggu mangsa yang tertangkap jaring. Mangsa yang tertangkap dengan
cepat diikat dengan benang sutera untuk kemudian dimangsanya. Pada
siang hari mereka beristirahat pada bagian bawah daun. Seekor induk betina
A. inustus dapat meletakkan telur sebanyak 600
-
800 butir. Kelompok telurdiletakkan dalam lipatan daun dan ditutupi dengan sutera. Mereka memangsa
serangga bertubuh kecil seperti wereng hijau, wereng coklat dan lalat
(Shepard et a/. 1987).
Laba-laba diketahui sebagai karnifora, pemakan artropoda lainnya.
Serangga adalah bagian terbesar dari diet laba-laba. Jenis-jenis serangga
yang dimangsa adalah dari ordo Diptera, Collembola, Coleoptera, Orthoptera,
Lepidoptera, Homoptera, Herniptera, Thysanoptera, Hymenoptera, kelompok
laba-laba sendiri, dan artropoda lainnya (Foelix 1982).
Roach (1 987) melaporkan bahwa jenis-jenis mangsa yang ditangkap
oleh P. audax (Salticidae) adalah spesies dari ordo Hornoptera (seperti
Bemisia tabaci (Genn.), Spissistilus festinus (Say .), Empoasca fabae
(Harris), Nabis amercoferus (Carayon) dan Solubea pugnax (Fab.)),
Thysanoptera (Thrips spp.), Neuroptera (Hernerobiidae). Orthoptera
(Acrididae spp., Oecanthus spp., Stagmonanthis carolina Johannsen),
1 6
(Plathypena scabra (Fab. )) dan Herniptera (Pseudatomocelis seriatus (Reuter) dan Geocoris punctipes Say.). Yeargan (1 994) rnenyebutkan lebih dari 40 spesies ngengat yang dirnangsa oleh Mastophora spp. (Salticidae).
NyfFeler & Benz (1988) rnelaporkan jenis-jenis rnangsa yang ditangkap
oleh laba-laba serigala Pardosa spp. pada tanarnan gandurn dekat Zurich
adalah kutudaun (Metopolophiurn dimodium (Walker), Sitobion avenae (Fab.) dan Rophalosiphum padi (Linn.), lalat antara lain dari famili Dolichopodidae
(Dolichopus longicornis), Opornyzidae (Opomyza florum), Drosophilidae, dan
Scatophagidae, Anthomyzidae, Muscidae, jenis-jenis Collernbola,
Staphylinidae, larva Carabidae, Hymenoptera kecil, larva Lepidoptera, laba-
laba lain dan tungau.
Ekologi Laba-laba
Laba-laba ditemukan hampir di sernua perrnukaan bumi dari kutub
sarnpai ke daerah padang pasir yang kering. Mereka terutarna berlimpah di
ternpat yang banyak vegetasi. Laba-laba dapat berpindah dari suatu ternpat
ke ternpat lain dengan bergerak aktif seperti berjalan, melornpat atau secara
tidak aktif yakni terbawa rnelalui angin atau agens lainnya. Cara yang paling
umurn diternukan adalah dengan cara ballooning yaitu pernencaran dengan
cara melayang di udara
.
Pada serangga pemencaran rnelalui angin adalah cara yang umurn karena serangga umurnnya rnempunyai sayap yang dapatmembantu terangkat dan terbawa melalui udara. Laba-laba tidak memiliki
sayap namun ternyata mampu mernencar dalarn jarak yang jauh rnelalui udara
(Bishop 1990, Plagens 1986). Pada awalnya diperkirakan hanya laba-laba
17
tetapi kernudian terbukti laba-laba dewasa yang berukuran kecil seperti
Lyniphiidae juga terbawa angin (Foelix 1982).
Secara ekotogis persebaran vertikal laba-laba dapat dikelompokkan
dalam empat zona : (I) zona tanah terdiri dari serasah daun, batuan dan
rumputan rendah hingga 15
c m ,
(2) zona lapangan dengan tinggi vegetasi 15-
180 cm. (3) zona semak sampai pohon dengan ketinggian 180-
450cm,
dan(4) zona pohon dengan ketinggian lebih dari
450
cm. Setiap zona memiliki cirii klim mikro yang spesifik, berbeda relung untuk berlindung dan berbeda
spektrum mangsa, sehingga terlihat adanya stratifikasi spesies. Misalnya
laba-laba serigala P. pullata cocok untuk hidup pada zona sangat rendah
(0
-
5 cm) sedangkan
P.
nigriceps dominan pada zona 20-
30 cm (Foelix 1982).Keragaman spesies dan populasi berkurang dari daerah tropis ke utara dan
terendah di kutub utara (Koponen 1996).
Sebagaimana halnya dengan serangga, laba-laba juga hidup pada
ekosistem alami maupun dalam ekosistem pertanian. Laba-laba akan
bermukim dan bertahan hidup pada ekosistem pertanian setiap musim tanam
melalui imigrasi secara bertahap dari habitat sekitarnya dengan berjalan atau
rnelompat, dapat juga dengan melalui udara (melayang) yang biasanya terjadi
pada instar-instar juvenil (Agnew & Smith 1989). Habitat yang tidak diolah
dan berdekatan dengan pertanaman ternyata merupakan sumber potensial
kolonisasi artropoda. Populasi laba-laba ternyata lebih banyak pada vegetasi
liar di pingiran sekitar pertanarnan dibandingkan dengan pada pertanaman
dan yang diperlakukan dengan pestisida (Altieri & Schmidt 1986). Bishop
(1990) menyebutkan bahwa laba-laba terrnasuk predator yang paling pertama
1 8
Kelimpahan dan keragaman spesies laba-laba tergantung pada
lingkungannya. Pada urnurnnya kelimpahan dan keragaman spesies laba-
laba lebih tinggi di pertanaman padi di daerah rendah yang beririgasi dari
pada di tempat yang lebih tinggi tanpa irigasi, demikian juga ternyata pada
tempat yang dekat dengan vegetasi liar lebih banyak spesies laba-laba
dibandingkan dengan yang di tengah hamparan (Barrion 1980). Alderweireldt
(1989) menyatakan bahwa pada pertanaman jagung dan gandum, beberapa
spesies laba-laba lebih menyukai pinggiran pertanaman, sedangkan spesies
lainnya lebih menyukai bagian tengah pertanaman.
lmmonen & ltamies (1994) melaporkan hasil suwai spesies laba-laba
serigala pada empat tipe habitat yaitu tepi pantai, tanah berlumpur dan dua
tipe hutan konifer. Dari 10 perangkap yang d~tempatkan pada setiap habitat
dapat ditangkap sekitar 1600 spesimen yang terdiri dari 15 spesies. Semua
spesimen yang diperoleh dikelompokkan dalam tiga kelompok : (1) spesies
yang stenotopik yaitu Pardosa amentata (CIerck) dan Pirata pifaticus (Clerck);
(2) spesies pada habitat dengan kisaran lebar yaitu spesies hutan Alopecosa
aculeata (Clerck) dan Pardosa Iugubris (Walk.), dan spesies pada lahan
berlumpur seperti Pardosa hyperborea (Thorell), Pirata uliginosus (Thorell)
dan Pardosa sphagnicola (Dahl); (3) spesies yang terdapat pada sernua
habitat seperti Alopecosa pineforum (Thorell) dan Alopecosa taeniata
(C.L.Koch).
Dalam usahatani padi sawah terdapat berbagai kegiatan yang
diterapkan oleh petani guna meningkatkan produksi. Kegiatan-kegiatan
tersebut melibatkan ekosistem pertanaman yang diduga rnernpengaruhi
19
merupakan salah satu komponen komunitas yang diduga dapat terpengaruh
oleh aktivitas bercocok tanam baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh itu dapat bersifat negatif atau positif terhadap komunitas laba-laba.
Kegiatan yang dapat berpengaruh negatif antara lain penggunaan pestisida,
pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan gulma (Mangan & Byers 1989).
Penggunaan pestisida untuk mengendalikan populasi serangga hama
dan gulma tentunya berdampak bukan hanya terhadap serangga hama dan
gulma tetapi juga komunitas artropoda lain seperti serangga parasitoid,
predator, pemakan bahan organik dan artropoda predator lain seperti laba-
laba (Settle et
a/.
1996). Pestisida dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap musuh alami. Pengaruh langsung perlakuan pestisidayaitu berkurangnya efisiensi melalui pengaruh letal dan subletal. Pengaruh
tidak langsung yaitu rnenyebabkan perubahan terhadap ukuran populasi dan
penyebaran serangga sebagai mangsa, yang mungkin mempengaruhi
perilaku pencarian dan reproduksi musuh alarni (Waage 1992). Selain itu
pengurangan penggunaan insektisida dapat mencegah pengaruh samping
terhadap serangga netral dan artropoda bermanfaat seperti parasitoid dan
predator (Cheng 1995). Petak-petak sawah yang tidak diperlakukan dengan
insektisida secara nyata lebih tinggi populasi laba-labanya dari pada petakan
yang d~perlakukan insektisida (Nugaliyadde 1995). Laba-laba serigala P.
pseudoannulata
sangat peka terhadap perlakuan insektisida baik dari kelompok karbamat maupun organofosfat (Chiu 1977).Pengaruh positif dari kegiatan usahatani tanaman padi antara lain
adalah penggunaan bahan organik, yang ternyata dapat memperkaya
20
bagi predator umum seperti laba-laba. Settle et ai. (1996) menyebutkan
bahwa penggunaan bahan organik pada pertanaman padi dapat memperkaya
jenis dan meningkatkan populasi serangga pemakan bahan organik dan
pemakan plankton. Serangga tersebut merupakan mangsa dari laba-laba
pada awal musim tanam. Tingginya populasi laba-laba pada waktu itu
memungkinkan laba-laba menekan perkembangan hama pada pertumbuhan
tanaman selanjutnya.
Peranan Laba-laba sebagai Predator Serangga Hama Di Pertanaman Padi
Ekosistem padi dihuni oieh berbagai jenis artropoda. Pada umumnya
didominansi oleh serangga dan laba-laba. Berbagai pendapat para pakar
laba-laba antara lain menyatakan bahwa laba-laba adalah komponen penting
yang mengatur populasi hama dalam ekosistem pertanian.
Laba-laba adalah predator umum yang tersebar luas di dunia dan
terdapat banyak pada ekosistem pertanian dan ekosistem alami. Laba-laba
terdapat melimpah di alam dan dapat beradaptasi pada berbagai habitat
(Barrion & Litsinger 1995). Laba-laba urnumnya tidak berbahaya bagi
manusia, hanya beberapa jenis saja yang dapat dianggap merugikan karena
gigitannya mengandung racun. Laba-laba termasuk binatang karnivor obligat
yang sering memangsa berbagai spesies serangga dan laba-laba lain yang
lebih lemah. Karena itu laba-laba juga dapat bertindak sebagai predator
serangga harna yang cukup efektif (Shepard, Barrion & Litsinger 1987).
Riechert & Lockley (1 984) menyebut bahwa populasi larva
Spodopfera
littoralis tidak berkembang sampai merusak pada pohon ape1 karena ada
tersebut berkembang secara nyata. Hasil suatu percobaan rnenunjukkan
bahwa laba-laba dapat menurunkan kerapatan larva S.
littoralis
sampai 98 %. Di daerah iklim sedang dan tropis, laba-laba telah dikenal oleh banyakpeneliti sebagai predator serangga hama tanaman padi. Berbagai penelitian
yang telah dilaksanakan di beberapa negeri Asia menunjukkan bahwa laba-
laba adalah predator penting terhadap wereng padi, dan laba-laba adalah
safah satu artropoda predator yang sangat melimpah di pertanaman padi dan
memangsa berbagai serangga hama padi selarna musim tanam.
Bertambahnya populasi wereng hijau pada pertanaman padi temyata diikuti
oleh bertambahnya jumlah laba-laba (Barrion 1980, IRRl 1978). Di Jepang
laba-laba dianggap sebagai faktor utama dalam pengaturan populasi wereng
hijau dan wereng wkelat. Hasil-hasil penelitian yang lampau menyimpultcan
bahwa laba-laba berperan penting dalam mengatur populasi wereng hijau dan
wereng cokelat pada tingkat yang rendah. Apabila kerapatan populasi laba-
laba dapat dipertahankan pada tjngkat yang relatif tinggi, maka kerapatan
populasi hama tidak akan sampai melampaui tingkat kerusakan ekonomi dan
penggunaan insektisida juga akan menurun. Pemahaman dinamika populasi
laba-laba adalah penting dan diharapkan berdasarkan ha1 itu banyak laba-
laba yang dapat diaugmentasi sebagai agens pengendalian hayati (Barrion
1980, lRRl 1978, 1979, 1980).
Tingginya tingkat predas~ oleh laba-laba serigala secara nyata dapat
menurunkan populasi generasi ketiga dari nimfa wereng cokelat dan dapat
menekan kerusakan yang disebabkan oleh wereng wkelat. Diperkirakan
2 2
predator termasuk laba-laba (IRRI 1978). Laba-laba serigala P.
pseudoannulafa dapat rnemangsa beberapa spesies hama penting pada
pertanaman padi seperti wereng wkelat, wereng hijau, wereng punggung
putih, hama putih, hama putih palsu dan lalat padi (Barrion 1980, Heinrichs
1994, IRRl 1979, Ooi & Shepard 1994, Shepard et al. 1987).
P. pseudoannulata dilaporkan sebagai predator penting terhadap nimfa dan dewasa wereng cokelat Nilaparvata Iugens Stal. dan dinyatakan terdapat
korelasi antara kepadatan P. pseudoannulata dan puncak kelimpahan populasi wereng cokelat (Arifin & Sumarto 1987; Ooi & Shepard 1994).
Dilaporkan bahwa dalam kondisj laborator~um seekor laba-laba serigala dewasa dapat memangsa wereng cokelat dewasa 23 -24 ekor per hari
(Vungsilabutr 1995). Ooi & Shepard (1 994) melaporkan bahwa laba-laba tersebut dapat memangsa wereng cokelat antara 7
-
45 ekor per hari. Lebihlanjut Hung & Lan (1 995) menyatakan bahwa di Mekong Delta, Vietnam laba- laba serigala itu dikenal sebagai salah satu predator penting wereng wkelat,
wereng punggung putih dan wereng hijau. Laporan hasil survai Kamal et a/.
(1990) pada tanaman padi di Bangladesh, menyebut bahwa P.
pseudoannulata,
0.
javanus dan Plexippus sp. adalah tiga spesies yangsangat dominan. Dalam kondisi laboratorium mereka menemukan bahwa P.
pseudoannulata memangsa wereng hijau dan wereng cokelat sebanyak 2.7
ekor nimfa dan 3.0 ekor dewasa per hari; 0. javanus memangsa 2,4 ekor nirnfa dan 2,4 ekor dewasa per hari dan T. javana memangsa
2,O
ekor nimfadan 1.9 ekor dewasa per hari. Apabila ketiga spesies itu dibandingkan
Caratara Pengamatan dan Predasi Laba-laba Terutama
P.
pseudoannulataLaba-laba adalah kelompok artropoda yang anggotanya terdiri dari
beragam ukuran, bentuk dan cara hidup. Serangga dapat aktif berpindah
dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak dekat sampai jauh dengan
menggunakan sayapnya, namun meskipun laba-laba tidak memiliki sayap
temyata dapat juga berpindah jarak jauh melalui udara. Hal ini terbukti dari
hasil tangkapan di udara dengan pesawat terbang yang mengandung laba-
laba, dan ditemukannya laba-laba di pulau kecil yang sangat jauh dari pulau
lain terbawa oleh angin yang biasa dikenal dengan istilah melayang (Bishop
1990, Bishop & Riechert 1990).
Banyak cara yang dapat digunakan untuk memonitor keberadaan taba-
laba di ekosistem alami atau ekosistem pertanian antara lain dengan
penangkapan langsung dengan tangan, penggunaan jaring serangga,
perangkap malaise, perangkap jebakan, perangkap perekat, alat pengisap,
lampu perangkap dan lain-lain (Barion 1980, Barrion & Litsinger 1995, Bishop
& Riechert 1990).
Menurut Whitcomb (1980) laba-laba pada ekosistem pertanian dapat
diarnati dar~ dua aspek : kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kualitatif harus
yang pertama dilakukan untuk mengetahui spesies yang ada kemudian
dilanjutkan dengan pengamatan kuantitatif. Beragarnnya perilaku dari
berbagai spesies merupakan petunjuk bahwa satu cara tidak cukup untuk
mengamati semua spesies.
Beberapa tipe perangkap dapat digunakan untuk rnengamati laba-laba di
lapangan tergantung pada sasaran yang ingin dicapai, yaitu perangkap
pengamatan secara langsung dan alat pengisap antara lain D-vac. Perangkap
jebakan djgunakan untuk mengamati laba-laba yang aktif berjalan atau
melompat di atas permukaan tanah (Southwood 1973, Price & Shepard
1980), perangkap berperekat untuk mengamati laba-laba yang terbawa angin
(Bishop 1990), penangkapan dengan tangan bagi individu laba-laba tertentu
baik yang aktif maupun tidak aktif tergantung keperluan misalnya untuk
mengetahui tingkat predasi baik di laboratorium maupun di lapangan, dan
penggunaan alat pengisap rnerupakan salah satu cara pengamatan yang
rnemiliki efisiensi yang sangat tinggi, biaya rendah dan kurang mernerlukan
keterampilan. Cara yang terakhir ini dapat mengamati berbagai spesies laba-
laba yang terdapat di atas tajuk tanaman dan yang diam dalam tajuk tanaman
dan dapat mengoteksi laba-laba juvenil dan dewasa (Barrion 1980). Pengisap
D-vac dan pengisap lainnya dapat rnengarnati laba-laba baik secara kualitatif
maupun kuantitatif (Whitwmb 1980).
Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu
predator dalam memilih mangsa dan jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh
seekor predator. Cara-cara penilaian itu di antaranya dengan pengujian
pemangsaan dalam kurungan, pengambilan wntoh predator di lapang
kemudian diadakan pengarnatan di laboratorium mengenai jenis mangsa yang
dikonsumsi dengan metode radio isotop, elektroforesis, biokimia, dan serologi
serta pengarnatan langsung terhadap predator yang sedang memangsa di
fapangan kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi jenis
mangsanya. Setiap cara biasanya memiliki keunggulan dan kelemahannya
(Kidd & Jervis 1996, Luck 1992, Mclver & Ternpelis 1993, Powell, Walton &
25
Pengujian predasi yang dilakukan langsung di lapangan mempunyai
beberapa keunggulan antara lain tidak mempengaruhi perilaku predator dan
dilaksanakan pada keadaan sebenarnya tanpa modifikasi terhadap
lingkungan fisik atau bictik. Cara ini tenfunya mempunyai konsekuensi antara
lain memerlukan keterampilan yang tinggi, biaya operasional yang lebih tinggi
dan waktu pengamatan di lapang lebih lama (Luck 1992). Untuk menentukan
banyaknya mangsa yang dimangsa oleh laba-laba serigala (Fam. Lywsidae),
Edgar mengemukakan satu rnetode yang sederhana. Metode tersebut
berdasarkan pada pengamatan secara langsung di lapangan terhadap laba-
laba Pardosa spp. kemudian dikombinasikan dengan data laboratorium
(Nyffeler et a/. 1987a, 1987b. Nyffeler & Benz 1988). Hasil pengamatan
dapat ditransfer ke dalam formula seperti berikut
T r . w & =
T h
yang b = rata-rata mangsa yang ditangkap setiap hari,
Tr
= lama waktu (jamper hari) laba-laba melakukan kegiatan penangkapan dan memakan mangsa,
w = rataan proporsi laba-laba dengan mangsa yang teramati selama
pengamatan, dan Th = rata-rata waktu yang diperlukan untuk menangani
seekor mangsa yaitu sejak predator mengejar mangsa hingga menghabiskan
seekor mangsa. Cara ini dapat dilakukan dengan mudah di lapang yakni
mengamati aktivitas makan laba-laba serigala pada tanaman yang terdiri dari :
mengamati periode (jamfhari) yang diperlukan untuk menangkap dan makan
rnangsa (Tf); mengamati dan menghitung proporsi laba-laba yang sedang
memangsa pada setiap waktu pengamatan (w); melakukan pengamatan
26
untuk menangani mangsa (Th), mengoleksi laba-laba yang ditemukan
menangani mangsa pada bagian keiiseranya, kemudian mengidentifikasi
spesies mangsa yang sedang dimakan.
Cara tain untuk penilaian kuantitatif predasi dengan cara menghitung
langsung jumlah rata-rata mangsa yang ditangkap seekor predator per hari
adalah menurut formula yang dikemukakan oleh Kiritani et a/. (1972) yaitu :
n = F. CR4Pr
yang
n
adalah rataan jumlah mangsa yang dimangsa oleh seekorpredator per rumpun per hari; F adalah rata-rata jumlah laba-laba yang
teramati sedang makan per rumpun padi pada saat pengamatan, Pr adalah
peluang penemuan laba-laba yang makan (rataan nilai
Pr
untuk Pardosa =0,835).
dan C adalah jumlah total laba-laba yang aktif makan selama interval waktu standar. Keuntungan utama dari metode ini adalah dapat mendugapredasi tanpa mengetahui populasi predator (Kiritani et a/. 1972, Heong
1984, Kidd & Jewis 1996). Cara ini dapat dilakukan langsung dalam kondisi
lapang dengan mengamati secara langsung aktivitas laba-laba P.
pseudoannulafa dalam memangsa spesies serangga hama tertentu. Kiritani
et
a/.
(1 972) menyebutkan bahwa berdasarkan rumus tersebut di atas mereka menentukan jumlah nimfa dan dewasa wereng hijau Nephoteffix cinticepsUhler yang dimangsa oleh seekor laba-laba P. pseudoannulafa per hari. Penelitian tentang predator umumnya memperhatikan hanya pada
jumlah mangsa yang dibunuh, tetapi tidak besamya yang dicerna, sebab
laba-laba sering membunuh lebih banyak dari yang mereka butuhkan.
Berdasarkan hasil percobaannya ternyata jumlah mangsa yang dibunuh oleh
iaba-laba berbeda besar antara laba-laba yang belum kenyang dan yang
27
tertinggal dalam usus; untuk memperoleh nilai tersebut maka kemampuan
menampung mangsa oleh usus dan rata-rata makanan yang dikeluarkan
kernbali perlu diketahui (Nakamura 7968, 1972).
Peranan laba-laba sebagai predator perlu dievaluasi untuk dapat
membuktikan sejauh mana perannya dalam memangsa serangga terutama
terhadap hama penting. Banyak penelitian yang tefah dilakukan masih
terbatas dilakukan dalam kondisi laboratorium. Pada umumnya perwbaan-
perwbaan yang dilakukan untuk pengujian pemangsaan atau tingkat predasi
dilakukan dalam kondisi laboratorium yang tentunya lingkungannya sudah
mengalami perubahan dan yang alami. Percobaan dalam kondisi laboratorium
akan mempengaruhi perilaku predator seperti laba-laba serigala yang dikenal
sebagai pemburu mangsa karena dalam kondisi demikian ruang geraknya
terbatas. Percobaan dalam kondisi lapangan diharapkan dapat memberikan
informasi yang lebih akurat (Kidd & Jervis 1996).
Sarnpai saat ini informasi yang diperoleh dari la