• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekologi Laba-laba di Pertanaman Padi dengan Perhatian Umum pada Pardosa Pseudoannulata (Boes. & Str.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekologi Laba-laba di Pertanaman Padi dengan Perhatian Umum pada Pardosa Pseudoannulata (Boes. & Str.)"

Copied!
351
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)

E ' K ~ L O G ~

UBA-LA0A

Dl

PERTANAMAM BAD1

DENQAN F&RMATiAN

UTAMA

P A W

F

8

~

~

~

r

( h e &

r

41

t

5tr.)

s

~

ahdl

MAX TWLUMG

(135)

vii

Judul Disertasi

:

EKOLOGI LABA-LABA Dl PERTANAMAN PAD1

DENGAN PERHATIAN UTAMA PADA Pardosa pseudoannvlata (Boes. & Str.)

Nama Mahasiswa : MAXTULUNG

Program Studi : ENTOMOLOGI

-

FlTOPATOLOGl

Nomor Pokok : 95536 ENT

Mengetahui 1. Ko&i Pembimbing

I (Prof. Dr. Ir. Soernartono Sosromarsono)

-

(Dr. Ir. Aunu Rauf) Anggota

&

(Dr. Ir. Hermanu Triwidodo) Anggota

Ketua

(Dr. Ir. Fred Rumawas) Anggota

&

(Dr. I . Damayanti Buchori) Anggota

2. Ketua Program Studi Entomologi

-

3. ram Pascasarjana FiJopatologi

-

-.

1 h S

t , I

i d

(Dr.

Tandqal

/

r. Meity

$.

S~naga)
(136)

MAX TULUNG lahir pada tanggal 29 Mei 1956 di Desa Pinaras,

Kecamatan Tomohon, Kabupaten Dati I t Minahasa, sebagai anak ketiga dari

enam bersaudara dari Ibu Lephina Ering dan Ayah Saul L. Tulung. Penulis menyelesaikan pendidikan SD tahun 1969 di SD GMlM Pinaras, Tomohon,

SMP tahun 1972 di SMP Pancasila Pinaras dan SPMA tahun 1976 di SPMA

Kristen Tomohon.

Pada tahun 1984 penulis rnemperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi. Pada tahun 1988

memperoleh gelar Magister Sains bidang Entornologi Pertanian pada

Program Pascasarjana KPK IPB - UNSRAT. Mulai tahun ajaran 1995/1996 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Doktor pada Program

Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan melalui TMPDIBPPS.

Sejak tahun 1985 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf

pengajar di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan pada Fakultas Pertanian,

Universjtas Sam Ratulangi Manado.

Penulis menikah tanggal 12 Desember 1981 dengan Martje Tamuntuan

dan dikaruniai dua orang anak yaitu Retty Florry Tulung (15 tahun) dan lwan

(137)

UCAPAN TERIMA KASlH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena oleh berkat dan karuniaNYA penulis dapat memecahkan berbagai

perrnasalahan yang silih berganti dalam penyelesaian disertasi ini. Penulis

menyadari bahwa selesainya disertasi ini juga berkat segala upaya dan

usaha serta bantuan baik secara langsung maupun tjdak langsung dari

berbagai pihak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati semua bantuan

yang telah diberikan.

Pada kesempatan ini penulis menyarnpaikan penghargaan dan

terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Soemartono Sosromarsono atas kesediaan

beliau menjadi ketua komisi pembimbing. Bimbingan beliau yang yang

cermat, teliti, ketat dan terarah telah menuntun penulis untuk berpikir,

mensintesis dan mengambil keputusan dalam memecahkan permasalahan

secara sistematis. Di samping itu penulis juga merasakan banyak tuntunan

tentang konsistensi, ketekunan, ketelitian dan kesederhanaan sikap. Jasa

dan budi baik beliau akan dijadikan sebagai catatan khusus dalarn penataan

profesi penulis.

Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sama juga disampaikan

kepada Dr. Ir. Aunu Rauf, Dr. Ir. Fred Rumawas, Dr. Ir. Hermanu Triwidodo dan Dr. Ir. Damayanti Buchori atas kesediaannya menjadi anggota komisi

pembimbing. Bimbingan, saran, dorongan dan dukungan beliau-beliau

sangat mernbantu daya analisis, sintesis dan sistematika berpikir penulis.

Kepada Bapak Dr. Ir. Aunu Rauf atas bimbingan di lapangan dan bantuan

pendanaan dari beliau, yang memperlancar penelitian dan penyelesaian

(138)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Doktor (S3) di IPB. Kepada Bapak Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi yang turut membantu dalam pendanaan penelitian. Terima kasih disampaikan pula kepada Direktur Program Pascasarjana IPB dan Pengelola Tim Managemen Program Doktor (TMPD) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan dan dukungan biaya yang telah diberikan sehingga proses penyelesaian studi penulis dapat bejalan dengan lancar.

Kepada Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Direktur Pusat Kajian PHT, Fakultas Pertanian lnstitut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan fasilitas yang tersedia di laboratorium penulis ucapkan terima kasih. Terima kasih disampaikan pula kepada Keluarga Suryaman yang telah membantu pemondokan penulis selama melaksanakan penelitian, Bapak A. Suryaman dan beberapa petani yang telah menyediakan lahan percobaan serta mernbantu dalam pelaksanaan penefitian. Demikian pula kepada seluruh rekan pada Program Studi Entomologi

-

Fitopatologi diucapkan terima kasih.

Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada istri tercinta dan anak-anak Retty dan lwan serta ayah dan ibu yang dengan penuh kesetiaan, ketekunan, kesabaran, membantu dan mendorong spiritual penulis sampai seiesainya disertasi ini. Semoga Tuhan selalu memberkati kita.

(139)

Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau !

Kalungkanlah itu pada leherrnu, tuliskanlah itu pada loh hatimu,

rnaka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalarn

pandangan Allah serta manusia.

(140)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

...

BAB I PENDAHULUAN

...

...

Latar Belakang

Tujuan Penelitian

...

...

Manfaat Penelitian

...

Daflar Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

...

Taksonomi Laba-laba

...

Biologi Laba-laba

...

Ekologi Laba-laba

...

Peranan Laba-laba sebagai Predator Serangga Hama Tanaman Padi

...

Cara-cara Pengamatan dan Predasi Laba-laba Terutama Pardosa pseudoannulata

...

Daftar Pustaka

...

BAB I I t KOMUNITAS L A B A - I # ~ A D I PERTANAMAN PAD l

...

Abstrak

... Pendahuluan

... Bahan dan Metode

... Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan ... Daftar Pustaka ...

... Lampiran

BAB IW KOLONISASI L A ~ A - L A B ~ P A D A PERTANAMAN PADI ... Abstrak

Pendahuluan ...

(141)

Bahan dan Metode ... Hasil dan Pernbahasan ...

...

Kesimpulan

...

Daftar Pustaka

...

Lampiran

BAB V PERKEMBANGAN POPULASI LABA-LABA SERIGALA.

Paniosa pseudoannulata (Boes

.

& Str.) PADA PER-

TANAMAN PAD1

...

Abstrak

Pendahuluan

...

...

Bahan dan Metode

Hasil dan Pembahasan

...

Kesimpulan

...

..

...

Daftar Pustaka

...

BAB VI PEMANGSAAN LABA-LABA Pardosa pseudoannulata

(Boes

.

& Str.) Dl PERTANAMAN PAD1

...

...

Abstrak

Pendahuluan

...

Bahan dan Metode

...

Hasil dan Pembahasan

...

...

Kesimpulan

Daftar Pustaka ... BAB VII PEMBAHASAN UMUM

...

.

.

...

BAB Vlll KESIMPULAN DAN SARAN

...

(142)

xiv

DAFTAR TABEL

Nornor Teks Halaman

3.1 Rataan kelimpahan relatif (%) dari berbagai spesies laba- laba pada persemaian dao pertanaman padi di Cianjur

(Desember

t

997 - Mei 1998).

...

40 3.2 Keragaman spesies laba-laba pada persemaian dan perta-

naman di empat tipe ekosistem padi (April

-

Agustus 1998) 45 4.1 Jenis laba-laba yang tertangkap pada perangkap jebakan

dan perangkap berperekat (Mei

-

Agustus 1998) ... 60 4.2 Laba-laba yang terdapat pada pematang dan pertanaman

yang terkoleksi pada perangkap jebakan dan D-vac. (Mei - Agustus 1998)

...

4.3 Rataan kerapatan populasi laba-laba di pertanaman padi yang dipagari dan yang terbuka pada dua musim padi (Desember 1997 - Agustus 1998)

...

6.1 Jenis artropoda yang dimangsa oleh P. pseudoannulata di Mekarwangi dan Kertamukti (Mei

-

Agustus 1998)

...

6.2 Ruang jelajah harian

P.

pseudoannulafa pada pertanaman padi (Mei

-

Agustus 1998)

...

6.3 Pemangsaan oleh P. pseudoannulata selama 24 Jam (Mei

-

Agustus 1998)

...

6.4 Pemangsaan oleh P. pseudoannulata selama pertumbuh- an tanaman padi (Mei

-

Agustus 1998)

...

Lampi ran

3.1 Jumlah tiap spesies laba-laba per 30

cmZ

(5 kati penga- matan) di persemaian pada empat tipe ekosistem padi (April

-

Mei 1998)

...

3.2

Jumlah tiap spesies laba-laba per 144 rumpun (12 kali

pengamatan) di pertanaman pada empat tipe ekosistem padi (Desember 1997- April 1998)

...

4.1 Jumlah tiao s ~ e s i e s laba-laba vana tertanaka~

-

, . oada 45 perangkap jebakan (6 kali pengam>tan) musim
(143)

4-2 Laba-laba yang terbawa udara yang tertangkap pada em- pat perangkap berperekat di Mekarwangi (Mei

-

Agustus 1998)

. .

. . .

.

.

. . . . ..

. . . . ..

. . .

. . .

..

. . .

. . .

. .... . . . .. . . .

.

....

.

. . . .. . .

4.3 Jumlah tiap spesies laba-laba yang tertangkap pada 96
(144)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks

3.1

Proporsi famili yang dominan di persemaian, pematang

...

dan pertanaman (Desember 1997 - April 1998)

4.1 Bentuk perangkap perekat (pandangan satu sisi)

...

4.2 Perlakuan pemagaran kelompok rumpun padi

...

4.3 Perkembangan populasi laba-laba pemburu di pertanam- an yang dipagari dan yang terbuka (Desember 1997 - Agustus 1998)..

...

4.4 Perkembangan populasi laba-laba pembuat jaring di per- tanaman padi yang dipagari dan yang terbuka (Desernber

...

1997 - AguStus 1998)

5.1 Perkembangan populasi P. pseudoannulata pada perse- maian (I) tipe B dan C tanpa perlakuan insektisida dan (11) tipe A dan D dengan perlakuan insektisida (April

-

Mei 1998)

5.2

Perkembangan populasi P. pseudoannulata dan hama we- reng pada empat tipe ekosistem padi (Mei

-

Agustus 1998) 5.3 Struktur populasi

P.

pseudoannulata pada persemaian padi

(April

-

Mei 1998)

...

5.4 Struktur populasi P. pseudoannulata pada pertanaman padi fase vegetatif dan fase generatif (Mei

-

Agustus 1998)

....

6.1 Proporsi populasi wereng punggung putih, wereng cokelat dan wereng hijau di pertanaman padi (Mei

-

Agustus q998) 6.2 Perbandingan perkembangan populasi tiga spesies we-

reng di pertanaman padi (Mei - Agustus 1998)

...

(145)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Beras mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan petani,

baik sebagai produsen maupun konsumen, terutama di negeri penanam padi

(Huggan 1995). Beras merupakan bahan makanan pokok untuk lebih dari 2,4

miliar orang di Asia dan ratusan juta orang di Afrika dan Arnerika Latin

(Heinrichs 1994, Lampe 1995). Pada pertengahan abad mendatang

penduduk dunia konsumen beras diperkirakan akan bertambah hingga 4.6

milyar (Lampe 1995). Populasi konsumen beras bertambah kira-kira 2 %

setiap tahunnya, sedangkan pertambahan produksi hanya bertambah 1.2 O h

(Khush 1995).

Di Indonesia beras merupakan bahan makanan pokok penting yang

berperan strategis karena sebagian besar penduduk menganggap beras

menentukan status sosial dalarn organisasi masyarakat. Kebutuhan beras

terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, untuk mencukupi

kebutuhan dalarn negeri maka dalam beberapa tahun terakhir ini telah

dilakukan impor lebih kurang 2 juta ton setiap tahun ( B P S 1998).

Dalam usaha meningkatkan produksi padi untuk mencukupi kebutuhan

dalam negeri, hama dan penyakit rnerupakan faktor penting yang membatasi

produksi. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengendalikan hama

terutarna hama wereng coklat seperti penggunaan insektisida yang pada

akhirnya menyebabkan berbagai dampak yang merugikan lingkungan.

(146)

tepat untuk diterapkan dalam upaya pengendalian hama dan penyakit

tanaman padi, yang disesuaikan dengan kondisi ljngkungan dan sosial

budaya setempat (Oka 1995).

Hama dan penyakit dapat dipandang sebagai resultante gangguan

ekologis yang mencerminkan ,gejala kerapuhan suatu ekosistem. Kerapuhan

ini muncul karena adanya pengenceran musuh alami, sebagai akibat

sempitnya ragam musuh alami atau rendahnya populasi musuh alami. OIeh

karena itu, salah satu pendekatan dalam PHT adalah upaya

memaksimumkan keefektifan peran musuh alami. PHT merupakan upaya

penghimpunan sumberdaya dari dalam agroekosistem, baik untuk

memberdayakan musuh alami maupun cara bercocok tanam yang mampu

menangkal dan mengekang perkembangan hama dan penyakit (Rauf 1994,

1996, Rauf

et

a/.

1994, Triwidodo & Rauf 1994). Bertarnbahnya pemahaman

ekosistem dan interaksi keragaman hayati pada tiga jenjang trofik yaitu padi,

hama dan musuh alami adalah dasar prognostik untuk mengantisipasi

meledaknya hama (Andow 1991, Hossain 1995).

Ekosistem padi sawah terdiri dari berbagai kelompok komunitas yang

sating berinteraksi. Komunitas artropoda urnurnnya terdiri dar/ banyak

kelompok populasi yang mempunyai peranan penting dalam ekosistern itu.

Serangga dan laba-laba merupakan kelompok artropoda yang rnendominasi

ekosistem padi sawah. Berdasarkan peranannya dalarn ekosistem padi maka

artropoda tersebut dapat dibedakan dalam ernpat kelompok

guild

yaitu pemakan tumbuhan, predator, parasitoid dan artropoda lainnya termasuk

pemakan bahan organik mati dan pengunjung sementara (Cheng 1995,

(147)

Laba-laba secara umum telah dikenal sebagai predator terhadap

banyak jenis serangga. Riechert & Lockley (1984) menyatakan bahwa laba-

laba adalah agens pengendalian hayati yang potensial bagi banyak jenis

serangga hama. Banyak jenis laba-laba yang sudah diketahui sebagai

predator umum yang dapat memangsa berbagai jenis dan stadia serangga

hama yang perlu dipertimbangkan dalam pengendalian hama. Dicko (1998)

melaporkan bahwa laba-laba adalah predator serangga hama yang paling

tinggi populasinya pada tanaman sorgum dan kacang tanah di Burkinafaso,

Afrika. Nyffeler & Benz (1 988) menyatakan laba-laba serigala, Pardosa spp.

(Lycosidae), adalah predator umum terhadap artropoda kecil yang bertubuh

lunak pada tanaman gandum. Sterling, Dean & Abd. El-salam (1992)

menyatakan bahwa laba-laba merupakan predator penting terhadap wereng

kapas Pseudatomoscelis seriatus (Reuter) di Texas Timur. Nyffeler, Dean &

Sterling (1 987) menyebut Oxyopes salticus (Hentz.) sebagai predator umurn

hama maupun bukan hama pada tanaman kapas sepert~ wereng, kutudaun,

jenis-jenis Diptera, kepik Geocoris, larva Chrysopa serta laba-laba lainnya.

Jackson & Pollard (1996) menyebut beberapa genus penting laba-laba

pelompat (farnili Salticidae) seperti Phidippus audax (Hentz). Myrmarachne

spp. dan Portia spp. sebagai predator urnum dalam ekosistem pertanian.

Hasil penelitian tentang spesies-spesies laba-laba yang terdapat pada

ekosistem padi di beberapa negeri terutama di Asia, telah dilaporkan antara

lain dari Filipina (Barrion 1980, Heong, Aquino & Barrion 1991), Korea

(Okurna, Lee & Hokyo 1972), dan China (Cheng 1995). Di Indonesia sampai

saat ini belum pernah dilakukan penelitian secara intensif tentang fauna

(148)

pada beberapa areal persawahan di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa

Tengah (Barrion & Litsinger 1995).

Laba-laba adalah kelompok artropoda yang melimpah pada

pertanaman padi dan rnemangsa berbagai spesies serangga hama

(Barrion 1980, IRRl 1977, 1978). Laba-laba dapat dikonservasi dan

diaugmentasi untuk rnengendalikan populasi banyak jenis serangga hama

tanaman (Kamal, Odud & Begum 1990). Pardosa pseudoannulafa Boes. &

Str. adalah salah satu spesies yang sangat potensial untuk pengendalian

berbagai spesies serangga harna pada pertanaman padi. Rubia, Almazan &

Heong (1990) menyatakan bahwa

P.

pseudoannulafa mernangsa berbagai jenis serangga seperti wereng hijau, wereng cokelat, penggerek batang padi

kuning, jenis-jenis Collernbola dan Diptera serta serangga predator seperti

Cyrtorhinus ljvjdipennis Reuter. Kumar, Singh & Pandey (1 996) rnelaporkan

bahwa P. pseudoannulata berperan penting terhadap dinamika populasi

hama putih palsu, Cnaphalocrosis medinalis Guen.

Kehadiran laba-laba pada suatu ekosistern pertanian dapat terjadi

karena laba-laba tersebut rnernencar secara pasif melafui udara dalam jarak dekat sampai jauh dari habitat sekitarnya dengan cara melayang dan

pergerakan secara aktif seperti berjalan di atas permukaan tanah (Bishop &

Riechert 1990)

Laba-iaba dikenal sebagai predator urnum terhadap berbagai serangga

pada ekosistern alami dan pertanian. Sepert~ halnya dengan mahluk lainnya,

laba-laba dalam pertumbuhan dan perkembangannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik fisik maupun biotik dan sifat individu (Berryman 1981).

(149)

lingkungannya sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor

penting seperti ketersediaan air terutama pada musim kemarau dan letak

persawahan khususnya dari aspek jarak dari saluran irigasi. Oleh karena

faktor-faktor tersebut maka petani melakukan beberapa pola tanarn yang

berbeda seperti padi

-

padi

-

padi, padi

-

padi

-

kedelai, dan padi

-

padi

-

bera. Keragaman lingkungan sekitar persawahan dan pengelolaan sawah

yang berbeda diduga turut rnempengaruhi keberadaan dan keragaman

artropoda seperti laba-laba yang hidup dan berkembang pada ekosistem

tersebut.

Keragaman ekosistem diduga turut berperan menentukan keragaman

spesies dan dominansi spesies laba-laba tertentu. Hal tersebut mungkin

dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan peranan laba-laba sebagai

agens pengendalian hama. Dalam rangka mengoptirnalkan peranan laba-

laba sebagai agens pengendalian hayati terhadap beragam spesies hama

pada pertanaman padi dan penyempurnaan sistem pengendalian hayati

pada tanaman padi, diperlukan banyak informasi biologi dan ekologi laba-

laba. Untuk itu penelitian diarahkan pada berbagai aspek ekologi yang

diharapkan dapat dimodifikasi sedemikian rupa untuk memaksimalkan peran

laba-laba terutama yang potensial sebagai agens pengendalian hayati

terhadap serangga harna pada pertanarnan padi. Penetitian terdiri dari studi

kornunitas dan keragaman spesies laba-laba pada beberapa ekosistem padi,

kolonisasi pertanaman padi oleh laba-laba, perkembangan populasi laba-

laba serigala,

P.

pseudoannulata,

dan pemangsaan laba-laba tersebut terhadap serangga hama di pertanaman padi. Pengetahuan tersebut
(150)

selama ini diabaikan, dan akan sangat bermanfaat untuk upaya

pengendalian secara hayati hama tanaman padi dalam program PHT.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan urituk mernahami sejauh mana faktor ekologi

mempengaruhi peran laba-laba terutama

P.

pseudoannulata sebagai predator terhadap serangga hama di pertanarnan padi.

Adapun tujuan khusus berdasarkan pada topik-topik penelitian adalah :

(1) rnemahami struktur komunitas laba-laba pada empat tipe ekosistem

pertanarnan padi yaitu pola tanam yaitu padi - padi

-

padi dengan

pengelolaan teknis, padi

-

padi

-

padi dengan pengelolaan tradisional,

padi

-

padi

-

kedelai dan padi - padj - bera.

(2) memahami cara invasi, sumber dan proses kolonisasi laba-laba di

pertanaman padi.

(3) memahami perkernbangan populasi laba-laba serigala, P.

pseudoannulafa di persemaian dan pertanarnan padi.

(4) memahami jenis mangsa, ruang jelajah, perilaku dan potensi

pemangsaan oleh laba-laba P. pseudoannulafa terhadap serangga

(151)

Manfaat Penelitian

Penelitian tentang komunitas laba-laba pada ekosistern padi akan

memberikan informasi tentang struktur komunitas dan keragaman spesies

laba-laba di pertanaman padi. Keanekaragaman lingkungan fisik dan biotik

yang berbeda pada empat tipe ekosistem padi yang disebutkan di Tujuan

Penelitian akan berpengaruh terhadap perikehidupan laba-laba. Dengan

informasi yang lebih rinci tentang pengaruh faktor-faktor tersebut,

diharapkan faktor-faktor itu dapat dimodifikasi untuk mengoptimalkan peran

laba-laba sebagai pengendali hama padi. Pemahaman tentang kolonisasi

laba-laba di pertanaman padi memberikan informasi cara invasi laba-laba

pemburu dan pembuat jaring baik yang terpencar melalui udara maupun aktif

berjalan di atas permukaan tanah, sumber dan proses kolonisasi laba-laba di

pertanaman padi. Pemahaman perkembangan populasi dapat mernber~kan

informasi tentang hubungan perkembangan populasi P. pseudoannulata

dengan perkembangan populasi hama wereng dan pertumbuhan tanarnan

padi. Data pemangsaan oleh P. pseudoannulata memberikan informasi kemampuan pemangsaan terhadap serangga terutama serangga hama yang

dimangsa dalam kondisi lapang. Informasi-inforrnasi tersebut diharapkan

dapat dimanfaatkan dalam rangka penyempurnaan teknik pengendalian

(152)

Daftar Pustaka

Andow, D. A. 1991. Vegetational diversity and arthropod population response. Annu. Rev. Entomol. 36 : 561 - 586.

Barrion, A. T. 1980. The spider fauna of Philippine dryland and wetland rice agroecosystems. Faculty of the Graduate School, University of the Philippine at Los Banos:Thesis. 580 p.

Barrion, A. T. & J. A. Litsinger. 1995. Riceiand spider of South and Southeast Asia. lnternational Rice Research Institute. Manila. CAB International. 716 p.

Berryman, A. 1981. Population systems : A general introduction. Plenum Press. New York. 222p.

Biro Pusat Statistik (BPS). ?998. Buletin Ringkas BPS. Jakarta.

Bishop, L. & S. E. Riechert. 1990. Spider colonization of agroecosystern : Mode and source. Environ. Entomol. 19 (16) : 1738

-

1745.

Cheng, J. 1995. Arthropod community structures in rice ecosystem of China. Paper presented at the Workshop on Sustainable IPM in Tropical Rice, Bogor. Indonesia. 5

-

7 December 1995. 15 p.

Dicko, I. 0. 1998. Indigenous knowledge of pest and beneficial arthropods fauna on sorghum and groundnut in Burkinafaso. lnternational Arachis Newsletter. 18 : 24 - 27.

Heinrichs, E. A. 1994. Rice. in E. A. Heinrichs (ed). Biology and management of rice insect. Publishing for One World Wiley Eastern Limited, New Age International Limited. pp ? - 12.

Heong, K. L., G. B. Aquino & A. T. Barrion. 1991. Arthropod community structures of rice ecosystems in the Philippines. Bull. Entomol. Res. 81 : 407- 41 6.

Hossain, M. 1995. Rice research for food security and sustainable agricultural development in Asia : Achievements and future challenges. Geo-Journal 35 (3) : 286 - 298.

(153)

Hung. N. Q & L. P. Lan. 1995. Progress study on the arthropod community of rice ecosystem in the Mekong Delta, Vietnam. Paper presented at the Workshop on Sustainable IPM in Tropical Rice, Bogor, Indonesia. 5

-

7 December 1995. 29 p.

International Rice Research Institute. 1978. Annual Report

for

1977. Los Banos, Philippines. 548 p.

International Rice Research Institute. 1979. Annual Report for 1978. Los Banos, Philippines. 478 p.

Jackson, R. R. & S.

D.

Pollard. 1996. Predatory of jumping spiders. Annu. Rev. Entomol. 41 : 795

-

308.

Karnal, N. Q., A. Odud & A. Begum. 1990. The spider fauna in and around the Bangladesh Rice Research Institute farm and their role as predator of rice insect pest. Philipp. Entomol. 8(2) : 771 -777.

Khush, G. S. 1995. Modern varieties - their real contribution to food supply and equity. Geo-Journal 35 (3) : 275

-

284.

Kumar,

P.,

R. Singh & S. K. Pandey. 1996. Population dynamics of leaf folder, Cnaphalocrosis medinalis Guen., in relation to stage of the crop, weather factors and predatory spiders. J. Entomol. Res. 20 (3) : 205 - 21 0.

Lampe, K. 1995. Rice research : Food for 4 billion people. Geo-Journal 35 (3) : 253

-

259.

Nyffeler, M., D. A. Dean & W. L. Sterling. ?987. Evaluation of the importance of the striped lynx spider. Oxyopes salticus (Araneae, Oxyopidae) as a predator in Texas Cotton. Environ. Entomol. 16(5) : 1114- 1123.

Nyffeler. M. & G. Benz. 1988. Feeding ecology and predatory importance of wolf spiders (Pardosa spp.) (Araneae, Lycosidae) in winter wheat fields. J. Appl. Entomol. 106 : 123 - 134.

(154)

Okuma, C.. M. H. Lee & N. Hokyo. 1978. Fauna of spiders in a paddy fields in Suweon, Korea. Esakia 11 : 8f - 88.

Rauf, A. 1994. Pengendalian hama terpadu : Back to basic. Makalah disampaikan dalam Seminar Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman, Bogor, 3 Desember 1994.

Rauf, A. 1996. Analisis ekosistem dalam pengendatian hama terpadu. Materi Pelatihan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Padi dan Palawija Tingkat Nasional. Jatisari 2

-

19 Januari 1996.

Rauf, A., T. Marse & N. K. Hutagalung. 1994. Pengendalian hama terpadu : Kasus sekolah lapang di Jawa Barat. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Keterkaitan Kelembagaan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Agribisnis, Bogor. 20 September 1994.

Riechert, S. E. & T. Lockley. 1984. Spiders as biological control agents. Annu. Rev. Entomol. 29 : 299

-

320.

Rubia, E. G., L. P. Almazan & K. L. Heong. 1990. Predation of yellow stem borer (YSB) moths by wolf spider. IRRN. 15

(5).

Settle, W. H., H. Ariawan, E. T. Astuti, W. Cahyana, A. L. Hakim. D. Hindayana, A. S. Lestari, Sartanto & Pajarningsih. 1996. Managing tropical rice pests through conservation of generalist natural enemies and alternative prey. Ecology 77 (7) : 1975

-

1988.

Sterling, W. L., A. Dean & N. M. Abd. El-Salam. 1992. Economic benefits of spiders (Araneae) and insect (Hemiptera : Miridae) predators of cotton fleahoppers. J. Econ. Entomot. 85 ( 7 ) 52 - 57.

(155)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Laba-laba

Laba-laba tergolong dafam filum Artropoda, subfilum Chelicerata, kelas

Arachnida dan ordo Araneae. Laba-laba mudah dibedakan dari serangga

dengan ciriciri sebagai berikut : tubuh hanya terbagi dalam dua bagian yaitu

abdomen dan sefalotoraks, tidak memiliki antena, tungkai empat pasang,

sepasang palpus yang terdiri dari enarn mas yang pada jantan dimodifikasi

untuk memindahkan sperma, tidak bersayap, memiliki mata oseli yang sangat

sederhana berjumlah empat atau dua pasang. Sefalotoraks dihubungkan

oleh pedisel dengan abdomen. Pada sefalotoraks terdapat mata oseli, alat

mulut dan tungkai. Pada abdomen terdapat sistem pernafasan, reproduksi

dan pencernaan serta alat pemintal sutera. Bagian atas sefalotoraks disebut

karapas dan bagian bawahnya disebut sternum yang bagian depannya

disebut labium. Bagian-bagian utama tubuh yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi spesies antara lain mata oseli, alat mulut, tungkai pada

sefalotoraks serta ukuran dan bentuk abdomen dan gambaran yang terdapat

padanya (Barrion & Litsinger 1990, 1994, 1995, Kaston 1978)

.

Fauna laba-laba pada ekosistern padi telah banyak diteliti terutama di

beberapa negeri Asia yang banyak menanam padi. Barrion & Litsinger (1 995)

telah mengidentifikasi spesies laba-laba pada pertanaman padi dan

melaporkan sebanyak 342 spesies dalam 131 genus dan 26 famili yang

tersebar di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Famili-famili penting yang

terdapat pada pertanaman padi di antaranya adalah Tetragnathidae,

(156)

1 2

Beberapa spesies yang sangat terkenal dan sering diternukan pada tanarnan

padi yaitu P. pseudoannulata, Oxyopes lineatipes C . L Koch, Oxyopes javanus

Thorell, Phidippus sp., Atypena adelinae Barr. 8 Lits., Araneus inustus C.L. Koch, Argiope catenulata (Doleschal I), dan Tetragnatha maxiflosa Thorell.

P. pseudoannulata (syn. Lycosa pseudoannulata Boes. et Str.) (Farn. Lycosidae) adalah salah satu sbssies laba-laba yang umurn pada pertanaman padi, dikenal dengan nama umurn laba-laba serigala. Laba-laba ini tersebar

luas di beberapa negeri yang menanam padi seperti Filipina, Jepang. Korea,

India, Bangladesh, Nepal, Laos, Kambodia, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Indonesia (Barrion & Litsinger 1995). Laba-laba serigala

tersebut juga dilaporkan terdapat dalarn populasi cukup tinggi pada tanarnan

palawija terutarna kedelai (Shepard et al. 1997). van den Berg, Hassan & Marzuki (1998) rnelaporkan bahwa pada tanaman kedelai laba-laba P.

pseudoannulata adalah predator urnum yang sering diternukan selarna fase pertumbuhan vegetatif.

P. pseudoannulafa dikenal oleh petani dengan ciri-ciri gambaran seperti garpu pada punggung sefalotoraks dan garnbaran berupa garis danlatau

b e a k berwarna putih pada abdomen. Betina dewasa panjang tubuhnya 9,95

mm; sefalotoraks panjang 4,75 rnrn, lebar 4.00 rnrn dan tebal 3,00 rnrn;

abdomen panjang 5,20 mrn, lebar 5,00 rnrn dan tebal 3,50 rnrn. Sefalotoraks

berwarna kelabu coklat sampai kelabu gelap kecuali daerah mata, di bagian tengah terdapat gambaran berbentuk garpu dan pita submarginal. Jantan

panjang tubuhnya 6,80 mm; sefalotoraks panjang 3.80 mm, lebar 3.00 mm

dan tebal 1.80 mrn; abdomen panjang 3,20 rnm, lebar 1,80 mm, tebal

1,70

mrn. Seperti pada betina, di bagian tengah dan tepi sefalotoraks terdapat pita

(157)

13

Biologi Laba-laba

Semua laba-laba bereproduksi secara seksual dan betina bertelur

(ovipar). Banyak spesies laba-laba meletakkan telur dalam kantung telur

seperti Pardosa spp. atau kokon telur yang terbuat dari sutera, seperti pada

A. catenulata. Bentuk kokon tergantung dari spesiesnya yaitu bulat telur, bulat

memanjang, bentuk kumparan atau bentuk lonceng. Biasanya kokon tersebar

di tajuk tanaman dengan penyamaran menyerupai bagian tanaman tertentu

atau partikel tanah yang menyatu dengan sekitarnya sehingga hampir tidak

terlihat (Tetragnatha spp.). Tipe penyamaran kokon dapat juga digunakan

untuk mengidentifikasi spesies tertentu. Spesies yang mernbuat kantung telur

dan tidak mempunyai penyamaran pada kantung telurnya biasanya dijaga

oleh induknya. Laba-Iaba betina diam di atas kantung telur seperti pada

0.

javanus atau diam di samping kantung telur seperti pada A. inustus. Beberapa

spesies tertentu kantung telurnya selalu dibawa oleh induknya seperti pada

P.

pseudoannulata. Jenis laba-laba lain menempatkan telur di bagian bawah

abdomen induk atau di bagian bawah sefalotoraks seperti pada Dolomedes

spp. (Barrion & Litsinger 1995).

Untuk membedakan antara laba-Iaba pradewasa dan dewasa dapat

digunakan ukuran tubuh dan perkembangan alat genital jantan dan betina.

Pada umumnya laba-laba memperlihatkan perbedaan yang rnencolok antara

jantan dan betina. Perbedaan antara jantan dan betina dapat dilihat dari

bentuk dan ukuran palpus. yakni yang jantan rnemiliki palpus yang membesar

pada bagian tarsus sedangkan laba-laba betina bentuk dan ukuran palpusnya

hampir sama dengan tungkai. Perbedaan lain antara jantan dan betina adalah

(158)

14

abdomennya lebih ramping dibandingkan dengan betina (Barrion & Litsinger

1994, 1995, Kaston 1978, Robinson 1983).

Laba-laba adalah golongan artropoda yang mengalami metamorfosis

secara bertahap. Telur yang diletakkan oleh induk betina menetas menjadi

laba-laba muda (juvenil) selanjutnya berkembang secara bertahap sampai

menjadi dewasa. Fase juvenil'terdiri dari beberapa instar. Banyaknya instar

antara 5 - 10 tergantung dari spesies laba-laba. Laba-laba yang bertubuh

kecil juvenil hanya menjalani lima instar, sedangkan yang bertubuh besar

sampai 10 instar (Foelix 1982).

Betina P. pseudoannulata dapat meletakkan telur sebanyak 200400 butir dalam waktu 3 4 bulan lama hidupnya, dan dari jumlah telur tersebut

sekitar 60-80 akan menetas dan menghasilkan anak laba-laba yang tetap

berada di punggung induknya selama 1

-

2 hari. Betina tersebut meletakkan

telur dalam kantung yang berlapis sutera. Kantung itu terletak di bagian

bawah abdomen induknya dan dibawa oleh induknya sampai menetas.

Setelah telur menetas menghasilkan laba-laba muda yang berkembang

secara bertahap menjadi dewasa melalui delapan instar juvenil.

P. pseudoannulata adalah Iaba-laba pemburu mangsa yang aktif berpindah dari suatu tempat ke tempat Lainnya dan dapat bermukim serta

bertahan pada lahan yang baru dalam waktu yang sangat singkat. Laba-laba

ini dapat rnenekan populasi hama sebelum populasinya meningkat ke aras

yang merusak (Shepard et

at.

1987). Laba-laba tersebut memangsa berbagai

jenis serangga hama dan bukan hama. Jenis-jenis serangga hama penting

yang banyak dilaporkan menjadi mangsa dari laba-laba itu adatah wereng

coklat, wereng hijau dan penggerek batang padi, dan di samping itu juga

(159)

15

organik dan serangga berguna seperti predator dan parasitoid (Ooi &

Shepard 1994, Rubia, Almazan & Heong 1990).

Betina Tetragnatha spp. meletakkan telur secara berkelornpok, 100-200

butir, yang ditutupi dengan rambut-rambut halus di bagian atas batang

tanaman. Kelompok telur ditutupi dengan benang sutera. Laba-laba ini

membuat jaring berbentuk bulat di antara daun-daun yang dekat dengan air.

Pada sore hari mereka membangun jaring dan malam hari sampai pagi

menunggu mangsa yang tertangkap jaring. Mangsa yang tertangkap dengan

cepat diikat dengan benang sutera untuk kemudian dimangsanya. Pada

siang hari mereka beristirahat pada bagian bawah daun. Seekor induk betina

A. inustus dapat meletakkan telur sebanyak 600

-

800 butir. Kelompok telur

diletakkan dalam lipatan daun dan ditutupi dengan sutera. Mereka memangsa

serangga bertubuh kecil seperti wereng hijau, wereng coklat dan lalat

(Shepard et a/. 1987).

Laba-laba diketahui sebagai karnifora, pemakan artropoda lainnya.

Serangga adalah bagian terbesar dari diet laba-laba. Jenis-jenis serangga

yang dimangsa adalah dari ordo Diptera, Collembola, Coleoptera, Orthoptera,

Lepidoptera, Homoptera, Herniptera, Thysanoptera, Hymenoptera, kelompok

laba-laba sendiri, dan artropoda lainnya (Foelix 1982).

Roach (1 987) melaporkan bahwa jenis-jenis mangsa yang ditangkap

oleh P. audax (Salticidae) adalah spesies dari ordo Hornoptera (seperti

Bemisia tabaci (Genn.), Spissistilus festinus (Say .), Empoasca fabae

(Harris), Nabis amercoferus (Carayon) dan Solubea pugnax (Fab.)),

Thysanoptera (Thrips spp.), Neuroptera (Hernerobiidae). Orthoptera

(Acrididae spp., Oecanthus spp., Stagmonanthis carolina Johannsen),

(160)

1 6

(Plathypena scabra (Fab. )) dan Herniptera (Pseudatomocelis seriatus (Reuter) dan Geocoris punctipes Say.). Yeargan (1 994) rnenyebutkan lebih dari 40 spesies ngengat yang dirnangsa oleh Mastophora spp. (Salticidae).

NyfFeler & Benz (1988) rnelaporkan jenis-jenis rnangsa yang ditangkap

oleh laba-laba serigala Pardosa spp. pada tanarnan gandurn dekat Zurich

adalah kutudaun (Metopolophiurn dimodium (Walker), Sitobion avenae (Fab.) dan Rophalosiphum padi (Linn.), lalat antara lain dari famili Dolichopodidae

(Dolichopus longicornis), Opornyzidae (Opomyza florum), Drosophilidae, dan

Scatophagidae, Anthomyzidae, Muscidae, jenis-jenis Collernbola,

Staphylinidae, larva Carabidae, Hymenoptera kecil, larva Lepidoptera, laba-

laba lain dan tungau.

Ekologi Laba-laba

Laba-laba ditemukan hampir di sernua perrnukaan bumi dari kutub

sarnpai ke daerah padang pasir yang kering. Mereka terutarna berlimpah di

ternpat yang banyak vegetasi. Laba-laba dapat berpindah dari suatu ternpat

ke ternpat lain dengan bergerak aktif seperti berjalan, melornpat atau secara

tidak aktif yakni terbawa rnelalui angin atau agens lainnya. Cara yang paling

umurn diternukan adalah dengan cara ballooning yaitu pernencaran dengan

cara melayang di udara

.

Pada serangga pemencaran rnelalui angin adalah cara yang umurn karena serangga umurnnya rnempunyai sayap yang dapat

membantu terangkat dan terbawa melalui udara. Laba-laba tidak memiliki

sayap namun ternyata mampu mernencar dalarn jarak yang jauh rnelalui udara

(Bishop 1990, Plagens 1986). Pada awalnya diperkirakan hanya laba-laba

(161)

17

tetapi kernudian terbukti laba-laba dewasa yang berukuran kecil seperti

Lyniphiidae juga terbawa angin (Foelix 1982).

Secara ekotogis persebaran vertikal laba-laba dapat dikelompokkan

dalam empat zona : (I) zona tanah terdiri dari serasah daun, batuan dan

rumputan rendah hingga 15

c m ,

(2) zona lapangan dengan tinggi vegetasi 15

-

180 cm. (3) zona semak sampai pohon dengan ketinggian 180

-

450

cm,

dan

(4) zona pohon dengan ketinggian lebih dari

450

cm. Setiap zona memiliki ciri

i klim mikro yang spesifik, berbeda relung untuk berlindung dan berbeda

spektrum mangsa, sehingga terlihat adanya stratifikasi spesies. Misalnya

laba-laba serigala P. pullata cocok untuk hidup pada zona sangat rendah

(0

-

5 cm) sedangkan

P.

nigriceps dominan pada zona 20

-

30 cm (Foelix 1982).

Keragaman spesies dan populasi berkurang dari daerah tropis ke utara dan

terendah di kutub utara (Koponen 1996).

Sebagaimana halnya dengan serangga, laba-laba juga hidup pada

ekosistem alami maupun dalam ekosistem pertanian. Laba-laba akan

bermukim dan bertahan hidup pada ekosistem pertanian setiap musim tanam

melalui imigrasi secara bertahap dari habitat sekitarnya dengan berjalan atau

rnelompat, dapat juga dengan melalui udara (melayang) yang biasanya terjadi

pada instar-instar juvenil (Agnew & Smith 1989). Habitat yang tidak diolah

dan berdekatan dengan pertanaman ternyata merupakan sumber potensial

kolonisasi artropoda. Populasi laba-laba ternyata lebih banyak pada vegetasi

liar di pingiran sekitar pertanarnan dibandingkan dengan pada pertanaman

dan yang diperlakukan dengan pestisida (Altieri & Schmidt 1986). Bishop

(1990) menyebutkan bahwa laba-laba terrnasuk predator yang paling pertama

(162)

1 8

Kelimpahan dan keragaman spesies laba-laba tergantung pada

lingkungannya. Pada urnurnnya kelimpahan dan keragaman spesies laba-

laba lebih tinggi di pertanaman padi di daerah rendah yang beririgasi dari

pada di tempat yang lebih tinggi tanpa irigasi, demikian juga ternyata pada

tempat yang dekat dengan vegetasi liar lebih banyak spesies laba-laba

dibandingkan dengan yang di tengah hamparan (Barrion 1980). Alderweireldt

(1989) menyatakan bahwa pada pertanaman jagung dan gandum, beberapa

spesies laba-laba lebih menyukai pinggiran pertanaman, sedangkan spesies

lainnya lebih menyukai bagian tengah pertanaman.

lmmonen & ltamies (1994) melaporkan hasil suwai spesies laba-laba

serigala pada empat tipe habitat yaitu tepi pantai, tanah berlumpur dan dua

tipe hutan konifer. Dari 10 perangkap yang d~tempatkan pada setiap habitat

dapat ditangkap sekitar 1600 spesimen yang terdiri dari 15 spesies. Semua

spesimen yang diperoleh dikelompokkan dalam tiga kelompok : (1) spesies

yang stenotopik yaitu Pardosa amentata (CIerck) dan Pirata pifaticus (Clerck);

(2) spesies pada habitat dengan kisaran lebar yaitu spesies hutan Alopecosa

aculeata (Clerck) dan Pardosa Iugubris (Walk.), dan spesies pada lahan

berlumpur seperti Pardosa hyperborea (Thorell), Pirata uliginosus (Thorell)

dan Pardosa sphagnicola (Dahl); (3) spesies yang terdapat pada sernua

habitat seperti Alopecosa pineforum (Thorell) dan Alopecosa taeniata

(C.L.Koch).

Dalam usahatani padi sawah terdapat berbagai kegiatan yang

diterapkan oleh petani guna meningkatkan produksi. Kegiatan-kegiatan

tersebut melibatkan ekosistem pertanaman yang diduga rnernpengaruhi

(163)

19

merupakan salah satu komponen komunitas yang diduga dapat terpengaruh

oleh aktivitas bercocok tanam baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengaruh itu dapat bersifat negatif atau positif terhadap komunitas laba-laba.

Kegiatan yang dapat berpengaruh negatif antara lain penggunaan pestisida,

pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan gulma (Mangan & Byers 1989).

Penggunaan pestisida untuk mengendalikan populasi serangga hama

dan gulma tentunya berdampak bukan hanya terhadap serangga hama dan

gulma tetapi juga komunitas artropoda lain seperti serangga parasitoid,

predator, pemakan bahan organik dan artropoda predator lain seperti laba-

laba (Settle et

a/.

1996). Pestisida dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap musuh alami. Pengaruh langsung perlakuan pestisida

yaitu berkurangnya efisiensi melalui pengaruh letal dan subletal. Pengaruh

tidak langsung yaitu rnenyebabkan perubahan terhadap ukuran populasi dan

penyebaran serangga sebagai mangsa, yang mungkin mempengaruhi

perilaku pencarian dan reproduksi musuh alarni (Waage 1992). Selain itu

pengurangan penggunaan insektisida dapat mencegah pengaruh samping

terhadap serangga netral dan artropoda bermanfaat seperti parasitoid dan

predator (Cheng 1995). Petak-petak sawah yang tidak diperlakukan dengan

insektisida secara nyata lebih tinggi populasi laba-labanya dari pada petakan

yang d~perlakukan insektisida (Nugaliyadde 1995). Laba-laba serigala P.

pseudoannulata

sangat peka terhadap perlakuan insektisida baik dari kelompok karbamat maupun organofosfat (Chiu 1977).

Pengaruh positif dari kegiatan usahatani tanaman padi antara lain

adalah penggunaan bahan organik, yang ternyata dapat memperkaya

(164)

20

bagi predator umum seperti laba-laba. Settle et ai. (1996) menyebutkan

bahwa penggunaan bahan organik pada pertanaman padi dapat memperkaya

jenis dan meningkatkan populasi serangga pemakan bahan organik dan

pemakan plankton. Serangga tersebut merupakan mangsa dari laba-laba

pada awal musim tanam. Tingginya populasi laba-laba pada waktu itu

memungkinkan laba-laba menekan perkembangan hama pada pertumbuhan

tanaman selanjutnya.

Peranan Laba-laba sebagai Predator Serangga Hama Di Pertanaman Padi

Ekosistem padi dihuni oieh berbagai jenis artropoda. Pada umumnya

didominansi oleh serangga dan laba-laba. Berbagai pendapat para pakar

laba-laba antara lain menyatakan bahwa laba-laba adalah komponen penting

yang mengatur populasi hama dalam ekosistem pertanian.

Laba-laba adalah predator umum yang tersebar luas di dunia dan

terdapat banyak pada ekosistem pertanian dan ekosistem alami. Laba-laba

terdapat melimpah di alam dan dapat beradaptasi pada berbagai habitat

(Barrion & Litsinger 1995). Laba-laba urnumnya tidak berbahaya bagi

manusia, hanya beberapa jenis saja yang dapat dianggap merugikan karena

gigitannya mengandung racun. Laba-laba termasuk binatang karnivor obligat

yang sering memangsa berbagai spesies serangga dan laba-laba lain yang

lebih lemah. Karena itu laba-laba juga dapat bertindak sebagai predator

serangga harna yang cukup efektif (Shepard, Barrion & Litsinger 1987).

Riechert & Lockley (1 984) menyebut bahwa populasi larva

Spodopfera

littoralis tidak berkembang sampai merusak pada pohon ape1 karena ada

(165)

tersebut berkembang secara nyata. Hasil suatu percobaan rnenunjukkan

bahwa laba-laba dapat menurunkan kerapatan larva S.

littoralis

sampai 98 %. Di daerah iklim sedang dan tropis, laba-laba telah dikenal oleh banyak

peneliti sebagai predator serangga hama tanaman padi. Berbagai penelitian

yang telah dilaksanakan di beberapa negeri Asia menunjukkan bahwa laba-

laba adalah predator penting terhadap wereng padi, dan laba-laba adalah

safah satu artropoda predator yang sangat melimpah di pertanaman padi dan

memangsa berbagai serangga hama padi selarna musim tanam.

Bertambahnya populasi wereng hijau pada pertanaman padi temyata diikuti

oleh bertambahnya jumlah laba-laba (Barrion 1980, IRRl 1978). Di Jepang

laba-laba dianggap sebagai faktor utama dalam pengaturan populasi wereng

hijau dan wereng wkelat. Hasil-hasil penelitian yang lampau menyimpultcan

bahwa laba-laba berperan penting dalam mengatur populasi wereng hijau dan

wereng cokelat pada tingkat yang rendah. Apabila kerapatan populasi laba-

laba dapat dipertahankan pada tjngkat yang relatif tinggi, maka kerapatan

populasi hama tidak akan sampai melampaui tingkat kerusakan ekonomi dan

penggunaan insektisida juga akan menurun. Pemahaman dinamika populasi

laba-laba adalah penting dan diharapkan berdasarkan ha1 itu banyak laba-

laba yang dapat diaugmentasi sebagai agens pengendalian hayati (Barrion

1980, lRRl 1978, 1979, 1980).

Tingginya tingkat predas~ oleh laba-laba serigala secara nyata dapat

menurunkan populasi generasi ketiga dari nimfa wereng cokelat dan dapat

menekan kerusakan yang disebabkan oleh wereng wkelat. Diperkirakan

(166)

2 2

predator termasuk laba-laba (IRRI 1978). Laba-laba serigala P.

pseudoannulafa dapat rnemangsa beberapa spesies hama penting pada

pertanaman padi seperti wereng wkelat, wereng hijau, wereng punggung

putih, hama putih, hama putih palsu dan lalat padi (Barrion 1980, Heinrichs

1994, IRRl 1979, Ooi & Shepard 1994, Shepard et al. 1987).

P. pseudoannulata dilaporkan sebagai predator penting terhadap nimfa dan dewasa wereng cokelat Nilaparvata Iugens Stal. dan dinyatakan terdapat

korelasi antara kepadatan P. pseudoannulata dan puncak kelimpahan populasi wereng cokelat (Arifin & Sumarto 1987; Ooi & Shepard 1994).

Dilaporkan bahwa dalam kondisj laborator~um seekor laba-laba serigala dewasa dapat memangsa wereng cokelat dewasa 23 -24 ekor per hari

(Vungsilabutr 1995). Ooi & Shepard (1 994) melaporkan bahwa laba-laba tersebut dapat memangsa wereng cokelat antara 7

-

45 ekor per hari. Lebih

lanjut Hung & Lan (1 995) menyatakan bahwa di Mekong Delta, Vietnam laba- laba serigala itu dikenal sebagai salah satu predator penting wereng wkelat,

wereng punggung putih dan wereng hijau. Laporan hasil survai Kamal et a/.

(1990) pada tanaman padi di Bangladesh, menyebut bahwa P.

pseudoannulata,

0.

javanus dan Plexippus sp. adalah tiga spesies yang

sangat dominan. Dalam kondisi laboratorium mereka menemukan bahwa P.

pseudoannulata memangsa wereng hijau dan wereng cokelat sebanyak 2.7

ekor nimfa dan 3.0 ekor dewasa per hari; 0. javanus memangsa 2,4 ekor nirnfa dan 2,4 ekor dewasa per hari dan T. javana memangsa

2,O

ekor nimfa

dan 1.9 ekor dewasa per hari. Apabila ketiga spesies itu dibandingkan

(167)

Caratara Pengamatan dan Predasi Laba-laba Terutama

P.

pseudoannulata

Laba-laba adalah kelompok artropoda yang anggotanya terdiri dari

beragam ukuran, bentuk dan cara hidup. Serangga dapat aktif berpindah

dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak dekat sampai jauh dengan

menggunakan sayapnya, namun meskipun laba-laba tidak memiliki sayap

temyata dapat juga berpindah jarak jauh melalui udara. Hal ini terbukti dari

hasil tangkapan di udara dengan pesawat terbang yang mengandung laba-

laba, dan ditemukannya laba-laba di pulau kecil yang sangat jauh dari pulau

lain terbawa oleh angin yang biasa dikenal dengan istilah melayang (Bishop

1990, Bishop & Riechert 1990).

Banyak cara yang dapat digunakan untuk memonitor keberadaan taba-

laba di ekosistem alami atau ekosistem pertanian antara lain dengan

penangkapan langsung dengan tangan, penggunaan jaring serangga,

perangkap malaise, perangkap jebakan, perangkap perekat, alat pengisap,

lampu perangkap dan lain-lain (Barion 1980, Barrion & Litsinger 1995, Bishop

& Riechert 1990).

Menurut Whitcomb (1980) laba-laba pada ekosistem pertanian dapat

diarnati dar~ dua aspek : kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kualitatif harus

yang pertama dilakukan untuk mengetahui spesies yang ada kemudian

dilanjutkan dengan pengamatan kuantitatif. Beragarnnya perilaku dari

berbagai spesies merupakan petunjuk bahwa satu cara tidak cukup untuk

mengamati semua spesies.

Beberapa tipe perangkap dapat digunakan untuk rnengamati laba-laba di

lapangan tergantung pada sasaran yang ingin dicapai, yaitu perangkap

(168)

pengamatan secara langsung dan alat pengisap antara lain D-vac. Perangkap

jebakan djgunakan untuk mengamati laba-laba yang aktif berjalan atau

melompat di atas permukaan tanah (Southwood 1973, Price & Shepard

1980), perangkap berperekat untuk mengamati laba-laba yang terbawa angin

(Bishop 1990), penangkapan dengan tangan bagi individu laba-laba tertentu

baik yang aktif maupun tidak aktif tergantung keperluan misalnya untuk

mengetahui tingkat predasi baik di laboratorium maupun di lapangan, dan

penggunaan alat pengisap rnerupakan salah satu cara pengamatan yang

rnemiliki efisiensi yang sangat tinggi, biaya rendah dan kurang mernerlukan

keterampilan. Cara yang terakhir ini dapat mengamati berbagai spesies laba-

laba yang terdapat di atas tajuk tanaman dan yang diam dalam tajuk tanaman

dan dapat mengoteksi laba-laba juvenil dan dewasa (Barrion 1980). Pengisap

D-vac dan pengisap lainnya dapat rnengarnati laba-laba baik secara kualitatif

maupun kuantitatif (Whitwmb 1980).

Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu

predator dalam memilih mangsa dan jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh

seekor predator. Cara-cara penilaian itu di antaranya dengan pengujian

pemangsaan dalam kurungan, pengambilan wntoh predator di lapang

kemudian diadakan pengarnatan di laboratorium mengenai jenis mangsa yang

dikonsumsi dengan metode radio isotop, elektroforesis, biokimia, dan serologi

serta pengarnatan langsung terhadap predator yang sedang memangsa di

fapangan kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi jenis

mangsanya. Setiap cara biasanya memiliki keunggulan dan kelemahannya

(Kidd & Jervis 1996, Luck 1992, Mclver & Ternpelis 1993, Powell, Walton &

(169)

25

Pengujian predasi yang dilakukan langsung di lapangan mempunyai

beberapa keunggulan antara lain tidak mempengaruhi perilaku predator dan

dilaksanakan pada keadaan sebenarnya tanpa modifikasi terhadap

lingkungan fisik atau bictik. Cara ini tenfunya mempunyai konsekuensi antara

lain memerlukan keterampilan yang tinggi, biaya operasional yang lebih tinggi

dan waktu pengamatan di lapang lebih lama (Luck 1992). Untuk menentukan

banyaknya mangsa yang dimangsa oleh laba-laba serigala (Fam. Lywsidae),

Edgar mengemukakan satu rnetode yang sederhana. Metode tersebut

berdasarkan pada pengamatan secara langsung di lapangan terhadap laba-

laba Pardosa spp. kemudian dikombinasikan dengan data laboratorium

(Nyffeler et a/. 1987a, 1987b. Nyffeler & Benz 1988). Hasil pengamatan

dapat ditransfer ke dalam formula seperti berikut

T r . w & =

T h

yang b = rata-rata mangsa yang ditangkap setiap hari,

Tr

= lama waktu (jam

per hari) laba-laba melakukan kegiatan penangkapan dan memakan mangsa,

w = rataan proporsi laba-laba dengan mangsa yang teramati selama

pengamatan, dan Th = rata-rata waktu yang diperlukan untuk menangani

seekor mangsa yaitu sejak predator mengejar mangsa hingga menghabiskan

seekor mangsa. Cara ini dapat dilakukan dengan mudah di lapang yakni

mengamati aktivitas makan laba-laba serigala pada tanaman yang terdiri dari :

mengamati periode (jamfhari) yang diperlukan untuk menangkap dan makan

rnangsa (Tf); mengamati dan menghitung proporsi laba-laba yang sedang

memangsa pada setiap waktu pengamatan (w); melakukan pengamatan

(170)

26

untuk menangani mangsa (Th), mengoleksi laba-laba yang ditemukan

menangani mangsa pada bagian keiiseranya, kemudian mengidentifikasi

spesies mangsa yang sedang dimakan.

Cara tain untuk penilaian kuantitatif predasi dengan cara menghitung

langsung jumlah rata-rata mangsa yang ditangkap seekor predator per hari

adalah menurut formula yang dikemukakan oleh Kiritani et a/. (1972) yaitu :

n = F. CR4Pr

yang

n

adalah rataan jumlah mangsa yang dimangsa oleh seekor

predator per rumpun per hari; F adalah rata-rata jumlah laba-laba yang

teramati sedang makan per rumpun padi pada saat pengamatan, Pr adalah

peluang penemuan laba-laba yang makan (rataan nilai

Pr

untuk Pardosa =

0,835).

dan C adalah jumlah total laba-laba yang aktif makan selama interval waktu standar. Keuntungan utama dari metode ini adalah dapat menduga

predasi tanpa mengetahui populasi predator (Kiritani et a/. 1972, Heong

1984, Kidd & Jewis 1996). Cara ini dapat dilakukan langsung dalam kondisi

lapang dengan mengamati secara langsung aktivitas laba-laba P.

pseudoannulafa dalam memangsa spesies serangga hama tertentu. Kiritani

et

a/.

(1 972) menyebutkan bahwa berdasarkan rumus tersebut di atas mereka menentukan jumlah nimfa dan dewasa wereng hijau Nephoteffix cinticeps

Uhler yang dimangsa oleh seekor laba-laba P. pseudoannulafa per hari. Penelitian tentang predator umumnya memperhatikan hanya pada

jumlah mangsa yang dibunuh, tetapi tidak besamya yang dicerna, sebab

laba-laba sering membunuh lebih banyak dari yang mereka butuhkan.

Berdasarkan hasil percobaannya ternyata jumlah mangsa yang dibunuh oleh

iaba-laba berbeda besar antara laba-laba yang belum kenyang dan yang

(171)

27

tertinggal dalam usus; untuk memperoleh nilai tersebut maka kemampuan

menampung mangsa oleh usus dan rata-rata makanan yang dikeluarkan

kernbali perlu diketahui (Nakamura 7968, 1972).

Peranan laba-laba sebagai predator perlu dievaluasi untuk dapat

membuktikan sejauh mana perannya dalam memangsa serangga terutama

terhadap hama penting. Banyak penelitian yang tefah dilakukan masih

terbatas dilakukan dalam kondisi laboratorium. Pada umumnya perwbaan-

perwbaan yang dilakukan untuk pengujian pemangsaan atau tingkat predasi

dilakukan dalam kondisi laboratorium yang tentunya lingkungannya sudah

mengalami perubahan dan yang alami. Percobaan dalam kondisi laboratorium

akan mempengaruhi perilaku predator seperti laba-laba serigala yang dikenal

sebagai pemburu mangsa karena dalam kondisi demikian ruang geraknya

terbatas. Percobaan dalam kondisi lapangan diharapkan dapat memberikan

informasi yang lebih akurat (Kidd & Jervis 1996).

Sarnpai saat ini informasi yang diperoleh dari la

Gambar

Tabel 3.1 Rataan kelimpahan relatif (%) dari berbagai spesies laba-
Gambar 3.1 Proporsi famili yang dominan di persemaian, pematang
Tabel 3.2 Keragaman spesies laba-laba pada persemaian dan perta- -
Tabel Lampiran 3.1 Jumlah tiap spesies laba-laba per 30 cm2 (5 kali
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap pengamatan ini dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan tindakan. Selain itu dalam pengamatan dilakukan pula analisis, Peneliti akan melakukan analisis

The observation result on the objects of study indicated several points related to application of eco-interior aspect involving room organization, material choices, lighting

Kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan atau mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh mahasiswa diperkuliahan sebagai calon pendidik dan memberi pengalaman mengajar

E valuate the outcome (Evaluasi hasil tersebut): langkah terakhir adalah siswa ditugaskan untuk mengevaluasi hasil apakah solusi itu efektif memecahkan masalahnya

Disamping itu, tidak adanya hubungan protein dengan penyembuhan luka pasien disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien bedah,

Dari uraian tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa makna keikhlasan seorang guru dalam mendidik adalah kesadaran akan pentingnya tugas, sehingga

Air asia sebagai maskapai pertama yang memperkenalkan layanan E-ticketing di Asia, Air Asia menawarkan cara baru yang nyaman dalam membeli kursi Air asia melalui website

Diagram P−V dari gas helium yang mengalami proses termodinamika ditunjukkan seperti Diagram P−V dari gas helium yang mengalami proses termodinamika ditunjukkan seperti gambar