MODEL HUJAN-LIMPASAN di DAERAH PERMEABLE dan IMPERMEABLE dengan PEUBAH KEMIRINGAN LAHAN
Rainfall-Runoff Modelling on Permeable and Impermeable Area with Slope Area Variation
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disusun Oleh: DYAH ASTARI NIM I 0199009
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Model Hujan-Limpasan di Daerah Permeable dan Impermeable dengan Peubah Kemiringan Lahan
Rainfall-Runoff Modelling on Permeable and Impermeable Area
with Slope Area Variation
SKRIPSI
Disusun Oleh:
DYAH ASTARI NIM I 0199009
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT Ir. Agus P Saido, MSc
iii
Model Hujan-Limpasan di Daerah Permeable dan Impermeable dengan Peubah Kemiringan Lahan
Rainfall-Runoff Modelling on Permeable and Impermeable Area with Slpoe Area
Variation
SKRIPSI
Disusun oleh :
DYAH ASTARI NIM. I 0199009
Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Senin, 3 Mei 2004 :
1. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT ... NIP. 131 791 755
2. Ir. Agus Prijadi Saido, MSc ... NIP. 131 570 270
3. Ir. Agus Hari Wahyudi, MSc ... NIP. 132 842 669
4. Ir. Susilowati ... NIP. 131 476 706
Mengetahui Disahkan oleh :
a. n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS
Ir. Paryanto, MS Ir. Agus Supriyadi, MT
iv
MOTTO
Sesungguhnya setelah kesukaran itu ada kemudahan (QS Insyirah : 7)
Hidup tanpa teman seperti kematian tanpa seorangpun menjadi saksi
(Peribahasa Spanyol)
Kebijakan sejati adalah ketika kau tahu bahwa kau tak tahu apa-apa (Socrates)
Aku tak pernah menyesal, karena aku tahu aku telah melakukan sebaik
mungkin, apapun hasilnya (Midori Ito)
Giving attention to someone else who need it makes your world larger (unknown)
Per sembahan
v Ibu, Bapak atas semuanya sejak ada tanda kehidupan dalam diri ini
v Adikku dan keluarga besarku atas dukungan dan dorongan semangatnya
v Temenku Sipil ’99 (maaf tak kusebut satu-satu)
v
ABSTRAK
Dyah Astari, 2004, Model Hujan Limpasan di Daerah Permeable dan Impermeable dengan Peubah Kemiringan Lahan, Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Air adalah salah satu kebutuhan paling penting bagi manusia, disamping
sebagai salah satu sumber bencana saat jumlahnya berlebih atau kurang. Hal
tersebut terkait erat dengan besarnya hujan dan limpasan yang terjadi akibat hujan
tersebut. Ketidaklinieran hubungan hujan dan limpasan membuat banyak model
dikemukakan oleh para ahli untuk memperjelas proses yang terjadi sebenarmya di
alam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hujan-limpasan
di daerah permeable dan impermeable dengan peubah kemiringan lahan .
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental di laboratorium
dengan menggunakan Ground Well / Water Abstraction yang difungsikan sebagai
rainfall simulator. Kemiringan yang digunakan adalah 1:100; 1:50; 1:33.3 dan dengan intensitas hujan yang bervariasi.
Penelitian ini mengembangkan model persamaan Chezy. Hasil analisa
menunjukkan bahwa perlu ada koefisien kalibrasi pada persamaan Chezy, yaitu 800. Disamping itu dari hasil analisa dan penggambaran grafik diketahui bahwa
hubungan hujan-limpasan adalah non linier karena adanya kehilangan-kehilangan
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat, hidayah dan ridlo-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
teknik, secara tidak langsung merangsang mahasiswa untuk terbiasa berpikir
ilmiah dan sistematis dengan penelitian yang dilaksanakan.
Penulis mendapat bantuan dari banyak pihak selama pembuatan skripsi.
Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Paryanto, MS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret Surkarta
2. Ir. Agus Supriyadi, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Ir. Bambang Santoso, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Universitas
Sebelas Maret Surakarta
4. Ir. Rr Rintis Hadiani, MT, selaku Pembimbing I
5. Ir. Agus P Saido, Msc, selaku Pembimbing II
6. Ir. JB Sunardi Widjojo, selaku Pembimbing Akademis
7. Kelompok skripsiku (Agung, Handoko)
Penulis sadar laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu kami
mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, April 2004
vii DAFTAR ISI
Halaman Judul………..i
Halaman Persetujuan ………..… ii
Halaman Pengesahan ……… iii
Halaman Motto dan Persembahan ……….iv
Abstrak ………... v
Kata Pengantar ………...vi
Daftar Isi ………... vii
Daftar Tabel ………. xiv
Daftar Gambar ………x
Daftar Notasi dan Simbol ………. xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Rumusan Masalah ……… 2
C. Batasan Masalah ……….. 3
D. Tujuan Penelitian ………. 3
E. Manfaat Penelitian ………... 4
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ……….. 5
B. Dasar Teori 1. Siklus Hidrologi ……… 6
viii
3. Hujan ……… 10
4. Infiltrasi ……….. 11
5. Model Hujan Limpasan ………13
6. Lengkung Pengosongan ……….. 15
7. Kalibrasi Model ………16
8. Koefisien Korelasi ……….. 17
9. Hidrograf ………. 18
BAB III METODE PENELITIAN A. Umum ……… 24
B. Tempat Penelitian ……….. 25
C. Peralatan dan Bahan ……….. 25
D. Langkah Penelitian ……… 26
E. Teknik Pengolahan Data ……… 28
F. Bagan Alir ……….. 34
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data ………... 35
B. Pembahasan ………38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 40
B. Saran ………. 41
Daftar Pustaka ………. 42
ix
DAFTAR TABEL
Table 2.1 Koefisien Korelasi ………. 18
Table 2.2 Koefisien Manning ……… 23
Tabel 3.1 Format Pengambilan Data Infiltrasi ………. 29
Tabel 3.2 Format Pengambilan Data Limpasan ……… 29
Tabel 3.3 Perhitungan Infiltrasi ……… 30
Tabel 3.4 Perhitungan Debit Limpasan Pemodelan ………. 31
Tabel 3.5 Uji Korelasi ………. 32
Tabel 4.1 Infiltrasi Daerah Permeable; m 1: 100; single storm; 100% tc ……. 40
Tabel 4.2 Limpasan Daerah Permeable; m 1: 100; single storm; 100% tc ….. 41
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hidrograf limpasan dan waktu ……… 19
Gambar 2.2 Sketsa kedudukan Rainfall Simulator ………..……21
Gambar 3.1 Test Penyiraman ……….. 24
Gambar 3.2 Ground Water / Well Abstraction ……….32
Gambar 3.3 Alat Ukur Limpasan ………. 32
Gambar 3.4 Piezometer ……… 33
Gambar 3.5 Bagan Alir Penelitian ……….……. 34
Gambar 4.1 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 100; single storm; 100% tc… 45 Gambar 4.2 Hidrograf daerah impermeable; m 1:100; single storm; 70%tc…… 45
Gambar 4.3 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 100; multiple storm; 50% tc.. 45
Gambar 4.4 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 50; single storm; 100% tc….. 46
Gambar 4.5 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 50; single storm; 70% tc…… 46
Gambar 4.6 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 50; multiple storm; 50% tc… 46 Gambar 4.7 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 33.3; single storm; 100% tc…47 Gambar 4.8 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 33.3; single storm; 70% tc… 47 Gambar 4.9 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 33.3; multiple storm; 50% tc. 47 Gambar 4.10Hidrograf daerah permeable; m 1: 100; single storm; 100% tc…… 48
Gambar 4.11Hidrograf daerah permeable; m 1: 100; single storm; 70% tc…….. 48
Gambar 4.12Hidrograf daerah permeable; m 1: 100; multiple storm; 50% tc….. 48
Gambar 4.13Hidrograf daerah permeable; m 1: 50; single storm; 100% tc…….. 49
xi
Gambar 4.15 Hidrograf daerah permeable; m 1: 50; multiple storm; 50% tc…... 49
Gambar 4.16 Hidrograf daerah permeable; m 1: 33.3; single storm; 100% tc…. 50
Gambar 4.17 Hidrograf daerah permeable; m 1: 33.3; single storm; 70% tc…… 50
xii
DAFTAR NOTASI
c = Kapasitor
C = Koefisien Chezy
dt = Selisih waktu
D = Kedalaman rata-rata limpasan
Da = Detensi permukaan
D2 = Kuadrat selisih Qobs dan Qsim
Dt2 = Kuadrat selisih Qobs dan Q
E = Tegangan masukan
f = Laju infiltrasi nyata
fa = Laju infilttrasi saat berhentinya hujan
fo = Laju infiltrasi awal
fc = Laju infiltrasi tetap
F = Tinggi infiltrasi
hr = Tinggi rata-rata air dalam manometer
h1,2,..20= Tinggi air dalam manometer no 1 sampai dengan 20
i = Intensitas hujan
I = Masukan
k = Konstanta geofisik
xiii n = Koefisien Manning
N = Jumlah pengamatan
O = Keluaran
P = Tinggi hujan
Pe = Hujan efektif
q = Laju limpasan
qa = Limpasan saat hujan berhenti
Q = Debit rata-rata pengamatan
Qt = Limpasan saat t
Q0 = Limpasan saat t0
Qiobs = Debit observasi pada periode i
QIsim = Debit hasil simulasi pada periode i
r = Koefisien korelasi
RO = Tinggi limpasan
R = Tahanan
S = Tampungan
So = Kemiringan lahan
V = Tegangan keluaran
*) CD Soemarto : 445
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Air adalah salah satu sumber daya yang sangat dibutuhkan manusia
sejak dulu. Keberadaannya sangat diharapkan saat musim kering tiba dan
sebaliknya menjadi sangat ditakuti ketika jumlahnya berlebih. Air mengalami
suatu daur atau proses yang disebut siklus hidrologi. Siklus ini merupakan
bentuk keseimbangan massa di muka bumi.
Salah satu fase dari siklus hidrologi adalah air jatuh ke bumi dalam
bentuk hujan dan mengalir ke laut dengan beberapa cara yaitu bergerak di
atas permukaan tanah sebagai limpasan permukaan (surface runoff), sebagai
aliran antara (interflow) dan sebagai aliran bawah permukaan (baseflow).
Limpasan (runoff) sangat dipengaruhi oleh intensitas curah hujan, luas
daerah aliran (catchment area), kemiringan daerah aliran, dan permeabilitas
tanah. Pola limpasan setiap daerah dapat menimbulkan variasi bentuk
hidrograf.
Hidrograf adalah grafik hubungan antara aliran dan waktu atau aliran
dari suatu keluaran daerah tangkapan (catchment area). Ini merupakan hal
yang terpenting dalam suatu konsep hidrologi di suatu daerah tangkapan.
Masalah yang ada sekarang adalah bagaimana hidrograf tersebut dapat
dikorelasikan dengan curah hujan yang menyebabkannya. Jumlah hujan dan
*) CD Soemarto : 445
2 pengaruhnya baru dapat dijelaskan dengan teknik semi empiris yang
menggunakan konsep hidrograf satuan (unit hydrograph) yang diuraikan
pertama kali oleh Sherman.
Analisis hidrologi masih merupakan bagian analisis yang sangat
dominan dalam pelaksanaan pekerjaan teknik sipil seperti perencanaan
bangunan-bangunan air (hydraulic structures). Masalah yang timbul tidak
sesederhana konsep dasarnya, karena banyaknya parameter dan variabel
yang belum diketahui dan bersifat spesifik. Hubungan hujan dan limpasan
bersifat kompeks dan nonlinier, karena itu diperlukan model hidrologi yang
dapat menjelaskan proses sebenarnya di alam. Model hidrologi disini bisa
berbentuk model fisik, model analog dan model matematik. Model hidrologi
terutama model hujan-limpasan berguna untuk memperkirakan parameter
hidrologi untuk tahun yang akan datang.
B. Perumusan Masalah
Model hujan-limpasan di suatu catchment area (daerah tangkapan),
antara lain dipengaruhi oleh faktor daerah tangkapan itu sendiri seperti
kemiringan lahan, luas daerah tangkapan, permeabilitas tanah, tata guna
lahan dan intensitas hujan. Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar
belakang masalah adalah:
• Bagaimana hubungan intensitas hujan dengan limpasan pada daerah
*) CD Soemarto : 445
3 peubah kemiringan lahan tanpa dipengaruhi oleh vegetasi dan
drainase.
C. Batasan Masalah
Untuk membatasi obyek penelitian dan memberikan langkah yang
sistematis, maka penelitian dibatasi hal-hal berikut:
• Data yang digunakan adalah data primer yang diambil dari uji
laboratorium.
• Luas daerah tangkapan dan permeabilitas tanah dianggap tetap.
• Variabel yang bergerak adalah kemiringan lahan dan intensitas hujan.
• Daerah permeable dan impermeable dibedakan dengan penambahan
plastik pada daerah impermeable.
• Penelitian dicobakan dengan hujan merata (multiple storm) dan hujan
tunggal (single storm).
• Durasi hujan dipilih secara acak dan terukur yaitu 100% tc, 70% tc, dan
50%tc.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
intensitas hujan dengan limpasan pada daerah permeable dan impermeable
dengan peubah kemiringan lahan dan tidak dipengaruhi oleh vegetasi dan
*) CD Soemarto : 445
4
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
• Ikut memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hidrologi.
• Menambah pengetahuan tentang hubungan / korelasi limpasan
dan hujan.
2. Manfaat praktis
• Hidrograf limpasan suatu daerah dapat digambarkan jika
intensitas hujan diketahui.
• Pendekatan model hujan-limpasan dapat digunakan untuk analisis
perhitungan pada daerah lain dengan karakteristik yang mendekati
kesesuaian.
• Pendekatan model hujan-limpasan yang dibuat dengan Rainfall
Simulator dapat digunakan untuk menganalisis parameter
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air dari laut ke atmosfer, ke dalam
tanah dan kembali ke laut lagi melalui berbagai cara seperti presipitasi,
intersepsi, limpasan, infiltrasi, perkolasi, simpanan air tanah, evaporasi, dan
transpirasi, juga cara singkat kembali ke atmosfer tanpa melalui laut.
(Varshney, 1979 : 6)
Menurut Hsu (1995), proses hujan limpasan dianggap sebagai salah
satu dari fenomena dunia yang kompleks dan nonlinier dalam bidang teknik
air. (Nazemi. et al, 2003)
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam
proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang
dialihragamkan menjadi aliran di sungai baik melalui limpasan permukaan
(surface runoff), aliran antara (interflow, subsurface flow) atau sebagai aliran
air tanah (groundwater flow). (Sri Harto Br, 1993)
Model hujan limpasan dibuat untuk menentukan perubahan volume
hujan total menjadi volume limpasan total pada suatu area.
(Nazemi. et al, 2003)
Model hidrologi secara umum dapat dibagi menjadi model fisik,
6 Analisis lanjutan dalam perencanaan dan perancangan sumber daya air
akan selalu didasarkan pada informasi hidrologi yang berupa besaran-besaran
kualitatif dan kuantitatif termasuk didalamnya variabilitas ruang dan waktu
dari masing-masing besaran tersebut. (Sri Harto Br, 1993)
B. Dasar Teori
1. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan yang dilalui
oleh air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer. Siklus
hidrologi berguna untuk memberi konsep pengantar mengenai bagaimana air
bersirkulasi secara umum dan proses-proses yang terlibat di dalamnya.
Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan
lain-lain) jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air
dan saluran-saluran air (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada permukaan
tanah mungkin diintersepsi yang kemudian berevaporasi mencapai
permukaan tanah selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah
khususnya pada kasus hujan dengan intensitas tinggi dan lama. Sebagian
presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian
pada permukaan tanah. Sebagian presipitasi membasahi permukaan tanah
berinfiltrasi ke dalam permukaan tanah dan menurun sebagai perkolasi di
bawah muka air tanah. Air ini secara perlahan berpisah melalui akuifer ke
7 muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi
juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah.
Selaput air tipis yang disebut detensi permukaan, dibentuk pada
permukaan tanah, setelah bagian presipitasi yang pertama membasahi
permukaan tanah dan berinfiltrasi, Detensi permukaan akan menjadi lebih
tebal dan aliran air mulai dalam bentuk laminer yang akan berubah menjadi
turbulen dengan bertambahnya kecepatan. Aliran ini yang disebut limpasan
permukaan. Limpasan disimpan dalam bentuk cadangan depresi, selama
perjalanannya mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai. Air
pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau
mengalir kembali ke laut dan selanjutnya berevaporasi, kemudian air ini
kembali ke permukaan bumi sebagai presipitasi.
2. Limpasan
a. Komponen-Komponen Limpasan
Limpasan dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu:
1). Limpasan permukaan (surface runoff) adalah air yang mengalir di atas
permukaan tanah.
2). Aliran antara (interflow) adalah air yang berinfiltrasi ke permukaan tanah
dan bergerak secara lateral melalui lapisan tanah. Gerakannya lebih
lambat dibandingkan surface runoff.
3). Aliran bawah tanah (baseflow) adalah air hujan yang berperkolasi ke
8 b. Faktor yang Mempengaruhi Limpasan Permukaan
Volume limpasan sangat dipengaruhi oleh karakteristik hujan di
daerah tersebut yaitu intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan.
Disamping faktor utama tersebut, ada beberapa faktor lain yang
mempengaruhi volume limpasan antara lain:
1
1). Jenis tanah )
Kapasitas infiltrasi tergantung dari permeabilitas tanah yang menentukan
kapasitas air simpanan dan mempengaruhi kemampuan air untuk masuk
ke lapisan yang lebih dalam. Pada daerah permeable, limpasan mungkin
hanya terjadi jika intensitas hujan melampaui daya resap setempat.
Sebaliknya pada daerah yang impermeable, limpasan dapat terjadi pada
intensitas hujan yang lebih rendah atau sedang.
2
2). Vegetasi )
Pengaruh vegetasi pada suatu daerah tergantung dari tingkat kerapatan
vegetasi pada daerah tersebut. Semakin rapat vegetasi pada suatu
daerah, semakin kecil limpasan yang dihasilkan, sebaliknya semakin
gersang suatu daerah, limpasan yang dihasilkan semakin besar.
3
3). Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan )
Kemiringan yang tajam menghasilkan limpasan yang lebih besar
dibandingkan kemiringan yang landai. (Sharma ,1987)
Pada daerah yang kecil, limpasan yang terjadi juga lebih besar
9 kecepatan aliran dan lamanya waktu yang dibutuhkan air untuk mencapai
tempat keluaran.
4
4)). Koefisien limpasan .
Disamping faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan bahwa kondisi fisik
dari suatu daerah tangkapan tidak homogen. Setiap daerah tangkapan
mempunyai limpasan dan respon terhadap hujan yang berbeda.
Pada daerah rural dimana hanya ada sedikit bagian yang kedap air
koefisien limpasan bukan merupakan faktor konstan, sebaliknya nilainya
bersifat variabel dan tergantung pada faktor spesifik daerah dan
karakteristik hujan.
Runoff (mm) = K x Rainfall (mm) (2.1)
Pola limpasan menurut daerah dapat menimbulkan variasi dalam
bentuk hidrograf. Bila daerah yang limpasannya tinggi terletak dekat dengan
basin outlet, maka biasanya akan dihasilkan kenaikan yang cepat dan
puncak yang tajam. Sebaliknya limpasan yang lebih tinggi di bagian hulu
daerah aliran tersebut menghasilkan kenaikan yang lambat dan puncak yang
lebih rendah dan lebar (Linsley, 1989).
Besarnya limpasan dapat diperoleh dengan rumus:
10 3. Hujan
Hujan adalah salah satu bentuk presipitasi yang terpenting dalam
hidrologi. Data hujan memiliki lima unsur yang harus diperhatikan yaitu:
a. Intensitas hujan
dalam ketebalan air diatas permukaan datar.
d. Frekuensi kejadian dinyatakan dalam waktu ulang T.
e. Luas geografis curah hujan.
Hubungan intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan dalam:
=
∫
Intensitas rata-rata :
(2.3)
t P
11 4. Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke permukaan tanah. Proses ini
merupakan bagian yang sangat penting dalam proses hidrologi maupoun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai.
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap:
a. Proses Limpasan
Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke
dalam tanah. Daya infiltrasi yang semakin besar menyebabkan
mengecilnya perbedaan antara curah hujan dengan daya infiltrasi. Hal
ini mengakibatkan limpasan permukaan juga makin kecil, sehingga debit
puncaknya juga semakin kecil.
b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah
Pengisian kembali air tanah atau recharge, sama dengan perkolasi
dikurangi kenaikan kapiler, jika ada. Besarnya daya infiltrasi membatasi
besarnya perkolasi. Jadi daya infiltrasi menentukan besarnya recharge.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi (fp) :
1). Dalamnya genangan di atas permukaan tanah (surface detention) dan
tebal lapisan jenuh.
Laju infiltrasi dalam tanah adalah jumlah perkolasi dan air yang
memasuki tampungan (storage) diatas permukaan air tanah. Jika tanah
belum jenuh pada awal terjadinya hujan, sehingga pengisian tampungan
akan terus dan berlangsung dalam waktu yang lama. Daya infiltrasi
12 2). Kadar air dalam tanah
Jika saat permulaan hujan tanah masih sangat kering akan terjadi
tarikan kapiler searah dengan gravitasi sehingga memberikan daya
infiltrasi yang tinggi, sebaliknya jika tanah sudah lembab daya infiltrasi
akan lebih rendah.
3). Pemampatan oleh curah hujan
Gaya pukulan butir-butir air hujan terhadap permukaan tanah akan
mengurangi daya infiltrasi. Butir-butir tanah yang lebih halus di lapisan
permukaan akan terpencar dan masuk ke dalam ruang-ruang antara
sehingga terjadi efek pemampatan. Efek pemampatan pada jenis tanah
yang berbeda juga memberikan pengurangan daya infiltrasi yang berbeda
pula.
4). Tumbuh-tumbuhan
Lindungan tumbuhan yang padat cenderung menaikkan daya infiltrasi,
karena lindungan tumbuh-tumbuhan menghindarkan permukaan tanah
dari pukulan butir-butir hujan dan dengan transpirasi tumbuhan
mengambil air dari dalam tanah sehingga memberikan ruang bagi
proses infiltrasi berikutnya.
5). Lain-lain seperti rekahan-rekahan tanah akibat kekeringan, udara yang
terperangkap diantara butir-butir air tanah, kekentalan air tanah yang
13 5. Model Hujan dan Limpasan
Salah satu masalah dalam hidrologi adalah untuk mendapatkan debit
dari suatu daerah pengaliran akibat curah hujan yang diketahui. Berbagai
cara telah dikembangkan, antara lain hidrograf satuan, aliran air tanah tidak
tunak, gerakan air tanah dan analisa sistem.
Daerah pengaliran sungai adalah sistem yang mengubah curah hujan
atau input kedalam debit atau output di outlet (pelepasan). Transformasi
dari hujan menjadi limpasan terdiri atas proses-proses yang jumlahnya
hampir tak terhingga dalam alur-alur permukaan besar dan kecil. Kita dapat
menghitung aliran air mulai dari curah hujan dan menelusurinya melalui
subsystem, tetapi suatu saat sistemnya terlalu kompleks dan data mengenai
karakteristik hidroliknya tidak dapat diperoleh Ini berarti tidak ada rumus
yang diturunkan untuk aliran air sebagai fungsi hujan, karakteristik daerah
pengaliran dan kondisi permukaan, sehingga perlu adanya pendekatan
sistem. Pendekatan ini tidak bermaksud untuk menelaah terlalu dalam apa
sebenarnya yang terjadi dalam sistem tersebut (box), tetapi lebih mengarah
terhadap besarnya konversi diagram input ke diagram output.
Model hidrologi adalah sebuah sajian sederhana (simple
representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks. Konsep dasar
yang dipakai dalam setiap model hidrologi adalah daur hidrologi (hydrologic
cycle). Titik berat analisis dalam penyusunan model hidrologi adalah proses
pengalihragaman (transformation) hujan menjadi debit dalam suatu DAS.
14 Berbagai bentuk kehilangan, seperti evaporasi, intersepsi, cadangan depresi,
cadangan salju dan infiltrasi ada diantara keduanya, yang terjadi sesuai
karakteristik-karakteristik suatu daerah seperti ukuran, kemiringan, bentuk,
ketinggian, tata guna lahan geologi dan sebagainya. Plotting langsung dari
curah hujan dan limpasan untuk hujan individual biasanya tidaklah
menghasilkan korelasi yang memuaskan, karena alasan yang tersebut
sebelumnya. Model hujan – limpasan termasuk salah satu dari model
hidrologi.
Berbagai bentuk model telah dikemukakan oleh para ahli. Semua model
tersebut pada dasarnya baik, tergantung :
a. darimana dan dengan kondisi apa model tersebut dikembangkan,
b untuk tujuan apa model tersebut dikembangkan,
c. pendekatan mana (empirik, matematik, statistik) yang digunakan, dan
d. dalam batas mana model tersebut berlaku.
Secara umum model hidrologi dapat terbagi dalam tiga kategori yaitu:
a. Model fisik (physical model), dibuat sebagai model dengan skala tertentu
untuk menirukan prototipenya.
b. Model analog, disusun dengan menggunakan rangkaian resistor-kapasitor
untuk memecahkan persamaan-persamaan deferensial yang mewakili proses
hidrologi. Dasar analoginya adalah:
Hidrologi Listrik
I = O +dS/dt; S = kO E = V + Rc dV/dt; S = RcV
15
O = keluaran V = tegangan keluaran
S = tampungan R = tahanan
c = kapasitor
c. Model matematik (mathematical model), menyajikan sistem dalam rangkaian
persamaan.
Model matematik dalam hidrologi dapat dibagi 4 yaitu:
1). Deterministik konseptual
2). Deterministik empiris
3). Stokastik konseptual
4). Stokastik empiris
Masing-masing model diatas dapat dibagi menjadi 2 yaitu linier dan non linier
dalam pengertian sistem.
Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model deterministik
non linier, karena sebagaimana diakui oleh para ahli hidrologi hubungan
curah hujan dan limpasan yang benar-benar linier tidak pernah ada. Sumber
dari non-linieritas ini terletak pada prosedur kehilangan (losses) dan
pengisian (recharge) daerah pengaliran serta dalam memperoleh curah hujan
netto yang menjadi overland flow dan meninggalkan daerah pengaliran
sebagai limpasan permukaan di pelepasannya (outlet).
6. Lengkung Pengosongan
Lengkung pengosongan adalah hidrograf yang terjadi selama waktu
tidak ada hujan, yang debitnya didapat dari aliran outflow air tanah melalui
16 Lengkung pengosongan merupakan aliran keluar air tanah. Proses ini
diuraikan dengan teori aliran air tanah tidak tunak. Jika tidak ada pengisian
(infiltrasi), permukaan air tanah yang tinggi lambat laun akan menurun.
Pada pendekatan pertama, Q dianggap merupakan fungsi eksponensial yang
menurun menurut waktu yang dirumuskan sebagai berikut:
t 0 t Q .e
Q = −α
dengan :
Qt = debit limpasan pada saat t
Q0 = debit limpasan pada saat t0
α = parameter geometrik yang besarnya tergantung karakteristik
Catchment Area
(CD Soemarto, 1995)
7. Kalibrasi Model
Model dan pendekatan apapun yang digunakan, keluaran dari suatu
model (calculated output) dari model dengan masukan yang sama dengan
masukan yang terjadi dalam proses sebenarnya harus sama. Kenyataannya
hampir tidak mungkin proses alami yang terjadi dapat disamai dengan tepat,
akan selalu terjadi penyimpangan antara keluaran terukur dan keluaran
hitungan. Patokan ketelitian harus dibuat untuk menetapkan besarnya
ketelitian sebuah model. Model dikatakan telah berfungsi dengan baik jika
kesalahan yang terjadi lebih kecil dari kesalahan maksimum yang ditetapkan.
17 besar dari patokan yang telah ditetapkan. Proses modifikasi ini disebut
proses kalibrasi.
Kalibrasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu :
1. Coba-ulang (trial error) dan pengaturan parameter (variabel) berdasarkan
pengamatan.
2 Pengaturan parameter secara otomatik (automatic parameter adjustment)
yang dicakup dalam program komputer dengan kontrol ketelitian yang
dikehendaki dengan cara-cara yang telah ditetapkan.
3 Kombinasi antara kedua cara tersebut.
4. Pengkajian ulang terhadap proses yang terjadi untuk dapat menetapkan
parameter / variabel yang tepat dan berpengaruh terhadap proses
tersebut.
8. Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi (r) adalah harga yang menunjukkan besarnya
keterikatan antara nilai observasi dan nilai simulasi.
Tabel 2.1 Koefisien Korelasi
r Derajat korelasi
0.7 - 1.0 Tinggi
0.4 - 0.7 Substansial
0.2 - 0.4 Rendah
< 0.2 Dapat diabaikan
18
Q = debit rata-rata hasil simulasi
9. Hidrograf
Hubungan antara hujan dan limpasan seringkali perlu dibuat dalam
proses analisa dan desain hidrologi, dengan menggunakan beberapa faktor
yang mempengaruhi limpasan sebagai parameter. Hubungan yang demikian
juga berguna untuk mengadakan ekstrapolasi dan interpolasi catatan-catatan
data mengenai limpasan dari catatan data hujan yang telah ada. Hidrograf
adalah grafik yang menunjukkan ketinggian, debit keluaran, kecepatan, dan
19 Hidrograf yang menunjukkan hubungan debit keluaran dan waktu
disebut discharge hydrograph. Hidrograf terdiri dari tiga bagian, yaitu sisi
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00
20 Hidrograf aliran keluar dari suatu daerah yang kecil adalah jumlah
hidrograf dasar dari semua bagian daerah aliran tersebut dimodifikasi
dengan pengaruh waktu perjalanan melalui daerah aliran tersebut dan
simpanan sungainya. Kenaikan yang tajam dari hidrograf adalah akibat dari
tercapainya titik konsentrasi oleh aliran permukaan. Kepekaan DAS dapat
diukur tinggi rendahnya dengan mengetahui bentuk hidrograf.
Hubungan hujan dan limpasan pada model daerah pengaliran dapat
diketahui dari infiltrasi yang terjadi. Neraca keseimbangan air pada
penelitian ini adalah:
dengan: P = tinggi hujan (mm),
Q = tinggi limpasan (mm),
F = infiltrasi (mm).
Nilai detensi permukaan (Da) dapat dihitung dari persamaan (2.12)
atau dapat dihitung daari analisis hidrograf.
21 dengan: fa = infiltrasi saat hujan berhenti,
qa = limpasan saat hujan berhenti,
fr = infiltrasi sisa massa,
qr = limpasan sisa massa.
Nilai limpasan dapat dihitung dari detensi permukaan yang diperoleh
dengan rumus Chezy dengan menganggap kondisi aliran pada daerah
pengaliran tetap, seragam dan turbulen.
Rumus Chezy yang digunakan jika R dianggap sama dengan Da:
dengan: q = limpasan
Da = detensi permukaan dalam bentuk lapisan air (mm)
C = koefisien Chezy
So = kemiringan lahan
Gambar 2.2 Sketsa kedudukan Rainfall Simulator
22 Koefisien Chezy diperoleh dengan menggunakan rumus:
dengan: C = koefisien Chezy,
n = koefisien Manning (lihat tabel 2.2),
R = jari-jari hidrolik (mm).
Tabel 2.2 Koefisien kekasaran Manning
Wujud dasar dan dinding saluran n
Diplester semen
(Sumber : Hindarko, Drainase Perkotaan, 2000 dalam Oriza Andamari, 2003)
Aliran limpasan bervariasi dan sangat tergantung dari besaran
parameter DAS sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Besaran tersebut
sangat berbeda untuk masing-masing bagian kecil dari DAS yang
bersangkutan. Beberapa model menggunakan prinsip simulasi deterministik,
23 limpasan dengan persamaan-persamaan semi empirik berdasarkan parameter
DAS yang bersangkutan.
Salah satu contoh model sederhana yang dikembangkan oleh Holtan
(Fleming, 1975) *) berdasarkan persamaan kontinuitas.
Pe - Q = D
Qo = aDb
dengan :
Pe = hujan efektif (dikurangi infitrasi dan tampungan cekungan
(depression storage),
Qo = aliran limpasan (m3/det),
D = kedalaman rata-rata limpasan (m),
a = tetapan sebagai fungsi parameter DAS,
b = tetapan, 1.67 untuk aliran turbulen dan 3 untuk aliran
laminar.
(2.17)
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Umum
Penelitian ini merupakan penelitian ilmiah jika ditinjau dari cara
perlakuannya. Penelitian ilmiah menghendaki adanya cara-cara atau
langkah-langkah tertentu dengan urutan yang tertentu pula. Penelitian ilmiah adalah
suatu penelitian yang bersistem dan dikontrol dengan baik serta dibangun di
atas teori tertentu. Penelitian ini tidak menghasilkan teori yang baru tetapi
menggunakan beberapa teori yang sudah ada.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen yaitu mengadakan percobaan untuk mendapatkan
variabel-variabel yang diinginkan. Eksperimen dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan model. Prinsip model pada penelitian ini berdasarkan pada
proses penyiraman.
Gambar 3.1 Test penyiraman Q
25 Variabel-variabel pada penelitian ini terdiri dari:
1. Variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel hujan, kemiringan
lahan, luas catchment area, kedalaman lapisan.
2. Variabel tak bebas (dependent variabel) yaitu limpasan.
B. Tempat Penelitian
Metode eksperimen di laboratorium yaitu melakukan percobaan
dengan menggunakan peralatan yang ada di Laboratorium Hidrolika Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret. Data yang diambil adalah data primer
C. Peralatan dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ground water/well abstraction yang berfungsi sebagai Rainfall Simulator,
mempunyai dimensi 2 x 1 x 0.530 m3. (lihat Gambar 3.2)
2. Plastik untuk membedakan daerah permeable dan impermeable.
3. Pasir
4. Stopwatch
5. Penggaris
6. Gabus untuk menutup lubang yang terhubung ke piezometer.
26
D. Langkah Penelitian
Langkah penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan
dan tahap pengambilan data
1. Tahap persiapan dilakukan untuk mempersiapkan peralatan dan bahan
terdiri dari:
a. Penyiapan pasir yang sesuai dengan ukuran alatnya. Pasir yang
dipakai telah dibersihkan terlebih dahulu.
b. Menutup saluran drainase, sumur, lubang–lubang yang berhubungan
dengan piezometer.
c. Memasukkan pasir yang telah dipersiapkan ke dalam bak rainfall
simulator.
d. Mengisi tangki air.
e. Mensetting alat sampai kedudukan air pada piezometer memiliki
ketinggian yang sama. Jika tinggi air belum sama, berarti masih ada
udara / pasir pada selang yang menghubungkan tangki pasir dan
piezometer.
f. Pada percobaan simulasi hujan pada daerah impermeable digunakan
plastik yang telah dilubangi sebelumnya dan diletakkan pada
setengah dari tinggi pasir. Ukuran plastik sesuai ukuran alat.
2. Tahap pengumpulan data berupa pengukuran data input dan output dari
alat tersebut.
a. Mengatur debit pompa untuk menentukan intensitas hujan pada
27 b. Mengoperasikan hujan buatan dengan intensitas yang telah
ditentukan sebelumnya dengan membuka spray nozzle.
Menghidupkan stopwatch sejak alat mulai dioperasikan sampai saat
debit yang keluar dari outlet mencapai nilai nol / mendekati nol.
Limpasan akan mencapai nilai konstan saat waktu konsentrasi telah
tercapai. Jika keadaan tersebut telah tercapai, maka hujan buatan
dapat dihentikan dan menunjukkan telah terjadi keseimbangan antara
hujan, debit, dan kehilangan air (infiltrasi).
c. Saat hujan telah dihentikan tidak berarti debit yang keluar itu
terhenti, karena masih adanya tahanan permukaan (surface detention),
maka masih ada aliran yang keluar dari tanah tersebut. Pengukuran
dilakukan sejak dioperasikan alat sampai debit aliran yang keluar
dari bak kurang lebih sama dengan nol.
d. Selama masih ada aliran air di permukaan tanah, maka selama itu
pula masih terjadi infiltrasi.
e. Mengukur tinggi air pada piezometer
f. Melakukan percobaan point a sampai dengan e untuk durasi hujan
yang berbeda (100% tc; 70% tc; 50% tc), dimana tc adalah waktu
28
E. Teknik Pengolahan Data
Model persamaan yang digunakan pada penelitian ini adalah model
persamaan Chezy. Persamaan ini dipilih dengan menganggap aliran merupakan
aliran seragam. Pengolahan data dilakukan dengan spread-sheet MS excel.
Setelah variabel yang diperlukan diperoleh, tahap selanjutnya adalah
menghitung ketinggian rata-rata piezometer untuk memperoleh besarnya
tinggi air di permukaan.
Tinggi air di permukaan pasir merupakan nilai kumulatif dari tinggi rata-rata
setiap waktu yaitu:
h = hrt+1-hrt
dengan: h = tinggi air di permukaan (mm)
hrt+1 = tinggi rata-rata air dalam piezometer saat t+1 (mm)
hrt = tinggi rata-rata air dalam piezometer saat t
Tahap perhitungan selanjutnya adalah mencari koefisien Chezy dengan
persamaan (2.16) dan limpasan baru, dengan menganggap R (jari-jari
hidrolik) sama dengan h menggunakan persamaan Chezy (2.15).
Tahap pengolahan selanjutnya adalah melakukan kalibrasi model dengan
trial-error untuk memperoleh model yang diinginkan.
(3.1)
29 Berikut dijelaskan langkah-langkah perhitungan yang disajikan dalam
bentuk tabel:
Tabel 3.1 Format Pengambilan Data Tinggi Air di Piezometer
Tinggi air dalam piezometer (mm) Waktu
(min)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 2
0.0
0.5
Dst.
Keterangan :
Kolom 1 :Waktu (min)
Kolom 2 : Tinggi air hasil pengamatan dalam piezometer (mm) no 1,2,…20
Tabel 3.2 Format Pengambilan Data Limpasan
Waktu (min) Hujan (l/min) Limpasan (l/min)
1 2 3
0.0
0.5
dst
Keterangan :
Kolom 1 : Waktu (min)
Kolom 2 : Hujan hasil pengamatan (l/min)
30
Tabel 3.3 Perhitungan Tinggi Air di Permukaan (h)
Waktu
Kolom 2 : Tinggi air dalam piezometer (mm)
Kolom 3 : Tinggi air rata-rata dalam piezometer (mm), dihitung dengan
rumus (3.1).
Kolom 4 : Besarnya nilai h dihitung dengan rumus (3.2).
31
Tabel 3.4 Debit limpasan secara pemodelan
Waktu Hujan Limpasan h C Qhit
(min) (l/min) (mm) (l/min) (mm) (l/min)
1 2 3 4 5 6
0.0
0.5
dst
Keterangan :
Kolom 1 : Waktu (min)
Kolom 2 : Intensitas hujan hasil pengamatan (l/min) diubah menjadi mm
Kolom 3 : Limpasan hasil pengamatan (l/min)
Kolom 4 : Tinggi air permukaan hasil perhitungan sebelumnya (tabel 3.3)
Kolom 5 : Koefisien Chezy, C dihitung dengan persamaan (2.16)
C = 1/n * R 1/6
Kolom 6 : Berdasarkan rumus awal (2.15) dihitung Qhit, kemudian dilakukan
kalibrasi sampai Qhit mendekati Qterukur.
32
Tabel 3.5 Uji Korelasi
Waktu
(min)
Qterukur
(l/min)
Qhit
(l/min)
(Qterukur-Qr)2
Dt 2
(Qterukur-Qhit)2
D2
1 2 3 4 5
Keterangan :
Kolom 1 : Waktu (min)
Kolom 2 : Qterukur (l/min)
Kolom 3 : Qhit (l/min) dari perhitungan pada tabel sebelumnya
Kolom 4 : Dt2 = (Qterukur-Qr)2
Qr merupakan limpasan hitungan rata-rata dihitung dengan rumus (2.11)
Kolom 5 : D2 = (Qterukur-Qhit)2
Kemudian menghitung koefisien korelasi dengan rumus (2.8), korelasi
33 Gambar 3.5 Sketsa Ground Water/Well Abstraction
. 1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 . 8 .9 .10 .116 .17 .18 .19 .20 .11
.12 .13 .14 .15
P= 2 m
34 F. Bagan Alir
Mulai
Input data:
1. Data hujan (l/min)
2. Tinggi air pada piezometer(mm) 3. Data limpasan (l/min)
4. Kemiringan lahan
5. Dimensi daerah tangkapan p=2m, l=1m
Debit terukur Analisa Data:
1. Menghitung tinggi air di permukaan dengan pers (3.1), (3.2).
2. Menghitung koefisien Chezy dengan pers (2.16)
Menghitung debit dengan pers (2.15)
Korelasi ≥ 0.7 durasi hujan, dan kemiringan lahan
Gambar 3.6 Bagan Alir
Variasi lain ?
TIDAK
35
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Data
Percobaan dilakukan sebanyak 18 kali dengan perincian sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Jenis Percobaan
Percobaan Jenis Lapisan Kemiringan Durasi Hujan
36 1. Tinggi Air Permukaan (h)
Tinggi air di permukaan dihitung dengan persamaan (3.2) setelah
tinggi rata-rata pada piezometer dihitung.
Contoh perhitungan:
Data pada percobaan I (daerah permeable, kemiringan 1: 100, 100% tc)
adalah:
Tinggi rata-rata piezometer saat t0 = hr1 = 65 mm
Tinggi rata-rata piezometer saat t0.5 = hr2 = 78.35 mm
maka berdasarkan rumus (3.2) diperoleh tinggi air permukaan (h) sebesar :
h = 78.35 - 65 = 13.35 mm
2. Koefisien Chezy
Koefisien Chezy dihitung berdasarkan rumus (2.16), setelah h
diketahui, dengan menganggap h sebagai jari-jari hidrolik (R).*) Hasil
perhitungan h pada perhitungan sebelumnya adalah 13.35, jadi koefisien
Chezy juga sama dengan :
3. Limpasan Hasil Perhitungan
Limpasan yang baru dihitung berdasarkan persamaan (2.15) dengan
menganggap aliran seragam, dan turbulen. Kemudian dilakukan trial and error
untuk merumuskan model hubungan antara hujan dan limpasan. Trial and error
dilakukan sampai debit hasil perhitungan mendekati debit yang terukur. Limpasan
37 korelasinya menggunakan persamaan (2.8). Perhitungan dengan bantuan
microsoft excel.
Q = A*V
Q = h* B*C*(h * So)0.5
Q= 13.35* 1000* 77.01* (13.35*0.01)0.5 = 0.26 l/min
Perhitungan selanjutnya analog pada perhitungan diatas dan contoh
perhitungan seperti pada tabel 4.1; 4.2; 4.3 dapat dilihat pada lampiran II dan
38
B. Pembahasan
Hasil perhitungan dan grafik menunjukkan bahwa ada perbedaan bentuk
hidrograf pada setiap hasil percobaan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
besaran parameter DAS sangat berpengaruh terhadap besarnya limpasan.
Daerah yang permeable dengan kemiringan yang landai (1:100), bentuk
hidrograf yang dihasilkan lebih tumpul dan limpasan lebih lambat terjadi
dibandingkan hidrograf pada daerah impermeable dengan kemiringan sama. Hal
ini disebabkan air tidak dapat atau sedikit sekali yang berinfiltrasi, sehingga air
lebih cepat melimpas,
Daerah dengan kemiringan curam (1:33.3) hidrograf yang dihasilkan lebih
tajam dibandingkan pada daerah yang landai (1:100). Pengaruh durasi hujan pada
bentuk hidrograf juga besar, terbukti meskipun daerahnya permeable, jika durasi
hujan 70 % dan 50% dari waktu tercapainya debit puncak, hidrograf yang
dihasilkan agak tajam.
Model yang dibuat pada penelitian ini merupakan pengembangan dari
model persamaan Chezy. Pengembangan model tersebut adalah menambahkan
koefisien kalibrasi pada persamaan tersebut, dengan trial and error
Koefisien kalibrasi yang diperoleh dari trial and error pada masing-masing
percobaan berbeda.
Hasil trial and error koefisien kalibrasi pada kondisi percobaan :
1. Permeable dan impermeable; m 1:100; adalah 0.7, tetapi angka korelasi
39 2. Permeable dan impermeable; m 1:50 adalah 0.3. Angka korelasi yang
dihasilkan dengan koefisien kalibrasi 0.3, tinggi, kecuali pada kondisi
permeable; multiple storm; 50% tc.
3. Permeable dan impermeable; m 1:33.3 adalah 0.25. Angka korelasi yang
dihasilkan juga tinggi, kecuali pada kondisi permeable; multiple storm;
40
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa :
1. Hujan efektif yang dialihragamkan menjadi aliran keluar memiliki
bentuk yang tidak linier terhadap waktu karena adanya kehilangan–
kehilangan seperti infiltrasi, dan detensi permukaan.
2. Model persamaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah
pengembangan dari model persamaan Chezy dengan menambahkan
koefisien kalibrasi yang berbeda untuk setiap kondisi kemiringan, agar
diperoleh debit yang besarnya mendekati debit terukur. Model yang
diperoleh pada penelitian ini adalah :
Qhit (l/min)= B*h*C*(h*So)0.5*á
dengan á = 0.7 untuk kemiringan 1:100
a = 0.3 untuk kemiringan 1:50
á = 0.25 untuk kemiringan 1: 33.3
3. Limpasan pada daerah permeable dan berkemiringan landai (1:100) lebih
lambat daripada daerah impermeable dengan kemiringan yang sama.
4. Angka korelasi tertinggi, yaitu 0.98, terjadi pada kondisi daerah
41
B. Saran
1. Sebaiknya dilakukan proses kalibrasi terhadap model yang didapat agar
model tersebut dapat diaplikasikan di lapangan.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh aliran
masuk (inflow), disamping hujan, terhadap limpasan.
3. Sebaiknya percobaan dilakukan dengan variasi kemiringan dan intensitas
42
DAFTAR PUSTAKA
CD Sumarto, 1987, Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya
Deni Nurdin, 2002, Skripsi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Linsley, R. K, Kohler, M. A, Paulhus, Joseph L. H, 1989, Hidrologi untuk
Insinyur, Erlangga, Jakarta
Linsley, Franini Joseph B, 1979, Water Resources Engineering, Mc Graw Hill
Book Company
Nazemi et al, 2003, Evolutionary Neural Network Modelling for Describing
Rainfall-Runoff Process, 225-226
Oriza Andamari, 2003, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Seyhan, Ersin (alih bahasa Sentot Subagyo), 1990, Dasar-Dasar Hidrologi, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta
Sharma, R. K, 1987, A Text Book of Hydrology & Water Resources, Dhanpat Rai
& Sons, India
Sri Harto Br, 1993, Analisis Hidrologi, Gramedia, Jakarta