Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Sarah Meida Pratiwi NIM: 1112051000160
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PERSPEKTIF ISLAM
DALAM KEPEDULIAN TERIIADAP
KONFLIK SOSIAL: TELAAH SEMIOTIKA PADA
F'ILM
"A
THOUSAIVDTIMES GOODNIGHT"
Skripsi
Diaj ukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Sarah Meida Pratiwi
NIM: 1112051000160
JURUSAII KOMUNIKASI PENYIARAN
ISLAM
FAKULTAS
ILMU
DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SOSIAL: TELAAH SEh{IOTIKA
THOUSAND TIMES GOOD NIGHT" sudah diujikan dalam sidang munaqasyah
di Fakultas Ilmu Dakwah dan llmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 September 2A16. Slaipsi ini sudah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial pada hogram Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta 20 September 2A16
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Sidang
Dedi Fakhrudin. M.Ikom Nip. 19791208 201411 1 00i
Penguji II
fl-.2
Helmi Rustandi. MA Nip. 19601208 198803 I 005
Nip. 19750606 200710 I 001
4
Prof. Dr. Asep Usman Ismail. MA19s80910 r98703 2 00r
LEMBAR PERJ\TYATAAIY
Dengan ini saya menyatakan:
l.
Skripsiini
merupakan hasil karyaasli
saya yang diajukanuntuk memenuhi salah safu persyaratan memperoleh gelar
strata
I
(S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaSemua sumber yarug saya gunakan dalam penulisan skripsi
ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaJika
di
kemudian hari terbukti bahwa karyaini
bukan hasilkarya
asli
saya atau merupakanjiplakan
dari
hasil
karyaorang lain, maka saya bercedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 September 2016 a
J.
a
i
Dalam bahasa semiotik, sebuah film dapat didefiniskan sebagai sebuah teks yang pada tingkat penanda, terdiri atas serangkaian imaji yang mempresentasikan aktifitas dalam kehidupan nyata. Salah satunya film A Thousand Times Good Night yang menjadi penelitian dalam skripsi. Dalam film menceritakan tentang konflik-konflik yang terjadi di belahan dunia, namun tidak ada yang peduli dengan keadaan di sana. Hal inilah yang menggerakan hati seorang fotografer perempuan bernama Rebecca untuk menolong mereka melalui keahlian yang dimilikinya.
Pertanyaan penelitian ini adalah Bagaimana makna denotasi, konotasi, dan mitos kepedulian terhadap konflik sosial dalam film A Thousand Times Good Night menurut teori semiotika model Roland Barthes?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan masuk ke dalam jenis penelitian deskriptif. Dimana penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai suatu fenomena secara detail. Paradigma penelitian yang digunakan ialah paradigma konstruktivisme. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika model Roland Barthes.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika Roland Barthes. Dalam semiotika model Roland Barthes, sistem signifikansi terbagi menjadi dua tingkatan, dimana denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan sistem signifikansi tingkat kedua. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Dalam pemahaman Barthes, mitos merupakan pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang dianggap alamiah.
Hasil penelitian ini menampilkan beberapa tanda yang muncul dari scene-scene di film ini. Peneliti mendapatkan data yang ditinjau dari denotasi, konotasi dan mitos. Makna denotasi berupa penjelasan mengenai gambar-gambar pada kelima secne yang berkaitan dengan konflik yang terjadi di Afganistan dan Kenya. Makna konotasinya yaitu menjelaskan bagaimana gambaran sikap kepedulian yang dilakukan Rebecca dan tokoh-tokoh yang lain terhadap konflik sosial yang terjadi. Sedangkan mitosnya adalah penjelasan mengenai perspektif Islam mengenai kepedulian terhadap konflik sosial yang di antaranya adalah sikap toleransi antar umat beragama, tolong-menolong terhadap sesama, arti persaudaran dalam Islam, balasan bagi orang-orang yang meringankan beban penderitaan orang lain, dan larangan berbuat aniaya terhadap orang lain. Jadi, dalam Islam selalu diajarkan untuk saling peduli antar sesama tanpa memandang status apapun dan Allah SWT menjanjikan balasan bagi orang-orang yang melakukan kebaikan dalam menolong orang lain yang kesulitan.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul: Perspektif Islam Dalam Kepedulian Terhadap Konflik Sosial: Telaah Semiotika Pada Film “A Thousand Times Good Night”.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah bagi junjungan besar Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa umat manusia kepada jalan kebenaran.
Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna memenuhi salah
satu persyaratan yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata
Satu (S1) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
penyusunannya segala hambatan yang ada dapat teratasi berkat bantuan,
bimbingan, dorongan, do'a dan pengarahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yaitu Dr. H. Arief
Subhan, M,A.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yaitu Drs. Masran,
M.A dan Fita Fathurokhmah SS, M.Si.
3. Prof. Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A selaku dosen pembimbing yang telah
mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan
iii
memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, serta Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, karena telah membantu dan memberikan
kemudahan bagi penulis dalam meminjam buku.
7. Kedua orang tua tercinta, Papa dan Mama (Suprapto dan Roida) yang tiada
hentinya selalu mendo'akan, menyemangati dan memberikan dukungan baik
moral maupun finansial kepada penulis. Terima kasih atas semua yang telah
kedua orang tua berikan kepada penulis.
8. Untuk kakakku Sufi Alfida Pratiwi, terima kasih telah memberikan semangat
serta dukungannya selama penulis mengerjakan skripsi.
9. Untuk teman seperjuangan Siti Aisyah dan Mudillah yang selalu
bersama-sama mulai dari semprop hingga selesainya skirpsi ini dan teman-teman
terbaik lainnya Fitri, Thabitha, Syifa, Dityan, Bilqis serta anak KPI E yang
tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih untuk kebersamaannya dari
semester satu hingga saat ini dan seterusnya.
10. Teman-teman dari KKN BRIGHT serta warga desa Tipar Raya, terima kasih
untuk satu bulan kebersamaannya selama KKN.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
iv
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan para pembaca dan
memberi manfaat dalam hal ilmu Komunikasi Penyiaran Islam. Amin Ya Robbal
alamin.
Tanggerang, Agustus 2016
v
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
E. Metodologi Penelitian ... 6
F. Tinjauan Pustaka ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Semiotika ... 13
1. Pengertian Semiotika ... 13
2. Macam-Macam Semiotika ... 14
3. Semiotika Roland Barthes ... 16
B. Perspektif Islam ... 19
C. Konflik Sosial ... 21
1. Pengertian Konflik Sosial ... 21
2. Faktor-Faktor Penyebab Konflik Sosial ... 22
3. Jenis-Jenis Konflik Sosial ... 24
D. Kepedulian Sosial ... 27
1. Pengertian Kepedulian Sosial ... 27
2. Jenis-Jenis Kepedulian Sosial ... 28
vi
BAB III GAMBARAN UMUM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT
... 30
A. Sinopsis ... 30
B. Profil Film ... 31
1. Tema ... 31
2. Tokoh ... 32
3. Penokohan ... 33
4. Setting atau Latar ... 34
5. Plot atau Alur ... 34
C. Tim Produksi ... 35
D. Profil Sutradara ... 36
BAB IV TELAAH SEMIOTIKA DALAM KEPEDULIAN TERHADAP KONFLIK SOSIAL DALAM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT ... 38
A. Memberitahu Adanya Ancaman Bom ... 41
B. Menolong Para Korban Bom Bunuh Diri ... 46
C. Mengenang Para Korban Konflik ... 50
D. Perjuangan Menerbitkan Berita Konflik di Media ... 54
E. Memberikan Bantuan Keamanan di Kenya ... 60
BAB V PENUTUP ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
vii
Tabel 3.1 Tokoh Film A Thousand Times Good Night ... 32
Tabel 3.2 Tim Produksi Film A Thousand Times Good Night ... 35
Tabel 4.1 Scene 1 (00.10.49-00.11.27) ... 41
Tabel 4.2 Scene 2 (00.13.11-00.13.44) ... 46
Tabel 4.3 Scene 3 (00.47.53-00.47.59) ... 51
Tabel 4.4 Scene 4 (00.56.26-00-00.57.13) ... 55
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan film memiliki perjalanan cukup panjang hingga pada
akhirnya menjadi seperti film di masa kini yang kaya dengan efek, dan sangat
mudah didapatkan sebagai media hiburan. Film memiliki kekuatan besar dari segi estetika karena menjajarkan dialog, musik, pemandangan dan tindakan
bersama-sama secara visual dan naratif. Dalam bahasa semiotik, sebuah film
dapat didefiniskan sebagai sebuah teks yang pada tingkat penanda, terdiri atas
serangkaian imaji yang mempresentasikan aktifitas dalam kehidupan nyata.
Jelaslah bahwa topik tentang sinema adalah salah satu topik sentral dalam
semiotika karena genre-genre dalam film merupakan sistem signifikasi yang
mendapat respons sebagian besar orang saat ini dan yang dituju orang untuk
memperoleh hiburan, ilham, dan wawasan pada level interpretan.1
Salah satunya film A Thousand Times Good Night yang menjadi
penelitian dalam skripsi. Film A Thousand Times Good Night diliris pada
tanggal 16 Oktober 2013 dan telah mendapatkan penghargaan Special Grand
Prix of The Jury dalam Montreal World Film Festival di Kanada tahun 2013.
Film buatan Norwegia karya Erik Poppe ini adalah autobiografi dari Erik
1
Poppe sendiri selaku penulis naskah dan sutradara. Film ini menceritakan
pengalamannya saat menjadi fotografer konflik.2
Konflik sosial yang diangkat dalam film ini mengambil latar di
Afghanistan dan Kenya. Dua negara yang mengalami konflik sosial dan
menewaskan banyak korban jiwa, namun masyarakat dunia kurang peduli
terhadap keadaan di sana. Hal inilah yang menggerakan hati seorang
fotografer perempuan bernama Rebecca untuk menolong mereka melalui
keahlian yang dimilikinya. Dalam film ini diperlihatkan bagaimana sulitnya
Rebecca untuk menerbitkan foto-fotonya di media dan usaha Rebecca untuk
meminta bantuan pada PBB. Permasalahan yang dihadapi Rebecca tidak
hanya sampai di situ. Suami dan anak Rebecca menentang dirinya melakukan
pekerjaan berbahaya tersebut dan pada akhirnya Rebecca dihadapkan pada
pilihan antara karir atau keluarganya.3
Penyebab konflik sendiri sangatlah kompleks dan tidak berdiri sendiri,
tetapi dilatarbelakangi oleh berbagai dimensi dan latar peristiwa.
Konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat bisa berlatar belakang ekonomi,
politik, kekuasaan, budaya, agama, dan kepentingan lainnya.1 Konflik
merupakan proses sosial yang akan terus terjadi dalam masyarakat, baik
individu maupun kelompok, dalam rangka perubahan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, dengan cara menentang lawannya.
2
“1,000 Times Good Night,” artikel diakses pada 28 Mei 2016 dari http://www.imdb.com/title/tt2353767/
3
“A Thousand Times Good Night,” artikel diakses pada 28 Mei 2016 dari http://www.thisisirishfilm.ie/trailers/a-thousand-times-goodnight
1
3
Adapun kekerasan, merupakan gejala yang muncul sebagai salah satu
efek dari adanya proses sosial yang biasanya ditandai oleh adanya perusakan
dan perkelahian.2 Hal ini lah yang menyebabkan banyak orang yang menjadi
korban konflik. Dan mereka yang menjadi korban konflik berkepanjangan
mengharapkan bantuan untuk penyelesaian konflik tersebut seperti yang
tergambar dalam film A Thousand Times Good Night.
Seperti yang terlihat pada saat ini, kepedulian sosial yang dimiliki
manusia semakin berkurang terhadap sesamanya. Padahal manusia sebagai
makhluk hidup tidak dapat hidup sendiri, sehingga mengharuskannya hidup
bersosialisasi dan peka terhadap kesusahan orang lain di sekitarnya.4 Ada
cukup banyak orang yang sedang menanti uluran tangan kita, bahkan
barangkali dalam keluarga kita sendiri. Bentuk kepedulian tidak selalu dalam
bentuk materi, tetapi juga berupa perhatian, penerimaan, penyediaan waktu,
pikiran dan hati untuk sesama yang sedang membutuhkan hal-hal semacam
itu.5
Dalam Islam pun diajarkan untuk saling peduli terhadap sesamanya.
Salah satu ajaran Islam yang menunjukkan sikap kepedulian adalah zakat.
Allah SWT mengajarkan penunaian zakat selain untuk membersihkan harta
sekaligus untuk melatih umatnya memupuk kepekaan dan kepedulian sosial.
Hal ini karena Allah ingin benar-benar memastikan bahwa seorang Muslim
harus memiliki sebuah karakter yang tinggi berupa kepekaan dan kepedulian
2
Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 35.
4
Antonius Atosokhi, Relasi Dengan Sesama, cet. ke-3, (Jakarta: Gramedia, 2005), h.269.
5
kepada sesama sehingga mereka merasa memiliki tanggung jawab yang tinggi
tidak hanya kepada dirinya tetapi juga kepada sekitarnya, orang lain dan
masyarakat.6 Selain itu bentuk kepedulian juga dijelaskan dalam Surah
al-Balad [90] ayat 12-18 berikut:
ﺎَﻣ َﻚٰىَرۡدَأ ٓﺎَﻣَو
ُﺔَﺒَﻘَﻌۡﻟٱ
١٢
ﱡﻚَﻓ
ٍﺔَﺒَﻗَر
١٣
ﻢَٰﻌۡﻃِإ ۡوَأ
مۡﻮَﯾ ﻲِﻓ
يِذ
ﺔَﺒَﻐۡﺴَﻣ
١٤
ِﺘَﯾ
ﻢﯿ
ا
ٍﺔَﺑَﺮۡﻘَﻣ اَذ
١٥
ﻦﯿِﻜۡﺴِﻣ ۡوَأ
ﺔَﺑَﺮۡﺘَﻣ اَذ ا
١٦
ﱠﻢُﺛ
َنﺎَﻛ
َﻦِﻣ
َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ
ِﺑ ْاۡﻮَﺻاَﻮَﺗَو ْاﻮُﻨَﻣاَء
ِﺮۡﺒﱠﺼﻟﭑ
ِﺑ ْاۡﻮَﺻاَﻮَﺗَو
ِﺔَﻤَﺣۡﺮَﻤۡﻟﭑ
١٧
ُﺐَٰﺤۡﺻَأ َﻚِﺌَٰٓﻟْوُأ
ِﺔَﻨَﻤۡﯿَﻤۡﻟٱ
١٨
Artinya:"Tahukah kamu apa jalan yang mendaki dan sukar itu?, (yaitu) melepaskan perbudakan, atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. atau orang miskin yang sangat fakir, dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang, mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan."
Pada Surah al-Balad [90]: 12-18 di atas dijelaskan bahwa jalan yang
mendaki dan sukar adalah memberikan bantuan pada mereka-mereka yang
membutuhkan. Mereka pula termasuk penyebab masalah sosial berupa
kemiskinan yang bersumber dari kualitas sumber daya manusia yang rendah,
seperti adh-dha’îf, yakni keadaan diri seseorang yang diliputi kelemahan;
al-khauf, yakni keadaan diri seseorang yang diselimuti oleh suasana takut yang
mencekam; al-kaslân, yakni keadaan jiwa seseorang yang diliputi oleh
kemalasan; dan al-bakhîl, yakni keadaan diri seseorang yang di dominasi oleh
sifat kikir.7
6
AKH. M uw afik Saleh, M embangun Karakt er dengan Hat i Nurani: Pendidikan Karakt er untuk Generasi Bangsa, cet. ke-1, (Jakart a: Erlangga, 2012), h. 219-220.
7
5
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti perlu untuk mengkaji
film A Thousand Times Good Night sebagai subjek penelitian. Maka dari itu,
untuk mengetahui lebih lanjut tanda-tanda komunikasi yang tersirat di
dalamnya dan makna simbolik mengenai kepedulian terhadap konflik sosial
pada film A Thousand Times Good Night penulis inigin meneliti sekaligus
dijadikan judul skripsi, yaitu: Perspektif Islam Dalam Kepedulian Terhadap Konflik Sosial: Telaah Semiotika Pada Film “A Thousand Times Good Night”.
B. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang dibahas maka peneliti perlu
membuat batasan masalah agar hasil penelitian lebih terfokus dan mendalam.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dibatasi pada
pengambilan adegan-adegan dalam film A Thousand Times Good Night yang
dianggap memiliki makna simbol yang mewakili kepedulian terhadap konflik
sosial.
C. Rumusan Masalah
Adapun pertanyaan mengenai penelitian, yaitu: Bagaimana makna
denotasi, konotasi, dan mitos kepedulian terhadap konflik sosial dalam film A
D. Tujuan dan Manfaat
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian diatas, secara spesifik
penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui makna denotasi, konotasi, dan
mitos kepedulian terhadap konflik sosial dalam film A Thousand Times Good
Night menurut teori semiotika model Roland Barthes.
Sedangkan, manfaat penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat akademis: Dalam penelitian ini semoga memberikan
sumbangsih bagi ilmu komunikasi dan dapat digunakan sebagai
panduan dan referensi dan menambah hasil penelitian khususnya yang
berhubungan dengan penelitian tentang analisis semiotika pada film.
2. Manfaat Praktis: Semoga dengan hasil penelitian ini diharapkan
memberikan informasi tambahan dan evaluasi bagi penelitian serupa
dalam melakukan analisis mengenai simbol-simbol pada film.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif. Jenis penelitian kualitatif berfungsi untuk
menjelaskan suatu fenomena atau objek penelitian melalui pengumpulan
data sedalam-dalamnya.8 Sedangkan menurut Denzim dan Lincoln (1987)
mengatakan bahwa,
8
7
“Penelitain kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.”9
Penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang mengandalkan data,
tidak menjadikan populasi atau sampling sebagai prioritas. Yang
ditekankan kualitas bukan kuantitas.
Dalam proses pembentukannya, penelitian kualitatif ini dikemas
secara deskriptif. Sifat penelitian deskriptif ini bertujuan membuat
deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi atau objek tertentu.10 Penelitian kualitatif-deskriptif,
data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Dan semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap
apa yang sudah diteliti.11
Dalam penelitian ini juga menggunakan paradigma konstruktivisme,
paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap
socially meaning action melalui pengamatan langsung dan terperinci
terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan
memelihara/mengelola dunia sosial mereka.12
9
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 5.
10
Kriyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi, h. 69.
11
Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 11.
12
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini ialah film A Thousand Times Good Night.
Adapun yang menjadi objek dari penelitian ini adalah potongan-potongan
gambar dari film tersebut yang dianggap mengandung tanda-tanda sesuai
batasan masalah yang akan di analisis dengan menggunakan analisis
semiotika Roland Barthes.
3. Sumber Data
Dalam memperoleh data, penulis meneliti langsung dari softfile
tayangan film A Thousand Times Good Night sebagai data primer atau
sasaran utama dalam analisis, tanpa melakukan waawancara. Selain itu,
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data-data dengan mengkaji
berbagai sumber yang ada, seperti majalah, internet, buku, dan sumber
lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan antaranya:
Dokumentasi, yaitu dilakukan dengan menggunakan data-data dan
dokumen yang mendukung penelitian ini. Data-data yang dikumpulkan
9
a. Data Primer
Studi komunikasi yang dilakukan penulis dengan melakukan
pencarian scene-scene dalam film A Thousand Times Good Night
yang mengandung tanda-tanda yang sesuai dengan batasan masalah.
b. Data Sekunder
Selain pengumpulan data primer, penulis juga melakukan
pencarian melalui sumber-sumber tertulis untuk memperoleh
informasi mengenai objek penelitian ini sebagai data sekunder.
Mengkaji berbagai sumber yang sesuai dengan materi penelitian
melalui buku, internet, artikel.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian diklasifikasikan sesuai pertanyaan
yang terdapat di rumusan masalah. Dalam menganalisis data, penulis
menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes. Analisis ini
bertujuan untuk melihat bagaimana serangkaian tanda-tanda yang
terkandung dalam film A Thousand Times Good Night. Dimana Roland
Barthes mementingkan tiga aspek, yaitu makna denotasi, konotasi dan
mitos.
6. Teknik Penulisan
Penelitian ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya
dkk. Yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2007.13
F. Tinjauan pustaka
Tinjauan pustaka yang menginspirasi peneliti dari skripsi-skripsi
terdahulu, diantaranya:
Skripsi pertama yang diajukan peneliti sebagai referensi tambahan dalam
pembuatan penelitian ini adalah Representasi Islam Dalam Film “PK” oleh
Nurleli, tahun 2015, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Persamaan skripsi yang menjadi referensi dengan
skripsi yang peneliti buat yaitu persamaan dalam hal teori yang sama-sama
menggunakan semiotika model Roland Barthes. Namun terdapat perbedaan
dalam hal objek yang digunakan yaitu skripsi yang menjadi rujukan
menggunakan film PK, sedangkan skripsi yang peneliti buat menggunakan
film A Thousand Times Goodnight.
Skripsi yang kedua yaitu, Analisis Semiotik Kepedulian Terhadap Anak
Jalanan Dalam Film Rumah Tanpa Jendela, oleh Adinda Vanda Marsista,
tahun 2015, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan
analisis semiotika film dan makna yang dicari sama-sama tentang kepedulian.
Perbedaanya ada pada teori yang digunakan. Skripsi yang dijadikan bahan
rujukan menggunakan teori semiotika Charles Sander Pierce, sedangkan
13
11
skripsi yang peneliti buat menggunakan teori semiotika Roland Barthes.
Selain itu, skripsi yang dijadikan bahan rujukan menggunakan film Rumah
Tanpa Jendela sebagai objeknya, sedangkan skripsi yang peneliti buat
menggunakan film A Thousand Times Good Night sebagai objek penelitain.
Skripsi yang ketiga yang menjadi rujukan yaitu, Representasi Simbol
Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho, oleh Siti Mawarni
Murdiati tahun 2014, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Persamaan skripsi yang dijadikan rujukan dengan
skripsi yang peneliti buat adalah dalam hal sama-sama menggunakan analisis
semiotika film. Perbedaanya ada pada objek penelitian dimana skripsi yang
digunakan sebagai rujukan menggunakan film Mata Tertutup dan
menggunakan teori semiotika Charles Sander Pierce, sedangkan skripsi yang
peneliti buat menggunakan film A Thousand Times Good Night dan
menggunakan teori semiotika Roland Barthes.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah proses penelitian ini, peneliti membagi skripsi ini
menjadi lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN menyajikan pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metedologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II: KERANGKA TEORI menjelaskan tentang semiotika, perspektif
BAB III: GAMBARAN UMUM FILM A THOUSAND TIMES
GOODNIGHT menguraikan gambaran umun tentang sinopsis, profil film,
tim produksi, dan profil sutradara.
BAB IV: TELAAH SEMIOTIKA TENTANG KEPEDULIAN
TERHADAP KONFLIK SOSIAL DAlam FILM A THOUSAND TIMES
GOODNIGHT merupakan hasil penelitian analisis semiotika terhadap film A
Thousand Times Goodnight. Berupa identifikasi umum makna denotasi,
konotasi dan mitos dalam film A Thousand Times Goodnight.
BAB V: PENUTUP merupakan akhir atau penutup penelitian dari
13
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang
disebut dengan ‘tanda’. Dengan demikian, semiotik mempelajari hakikat
tentang keberadaan suatu tanda.1
Pengertian semiotika dapat dijelaskan secara etimologis dan
terminologis. Pengertian semiotika secara etimologis, yaitu istilah
semiotika yang berasal dari kata yunani Semeion yang berati tanda. Tanda
itu sendiri di definisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial
yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.
Tanda awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya
hal lain.2 Sedangkan, secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari
sederatan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan
sebagai tanda.3
Jadi, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan didunia ini, di tengah-tengah manusia dan
1
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 87.
2
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 7.
3
bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi,
pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)
memaknai hal-hal (things).4
2. Macam-Macam Semiotika
Semiotika yang kita kenal sekarang sekurang-kurangnya terbagi
menjadi sembilan macam, yaitu:
a. Semiotik analitik, yaitu semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce menyatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan
menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan
sebagai lambang, sedangkan makna adalah sebagai beban yang
terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu.
b. Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu
tetap seperti yang disaksikan sekarang. Misalnya, langit yang
mendung menandakan bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dari
dahulu hingga sekarang tetap saja seperti itu. Namun, dengan majunya
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni telah banyak tanda yang
diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
c. Semiotik faunal (zoosemiotic), yaitu semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan
biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antara sesamanya,
4
15
tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh
manusia.
d. Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Telah diketahui
bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya
tertentu yang telah turun-temurun dipertahankan dan dihormati.
Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sebuah
sistem, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya
dengan masyarakat yang lain.
e. Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Mitos dan
cerita lisan, ada di antaranya yang memiliki nilai kultural yang tinggi.
f. Semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Alam yang tidak bersahabat dengan
manusia seperti banjir atau tanah longsor, sebenarnya memberikan
tanda kepada manusia bahwa manusia telah merusak alam.
g. Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma,
misalnya rambu lalu lintas.
h. Semiotik sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang
yang disebut kalimat. Dengan kata lain semiotik sosial menelah sistem
tanda yang terdapat dalam bahasa.
i. Semiotik struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. 5
Dalam penelitian ini jenis semiotik yang dianalisis dapat dikatakan
termasuk ke dalam jenis semiotik deskriptif dan semiotik stuktural. Hal ini
dikarenakan tanda-tanda yang terdapat dalam film nantinya akan dianalis
berdasarkan makna tanda yang sudah ada sejak dulu namun seiring
perkembangan jaman tanda yang dihasilkan akan berubah maknanya.
Tanda-tanda yang ada di film akan dianalisis tidak hanya dalam
pekembangan masyarakat namun juga dalam pandangan Islam. Selain itu
bahasa yang ada dalam film juga akan dianalisis berupa dialog yang
mengandung makna tertentu.
3. Semiotika Roland Barthes
Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di
Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di
sebelah barat daya Prancis.6 Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang
pemikir strukturalis yang rajin mempraktikkan model lingustik dan
semiologi Saussure. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang
ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi
5
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 100-102.
6
17
sastra. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang
mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu
tertentu.7
Konsep pemikiran Roland Barthes merupakan terusan dari pemikiran
Ferdinand De Saussure. Jika pemikiran Saussure mengenai adanya asosiasi
antara penanda dan petanda. Maka, Barthes meneruskan pemikiran
Saussure dengan menekankan bahwa interaksi antar teks dengan
pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi
dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh
penggunanya.8
Tabel 2.1 Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4) dengan kata lain, hal tersebut
merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal kata “singa”,
7
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63
8
barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi
mungkin.9
Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki
makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif
yang melandasi kebenarannya.10
Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam
pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh
Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai
makna harfiah, makna yang “sesungguhnya,”. Akan tetapi, di dalam
semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan
sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat
kedua.11
Denotasi adalah makna pada apa yang kita lihat dan pada
kenyataannya sama. Denotasi juga bisa dibilang sebagai fenomena yang
tampak dengan panca indera. Sedangkan, konotasi adalah makna-makna
yang bukan sebenarnya, tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti
(artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan), konotasi dapat
menghasilkan makna lapis kedua dengan berbagai aspek psikologis seperti
perasaan, emosi atau keyakinan yang bersifat implisit, tersembunyi yang
disebut makna konotatif.12 Konotasi mempunyai makna yang subjektif
atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain denotasi adalah apa yang
9
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69
10
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69
11
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 70
12
19
digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi
adalah bagaimana cara menggambarkanya.13
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda
bekerja melalui mitos (myth). Dalam pemahaman Barthes, mitos
merupakan pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang dianggap
alamiah.14 Menurut Barthes mitos adalah bagaimana kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala
alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu
dominasi.15 Sebuah mitos dapat menjadi sebuah ideologi atau sebuah
paradigma ketika sudah berakar lama, digunakan sebagai acuan hidup dan
menyentuh ranah norma sosial yang berlaku di masyarakat. 16
B. Perspektif Islam
Perspektif adalah cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang
mendatar, sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang,
lebar, dan tingginya). Di samping itu pula perspektif bermakna sudut pandang
atau pandangan. Dengan demikian perspektif adalah suatu pandangan
seseorang terhadap suatu persoalan.17
13
Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22.
14
Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode , Gaya dan Matinya Makna, h. 305.
15
Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22.
16
Benny Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), h. 59.
17
Sedangkan pengertian Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW sebagai Rasul.18
Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan mengenai satu
segi, tetapi mengenai berbagai segi dari aspek kehidupan manusia yang
bersumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek yaitu
Al-Qur’an dan hadist.
Nama Islam berasal dari kata Salam yang terutama berarti “damai” dan
juga berarti “menyerahkan diri”. Tertuang dalam ayat berikut :
ُﻢﯿِﻠَﻌْﻟا ُﻊﯿِﻤﱠﺴﻟا َﻮُھ ۥُﮫﱠﻧِإ ۚ ِﮫﱠﻠﻟا ﻰَﻠَﻋ ْﻞﱠﻛَﻮَﺗَو ﺎَﮭَﻟ ْﺢَﻨْﺟﺎَﻓ ِﻢْﻠﱠﺴﻠِﻟ ۟اﻮُﺤَﻨَﺟ نِإَو
Artinya: “dan jika mereka condong kepada perdamian, maka condonglah kepadanya dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguuhnya Dialah yang
maha mendengar lagi maha mengetahui”.(QS. Al-anfal: 61)
Maka keseluruhan pengertian yang dikandung nama ini adalah “kedamaian
sempurna yang terwujud jika hidup sudah diserahkan kepada Allah”.19 Tuhan
dalam agama Islam adalah Allah SWT, kitab yang dianut umat islam adalah
Al-Qur’an. Al-Quran merupakan mukzijat yang diberikan kepada nabi
Muhammad SAW, yang dipercayai umat Islam sebagai nabi akhir zaman
yang membawa cahaya bagi umat manusia.
Pengertian Islam menurut KH. M. Syafi’I Hadzami adalah tunduk dan
patuh terhadap apa yang diberitakan oleh Rasulullah.20 Dalam pengertian
18
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: Universitas, 1985), h. 24.
19
Huston Smith, Agama-agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 254.
20
21
agama, kata Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah,
serta taat kepada hukum-Nya.21
Dari segi bahasa, kata Islam berasal dari bahasa arab yang terambil dari
akar kata salima. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut diartikan dengan
“selamat”. Dari akar kata salima tadi dibentuk kata aslama,yaitu salam yang
artinya keselamatan, taslim yang artinya perdamaian.22
Pengertian Islam secara umum berarti ketundukan dan ketaatan semua
makhluk terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan Tuhan sang pencipta.
Arah ketundukan terhadap hukum-hukum alam dan ketundukan terhadap
ketentuan-ketentuan agama.23 Jadi yang dimaksud dengan perspektif Islam
adalah suatu pandangan seseorang terhadap hukum-hukum yang telah
ditetapkan Allah SWT.
C. Konflik Sosial
1. Pengertian Konflik Sosial
Konflik merupakan proses sosial yang pasti terjadi di tengah-tengah
masyarakat yang dinamis. Konflik terjadi karena adanya perbedaan atau
kesalahpahaman antara individu atau kelompok masyarakat yang satu dan
individu atau kelompok masyarakat lainnya.24
21
Abdalati hammudah, Islam Suatu Kepastian, (Jakarta: Media Dakwah, 2008), h. 13.
22
Jam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-agama (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000), h. 107-108.
23
Jam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-agama, h. 111.
24
Untuk mendapatkan gambaran lebih luas tentang pengertian konflik,
beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai definisi konflik.
“Robert M.Z. Lawang, mengatakan bahwa konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal langka, seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya, yang tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial, dan budaya) yang relatif terbatas.”
Sedangkan definisi lain mengenai konflik dijelaskan oleh Peter Harris
dan Ben Relly (1998).
Peter Harris dan Ben Relly (1998), berpendapat bahwa sifat konflik yang tajam di dunia telah berubah dalam suatu dekade terakhir, baik dalam inti permasalahan maupun dalam bentuk pengekpresiannya. Salah satu perubahan yang paling dramatis adalah pergeseran dari konflik antarnegara yang tradisional (perang antarnegara berdaulat) menuju konflik dalam negara. Konflik-konflik yang paling kejam sepanjang abad ke-20 adalah konflik antarnegara. Akan tetapi, pada tahun 1990-an hampir semua konflik besar di dunia terjadi dalam negara atau konflik internal, misalnya perang saudara, pemberontakan bersenjata, gerakan separatis dengan kekerasan, dan peperangan domestik lainnya. 25
Dalam konflik pasti ada perselisihan dan pertentangan di antara
pihak-pihak berkonflik. Konflik bisa dialami oleh siapa saja pada berbagai
lapisan masyarakat. Konflik bisa dimulai dari keluarga, masyarakat
sekitar, nasional, dan global.26
25
Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 33.
26
23
2. Faktor-Faktor Penyebab Konflik Sosial
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik sosial
karena konflik sosial tidak terjadi begitu saja dalam masyarakat.
“Menurut DuBois dan Miley sumber utama terjadinya konflik dalam masyarakat adalah adanya ketidakadilan social, adanya diskriminasi terhadap hak-hak individu dan kelompok, serta tidak adanya penghargaan terhadap keberagaman. Ketiga faktor tersebut biasanya sangat berkaitan dengan sikap-sikap dan perilaki masyarakat yang dtandai dengan rasisme, elitism, gender, usia, prasangka.”27
Namun secara umun sumber atau sebab konflik djelaskan sebagai
berikut:
a. Konflik nilai. Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai.
Nilai merupakan sesuatu yang menjadi dasar, pedoman, tempat setiap
manusia menggantungkan pikiran, perasaan dan tindakan seseorang.
b. Kurangnya komunikasi. Konflik bisa terjadi hanya karena dua pihak
kurang berkomunikasi. Kegagalan berkomunikasi karena dua pihak
tidak dapat menyampaikan pikiran, perasaan, dan tindakan diantara
mereka (fungsi komunikasi, antara lain adalah mengurangi tingkat
ketidakpastian) dapat mengakibatkan konflik.
c. Kepemimpinan yang kurang efektif/pengambilan keputusan yang
tidak tidak adil.
d. Ketidakcocokan peran. Konflik ini bisa terjadi di mana dan kapan
saja, asal dalam sebuah organisasi (sosial maupun formal).
Ketidakcocokan peran itu terjadi karena dua pihak mempersepsikan
secara sangat berbeda peran mereka masing-masing.
27
e. Produktivitas rendah. Konflik acap terjadi, karena out put dan out
come dari dua pihak atau lebih yang bekerja sama tidak atau kurang
mendapat keuntungan dari kerja sama tersebut. Muncul prasangka di
antara mereka.
f. Perubahan keseimbangan. Konflik terjadi karena perubahan
keseimbangan yang dialami oleh dua pihak atau lebih. Sumber
perubahan itu boleh jadi alam (yang tidak dapat diprediksikan
sebelumnya), atau organisasi saat mengalami mutasi/rotasi dan
promosi, dan seterusnya.
g. Konflik yang belum terpecahkan. Banyak pula konflik yang terjadi
karena ada konflik di antara dua pihak yang sebelumnya tidak dapat
diselesaikan. Tidak ada proses “saling memaafkan” dan “saling
mengampuni”. 27
3. Jenis-Jenis Konflik Sosial
Konflik sebagai suatu gejala sosial akan di dapatkan dalam kehidupan
bersama. Artinya konflik merupakan gejala yang bersifat universal. Tidak
ada kehidupan bersama tanpa adanya konflik, baik pada skala besar
maupun skala kecil. Konflik bisa terjadi antarindividu, antarkelompok,
maupun antara indivu dengan kelompok.28
27
Alo Liliweri, PRASANGKA&KONFLIK: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2009), h, 261-263.
28
25
Konflik sosial dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Berikut
adalah macam-macam konflik sosial menurut Soerjomo Soekamto, yaitu:
a. Konflik Individu
Konflik sosial ini melibatkan individu di dalamnya. Konflik ini
bisa terjadi karena adanya perbedaan, pertentangan, ataupun
ketidakcocokan antara individu satu dengan individu lain.
Masing-masing individu bersikukuh mempertahankan tujuannya atau
kepentingan masing-masing.
b. Konflik Antaretnis
Etnis atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayaan
yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau
sacral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku
lain. Perbedaan etnit tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik
antaretnis.
c. Konflik Antaragama
Keyakinan dalam agama adalah keyakinan yang bersifat mutlak,
artinya tanpa pembanding. Berbeda dengan ilmpu pengetahuan,
kebenarannta bersifat relative. Jika ditemukan teori baru dan
menyangkal teori lama, maka teori lama akan diganti denga teori baru.
Agama tidak demikian, kebenarannya bersifat mutlak, menerima
ajaran agama tersebut dengan keyakinan bahwa apa yang diajarkan
dalam agama adalah benar.
Konflik yang terjadi antarkelas sosial biasanya berupa konflik
yang bersifat vertical, yaitu konflik antara kelas atas dan kelas sosial
bawah. Konflik ini terjadi karena kepentingan yang berbeda antara
dua golongan atau kelas sosial yang ada.
e. Konflik Antarras
Ras atau warna kulit merupakan ciri yang dibawa suatu
masyarakat sejak lahir. Mereka hidup dalam suatu kkomunitas dan
mengembangkan berbagai kesadaran kelompok dan solidaritas di
antara mereka. Oleh karena itu, konflik yang terjadi karena perbedaan
warna kulit dapat meluas karena adanya solidaritas di antara mereka
yang memiliki warna kulit sama.
f. Konflik Antarnegara
Konflik antarnegara adalah konflik yang terjadi antara dua Negara
atau lebih. Mereka memiliki perbedaan tujuan dan berupaya
memaksakan kehendak negaranya kepada Negara lain. Perang dingin
antara Blok Timur (Negara Uni Soviet) bersama sekutunya dengan
negara Barat Amerika dan sekutunya merupukan konflik antarnegara
sebelum pecahnya negara Uni Soviet.29
Berdasarkan macam-macam konflik sosial yang ada, konflik sosial
yang sesuai dengan penelitian ini adalah konflik antaragama, antarnegara,
antarras dan antaetnis. Dalam film diperlihatkan bagaimana Rebecca
mendatangi penampungan di Kakuma Kenya, penampungan tersebut berisi
29
27
warga-warga mayoritas Sudan dan Kenya yang menjadi korban konflik.
Pada negara Kenya, konflik yang terjadi berawal dari pemilu Presiden
2007 yang dimenangkan kandidat dari suku Kikiyu yang merupakan suku
terbesar di Kenya, dan akhirnya menjadi konflik antaretnis antara suku luo
dan suku kikiyu. Lalu di Sudan konflik antaretnis juga terjadi antara Sudan
Selatan yang beragama nasrani dan ras kulit hitam sedangkan Sudan Utara
yang beragama Islam merupakan ras Arab. Konflik terjadi akibat
ketidakadilan dalam pemerintahan pusat, terhadap hak-hak warga di Sudan
Selatan.
Sedangkan di Afganistan yang terjadi adalah konflik antaragama dan
antarnegara dimana negara Uni Soviet mencoba untuk menguasai wilayah
Afghanistan melalui pengaruh komunis yang akhirnya menyebabkan
pemberontakan oleh kelompok Mujahidin dan berkembang menjadi
perang sipil antara kelompok Mujahidin dan kelompok Taliban.
D. Kepedulian Sosial
1. Pengertian Kepedulian Sosial
Peduli adalah sebuah terminologi seberapa empati kita memikirkan
kebutuhan orang lain dengan sumber daya yang kita miliki.30 Sedangkan
pengertian kepedulian adalah deskripsi kasih sayang seseorang yang
muncul akibat adanya rasa ketidaktegaan melihat keadaan atau
ketimpangan yang ada. Ada dorongan dalam diri untuk membantu orang
30
lain yang sedang mengalami kesulitan. Kepedulian seseungguhnya
merupakan ungkapan ketulusan atau pengorbanan tanpa pamrih.31
Jadi dapat diartikan bahwa kepeduliann sosial adalah sikap yang
memperhatikan kehidupan bersama. Adapun sikap kepedulian yang
dimaksud yaitu yang meliputi:
a. kepekaan terhadap keadaan orang lain
b. partisipasi dalam melakukan perubahan yang positif
c. menolong tanpa pamrih
d. toleransi
e. empati terhadap penderitaan orang lain.32
2. Jenis-jenis Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Kepedulian yang berlangsung saat suka maupun duka.
Kepedulian sosial merupakan keterlibatan pihak yang satu kepada
pihak yang lain dalam turut merasakan apa yang sedang dirasakan
atau dialami oleh orang lain.
b. Kepedulian pribadi dan bersama.
Kepedulian bersifat pribadi dapat dilakukan sendiri atau bersama
keluarga. Kesempatan untuk aksi semacam ini ada banyak disekitar
kita. Ada kalanya kepedulian social dilakukan dalam bentuk
31
Sumartono, Komunikasi Kasih Sayang, cet. ke-1, ( Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004), h. 11.
32
29
kepedulian bersama. Cara ini terutama penting apabila bantuan yang
dibutuhkan cukup besar atau berlangsung secara berkelanjutan.
c. Kepedulian yang sering lebih mendesak.
Kepedulian akan kepentingan bersama merupakan hal yang sering
mendesak untuk kita lakukan. Caranya dengan melakukan sesuatu
atau justru menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu demi
kepentingan bersama.33
3. Sumber Kepedulian Sosial
Sumber kepedulian sosial berasal dari dua sumber, yakni:
a. Bersumber dari cinta
Kepedulian sosial muncul dari kepekaan hati untuk merasakan
apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari
sering kita dengar istilah empati, yang dapat diartikan sebagai
kesanggupan untuk memahami dan merasakan perasaan-perasaan
orang lain seolah-olah itu perasaan diri sendiri.
b. Tidak karena macam-macam alasan
Ada beberapa alasan seseorang mengulurkan tangannya kepada
orang lain. Ada alasan politik, demi meraih simpati orang, motif
mendapatkan pengaruh, supaya dilihat dan dikagumi orang, dan
sebagainya. Hal-hal itu bisa saja terjadi, dan tidak selalu buruk.
Namun, Kepedulian sosial yang kita kembangkan adalah kepedulian
33
yang timbul dari hati yang terbuka mau berbagi untuk sesamanya
tanpa didorong atau disertai oleh alasan-alasan tadi.34
34
31
[image:42.595.134.510.347.575.2]BAB III
GAMBARAN UMUM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT
A. Sinopsis
Cerita dalam film bermula saat Rebecca seorang fotografer konflik
perempuan yang meliput bom bunuh diri di Kabul, Afghanistan dan akhirnya
dia terhempas di saat bom tersebut meledak di tengah kota. Di sisi lainnya
Rebecca adalah seorang ibu yang memiliki suami dan dua orang putri. Untuk
mengerti kondisi ibunya dan istrinya akan pekerjaannya memang sangat sulit
di keluarga tersebut. Ketika Rebecca pulang ke rumah, dia memutuskan
berhenti dari pekerjaannya karena anak dan suaminya khawatir akan
keselamatannya dan terus bersikap marah akibat dirinya yang membahayakan
nyawanya setiap kali ia melakukan pekerjaannya.1
Sampai di suatu saat putri pertama Rebecca yang bernama Steph sangat
tertarik dengan kehidupan di Afrika, lalu Rebecca mengajak anaknya ke
kantor berita agar anaknya bisa mendapatkan informasi lebih mengenai
Afrika. Dan di kantor tersebut Rebbeca mendapatkan penawaran untuk
menjadi fotografer pengungsi di Kenya, tetapi penawaran itu ditolak oleh
Rebecca. Steph sangat ingin untuk pergi ke Afrika untuk mendapatkan
infromasi yang lebih lagi tentang Afrika. Melalui pergulatan batin yang
panjang, akhirnya Rebecca diijinkan oleh suaminya Marcus untuk meliput di
1
Afrika. Sesampainya di tempat pengungsian terjadi insiden penyerangan yang
menyebabkan konfilk pada alur cerita selanjutnya.2
Di saat mereka kembali dan suami mengetahui kejadian yang terjadi di
Afrika, sang suami pun marah dan sampai akhirnya mengusir istrinya dan
peralatan fotografi milik sang istri tersebut. Sampai suatu saat kantor berita
tempat sebelumnya Rebbeca bekerja, meminta beberapa foto lagi agar foto
series mengenai bom bunuh diri dapat diterbitkam. Berbagai pertimbangan
yang dipikirkan oleh Rebecca, akhirnya ia mengambil pekerjaan tersebut.3
B. Profil Film
1. Tema
Tema adalah ide pokok yang menjadi dasar atau pokok utama dari
drama. Tema dari film A thousand Times Goodnight yaitu kehidupan
seorang wanita dan keluarganya. Mengisahkan bagaimana wanita
tersebut menghadapi pilihan anatar keluarganya atau pekerjaannya
sebagai fotografer konflik yang mempertaruhkan hidupnya sendiri.4
2
Ridho Bustomi, “A Thousand Times Goodnight”.
3
Ridho Bustomi, “A Thousand Times Goodnight”.
4
33
[image:44.595.146.517.155.762.2]2. Tokoh
Tabel 3.1 Tokoh Film A Thousand Times Good Night
Juliette Binoche,sebagai Rebecca Nikolaj Coster-Walda sebagai
Marcus
Lauryn Canny sebagai Steph Adrianna Cramer Curtis sebagai
Lisa
Maria Doyle Kennedy sebagai
Theresa
Larry Muller Jr sebagai Tom Mads Ousdal sebagai Stig5
3. Penokohan
a. Rebecca sebagai tokoh utama seorang fotografer konflik dan ibu dari
dua orang putri memiliki karakter yang keras, berjiwa sosial tinggi,
dan pemberani.
b. Marcus sebagai suami dari Rebecca memiliki karakter yang
bertanggung jawab dan tegas.
c. Steph berperan sebagai puteri pertama dari Rebecca dan Marcus. Ia
memiliki karakter yang baik hati, peduli dan pintar.
d. Lisa berperan sebagai puteri kedua Rebecca dan Marcus. Seorang
anak yang lugu, periang, dan penyayang hewan.
e. Theresa sebagai seorang sahabat dari Rebecca memiliki karakter yang
baik, selalu ada disaat temannya kesulitan dan perhatian.
f. Tom berperan sebagai sahabat Rebecca, ia sosok sahabat yang baik,
peduli terhadap Rebecca dan keluarganya.
5
35
g. Jesicca sebagai teman satu kantor Rebecca, ia seorang yang
mementingkan pekerjaan dan pekerja keras.
h. Stig sebagai teman satu kantor Rebecca, ia memiliki karakter
penolong, peduli terhadap orang lain, dan bertanggung jawab.6
4. Setting atau Latar
a. Tempat
Film diambil di negara Irlandia, Afghanistan, dan Kenya. Hal ini
dapat dilihat saat di Afghanistan menunjukkan latar sebuah padang
pasir luas dan di dalam sebuah rumah saat melakukan prosesi bom
bunuh diri. Selain kedua tempat tersebut, saat bom diri dilakukan di
sebuah pasar yang dikelilingi bangunan-bangunan.
Saat di Kenya, latar tempat yang diambil diantanya yang
pertama di tempat pengungsian yang terdiri dari beberapa tenda yang
diberi pembatas disekililingnya, di jalan, di sebuah desa dan selain
itu juga tenda-tenda yang diperuntukan para relawan disana.
Sedangkan di negara Irlandia latar tempat yang diambil yaitu,
rumah sakit, rumah Rebecca, kantor media, pantai, rumah Theresa,
gedung sekolah, dan bandara.7
b. Waktu
Waktu yang diambil pagi hari, siang hari, sore hari dan malam
hari. Hal ini dapat terlihat saat Rebecca menyiapkan sarapan untuk
6
Berdasarkan pengamatan dalam film A Thousand Times Goodnight pada 21 Juni 2016.
7
anak-anaknya yang akan berangkat sekolah. Waktu siang hari dapat
dilihat saat Rebecca meliput prosesi bom bunuh diri, dimana saat itu
terlihat matahari begitu teriknya. Latar waktu sore dapat dilihat saat
sedang berada di pantai. Sedangkan, malam hari dapat dilihat saat
Rebecca meninggalkan rumah dan mendatangi rumah Theresa.8
5. Plot atau Alur
Plot atau Alur disebut juga sebagai jalan cerita yang disusun
sedemikian rupa dari tahapan-tahaapan peristiwa sehingga membentuk
rangkaian cerita. Alur dalam film ini adalah maju (prograsif), set cerita
berjalan maju, mulai dari masa kini ke masa yang akan datang.9
C. Tim Produksi
Berikut adalah orang-orang dibalik pembuatan film A Thousand Times
[image:47.595.117.514.242.696.2]Goodnight, diantaranya:
Tabel 3.2 Tim Produksi Film A Thousand Times Good Night
Sutradara
Penulis Skenario
Produser
Eric Poppe
Eric Poppe
Harald Rosenløw-Eeg
Finn Gjerdrum
Stein B. Kvae
8
Berdasarkan pengamatan dalam film A Thousand Times Goodnight pada 21 Juni 2016.
9
37
Penata music
Sinematografer
Editor
Produksi
Distribusi
Armand Amar
John Christian Rosenlund
Sofia Lindgren
Paradoks Produksi
Nordisk Film Distribution10
D. Profil Sutradara
Erik Poppe lahir pada 24 Juni 1960 di Orlo, Norwegia. Ia adalah seorang
sutradara film Norwegia, penulis skenario, mantan sinematografer dan
jurnalis foto. Poppe memulai karirnya sebagai fotografer untuk koran
Verdens Gang dan Reuters, meliput berita domestik maupun konflik
internasional di seluruh dunia. Ia pernah mendapatkan penghargaan dari
Norwegian Perss Association dan World Press Photo. Ia lulus sebagai
sinematografer di Dramatiska Institute di Stockholm, Swedia pada tahun
1991 dan telah melakukan beberapa program penelitian artistik dan sutradara
antara 2001 dan 2010.
10
Film pertamanya sebagai sutradara adalah Schpaaa pada tahun 1998,
diikuti oleh Hawaii, Oslo pada tahun 2004. Film deUSYNLIGE (Troubled
Water) adalah film ketiga dan film terakhirnya A Thousand Times Goodnight
pada tahun 2013. Film-filmnya telah berpartisipasi dalam festival utama, dan
penghargaan yang diterima diantaranya, Berlinale Panorama, The Vesuvio
Prize di Napoli International Film Festival, Norwegian Entry untuk Best
Foreign Languange Film, Festroia di Portugal untuk Best Directing, Silver
Dolphin di Festroia, Nordic Ministerie Councils Award untuk The Best
Nordic Feature, Ecumenical Award dan beberapa hadiah lainnya.11
Poppe mungkin satu-satunya sutradara di Norwegia yang telah
menunjukkan kemampuannya menarik perhatian kritikus serta penonton,
mendapatkan pengakuan yang tinggi dalam perilisan film-filmnya di dalam
negeri. Oslo Trilogy serta A Thousand Times Good Malam telah terjual lebih
dari lima puluh wilayah di seluruh dunia. Poppe juga direktur utama untuk
"Brigaden" (The Brigade) pada tahun 2002. Poppe salah satu sutradara
Skandinavia paling berpengalaman dan menarik. Dia membuat keahliannya
menjadi baik dalam cerita yang dibangunnya dengan kuat, penulisan yang
tajam, kerja kamera yang mengesankan dan bakat luar biasa untuk irama dan
musik dalam pengeditan.12
11
“Eric Poppe Biography”, artikel diakses pada 1 Juni 2016 dari http://www.imdb.com/name/nm0691547/bio?ref_=nm_ov_bio_sm
12
39
BAB IV
TELAAH SEMIOTIKA TENTANG KEPEDULIAN TERHADAP KONFLIK SOSIAL DALAM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT
Film A Thousand Times Good Night merupakan film yang bergenre drama.
Film tersebut menceritakan tentang seorang wanita yang berprofesi sebagai
fotografer konflik dan harus dihadapkan pada pilhan antara keluarga atau karirnya
yang membahayakan dirinya sendiri. Film ini diangkat dari pengalaman pribadi
sutradara dan penulis naskah yaitu Eric Poppe, Ia mengatakan dalam sebuah
wawancara bahwa:
“I took my own story, straight from my life, and made it as the film’s story, It was very personal, the whole film is telling a story that’s almost autobiographical. It’s almost from my diary…”.1
Artinya: “Saya mengambil cerita pribadi saya, langsung dari hidup saya, dan membuatnya menjadi cerita film, hal itu sangat pribadi, keseluruhan film memberitahukan cerita yang hampir autobiografi. Cerita tersebut dari buku harian saya…”
Karena film tersebut merupakan kisahnya sendiri, bahkan Poppe
menunjukkan filmnya kepada anak dan istrinya sebelum dirilis. Ia merasa perlu
menanyakan pendapat anak dan istrinya bagian-bagian mana saja yag perlu
ditampilkan ataupun tidak.
Selain film ini merupakan autobiografi, hal lain yang menarik dalam film ini
adalah bahwa pemeran utamanya seorang wanita yang bernama Rebecca. Eric
Poppe juga menjelaskan mengapa ia memilih peran wanita dalam film yang
1
mengangkat kisahnya tersebut. Menurut Poppe, ia merubah dirinya menjadi
seorang wanita untuk menegaskan dan membuat topik cerita lebih penting dan
mudah bagi penonton memahaminya. Penonton akan sulit melihat dan
menerimanya hanya karena ia adalah seorang ibu yang memiliki pekerjaan berat
dan memiliki dua orang anak yang masih kecil.2
Poppe mengatakan:
“The female perspective in our story is all about how a woman photographer in particular is better able to portray the totality of war. She is in the same place men are, and is covering the same situations, but in the Muslim world she also had access to areas from which male journalists are excluded."3
Artinya: “Perspektif perempuan dalam cerita kita semua tentang bagaimana fotografer perempuan secara khusus lebih mampu menggambarkan keseluruhan perang. Dia berada di tempat yang sama dengan laki-laki, dan meliput keadaan yang sama, tetapi dalam dunia Muslim perempuan memiliki akses ke daerah-daerah dimana laki-laki tidak diperbolehkan.”
Jadi menurutnya jurnalis wanita memiliki akses lebih dalam peliputan di
daerah perang terutama dalam dunia Muslim dimana jurnalis laki-laki tidak
diperkenankan untuk meliput.
Adapun penelitian dari penelitian ini ditemukan lima scene yang
menunjukkan kepedulian terhadap konflik sosial yang diantaranya:
a. Memberitahu adanya ancaman bom
b. Menolong para korban bom bunuh diri
c. Mengenang para korban konflik
d. Perjuangan menerbitkan berita konflik di media
e. Memberikan bantuan keamanan di Kenya
2
Pape, “The HeyUGuys Interview: “It’s almost from my diary” – Erik Poppe on A Thousand Times Good Night”.
3
41
Dari kelima scene yang ditemukan tersebut akan di analisis berdasarkan
model analisis semiotikan Roland Barthes yang ditinjau dari denotasi, konotasi
dan mitos.
A. Memberitahu Adanya Ancaman Bom
Pada scene pertama menceritakan Rebecca yang pergi ke Afganistan
untuk mendokumentasikan prosesi bom bunuh diri yang dilakukan seorang
wanita warga setempat. Rebecca mengikuti prosesi tersebut sampai bom
diledakkan. Bom diledakan di daerah Kabul, Afganistan, hingga pada
akhirnya Rebecca pun menjadi korban ledakan bom bunuh diri tersebut dan
[image:52.595.107.518.219.738.2]harus mendapatkan perawatan di Rumah Sakit.4
Tabel 4.1 Scene 1 (00.10.49-00.11.27)
Visual Dialog Type of Shot
Medium Shot (MS),
memperlihatkan
tampilan seseorang
dari batas pinggang
keatas.
4
Rebecca: Bom! Bom! Bom!
Rebecca: Menyingkir!
Big Close Up
(ECU),pengambilan
gambar dari atas
hingga dagu objek.
Menonjolkan objek
untuk menimbulkan
ekspresi tertentu.
Long shot (LS),
[image:53.595.109.518.111.607.2]pengambilan
gambar yang
menunjukkan objek
dengan latar
belakangnya.
Sumber gambar dan dialog berdasarkan film A Thousand Times Goodnight
1. Denotasi
Gambar pertama menampilkan Rebecca yang mengenakan hijab dan
pakaian berwarna hitam berjalan cepat sambil menoleh ke arah belakang.
Gambar kedua terlihat wajah Rebecca yang mengenakan hijab berwarna
hitam yang menutupi kepala dan sebagian wajahnya sambil merentangkan
tangannya mencoba memperingatkan warga dan berteriak
“bom..bom..bom..”. Gambar keempat menampilkan kepala Rebecca yang
mengenakan hijab dari belakang dan tangannya digerak-gerakkan sambil
mengatakan “menyingkir”.5
5
43
2. Konotasi
Dalam scene ini diambil saat sedang di Afganistan, dimana Rebecca
sedang mengikuti prosesi bom bunuh diri yang dilakukan warga setempat.
Dalam scene melihatkan Rebecca yang mengenakan pakaian tertutup,
jilbab berwarna hitam dan cadar. Padahal Rebecca merupakan seorang
non-Muslim, namun ia mengenakan hijab yang merupakan pakaian wajib
perempuan Muslim. Konotasi yang ditemukan dalam scene ini adalah
bahwa tidak semua yang menggunakan pakaian tertutup, hijab dan cadar
merupakan seorang perempuan Muslim.
3. Mitos
Mitos bermula dari kon