• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif Islam Dalam Kepedulian Terhadap Konflik Sosial: Telaah Semiotika Pada Film “A Thousand Times Good Night”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perspektif Islam Dalam Kepedulian Terhadap Konflik Sosial: Telaah Semiotika Pada Film “A Thousand Times Good Night”"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Sarah Meida Pratiwi NIM: 1112051000160

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PERSPEKTIF ISLAM

DALAM KEPEDULIAN TERIIADAP

KONFLIK SOSIAL: TELAAH SEMIOTIKA PADA

F'ILM

"A

THOUSAIVD

TIMES GOODNIGHT"

Skripsi

Diaj ukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Sarah Meida Pratiwi

NIM: 1112051000160

JURUSAII KOMUNIKASI PENYIARAN

ISLAM

FAKULTAS

ILMU

DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

SOSIAL: TELAAH SEh{IOTIKA

THOUSAND TIMES GOOD NIGHT" sudah diujikan dalam sidang munaqasyah

di Fakultas Ilmu Dakwah dan llmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 September 2A16. Slaipsi ini sudah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial pada hogram Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta 20 September 2A16

Sidang Munaqasyah

Sekretaris Sidang

Dedi Fakhrudin. M.Ikom Nip. 19791208 201411 1 00i

Penguji II

fl-.2

Helmi Rustandi. MA Nip. 19601208 198803 I 005

Nip. 19750606 200710 I 001

4

Prof. Dr. Asep Usman Ismail. MA

19s80910 r98703 2 00r

(4)

LEMBAR PERJ\TYATAAIY

Dengan ini saya menyatakan:

l.

Skripsi

ini

merupakan hasil karya

asli

saya yang diajukan

untuk memenuhi salah safu persyaratan memperoleh gelar

strata

I

(S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Semua sumber yarug saya gunakan dalam penulisan skripsi

ini

telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jika

di

kemudian hari terbukti bahwa karya

ini

bukan hasil

karya

asli

saya atau merupakan

jiplakan

dari

hasil

karya

orang lain, maka saya bercedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 September 2016 a

J.

a

(5)

i

Dalam bahasa semiotik, sebuah film dapat didefiniskan sebagai sebuah teks yang pada tingkat penanda, terdiri atas serangkaian imaji yang mempresentasikan aktifitas dalam kehidupan nyata. Salah satunya film A Thousand Times Good Night yang menjadi penelitian dalam skripsi. Dalam film menceritakan tentang konflik-konflik yang terjadi di belahan dunia, namun tidak ada yang peduli dengan keadaan di sana. Hal inilah yang menggerakan hati seorang fotografer perempuan bernama Rebecca untuk menolong mereka melalui keahlian yang dimilikinya.

Pertanyaan penelitian ini adalah Bagaimana makna denotasi, konotasi, dan mitos kepedulian terhadap konflik sosial dalam film A Thousand Times Good Night menurut teori semiotika model Roland Barthes?

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan masuk ke dalam jenis penelitian deskriptif. Dimana penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai suatu fenomena secara detail. Paradigma penelitian yang digunakan ialah paradigma konstruktivisme. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika model Roland Barthes.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika Roland Barthes. Dalam semiotika model Roland Barthes, sistem signifikansi terbagi menjadi dua tingkatan, dimana denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan sistem signifikansi tingkat kedua. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Dalam pemahaman Barthes, mitos merupakan pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang dianggap alamiah.

Hasil penelitian ini menampilkan beberapa tanda yang muncul dari scene-scene di film ini. Peneliti mendapatkan data yang ditinjau dari denotasi, konotasi dan mitos. Makna denotasi berupa penjelasan mengenai gambar-gambar pada kelima secne yang berkaitan dengan konflik yang terjadi di Afganistan dan Kenya. Makna konotasinya yaitu menjelaskan bagaimana gambaran sikap kepedulian yang dilakukan Rebecca dan tokoh-tokoh yang lain terhadap konflik sosial yang terjadi. Sedangkan mitosnya adalah penjelasan mengenai perspektif Islam mengenai kepedulian terhadap konflik sosial yang di antaranya adalah sikap toleransi antar umat beragama, tolong-menolong terhadap sesama, arti persaudaran dalam Islam, balasan bagi orang-orang yang meringankan beban penderitaan orang lain, dan larangan berbuat aniaya terhadap orang lain. Jadi, dalam Islam selalu diajarkan untuk saling peduli antar sesama tanpa memandang status apapun dan Allah SWT menjanjikan balasan bagi orang-orang yang melakukan kebaikan dalam menolong orang lain yang kesulitan.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul: Perspektif Islam Dalam Kepedulian Terhadap Konflik Sosial: Telaah Semiotika Pada Film “A Thousand Times Good Night”.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah bagi junjungan besar Nabi Muhammad

SAW, yang telah membawa umat manusia kepada jalan kebenaran.

Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna memenuhi salah

satu persyaratan yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata

Satu (S1) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam

penyusunannya segala hambatan yang ada dapat teratasi berkat bantuan,

bimbingan, dorongan, do'a dan pengarahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yaitu Dr. H. Arief

Subhan, M,A.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yaitu Drs. Masran,

M.A dan Fita Fathurokhmah SS, M.Si.

3. Prof. Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A selaku dosen pembimbing yang telah

mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan

(7)

iii

memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, serta Perpustakaan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, karena telah membantu dan memberikan

kemudahan bagi penulis dalam meminjam buku.

7. Kedua orang tua tercinta, Papa dan Mama (Suprapto dan Roida) yang tiada

hentinya selalu mendo'akan, menyemangati dan memberikan dukungan baik

moral maupun finansial kepada penulis. Terima kasih atas semua yang telah

kedua orang tua berikan kepada penulis.

8. Untuk kakakku Sufi Alfida Pratiwi, terima kasih telah memberikan semangat

serta dukungannya selama penulis mengerjakan skripsi.

9. Untuk teman seperjuangan Siti Aisyah dan Mudillah yang selalu

bersama-sama mulai dari semprop hingga selesainya skirpsi ini dan teman-teman

terbaik lainnya Fitri, Thabitha, Syifa, Dityan, Bilqis serta anak KPI E yang

tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih untuk kebersamaannya dari

semester satu hingga saat ini dan seterusnya.

10. Teman-teman dari KKN BRIGHT serta warga desa Tipar Raya, terima kasih

untuk satu bulan kebersamaannya selama KKN.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

(8)

iv

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan para pembaca dan

memberi manfaat dalam hal ilmu Komunikasi Penyiaran Islam. Amin Ya Robbal

alamin.

Tanggerang, Agustus 2016

(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

E. Metodologi Penelitian ... 6

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Semiotika ... 13

1. Pengertian Semiotika ... 13

2. Macam-Macam Semiotika ... 14

3. Semiotika Roland Barthes ... 16

B. Perspektif Islam ... 19

C. Konflik Sosial ... 21

1. Pengertian Konflik Sosial ... 21

2. Faktor-Faktor Penyebab Konflik Sosial ... 22

3. Jenis-Jenis Konflik Sosial ... 24

D. Kepedulian Sosial ... 27

1. Pengertian Kepedulian Sosial ... 27

2. Jenis-Jenis Kepedulian Sosial ... 28

(10)

vi

BAB III GAMBARAN UMUM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT

... 30

A. Sinopsis ... 30

B. Profil Film ... 31

1. Tema ... 31

2. Tokoh ... 32

3. Penokohan ... 33

4. Setting atau Latar ... 34

5. Plot atau Alur ... 34

C. Tim Produksi ... 35

D. Profil Sutradara ... 36

BAB IV TELAAH SEMIOTIKA DALAM KEPEDULIAN TERHADAP KONFLIK SOSIAL DALAM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT ... 38

A. Memberitahu Adanya Ancaman Bom ... 41

B. Menolong Para Korban Bom Bunuh Diri ... 46

C. Mengenang Para Korban Konflik ... 50

D. Perjuangan Menerbitkan Berita Konflik di Media ... 54

E. Memberikan Bantuan Keamanan di Kenya ... 60

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

(11)

vii

Tabel 3.1 Tokoh Film A Thousand Times Good Night ... 32

Tabel 3.2 Tim Produksi Film A Thousand Times Good Night ... 35

Tabel 4.1 Scene 1 (00.10.49-00.11.27) ... 41

Tabel 4.2 Scene 2 (00.13.11-00.13.44) ... 46

Tabel 4.3 Scene 3 (00.47.53-00.47.59) ... 51

Tabel 4.4 Scene 4 (00.56.26-00-00.57.13) ... 55

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan film memiliki perjalanan cukup panjang hingga pada

akhirnya menjadi seperti film di masa kini yang kaya dengan efek, dan sangat

mudah didapatkan sebagai media hiburan. Film memiliki kekuatan besar dari segi estetika karena menjajarkan dialog, musik, pemandangan dan tindakan

bersama-sama secara visual dan naratif. Dalam bahasa semiotik, sebuah film

dapat didefiniskan sebagai sebuah teks yang pada tingkat penanda, terdiri atas

serangkaian imaji yang mempresentasikan aktifitas dalam kehidupan nyata.

Jelaslah bahwa topik tentang sinema adalah salah satu topik sentral dalam

semiotika karena genre-genre dalam film merupakan sistem signifikasi yang

mendapat respons sebagian besar orang saat ini dan yang dituju orang untuk

memperoleh hiburan, ilham, dan wawasan pada level interpretan.1

Salah satunya film A Thousand Times Good Night yang menjadi

penelitian dalam skripsi. Film A Thousand Times Good Night diliris pada

tanggal 16 Oktober 2013 dan telah mendapatkan penghargaan Special Grand

Prix of The Jury dalam Montreal World Film Festival di Kanada tahun 2013.

Film buatan Norwegia karya Erik Poppe ini adalah autobiografi dari Erik

1

(13)

Poppe sendiri selaku penulis naskah dan sutradara. Film ini menceritakan

pengalamannya saat menjadi fotografer konflik.2

Konflik sosial yang diangkat dalam film ini mengambil latar di

Afghanistan dan Kenya. Dua negara yang mengalami konflik sosial dan

menewaskan banyak korban jiwa, namun masyarakat dunia kurang peduli

terhadap keadaan di sana. Hal inilah yang menggerakan hati seorang

fotografer perempuan bernama Rebecca untuk menolong mereka melalui

keahlian yang dimilikinya. Dalam film ini diperlihatkan bagaimana sulitnya

Rebecca untuk menerbitkan foto-fotonya di media dan usaha Rebecca untuk

meminta bantuan pada PBB. Permasalahan yang dihadapi Rebecca tidak

hanya sampai di situ. Suami dan anak Rebecca menentang dirinya melakukan

pekerjaan berbahaya tersebut dan pada akhirnya Rebecca dihadapkan pada

pilihan antara karir atau keluarganya.3

Penyebab konflik sendiri sangatlah kompleks dan tidak berdiri sendiri,

tetapi dilatarbelakangi oleh berbagai dimensi dan latar peristiwa.

Konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat bisa berlatar belakang ekonomi,

politik, kekuasaan, budaya, agama, dan kepentingan lainnya.1 Konflik

merupakan proses sosial yang akan terus terjadi dalam masyarakat, baik

individu maupun kelompok, dalam rangka perubahan untuk mencapai tujuan

yang diinginkan, dengan cara menentang lawannya.

2

“1,000 Times Good Night,” artikel diakses pada 28 Mei 2016 dari http://www.imdb.com/title/tt2353767/

3

“A Thousand Times Good Night,” artikel diakses pada 28 Mei 2016 dari http://www.thisisirishfilm.ie/trailers/a-thousand-times-goodnight

1

(14)

3

Adapun kekerasan, merupakan gejala yang muncul sebagai salah satu

efek dari adanya proses sosial yang biasanya ditandai oleh adanya perusakan

dan perkelahian.2 Hal ini lah yang menyebabkan banyak orang yang menjadi

korban konflik. Dan mereka yang menjadi korban konflik berkepanjangan

mengharapkan bantuan untuk penyelesaian konflik tersebut seperti yang

tergambar dalam film A Thousand Times Good Night.

Seperti yang terlihat pada saat ini, kepedulian sosial yang dimiliki

manusia semakin berkurang terhadap sesamanya. Padahal manusia sebagai

makhluk hidup tidak dapat hidup sendiri, sehingga mengharuskannya hidup

bersosialisasi dan peka terhadap kesusahan orang lain di sekitarnya.4 Ada

cukup banyak orang yang sedang menanti uluran tangan kita, bahkan

barangkali dalam keluarga kita sendiri. Bentuk kepedulian tidak selalu dalam

bentuk materi, tetapi juga berupa perhatian, penerimaan, penyediaan waktu,

pikiran dan hati untuk sesama yang sedang membutuhkan hal-hal semacam

itu.5

Dalam Islam pun diajarkan untuk saling peduli terhadap sesamanya.

Salah satu ajaran Islam yang menunjukkan sikap kepedulian adalah zakat.

Allah SWT mengajarkan penunaian zakat selain untuk membersihkan harta

sekaligus untuk melatih umatnya memupuk kepekaan dan kepedulian sosial.

Hal ini karena Allah ingin benar-benar memastikan bahwa seorang Muslim

harus memiliki sebuah karakter yang tinggi berupa kepekaan dan kepedulian

2

Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 35.

4

Antonius Atosokhi, Relasi Dengan Sesama, cet. ke-3, (Jakarta: Gramedia, 2005), h.269.

5

(15)

kepada sesama sehingga mereka merasa memiliki tanggung jawab yang tinggi

tidak hanya kepada dirinya tetapi juga kepada sekitarnya, orang lain dan

masyarakat.6 Selain itu bentuk kepedulian juga dijelaskan dalam Surah

al-Balad [90] ayat 12-18 berikut:

ﺎَﻣ َﻚٰىَرۡدَأ ٓﺎَﻣَو

ُﺔَﺒَﻘَﻌۡﻟٱ

١٢

ﱡﻚَﻓ

ٍﺔَﺒَﻗَر

١٣

ﻢَٰﻌۡﻃِإ ۡوَأ

مۡﻮَﯾ ﻲِﻓ

يِذ

ﺔَﺒَﻐۡﺴَﻣ

١٤

ِﺘَﯾ

ﻢﯿ

ا

ٍﺔَﺑَﺮۡﻘَﻣ اَذ

١٥

ﻦﯿِﻜۡﺴِﻣ ۡوَأ

ﺔَﺑَﺮۡﺘَﻣ اَذ ا

١٦

ﱠﻢُﺛ

َنﺎَﻛ

َﻦِﻣ

َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ

ِﺑ ْاۡﻮَﺻاَﻮَﺗَو ْاﻮُﻨَﻣاَء

ِﺮۡﺒﱠﺼﻟﭑ

ِﺑ ْاۡﻮَﺻاَﻮَﺗَو

ِﺔَﻤَﺣۡﺮَﻤۡﻟﭑ

١٧

ُﺐَٰﺤۡﺻَأ َﻚِﺌَٰٓﻟْوُأ

ِﺔَﻨَﻤۡﯿَﻤۡﻟٱ

١٨

Artinya:

"Tahukah kamu apa jalan yang mendaki dan sukar itu?, (yaitu) melepaskan perbudakan, atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. atau orang miskin yang sangat fakir, dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang, mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan."

Pada Surah al-Balad [90]: 12-18 di atas dijelaskan bahwa jalan yang

mendaki dan sukar adalah memberikan bantuan pada mereka-mereka yang

membutuhkan. Mereka pula termasuk penyebab masalah sosial berupa

kemiskinan yang bersumber dari kualitas sumber daya manusia yang rendah,

seperti adh-dha’îf, yakni keadaan diri seseorang yang diliputi kelemahan;

al-khauf, yakni keadaan diri seseorang yang diselimuti oleh suasana takut yang

mencekam; al-kaslân, yakni keadaan jiwa seseorang yang diliputi oleh

kemalasan; dan al-bakhîl, yakni keadaan diri seseorang yang di dominasi oleh

sifat kikir.7

6

AKH. M uw afik Saleh, M embangun Karakt er dengan Hat i Nurani: Pendidikan Karakt er untuk Generasi Bangsa, cet. ke-1, (Jakart a: Erlangga, 2012), h. 219-220.

7

(16)

5

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti perlu untuk mengkaji

film A Thousand Times Good Night sebagai subjek penelitian. Maka dari itu,

untuk mengetahui lebih lanjut tanda-tanda komunikasi yang tersirat di

dalamnya dan makna simbolik mengenai kepedulian terhadap konflik sosial

pada film A Thousand Times Good Night penulis inigin meneliti sekaligus

dijadikan judul skripsi, yaitu: Perspektif Islam Dalam Kepedulian Terhadap Konflik Sosial: Telaah Semiotika Pada Film A Thousand Times Good Night”.

B. Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang dibahas maka peneliti perlu

membuat batasan masalah agar hasil penelitian lebih terfokus dan mendalam.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dibatasi pada

pengambilan adegan-adegan dalam film A Thousand Times Good Night yang

dianggap memiliki makna simbol yang mewakili kepedulian terhadap konflik

sosial.

C. Rumusan Masalah

Adapun pertanyaan mengenai penelitian, yaitu: Bagaimana makna

denotasi, konotasi, dan mitos kepedulian terhadap konflik sosial dalam film A

(17)

D. Tujuan dan Manfaat

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian diatas, secara spesifik

penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui makna denotasi, konotasi, dan

mitos kepedulian terhadap konflik sosial dalam film A Thousand Times Good

Night menurut teori semiotika model Roland Barthes.

Sedangkan, manfaat penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat akademis: Dalam penelitian ini semoga memberikan

sumbangsih bagi ilmu komunikasi dan dapat digunakan sebagai

panduan dan referensi dan menambah hasil penelitian khususnya yang

berhubungan dengan penelitian tentang analisis semiotika pada film.

2. Manfaat Praktis: Semoga dengan hasil penelitian ini diharapkan

memberikan informasi tambahan dan evaluasi bagi penelitian serupa

dalam melakukan analisis mengenai simbol-simbol pada film.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan

pendekatan kualitatif. Jenis penelitian kualitatif berfungsi untuk

menjelaskan suatu fenomena atau objek penelitian melalui pengumpulan

data sedalam-dalamnya.8 Sedangkan menurut Denzim dan Lincoln (1987)

mengatakan bahwa,

8

(18)

7

“Penelitain kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.”9

Penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang mengandalkan data,

tidak menjadikan populasi atau sampling sebagai prioritas. Yang

ditekankan kualitas bukan kuantitas.

Dalam proses pembentukannya, penelitian kualitatif ini dikemas

secara deskriptif. Sifat penelitian deskriptif ini bertujuan membuat

deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan

sifat-sifat populasi atau objek tertentu.10 Penelitian kualitatif-deskriptif,

data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.

Dan semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap

apa yang sudah diteliti.11

Dalam penelitian ini juga menggunakan paradigma konstruktivisme,

paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap

socially meaning action melalui pengamatan langsung dan terperinci

terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan

memelihara/mengelola dunia sosial mereka.12

9

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 5.

10

Kriyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi, h. 69.

11

Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 11.

12

(19)

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini ialah film A Thousand Times Good Night.

Adapun yang menjadi objek dari penelitian ini adalah potongan-potongan

gambar dari film tersebut yang dianggap mengandung tanda-tanda sesuai

batasan masalah yang akan di analisis dengan menggunakan analisis

semiotika Roland Barthes.

3. Sumber Data

Dalam memperoleh data, penulis meneliti langsung dari softfile

tayangan film A Thousand Times Good Night sebagai data primer atau

sasaran utama dalam analisis, tanpa melakukan waawancara. Selain itu,

peneliti menggunakan teknik pengumpulan data-data dengan mengkaji

berbagai sumber yang ada, seperti majalah, internet, buku, dan sumber

lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan antaranya:

Dokumentasi, yaitu dilakukan dengan menggunakan data-data dan

dokumen yang mendukung penelitian ini. Data-data yang dikumpulkan

(20)

9

a. Data Primer

Studi komunikasi yang dilakukan penulis dengan melakukan

pencarian scene-scene dalam film A Thousand Times Good Night

yang mengandung tanda-tanda yang sesuai dengan batasan masalah.

b. Data Sekunder

Selain pengumpulan data primer, penulis juga melakukan

pencarian melalui sumber-sumber tertulis untuk memperoleh

informasi mengenai objek penelitian ini sebagai data sekunder.

Mengkaji berbagai sumber yang sesuai dengan materi penelitian

melalui buku, internet, artikel.

5. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian diklasifikasikan sesuai pertanyaan

yang terdapat di rumusan masalah. Dalam menganalisis data, penulis

menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes. Analisis ini

bertujuan untuk melihat bagaimana serangkaian tanda-tanda yang

terkandung dalam film A Thousand Times Good Night. Dimana Roland

Barthes mementingkan tiga aspek, yaitu makna denotasi, konotasi dan

mitos.

6. Teknik Penulisan

Penelitian ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya

(21)

dkk. Yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2007.13

F. Tinjauan pustaka

Tinjauan pustaka yang menginspirasi peneliti dari skripsi-skripsi

terdahulu, diantaranya:

Skripsi pertama yang diajukan peneliti sebagai referensi tambahan dalam

pembuatan penelitian ini adalah Representasi Islam Dalam Film “PK” oleh

Nurleli, tahun 2015, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Persamaan skripsi yang menjadi referensi dengan

skripsi yang peneliti buat yaitu persamaan dalam hal teori yang sama-sama

menggunakan semiotika model Roland Barthes. Namun terdapat perbedaan

dalam hal objek yang digunakan yaitu skripsi yang menjadi rujukan

menggunakan film PK, sedangkan skripsi yang peneliti buat menggunakan

film A Thousand Times Goodnight.

Skripsi yang kedua yaitu, Analisis Semiotik Kepedulian Terhadap Anak

Jalanan Dalam Film Rumah Tanpa Jendela, oleh Adinda Vanda Marsista,

tahun 2015, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan

analisis semiotika film dan makna yang dicari sama-sama tentang kepedulian.

Perbedaanya ada pada teori yang digunakan. Skripsi yang dijadikan bahan

rujukan menggunakan teori semiotika Charles Sander Pierce, sedangkan

13

(22)

11

skripsi yang peneliti buat menggunakan teori semiotika Roland Barthes.

Selain itu, skripsi yang dijadikan bahan rujukan menggunakan film Rumah

Tanpa Jendela sebagai objeknya, sedangkan skripsi yang peneliti buat

menggunakan film A Thousand Times Good Night sebagai objek penelitain.

Skripsi yang ketiga yang menjadi rujukan yaitu, Representasi Simbol

Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho, oleh Siti Mawarni

Murdiati tahun 2014, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Persamaan skripsi yang dijadikan rujukan dengan

skripsi yang peneliti buat adalah dalam hal sama-sama menggunakan analisis

semiotika film. Perbedaanya ada pada objek penelitian dimana skripsi yang

digunakan sebagai rujukan menggunakan film Mata Tertutup dan

menggunakan teori semiotika Charles Sander Pierce, sedangkan skripsi yang

peneliti buat menggunakan film A Thousand Times Good Night dan

menggunakan teori semiotika Roland Barthes.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah proses penelitian ini, peneliti membagi skripsi ini

menjadi lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN menyajikan pendahuluan yang meliputi latar

belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metedologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II: KERANGKA TEORI menjelaskan tentang semiotika, perspektif

(23)

BAB III: GAMBARAN UMUM FILM A THOUSAND TIMES

GOODNIGHT menguraikan gambaran umun tentang sinopsis, profil film,

tim produksi, dan profil sutradara.

BAB IV: TELAAH SEMIOTIKA TENTANG KEPEDULIAN

TERHADAP KONFLIK SOSIAL DAlam FILM A THOUSAND TIMES

GOODNIGHT merupakan hasil penelitian analisis semiotika terhadap film A

Thousand Times Goodnight. Berupa identifikasi umum makna denotasi,

konotasi dan mitos dalam film A Thousand Times Goodnight.

BAB V: PENUTUP merupakan akhir atau penutup penelitian dari

(24)

13

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Semiotika

1. Pengertian Semiotika

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial

memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang

disebut dengan ‘tanda’. Dengan demikian, semiotik mempelajari hakikat

tentang keberadaan suatu tanda.1

Pengertian semiotika dapat dijelaskan secara etimologis dan

terminologis. Pengertian semiotika secara etimologis, yaitu istilah

semiotika yang berasal dari kata yunani Semeion yang berati tanda. Tanda

itu sendiri di definisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial

yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.

Tanda awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya

hal lain.2 Sedangkan, secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari

sederatan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan

sebagai tanda.3

Jadi, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya

berusaha mencari jalan didunia ini, di tengah-tengah manusia dan

1

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 87.

2

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 7.

3

(25)

bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi,

pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)

memaknai hal-hal (things).4

2. Macam-Macam Semiotika

Semiotika yang kita kenal sekarang sekurang-kurangnya terbagi

menjadi sembilan macam, yaitu:

a. Semiotik analitik, yaitu semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce menyatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan

menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan

sebagai lambang, sedangkan makna adalah sebagai beban yang

terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu.

b. Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu

tetap seperti yang disaksikan sekarang. Misalnya, langit yang

mendung menandakan bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dari

dahulu hingga sekarang tetap saja seperti itu. Namun, dengan majunya

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni telah banyak tanda yang

diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

c. Semiotik faunal (zoosemiotic), yaitu semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan

biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antara sesamanya,

4

(26)

15

tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh

manusia.

d. Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Telah diketahui

bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya

tertentu yang telah turun-temurun dipertahankan dan dihormati.

Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sebuah

sistem, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya

dengan masyarakat yang lain.

e. Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Mitos dan

cerita lisan, ada di antaranya yang memiliki nilai kultural yang tinggi.

f. Semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Alam yang tidak bersahabat dengan

manusia seperti banjir atau tanah longsor, sebenarnya memberikan

tanda kepada manusia bahwa manusia telah merusak alam.

g. Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma,

misalnya rambu lalu lintas.

h. Semiotik sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang

(27)

yang disebut kalimat. Dengan kata lain semiotik sosial menelah sistem

tanda yang terdapat dalam bahasa.

i. Semiotik struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. 5

Dalam penelitian ini jenis semiotik yang dianalisis dapat dikatakan

termasuk ke dalam jenis semiotik deskriptif dan semiotik stuktural. Hal ini

dikarenakan tanda-tanda yang terdapat dalam film nantinya akan dianalis

berdasarkan makna tanda yang sudah ada sejak dulu namun seiring

perkembangan jaman tanda yang dihasilkan akan berubah maknanya.

Tanda-tanda yang ada di film akan dianalisis tidak hanya dalam

pekembangan masyarakat namun juga dalam pandangan Islam. Selain itu

bahasa yang ada dalam film juga akan dianalisis berupa dialog yang

mengandung makna tertentu.

3. Semiotika Roland Barthes

Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di

Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di

sebelah barat daya Prancis.6 Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang

pemikir strukturalis yang rajin mempraktikkan model lingustik dan

semiologi Saussure. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang

ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi

5

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 100-102.

6

(28)

17

sastra. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang

mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu

tertentu.7

Konsep pemikiran Roland Barthes merupakan terusan dari pemikiran

Ferdinand De Saussure. Jika pemikiran Saussure mengenai adanya asosiasi

antara penanda dan petanda. Maka, Barthes meneruskan pemikiran

Saussure dengan menekankan bahwa interaksi antar teks dengan

pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi

dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh

penggunanya.8

Tabel 2.1 Peta Tanda Roland Barthes

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda

denotatif adalah juga penanda konotatif (4) dengan kata lain, hal tersebut

merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal kata “singa”,

7

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63

8

(29)

barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi

mungkin.9

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki

makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif

yang melandasi kebenarannya.10

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam

pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh

Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai

makna harfiah, makna yang “sesungguhnya,”. Akan tetapi, di dalam

semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan

sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat

kedua.11

Denotasi adalah makna pada apa yang kita lihat dan pada

kenyataannya sama. Denotasi juga bisa dibilang sebagai fenomena yang

tampak dengan panca indera. Sedangkan, konotasi adalah makna-makna

yang bukan sebenarnya, tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti

(artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan), konotasi dapat

menghasilkan makna lapis kedua dengan berbagai aspek psikologis seperti

perasaan, emosi atau keyakinan yang bersifat implisit, tersembunyi yang

disebut makna konotatif.12 Konotasi mempunyai makna yang subjektif

atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain denotasi adalah apa yang

9

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69

10

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69

11

Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 70

12

(30)

19

digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi

adalah bagaimana cara menggambarkanya.13

Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda

bekerja melalui mitos (myth). Dalam pemahaman Barthes, mitos

merupakan pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang dianggap

alamiah.14 Menurut Barthes mitos adalah bagaimana kebudayaan

menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala

alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu

dominasi.15 Sebuah mitos dapat menjadi sebuah ideologi atau sebuah

paradigma ketika sudah berakar lama, digunakan sebagai acuan hidup dan

menyentuh ranah norma sosial yang berlaku di masyarakat. 16

B. Perspektif Islam

Perspektif adalah cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang

mendatar, sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang,

lebar, dan tingginya). Di samping itu pula perspektif bermakna sudut pandang

atau pandangan. Dengan demikian perspektif adalah suatu pandangan

seseorang terhadap suatu persoalan.17

13

Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22.

14

Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode , Gaya dan Matinya Makna, h. 305.

15

Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22.

16

Benny Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), h. 59.

17

(31)

Sedangkan pengertian Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya

diwahyukan kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW sebagai Rasul.18

Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan mengenai satu

segi, tetapi mengenai berbagai segi dari aspek kehidupan manusia yang

bersumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek yaitu

Al-Qur’an dan hadist.

Nama Islam berasal dari kata Salam yang terutama berarti “damai” dan

juga berarti “menyerahkan diri”. Tertuang dalam ayat berikut :

ُﻢﯿِﻠَﻌْﻟا ُﻊﯿِﻤﱠﺴﻟا َﻮُھ ۥُﮫﱠﻧِإ ۚ ِﮫﱠﻠﻟا ﻰَﻠَﻋ ْﻞﱠﻛَﻮَﺗَو ﺎَﮭَﻟ ْﺢَﻨْﺟﺎَﻓ ِﻢْﻠﱠﺴﻠِﻟ ۟اﻮُﺤَﻨَﺟ نِإَو

Artinya: “dan jika mereka condong kepada perdamian, maka condonglah kepadanya dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguuhnya Dialah yang

maha mendengar lagi maha mengetahui”.(QS. Al-anfal: 61)

Maka keseluruhan pengertian yang dikandung nama ini adalah “kedamaian

sempurna yang terwujud jika hidup sudah diserahkan kepada Allah”.19 Tuhan

dalam agama Islam adalah Allah SWT, kitab yang dianut umat islam adalah

Al-Qur’an. Al-Quran merupakan mukzijat yang diberikan kepada nabi

Muhammad SAW, yang dipercayai umat Islam sebagai nabi akhir zaman

yang membawa cahaya bagi umat manusia.

Pengertian Islam menurut KH. M. Syafi’I Hadzami adalah tunduk dan

patuh terhadap apa yang diberitakan oleh Rasulullah.20 Dalam pengertian

18

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: Universitas, 1985), h. 24.

19

Huston Smith, Agama-agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 254.

20

(32)

21

agama, kata Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah,

serta taat kepada hukum-Nya.21

Dari segi bahasa, kata Islam berasal dari bahasa arab yang terambil dari

akar kata salima. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut diartikan dengan

“selamat”. Dari akar kata salima tadi dibentuk kata aslama,yaitu salam yang

artinya keselamatan, taslim yang artinya perdamaian.22

Pengertian Islam secara umum berarti ketundukan dan ketaatan semua

makhluk terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan Tuhan sang pencipta.

Arah ketundukan terhadap hukum-hukum alam dan ketundukan terhadap

ketentuan-ketentuan agama.23 Jadi yang dimaksud dengan perspektif Islam

adalah suatu pandangan seseorang terhadap hukum-hukum yang telah

ditetapkan Allah SWT.

C. Konflik Sosial

1. Pengertian Konflik Sosial

Konflik merupakan proses sosial yang pasti terjadi di tengah-tengah

masyarakat yang dinamis. Konflik terjadi karena adanya perbedaan atau

kesalahpahaman antara individu atau kelompok masyarakat yang satu dan

individu atau kelompok masyarakat lainnya.24

21

Abdalati hammudah, Islam Suatu Kepastian, (Jakarta: Media Dakwah, 2008), h. 13.

22

Jam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-agama (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000), h. 107-108.

23

Jam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-agama, h. 111.

24

(33)

Untuk mendapatkan gambaran lebih luas tentang pengertian konflik,

beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai definisi konflik.

“Robert M.Z. Lawang, mengatakan bahwa konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal langka, seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya, yang tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial, dan budaya) yang relatif terbatas.”

Sedangkan definisi lain mengenai konflik dijelaskan oleh Peter Harris

dan Ben Relly (1998).

Peter Harris dan Ben Relly (1998), berpendapat bahwa sifat konflik yang tajam di dunia telah berubah dalam suatu dekade terakhir, baik dalam inti permasalahan maupun dalam bentuk pengekpresiannya. Salah satu perubahan yang paling dramatis adalah pergeseran dari konflik antarnegara yang tradisional (perang antarnegara berdaulat) menuju konflik dalam negara. Konflik-konflik yang paling kejam sepanjang abad ke-20 adalah konflik antarnegara. Akan tetapi, pada tahun 1990-an hampir semua konflik besar di dunia terjadi dalam negara atau konflik internal, misalnya perang saudara, pemberontakan bersenjata, gerakan separatis dengan kekerasan, dan peperangan domestik lainnya. 25

Dalam konflik pasti ada perselisihan dan pertentangan di antara

pihak-pihak berkonflik. Konflik bisa dialami oleh siapa saja pada berbagai

lapisan masyarakat. Konflik bisa dimulai dari keluarga, masyarakat

sekitar, nasional, dan global.26

25

Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 33.

26

(34)

23

2. Faktor-Faktor Penyebab Konflik Sosial

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik sosial

karena konflik sosial tidak terjadi begitu saja dalam masyarakat.

“Menurut DuBois dan Miley sumber utama terjadinya konflik dalam masyarakat adalah adanya ketidakadilan social, adanya diskriminasi terhadap hak-hak individu dan kelompok, serta tidak adanya penghargaan terhadap keberagaman. Ketiga faktor tersebut biasanya sangat berkaitan dengan sikap-sikap dan perilaki masyarakat yang dtandai dengan rasisme, elitism, gender, usia, prasangka.”27

Namun secara umun sumber atau sebab konflik djelaskan sebagai

berikut:

a. Konflik nilai. Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai.

Nilai merupakan sesuatu yang menjadi dasar, pedoman, tempat setiap

manusia menggantungkan pikiran, perasaan dan tindakan seseorang.

b. Kurangnya komunikasi. Konflik bisa terjadi hanya karena dua pihak

kurang berkomunikasi. Kegagalan berkomunikasi karena dua pihak

tidak dapat menyampaikan pikiran, perasaan, dan tindakan diantara

mereka (fungsi komunikasi, antara lain adalah mengurangi tingkat

ketidakpastian) dapat mengakibatkan konflik.

c. Kepemimpinan yang kurang efektif/pengambilan keputusan yang

tidak tidak adil.

d. Ketidakcocokan peran. Konflik ini bisa terjadi di mana dan kapan

saja, asal dalam sebuah organisasi (sosial maupun formal).

Ketidakcocokan peran itu terjadi karena dua pihak mempersepsikan

secara sangat berbeda peran mereka masing-masing.

27

(35)

e. Produktivitas rendah. Konflik acap terjadi, karena out put dan out

come dari dua pihak atau lebih yang bekerja sama tidak atau kurang

mendapat keuntungan dari kerja sama tersebut. Muncul prasangka di

antara mereka.

f. Perubahan keseimbangan. Konflik terjadi karena perubahan

keseimbangan yang dialami oleh dua pihak atau lebih. Sumber

perubahan itu boleh jadi alam (yang tidak dapat diprediksikan

sebelumnya), atau organisasi saat mengalami mutasi/rotasi dan

promosi, dan seterusnya.

g. Konflik yang belum terpecahkan. Banyak pula konflik yang terjadi

karena ada konflik di antara dua pihak yang sebelumnya tidak dapat

diselesaikan. Tidak ada proses “saling memaafkan” dan “saling

mengampuni”. 27

3. Jenis-Jenis Konflik Sosial

Konflik sebagai suatu gejala sosial akan di dapatkan dalam kehidupan

bersama. Artinya konflik merupakan gejala yang bersifat universal. Tidak

ada kehidupan bersama tanpa adanya konflik, baik pada skala besar

maupun skala kecil. Konflik bisa terjadi antarindividu, antarkelompok,

maupun antara indivu dengan kelompok.28

27

Alo Liliweri, PRASANGKA&KONFLIK: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2009), h, 261-263.

28

(36)

25

Konflik sosial dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Berikut

adalah macam-macam konflik sosial menurut Soerjomo Soekamto, yaitu:

a. Konflik Individu

Konflik sosial ini melibatkan individu di dalamnya. Konflik ini

bisa terjadi karena adanya perbedaan, pertentangan, ataupun

ketidakcocokan antara individu satu dengan individu lain.

Masing-masing individu bersikukuh mempertahankan tujuannya atau

kepentingan masing-masing.

b. Konflik Antaretnis

Etnis atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayaan

yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau

sacral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku

lain. Perbedaan etnit tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik

antaretnis.

c. Konflik Antaragama

Keyakinan dalam agama adalah keyakinan yang bersifat mutlak,

artinya tanpa pembanding. Berbeda dengan ilmpu pengetahuan,

kebenarannta bersifat relative. Jika ditemukan teori baru dan

menyangkal teori lama, maka teori lama akan diganti denga teori baru.

Agama tidak demikian, kebenarannya bersifat mutlak, menerima

ajaran agama tersebut dengan keyakinan bahwa apa yang diajarkan

dalam agama adalah benar.

(37)

Konflik yang terjadi antarkelas sosial biasanya berupa konflik

yang bersifat vertical, yaitu konflik antara kelas atas dan kelas sosial

bawah. Konflik ini terjadi karena kepentingan yang berbeda antara

dua golongan atau kelas sosial yang ada.

e. Konflik Antarras

Ras atau warna kulit merupakan ciri yang dibawa suatu

masyarakat sejak lahir. Mereka hidup dalam suatu kkomunitas dan

mengembangkan berbagai kesadaran kelompok dan solidaritas di

antara mereka. Oleh karena itu, konflik yang terjadi karena perbedaan

warna kulit dapat meluas karena adanya solidaritas di antara mereka

yang memiliki warna kulit sama.

f. Konflik Antarnegara

Konflik antarnegara adalah konflik yang terjadi antara dua Negara

atau lebih. Mereka memiliki perbedaan tujuan dan berupaya

memaksakan kehendak negaranya kepada Negara lain. Perang dingin

antara Blok Timur (Negara Uni Soviet) bersama sekutunya dengan

negara Barat Amerika dan sekutunya merupukan konflik antarnegara

sebelum pecahnya negara Uni Soviet.29

Berdasarkan macam-macam konflik sosial yang ada, konflik sosial

yang sesuai dengan penelitian ini adalah konflik antaragama, antarnegara,

antarras dan antaetnis. Dalam film diperlihatkan bagaimana Rebecca

mendatangi penampungan di Kakuma Kenya, penampungan tersebut berisi

29

(38)

27

warga-warga mayoritas Sudan dan Kenya yang menjadi korban konflik.

Pada negara Kenya, konflik yang terjadi berawal dari pemilu Presiden

2007 yang dimenangkan kandidat dari suku Kikiyu yang merupakan suku

terbesar di Kenya, dan akhirnya menjadi konflik antaretnis antara suku luo

dan suku kikiyu. Lalu di Sudan konflik antaretnis juga terjadi antara Sudan

Selatan yang beragama nasrani dan ras kulit hitam sedangkan Sudan Utara

yang beragama Islam merupakan ras Arab. Konflik terjadi akibat

ketidakadilan dalam pemerintahan pusat, terhadap hak-hak warga di Sudan

Selatan.

Sedangkan di Afganistan yang terjadi adalah konflik antaragama dan

antarnegara dimana negara Uni Soviet mencoba untuk menguasai wilayah

Afghanistan melalui pengaruh komunis yang akhirnya menyebabkan

pemberontakan oleh kelompok Mujahidin dan berkembang menjadi

perang sipil antara kelompok Mujahidin dan kelompok Taliban.

D. Kepedulian Sosial

1. Pengertian Kepedulian Sosial

Peduli adalah sebuah terminologi seberapa empati kita memikirkan

kebutuhan orang lain dengan sumber daya yang kita miliki.30 Sedangkan

pengertian kepedulian adalah deskripsi kasih sayang seseorang yang

muncul akibat adanya rasa ketidaktegaan melihat keadaan atau

ketimpangan yang ada. Ada dorongan dalam diri untuk membantu orang

30

(39)

lain yang sedang mengalami kesulitan. Kepedulian seseungguhnya

merupakan ungkapan ketulusan atau pengorbanan tanpa pamrih.31

Jadi dapat diartikan bahwa kepeduliann sosial adalah sikap yang

memperhatikan kehidupan bersama. Adapun sikap kepedulian yang

dimaksud yaitu yang meliputi:

a. kepekaan terhadap keadaan orang lain

b. partisipasi dalam melakukan perubahan yang positif

c. menolong tanpa pamrih

d. toleransi

e. empati terhadap penderitaan orang lain.32

2. Jenis-jenis Kepedulian Sosial

Kepedulian sosial dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Kepedulian yang berlangsung saat suka maupun duka.

Kepedulian sosial merupakan keterlibatan pihak yang satu kepada

pihak yang lain dalam turut merasakan apa yang sedang dirasakan

atau dialami oleh orang lain.

b. Kepedulian pribadi dan bersama.

Kepedulian bersifat pribadi dapat dilakukan sendiri atau bersama

keluarga. Kesempatan untuk aksi semacam ini ada banyak disekitar

kita. Ada kalanya kepedulian social dilakukan dalam bentuk

31

Sumartono, Komunikasi Kasih Sayang, cet. ke-1, ( Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004), h. 11.

32

(40)

29

kepedulian bersama. Cara ini terutama penting apabila bantuan yang

dibutuhkan cukup besar atau berlangsung secara berkelanjutan.

c. Kepedulian yang sering lebih mendesak.

Kepedulian akan kepentingan bersama merupakan hal yang sering

mendesak untuk kita lakukan. Caranya dengan melakukan sesuatu

atau justru menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu demi

kepentingan bersama.33

3. Sumber Kepedulian Sosial

Sumber kepedulian sosial berasal dari dua sumber, yakni:

a. Bersumber dari cinta

Kepedulian sosial muncul dari kepekaan hati untuk merasakan

apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari

sering kita dengar istilah empati, yang dapat diartikan sebagai

kesanggupan untuk memahami dan merasakan perasaan-perasaan

orang lain seolah-olah itu perasaan diri sendiri.

b. Tidak karena macam-macam alasan

Ada beberapa alasan seseorang mengulurkan tangannya kepada

orang lain. Ada alasan politik, demi meraih simpati orang, motif

mendapatkan pengaruh, supaya dilihat dan dikagumi orang, dan

sebagainya. Hal-hal itu bisa saja terjadi, dan tidak selalu buruk.

Namun, Kepedulian sosial yang kita kembangkan adalah kepedulian

33

(41)

yang timbul dari hati yang terbuka mau berbagi untuk sesamanya

tanpa didorong atau disertai oleh alasan-alasan tadi.34

34

(42)

31

[image:42.595.134.510.347.575.2]

BAB III

GAMBARAN UMUM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT

A. Sinopsis

Cerita dalam film bermula saat Rebecca seorang fotografer konflik

perempuan yang meliput bom bunuh diri di Kabul, Afghanistan dan akhirnya

dia terhempas di saat bom tersebut meledak di tengah kota. Di sisi lainnya

Rebecca adalah seorang ibu yang memiliki suami dan dua orang putri. Untuk

mengerti kondisi ibunya dan istrinya akan pekerjaannya memang sangat sulit

di keluarga tersebut. Ketika Rebecca pulang ke rumah, dia memutuskan

berhenti dari pekerjaannya karena anak dan suaminya khawatir akan

keselamatannya dan terus bersikap marah akibat dirinya yang membahayakan

nyawanya setiap kali ia melakukan pekerjaannya.1

Sampai di suatu saat putri pertama Rebecca yang bernama Steph sangat

tertarik dengan kehidupan di Afrika, lalu Rebecca mengajak anaknya ke

kantor berita agar anaknya bisa mendapatkan informasi lebih mengenai

Afrika. Dan di kantor tersebut Rebbeca mendapatkan penawaran untuk

menjadi fotografer pengungsi di Kenya, tetapi penawaran itu ditolak oleh

Rebecca. Steph sangat ingin untuk pergi ke Afrika untuk mendapatkan

infromasi yang lebih lagi tentang Afrika. Melalui pergulatan batin yang

panjang, akhirnya Rebecca diijinkan oleh suaminya Marcus untuk meliput di

1

(43)

Afrika. Sesampainya di tempat pengungsian terjadi insiden penyerangan yang

menyebabkan konfilk pada alur cerita selanjutnya.2

Di saat mereka kembali dan suami mengetahui kejadian yang terjadi di

Afrika, sang suami pun marah dan sampai akhirnya mengusir istrinya dan

peralatan fotografi milik sang istri tersebut. Sampai suatu saat kantor berita

tempat sebelumnya Rebbeca bekerja, meminta beberapa foto lagi agar foto

series mengenai bom bunuh diri dapat diterbitkam. Berbagai pertimbangan

yang dipikirkan oleh Rebecca, akhirnya ia mengambil pekerjaan tersebut.3

B. Profil Film

1. Tema

Tema adalah ide pokok yang menjadi dasar atau pokok utama dari

drama. Tema dari film A thousand Times Goodnight yaitu kehidupan

seorang wanita dan keluarganya. Mengisahkan bagaimana wanita

tersebut menghadapi pilihan anatar keluarganya atau pekerjaannya

sebagai fotografer konflik yang mempertaruhkan hidupnya sendiri.4

2

Ridho Bustomi, “A Thousand Times Goodnight”.

3

Ridho Bustomi, “A Thousand Times Goodnight”.

4

(44)

33

[image:44.595.146.517.155.762.2]

2. Tokoh

Tabel 3.1 Tokoh Film A Thousand Times Good Night

Juliette Binoche,sebagai Rebecca Nikolaj Coster-Walda sebagai

Marcus

Lauryn Canny sebagai Steph Adrianna Cramer Curtis sebagai

Lisa

Maria Doyle Kennedy sebagai

Theresa

(45)

Larry Muller Jr sebagai Tom Mads Ousdal sebagai Stig5

3. Penokohan

a. Rebecca sebagai tokoh utama seorang fotografer konflik dan ibu dari

dua orang putri memiliki karakter yang keras, berjiwa sosial tinggi,

dan pemberani.

b. Marcus sebagai suami dari Rebecca memiliki karakter yang

bertanggung jawab dan tegas.

c. Steph berperan sebagai puteri pertama dari Rebecca dan Marcus. Ia

memiliki karakter yang baik hati, peduli dan pintar.

d. Lisa berperan sebagai puteri kedua Rebecca dan Marcus. Seorang

anak yang lugu, periang, dan penyayang hewan.

e. Theresa sebagai seorang sahabat dari Rebecca memiliki karakter yang

baik, selalu ada disaat temannya kesulitan dan perhatian.

f. Tom berperan sebagai sahabat Rebecca, ia sosok sahabat yang baik,

peduli terhadap Rebecca dan keluarganya.

5

(46)

35

g. Jesicca sebagai teman satu kantor Rebecca, ia seorang yang

mementingkan pekerjaan dan pekerja keras.

h. Stig sebagai teman satu kantor Rebecca, ia memiliki karakter

penolong, peduli terhadap orang lain, dan bertanggung jawab.6

4. Setting atau Latar

a. Tempat

Film diambil di negara Irlandia, Afghanistan, dan Kenya. Hal ini

dapat dilihat saat di Afghanistan menunjukkan latar sebuah padang

pasir luas dan di dalam sebuah rumah saat melakukan prosesi bom

bunuh diri. Selain kedua tempat tersebut, saat bom diri dilakukan di

sebuah pasar yang dikelilingi bangunan-bangunan.

Saat di Kenya, latar tempat yang diambil diantanya yang

pertama di tempat pengungsian yang terdiri dari beberapa tenda yang

diberi pembatas disekililingnya, di jalan, di sebuah desa dan selain

itu juga tenda-tenda yang diperuntukan para relawan disana.

Sedangkan di negara Irlandia latar tempat yang diambil yaitu,

rumah sakit, rumah Rebecca, kantor media, pantai, rumah Theresa,

gedung sekolah, dan bandara.7

b. Waktu

Waktu yang diambil pagi hari, siang hari, sore hari dan malam

hari. Hal ini dapat terlihat saat Rebecca menyiapkan sarapan untuk

6

Berdasarkan pengamatan dalam film A Thousand Times Goodnight pada 21 Juni 2016.

7

(47)

anak-anaknya yang akan berangkat sekolah. Waktu siang hari dapat

dilihat saat Rebecca meliput prosesi bom bunuh diri, dimana saat itu

terlihat matahari begitu teriknya. Latar waktu sore dapat dilihat saat

sedang berada di pantai. Sedangkan, malam hari dapat dilihat saat

Rebecca meninggalkan rumah dan mendatangi rumah Theresa.8

5. Plot atau Alur

Plot atau Alur disebut juga sebagai jalan cerita yang disusun

sedemikian rupa dari tahapan-tahaapan peristiwa sehingga membentuk

rangkaian cerita. Alur dalam film ini adalah maju (prograsif), set cerita

berjalan maju, mulai dari masa kini ke masa yang akan datang.9

C. Tim Produksi

Berikut adalah orang-orang dibalik pembuatan film A Thousand Times

[image:47.595.117.514.242.696.2]

Goodnight, diantaranya:

Tabel 3.2 Tim Produksi Film A Thousand Times Good Night

Sutradara

Penulis Skenario

Produser

Eric Poppe

Eric Poppe

Harald Rosenløw-Eeg

Finn Gjerdrum

Stein B. Kvae

8

Berdasarkan pengamatan dalam film A Thousand Times Goodnight pada 21 Juni 2016.

9

(48)

37

Penata music

Sinematografer

Editor

Produksi

Distribusi

Armand Amar

John Christian Rosenlund

Sofia Lindgren

Paradoks Produksi

Nordisk Film Distribution10

D. Profil Sutradara

Erik Poppe lahir pada 24 Juni 1960 di Orlo, Norwegia. Ia adalah seorang

sutradara film Norwegia, penulis skenario, mantan sinematografer dan

jurnalis foto. Poppe memulai karirnya sebagai fotografer untuk koran

Verdens Gang dan Reuters, meliput berita domestik maupun konflik

internasional di seluruh dunia. Ia pernah mendapatkan penghargaan dari

Norwegian Perss Association dan World Press Photo. Ia lulus sebagai

sinematografer di Dramatiska Institute di Stockholm, Swedia pada tahun

1991 dan telah melakukan beberapa program penelitian artistik dan sutradara

antara 2001 dan 2010.

10

(49)

Film pertamanya sebagai sutradara adalah Schpaaa pada tahun 1998,

diikuti oleh Hawaii, Oslo pada tahun 2004. Film deUSYNLIGE (Troubled

Water) adalah film ketiga dan film terakhirnya A Thousand Times Goodnight

pada tahun 2013. Film-filmnya telah berpartisipasi dalam festival utama, dan

penghargaan yang diterima diantaranya, Berlinale Panorama, The Vesuvio

Prize di Napoli International Film Festival, Norwegian Entry untuk Best

Foreign Languange Film, Festroia di Portugal untuk Best Directing, Silver

Dolphin di Festroia, Nordic Ministerie Councils Award untuk The Best

Nordic Feature, Ecumenical Award dan beberapa hadiah lainnya.11

Poppe mungkin satu-satunya sutradara di Norwegia yang telah

menunjukkan kemampuannya menarik perhatian kritikus serta penonton,

mendapatkan pengakuan yang tinggi dalam perilisan film-filmnya di dalam

negeri. Oslo Trilogy serta A Thousand Times Good Malam telah terjual lebih

dari lima puluh wilayah di seluruh dunia. Poppe juga direktur utama untuk

"Brigaden" (The Brigade) pada tahun 2002. Poppe salah satu sutradara

Skandinavia paling berpengalaman dan menarik. Dia membuat keahliannya

menjadi baik dalam cerita yang dibangunnya dengan kuat, penulisan yang

tajam, kerja kamera yang mengesankan dan bakat luar biasa untuk irama dan

musik dalam pengeditan.12

11

“Eric Poppe Biography”, artikel diakses pada 1 Juni 2016 dari http://www.imdb.com/name/nm0691547/bio?ref_=nm_ov_bio_sm

12

(50)

39

BAB IV

TELAAH SEMIOTIKA TENTANG KEPEDULIAN TERHADAP KONFLIK SOSIAL DALAM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT

Film A Thousand Times Good Night merupakan film yang bergenre drama.

Film tersebut menceritakan tentang seorang wanita yang berprofesi sebagai

fotografer konflik dan harus dihadapkan pada pilhan antara keluarga atau karirnya

yang membahayakan dirinya sendiri. Film ini diangkat dari pengalaman pribadi

sutradara dan penulis naskah yaitu Eric Poppe, Ia mengatakan dalam sebuah

wawancara bahwa:

I took my own story, straight from my life, and made it as the film’s story, It was very personal, the whole film is telling a story that’s almost autobiographical. It’s almost from my diary…”.1

Artinya: “Saya mengambil cerita pribadi saya, langsung dari hidup saya, dan membuatnya menjadi cerita film, hal itu sangat pribadi, keseluruhan film memberitahukan cerita yang hampir autobiografi. Cerita tersebut dari buku harian saya…”

Karena film tersebut merupakan kisahnya sendiri, bahkan Poppe

menunjukkan filmnya kepada anak dan istrinya sebelum dirilis. Ia merasa perlu

menanyakan pendapat anak dan istrinya bagian-bagian mana saja yag perlu

ditampilkan ataupun tidak.

Selain film ini merupakan autobiografi, hal lain yang menarik dalam film ini

adalah bahwa pemeran utamanya seorang wanita yang bernama Rebecca. Eric

Poppe juga menjelaskan mengapa ia memilih peran wanita dalam film yang

1

(51)

mengangkat kisahnya tersebut. Menurut Poppe, ia merubah dirinya menjadi

seorang wanita untuk menegaskan dan membuat topik cerita lebih penting dan

mudah bagi penonton memahaminya. Penonton akan sulit melihat dan

menerimanya hanya karena ia adalah seorang ibu yang memiliki pekerjaan berat

dan memiliki dua orang anak yang masih kecil.2

Poppe mengatakan:

“The female perspective in our story is all about how a woman photographer in particular is better able to portray the totality of war. She is in the same place men are, and is covering the same situations, but in the Muslim world she also had access to areas from which male journalists are excluded."3

Artinya: “Perspektif perempuan dalam cerita kita semua tentang bagaimana fotografer perempuan secara khusus lebih mampu menggambarkan keseluruhan perang. Dia berada di tempat yang sama dengan laki-laki, dan meliput keadaan yang sama, tetapi dalam dunia Muslim perempuan memiliki akses ke daerah-daerah dimana laki-laki tidak diperbolehkan.”

Jadi menurutnya jurnalis wanita memiliki akses lebih dalam peliputan di

daerah perang terutama dalam dunia Muslim dimana jurnalis laki-laki tidak

diperkenankan untuk meliput.

Adapun penelitian dari penelitian ini ditemukan lima scene yang

menunjukkan kepedulian terhadap konflik sosial yang diantaranya:

a. Memberitahu adanya ancaman bom

b. Menolong para korban bom bunuh diri

c. Mengenang para korban konflik

d. Perjuangan menerbitkan berita konflik di media

e. Memberikan bantuan keamanan di Kenya

2

Pape, “The HeyUGuys Interview: “It’s almost from my diary” – Erik Poppe on A Thousand Times Good Night”.

3

(52)

41

Dari kelima scene yang ditemukan tersebut akan di analisis berdasarkan

model analisis semiotikan Roland Barthes yang ditinjau dari denotasi, konotasi

dan mitos.

A. Memberitahu Adanya Ancaman Bom

Pada scene pertama menceritakan Rebecca yang pergi ke Afganistan

untuk mendokumentasikan prosesi bom bunuh diri yang dilakukan seorang

wanita warga setempat. Rebecca mengikuti prosesi tersebut sampai bom

diledakkan. Bom diledakan di daerah Kabul, Afganistan, hingga pada

akhirnya Rebecca pun menjadi korban ledakan bom bunuh diri tersebut dan

[image:52.595.107.518.219.738.2]

harus mendapatkan perawatan di Rumah Sakit.4

Tabel 4.1 Scene 1 (00.10.49-00.11.27)

Visual Dialog Type of Shot

Medium Shot (MS),

memperlihatkan

tampilan seseorang

dari batas pinggang

keatas.

4

(53)

Rebecca: Bom! Bom! Bom!

Rebecca: Menyingkir!

Big Close Up

(ECU),pengambilan

gambar dari atas

hingga dagu objek.

Menonjolkan objek

untuk menimbulkan

ekspresi tertentu.

Long shot (LS),

[image:53.595.109.518.111.607.2]

pengambilan

gambar yang

menunjukkan objek

dengan latar

belakangnya.

Sumber gambar dan dialog berdasarkan film A Thousand Times Goodnight

1. Denotasi

Gambar pertama menampilkan Rebecca yang mengenakan hijab dan

pakaian berwarna hitam berjalan cepat sambil menoleh ke arah belakang.

Gambar kedua terlihat wajah Rebecca yang mengenakan hijab berwarna

hitam yang menutupi kepala dan sebagian wajahnya sambil merentangkan

tangannya mencoba memperingatkan warga dan berteriak

“bom..bom..bom..”. Gambar keempat menampilkan kepala Rebecca yang

mengenakan hijab dari belakang dan tangannya digerak-gerakkan sambil

mengatakan “menyingkir”.5

5

(54)

43

2. Konotasi

Dalam scene ini diambil saat sedang di Afganistan, dimana Rebecca

sedang mengikuti prosesi bom bunuh diri yang dilakukan warga setempat.

Dalam scene melihatkan Rebecca yang mengenakan pakaian tertutup,

jilbab berwarna hitam dan cadar. Padahal Rebecca merupakan seorang

non-Muslim, namun ia mengenakan hijab yang merupakan pakaian wajib

perempuan Muslim. Konotasi yang ditemukan dalam scene ini adalah

bahwa tidak semua yang menggunakan pakaian tertutup, hijab dan cadar

merupakan seorang perempuan Muslim.

3. Mitos

Mitos bermula dari kon

Gambar

Tabel 2.1 Peta Tanda Roland Barthes ........................................................................
gambar dari film tersebut yang dianggap mengandung tanda-tanda sesuai
Tabel 2.1 Peta Tanda Roland Barthes
GAMBARAN UMUM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena kesuksesan proyek juga ditentukan oleh pemilihan metodologi yang akan digunakan dalam proyek itu, dengan demikian dalam proyek pengembangan aplikasi web

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi isomalt dan lama penyimpanan terhadap viabilitas sel Lactobacillus acidophilus FNCC 0051

Strategi Pemasaran Teh Manggata pada CV Dari Teman Sejati dengan menggunakan Analisis SWOT antara lain: Strategi Produk adalah Mening-katkan nilai jual dari Teh

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juli 2015.Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bonggol ( stock ) hasil dari primary

molekul polar semakin kuat putaran molekul menyebabkan emulsi cepat pecah, tetapi semakin besar daya minyak yang dihasilkan menurun sebagai contoh pada daya 256

The next chapter, Chapter 3, investigates the effects of openness and indebtedness of the economy on the size of fiscal multiplier and analyzes the difference in the size of

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh dari penggunaan strategi pembelajaran terhadap kreativitas belajar siswa

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kondisi bandara yang sedang merintis konsep eco-airport di Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin, (2)