• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karbon Tersimpan pada Kawasan Sistem Agroforestry di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karbon Tersimpan pada Kawasan Sistem Agroforestry di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Stock Karbon at Agroforestry System Area

in Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Tanggamus Regency By

Dian Aprianto

Datar Setuju Resort is the one of six resort located in Register 39 KPHL Batutegi. This area managed by implementing agroforestry system. Research aims to determine amount of stock carbon applied by community in Register 39 Datar Setuju, held on March 2015 at Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Tanggamus Regency. Beside to knowing amount of the stock carbon, this research also to determine dominant vegetation. Reseachers used Summed Dominance Ratio (SDR) and Importance Value Index (IVI) methods to determine the most dominant vegetations and used allometric equation to find out amount biomass and necromass of trees. Research results show that the most dominant vegetation on tree phase was cemara (Casuarina junghuniana) IVI large was 109,91%, for pole phase was dadap (Erythrina sp.) IVI large was 300%, for stake phase was kopi (Coffea arabica) IVI large was 300%, and for seedling phase was rumput teki (Cyperus rotundus) IVI large was 200%. Stock carbons at agroforestry system area Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi on HKm Sinar Harapan amount of 123,33 ton/ha, on HKm Bina Wana Jaya 1 amount of 265,20 ton/ha, and of HKm Bina Wana Jaya 2 amount of 146,20 ton/ha, average of stock carbon value at Register 39 Datar Setuju amount of 178,24 ton/ha.

(2)

ABSTRAK

Karbon Tersimpan pada Kawasan Sistem Agroforestry di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus

Oleh Dian Aprianto

Resort Datar Setuju merupakan salah satu dari enam resort yang ada di KPHL Batutegi tepatnya berada di Register 39. Kawasan ini dikelola dengan menerapkan sistem agroforestry. Penelitian bertujuan untuk mengetahui besarnya karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry yang diaplikasikan oleh masyarakat di Register 39 Datar Setuju, dilaksanakan pada Bulan Maret 2015 di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. Selain untuk mengetahui besarnya karbon tersimpan, penelitian juga dilakukan untuk mengetahui vegetasi paling dominan. Metode Summed Dominance Ratio (SDR) dan Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk mengetahui vegetasi yang paling dominan dan persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui besar biomassa pohon dan nekromassa. Berdasarkan hasil penelitian, vegetasi fase pohon paling dominan adalah pohon cemara (Casuarina junghuniana) dengan nilai INP sebesar 109,91%, fase tiang adalah dadap (Erythrina sp.) INP sebesar 300%, fase pancang adalah kopi (Coffea arabica) INP sebesar 300%, dan fase tumbuhan bawah adalah rumput teki (Cyperus rotundus) INP sebesar 200%. Karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi pada HKm Sinar Harapan sebesar 123,33 ton/ha, HKm Bina Wana Jaya 1 sebesar 265,20 ton/ha, dan HKm Bina Wana Jaya 2 sebesar 146,20 ton/ha, sehingga nilai rata-rata karbon tersimpan di Register 39 Datar Setuju adalah 178,24 ton/ha.

(3)

KARBON TERSIMPAN PADA KAWASAN SISTEM AGROFORESTRY DI REGISTER 39 DATAR SETUJU KPHL BATUTEGI

KABUPATEN TANGGAMUS

(Skripsi)

Oleh

Dian Aprianto

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

KARBON TERSIMPAN PADA KAWASAN SISTEM AGROFORESTRY DI REGISTER 39 DATAR SETUJU KPHL BATUTEGI

KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Dian Aprianto

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram alir kerangka pemikiran mengenai penelitian karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry di Register 39

Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus 7 2. Petak ukur untuk pengambilan data Indeks Nilai Penting (INP)

yang dilakukan pada setiap plot besar (plot berukuran 100m x

20m) 33

3. Plot besar berukuran 100m x 20m yang di dalamnya terdapat dua

plot kecil untuk pengukuran INP dan biomassa 34 4. Peta Register 39 Resort Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten

Tanggamus pada skala 1:70.000 42

5. Perbandingan karbon tersimpan pada masing-masing HKm di

Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus 62 6. Nekromassa yang ditemukan pada petak ukur contoh dalam

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 4 1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestry 8

2.1.1 Pengertian Agroforestry 8

2.1.2 Sistem Agroforestry 9

2.1.3 Ciri-Ciri Agroforestry 12

2.1.4 Agroforestry sebagai Tempat Penyimpanan Karbon 14

2.2 Biomassa 16

2.2.1 Definisi Biomassa 16

2.2.2 Perhitungan Biomassa Hutan 17

2.3 Karbon 20

2.3.1 Pengertian Karbon 20

2.3.2 Siklus Karbon 24

(7)

III. METODE PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Wilayah 41

4.2 Fungsi Kawasan Hutan 42

4.3 Pembagian Wilayah Pengelolaan 43

4.4 Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Indeks Nilai Penting 45

5.1.1 Indeks Nilai Penting Fase Pohon di Register 39 Datar Setuju 46 5.1.2 Indeks Nilai Penting Fase Tiang di Register 39 Datar Setuju 50 5.1.3 Indeks Nilai Penting Fase Pancang di Register 39 Datar Setuju 53 5.1.4 Indeks Nilai Penting Fase Tumbuhan Bawah di Register 39

Datar Setuju 55

(8)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 71

6.2 Saran 72

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil analisis vegetasi fase pohon pada kawasan sistem agroforestry

di HKm Sinar Harapan 79

2. Hasil analisis vegetasi fase pohon pada kawasan sistem agroforestry

di HKm Bina Wana Jaya 1 79

3 Hasil analisis vegetasi fase pohon pada kawasan sistem agroforestry

di HKm Bina Wana Jaya 2 80

4. Hasil analisis vegetasi fase tiang pada kawasan sistem agroforestry

di HKm Sinar Harapan 80

5. Hasil analisis vegetasi fase tiang pada kawasan sistem agroforestry

di HKm Bina Wana Jaya 1 81

6. Hasil analisis vegetasi fase tiang pada kawasan sistem agroforestry

di HKm Bina Wana Jaya 2 81

7. Hasil analisis vegetasi fase pancang pada kawasan sistem agroforestry

di HKm Sinar Harapan 81

8. Hasil analisis vegetasi fase pancang pada kawasan sistem agroforestry

(10)

iv

9. Hasil analisis vegetasi fase pancang pada kawasan sistem agroforestry

di HKm Bina Wana Jaya 2 82

10. Hasil analisis vegetasi fase tumbuhan bawah pada kawasan sistem

agroforestry di HKm Sinar Harapan 82

11. Hasil analisis vegetasi fase tumbuhan bawah pada kawasan sistem

agroforestry di HKm Bina Wana Jaya 1 83

12. Hasil analisis vegetasi fase tumbuhan bawah pada kawasan sistem

agroforestry di HKm Bina Wana Jaya 2 83

13. Kawasan sistem agroforestry di HKm Sinar Harapan 84 14. Kawasan sistem agroforestry di HKm Bina Wana Jaya 1 84 15. Kawasan sistem agroforestry di HKm Bina Wana Jaya 2 85 16. Pembuatan petak ukur 100m x 20m untuk pengukuran biomassa

pohon 85

17. Petak ukur berukuran 0,5m x 0,5m untuk pengukuran biomassa

serasah 86

18. Pengukuran diameter pohon 86

19. Pengovenan serasah 87

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Model persamaan allometrik yang digunakan 39 2. Rekapitulasi INP fase pohon pada masing-masing HKm di Register

39 Datar Setuju KPHL Batutegi 46

3. Rekapitulasi INP fase tiang pada masing-masing HKm di Register

39 Datar Setuju KPHL Batutegi 50

4. Rekapitulasi INP fase pancang pada masing-masing HKm di Register

39 Datar Setuju KPHL Batutegi 53

5. Rekapitulasi INP fase tumbuhan bawah pada masing-masing HKm di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi 56 6. Jumlah karbon tersimpan pada masing-masing HKm di Register 39

(12)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohamnirrohim

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul

“Karbon Tersimpan pada Kawasan Sistem Agroforestry di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus” ini adalah salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung.

Penyelesaian skripsi ini tak luput banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta dukungan moril dan materil. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P., selaku pembimbing satu atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, serta saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Niskan Walid Masruri, S.Hut., M.Sc., selaku pembimbing kedua atas bimbingan dan motivasinya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan sekaligus penguji utama atas kritik dan masukan yang diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(13)

5. Bapak Ir. Yayan Ruchyansyah, selaku ketua KPHL Batutegi dan Bapak Sindu selaku Ketua Resort Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 6. Bapak Sofyan Sauri, selaku wakil ketua HKm Sinar Harapan yang telah

banyak membantu dan menemani Penulis dalam proses penelitian skripsi.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan pada pembuatan skripsi dan Penulis berharap adanya saran serta kritik yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Aamiin

Bandar Lampung, Oktober 2015

(14)
(15)
(16)

Dengan mengucap syukur Alhamdullah Ku persembahkan karya kecil ku

untuk orang yang aku sayangi

Kedua orang tuaku, Bapak Sajiman ayahanda yang paling aku sayang,

Mak Ngadiyem Ibundaku tercinta yang telah membesarkan ku, merawat

dengan penuh cinta, dan mendidikku dengan penuh sayang. Tak lupa juga

buat mamas-mamasku, mbak-mbakku, adikku, dan juga

keponakan-keponakan yang saya sayangi yang menjadi teman dalam kehidupan aku.

Buat pendamping hidup kelak yang masih disembunyikan oleh Sang

Pencipta.

Juga buat sahabat-sahabatku

Celebi (Edrian, Maria, Nova, Selvi, Rizky Blue, Epen, Aldo, dan Rita),

My Autis (Lirih dan Walimbo), Tim Hutan Lindung (Sri dan Reni)

yang telah membantu dari awal penyusunan skripsi, sahabat lainnya (Cindy,

Ummi, Liana, Beny, dan Bang Husen) yang sudah banyak menemani

saya selama perkuliahan. Serta semua sahabat dan kawan-kawan saya yang

tidak bisa diebutkan satu per satu.

Dan yang pasti buat Forest Management (Manajemen Hutan 2011)

serta Forever (Forester Eleven Ranger) Kehutan 2011 yang dari awal

menemani di perkuliahan.

(17)

Ku persembahkan khusus kepada kedua orang tuaku.

Terutama untuk Bapak tercinta dan tersayang.

Bapak yang sangat memotivasi dian dari awal

perkuliahan. Yang memberikan doanya saat seminar

usul, penelitian, serta seminar hasil. Namun, Bapak

tidak bisa ikut merasakan kebahagiaan saat dian

menjadi seorang Sarjana dan tidak bisa mendampingi

saat dian wisuda.

Tepat 12 Juli 2015, Bapak meninggalkan kami semua.

Skripsi ini, spesial untuk Bapak yang selalu menjadi

kebahagiaan buat Dian.

Selamat jalan pak, semoga bisa dikumpulkan bersama

kembali di surga Allah kelak.

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28 April 1993. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara, putra dari pasangan Bapak Sajiman dan Ibu Ngadiyem.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Tanjung Agung pada tahun 1999-2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2005-2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 12 Bandar Lampung pada tahun 2008-2011. Tahun 2011, Penulis diterima menjadi Mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan.

Selama perkuliahan Penulis merupakan penerima beasiswa Bidikmisi angkatan kedua Universitas Lampung. Penulis juga merupakan mahasiswa berprestasi terbaik ketiga (III) tingkat Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2014.

(19)

Perencanaan Hutan (2015). Penulis pernah menjadi mentor mata kuliah umum Biologi yang diselenggarakan oleh Dekanat Fakultas Pertanian dan Forum Ilmiah Mahasiswa (Filma) Universitas Lampung pada tahun 2013.

Selama kuliah di Universitas Lampung, Penulis menjadi anggota utama Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva) Universitas Lampung dan menjadi Anggota Bidang I Rumah Tangga pada 3 periode kepengurusan (2012-2015). Menjadi Anggota Staff Kesekretariatan Forum Studi Islam (Fosi) Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada periode kepengurusan 2012-2013, serta menjadi anggota Staff Dana dan Usaha Forum Studi Islam (Fosi) Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada periode kepengurusan 2013-2014.

Tahun 2014 Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Kedaton 1 Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur. Pada tahun yang sama tepatnya pada Bulan Agustus-September 2014, Penulis juga telah melakukan Praktek Umum (PU) di BKPH Nglobo KPH Cepu Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah dan menyelesaikan laporan PU dengan judul

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, namun kerusakan hutan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu yang mengakibatkan hutan di Indonesia semakin rusak yaitu karena adanya gangguan fungsi atmosfer untuk melindungi bumi dari pendinginan dan pemanasan yang berlebihan (Kondrat’ev, 1973 dan Rosenberg, 1983). Laju kerusakan hutan untuk di Provinsi Lampung akibat deforestasi, kebakaran, dan degradasi sudah mencapai 65,47% (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2013).

Agar luas hutan tidak semakin berkurang akibat kerusakan hutan dan hutan mampu melakukan fungsinya yaitu sebagai tempat penyimpan karbon, maka dilakukan optimalisasi penggunaan lahan sebagaimana mestinya. Sistem agroforestry merupakan pengoptimalisasian yang tepat untuk dapat dilakukan (Hairiah dan Rahayu, 2007). Karbon tersimpan dalam sistem agroforestry merupakan salah satu bentuk upaya penurunan konsentrasi gas rumah kaca (Natalia, 2014), khususnya penurunan karbondioksida (CO2) di atmosfer.

(21)

2

cara meningkatkan karbon dalam tanah dan mengurangi tekanan untuk pembukaan lahan hutan, dimana karbon yang berasal dari CO2 tersebut diambil

oleh tanaman dan disimpan dalam bentuk biomassa. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), lahan agroforestry memiliki kemampuan menyerap karbon lebih besar dibandingkan hutan tanaman. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh jumlah jenis tanam yang ditanam pada kawasan agroforestry, diameter vegetasi, dan juga sistem pemanenan yang dilakukan.

Pemanfaatan lahan menjadi suatu hutan tanaman merupakan salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan simpanan atau serapan karbon (Kurniawan, 2011). Menurut Hairiah (2007), pengukuran jumlah karbon (C) yang disimpan dalam tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman, sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.

(22)

3

tanaman MPTs atau Multi Purpose Tree Speciesseperti durian (Durio zibethinus) dan randu (Ceiba pentandra).

Belum adanya data mengenai karbon tersimpan di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi, maka perlu dilakukan penelitian mengenai karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry di lokasi tersebut. Mengingat kawasan Register 39 Datar Setuju merupakan kawasan hutan lindung yang dikelola dengan menerapkan sistem agroforestry, sehingga penelitian mengenai karbon tersimpan di kawasan sistem agroforestry yang berada di hutan lindung penting untuk dilakukan dikarenakan kita dapat mengetahui peran kawasan sistem agroforestry dalam meradiasikan kembali sinar matahari yang diserap oleh vegetasi kawasan sistem agroforestry yang didominasi tanaman pertanian dan kehutanan. Menurut Suharjo (2011), dengan mengetahui berapa besar cadangan karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry yang di Register 39 Datar Setuju, maka dapat diketahui fungsi kawasan tersebut dalam mendukung penurunan emisi gas rumah kaca yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan.

1.2 Tujuan Penelitian

(23)

4

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian bermanfaat untuk:

1. Memberikan informasi mengenai potensi karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju Kabupaten Tanggamus dalam mendukung penurunan emisi gas rumah kaca.

2. Sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Gambar 1, dapat diketahui bahwa Resort Datar Setuju merupakan salah satu dari enam resort yang masuk dalam kelola KPHL Batutegi yang berada di Register 39 Kabupaten Tanggamus. Kawasan Register 39 Datar Setuju ini, memiliki tiga kelola Hutan Kemasyarkatan (HKm) diantaranya yaitu Bina Wana Jaya 1, Bina Wana Jaya 2, dan Sinar Harapan yang setiap HKm mengelola lahan agroforestry. Luasan masing-masing HKm yaitu 1.592,40 hektar, 1.044,80 hektar, dan 5.031,44 hektar (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2013).

(24)

5

Masyarakat Register 39 Datar setuju yang sebagian besar merupakan petani, mengelola kawasannya dengan menerapkan sistem agroforestry. Jenis vegetasi dominan pada sistem agroforestry diketahui dengan menggunakan metode

Summed Dominance Ratio (SDR) yang didapat dengan mengetahui besar Indeks Nilai Penting (INP) terlebih dahulu. SDR merupakan parameter yang identik dengan INP (Indriyanto, 2006). Perhitungan INP digunakan untuk mengetahui vegetasi mana yang dominan pada suatu kawasan sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju.

Biomassa atas permukaan yang akan diambil adalah biomassa pohon (tanaman kehutanan dan tanaman MPTs), biomassa nekromassa, dan biomassa serasah. Pengambilan contoh biomassa pohon dan nekromassa menggunakan metode tanpa pemanenan (non-destructive) dengan data yang diambil adalah jenis pohon, diameter pohon, dan tinggi pohon. Pengambilan biomassa atas permukaan untuk serasah menggunakan metode dengan pengumpulan serasah (destructive) dengan data yang diambil adalah berat basah dan berat basah contoh serasah sebesar 100-300 gram. Jika berat basah yang didapat >100-300 gram, maka berat basah contoh yang digunakan sebesar 300 gram. Jika berat basah yang didapat <300 gram, maka berat basah contoh yang digunakan sebesar 100 gram. Apabila berat basah yang didapat sebesar <100 gram, maka berat basah contoh adalah berat basah yang didapat (Hairiah dan Rahayu, 2007).

(25)

6

berdasarkan volume slindernya atau volume lingkar batangnya. Pendugaan kandungan biomassa serasah menggunakan rumus Biomass Expansion Factor

(Brown, 1997). Intergovermental Panel on Climate Change atau yang disingkat dengan IPCC (2006), mengatakan bahwa fraksi karbon dari biomassa adalah sebesar 0,50 dengan kisaran 0,44-0,55 yang berarti sekitar 44%-55% dari biomassa adalah karbon tersimpan. Setelah diketahui pendugaan biomassa tersebut, maka akan diketahui berapa besar karbon yang tersimpan dalam kawasan sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju.

(26)

7

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran mengenai penelitian karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus.

Kawasan sistem agroforestry (tegakan campuran)

Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus

Biomassa atas permukaan

Biomassa pohon Biomassa serasah

Persamaan allometrik RumusBiomass Expansion

Factor(BEF)

Kandungan karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Metode tanpa pemanenan

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestry

2.1.1 Pengertian Agroforestry

Agroforestry merupakan sistem penggunaan lahan secara terpadu yang mengombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan) yang dilakukan baik secara bersama-sama atau bergilir dengan tujuan untuk menghasilkan dari penggunaan lahan yang optimal dan berkelanjutan (Hairiah, 2003). Agroforestry menurut King dan Chandler (1979) dalam Hairiah (2003), yaitu sistem penggunaan lahan berkelanjutan serta mampu mengoptimalkan penggunaan lahan yang dilakukan dengan pengombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dengan menerapkan teknik pengelolaan yang praktis sesuai dengan budaya setempat pada lahan yang dikelola.

(28)

9

Berdasarkan pengertian agroforestry menurut beberapa pustaka, maka pengertian mengenai agroforestry yang diterapkan dalam penelitian karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry mengacu pada pengertian agroforestry menurut Hairiah (2003). Hal ini dikarenakan pengertian agroforestry yang dikemukakan oleh Hairiah mengatakan bahwa tujuan dari penerapan sistem agroforestry pada suatu kawasan adalah untuk menghasilkan penggunaan lahan yang optimal dan berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan pengelolaan pada kawasan sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju.

2.1.2 Sistem Agroforestry

Menurut Hairiah et al. (2003), agroforestry terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu kehutanan, pertanian, dan hewan/peternakan. Setiap komponen agroforestry dapat berdiri sendiri pada suatu bentang lahan. Sistem agroforestry yang dikemukakan oleh Huxley (1999), yaitu untuk menghasilkan keuntungan sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi semua pengguna lahan dengan adanya pengelolaan pada lahan agroforestry yang dinamis secara ekologi.

Menurut Anggraeni (2002), agroforestry dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestry sederhana dan sistem agroforestry kompleks. Perbedaan kedua sistem tersebut yaitu:

1. Sistem Agroforestry Sederhana

(29)

10

seperti karet (Havea braziliansis), kelapa (Cocus nucefera), cengkeh (Syzygium aromaticum), dan jati (Tectona grandis). Ada juga tanaman yang ditanam merupakan tanaman yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap (Eruthina sp.), lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra haematocephalla). Tanaman semusim yang biasa ditanam yaitu padi, jagung, palawija, sayur mayur, atau jenis tanaman lain seperti pisang (Musa paradisiaca), kopi (Coffea arabica), dan kakao (Theoborma cacao).

2. Sistem Agroforestry Kompleks

Sistem agroforestry kompleks merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat oleh penduduk setempat dengan pola tanam dan ekosistem seperti kawasan hutan. Sistem ini mencakup sejumlah besar komponen pepohonan, perdu, tanaman semusim dan/atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika didalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam baik primer maupun sekunder.

Sistem agroforestry kompleks ini dibedakan atas: i. Pekarangan

Biasanya terletak di sekitar tempat tinggal dan luasannya hanya sekitar 0,1-0,3 hektar. Dengan demikian sistem ini lebih mudah dibedakan dengan hutan.

Contohnya: kebun talun dan karang tiri.

ii. Agroforestry kompleks

(30)

11

letaknya jauh dari tempat tinggal bahkan terletak pada perbatasan dan biasanya tidak dikelola secara intensif.

Contohnya: agroferestry atau kebun karet, agroforest atau kebun damar.

Penggunaan lahan di Provinsi Lampung yang menerapkan sistem tanaman campuran atau dikenal dengan sistem agroforestry bukanlah suatu hal yang baru. Ada beberapa masyarakat yang telah menggarap lahannya dengan menggunakan sistem agroforestry. Salah satu contohnya yaitu sistem agroforetry damar yang termasuk ke dalam sistem agroforestry yang kompleks, pada pengelolaanya mengombinasikan tanaman damar dengan tanaman jenis MPTs, palem-paleman dan bambu di wilayah Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat (De Foresta, 2000). Lokasi lain di Provinsi Lampung yang telah menerapkan sistem agroforestry yaitu di Register 39 Resort Datar Setuju KPHL Batutegi yang mengombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman perkebunan/MPTs pada suatu kawasan.

Menurut Nair (1999) dalam Putri (2011), menyatakan bahwa dalam sistem agroforestry terdapat tiga dasar komponen yang dikelola oleh penggunaan lahan. Ketiga komponen tersebut diantaranya yaitu pohon atau tanaman berkayu yang sifatnya semusim, tanaman pertanian (yang juga tanaman herba serta rerumputan termasuk ke dalamnya), dan hewan.

(31)

12

pada suatu lahan. Di lokasi penelitian, tanaman tahunan yang ditanam seperti tanaman MPTs, yaitu karet (Havea braziliansis), durian (Durio zibethinus), serta nangka (Persea americana). Tanaman musiman yang ditanam seperti kopi (Coffea arabica).

2.1.3 Ciri-Ciri Agroforestry

Beberapa ciri penting agroforestry yang dikemukakan oleh Hairiah (2003) yaitu diantaranya:

1. Agroforestry biasanya tersusun dari dua jenis tanaman dan/atau hewan atau lebih, yang mana minimal satu diantaranya merupakan tumbuhan berkayu (pohon).

2. Sistem agroforestry selalu lebih dari satu tahun pengelolannya.

3. Adanya interaksi (baik aspek ekologi maupun ekonomi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. Agroforestry selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pada suatu lahan yang menerapkan sistem agroforestry yang dikelola menghasilkan pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, serta obat-obatan. 5. Agroforestry minimal memiliki satu fungsi pelayanan jasa (service function),

(32)

13

Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Didik (2003) dalam Yuliadi (2012), ada beberap ciri khas yang dimiliki oleh sistem agroforestry. Ciri yang dimaksud yaitu:

a. Adanya dua kelompok tumbuhan sebagai komponen dari sistem agroforestry, yaitu pepohonan atau tanaman tahunan dan tanaman semusim.

b. Adanya interaksi antara pepohonan dan tanaman semusim terhadap penangkapan cahaya, penyerapaan air, serta penyerapan unsur hara.

c. Transfer silang antara pohon dengan tanaman. d. Perbedaan perkembangan tanah.

e. Banyak macam keluaran.

Ada beberapa wujud agroforestry yang banyak diterapkan oleh masyarakat sekitar yang sesuai dengan definisi serta ciri khas dari agroforetry yang telah dijelaskan. Wujud agroforestry yang dimaksud yaitu (Putri, 2011):

i. Penggunaan dedaunan pohon yang dibudidayakan di lahan petani ataupun di dalam kawasan hutan untuk pakan ternak.

ii. Penggembalaan ternak di bawah tegakan hutan yang ditanami rerumputan sebagai pakan ternak.

iii. Penanaman pohon-pohon penambat nitrogen di suatu lahan, sehingga melalui sistem perakaran dan daunnya dapat menambah nitrogen ke dalam tanah. iv. Penanaman pohon-pohon di sekitar pekarangan atau lahan membentuk pagar

hidup.

(33)

14

karbon tersimpan di kawasan sistem agroforestry adalah ciri-ciri agroforestry yang disampaikan oleh Hairiah (2003). Adapun kondisi di lokasi penelitian yaitu sistem agroforestry yang dikelola tersusun lebih dari dua jenis tanaman (tanaman pertanian dan tanaman kehutanan), sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju dikelola sudah lebih dari lima tahun. Sistem agroforestry yang dikelola masyarakat Register 39, memberikan manfaat ekonomi (sebagai mata pencharian petani) dan memberikan manfaat ekologi (sistem penyangga kehidupan). Tanaman kehutanan pada kawasan sistem agroforostry di lokasi penelitian, dijadikan tanaman pembatas dan tanaman peneduh untuk tanaman intinya, dalam hal ini tanaman intinya adalah tanaman yang memberikan manfaat ekonomi bagi petani yang mengelola kawasan sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju.

2.1.4 Agroforestry sebagai Tempat Penyimpanan Karbon

Tanaman agroforestry dapat mengikat karbon dalam jumlah yang besar. Agroforestry dapat digunakan untuk menghubungkan hutan yang mengalami fragmentasi dan habitat kritis lainnya sebagai salah satu strategi manajemen lanskap secara luas yang memungkinkan terjadinya migrasi spesies sebagai akibat pertambahan populasi genetik dan sebagai respon atas perubahan iklim (Tampubolon, 2011).

(34)

15

peningkatan karbondioksida (CO2) atmosfer dan gas rumah kaca lainnya dengan

cara meningkatkan karbon dalam tanah dan mengurangi tekanan untuk pembukaan lahan hutan, karbon yang berasal dari CO2 tersebut diambil oleh

tanaman dan disimpan dalam bentuk biomassa (Malau, 2012).

Peran agroforestry dalam mempertahankan cadangan karbon di daratan masih lebih rendah dibandingkan dengan hutan alam, tetapi sistem ini dapat merupakan suatu tawaran yang dapat memberikan harapan besar dalam meningkatkan cadangan karbon pada lahan-lahan terdegradasi (Widianto et al., 2003). Hal yang menyebabkan hutan alam memiliki cadangan karbon lebih besar dibandingkan lahan agroforestry karena tanaman pada hutan alam merupakan pepohonan yang memiliki biomassa yang tinggi, dibandingkan dengan tanaman semusim pada lahan agroforestry. Banyaknya biomassa tergantung berdasarkan hasil yang diperoleh saat melakukan fotosintesis (Lukito, 2013).

Menurut Tampubolon (2011), ada dua manfaat utama dari sistem agroforestry yang telah diketahui. Kedua manfaat tersebut yaitu:

a. Mengatur penyimpanan karbon secara langsung di dalam pohon dan di dalam tanah.

b. Sangat potensial untuk mengimbangi emisi gas rumah kaca akibat deforestasi dan perladangan.

(35)

16

Register 39 Datar Setuju ditanami tanaman jenis pertanian dan kehutanan yang dihitung karbon tersimpannya. Dengan mengetahui besar karbon tersimpan pada kawasan tersebut, maka dapat diketahui peran kawasan sistem agroforestry dalam meradiasikan kembali sinar matahari yang diserap oleh vegetasi sebagai gelombang panjang yang tidak mampu menembus lapisan gas rumah kaca di atmosfer, sehingga kita dapat mengetahui jenis tanaman pertanian atau kehutanan yang paling berperan dalam penyimpan karbon yang lebih besar pada lokasi penelitian.

2.2 Biomassa

2.2.1 Definisi Biomassa

Biomassa merupakan total berat atau volume organisasi dalam suatu area atau volume tertentu. Tampubolon (2011) mengatakan bahwa biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk di dalamnya ranting, daun, cabang, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven dalam suatu area.

(36)

17

meliputi semua bahan tanaman yang berasal dari hasil fotosintesis, serapan unsur hara, dan air yang diolah melalui proses biosintesis oleh suatu pohon.

Selain biomassa, produk lain dari hasil proses fotosintesis adalah oksigen. Dalam produksi oksigen, vegetasi pada suatu lahan memiliki peran yang sangat berguna untuk proses respirasi makhluk hidup lainnya dan juga untuk mengurangi keberadaan gas karbondioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor ataupun industri tertentu (Irwan, 2005).

2.2.2 Perhitungan Biomassa Hutan

Menurut Sutaryo (2009), terdapat empat cara utama untuk menghitung biomassa. Keempat cara tersebut yaitu:

1. Sampling dengan pemanenan (destructive sampling) secarain situ

(37)

18

2. Sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secarain situ

Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan allometrik untuk mengetahui berapa besar kandungan biomassanya.

3. Pendugaan melalui penginderaan jauh

Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek yang berskala kecil. Kendala utamanya adalah karena penggunaan melalui penginderaan jauh umumnya relatif mahal dan secara teknis membutuhkan keahlian tertentu atau ahlinya. Metode ini juga kurang efektif jika digunakan pada daerah aliran sungai, pedesaan atau lahan agroforestry yang merupakan mosaik dari berbagai penggunaan lahan dengan petak yang berukuran relatif kecil. Biasanya hasil penginderaan jauh yang didapat dengan resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relatif homogen. Hasil pembagian kelas-kelas ini menjadi panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil penginderaan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan membutuhkan biaya yang relatif mahal dalam penggunaannya.

4. Pembuatan model

(38)

19

model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sampel plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimassi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang mengonversi volume menjadi biomassa.

Menurut Hilmiet al. (2002), berat jenis biomassa hutan akan memberikan dugaan sumber karbon di vegetasi hutan. Hal ini dikarenakan 50% dari biomassa adalah karbon. Selain itu juga vegetasi akan memberikan serasah batang, serasah cabang, akar kasar, dan akar halus yang melalui proses penguraiannya akan mengeluarkan karbon yang secara langsung ke udara melalui proses penggunaan bahan bakar kayu.

Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Laju pengikatan biomassa disebut produktivitas primer bruto yang bergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu, dan ciri-ciri jenis tumbuhan (Rahma, 2008). Sisa dari hasil respirasi disebut produktivitas primer bersih. Yang dimaksud dengan produktivitas primer bersih adalah nilai total energi yang disimpan per unit luas per satuan waktu tertentu (Siringoringo, 2004).

(39)

20

di udara diikat oleh tumbuhan dan diubahnya menjadi karbohidrat yang selanjutnya disebarkan ke seluruh bagian tubuh tumbuhan.

Penelitian mengenai perhitungan biomassa hutan menggunakan metode sampling dengan pemanenan (destructive) dan metode sampling dengan cara pengumpulan (non-destsructive). Penggunaan metode tersebut dikarenakan biomassa yang dihitung meliputi biomassa pohon dan nekromassa yang didapat dengan menggunakan metode tanpa pemanenan. Biomassa serasah didapat dengan menggunakan metode pengumpulan serasah yang dimasukkan ke dalam kantong yang telah disiapkan untuk diketahui berat basah total biomassa serasah pada masing-masing petak contoh dalam penelitian (Sutaryo, 2009).

2.3 Karbon

2.3.1 Pengertian Karbon

Definisi yang dimaksud dengan karbon yaitu bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Pergerakannya dalam suatu ekosistem bersamaan dengan pergerakan energi melalui zat kimia lain seperti karbohidrat yang dihasilkan selama proses fotosintesis dan karbondioksida yang dibebaskan bersamaan dengan energi selama melakukan respirasi. Dalam siklus karbon, proses timbal balik fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan antara lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon dalam bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daunnya dan

(40)

21

bagi konsumen. Respirasi oleh semua organisme mengembalikan CO2ke atmosfer

(Sutaryo, 2009).

Karbon merupakan bahan dasar penyusun senyawa organik. Di dalam organisme hidup terdapat 18% karbon. Kemampuan saling mengikat pada atom-atom karbon (C) merupakan dasar bagi keragaman molekul dan ukuran molekul yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Selain terdapat dalam bahan organik, karbon juga ditemukan dalam senyawa anorganik, yaitu gas karbondioksida (CO2) dan batuan

karbonat (batu kapur dan koral) dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3).

Organisme autotrof (tumbuhan) menangkap karbondioksida dan mengubahnya menjadi karbohidrat, protein, lipid, dan senyawa organik lainnya. Bahan organik yang dihasilkan tumbuhan ini merupakan sumber karbon bagi hewan dan konsumen lainnya (Widayati, 2009).

(41)

22

Menurut Sutaryo (2009), dalam inventarisasi karbon hutan setidaknya ada empat penghasil karbon. Keempat penghasil karbon yang dimaksud diantaranya sebagai berikut:

1. Biomassa Atas Permukaan

Biomassa atas permukaan adalah suatu material hidup atas permukaan termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji, daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan di bawah lantai.

2. Biomassa Bawah Permukaan

Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.

3. Bahan Organik Mati

(42)

23

4. Karbon Organik Tanah

Bagian yang mencakup karbon organik tanah yaitu karbon pada tanah mineral dan tanah organik yang termasuk gambut di dalamnya.

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), pada ekosistem daratan karbon tersimpan dalam bentuk tiga komponen pokok, yaitu:

a. Biomassa

Biomassa adalah massa dari bagian vegetasi yang masih hidup seperti tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma, dan tanaman semusim pada suatu bentang lahan. Biomassa yang dihitung biasanya terdiri dari biomassa atas permukaan (pohon, nekromassa, dan serasah) serta biomassa bawah permukaan (tanah dan akar).

b. Nekromassa (pohon mati)

Nekromassa adalah massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan atau telah tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting, dan daun-daun gugur (serasah) yang belum terlapuk. Nekromassa masih menyimpan karbon dalam bentuk biomassa.

c. Bahan Organik Tanah

(43)

24

Menurut Hairiah et al. (2001) ada tiga sumber utama pemasok karbon ke dalam tanah, yaitu:

i. Tajuk tanaman pohon dan tanaman semusim yang masuk sebagai serasah dan sisa panen.

ii. Akar tanaman melalui akar-akar yang mati, ujung-ujung akar, eksudasi akar, dan respirasi akar.

iii. Biota.

2.3.2 Siklus Karbon

Siklus karbon adalah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana karbon di lingkungan mengalir di antara makhluk hidup, materi anorganik, dan atmosfer. Lintasan karbon berikut yang seperti siklus melalui udara, bumi, tanaman, hewan, dan bahan bakar fosil secara harfiah mendefinisikan kehidupan seperti yang kita kenal (Sridianti, 2014). Pada dasarnya siklus karbon adalah proses dua langkah yang melibatkan respirasi dan fotosintesis.

(44)

25

Siklus karbon adalah permukaan karbon antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi (Sobirin, 2010). Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir yang dimaksud adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya seperti material non hayati organik seperti karbon tanah), lautan (termasuk di dalamnya karbon anorganik terlarut dari biota laut hayati dan biota non hayati), dan sedimen (termasuk di dalamnya bahan bakar fosil). Secara alami karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfer.

2.4 Titik Impas

Menurut Sofyan (2008), dalam ilmu ekonomi yang dimaksud titik impas atau yang dikenal dengan break event pointadalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/impas (penghasilan = total biaya). Analisa titik impas adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, dan volume aktivitas (Sorongan dan Nangoi, 2014).

(45)

26

(46)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus.

3.2 Objek dan Alat

(47)

28

3.3 Batasan Penelitian

1. Agroforestry merupakan sistem penggunaan lahan yang mengombinasikan tanaman pertanian/perkebunan dengan tanaman kehutanan (tumbuhan berkayu).

2. Biomassa yang diukur adalah biomassa atas permukaan yaitu biomassa pohon (tanaman hutan dan tanaman pertanian), biomassa nekromassa, dan biomassa serasah yang ada pada plot pengamatan.

3. Plot pengamatan berukuran 100m x 20m untuk pengukuran biomassa pohon dan biomassa nekromassa, sedangkan untuk pengukuran biomassa serasah menggunakan plot berukuran 0,5m x 0,5m.

4. Pohon bercabang merupakan tumbuhan berkayu yang memiliki percabangan di bawah 1,3m. Pohon tidak bercabang, tidak memiliki percabangan pada ketinggian 1,3m.

3.4 Data yang Dikumpulkan

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang didapat saat melakukan penelitian di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. Pada penelitian ini data yang dikumpulkan yaitu:

1. Data Vegetasi

(48)

29

dominan pada suatu kawasan sistem agroforestry. Selain itu, dengan adanya data vegetasi dapat diketahui kerapatan suatu jenis dan besar INP pada kawasan sistem agroforestry.

2. Data Biomassa

Data biomassa digunakan untuk menghitung karbon tersimpan yang berupa jenis pohon, tinggi pohon, diameter, dan berat basah serasah yang ditemukan pada petak contoh pengamatan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data ataupun study literature yang diperoleh dari penelitian – penelitian mengenai karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry. Selain itu, data sekunder diperoleh dari data pendukung lainnya seperti data dari instansi pemerintah daerah yang meliputi keadaan umum lokasi penelitian.

3.5 Pengumpulan Data

(49)

30

biomassa. Petak ukur digunakan untuk memperoleh data biomassa dan vegetasi dengan cakupannya yaitu:

1. Petak ukur 100m x 20m untuk pengamatan fase pohon dewasa dengan ukuran diameter >20cm dan digunakan unutk pengamatan nekromassa dengan diameter >30cm.

2. Petak ukur 0,5m x 0,5m digunakan untuk mengukur biomassa serasah.

Petak ukur berukuran 0,5m x 0,5m berada di dalam petak ukur besar yang berukuran 100m x 20m yang digunakan untuk pengukuran biomassa pohon dan nekromassa. Dalam penelitian ini, biomassa nekromassa yang diambil yaitu biomassa nekromassa berkayu yang memiliki diameter >30cm. Setiap satu petak ukur besar terdapat satu petak ukur berukuran 0,5m x 0,5m untuk pengukuran biomassa serasah.

Penentuan petak ukur dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling (Natalia, 2013). Metode ini dilakukan dengan melihat kondisi lapangan secara sengaja, namun setiap kondisi lapang terwakili seperti kawasan yang memiliki vegetasi yang rapat, kawasan dengan vegetasi yang jarang, kondisi dengan kelerangan yang tajam, serta kawasan di daerah pegunungan.

Penentuan jumlah petak ukur didapat berdasarkan perhitungan berikut: Luas areal Register 39 Datar Setuju (N) = 7.668,64 hektar

(50)

31

Maka , didapat:

Luas seluruh petak contoh adalah:

= 0,0005 7.668,64 = 3,83 ~4

= 4 ha x 10.000 m2 = 40.000 m2

Sehingga didapat jumlah petak ukur yang dibuat adalah:

=

40.000 2.000 = 20

Berdasarkan perhitungan di atas, maka didapat jumlah plot yang dibuat pada lokasi penelitian yaitu sebanyak 20 plot yang terbagi atas tiga wilayah kelola HKm di Register 39 yang dibedakan berdasarkan luas wilayah. Luas total wilayah HKm di Register 39 adalah 7.668,64 hektar yang terbagi atas HKm Bina Wana Jaya 1 dengan luasan 1.592,40 hektar, HKm Bina Wana Jaya 2 seluas 1.044,80 hektar, dan HKm Sinar Harapan seluas 5.031,44 hektar. Pembagian petak ukur contoh dapat dihitung seperti berikut:

Jumlah plot contoh yang dibuat = jumlah plot contoh

Maka , berdasarkan rumus diatas, dapat diketahui berapa jumlah plot contoh pada setiap HKm dengan data seperti berikut:

(51)

32

Luas HKm Sinar Harapan = 5.031,44 hektar Jumlah seluruh plot contoh = 20 plot contoh Sehingga jumlah plot contoh pada masing-masing HKm yaitu:

1. 1 = . ,

. , 20 = 4,15 ~ 4

2. 2 = . ,

. , 20 = 2,72 ~ 3

3. = . ,

. , 20 = 13,12 ~ 13

Setiap plot contoh berukuran 100m x 20m di dalamnya terdapat satu plot contoh berukuran 0,5m x 0,5m yang digunakan untuk pengambilan berat basah serasah. Selain itu juga, terdapat plot kecil 20m x 20m untuk pengukuran INP.

3.5.1 Indeks Nilai Penting (INP)

Pengambilan data INP digunakan untuk mengetahui komposisi penyusun tanaman dan jenis tanaman yang paling dominan pada suatu kawasan sistem agroforestry pada setiap fase tanaman (tumbuhan bawah, pancang, tiang, dan pohon). Untuk mengetahui jenis yang paling dominan maka diukur dengan membuat plot ukur.

(52)

33

D

B C

A

Gambar 2. Petak ukur untuk pengambilan data Indeks Nilai Penting (INP) yang diletakkan pada setiap plot besar (plot berukuran 100m x 20m).

Keterangan gambar:

i. A merupakan petak contoh berukuran 2m x 2m, digunakan untuk tingkat tumbuhan bawah dengan tinggi < 1,5m.

ii. B merupakan petak contoh ukuran 5m x 5m, digunakan untuk tingkat pancang dengan diameternya < 10cm dan tinggi tanmannya > 1,5m.

iii.C merupakan petak contoh ukuran 10m x 10m, digunakan untuk tingkat tiang dengan diameternya 10-20 cm.

iv.D merupakan petak contoh ukuran 20m x 20m, digunakan untuk tingkat pohon dengan diameter > 20cm.

3.5.2 Data Biomassa

(53)

34

datanya yaitu berupa diameter dan tinggi pohon tersebut. Setelah data didapat, selanjutnya diolah dengan menggunakan persamaan allometrik untuk tiap jenis tanaman. Plot besar berukuran 100m x 20m, juga digunakan untuk pengukuran biomassa nekromassa berkayu. Nekromassa merupakan pohon mati yang masih berdiri atau sudah roboh. Pengukurannya menggunakan metode non-destructive

(tidak menebang pohon) dengan data yang diambil yaitu jenis pohon, diameter pohon, dan panjang pohon. Selanjutnya data diolah menggunakan persamaan allometrik yang tersedia seperti pohon hidup, sedangkan untuk pohon tidak bercabang dihitung berdasarkan volume slindernya.

Pengukuran biomassa serasah dilakukan pada plot berukuran 0,5m x 0,5m. Serasah yang ada dalam plot tersebut diambil lalu ditimbang. Sebagaian dari serasah yang timbang, diambil berat contoh sebesar 300 gr/100 gr atau semuanya jika berat basah yang didapat kurang dari 100 gr sebagai berat basah untuk dioven selama 48 jam dengan besar suhu 800C. Setelah 48 jam dioven, dilakukan pengolahan data dengan persamaan yang ada.

20m

Gambar 3. Plot besar berukuran 100m x 20m yang di dalamnya terdapat dua plot kecil untuk pengukuran INP dan biomassa serasah.

Keterangan gambar:

(54)

35

B = plot berukuran 20m x 20m yang di dalam plot tersebut terdapat plot berukuran 10m x 10m, 5m x 5m, dan 2m x 2m untuk perhitungan INP.

C = plot kecil berukuran 0,5m x 0,5m untuk pengukuran biomassa serasah.

1. Cara Pengukuran Parameter Pohon

Pengukuran parameter pohon dilakukan pada petak ukur besar yang berukuran 100m x 20m. Pada petak ukur besar ini diambil data pohon baik tanaman hutan dan tanaman pertanian. Data yang diambil pada petak contoh tersebut merupakan sebagai data primer.

2. Cara Pengukuran Nekromassa

Pengukuran nekromassa dilakukan pada plot besar berukuran 100m x 20m. Nekromassa yang diambil merupakan nekromassa berkayu, baik yang masih berdiri maupun yang sudah roboh. Pada plot tersebut, diambil data nekromassa yang memiliki diameter >30cm.

3. Cara Pengambilan Serasah

a. Pengambilan biomassa serasah yang masuk dalam plot ukuran 0,5m x 0,5m diambil dengan menggunakan parang lalu dipotong dan dipisahkan antara batang dan daunnya, kemudian ditimbang untuk memperoleh berat basahnya. b. Subcontoh tanaman dari masing-masing biomassa daun dan batang diambil

sekitar 100-300 gram. Bila subcontoh biomassa yang didapat < 100 gram, maka semua contoh tanaman yang didapat dijadikan sebagai subcontoh.

(55)

36

3.6 Analisis Data

Melihat dari tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui besar karbon tersimpan pada kawasan sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi, maka akan dilakukan analisis data. Data yang dianalisis yaitu pendugaan biomassa vegetasi seperti biomassa pohon, biomassa nekromassa, dan biomassa serasah.

Dilakukannya pendugaan biomassa, untuk mengetahui kemampuan vegetasi dalam menyimpan karbon melalui proses fotosintesis tanaman (Natalia, 2014). Untuk mengetahui jenis dominan vegetasi dan komposisi vegetasi pada sistem agroforestry di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi, maka dilakukan analisis vegetasi melalui INP.

3.6.1 Indeks Nilai Penting (INP)

Menurut Soegianto (1994) dalam Indriyanto (2006), INP merupakan parameter kuantitatif yang digunakan untuk mengukur dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Pengukuran mengenai INP digunakan untuk mengetahui jenis yang paling dominan pada suatu kawasan dengan menggunakan contoh petak ukur berukuran 20m x 20m.

(56)

37

Besarnya INP pada suatu vegetasi dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis luas seluruh petak contoh

Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis

Kerapatan seluruh jenis 100%

Frekuensi (F) = Jumlah petak ditemukannya suatu jenis Jumlah seluruh petak

Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis

Frekuensi seluruh jenis 100%

Dominansi (D) = Luas basal area suatu spesies Luas seluruh petak contoh

Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis

Dominansi seluruh jenis 100%

Berdasarkan persamaan tersebut, maka untuk menghitung besar INP suatu spesies untuk fase pohon, tiang, dan pancang yaitu:

INP = KR + FR + DR

Selanjutnya untuk menghitung besar INP fase tumbuhan bawah menggunakan perhitungan seperti berikut (Kaindeet al., 2001):

INP= KR + FR

Sedangkan untuk mencari perbandingan nilai penting atauSummed Dominance Ratio(SDR) dengan menghitung:

(57)

38

Perbandingan nilai penting atau Summed Dominance Ratio (SDR) digunakan untuk menentukan jenis yang dominan atau paling melimpah (menonjol) sebagai ciri atau tipe vegetasi (Indriyanto, 2006) di daerah penelitian. SDR juga dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan.

3.6.2 Pendugaan Biomassa

Setelah mengetahui komponen vegetasi pada suatu kawasan sistem agroforestry, maka selanjutnya dihitung pendugaan biomassa berdasarkan jenis tanaman apa saja yang masuk dalam plot pengamatan dengan memasukannya ke dalam persamaan allometrik yang telah ditetapkan.

1. Biomassa Pohon

Hasil pengukuran diameter pohon dan tinggi pohon dianalisis dengan menggunakan persamaan allometrik yang telah ada untuk menduga biomassa pohon. Beberapa persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga biomassa dapat dilihat pada Tabel 1.

2. Biomassa Nekromassa

Pendugaan biomassa nekromassa dianalisis dengan menggunakan persamaan allometrik seperti pohon hidup (untuk pohon bercabang), untuk pohon tidak bercabang, maka berat kering dari nekromassa tersebut dihitung berdasarkan volume slindernya. Rumus volume slinder untuk nekromassa tidak bercabang adalah (Hairiah dan Rahayu, 2007):

(58)

39

Π merupakan jari-jari dari diameter nekromassa, Ρ merupakan berat jenis kayu

(g/cm3) yang biasanya berat jenis untuk kayu mati 0,4 g/cm3, H merupakan panjang atau tinggi nekromassa (cm) dan D merupakan diameter nekromassa (cm).

Tabel 1. Model persamaan allometrik yang digunakan

No Jenis Tegakan Persamaan

Allometrik

Sumber

1 Mahoni* BK= 0,902(D2H)0,08 (Purwanto, 2009) 2 Sonokeling* BK= 0,745(D2H)0,64 (Purwanto, 2009) 3 Jati* BK= 0,015(D2H)1,08 (Purwanto, 2009) 4 Sengon* BK = 0,020 (D2H)0,93 (Purwanto,2009) 5 Akasia* BK=0,077 (D2H)0,90 (Purwanto,2009) 6 Pohon-pohon bercabang BK=0,11ρ(D)2,62 (Ketterings, 2001) 7 Pohon-tidak bercabang BK=π ρD2H/40 (Hairiah,2002) 8 Kopi** BK=0,281(D)2,06 (Arifin, 2001) 9 Pisang** BK=0,030(D)2,13 (Arifin 2001, Van

Noordwijk,2000)

10 Palm** BK=BA*H*ρ (Hairiah, 2000)

11 Bambu** BK=0,131(D)2,28 (Priyadarsini,2000) 12 Kakao** BK= 0,1208(D)1,98 (Hairiah dkk, 2011) Keterangan:

BK = Berat kering (kg/pohon) H = Tinggi total tanaman (cm)

D = Diameter setinggi dada (dbh) (cm) BA = Basal area (cm2)

Ρ = Kerapatan kayu (0,7 gr) * = Jenis tanaman kehutanan ** = Jenis tanaman MPTs

Sehingga akan didapat total biomassa pohon (kg) = BK1+ BK2+ ...+ BKn

Rumus untuk menghitung biomassa per satuan luas (ton/ha) sebagai berikut: Total biomassa (kg)

(59)

40

3. Biomassa Serasah

Data pengukuran biomassa serasah diperoleh setelah dioven selama 48 jam dalam suhu 800C, lalu diambil sampelnya dan ditimbang sebagai berat kering. Berat basah didapat setelah pengambilan sampel di lapangan.

Berat basah dan berat kering dari serasah dapat digunakan untuk menduga biomassa serasah dengan menggunakan rumus Biomass Expansion Factor

(Brown, 1997).

Total BK = BK sub contoh (gr)

BB sub contoh (gr) total BB (gr)

Keterangan:

BK = Berat Kering (gr) BB = Berat Basah (gr)

4. Karbon Tersimpan

Karbon tersimpan pada vegetasi hutan dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang yang diperoleh dari persamaan allometrik, rumus slinder ataupun nilai BEF (Biomass Expansion Factor). Menurut IPCC (2006), fraksi karbon dari biomassa adalah 0,50 (0,44-0,55) yang berarti bahwa 50% dari biomassa adalah karbon tersimpan. Jumlah besar karbon tersimpan dapat dihitung dengan :

(60)

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Wilayah

Secara geografis, letak KPHL Batutegi pada 104027’ BT – 104055’ LS. Secara

administratif, KPHL Batutegi berada di empat kabupaten. Keempat kabupaten di Provinsi Lampung tersebut yaitu Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Pringsewu (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2013). Areal KPHL Batutegi merupakan kawasan hutan lindung yang terdapat di Kabupaten Tanggamus.

(61)

42

Gambar 4. Peta Register 39 Resort Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus pada skala 1:70.000

Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa Resort Datar Setuju memiliki tiga kelola HKm yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Ketiga HKm tersebut memiliki luas yang berbeda-beda.

4.2 Fungsi Kawasan Hutan

(62)

43

4.3 Pembagian Wilayah Pengelolaan

Wilayah kelola KPHL Batutegi dibagi menjadi enam resort yaitu Resort Banjaran, Resort Batulima, Resort Datar Setuju, Resort Ulu Semung, Resort Way Sekampung, dan Resort Way Waya. Masing-masing resort dikepalai oleh satu orang Kepala Resort.

4.4 Program Hutan Kemasyarakatan (HKm)

(63)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Komposisi penyusun tanaman di Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi ditemukan 18 jenis fase pohon, 8 jenis fase tiang, 4 jenis fase pancang, dan 6 jenis fase tumbuhan bawah. Tingkatan fase pohon paling dominan di kawasan tersebut adalah pohon cemara (Casuarina junghuniana) dengan INP sebesar 109,91%, untuk fase tiang paling dominan adalah dadap (Erythrina sp.) dengan besar INP 300%, untuk fase pancang adalah kopi (Coffea arabica) dengan INP sebesar 300%, serta fase tiang paling dominan adalah rumput teki (Cyperus rotundus) dengan besar INP 200%.

(64)

72

6.2 Saran

Masyarakat Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi harus lebih selektif dalam memilih jenis tanaman yang akan ditanam khususnya tanaman yang mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang besar yaitu tanaman berkayu yang memiliki diameter besar seperti cempaka (Michellia champacha), dadap (Erythrina sp.), serta durian (Durio zibethinus). Hal tersebut dikarenakan pohon cempaka, dadap, dan durian merupakan pohon yang ditemukan pada lokasi tersbut. Pohon tersebut dapat dijadikan sebagai pohon naungan ataupun pohon pembatas bagi tanaman utama yang ada pada lahan agroforestry yang dikelola oleh masyarakat sekitar, sehingga dengan menjadikan pohon-pohon berdiameter besar sebagai pohon pembatas, maka pada lokasi tersebut diharapkan dapat menyimpan karbon yang besar juga.

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, W. 2002. Analissi Finansial Potensi Sengon Rakyat Pola Agroforestry di Kabupaten Wonosobo.Jurnal Hutan Rakyat Vol. 4 No. 2, 2002: Hal 1

–23.

Anggraeni, T. E. 2002. Kajian Pengaruh Faktor Sosial-Ekonomi Rumah Tangga Petani terhadap Pola Agroforestry pada Hutan Rakyat di Pakuan Ratu Kabupaten Way Kanan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2010.Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Lampung.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest, a primer. FAO Forestry Paper 134. FAO Rome.

De Foresta, H., dan G. Michon. 2000. Agroforest.Menciptakan Hutan Serbaguna yang Menguntungkan dan Lestari pada Lahan-Lahan di Daerah Tropis Basah. ICRAF Southeast Asia. Bogor.

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2013. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Batutegi 2014-2023. Lampung.

Dipodiningrat, S. 1990. Gagasan Penjarangan Hutan Alam di Areal Bekas Tebangan PT Inhutani II, Pulau Laut Utara, Kalimantan Selatan. Bulletin Tahunan Universitas Gajah Mada, Nomor 16.

Elias. 2002. Rasionalisasi Kegiatan Logging dan Kondisi Minimum Struktur Tegakan yang Boleh Ditebang dalam Pengelolaan Hutan Alam Tropika Indonesia.Jurnal Teknologi Hasil HutanVol. 15 No. 1, 2002: 34-47. Ginoga, K. 2010. Pedoman Pengukuran Karbon untuk Mendukung Penerapan

REDD+ di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

(66)

74

Hairiah, K ., M. A. Sardjono., dan S. Sabarnurdin. 2003.Pengantar Agroforestry. ICRAF. Bogor.

Hairiah, K., 2007. Perubahan Iklim Global: Neraca Karbon di Ekosistem Daratan. Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian Jurusan Tanah. Malang.

Hairiah, K., dan D. Murdiyarso. 2007. Alih Guna Lahan dan Neraca Karbon Terestrial. World Agroforestry Center-ICRAF. Bogor.

Hairiah, K., dan R. Subekti. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Penggunaan Lahan. World Agroforestry Center-ICRAF. Bogor.

Hairiah, K., A. Ekadinata., R. R. Sari., dan S. Rahayu. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan Edisi Kedua. World Agroforestry Center-ICRAF. Bogor.

Hanafi, N., dan N. B. Bernardianto. 2012. Pendugaan Cadangan Karbon pada Sistem Penggunaan Lahan di Areal PT. Sikatan Utama Raya. Jurnal Media SainsVol. 4 No.2, Oktober 2012.

Hani, A., dan P. Suryanto. 2014. Dinamika Agroforestry Tegalan di Perbukitan Menoreh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Kehutanan WallaceaVol.3 No.2, Juni 2014: 119-128.

Hilmi, E. 2002. Model Pendugaan Karbon. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan-Programa Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Huxley, P. 1999.Tropical Agroforestry. Blackwell Science Ltd. UK.

Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). 2006. Intergovermental Panel on Climate Change Guidelones for National Greenhouse Gas Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Eggleston H.S., Buendia L., Miwa K., Ngara T. And Tanabe K. (eds). Published: IGES, Japan.

Indriyanto. 2006.Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Irwan, Z. D. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara. Jakarta.

Kainde, R. P., S. P. Ratag., J. S. Tasiri., dan D. Faryanti. 2011. Analisis Vegetasi Hutan Lindung Gunung Tampa. Jurnal Eugenia Vol. 17 No. 3, Desember 2011.

(67)

75

Kurniawan, H., dan D. Yuniarti. 2011. Potensi Simpanan Karbon Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis) Studi Kasus Di Kabupaten Kupang dan Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur : (Carbon Sink Potency of Tectona grandis Plantation, a Case Study at Belu & Kupang Regency, East Nusa Tenggara Province). Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan

Vol. 8 No. 2, Juni 2011: Hal. 151-167.

Lukito, M. 2013. Estimasi Biomassa Dan Karbon Tanaman Jati Umur 5 Tahun (Kasus Kawasan Hutan Tanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) Desa Krowe, Kecamatan Lembeyan Kabupaten Magetan). Jurnal Agri-Tek

Vol. 14 No. 1, Maret 2013: 1–23.

Mahendra, F. 2009. Sistem Agroforestry dan Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Massipatin, N., K. Ginoga., G. Pari., W. S. Dharmawan., C. A. Siregar., A. Wibowo., D. Puspasari., A. S. Utomo., N. Sakuntaladewi., M. Lugina., W. I. Wulandari., S. Darmawan., I. Heryansyah., N. M. Heriyanto., H. H. Siringoringo., R. Darmayanti., D. Anggraeni., H. Krisnawati., R. Maryani., D. Apriyanto., dan B. Subekti. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

Malau, Y. D. P., Rahmawati ., dan Riswan. 2012. Pendugaan Cadangan Karbon Above Ground Biomass (AGB) pada Tegakan Agroforestri di Kabupaten Langkat : (The Estimate of Carbon Stocks Above Ground Biomass (AGB) on Agroforestry Stands in Langkat). Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Manuri, S., C. A. S. Putra., dan A. D. Saputra,. 2011. Tehnik Pendugaan Cadaangan Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project. Sumatera Selatan.

Melinda. 2011. Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada Berbagai Periode Pengelolaan Hutan di Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya Kabupaten Lampung Tengah. (Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Natalia, D. 2013. Potensi Penyerapan Karbon pada Sistem Agroforestri di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Natalia, D., S. B. Yuwono., dan R. Qurniaty. 2014. Potensi Penyerapan Karbon pada Sistem Agroforestri di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari

(68)

76

Putri, A. 2011. Kearifan Lokal dalam Aplikasi Agroforestri di Kecamatan Belalau dan Batu Ketulis Kabupaten Lampung Barat. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Rahayu, S., B. Lusiana., dan M. V. Noordwijk. 2004. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah di Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Bogor: World Agroforestry Centre.

Rahma, A. 2008. Estimasi Potensi Simpanan Karbon pada Tegakan Puspa (Schima wallichii Korth.) di Hutan Sekunder yang Terganggu Akibat Dua Kali Kebakaran di Jasigna Bogor. (Skripsi). IPB: Bogor. Tidak dipublikasikan.

Ramadhon, A. 2008. Kajian Nilai Ekologi melalui Inventarisasi dan Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove terhadap Perlindungan Lingkungan Kepulauan Kangean.Jurnal EmbryoVol. 5 No.1, Juni 2008.

Rosenberg, N. J. 1983. Microclimate: The Biological Environment. 2nd. John Wiley and Sons, London.

Siregar, C. A., dan W. S. Dharmawan. 2011. Stok Karbon Tegakan Hutan Alam Dipterokarpa di PT. Sarpatim, Kalimantan Tengah (Carbon Stock of

DipterocarpNatural Forest Stands at PT. Sarpatim, Central Kalimantan).

Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi AlamVol. 8 No. 4, 2011: 337 –

348.

Siringoringo, J. 2004. Potensi Karbon Tersimpan dalam Pohon pada Tipe Vegetasi Berbeda di Hutan Kota Bandar Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Sobirin, M. 2010. Pendugaan Karbon tersimpan di Atas Permukaan di Arboretum Universitas Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Sofyan, S. 2008.Analisis Krisis Laporan Keuangan. Rajawali Press. Jakarta. Sorongan, S. N., dan G. B. Nonggoi. 2012. Analisa Titik Impas sebagai Dasar

(69)

77

Suharjo, B. H., dan H. F. P. Wardhana. 2011. Pendugaan Potensi Simpanan Karbon Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese) di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten: The Estimation of Carbon Stock Potential on Merkus Pine (Pinus merkusii

Jungh. et de Vriese) in KPH Cianjur, Perum Perhutani III West Java and Banten.Jurnal Silvikultur TropikaVol. 03 No. 01, Agustus 2011: Hal. 96

–100.

Sutarahardja, S. 2009. Inventarisasi Hutan Terestis. Forestry Research and Development Agency in Cooperation with ITTO-CITES Project. Bogor. Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa: Sebuah Pengantar untuk Studi

Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Progamme. Bogor.

Tampubolon, N. 2011. Potensi Penyerapan Karbon dalam Mendukung Adaptasi Perubahan Iklim di Hutan Marga Kecamatan Belalau dan Batu Ketulis Kabupaten Lampung Barat. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak diublikasikan.

Tresnawan, H., dan U. Rosalina. 2002. Pendugaan Biomassa di Atas Tanah di Ekosistem Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan (Studi Kasus Hutan Dusun Aro, Jambi).Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VIII No. 1: 15-29 (2002).

Utami, S. R., V. Bruno., M. V. Noordwijk., H. Kurniatun., dan A. S. Mustofa. 2003. Bahan Ajaran Agroforestri 9: Prospek Penelitian dan Pengembangan Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF).

Widianto ., K., D., M. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestry. Bahan Ajar Agroforestry 3. ICRAF. Bogor.

Gambar

Gambar 1.Diagram alir kerangka pemikiran mengenai penelitian karbon
Gambar 2.
Gambar 2. Petak ukur untuk pengambilan data Indeks Nilai Penting (INP) yangdiletakkan pada setiap plot besar (plot berukuran 100m x 20m).
Gambar 3. Plot besar berukuran 100m x 20m yang di dalamnya terdapat dua plotkecil untuk pengukuran INP dan biomassa serasah.
+3

Referensi

Dokumen terkait