• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Pada Keluarga Pemulung Di Desa Tapian Nauli Lingkungan Ix Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Pada Keluarga Pemulung Di Desa Tapian Nauli Lingkungan Ix Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Anak Pada

Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan

Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh:

DIMAS ALFISYAHRI

100902061

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA

: DIMAS ALFISYAHRI

NIM

: 100902031

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari: 6 bab, 89 halaman, 20 kepustakaan, 35 tabel, serta

lampiran)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal”. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah pengaruh pola orang tua terhadap perkembangan anak yang dilihat dari perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian anak pada keluarga pemulung.

Populasi dari penelitian ini adalah 10 keluarga yang memiliki anak usia 13-18 tahun dari 49 keluarga yang memiliki anggota keluarga berusia anak yang tinggal di Desa Tapian Nauli. Adapun jumlah sampel berjumlah 24 orang anak. Sampel tersebut diambil dengan menggunakan metode penarikan sampel Purposive Sampling. Metode yang digunakan adalah metode penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner dan observasi. Data yang didapat ditabulasikan ke dalam tabel selanjutnya dianalisis dengan teknik Korelasi Product Moment.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisi bahwa pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak positif dimana nilai korelasi product moment hitung lebih besar dari moment tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh signifikan antara pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak.

Kesimpulan bahwa pola asuh orang tua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan anak.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

NAME

: DIMAS ALFISYAHRI

NIM

: 100902061

ABSTRACT

(This thesis consists of 6 chapters, 89 pages, 20 bibliography, 35 tables, and

attachments)

This thesis submitted in order to achieve a degree qualified Social Welfare, with the title “ The Effect of Parents` Parenting on Child Development at The Village Family Scavenger Buts Nauli Urban Environment Sunggal Medan District IX Sunggal”. The problem addressed in the paper is the influence of parents` parenting on child development as seen from the development of social and personality development of children in a family acavenger.

The population of this study were 10 families who have children aged 13-18 years old from 49 families who have family members aged children living in the village Buts Nauli. The samples were 24 childeren. The samples were taken by using purposive sampling method. The method used is an explanatory research method with quantitative approaches. The technique of collecting data through questionnaires dan observation. The data obtained are tabulated in the table then analyzed by Product Moment Correlation technique.

Based on the data that has benn collected and analyzed that influence parents` parenting toward positive child development in which the value of the product moment correlation count is larger than the moment table, the Ho is rejected dan Ha is accepted. This means that there is significant influence betwent the parents` parenting on child development.

Conclution that the parents` parenting have a significant influence on the development of children.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Berkat dan Kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. adapun judul

skripsi ini adalah “PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA PEMULUNG DI DESA TAPIAN

NAULI LINGKUNGAN IX KELURAHAN SUNGGAL KECAMATAN MEDAN

SUNGGAL”. Skripsi ini di susun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial pada Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan

kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun

guna perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis

menghanturkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia

membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini, serta

(5)

3. Terkhusus buat kedua orang tua dan adik saya yang tak henti-hentinya

mendoakan dan mendukung penulis baik dari materi, waktu dan semua hal.

Semua yang diberikan sungguh tak terhitung.

4. Buat sahabat di Kessos yang udah seperti keluarga, Ria (Birong), Puri

(Gendut), Dede, Iqbal. Gak terasa udah 4 tahun kita sama-sama ya. Sering

jalan-jalan sama walaupun gak tau mau kemana dan juga kadang nyasar.

Setiap mau makan diluar selalu bingung mau makan dimana karena kantong

anak kos semua. Pasti bakalan rindu sama moment-moment kayak gitu.

5. Buat Kessos 2010 Nanda, Intan, Clara, Ferdian, Arif (kiteng), Dwi, Acon,

Riada, Desi, Hana, Pram, Pera, Fonny, Juwita, Yohana, Lince kawan satu

bimbingan, Sintong, Helen, Kiky, Riza, Raisa, Tania, Eny, Liberson, Josua,

Cumi, Mail, Surya, Rahma dan buat semua yang gak bisa aku sebutin

satu-satu. Makasih atas semuanya

6. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang telah mendukung dan

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, aku ucapkan terima kasih dan

sukses buat kalian semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam

skripsi ini, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya agar ke

depan penulis dapat lebih baik lagi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.

Medan, Juni 2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ……….. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 9

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ………... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ……… 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ……… 9

1.4 Sistematika Penulisan ……….. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Asuh ………. 11

2.2 Keluarga Pemulung ………... 14

2.2.1 Keluarga ……… 14

2.2.2 Pemulung ……….. 19

2.3 Perkembangan Anak ………. 22

2.3.1 Perkembangan Anak ……… 22

a. Anak ……….. 22

b. Perkembangan Anak ……… 25

2.3.2 Perkembangan Sosial Anak ………. 29

2.3.3 Perkembangan Kepribadian Anak ……… 34

a. Hal-hal yang mempengaruhi Kepribadian ……….. 35

(7)

2.5 Hipotesis ……… 41

2.6 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ………. 42

2.7.1 Definisi Konsep ……….. 42

2.7.2 Definisi Operasional ………... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ……….. 46

3.2 Lokasi Penelitian ……….. 46

3.3 Populasi dan Sampel ……… 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….. 47

3.5 Teknik Analisis Data ……… 48

BAB IV DESKRIPSI LOKASI 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Sunggal ………. 50

4.1.1 Komposisi Penduduk ……….. 51

4.2 Gambaran Umum Linkungan IX ………. 54

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pola Asuh Orang Tua (Variabel X) ……….. 56

5.2 Perkembangan Anak (Variabel Y) ……….. 70

5.3 Uji Hipotesa ……….. 85

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ………. 88

6.2 Saran ……… 88

LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Data Jumlah Penduduk Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal…… 51

Tabel 4.1.2 Data Anak-Anak di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal………… 52

Tabel 4.1.3 Data Agama Penduduk Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal……. 53

Tabel 4.2.4 Data Jumlah Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal……….………… 54

Tabel 4.2.5 Data Pekerjaan Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal……….………… 55

Tabel 5.1.6 Jawaban Responden Tentang Pemberian Perintah Kepada Anak……… 56

Tabel 5.1.7 Kepatuhan Anak Terhadap Perintah Orang Tua ……… 57

Tabel 5.1.8 Tindakan Orang Tua Terhadap Kesalahan Anak ……… 58

Tabel 5.1.9 Frekuensi Orang Tua Bertanya Ketika Anak Melakukan Kesalahan………… 59

Tabel 5.1.10 Frekuensi Orang Tua Memberikan Hukuman Kepada Anak Bila Tidak Mengerjakan Tugas Sekolah ……….………. 60

Tabel 5.1.11 Jawaban Responden tentang Mewajibkan Disiplin …………..…………..… 61

Tabel 5.1.12 Jawaban Responden tentang Orang Tua Memberikan Pengarahan Pada Anak 62 Tabel 5.1.13 Orang Tua Membimbing Anak Ketika Belajar ……… 63

Tabel 5.1.14 Orang Tua Menghukum Anak Ketika Tidak Mematuhi Peraturan………… 64

(9)

Tabel 5.1.16 Frekuensi Orang Tua Memberikan Dorongan Pada Anak ……… 66

Tabel 5.1.17 Frekuensi Orang Tua Memperhatikan Anak ……… 66

Tabel 5.1.18 Tindakan Orang Tua Jika Anak Bermain Seharian………..……… 67

Tabel 5.1.19 Jawaban Responden tentang Frekuensi Pengawasan………. 68

Tabel 5.1.20 Jawaban Responden tentang Pemberian Kebebasan ……….. 69

Tabel 5.2.21 Frekuensi Anak Komunikasi dengan Orang Tua………... 70

Tabel 5.2.22 Frekuensi Anak Membantu Orang Tua di Rumah……… 71

Tabel 5.2.23 Jawaban Responden tentang Frekuensi Mengerjakan Tugas Rumah ……… 72

Tabel 5.2.24 Jawaban Responden tentang Status Hubungan Spesial Dengan Lawan Jenis 73

Tabel 5.2.25 Jawaban Responden tentang Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi …… 74

Tabel 5.2.26 Jawaban Responden tentang Kesempatan Menyalurkan Hobby ……… 75

Tabel 5.2.27 Jawaban Responden tentang Frekuensi Bermain dengan Teman ……… 76

Tabel 5.2.28 Frekuensi Memiliki Masalah dengan Teman ………..…… 77

Tabel 5.2.29 Latar Belakang Pekerjaan yang Dimiliki Orang Tua Teman ………78

Tabel 5.2.30 Frekuensi Mengikuti Trend yang Berkembang ………79

Tabel 5.2.31 Jawaban Responden tentang Penilaian Terhadap Diri Sendiri……… 80

Tabel 5.2.32 Minat Anak Terhadap Pekerjaan Rumah yang Diberikan Orang Tua……… 81

(10)

Tabel 5.2.34 Reaksi Jika Keinginan Tidak Terpenuhi ……… 83

(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA

: DIMAS ALFISYAHRI

NIM

: 100902031

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari: 6 bab, 89 halaman, 20 kepustakaan, 35 tabel, serta

lampiran)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal”. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah pengaruh pola orang tua terhadap perkembangan anak yang dilihat dari perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian anak pada keluarga pemulung.

Populasi dari penelitian ini adalah 10 keluarga yang memiliki anak usia 13-18 tahun dari 49 keluarga yang memiliki anggota keluarga berusia anak yang tinggal di Desa Tapian Nauli. Adapun jumlah sampel berjumlah 24 orang anak. Sampel tersebut diambil dengan menggunakan metode penarikan sampel Purposive Sampling. Metode yang digunakan adalah metode penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner dan observasi. Data yang didapat ditabulasikan ke dalam tabel selanjutnya dianalisis dengan teknik Korelasi Product Moment.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisi bahwa pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak positif dimana nilai korelasi product moment hitung lebih besar dari moment tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh signifikan antara pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak.

Kesimpulan bahwa pola asuh orang tua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan anak.

(12)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

NAME

: DIMAS ALFISYAHRI

NIM

: 100902061

ABSTRACT

(This thesis consists of 6 chapters, 89 pages, 20 bibliography, 35 tables, and

attachments)

This thesis submitted in order to achieve a degree qualified Social Welfare, with the title “ The Effect of Parents` Parenting on Child Development at The Village Family Scavenger Buts Nauli Urban Environment Sunggal Medan District IX Sunggal”. The problem addressed in the paper is the influence of parents` parenting on child development as seen from the development of social and personality development of children in a family acavenger.

The population of this study were 10 families who have children aged 13-18 years old from 49 families who have family members aged children living in the village Buts Nauli. The samples were 24 childeren. The samples were taken by using purposive sampling method. The method used is an explanatory research method with quantitative approaches. The technique of collecting data through questionnaires dan observation. The data obtained are tabulated in the table then analyzed by Product Moment Correlation technique.

Based on the data that has benn collected and analyzed that influence parents` parenting toward positive child development in which the value of the product moment correlation count is larger than the moment table, the Ho is rejected dan Ha is accepted. This means that there is significant influence betwent the parents` parenting on child development.

Conclution that the parents` parenting have a significant influence on the development of children.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keluarga merupakan tempat awal kontak anak dalam anggota keluarga (ibu dan

bapak) sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting bagi proses sosialisasi

anak. Sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam keluarga. Umumnya di dalam keluarga

anak-anak tidak mengembangkan sifat-sifat dengan sendirinya, tapi orang dewasa atau orang

tua memiliki andil dalam mengarahkan anak. Fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana

untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan

seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta

memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Salah

satu peran orang tua yang sangat penting adalah memberikan pengasuh yang baik pada

anak-anaknya.

Pola asuh merupakan hal yang fundamental dalam pembentukan karakter. Teladan

sikap orang tua sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak-anak karena anak-anak

melakukan modeling dan imitasi dari lingkungan terdekatnya. Keterbukaan antara orang tua dan anak menjadi hal penting agar dapat menghindarkan anak dari pengaruh negatif yang ada

di luar lingkungan keluarga. Orang tua perlu membantu anak dalam mendisiplinkan diri.

Selain itu, pengisian waktu luang anak dengan kegiatan positif untuk mengaktualisasikan diri

penting dilakukan. Di sisi lain, orang tua hendaknya kompak dan konsisten dalam

menegakkan aturan. Apabila ayah dan ibu tidak kompak dan konsisten, maka anak akan

(14)

Pola asuh yang diberikan orang tua pada anaknya akan berpengaruh pada

perkembangan sosial dan kepribadian anak. Setiap orang tua mempunyai gaya pengasuhan

yang berbeda satu dengan lainnya.. Ada empat macam pola asuh orang tua menurut

Baumrind, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif/ demokratis, pola asuh permisif dan

pola asuh tak terlibat-tak pedulian (Sunarti, 2004:117). Pola asuh otoriter mempunyai

karakteristik dimana orangtua yang membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh,

dan tidak boleh bertanya. Pola asuh otoritatif/ demokratis mempunyai karakteristik dimana

orangtua mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia inginkan. Pola asuh permisif

mempunyai ciri orangtua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat. Sedangkan

pola asuh tak terlibat-tak pedulian mempunyai karakteristik orang tua cenderung mengurangi

kesempatan bergaul dengan anaknya dan membatasi berbagai upaya dengan anak. Setiap

orang tua berkewajiban untuk memberikan contoh/teladan, memberitahu dan atau

mengingatkan, mengajar, membiasakan, berperan serta atau terlibat dan memberikan

wewenang dan tanggung jawab pada anak.

Sebagian orang tua berharap terlalu banyak dengan anaknya sehingga terkesan

bersikap otoriter dan berdampak pada banyaknya kasus anak yang menjadi korban ambisi

orang tuanya. Tentunya hal ini membuat anak menjadi tertekan secara psikologis dan

terhambat perkembangannya. Kita semua mengakui bahwa setiap orang tua mempunyai niat

dan maksud yang baik untuk anak-anaknya, namun barangkali cara atau metodenya yang

perlu dievaluasi. Sikap orang tua yang permisif juga tidak dibenarkan. Memberi kebebasan

yang berlebihan akan membuat anak menjadi salah arah. Orang tua tetap perlu mendampingi

dan mengarahkan anak.

Pola pengasuhan yang tepat bisa memberikan dampak yang baik pada anak, di

antaranya dapat membentuk karakter positif anak. Karakter yang dimiliki seseorang bisa

(15)

mengisyaratkan suatu norma tingkah laku tertentu, di mana seorang individu akan dinilai

perbuatannya. Dengan kata lain, karakter merupakan kepribadian yang dievaluasi secara

normatif. Sebagai contoh, karakter seorang pemurah hati, seorang penolong, atau bisa pula

sebaliknya, karakter seorang pencuri, koruptor, dan lain-lain.

Kitasempat terkejut ketika membaca berita mengenai tren saat ini ada istilah cewek “cabe-cabean”. Mereka identik dengan gadis belia dengan usia muda yang duduk di bangku

SMP–SMA, suka keluyuran malam dan nongkrong di tempat balap motor liar, serta menjadi

hadiah bagi cowok yang menang balap motor. Selain itu kenakalan remaja saat ini

nampaknya sudah mengarah kepada tindakan kriminal. “Biasanya remaja atau pelajar identik

dengan kenakalan seperti narkoba, mabuk, dan tawuran. Namun kini sudah bergeser menjadi pelaku pencurian, pemerkosaan, perampokan, hingga pembunuhan” tutur Kapolres Depok

Kombes Pol Mulyadi Kaharni saat diwawancarai Okezone. Kenakalan remaja, khususnya di

kalangan pelajar, menjadi perhatian tersendiri bagi keluarga dan lingkungan. Mau tak mau,

orangtua dan keluarga harus memberikan gaya pengasuhan dan pengawasan ekstra di rumah

(

http://jakarta.okezone.com/read/2012/12/01/501/725891/polisi-nilai-kenakalan-remaja-mulai-bergeser-ke-arah-kriminal diakses pada 27 Januari 2014 pada pukul 15.20 WIB).

Upaya membentuk karakter anak memerlukan syarat-syarat mendasar bagi

terbentuknya kepribadian yang baik. Ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi,

yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter

anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain

(trust) pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya. Selain itu, anak memerlukan rasa aman, yaitu

(16)

perkembangan emosi anak. Anak juga memerlukan stimulasi fisik dan mental dalam

pembentukan karakter anak sehingga anak bias tampil lebih percaya diri.

Anak merupakan investasi masa depan bagi orang tua. Setiap orang tua menginginkan

kebaikan bagi anaknya, baik di dunia maupun di akhirat. Anak merupakan tanggung jawab

utama orang tua. Bagi anak, keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan

karakter anak. Orang tua memiliki peranan penting dalam memberikan teladan dan

meletakkan dasar-dasar penting melalui pembiasaan. Berkaitan dengan pendidikan karakter,

maka orang tua perlu menerapkan pola asuh yang tepat, sehingga anak memiliki karakter

positif, kepribadian yang tangguh, dan menjadikan karakter-karakter tersebut mengakar kuat

dan selamanya akan menjadi prinsip hidup anak untuk mencapai kemuliaan hidup. Masa

depan anak akan sangat tergantung dari pengalaman yang didapatkan anak termasuk faktor

pendidikan dan pola asuh orang tua. Namun di saat sekarang ini tidak sedikit orang tua yang

mengejar kepentingan mereka sendiri dengan dalih untuk kesejahteraan anak, sehingga

terkadang peran mereka sebagai orang tua yaitu mendidik dan mengasuh anak terlalaikan.

Salah satu kepentingan orang tua yang mengakibatkan mereka menjadi lalai dalam mengasuh

dan mendidik anak adalah kesibukan akan pekerjaan mereka.

Keadaan keluarga memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap

perkembangan anak. Status ekonomi yang dimiliki akibat pekerjaan yang dimiliki orang tua

memberikan dampak terhadap proses perkembangan yang dimiliki setiap anak. Hal ini

ditambah dengan keadaan ekonomi keluarga yang sangat rendah yang mengharuskan mereka

bekerja siang dan malam demi memenuhi kebutuhan sehari-sehari sehingga mereka

mengabaikan kewajiban dalam mendidik dan memberikan pengasuhan yang baik kepada

anak mereka. Salah satu pekerjaan yang dilakukan masyarakat yang berada di bawah garis

(17)

Setiap manusia akan berusaha bekerja dengan keras agar dapat menambah

perekonomian keluarga guna mencapai kehidupan yang sejahtera, walaupun hanya bekerja

sebagai pengumpul barang-barang bekas dan mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan

sampah serta berkeliling ke rumah-rumah warga, tetap dilakukan demi memenuhi

perekonomian keluarganya. Namun terkadang keberadaan pemulung menimbulkan berbagai

asumsi tentang pemulung itu sendiri, masyarakat cenderung apatis dengan kehadiran

pemulung. Banyak diantara warga masyarakat beranggapan bahwa pemulung adalah

kelompok pekerja yang kurang mengerti dan tidak menanamkan budi pekerti dalam dirinya.

Masyarakat beranggapan bahwa pemulung itu panjang tangan, pemulung sangat kumuh, dan

sebagainya.

Setiap pekerjaan yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik itu

pribadi maupun keluarga termasuk pekerjaan sebagai pemulung. Orang tua sebagai kepala

keluarga memiliki kewajiban untuk memenuhi setiap kebutuhan anak-anaknya mulai dari

makanan, pakaian dan juga pendidikan. Namun terkadang akibat himpitan ekonomi, banyak

keluarga yang tidak lagi memikirkan perkembangan anak-anaknya secara baik. Hal ini

dikarenakan mereka lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan skonominya, dan

kemudian mereka kurang memperhatikan perkembangan anak-anaknya.

Kurangnya perhatian orang tua dapat mempengaruhi perkembangan anak baik secara

sosial maupun kepribadian. Demikian juga yang dilakukan sebagaian besar dari keluarga

pemulung yang sedikit mengabaikan kewajiban mereka dalam memberikan pengasuhan yang

baik pada anak-anaknya. Hal ini disebabkan juga masih kurangnya pengetahuan mereka

tentang bentuk pengasuhan yang baik untuk diterapkan pada anak-anaknya. Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan Agus Vonbo Pardede di TPA-S di Desa Pandau Jaya

Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, adapun berbagai bentuk pengasuhan yang

(18)

mendidik anaknya dengan kasar, sebagian orang tua tidak peduli dengan anaknya, sebagian

orang tua mengabaikan anaknya, sebagian orang tua hanya membekali anaknya dengan

materi tanpa memperhatikan perkembangan anaknya dan lain sebagainya.

Orang tua yang gaya pengasuhan dengan kasar maupun otoritar menyebabkan

anaknya tersebut menjadi ketakutan, minder, sering merasa tidak bahagia, dan memiliki

kemampuan komunikasi yang lemah. Terkadang orang tua memberikan hukuman kepada

anaknya apabila anaknya melakukan dan tidak mau melakukan apa yang di inginkan oleh

orang tua. Bentuk hukumannya dapat berupa hukuman fisik seperti memukul. Hukuman

berupa pemukulan dilakukan orang tua dikaitkan dengan perilaku antisosial anak meliputi,

berbohong, bersikap jahat kepada orang lain, terlibat perkelahian dan tidak patuh. Akibat

yang ditimbulkan dari gaya pengasuhan seperti ini antara lain bisa menanamkan rasa takut,

kemarahan dan penghindaran. Sebagai contoh, pemukulan terhadap anak bisa menyebabkan

anak menghindari kedekatan dengan orang tua atau takut pada orang tuanya. Gaya

pengasuhan otoriter ini juga menyebabkan anak yang kurang bertanggung jawab, karena anak

merasa bahwa pengawasan yang ketat dari orang tua, berarti dirinya belum mampu

bertanggung jawab.

Orang tua yang gaya pengasuhannya tidak peduli akan menyebabkan anak menjadi

memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam

masa remaja, mereka mungkin menunjukkan sikap suka membolos dan nakal. Hal ini dapat

dilihat dari beberapa anak yang sering bolos sekolah, tidak ada gairah atau malas ke sekolah

sehingga ia lebih suka membolos masuk sekolah, jarang mengerjakan pekerjaan rumah dari

sekolah hingga beberapa anak tidak naik kelas. Hal ini tidak terlepas dari dimana anak remaja

pada umumnya lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih lebih muda.

Ini berarti pengaruh orang tua pun melemah. Anak remaja berperilaku dan mempunyai

(19)

Bentuk pengasuhan pembiaran tersebut juga menyebabkan remaja sering menjadi

terlalu percaya diri bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat,

mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua. Perilaku antisosial, seperti suka

menganggu, sering tidak mengindahkan aturan, cenderung tidak sopan, berbohong, kejam,

sulit diajak bekerjasama, sulit menyesuaikan diri, emosi kurang stabil dan agresif sering

muncul pada diri remaja. Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada

budayanya. Akan tetapi, penyebab yang mendasar ialah pengaruh buruk teman, dan

kedisiplinan yang salah dari orang tua terutama bila terlalu keras atau terlalu lunak dan sering

tidak ada sama sekali.

Dilihat dari segi pekerjaan orang tua sebagai pemulung, masih ada orang tua yang

mampu mengasuh anaknya dengan gaya pengasuhan yang sesuai dengan anak-anaknya

tersebut. Pekerjaan sebagai pemulung sangatlah melelahkan dan menggunakan waktu yang

tidak sebentar. Para orang tua mengawali aktifitas mereka dari pagi hingga malam hari.

Sebelum mereka beraktivitas, mereka terlebih dahulu mengurus anak-anaknya yang akan

pergi ke sekolah. Anak maupun remaja yang mendapatkan pola pengasuhan yang tepat dan

mampu melakukan tugas perkembangan dengan baik maka dia akan tumbuh menjadi anak

yang memiliki perkembangan sosial maupun kepribadian yang baik juga. Sebagai anak

pemulung, mereka dapat terpacu untuk berprestasi mengembangkan segala kemampuan dan

talenta yang dimiliki. Cita-cita yang terus digantung selalu menjadi pemacu untuk tidak

menyerah dengan keadaan, mereka tercipta sebagai anak yang berprestasi ditengah himpitan

ekonomi yang dialami.

Sebagai contoh di Jakarta terdapat seorang ibu yang bekerja sebagai pemulung dapat

mampu menyekolahkan anaknya hingga menjadi seorang dokter. Ibu Anjali berusaha bekerja

siang malam mengelilingi kota memulung sampah, botol, dan kardus-kardus bekas yang akan

(20)

banyak, ibunya tetap mampu mendidikan dan mengasuh anaknya dengan baik. Setiap hari ibu

Anjali masih menyempatkan waktunya untuk mengantar anaknya sekolah. Dengan

pengasuhan yang tepat tersebut anaknya selalu menjadi juara kelas dan terkadang menjadi

juara umum. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan tidak dapat menghambat seseorang

untuk menjadi sukses (

http://kisahkisah.com/5474/kisah-gadis-pemulung-yang-menjadi-dokter/ diakses pada 20 Maret 2014 pukul 16.20 WIB).

Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

merupakan daerah yang memiliki penduduk dengan mayoritas bekerja sebagai pemulung.

Sampah-sampah menjadi mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Pekerjaan sebagai pemulung memakan waktu yang tidak sebentar dan juga sangat

melelahkan. Para orang tua memulai pekerjaan mereka dari pagi hari hingga malam hari.

Keadaan ekonomi yang mengharuskan orang tua mereka bekerja sebagai pemulung dari pagi

hingga malam menyebabkan orang tua sedikit mengabaikan anaknya terutama dalam hal

memberikan pengasuhan yang baik dan memperhatikan perkembangan anaknya. Tidak jarang

orang tua juga melibatkan anak-anaknya untuk ikut bekerja sebagai pemulung.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Anak Pada

(21)

1.2Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah

penelitian ini dirumuskan yaitu Bagaimana pengaruh pola asuh orang tua terhadap

perkembangan anak pada keluarga pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX

Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1.3.1 Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap

perkembangan anak pada keluarga pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX

Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal.

1.3.2 Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka:

1. Bagi penulis manfaat penelitian ini yakni dapat mengembangkan pemahaman dan

kemampuan berpikir penulis melalui penulisan ilmiah mengenai pengaruh pola asuh

orang tua terhadap perkembangan anak pada keluarga pemulung, dengan

menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka

membantu memberikan pola asuh yang baik untuk perkembangan anak yang lebih

(22)

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini secara garis besarnya dikelompokan dalam

enam bab, dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka penelitian, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

(23)

Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Asuh

Pola asuh merupakan pola perilaku orang tua yang paling menonjol atau paling

dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pola orang tua dalam mendisiplinkan anak,

dalam menanamkan nilai-nilai hidup, dalam mengajarkan keterampilan hidup, dan dalam

mengelola emosi. Dari beberapa cara penilaian gaya pengasuhan, yang paling sensitif adalah

mengukur kesan anak tentang pola perlakuan orang tua terhadapnya. Kesan yang mendalam

dari seorang anak mengenai bagaimana ia diperlakukan oleh orang tuanya, itulah gaya

pengasuhan (Sunarti, 2004: 93).

Pengasuhan merupakan arahan kepada anak agar memiliki keterampilan hidup.

Pengertian arahan sama dengan pengertian disiplin, yaitu bagaimana cara orang dewasa

(orang tua, guru, atau masyarakat) mengajarkan tingkah laku moral kepada anak yang dapat

diterima kelompoknya. Disiplin berkaitan dengan cara untuk mengoreksi, memperbaiki,

mengajarkan seorang anak tinglah laku yang baik tanpa merusak harga diri anak. Arahan dan

bimbingan yang baik membantu anak untuk dapat mengontrol dirinya sendiri, memiliki

tanggung jawab, dan membantu anak dalam membuat pilihan yang bijkasana. Disiplin

berperan besar dalam perkembangan anak karena dapat memenuhi kebutuhan akan rasa aman

dan kepastian tingkah laku. Anak mendapatkan rasa aman karena mengetahui mana yang

(24)

melakukan hal yang diterima lingkungannya, dan oleh karena itu mendapatkan penghargaan

atau pujian. Penghargaan dan pujian merupakan kebutuhan mendasar bagi seorang individu

untuk tumbuh kembang dengan sehat. Disiplin juga membantu anak dalam keputusan

mengendalikan tingkah lakunya, serta membantu anak dalam mengembangkan hati nurani,

sehingga peka dengan nilai kebenaran.

Baumrind membagi gaya pengasuhan dari dimensi arahan atau disiplin ke dalam tiga

kelompok, yaitu gaya pengasuhan authoritative (demokratis), gaya pengasuhan authoritarian (otoriter), dan gaya pengasuhan permisif (serba membolehkan).

1. Gaya pengasuhan demokratis

Gaya pengasuhan ini dicirikan beberapa kondisi dimana orang tua senantiasa

mengontrol perilaku anak, namun kontrol tersebut dilakukan dengan fleksibel atau

tidak kaku. Orang tua meminta anak untuk menunjukkan prestasi-prestasi tertentu.

Permintaan tersebut didasari pengetahuan bahwa prestasi tersebut sesuai dengan

tingkat perkembangan umurnya. Orang tua memperlakukan anak dengan hangat,

membangun rasa percaya diri anak, dan anak diperlakukan secara unik. Orang tua

berkomunikasi dalam banyak hal dengan anak. Kemampuan orang tua dalam

mengetahui kebutuhan anak serta kemampuan mendengarkan aspirasi anak menjadi

ciri gaya pengasuhan ini. Nilai kepatuhan anak terhadap otoritas orang tua tetap

mendapat perhatian, walaupun bukan menuntut kepatuhan total yang membabi buta.

Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan demokratis akan mengembangkan

rasa percaya diri, kontrol emosi diri yang baik, selalu ingin tahu, menggali hal-hal

yang dapat memperluas wawasan dan kematangan pribadinya. Anak mampu

menemukan arah dan tujuan dari tugas-tugas perkembangannya. Anak

mengembangkan sikap bertanggung jawab dan percaya terhadap kemampuan diri

(25)

2. Gaya pengasuhan otoriter.

Gaya pengasuhan ini menempatkan orang tua sebagai pusat dan pemegang

kendali. Orang tua melakukan kontrol yang ketat terhadap anak yang didasarkan

kepada nilai-nilai yang dipercayai absolut kebenarannya. Sikap dan perilaku anak

dikontrol dan dievaluasi dengan menggunakan nilai yang absolut juga. Nilai

kepatuhan menjadi dominan dan sangat penting bagi orang tua, dan dijadikan sebagai

indikator keberhasilan pengasuhan yang dilaksanakan orang tua. Demikian halnya

dengan nilai otoritas orang tua. Orang tua sangat sensitif jika anak dinilai sudah tidak

menghiraukan atau bahkan tidak menghormati orang tua lagi.

Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan otoriter akan mengambangkan

sikap sebagai pengekor, selalu tergantung kepada orang lain dalam mengambil

keputusan, dan tidak memiliki pendirian pribadi. Anak sulit untuk menangkap makna

dan hakikat dari setiap fenomena hidup, kurang fokus terhadap aktivitas yang

dikerjakan, dan seringkali kehilangan arah yang akan dituju (aimless). Anak tidak

memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dipenuhi ketakutan berbuat salah, dan

cenderung sulit mempercayai orang-orang disekitarnya. Akumulasi dari karakteristik

negatif tersebut menyebabkan anak memiliki kecenderungan untuk agresif dan

mempunyai tingkah laku yang menyimpang.

3. Gaya pengasuhan permisif.

Gaya pengasuhan permisif (serba membolehkan) dicirikan oleh perilaku orang

tua yang senantiasa menyetujui keinginan anak. Orang tua bukan hanya senantiasa

melibatkan anak dalam pengambilan keputusan atau kebijakan, tapi juga menjadikan

pilihan anak sebagai kebijakan keluarga. Anak menjadi sumber pengambilan

keputusan berbagai hal dalam keluarga. Hal tersebut bahkan berlaku untuk hal-hal

(26)

dan kontrol terhadap perilaku anak. Orang tua senantiasa mengikuti keinginan anak.

Disisi lain orang tua tidak menuntut atau meminta anak untuk menunjukkan prestasi

yang seharusnya ditunjukkan sesuai usia perkembangan.

Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan permisif akan tumbuh

menjadi anak yang kontrol dirinya rendah, kurang bertanggung jawab, tidak terampil

dalam mengatasi masalah dan mudah frustasi. Anak kurang mengembangkan

keingintahuan apalagi memenuhi keingintahuan yang ada. Anak cenderung impulsif

dan agresif, sehingga bermasalah dalam pergaulan sosialnya. Rendahnya keterampilan

emosi sosial menyebabkan kepercayaan diri rendah. Anak yang dibesarkan dengan

gaya asuh permisif menunjukkan tidak matangnya (mature) tingkat perkambangan

sesuai usianya.

Jika pengasuhan dimensi arahan dikombinasikan dengan gaya pengasuhan

dimensi kehangatan (The Warmth Dimension), Baumrind menambahkan satu lagi gaya pengasuhan yaitu gaya pengabaian dan penolakan. Kombinasi antara kontrol

orang tua dengan perlakuan hangat orang tua dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Gaya pengasuhan demokratis : memiliki kontrol tinggi dan kehangatan tinggi.

2. Gaya pengasuhan permisif : memiliki kontrol rendah tapi kehangatan tinggi.

3. Gaya pengasuhan otoriter : memiliki kontrol tinggi dan kehangatan rendah.

4. Gaya pengsuhan penolakan : baik kontrol maupun kehangatan rendah (Sunarti,

2004: 117).

2.2Keluarga Pemulung

2.2.1 Keluarga

Setiap keluarga adalah suatu sistem – suatu kesatuan yang dibentuk oleh

bagian-bagian yang saling berhubungan dan berinteraksi. Hubungan tidak pernah hanya berlangsung

(27)

dalam masyarakat. Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang

merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak

yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan

bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada didalamnya, yang secara berangsur-angsur

akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka kearah kedewasaan. Keluarga

sebagai organisasi, mempunyai perbedaan dari organisasi-organisasi lainnya, yang terjadi

hanya sebagai sebuah proses (Khairuddin,1997:4).

Keluarga merupakan tempat awal kontak anak dalam anggota keluarga (ibu dan

bapak) sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting bagi proses sosialisasi

anak. Keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur

melalui kehidupan perkawinan bersama searah dengan keturunannya yang merupakan satuan

yg khusus. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu

hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan

keorangtuaan dan pemeliharaan anak (Su’adah,2005:22-23).

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, keluarga adalah unit

terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah

dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke

bawah sampai derajat ketiga. Selanjutnya Iver dan Page memberikan ciri-ciri umum keluarga

yang meliputi:

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan

perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.

(28)

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang

mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan

dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau

bagaimanapun tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga (Su’adah,

2005: 22).

Hal senada dari beberapa definisi keluarga, terdapat salah satu pengertian keluarga,

dimana fungsi keluarga ialah merawat, memelihara dan melindungi anak dalam rangka

sosialisasi agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial (Khairuddin, 1997:3).

Keluarga mempunyai jaringan interaksi yang lebih bersifat interpersonal, dimana

masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama

lain. Menurut Ki Hajar Dewantara, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang

sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang per orang (pendidikan individual)

maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan

wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak

saja bagi kanak-kanak tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai

penuntun, sebagai pengajar dan pemberi contoh (Tirtaraharja, 2000: 169).

Keluarga merupakan sendi dasar kelompok sosial terkecil serta mempunyai corak

tersendiri. Anak yang baru lahir pertama kali menemukan masyarakat yang terkecil ini.

Disitulah dia dibesarkan dan memperoleh pendidikan yang pertama kali, mengadakan

pertemuan pertama kali dengan manusia. Peranan umum keluarga dalam perkembangan

sosial anak merupakan tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial

dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Pengalaman-pengalaman dalam interaksi

sosial keluarganya turut menentukan cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan

(29)

Bentuk-bentuk keluarga menurut Polak (dalam Khairuddin,1997:19) yaitu :

1. Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah

2. Keluarga Besar ( Extended Family) yaitu satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada ayah, ibu dan

anak-anaknya.

Disamping bentuk keluarga, keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu:

1. Universalitas artinya merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi sosial

2. Dasar emosional artinya rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras

3. Pengaruh yang normatif artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang

pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak daripada

individu

4. Besarnya keluarga terbatas

5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial

6. Pertanggungan jawab daripada anggota-anggota

7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen

Beberapa sebab misalnya karena perekonomian, pengaruh uang, produksi atau

pengaruh individualisme, sistem kekeluargaan ini menjadi kabur. Hal ini disebabkan karena:

urbanisasi, emansipasi sosial wanita dan adanya pembatasan kelahiran yang disengaja. Akibat

pengaruh-pengaruh perkembangan keluarga itu menyebabkan hilangnya peranan-peranan

(30)

1. Keluarga berubah fungsinya, dari kesatuan yang menghasilkan menjadi kesatuan yang

memakai semata-mata. Dahulu keluarga menghasilkan sendiri keluarganya, tetapi

lama kelamaan fungsi ini makin jarang karena telah dikerjakan oleh orang-orang

tertentu.

2. Tugas untuk mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada sekolah-sekolah,

kecuali anak-anak kecil yang masih hidup dalam lingkungan kekeluargaan.

3. Tugas bercengkrama di dalam keluarga menjadi mundur, karena tumbuhnya

perkumpulan-perkumpulan modern, sehingga waktu untuk berada di tengah-tengah

keluarga makin lama makin sedikit (Ahmadi,2007:223).

Menurut Horton (dalam Su’adah, 2005: 109), fungsi-fungsi keluarga meliputi :

1. Fungsi pengaturan seksual

Keluarga berfungsi adalah lembaga pokok yang merupakan wahana bagi masyarakat

untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual.

2. Fungsi reproduksi

Fungsi keluarga untuk memproduksi anak atau menghasilkan anak.

3. Fungsi afeksi

Salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih sayang dan dicintai.

Tugas-tugas yang dilakukan oleh orang tua yang cukup baik dalam mengatasi

masalah remaja, secara garis besar adalah:

a. Memenuhi kebutuhan fisik yang paling pokok; sandang, pangan, dan kesehatan.

b. Memberi ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan bagian

penting dari perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang anak.

c. Memberikan suatu landasan yang kokoh, ini berarti memberikan suasana rumah dan

(31)

d. Membimbing dan mengendalikan perilaku.

e. Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk

membantu anak matang dan akhirnya mampu menjadi seorang dewasa yang mandiri.

Sebagian besar orang tua tanpa sadar telah memberikan pengalaman-pengalaman ini

secara alami.

f. Mengajarkan cara berkomunikasi, orang tua yang baik mengajarkan anak untuk

mampu menuangkan pikiran ke dalam kata-kata dan memberi nama pada setiap

gagasan, mengutarakan gagasan-gagasan yang rumit dan berbicara tentang hal-hal

yang terkadang sulit untuk dibicarakan seperti ketakutan atau amarah.

g. Membantu anak menjadi bagian dari keluarga.

h. Memberi teladan.

2.2.2 Pemulung

Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama dalam kurun waktu

tertentu. Di dalam kehidupan masyarakat membutuhkan orang lain sehingga menimbulkan

suatu hal yang disebut interaksi sosial. Kelompok sosial terjadi karena adanya interaksi dan

persamaan ciri dalam kelompok itu. Kelompok sosial tersebut akan saling berinteraksi satu

sama lain.

Setiap manusia menginginkan kehidupan yang sejahtera karena dengan kehidupan

yang sejahtera dapat menghindari manusia dari penyakit sosial, seperti kemiskinan, tuna

wisma serta menghindari manusia dari keinginkan untuk berbuat kejahatan, seperti pencurian,

perampokkan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mencapai

kehidupan yang sejahtera tersebut setiap manusia akan berusaha dengan bekerja dengan keras

agar dapat menambah perekonomian keluarga, walaupun hanya bekerja sebagai pengumpul

barang-barang bekas dan mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah serta

(32)

keluarganya. Pekerjaan mengumpulkan barang-barang bekas dan mengais barang bekas dari

tumpukan sampah lebih sering disebut dengan istilah pemulung.

Berdasarkan teori di dalam masyarakat, salah satunya adalah teori Gemein Schaft Of Place (paguyuban berdasarkan tempat tinggal), di mana kelompok sosial terbentuk ketika masing-masing individu di dalamnya memiliki rasa persamaan karena berada di satu tempat

tinggal yang sama. Berdasarkan teori Gemeinschaft terdiri suatu kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin terbentuk atas pekerjaan dan tingkat sosial yang sama. Seperti

yang terjadi pada kelompok pemulung. Pada umumnya dapat dikatakan pemulung adalah

orang yang bekerja memungut barang-barang bekas atau sampah-sampah tertentu yang dapat

didaur ulang (http://ekatasia.blogspot.com/2009/06/bab-i-pendahuluan.html diakses pada

tanggal 17 January 2014 pukul 11.50 WIB).

Keberadaan pemulung tentu menimbulkan berbagai asumsi tentang pemulung itu

sendiri, masyarakat cenderung apatis dengan kehadiran pemulung. Banyak diantara warga

masyarakat beranggapan bahwa pemulung adalah kelompok pekerja yang kurang mengerti

dan tidak menanamkan budi pekerti dalam dirinya. Masyarakat beranggapan bahwa

pemulung itu panjang tangan, pemulung sangat kumuh, dan sebagainya. Padahal kalau

dicermati, pemulung merupakan komponen masyarakat yang mempunyai peranan besar

dalam masalah penyelamatan lingkungan. Mereka memilah-milah sampah, sehingga

benda-benda yang dianggap sampah oleh masyarakat dapat dimanfaatkan kembali melalui proses

daur ulang sampah. Oleh karena itu, volume sampah yang menggunung di lingkungan sekitar

merupakan permasalahan yang tidak kunjung berakhir dapat diminimalisasikan oleh

(33)

Pemulung adalah orang-orang yang bekerja mencari dan mengumpulkan sampah

yang kemudian sampah-sampah tersebut akan di jual kembali, berikut beberapa definisi

pemulung:

1) Pemulung merupakan orang-orang yang pekerjaannya memilih, memungut, dan

mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan atau

barang yang dapat di olah kembali untuk di jual.

2) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemulung berasal dari kata pe dan pulung.

Jadi memulung artinya mengumpulkan barang-barang bekas (limbah yang terbuang

sebagai sampah) untuk dimanfaatkan kembali. Sedangkan pemulung adalah orang

yang pekerjaannya memulung, yaitu orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari

dan memungut serta memanfaatkan barang-barang bekas untuk kemudian menjualnya

kepada pengusaha yang akan mengelolahnya kembali menjadi barang komoditi baru

atau lain (Team Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993).

3) Menurut Jhones, pemulung adalah orang yang pekerjaannya memungut dan

mengumpulkan barang-barang bekas dari tempat sampah kota. Barang-barang yang

dikumpulkan berupa plastik, kertas, kardus, kaleng, pecahan kaca, besi tua, dan

barang bekas lainnya ( sumber: http://www.scribd.com ).

Ada dua jenis pemulung yaitu, pemulung lepas yang bekerja sebagai wirausaha, dan

pemulung yang tergantung pada seorang bandar yang meminjamkan uang ke mereka dan

memotong uang pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung. Pemulung berbandar

hanya boleh menjual barangnya ke bandar. Tidak jarang bandar memberi pemondokan

kepada pemulung, biasanya di atas tanah yang didiami bandar, atau di mana terletak tempat

(34)

Berdasarkan penjelasan di atas, keluarga pemulung adalah hubungan suami istri atau

suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah

dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga pekerjaannya memungut dan

mengumpulkan barang-barang bekas dari tempat sampah.

2.3 Perkembangan Anak

2.3.1 Perkembangan Anak

a. Anak

Menurut the Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on the rights of the Child (1989) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah.

Sementara itu, UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai

dengan 18 tahun. Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahtaraan Anak,

menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah.

Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun. (Huraerah,

2006:31)

Jika dicermati, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada

skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan

berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial serta pertimbangan

kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seseorang yang umumnya

dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun. Hal ini dipertegas dalam Undang-undang

nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa anak adalah

(35)

Batasan umur seseorang masih dalam kategori anak, berdasarkan beberapa peraturan

yang ada di Indonesia cukup beragam, yang antara lain adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; memberi batasan yang

berbeda antara anak perempuan dengan anak laki-laki, yakni anak perempuan

berumur 16 tahun dan anak laki-laki berumur 19 tahun;

2. Undang-Undang RI. No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua

puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin.”

3. Undang-Undang RI. No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pasal 1 angka (1), menyebutkan: “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai

umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

4. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO tentang

Batas Usia Minimum Anak Bekerja, adalah 15 (lima belas) tahun.

5. Undang-Undang RI. No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1, angka (5), menyebutkan bahwa: ”Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18

(delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”

6. Undang-Undang RI. No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan

DPRD; Usia Pemilih minimal 17 (tujuh belas) tahun.

7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) memberi batasan mengenai pengertian

anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun; seperti yang dinyatakan dalam pasal 330 yang berbunyi: “ belum

(36)

Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979, Bab II Pasal 2 sampai pasal 9 mengatur

hak-hak anak atas kesejahteraan, sebagai berikut :

1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan.

2. Hak atas pelayanan.

3. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan.

4. Hak atas perlindungan lingkungan hidup.

5. Hak mendapatkan pertolongan pertama.

6. Hak memperoleh asuhan.

7. Hak memperoleh bantuan.

8. Hak diberi pelayanan dari asuhan.

9. Hak memperoleh pelayanan khusus.

10.Hak mendapatkan bantuan dan pelayanan.

Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan

mengenai hak-hak anak sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar serta

mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Hak atas identitas diri dan status kewarganegaraan.

3. Hak untuk beribadah menurut agamanya.

4. Hak untuk mengetahui orang tua.

5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial.

6. Hak untuk memperoleh pendidikan.

7. Hak untuk memperoleh perlindungan diri.

8. Hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hokum.

(37)

Kewajiban negara dalam memberikan hak-hak anak tertuang pada Konvensi Hak-hak

Anak yang telah ratifikasi oleh pemerintah Indonesia yaitu:

1. Menghormati dan menjamin hak-hak anak.

2. Mempertimbangkan kepentingan utama anak.

3. Menjamin adanya perlindungan anak.

4. Menghormati hak anak dan mempertahankan identitasnya.

5. Jaminan anak tidak dipisahkan dengan orang tuanya.

6. Jaminan hak pribadi anak.

b. Perkembangan Anak

Dalam siklus kehidupannya, manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

segi fisik maupun psikologisnya. Dalam proses perkembangannya, jelas adanya

perubahan-perubahan yang meliputi aspek fisik, intelektual, sosial, moral, bahasa, emosi, dan perasaan,

minat, motivasi, sikap, kepribadian, bakat, dan kreatifitas. Dimana dalam setiap aspek

tersebut pada dasarnya membuat kombinasi-kombinasi atau hubungan baru yang kemudian

membentuk spesialisasi fisik dan psikologis yang berbeda antara manusia yang satu dan

lainnya (Jahja, 2011: 1).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi, dari sel-sel tubuh,

jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga

masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan

(38)

Perkembangan (development):

a. Perkembangan adalah proses yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan

(maturity) yang berlangsung secara sistematik (Lefrancois, 1975), progresif (Witherington, 1952), dan berkesinambungan (Hurlock, 1956) baik aspek fisik

maupun psikis (Abin Syamsuddin, 1996).

b. Perkembangan menunjuk kepada proses perubahan yang berifat tetap dan tidak dapat

diputar (diulang) kembali.

c. Perkembangan merupakan perubahan secara progresif (maju) dalam diri organisme

dalam pola-pola yang memungkinkan terjadinya fungsi-fungsi baru.

d. Perkembangan adalah perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ

jasmaniah, buka organ jasmaniahnya itu sendiri.

e. Berdasarkan pengertian di atas, pertumbuhan dan perkembangan mengandung dan

mengimplikasikan pengertian adanya perubahan pada manusia. Pertumbuhan

membawa perubahan, demikian pula perkembangan membawa perubahan. Namun, di

antara keduanya terdapat perbedaan. Pertumbuhan lebih menekankan pada perubahan

penyempurnaan maupun sebaliknya struktur, maka pada perkembangan perubahannya

terletak dalam penyempurnaan fungsi. Pertumbuhan akan terhenti setelah mencapai

kematangan. Adapun perkembangan terus sampai akhir hayat (Jahja, 2011: 29).

Proses perkembangan individu manusia beberapa fase yang secara kronologis dapat

diperkiraan batas waktunya. Setiap fase akan ditandai dengan ciri-ciri tingkah laku tertentu

sebagai karakteristik dari fase tersebut, fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:

a. Permulaan kehidupan (konsepsi).

b. Fase prenatal (dalam kandungan).

(39)

d. Maa bayi/anak kecil (±0-1 tahun).

e. Masa kanak-kanak (±1-5 tahun).

f. Masa anak-anak ( ±5-12 tahun).

g. Masa remaja (±12-18 tahun).

h. Masa dewasa awal (±18-25 tahun).

i. Masa dewasa (±25-45 tahun).

j. Masa dewasa akhir (±45-55 tahun).

k. Masa akhir kehidupan (±55 tahun ke atas) ( Jahja, 2011: 31).

Teori dalam perkembangan anak, yaitu:

1. Teori Nativisme, teori ini pertama kali digagas oleh Schopenhauer. Menurut teori ini, perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus yaitu faktor-faktor

keturunan yang merupakan faktor yang dibawa pada waktu melahirkan. Teori ini

meyakini bahwa faktor yang paling mempengaruhi dalam perkembangan manusia

adalah pembawaan sejak lahir atau boleh dibilang ditentukan oleh bakat. Teori

nativisme bersumber dari Leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Orang-orang yang mengikuti teori nativisme sangat

menekankan bakat yang dimilikinya sehingga dapat mengembangkan secara

maksimal.

2. Teori Empirisme oleh John Locke menyatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan

individu dalam kehidupannya. Faktor lingkungan, lebih khusus adalah dunia

pendidikan, sangat besar menentukan perkembangan anak.

(40)

anak. Perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir

maupun faktor lingkungan (Azzet, 2010: 19-24).

Masa remaja adalah masa datangnya pubertas (11-14) sampai usia sekitar 18 tahun,

masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa

sulit bagi remaja maupun orang tua. Adapun sejumlah masalah untuk ini:

a. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk mengemukakan

pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan ketegangan dan

perselisihan, dan dapat menjauhkan ia dari keluarganya.

b. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih lebih muda.

Ini berarti pengaruh orang tua pun melemah. Anak remaja berperilaku dan

mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan perilaku dan

kesenangan keluarga.

c. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhan maupun

seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul dapat menakutkan,

membingungkan, dan menjadi sumber perasaan salah dan frustasi.

d. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri dan ini bersama-sama dengan emosinya

yang biasanya meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua.

Ada sejumlah kesulitan yang sering dialami kaum remaja yang betapapun

menjemukan bagi mereka dan orang tua mereka, dan merupakan bagian yang normal dari

perkembangan ini. Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja,

antara lain:

a. Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan

mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya, periang,

(41)

Ini hanya perlu diprihatinkan bila ia terjerumus dalam kesulitan di sekolah atau

dengan teman-temannya.

b. Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini normal dan sehat. Rasa ingin tahu

seksual dan bangkitnya birahi ialah normal dan sehat. Ingat, bahwa perilaku tertarik

pada seks sendiri juga merupakan ciri yang normal pada perkembangan masa remaja.

Rasa ingin tahu dan birahi jelas menimbulkan bentuk-bentuk perilaku seksual.

c. Membolos, tidak ada gairah atau malas ke sekolah sehingga ia lebih suka membolos

masuk sekolah.

d. Perilaku antisosial, seperti suka menganggu, berbohong, kejam, dan agresif. Sebabnya

mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya. Akan tetapi,

penyebab yang mendasar ialah pengaruh buruk teman, dan kedisiplinan yang salah

dari orang tua terutama bila terlalu keras atau terlalu lunak dan sering tidak ada sama

sekali.

e. Penyalahgunaan obat bius.

f. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal orang ialah skizofernia.

2.3.2 Perkembangan Sosial Anak.

Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial. Proses

perkembangannya berlangsung secara bertahap sebagai berikut:

a. Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun).

b. Masa krisis (3-4 tahun).

c. Masa kanak-kanak akhir (4-6 tahun).

d. Masa anak sekolah (6-12 tahun).

(42)

Menurut Erik Erickson, perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap

masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen yaitu komponen yang baik (yang

diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase

selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya. Adapun

tahap-tahap perkembangan psikososial anak sebagai berikut:

a. Percaya VS Tidak Percaya (0-1 tahun).

Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang ialah rasa percaya.

Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir

dan kontak dengan dunia luar, maka ia mutlak tergantung dengan orang lain. Rasa

aman dan percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi

dalam berhubungan dengan dunia luar ialah mulut dan pancaindra. Adapun perantara

yang tepat antara bayi dan lingkungan ialah ibu. Hubungan ibu dan anak yang

harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan

pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa

percaya dengan lingkungan, maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak bercaya

ini timbul bila pengalaman untuk meningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan

dasar tidak terpenuhi secara adekuat yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik,

psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak mendapatkan minuman atau

air susu secara adekuat ketika lapar, tidak mendapatkan respons ketika ia menggigit

dot botol.

b. Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu (1-3 Tahun).

Perkembangan otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan

kemampuan anak untuk mengontrol tubuh, diri dan lingkungannnya. Anak menyadari

ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai kemauannya,

(43)

kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa otonomi diri

ini perlu dikembangkan karena penting untuk terbentuknya rasa percaya dan harga

diri dikemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau

mementingkan diri sendiri. Peran lingkungan pada usia ini ialah memberikan

dorongan dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan

ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang dipilihnya

serta kurang dorongan dari orang tua dan lingkungannya, misalnya: orang tua terlalu

mengontrol anak.

c. Inisiatif VS Rasa Bersalah (3-6 tahun).

Pada tahap ini, anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan.

Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas

tertentu. Anak mulai diikutsertakan sebagai individu misalnya turut serta merapikan

tempat tidur atau membantu orang tua di dapur. Anak mulai memperluas ruang

lingkup pergaulannya, misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa

semakin meningkat. Hubungan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang

sendiri. Pada tahap ini, kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuan atau

kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya orang

tua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan, maka dapat mengakibatkan anak

merasa aktifitas atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan bersalah.

d. Industri VS Inferioritas (6-12 tahun).

Pada tahap ini, anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau

perbuatan yang akhirnya dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan

rumah atau orang tua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses

pendidikan ini, anak belajar untuk bersaing (sifat kompetitif), juga sifat kooperatif

(44)

peraturan-peraturan yang berlaku. Kunci proses sosialisasi pada tahap ini ialah guru dan teman

sebaya. Dalam hal ini, peranan guru sangat sentral. Identifikasi bukan te

Gambar

Tabel 4.1.1
Tabel 4.1.2
Tabel 4.1.3
Tabel 4.2.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a diwujudkan dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan,

[r]

Peraturan Bupati Bantul Nomor 96 Tahun 2015 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2016 (Berita Daerah Kabupaten

Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI BANTUL TENTANG PEMBENTUKAN TIM INTENSIFIKASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TINGKAT KECAMATAN DAN DESA SE KABUPATEN

Universitas Negeri

red) terlihat sangat jelas, berdasarkan sen- sus yang dilakukan oleh BPS 2003, sekitar 177 juta penduduk Indonesia beragama Islam, dan sekitar 23 juta penganut 4

Bab ini berisikan tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,

Kemudian Giancoli (1998) juga menyatakan bahwa periode dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk. satu siklus