• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER

Oleh

Dwi Erfif Gustira

Ayam petelur fase grower adalah ayam petelur berumur 6 sampai 18 minggu. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang penting diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan, terutama menentukan tingkat kepadatan kandang. Penyediaan ruang kandang yang nyaman dengan tingkat kepadatan yang sesuai berdampak pada performa produksi yang akan dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari pengaruh kepadatan kandang terhadap pertambahan berat tubuh, konsumsi, konversi ransum, keseragaman, dan IOFC ayam petelur fase awal grower dan (2) menentukan kepadatan kandang optimal terhadap performa ayam petelur fase awal grower

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari l--23 April 2014, di peternakan Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Ayam yang digunakan adalah ayam petelur fase awal grower umur 7 minggu strain isa brown sebanyak 210 ekor dengan rata-rata bobot awal 576,00 ± 19,58 g/ekor dan KK sebesar 3,40%.

Penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 4 perlakuan tingkat kepadatan kandang dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, yaitu R1: kepadatan kandang 6 ekor m-2 , R2: kepadatan kandang 9 ekor m-2, R3: kepadatan kandang 12 ekor m-2, R4: kepadatan kandang 15 ekor m-2. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam, apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan kandang nyata pada taraf 5% , maka analisis dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal.

(2)

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER

Oleh

DWI ERFIF GUSTIRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batu Sangkar pada 23 Agustus 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan bapak Hasfifrios dan Ibu Ermi.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri 1 Sumber Agung, Lampung Barat pada 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ngambur, Lampung Barat pada 2007, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pesisir Selatan, Lampung Barat pada 2010.

(6)

Alhamdulillah hirobbil alamin

Kupanjatkan puji shukur kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam kuhaturkan

kepada Nabi besar Muhammad SAW

Dengan ketulusan hati untuk segala Cinta, kasih dan penantian serta

kerendahan hati kupersembahkan sebuah karya atas pembelajaranku

yang aku dedikasikan untuk orang-orang yang selalu mencintaiku,

menyayangiku, dan motivasiku

Papa dan mama tercinta, yang selalu ada disaat susah maupun senang,

dan selalu mendoakan aku didalam sujudnya

,teriring do’a untuk mama

dan papa tercinta. Semoga Allah SWT kelak menempatkan

keduanya didalam jannah-Nya.

Kakakku tersayang Elda Ressi Septika dan adikku Riska

Erfif Destifa yang selalu berdoa untuk keberhasilan ku.

Untuk seluruh keluarga besarku, sahabat-sahabatku, serta almamater

tercinta

(7)

“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak

mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya

pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan

diminta pertanggungjawabannya”

(Q.S. Al-

Isra’ ayat

36).

Cobaan hidup atau susahnya kehidupan dapat mengajarkan kita

menghargai kebaikan dan keindahan hidup yang kita miliki”

(Dwi Erfif Gustira)

sesuatu yang belum dikerjakan seringkali tampak mustahil, kita baru

yakin ketika kita telah berhasil

melakukannya dengan baik”

(Evelyn Underhill)

“Logika dan perasaan adalah dua hal yang

terkadang berbanding terbalik,

tetapi kita akan membutuhkan keduanya untuk mencapai kebahagian”

(8)

SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat curahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Performa Produksi Ayam Petelur Fase Awal Grower.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Riyanti, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan hati, kesabarannya dalam membimbing penulis, saran, waktu, dan nasehat sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini; 2. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan,

saran, nasehat, arahannya, dan waktu yang diberikan selama penyusunan skripsi ini;

3. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembahas--atas bimbingan, kritikan, saran, nasehat, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi;

4. Ibu Ir. Nining Purwaningsih --selaku Pembimbing Akademik--atas bimbingan, motivasi, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama kuliah;

5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P. --selaku Sekretaris Jurusan Peternakan --atas izin, bimbingan, saran, dan koreksi dalam penulisan skripsi;

(9)

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan--atas ilmu, bimbingan, saran, motivasi, dan kesabarannya kepada penulis selama masa studi;

9. Papa, Mama, Kak Tika, Tifa beserta keluarga besarku--atas semua kasih sayang, nasehat, dukungan, dan do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;

10.Bapak Sutanto dan keluarga atas segala kebaikan, izin, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian;

11. Teman-teman tim penelitian Dewi, Rosa serta sahabatku Silvi, Owi dan Emi--atas kerjasama, bantuan, motivasi, kasih sayang, dan perhatiannya.

12. Aini, Ajrul, Anung, Dian, Etha, Fandi, Fara, Imam, Irma, Nurma, Rangga, Repki, Rizki, Rohmat, Sekar, Tiwi, Tri, Yuli, dan teman-teman Jurusan Peternakan seperjuangan angkatan 2010 adik-adik angkatan 2011, 2012, dan 2013 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas doa, motivasi, bantuan, dan kebersamaan.

Akhir kata, semoga semua yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan semoga karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar lampung, September 2014 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN……….………… ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitan ………...… .. 2

C. Kegunaan Penelitian……….…… ... 3

D. Kerangka Pemikiran……….…… ... 3

E. Hipotesis……… ... 6

II.TINJAUAN PUSTAKA……….………… ... 7

A. Ayam Petelur Fase Grower ……….………… .. 7

B. Kandang Panggung ……… ... 9

C. Kepadatan Kandang ……… ... 10

D. Performa…… ... 12

a. Konsumsi ransum ... 13

b. Pertambahan berat tubuh……… ... 14

c. Konversi ransum ... 16

d. Keseragaman ………... ... 17

(11)

III. BAHAN DAN METODE……….………… ... 20

A. Tempat dan Waktu Penelitian………...… ... 20

B. Bahan dan Alat ……… ... 20

a. Ayam penelitian ... 20

b. Kandang ... 20

c. Ransum ... 21

d. Air minum ………... ... 22

e. Vaksin dan Vitamin………... . 22

f. Peralatan lain………... ... 22

C. Rancangan Percobaan ……….…… 23

D. Analisis Data……… ... 23

E. Pelaksanaan Penelitian………….………. .. 24

F. Peubah yang Diamati……… ... 25

a. Konsumsi ransum (g/ekor/minggu)……… .... 25

b. Pertambahan berat tubuh (g/ekor/minggu) ……… ... 25

c. Konversi ransum………. ... 25

d. Keseragaman ………. ... 25

e. Income over feed cost (IOFC)………. ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….………… 27

A. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konsumsi Ransum …..… 27

B. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Pertambahan Berat Tubuh ... 30

C. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konversi Ransum …...… 31

(12)

E. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Income Over Feed Cost

(IOFC) …...… ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….………… 39

A. Kesimpulan …...… ... 39

B. Saran …...… ... 39

DAFTAR PUSTAKA………. 40

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Konsumsi ransum dan standard bobot badan ayam ras petelur

periode pertumbuhan ……… ... 14

2. Bobot tubuh standar ayam petelur periode grower ……… .. 15

3. Kandungan nutrisi konsentrat Unichick……… ... 21

4. Kandungan nutrisi ransum berdasarkan analisis proksimat……… ... 21

5. Standar Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu ransum ayam petelur fase grower (dara) ………... 22

6. Rata-rata konsumsi ransum pada ayam petelur awal grower……….... 27

7. Rata-rata pertambahan berat tubuh pada ayam petelur awal grower … 30

8. Rata-rata konversi ransum pada ayam petelur awal grower ……… ... 32

9. Rata-rata keseragaman pada ayam petelur awal grower ……… .. 34

10.Rata-rata income over feed cost pada ayam petelur awal grower …… 36

11.Rata-rata bobot akhir pada ayam petelur fase awal grower ……… ... 37

12.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum …… . 47

13.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan berat …… 47

14.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konversi ransum ……… 48

15.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap keseragaman ...……. 48

16.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap IOFC ...……… 49

(14)

18. Pola suhu dan kelembapan harian kandang penelitian ……… ... 50 19. Rata-rata suhu dan kelembapan pada kepadatan kandang 6 ekor m-2

selama penelitian ……… ... 51 20. Rata-rata suhu dan kelembapan pada kepadatan kandang 9 ekor m-2

selama penelitian ……… ... 52 21. Rata-rata suhu dan kelembapan pada kepadatan kandang 12 ekor m-2

selama penelitian ……… ... 53 22. Rata-rata suhu dan kelembapan pada kepadatan kandang 15 ekor m-2

selama penelitian ……… ... 54 23. Data pendapatan dan pengeluaran selama penelitian……… ... 55 24.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total eritrosit ayam

petelur fase grower umur 7 minggu ………... 56 25.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total eritrosit ayam

petelur fase grower umur 10 minggu ………... 56 26.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total leukosit ayam

petelur fase grower umur 7 minggu ………... 57 27.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total leukosit ayam

petelur fase grower umur 10 minggu ………... 57 28.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total hemoglobin ayam

petelur fase grower umur 7 minggu ………... 58 29.Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total hemoglobin ayam

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang penting diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan, terutama menentukan tingkat kepadatan kandang. Penyediaan ruang kandang yang nyaman dengan tingkat kepadatan yang sesuai berdampak pada performa produksi yang akan dicapai.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kepadatan kandang merupakan masalah yang dialami peternak ayam petelur terutama pada fase grower. Berbagai rekomendasi tentang kepadatan kandang ayam petelur fase grower masih beragam.

(17)

2

bahwa hingga saat ini kepadatan kandang yang ideal untuk ayam petelur fase grower belum diketahui secara jelas.

Fase grower pada ayam petelur, terbagi kedalam kelompok umur 6--10 minggu atau disebut fase awal grower, sedangkan pada umur 10--18 minggu sering disebut dengan fase developer (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Terlihat bahwa fase grower merupakan persiapan awal tubuh untuk menghadapi fase bertelur. Ayam pada fase ini membutuhkan kepadatan kandang yang sesuai untuk menjamin semua ayam mendapat kesempatan yang sama untuk makan, minum, dan oksigen sehingga pertumbuhan ayam petelur fase grower seragam.

Kandang yang terlalu padat akan meningkatkan kompetisi dalam mendapatkan ransum, air minum maupun oksigen. Kompetisi ini akan memunculkan ayam yang kalah dan menang sehingga pertumbuhannya menjadi tidak seragam dan organ reproduksi akan terganggu hal tersebut dapat mengakibatkan produktivitas ayam petelur pada fase layer tidak optimal sebaliknya apabila kepadatan kandang terlalu rendah maka akan terjadi pemborosan ruangan dimana ayam akan banyak

bergerak sehingga energi akan banyak terbuang. Oleh sebab itu, kontrol

pertumbuhan dan keseragaman perlu dilakukan melalui pemeliharaan yang baik dengan kepadatan kandang yang sesuai.

(18)

3

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1) mempelajari pengaruh kepadatan kandang terhadap pertambahan berat tubuh, konsumsi, konversi ransum, keseragaman, dan IOFC ayam petelur fase awal grower;

2) menentukan kepadatan kandang optimal terhadap performa ayam petelur fase awal grower.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak mengenai kepadatan kandang optimal dalam pemeliharaan ayam petelur fase grower sehingga memberikan performa terbaik.

D. Kerangka Pemikiran

Ayam petelur fase grower adalah ayam petelur berumur 6 sampai 18 minggu. Ayam fase grower secara fisik tidak mengalami perubahan yang berarti,

perubahan hanya dari ukuran tubuhnya yang semakin bertambah dan bulu yang semakin lengkap serta kelamin sekunder yang mulai nampak. Pertumbuhan ayam petelur fase grower dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik berperan sebesar 30% terhadap pertumbuhan,

(19)

4

Tingkat kepadatan ayam dinyatakan dengan luas kandang yang tersedia bagi setiap ekor ayam atau jumlah ayam yang dipelihara pada satu satuan luas. Menurut Rasyaf (1995), kepadatan kandang berpengaruh terhadap kenyamanan ternak di dalam kandang. Kepadatan kandang memengaruhi suhu dan

kelembapan udara dalam kandang, apabila suhu kandang lebih dari 300C dan kelembapan kandang lebih dari 75% maka akan menyebabkan ternak stres

sehingga konsumsi ransum menurun, konsumsi air meningkat, ayam akan panting untuk menyeimbangkan suhu tubuhnya pada akhirnya akan memengaruhi

pertumbuhan ternak. Kepadatan kandang yang terlalu tinggi mengakibatkan tingkat konsumsi ransum berkurang; tingkat pertumbuhan yang terhambat; efisiensi ransum yang berkurang; tingkat kematian yang meningkat; kasus

kanibalisme meningkat; luka dada meningkat; dan keperluan ventilasi meningkat. Apabila kepadatan kandang rendah, maka akan menyebabkan pemborosan ruang kandang per ekor ayam. Ayam akan banyak bergerak sehingga energi banyak terbuang (Fadilah, 2005).

Nilai keseragaman merupakan pertanda kualitas pemeliharaan selama pertumbuhan. Kualitas sekelompok ayam akan lebih ditentukan oleh nilai keseragaman. Kepadatan kandang yang tidak sesuai merupakan salah satu penyebab bobot tubuh rendah dan tidak seragam (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013 ). Produksi yang baik akan tercapai bila populasi ayam mencapai bobot tubuh standar dengan tingkat keseragaman yang tinggi (80%) (Nova dkk., 2007).

(20)

5

di Peternakan Santosa Group Lampung harga jual pullet umur 14 minggu Rp. 49.000,00- per ekor dan di peternakan Varia Jaya Farm harga pullet Rp.

56.000,00- umur 14 minggu. Dengan standar bobot tubuh umur 13 minggu 1.000--1.280 g, umur 14 minggu 1.130--1.350 g, umur 15 minggu 1.210--1.400 g dan umur 16 minggu dengan bobot 1.290--1.490 g.

Tingkat kepadatan kandang yang baik dapat memengaruhi nilai IOFC dimana tingkat kepadatan kandang juga memengaruhi konsumsi ransum dan pertambahan bobot tubuh. Diasumsikan jika kepadatan kandang optimal dan kebutuhan

ransum tersedia maka kemungkinan nilai IOFC akan tinggi. Selain itu, jika harga pullet tinggi dengan harga ransum rendah maka didapat nilai IOFC tinggi dan

apabila harga pullet rendah dengan harga ransum tinggi maka nilai IOFC yang didapat akan rendah karena nilai IOFC diperoleh dari membandingkan hasil penjualan ayam dengan pengeluaran ayam selama penelitian.

Ayam petelur yang digunakan berumur 7--10 minggu hal ini karena 7 minggu adalah awal fase grower dan pada umur 10 minggu ayam akan dipindahkan ke kandang battery ( individu) untuk masa adaptasi kandang layer sebelum produksi.

Menurut Astuti (2009), kandang grower untuk pemeliharaan ayam berumur 5--10 minggu kepadatan kandang ayam adalah 6--8 ekor m-2. Menurut Rasyaf (2005), kepadatan ayam petelur saat masa grower 8 ekor m-2, dan standar kepadatan ayam petelur saat fase awal grower sebaiknya 12--14 ekor m-2 (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Sementara berdasarkan penelitian Bujung (2010), didapat bahwa

(21)

6

ransum dan konversi ransum. Akan tetapi, pada kepadatan 10 ekor m-2 memberikan pengaruh terbaik terhadap income over feed cost, dibandingkan dengan kepadatan kandang 12, 14, dan 16 ekor m-2 (Nova dkk., 2007).

Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian pemeliharaan ayam petelur fase

grower ini akan dilakukan dengan kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor. Oleh

sebab itu, penting dilakukan penelitian yang menyatakan berapa kepadatan kandang yang baik pada ayam petelur fase awal grower dan pengaruhnya terhadap performa.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah

1) adanya pengaruh tingkat kepadatan kandang terhadap performa (pertambahan bobot tubuh, konsumsi, konversi ransum, keseragaman, dan IOFC) ayam petelur fase awal grower;

(22)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Petelur Fase Grower

Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan kembali (Sudaryani dan Santosa, 2000). Berdasarkan fase pemeliharaannya, fase pemeliharaan ayam petelur dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase starter (umur 1 hari--6 minggu), fase grower (umur 6--18 minggu), dan fase layer/petelur (umur 18 minggu--afkir) (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013).

(23)

8

periode ini terjadi perkembangan ukuran dan terbentuknya rangka, perkembangan organ tubuh, perkembangan hormonal, dan perkembangan organ reproduksi (Rasyaf, 1995).

Pullet memiliki tahapan perkembangan tubuh yang kompleks sesuai periode

umurnya (starter dan grower). Masa starter merupakan masa pembelahan sel (hiperplasia) sehingga perkembangan organ sangat dominan di masa ini. Oleh karena itu, masa ini mempunyai andil 50% bahkan 90% terhadap keberhasilan pemeliharaan pullet (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013).

Pada periode grower terjadi perkembangan ukuran sel (hipertrofi). Di fase ini frame size (kerangka tubuh) berkembang mencapai bentuk sempurna. Periode grower memiliki 3 waktu kritis yang harus diperhatikan oleh peternak yaitu umur 6--7 minggu, 12 minggu, dan 14 minggu. Antara minggu 6 dan 7 adalah puncak perkembangan frame size dimana 80% frame size sudah mencapai dimensi akhir. Oleh karena itu, saat penimbangan berat badan di minggu kelima, ayam-ayam yang belum memiliki frame size optimal dipisahkan lalu tetap

diberikan ransum starter dan diberikan multivitamin (Adlan dkk., 2012).

Lebih lanjut dinyatakan bahwa perkembangan kerangka tubuh minggu ke-12 telah mencapai maksimal, sehingga setidaknya ada dua hal yang perlu

(24)

9

Perkembangan pesat organ reproduksi dan juga medulary bone (bagian tulang yang menyimpan cadangan kalsium untuk cangkang telur pada ayam) terjadi pada minggu ke-14. Pada periode ini, ketersediaan vitamin D dan kalsium sangat dibutuhkan rendahnya asupan kalsium dan vitamin D saat awal bertelur akan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas telur saat puncak produksi sehingga sebaiknya peternak perlu menyediakan kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang cukup (Adlan dkk., 2012).

Hal penting lainnya dalam pemeliharaan fase grower adalah memperhatikan konsumsi pakan per hari baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pembatasan pemberian ransum dilakukan bila bobot tubuh yang diperoleh

melebihi standar. Bila bobot tubuh sejalan dengan kurva yang ada, pada umur 10 minggu, ransum dapat diubah dari ransum starter ke grower. Jika berat kelompok lebih rendah, pemberian ransum starter diatur sampai berat badannya sesuai dengan umurnya. Sementara, pemberian ransum grower harus berkualitas baik dan memenuhi kebutuhan asam amino. Ransum yang mengandung protein dan asam amino yang rendah akan menyebabkan naiknya lemak tubuh (gemuk), dan akan menyebabkan ayam makan terlalu banyak pada masa grower dan bermasalah pada awal produksi (Rasyaf, 1995).

B. Kandang Panggung

(25)

10

performa yang baik. Selain itu, kandang juga berfungsi menyediakan lingkungan yang nyaman agar ternak terhindar dari stres (Supriyatna dkk., 2005).

Menurut Sudaryani dan Santoso (1999), kandang panggung adalah kandang dengan lantai renggang dan ada jarak dengan tanah serta terbuat dari bilah-bilah bambu atau kayu. Supriyatna, dkk. (2005) menyatakan bahwa kandang panggung merupakan kandang yang lantainya mengunakan bahan berupa bilah-bilah yang disusun memanjang sehingga lantai kandang bercelah-celah.

Kandang panggung mempunyai sirkulasi udara yang baik karena ada jarak antara lantai dengan tanah sehingga kandang panggung memiliki kelebihan seperti laju pertumbuhan ayam tinggi, efisiensi dalam pengunaan ransum, dan kotoran mudah dibersihkan ( Supriyatna dkk, 2005). Rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium yang dipelihara di kandang panggung dengan kepadatan 16, 19, dan 22 ekor m-2 berkisar antara 93,00 sampai 97,63 (Anggraini, 2011) dan rata-rata PBT dikandang postal dengan kepadatan 10, 12, 14, dan 16 ekor m-2 berkisar antara 85,01 sampai 97,84 g ekor-1 minggu-1 (Bujung, 2010).

Menurut Fadilah (2004), kandang panggung mempunyai ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping kandang, sedangkan kekurangan kandang panggung menurut Supriyatna dkk. (2005) adalah tingginya biaya peralatan dan perlengkapan, tenaga dan waktu untuk pengelolahan

meningkat, ayam mudah terluka, dan kaki mengeras (bubulen).

C. Kepadatan Kandang

(26)

11

lainnya. Secara makro kandang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi unggas agar terlindung dari pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas, dan angin) serta gangguan lainnya (hewan liar atau buas dan pencurian). Secara mikro kandang berfungsi menyediakan lingkungan yang nyaman agar ternak terhindar dari cekaman. Kenyamanan kandang berkaitan erat dengan tingkat produksi. Jika ternak merasa nyaman dalam suatu kandang maka tingkat produksinya dapat meningkat (Suprijatna dkk., 2005).

Menurut Rasyaf (2005), kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan

menyebabkan suhu dan kelembapan yang tinggi, sehingga akan mengganggu fungsi fisiologis tubuh ayam dan menyebabkan mortalitas pada ternak akibat adanya kompetisi dalam mendapatkan ransum, air minum, maupun oksigen. Selain itu, tingkat kepadatan kandang yang tinggi dapat menurunkan konsumsi ransum dan nilai konversi ransum yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ternak (Rasyaf, 2010). Kepadatan kandang yang optimal untuk ternak

dipengaruhi oleh suhu dalam kandang. Semakin tinggi suhu dalam kandang, kepadatan kandang yang optimal semakin rendah, sebaliknya apabila suhu di dalam kandang semakin rendah, kepadatan kandang yang optimal semakin tinggi (Rasyaf, 2005).

(27)

12

ternak. Kepadatan optimal untuk ternak ayam dipengaruhi oleh suhu kandang. Semakin tinggi suhu udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah suhu udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin tinggi.

Menurut Fadilah dan Fatkhuroji (2013), standar kepadatan ayam yang ideal adalah 15 kg m-2 atau setara dengan 6--8 ekor ayam pedaging dan 12--14 ekor ayam petelur grower (pullet) m-2 nya. Kepadatan yang berlebih akan menyebabkan pertumbuhan ayam terhambat (kerdil) karena terjadi persaingan untuk

mendapatkan ransum, air minum maupun oksigen. Menurut Astuti (2009), kepadatan kandang untuk ayam petelur fase grower adalah 6--8 ekor m-2 . Sementara menurut Rasyaf (2005), masa grower 8 ekor m-2 , kandang yang terlalu padat akan meningkatkan kompetisi dalam mendapatkan ransum, air minum maupun oksigen. Kompetisi ini akan memunculkan ayam yang kalah dan menang sehingga pertumbuhannya menjadi tidak seragam.

D. Performa

Menurut Sudarsono (1997), performa adalah prestasi segala aktivitas yang menimbulkan sebab akibat dan tingkah laku yang dapat dipelajari atau diamati. Menurut Sudono dkk. (1986), performa adalah istilah yang diberikan kepada sifat-sifat ternak yang bernilai ekonomis (produksi telur, bobot tubuh, pertambahan berat badan, konsumsi ransum, konversi ransum, persentase karkas, dan lain-lain).

(28)

13

jumlah (hiperplasia) dan pembesaran ukuran (hipertrofi) pada interval waktu tertentu (Anggorodi, 1995).

a. Konsumsi ransum

Menurut Rasyaf (2005), ransum merupakan susunan dari beberapa pakan ternak unggas yang didalamnya harus mengandung zat nutrisi yang lain sebagai satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi yang dapat mencukupi semua kebutuhan. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan ayam selama masa pemeliharaan. Konsumsi dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, penempatan, dan cara pengisian tempat ransum.

Aksi Agraris Kanisius (2003) menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi ransum dipengaruhi oleh strain dan lingkungan. Konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat makanan, dan kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1992). Menurut Priono (2003), konsumsi ransum

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besar dan bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi, dan energi ransum, sedangkan menurut Rasyaf (2005), konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang.

(29)

14

dipelihara selama 7 minggu pada kandang panggung dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor m-2 berkisar antara 265,50 dan 288,14 g ekor-1 minggu-1. Ditambahkan oleh penelitian Bujung (2009) bahwa rata-rata konsumsi ransum ayam tipe medium dengan kepadatan kandang 10, 12, 14, dan 16 ekor m-2 yang dipelihara selama 7 minggu di kandang postal berkisar antara 202,40 dan 210,16 g ekor-1 minggu-1. Perkembangan normal bobot badan dan konsumsi ransum ayam petelur cokelat ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsumsi ransum dan standar bobot badan ayam ras petelur periode pertumbuhan

Umur (minggu)

Konsumsi ransum Target bobot badan (g) Harian

Sumber : H & N “Brown Nick” Commercial Layer Management Guide, Seatle, WA, USA dalam Fadilah dan Fatkhuroji (2013)

b. Pertambahan berat tubuh

Pertambahan berat tubuh adalah selisih antara berat badan pada saat tertentu dengan berat tubuh semula. Menurut Rasyaf (2005), kecepatan pertumbuhan ternak diukur dengan pertambahan berat tubuh (PBT). Pertambahan berat tubuh dipengaruhi oleh faktor genetik dan nongenetik yang meliputi kandungan zat makanan yang dikonsumsi, temperatur lingkungan, keadaan udara dalam kandang, dan kesehatan ayam itu sendiri.

(30)

15

yang diwarisi oleh induknya. Pertambahan berat tubuh dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan ternak (Rasyaf, 2005).

Bobot tubuh merupakan indikator kualitas pullet yang paling mudah diamati. Dengan penimbangan rutin, peternak bisa menilai apakah pullet sudah dikatakan berkualitas atau belum. Bobot tubuh hendaknya tercapai tiap minggunya. Jika ada ayam dengan bobot badan yang rendah (kurang dari 10% di bawah standar) atau memiliki frame size kecil maka segera dipisahkan, kemudian diberi perlakuan khusus agar dapat mengejar ketinggalan bobot badan dengan cara menambahakan beberapa gram ransum harian ayam (Nova dkk., 2007). Bobot tubuh standar ayam petelur periode grower tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Bobot tubuh standar ayam petelur periode grower

Umur (minggu) Leghorn (kg) Tipe medium (kg)

(31)

16

dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m-2 berkisar antara 9,57 dan 117,78 g ekor-1 minggu-1.

c. Konversi ransum

Konversi ransum adalah perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dan pertambahan berat tubuh (Rasyaf, 2005). Menurut North and Bell (1990), konversi ransum digunakan sebagai gambaran efisiensi produksi. Jika nilai konversi ransum semakin tinggi, maka jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan per satuan berat semakin banyak sehingga efisiensi penggunaan ransum menurun.

Anggorodi (1995) menyatakan bahwa semakin rendah nilai konversi ransum maka penggunaan ransum semakin efisien, dan semakin tinggi nilai konversi ransum maka ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan berat tubuh persatuan bobot semakin banyak dan efisiensi penggunaan ransum semakin menurun.

(32)

17

Menurut hasil penelitian Bujung (2009), rata-rata konversi ransum ayam jantan tipe medium dengan kepadatan kandang 10,12,14, dan 16 ekor m-2 yang

dipelihara selama 7 minggu berkisar antara 2,12 dan 2,52. Menurut Riyanti (1995), rata-rata konversi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m-2 pada penelitiannya sebesar 3,80 dan 4,5.

d. Keseragaman

Keseragaman pada ayam petelur dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni keseragaman bobot badan, keseragaman rangka tubuh, dan keseragaman dewasa kelamin. Keseragaman menjadi ukuran variabilitas dalam suatu populasi, tidak bisa dipungkiri hal ini berhubungan dengan produktivitas ayam. Seragam dapat diartikan bobot tubuh sebagian besar ayam sama dan sesuai dengan

standar strain ayam tersebut. Bobot tubuh ayam petelur sesuai standar jika mencapai ± 10% dari target bobot tubuh dari buku pedomen manajemen dari perusahaan yang memproduksi DOC. Pada saat grower bobot tubuh minimal sama atau melebihi manual management guide, karena saat ayam mulai menghasilkan telur sampai puncak produksi (periode kritis), biasanya akan

mengalami stres disebabkan oleh target produksi telur yang harus terus meningkat drastis menuju puncak, berat atau ukuran telurpun harus bertambah dan tak ketinggalan berat badannya

(Hattab, 1980).

(33)

18

mengurangi elastisitas saluran telur (tertahan oleh lemak), akibatnya saat terjadi kontraksi saluran telur relatif sulit kembali ke posisi semula, kondisi ini yang akan memicu munculnya kasus prolapse. Adlan dkk (2012) menyatakan ukuran

rangka sangat berpengaruh pada produksi dan kualitas telur. Saat proses

pembentukan telur, kalsium pada kerangka tubuh ayam akan dideposisikan pada kerabang telur setelah selesai, kerangka ini akan dibentuk kembali dengan suplai kalsium dan fosfor dari ransum. Kerangka tubuh yang kecil akan mensuplai kalsium dalam jumlah kecil dan kondisi ini akan mengakibatkan ukuran telur menjadi kecil, untuk keseragaman kematangan seksual yang terjadi serempak akan mempercepat puncak produksi dan dapat bertahan lama.

Saat ayam ada yang mulai berproduksi telur, ayam harus segera diberikan stimulasi pencahayaan agar produksi telur dapat berlangsung secara serempak. Kematangan seksual (dewasa kelamin) ini haruslah diselaraskan dengan

kedewasaan tubuh atau bobot tubuh (Adlan dkk. 2012).

e. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income over feed cost adalah perpaduan antara segi teknis dan ekonomis.

Semakin efisien ayam mengubah makanan menjadi daging, semakin baik pula nilai IOFC nya. Nilai IOFC yaitu perbandingan rata-rata antara jumlah penerimaan dari hasil penjualan ayam dan biaya untuk pengeluaran ransum. Semakin tinggi nilai IOFC, akan semakin baik karena jika IOFC tinggi berarti penerimaan dari penjualan ayam pun tinggi (Rasyaf, 2005).

(34)

19

diperlukan untuk produksi juga semakin meningkat. Lebih lanjut Rasyaf (2010) menyatakan bahwa nilai IOFC akan meningkat apabila nilai konversi menurun

dan apabila nilai konversi ransum meningkat maka IOFC akan menurun.

(35)

20

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 1--23 April 2014, di peternakan Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah.

B. Bahan dan Alat

a. Ayam penelitian

Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam petelur fase awal grower Strain Isa Brown sebanyak 210 ekor, yang dipelihara mulai dari umur 7 minggu

sampai dengan umur 10 minggu dengan rata-rata bobot awal 576,00 ± 19,58 g ekor-1 dan koefisien keragaman sebesar 3,40%.

b. Kandang

(36)

21

c. Ransum

Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum ayam petelur yang dicampur sendiri oleh Varia Jaya Farm, dengan komposisi konsentrat Unichick 35%, jagung 50%, dan bekatul 15 %, kandungan nutrisi konsentrat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nutrisi konsentrat Unichick

Nutrisi Kandungan

Kadar air maksimum 12%

Protein kasar minimum 30%

Lemak kasar minimum 3%

Serat kasar minimum 8%

Abu maksimum 15%

Zaolene 420 ppm

Enramycin 15--30 ppm

Colistin 15--45 ppm

Sumber: PT. Cargiil Indonesia, 2013

Kandungan nutrisi ransum ayam petelur fase awal grower berdasarkan analisis proksimat tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum buatan Varia Agung Jaya Farm

Nutrisi Kandungan (%)

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014)

(37)

22

Tabel 5. Syarat mutu ransum ayam petelur fase grower (dara)

No Parameter Satuan Persyaratan

1 Kadar air % 14,0

9 Energi metabolisme (ME kkal/kg Min. 2600

10 Total aflatoksin μg/kg Maks. 50,0

Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur bor yang diberikan secara ad libitum.

e. Vaksin dan vitamin

Vaksin yang diberikan adalah Caprivac® ND IB PV (suntik) dan Volvac® ND IB MLV (air minum), sedangkan vitamin yang diberikan adalah Farm-O-San Perfexsol-L dan Farm-O-San Orange

f. Peralatan

(38)

23

2. Timbangan digital kapasitas 10 kg dengan ketelitian 0,1 g yang digunakan untuk menimbang ayam dan ransum pada minggu ke- 7--10.

3. Tirai plastik.

4. Lampu pijar untuk penerangan. 5. Ember dan bak.

6. Thermohygrometer 4 buah 7. Alat bersih-bersih dan alat tulis.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 4 perlakuan tingkat kepadatan kandang dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali.

R1: kepadatan kandang 6 ekor m-2 R2: kepadatan kandang 9 ekor m-2 R3: kepadatan kandang 12 ekor m-2 R4: kepadatan kandang 15 ekor m-2

D. Analisis Data

(39)

24

E. Pelaksanaan Penelitian

Secara acak 210 ekor ayam petelur fase grower ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan digital untuk mendapatkan bobot tubuh awal masing-masing perlakuan yaitu kepadatan 6, 9, 12, dan 15 ekor. Kemudian ayam dipindahkan atau dimasukkan ke dalam petak-petak yang telah disediakan pada umur 7 minggu. Semua data diambil dan dihitung mulai dari minggu ke-7 sampai minggu ke-10. Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00 dan 14.00 WIB Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum dan

pengukuran sisa ransum dan penimbangan bobot tubuh dilakukan seminggu sekali.

Suhu dan kelembapan kandang diukur setiap hari yaitu pukul 06.00, 13.00 dan pukul 18.00 WIB mengunakan thermohygrometer yang diletakkan pada bagian tengah petak kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak kandang. Selama pemeliharaan ayam petelur fase grower dilakukan koleksi data

pengamatan terhadap peubah yang diamati.

(40)

25

F. Peubah yang diamati

a. Konsumsi ransum (g ekor-1 minggu-1)

Konsumsi ransum diukur setiap minggu berdasarkan selisih antara jumlah ransum yang diberikan pada awal minggu (g) dengan sisa ransum pada akhir minggu berikutnya (Rasyaf, 2005)

b. Pertambahan berat tubuh (g ekor-1 minggu-1)

Pertambahan berat tubuh diukur setiap minggu berdasarkan selisih bobot ayam petelur grower akhir minggu dengan bobot tubuh minggu sebelumnya (Rasyaf, 2005)

c. Konversi ransum

Konversi dihitung berdasarkan jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi dengan pertambahan berat tubuh (Rasyaf, 2005).

d. Keseragaman

Keseragaman ayam petelur grower dapat diukur 10% dari rata-rata bobot populasi (Nova dkk., 2007).

Perhitungan keseragaman ayam petelur sebagai berikut 1) dihitung bobot tubuh rata-rata ayam petelur grower

Bobot tubuh rata−rata = Bobot tubuh total jumlah ayam

2) dihitung bobot tubuh maksimum

(41)

26

3) dihitung bobot tubuh minimum

Bobot tubuh minimum = Bobot tubuh rata-rata - (10% x Bobot tubuh

rata-rata)

4) dihitung jumlah ayam dengan bobot tubuh ± 10% dari rata-rata misal, X ekor

5) dihitung tingkat keseragaman (Uniformity),%

Tingkat keseragaman = X ekor

jumlah ayamx 100%

Jika tingkat keseragaman yang dihasilkan ≥ 80% berarti keseragaman bobot tubuh

baik (good uniformity). Sebaliknya, apabila tingkat keseragaman ≤ 80% berarti keseragaman tubuh ayam kurang baik/ jelek (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013 ).

e. Income over feed cost (IOFC)

Menghitung IOFC dengan cara membandingkan antara pendapatan yang

(42)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, keseragaman, dan income over feed cost (IOFC). 2. Kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 memberikan pengaruh yang

sama baiknya terhadap performa ayam petelur fase awal grower.

B. Saran

1. Peternak ayam petelur fase awal grower dapat menggunakan kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 pada kandang panggung sesuai dengan ketersedian dan kondisi yang ada.

(43)

40

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, M., Y. Utomo, F. Afmy, dan N. Fitriany. 2012. Laporan Penilaian Ternak Unggas Ayam Petelur. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral. Soedirman. Purwokerto.

Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-18. Kanisius. Jakarta.

Al-Nasser, A., A. Al-Haddad, M. Al-Bahouh, dan M. Mashaly. 2006. Principles of Poultry Biosecurity Programs. Kuwait. Kuwait Institude for Scientific research. Halaman 26--29.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Cetakan Pertama. Penerbit Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-5. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anonim, Brown Nick Commercial Layer Management Guide, Seatle, Washington state, USA.

Astuti, D.A. 2009. Petunjuk Praktis Beternak Ayam Ras Petelur,Itik,dan Puyuh. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta

Bujung, E.F.F. 2009. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Performan Ayam Jantan tipe medium. Skripsi. Fakultas pertanian. Universitas lampung. Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras , cetakan ke-1.

Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Card, L.E. 1982. Poultry Production. 11 th ed. Lea and Febiger. Philadelphia. Daryanti. 1982. Perbandingan Komposisi Tubuh Antara Ayam Jantan Petelur

(44)

41

Fadilah, R. 2005. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Cetakan ke-2. Agromedia Media Pustaka. Jakarta.

Fadilah, R. dan Fatkhuroji. 2013. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Petelur. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Fadilah,R. 2004. Ayam Broiler Komersil. Cetakan ke-2. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Hawlider, M.A.R. and S.P. Rose. 1992. The response of growing male and female broiler chicken kept at different temperature to dietary energy concentration feed form. Animal feed sci. and Tecnol 39 : 71--78.

Hargitai, R., R. Mateo, and J. Torok. 2011. Shell tickness and pore density in relation to shell colouration female characterstic, and enviroental factors in the collared flycatcher ficedulaalbicollis. Journal. Ornithol. 152: 579--588. Indratiningsih. 1984. Pengaruh Flesh Head pada Telur Ayam Konsumsi selama

Penyimpanan. Laporan Penelitian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Kususiyah. 2011. Performa Pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai Ayam Potong

Belah Empat serta nilai income over feed cost and chick cost. Jurnal peternakan Indonesia. Vol 6. 83--88

Latipudin,D. dan A. Mushawwir. 2011. Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer. Jurnal peternakan Indonesia. Vol 6. 77--82 Lien, R.J., J.B. Hess, S.R. Mckee, S.F. Bilgili, and J.C. Townsend. 2007. Effect

of light intensity and photoperiodon live performane,

heterophilto-lymphocyte ratio, and processing yields of broilers. Poult. Sci. 86: 1287--1293

Marks, H.L. 1989. Diovergent Selection for Growth in Japanese Quail Under Split and Complete Nutritional Environment. 3. Influences of Selection for Growth on Heritic Effects for Body Weigh, Feed and Wared Intake Patterns, Abdominal Fat, and Carcass Lipid Characteristic. Poultry Science Vol. 68, No. 1 Hal 37..

Meizwarni. 1993. Sistem Perkandangan. Paper Fakultas Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang.

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Publishing by Chapman and Hall One. New York.

(45)

42

Priono, D. 2003. Performans Ayam Ras Petelur Tipe Medium Periode Tiga Bulan Pertama Bertelur yang Diberi Ransum dengan Kandungan Metionin pada Berbagai Level. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ramayanti, P. 2009. Pengaruh Pembatasan Pemberian Ransum Broiler terhadap Pertumbuhan Ayam Jantan Tipe Medium. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas lampung.

Rasyaf, M. 1995. Penyajian Makanan Ayam Petelur. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

--- 2005. Beternak Ayam Petelur. Cetakan ke XX. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf, M. 2010. Panduan Beternak Ayam pedaging . Cetakan ke-III. Penebar Swadaya. Jakarta.

--- Panduan Beternak Ayam Petelur. Cetakan ke-III. Penebar Swadaya. Jakarta.

Riyanti. 1995. Pengaruh Berbagai Imbangan Energi Protein Ransum terhadap Peforman Ayam Petelur Jantan Tipe Medium. Prosiding Seminar Nasional Sainsdan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor. Ross Manual Management. 2009.

http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/ tata-laksana/suhu-dan-kelembapan . Diakses pada hari Sabtu 19 April 2014 pukul 19.30 WIB. Sahlan. 2013. Pengaruh Berat Badan Ayam Ras Petelur Fase Grower terhadap

Produksi Telur Pada Fase Produksi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin. Makasar.

Santosa, U. 2008. Faktor-faktor yang memengaruhi pertambahan berat tubuh unggas. http://uripsantosa.wordpress.com/2008/06/29/faktor-faktor yang memengaruhi pertambahan berat tubuh unggas/. Diakses Tanggal 20 Mei 2014.

Scott, M. L., M. C. Nesheim, and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rd Edition. M. L. Scott and Associates Ithaca. New York.

Saha, P. K., S. D. Chowdhury, S. C. Das., and S. K. Saha. 1999. Replacement Value of Two Bangladeshi Varieties of Yellow Corn for Wheat in Diet of Laying Chicken. Asian Australian Journalis of Animal Science. Australia. Shibata, T., M. Kawatana, K. Mitoma, and T. Nikki. 2007. Identification of heat

(46)

43

Sinurat, A,P. 1988. Produktivitas Unggas pada Suhu yang Meningkat Prakiraan dan Manfat Iklim untuk mendukung Pengembangan Pertanian tahun 2000. Prosiding simposium II metreologi pertanian Bogor (27--28 juli 1988) p:1--10.

Sizemore, F.G., and H.S. Siegal. 1993. Growth, Feed Convertion, and Carcass Compotition in Females of Broiler Crosses Feed Starter Diets With Different Energy Level and Energy to Protein Rations”. Poultry. Sci. 72:2216--2228. Steel, R. G. D. dan J. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu

Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta. Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Cetakan 1. PT. Rineka Cipta. Jakarta Sudaryani, T dan Hari Santosa. 2000. Pembibitan Ayam Ras. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Suprijatna, E. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Suprijatno, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartosudjono. 2005. Ilmu Dasar

Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wijayanti, Dewi. 2014. Gambaran Darah Ayam Petelur Fase Grower (7--10 minggu ) pada Kepadatan Kandang yang berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Wiliamson, G danW.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternak di Daertah Tropis. Edisi ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 4.  Kandungan nutrisi ransum buatan Varia Agung Jaya Farm
Tabel 5.  Syarat mutu ransum ayam petelur fase grower (dara)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghindari subjektivitas terhadap analisis kesalahan yang dilakukan, penulis melibatkan seorang pakar di bidangnya untuk melakukan pengecekan, dan (4)

Pada akhirnya penerapan pengasuhan jarak jauh yang mana tidak adanya peran orang tua secara langsung inilah yang berdampak pada perilaku menyimpang anak perempuan yang

Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.. Merujuk pada al-Qur’ân banyak ayat menjelaskan tentang prinsip-prinsip kesetaraan gender. Nasaruddin Umar

[r]

---, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 tanggal 19 Juni 2008 tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta Penghapusan Sanksi Administrasi

Dari Manusia Berjalan” ini bermaksud menambah referensi dan mereview yang sebelumnya sudah ada agar dapat diketahui perilaku struktur jembatan penyeberangan orang akibat

Maqashid syariʻah adalah dasar bagi pengembangan ekonomi Islam karena bertujuan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dengan menyeimbangkan

Konsepsi ini sangat jelas ketika Research And Development (RAND) Corporation men- definisikan seorang liberalis yang moderat dan membedakannya dari Islamis yang