• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DASAR IPS ATURAN ATURAN DALAM KEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP DASAR IPS ATURAN ATURAN DALAM KEH"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DASAR IPS

ATURAN-ATURAN DALAM KEHIDUPAN

BERBANGSA DAN BERNEGARA

Dosen Pembimbing : Drs. Made Suara, M.Pd

OLEH :

Kelas : J/1

Kelompok 6

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2014

NI PUTU RASNI KARWATI NIM. 1411031197 (33)

LUH MADE PUSPAYUNI NIM. 1411031199 (34)

NI LUH HENI MIRAYANTI NIM. 1411031200 (35)

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Pada kesempatan ini kami akan membahas makalah yang berjudul “Aturan-aturan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Konsep Dasar IPS. Penyusunan makalah ini bertujuan agar pembaca dapat lebih memahami

aturan-aturan dalam kehidupan berbangsa dan aturan-aturan-aturan-aturan dalam kehidupan bernegara yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Selanjutnya kami sebagai penyusun, mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu penulis menerima saran yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Denpasar, Oktober 2014

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan ... 2 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Aturan-aturan dalam Kehidupan Berbangsa ... 3 2.2 Aturan-aturan dalam Kehidupan Bernegara ... 7 BAB III PENUTUP

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakikatnya setiap manusia mempunyai cita-cita untuk dapat hidup damai dan sejahtera. Untuk mewujudkan keinginannya itu maka manusia tidak dapat mengusahakannya sendiri, dalam arti upaya mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan mutlak harus didukung dan dibina bersama-sama manusia lainnya atau dengan kata lain untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia perlu adanya kerja sama antara manusia itu sendiri. Hal ini sesuai dengan kodrat manusia yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial.

Dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan menyendiri, tetapi harus hidup berkelompok. Kehidupan bersama ini sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang atau lebih. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, terdapat pula kenyataan lain bahwa manusia sebagai makhluk pribadi atau individu. Tiap-tiap manusia mempunyai sifat, watak, kehendak dan kepentingannya masing-masing. Kehendak dan kepentingan tiap-tiap manusia itu manakala sejalan dengan kehendak dan kepentingan orang di sekitarnya, maka

akan terjalin hubungan kerja sama yang harmonis untuk mewujudkan keinginannya dan harapannya itu. Namun, kenyataannya tidak jarang kehendak dan keinginan serta kepentingan manusia yang satu dengan yang lainnya itu saling bertentangan sehingga mengakibatkan terjadinya konflik di antara manusia itu.

(5)

bermasyarakat untuk mewujudkan suatu tata tertib yang dapat mengatur kelangsungan dan keutuhan hidup bermasyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya aturan-aturan dalam kehidupan berbangsa dan benegara untuk mencapai keamanan dan ketertiban dalam negeri.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana aturan-aturan dalam kehidupan berbangsa?

2. Bagaimana penegakan hukum dalam kehidupan masyarakat dan negara? 3. Bagaimana jaminan hukum atas hak dan kewajiban warga negara?

4. Bagaimana contoh penerapan jaminan hukum atas hak dan kewajiban warga negara?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui bagaimana aturan-aturan dalam kehidupan berbangsa. 2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum dalam kehidupan

masyarakat dan negara.

3. Untuk mengetahui bagaimana jaminan hukum atas hak dan kewajiban

warga negara.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Aturan-aturan dalam Kehidupan Berbangsa

Lahirnya sebuah aturan dalam kehidupan masyarakat bangsa disebabkan karena adanya kesadaran manusia yang memiliki kepentingan berbeda-beda, begitu juga dengan cara pencapaiannya sehingga agar dalam memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan hidup dan kehidupannya dapat berjalan dengan tertib maka diperlukan berbagai aturan hidup yang dinamakan norma atau kaidah sosial.

Keberadaan norma atau kaidah sosial dalam suatu masyarakat amat strategis karena dengan adanya norma atau kaidah seseorang dapat terlindungi dari upaya-upaya yang dilakukan oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab. Norma atau kaidah sosial bisa dikatakan sebagai rel atau pedoman dalam berucap dan bertingkah laku bagi anggota masyarakat sehingga benar atau tidaknya, dilarang atau tidaknya suatu uacapan atau perbuatan dapat dilihat dari norma yang ada dan berlaku dalam masyarakat.

Norma atau kaidah merupakan ketentuan atau peraturan-peraturan yang memberi batasan dan kebebasan kepada sesama anggota masyarakat dan

bagaimana hubungan antara seseorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya dalam pergaulan hidup bersama.

Norma atau peraturan hidup ini mulai tumbuh sejak manusia mengenal hidup bermasyarakat, pertumbuhan dan perkembangannya akan melahirkan beberapa macam norma sesuai dengan sumbernya. Secara umum, jenis-jenis norma yang berlaku di masyarakat suatu bangsa adalah sebagai berikut.

A. Norma Agama

(7)

berasal dari Tuhan, maka manakala penganut agama yang tidak mematuhi perintah dan larangan dari Tuhan Yang Maha Esa atau kaidah-kaidah yang ditentukan agama, orang yang bersangkutan akan merasakan sanksinya dan berdosa serta memperoleh kutukan dan hukuman dari Tuhan. Sanksi dan hukuman bagi pelanggaran norma agama tidak bersifat langsung, melainkan sanksi akan diterima di akhirat nantinya. Sementara itu, sanksi yang dirasakan di dunia bisa berupa depresi, guncangan jiwa, maupun perang batin hati nurani. Berdasarkan kepercayaannya terhadap sanksi Tuhan yang dipercayanya tersebut, orang-orang akan senantiasa berusaha berbuat baik dalam menjalin hubungan dengan sesama makhluk hidup sesuai dengan apa yang menjadi pedoman dalam ajaran agamanya. Adapun contoh penerapan norma agama adalah sebagai berikut.

1. Taat dalam menjalankan ibadah

2. Menghormati orang-orang yang lebih tua 3. Menghargai orang-orang yang lebih muda 4. Tidak boleh berdusta (berkata bohong) 5. Tidak boleh mencuri barang milik orang lain 6. Larangan untuk melukai dan membunuh 7. Menghormati antarumat beragama

Manakala kaidah agama dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, maka

sudah dapat dipastikan dalam kehidupan bermasyarakat akan dijumpai suasana yang damai dan tertib yang dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan. Hal ini juga mencerminkan suasana pergaulan hidup yang harmonis serta religius di masyarakat suatu bangsa.

B. Norma Kesopanan

(8)

setiap masyarakat memiliki ukuran-ukurannya sendiri mengenai apa yang dianggap pantas, bisa, dan patut.

Sumber dari norma kesopanan ini tidak terlepas dari kebiasaan yang berlaku di masyarakat sehingga sanksinya pun akan muncul dari masyarakat yang bersangkutan. Perlu dijelaskan bahwa sanksi norma kesopanan ini tidaklah terlalu keras dan biasanya hanya bersifat subjektif melalui gunjingan-gunjingan belaka, dikucilkan dari masyarakat yang bersangkutan dan dapat pula berupa hinaan. Selanjutnya, dapat disebutkan contoh-contoh penerapan norma kesopanan, yaitu seorang anak muda harus hormat dan sopan terhadap orang yang lebih tua, jangan meludah di depan orang, berikan kesempatan kepada wanita hamil atau orang yang sudah tua untuk duduk baik di dalam bus ataupun kereta api, jangan makan sambil bicara, serta berpakaian yang sopan bagi remaja putri.

C. Norma Kesusilaan

Norma kesusilaan adalah sekumpulan peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati nurani setiap manusia. Norma ini berhubungan dengan manusia sebagai makhluk individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Peraturan-peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau suara hati yang diakui dan dimengerti setiap orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.

Sumber dari norma kesusilaan adalah hati sanubari manusia itu sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada hal-hal yang berifat lahir, tetapi ditujukan kepada sifat batin manusia itu sendiri. Dengan demikian, sanksi norma kesusilaan ini pun lebih menekankan pada adanya penyesalan dalam diri atau batin seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesusilaan tersebut, misalnya seseorang berbuat tidak jujur maka sebenarnya hati nuraninya mengakui akan tindakannya itu sehingga mungkin saja dalam dirinya akan timbul rasa penyesalan akan perbuatan yang telah dilakukannya sendiri.

D. Norma Hukum

(9)

Presiden). Sifat norma hukum ini mengatur dan memaksa, dalam arti setiap masyarakat harus tunduk pada apa yang telah digariskan dalam aturan tersebut.

Sumber norma hukum ini adalah pemerintah, sehingga yang melaksanakan sanksinya pun pemerintah. Sanksi norma hukum ini telah tercantum dalam pasal-pasal undang-undang. Sanksi norma hukum lebih pasti dan nyata dipandang dari segi kehidupan bermasyarakat, baik berupa hukuman maupun denda bagi mereka yang melanggarnya. Sanksi ini sifatnya mengikat dan memaksa dengan tujuan agar orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma hukum tersebut menjadi jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut. Adapun tujuan dari diberikannya sanksi berupa hukuman itu adalah sebagai berikut.

1. Agar orang yang bersangkutan jera (tidak mengulangi perbuatan salah) 2. Mendidik, yaitu berupaya memasyarakatkan kembali orang yang melanggar

tersebut.

Norma hukum ini dibuat tidak lain adalah untuk lebih menguatkan pelaksanaan norma-norma lainnya yang telah tumbuh dan berkembang di masyarakat. Hal ini dikarenakan:

1. Tidak semua orang mentaati norma-norma yang telah ada dan berkembang tersebut

2. Masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang tidak dijamin oleh

norma-norma tersebut.

3. Ada kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan norma yang berkembang padahal masih memerlukan perlindungan.

Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk bagi semua aspek kegiatan masyarakat, kebangsaan dan kenegaraan rakyat Indonesia. Bahkan, hukum adalah wujud pernyusunan kemerdekaan kedaulatan kebangsaan itu sendiri ke dalam UUD 1945 dan Hukum Dasar yang tidak tertulis (Anton Djawamaku: 1993:19).

(10)

2.2 Aturan-aturan dalam Kehidupan Bernegara

A. Penegakan Hukum dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara

Peraturan-peraturan yang disebut hukum bukan hanya mengatur hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, tetapi juga mengatur hubungan manusia atau warga negara dengan negara, serta mengatur organ-organ negara dalam menjalankan pemerintahan negara. Hukum yang mengatur hubungan antar manusia (individu) yang menyangkut “kepentingan pribadi” (misalnya masalah jual beli, sewa menyewa, pembagian waris) disebut hukum

privat. Sedangkan hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan organ

negara atau hubungan negara dengan perseorangan yang menyangkut kepentingan umum disebut hukum public. Misalnya, masalah pencurian, pembunuhan, dan penganiayaan.

Dalam batang tubuh UUD 1945 ternyata tidak ada satu pasal pun yang menyatakan dengan tegas bahwa negara kita negara hukum. Hal ini tidak berarti bahwa negara kita bukan negara hukum karena dalam penjelasan umum UUD

1945 disebutkan bahwa “Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum tidak

berdasar atas kekuasaan belaka”. Di samping itu, dalam UUD 1945 dan peraturan

perundang-undangan yang ada di bawahnya diatur dengan tegas tentang batas-batas tugas yang harus dijalankan oleh lembaga-lembaga negara, yang berarti

bahwa pemerintah atau lembaga-lembaga negara tidak boleh bertindak sewenang-wenang atau menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku dalam negara. Apabila pemerintah dan juga rakyat melanggar hukum maka pemerintah dan rakyat secara hukum dapat diminta pertanggungjawaban atas segala tindakan yang dilakukan.

Menurut Gustav Radvruch (dalam Sudikno Mertokusumo 1986:130) dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus deperhatikan yaitu sebagai berikut.

1. Kepastian Hukum

(11)

2. Kemanfaatan

Di samping kepastian hukum menegakkan hukum harus memiliki manfaat bagi masyarakat. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum atau penegakkan hukum harus member manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.

3. Keadilan

Hal yang lain harus diperhatikan dalam menegakkan hukum adalah keadilan, yang berarti bahwa dalam pelaksanaan hukum harus adil.

Dalam kaitannya dengan pembangunan bidang hukum, pemerintah telah berusaha menata dan membentuk sistem hukum nasional yang menjamin keadilan, kepastian hukum, ketertiban, kesejahteraan, dan pengayoman kepada kepentingan nasional. Dalam upaya mewujudkan sistem hukum yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, bukan hanya diperlukan pembaharuan menteri, hukum, tetapi yang lebih penting adalah pembinaan aparatur hukumnya sebagai pelaksana penegak hukum. Oleh karena itu, MPR RI pada Pelita Keenam menetapkan Kebijakan pembangunan bidang hukum, dan sektor aparatur hukum, ditetapkan berbagai kebijakan, antara lain berikut.

1. Terciptanya aparatur yang memiliki kemampuan untuk mengayomi

masyarakat dan mendukung pembangunan nasional.

2. Mantapnya kelembagaan aparatur hukum dan meningkatnya kemampuan professional aparaturnya.

3. Tercerminnya kualitas aparat hukum dalam sikap yang menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab dalam perilaku keteladanan.

Sedangkan yang dijadikan sasaran pembangunan bidang hukum dalam Pelita Keenam adalah sebagai berikut:

(12)

2. Tersusunnya perangkat sistem hukum nasional serta penginventarisasian dan penyesuaian unsur-unsur tatanan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional.

3. Meningkatkan penegakkan hukum dan pembinaan aparatur hukum. 4. Meningkatkan sarana dan prasarana hukum.

Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk beberapa lembaga aparat hukum, antara lain:

1. Kepolisian

Kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum, khususnya Hukum Acara Pidana, Kepolisian Negara bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut pasal 4 UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang:

a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

b) Mencari keterangan dan barang bukti.

c) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menyatakan serta

memeriksa tanda pengenal diri.

d) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

a) Penangakapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.

b) Pemeriksaan dan penyitaan surat.

c) Mengambil sidik jari dari memotret seseorang.

d) Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

Menurut pasal 6 UU No 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik, yaitu: a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(13)

Penyidik mempunyai wewenang sebagai berikut.

a) Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

b) Melakukan tindakan pertama pada saat tempat kejadian.

c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. e) Melakukan penggeledahan dan penyitaan surat.

f) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

g) Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

h) Mendatangkan orang ahli yang perlu dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

i) Mengadakan penghentian penyelidikan.

j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

2. Kejaksaan

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan keputusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap. Jadi, kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah tindakan umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Berdasarkan penjelsan tersebut maka Jaksa (penuntut umum) berwenang antara lain untuk:

a) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyelidikan. b) Membuat surat dakwaan.

c) Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(14)

e) Melaksanakan penetapan hukum.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum, kejaksaan berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan. Berdasarkan pasal 3 UU No 5 Tahun 1991 tentang

“Kejaksaan Republik Indonesia” pelaksanaan kekuasaan Negara di bidang

penuntutan diselenggarakan oleh:

a) Kejaksaan Negeri yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten atau di kota madya atau di kota administratif dan daerah hukumnya yang meliputi wilayah kabupaten atau kota madya dan atau kota administratif.

b) Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di ibu kota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

c) Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibu kota Negara RI dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia.

Khusus dalam bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang untuk: a) Melakukan penuntutan dalam perkara pidana.

b) Melaksanakan penetapan hakim dan keputusan pengadilan.

c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat (yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman).

d) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyelidikan.

3. Kehakiman

Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili. Sedangkan hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut pasal 1 UU Nomor 8/1981 mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut.

(15)

pasal 10 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam empat lingkungan, yaitu:

a) Peradilan Agama

Peradilan agama diatur dalam undang-undang Nomor 7 tahun 1989. Berdasarkan undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama antara orang – orang yang beragama Islam di bidang (1) perkawinan, (2) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, (3) wakap dan shadaqah. b) Peradilan Militer

Wewenang peradialan militer menurut Undang-Undang Darurat No.16/1950 adalah bertugas memeriksa dan memutuskan perkara pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh:

1. Seorang yang waktu itu adalah anggota Angkatan perang RI.

2. Seorang yang waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI. 3. Seorang yang pada waktu itu adalah anggota suatu golongan yang

dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau berdasarkan Undang-Undang.

4. Orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (1,2,3), tetapi atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan militer.

c) Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai Tata Usaha Negara.

d) Peradilan Umum

(16)

Adapun tugas peradilan umum adalah mengadili perkara sipil mengenai penyimpangan-penyimpangan dari aturan hukum Perdata material dan hukum Pidana material. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk wewenang Peradilan umum, digunakan beberapa tingkat atau badan pengadilan, yaitu:

1) Pengadilan Negeri

Pengadilan negeri dikenal pula dengan istilah pengadilan tingkat pertama yang wewenangnya meliputi satu daerah tingkat II. Adapun fungsi Pengadilan Negeri adalah memeriksa dan memutuskan serta menyelesaikan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana sipil untuk semua golongan penduduk.

2) Pengadilan Tinggi

Daerah hukum pengadilan tinggi adalah meliputi satu daerah tingkat I. menurut Undang – Undang No. 2 Tahun 1986, tugas dan wewenang pengadilan tinggi adalah:

a) Memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat banding.

b) Pengadilan tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-pengadilan negeri di daerah hukumnya. Pengadilan

tinggi mempunyai susunan sebagai berikut, Pimpinan, Hakim,Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Sedangkan pembentukan pengadilan tinggi dilakukan melalui undang – undang.

3) Pengadilan Tingkat Kasasi

(17)

tersebut, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Undang-Undang tersebut dikemukakan 4 lingkungan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman seperti telah diungkapkan di atas. Mengenai

“Mahkamah Agung” diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

(Lembaran Negara Nomor 73 Tahun 1985). Dalam kaitannya dengan masalah pengadilan, dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan:

a. Permohonan kasasi.

b. Sengketa tentang kewenangan mengadili.

c. Permohonann peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam kaitannya dengan pengujian terhadap produk hukum, Mahkamah Agung mempunyai wewenang:

1. Untuk menguji secara materil hanya terhadap peraturan peraturan perundang – undangan di bawah undang-undang.

2. Untuk menyatakan tidak sahnya peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas asalan bertentang dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pernyataan

tentang tidak sahnya peraturan perundang-undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan tingkat kasasi.

Dalam penegakkan hukum dan keadilan, hakim berkewajiban untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh karena itu, hakim atau pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan dengan alas an hukumnya tidak atau kurang jelas. Untuk itu, hakim diperbolehkan untuk menemukan atau membentuk hukum melalui penafsiran hukum dengan tetap memperhatikan perasaan keadilan dan kebenaran.

d. Penasihat hukum

(18)

KUHAP adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya menggunakan penasihat hukum bagi tertuduh atau terdakwa merupakan realisasi dari salah satu asas yang berlaku dalam Hukum Acara Pidana, yang menyatakan bahwa “setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.

Berdasarkan pasal 69 KUHAP ditegaskan bahwa “Penasihat Hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang”. Penasihat hukum itu berhak menghubungi dan berbicara denga tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya. Hak lain yang dimiliki penasihat hukum sehubungan dengan pembelaan terhadap kliennya (tersangka) adalah mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Dalam melaksanakan bantuan hukum, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan semua pihak, yaitu:

1) Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum.

2) Bantuan hukum tersebut merupakan usaha untuk membela diri.

3) Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri penasihat hukumnya.

Penasihat hukum ada yang berdiri sendiri dan ada pula yang berhimpunan dalam organisasi, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Ikatan Advokad Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI).

B. Jaminan Hukum Atas Hak dan Kewajiban Warga Negara

Dalam bahasa hukum, kata “recht” ( hukum) dibagi menjadi dua, yaitu

Objectief recht ( hukum objektif) dan Subjectief recht (hukum subjektif). Menurut

(19)

yang dihubungkan dengan seseorang tertentu sehingga menjadi hak dan kewajiban. Hukum subjektif tersebut timbul jika hukum objektif beraksi karena hukum objektif yang beraksi itu melakukan dua pekerjaan, yaitu pada satu pihak ia memberi hak, dan pada pihak lain meletakkan kewajiban. Misalnya hukum mengatur hubungan antara orang yang meminjamkan uang dengan yang menerima (meminjam) uang. Hubungan hukum tersebut melahirkan hak dan kewajiban, di mana orang yang meminjam uang wajib mengembalikan uang tersebut kepada yang meminjamkan, dan pihak yang meminjamkan mempunyai hak untuk menuntut pembayaran dari si peminjam uang.

Tatanan yang diatur atau diciptakan hukum baru akan menjadi kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi, yaitu di satu pihak dan di lain pihak kewajiban. Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lain. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum. Menurut Sidikno Mertokusumo (1986:41), konkretisasi hukum menjadi hak dan kewajiban diperlukan terjadinya suatu peristiwa yang oleh hukum dihubungkan sebagai akibat. Misalnya, si A menjual sepeda motor

miliknya kepada si B. Pembuatan jual beli tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak, di mana si A berhak menuntut pembayaran dari si B, dan si B wajib membayar sepeda motor tersebut kepada si A.

Unsur-unsur yang terkandung dalam hak yaitu perlindungan kepentingan, dan kehendak. Apabila seseorang memiliki sebidang tanah maka hukum memberikan hak kepada orang tersebut untuk mengelola tanah itu. Hal ini berarti bahwa kepentingan orang itu atas tanah yang dimilikinya mendapat perlindungan hukum. Perlindungan tersebut bukan hanya menyangkut kepentingan orang tesebut, melainkan juga terhadap kehendak orang itu atas tanah tersebut, apakah mau dijual, diberikan atau diwariskan kepada orang lain.

(20)

dimaksudkan justru untuk menjaga supaya tidak terjadinya kesewenang-wenangan penggunaan hak atau membatasi pelaksanaan hak. Misalnya, setiap orang mempunyai hak untuk membuat bangunan (rumah) sesuai dengan seleranya, tetapi tidak boleh menggangu kenyamanan, ketentraman, dan keindahan tetangga maupun masyarakat pada umumnya. Demikian pula dalam hal kebebasan dalam bernegosiasi, di mana setiap orang berhak untuk bernegosiasi, tetapi wajib mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dan tidak boleh mendirikan organisasi terlarang yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.

Bangsa Indonesia melihat hak tidak terlepas dari kewajiban. Dengan demikian, manusia Indonesia baik warga negara maupun sebagai warga masyarakat, mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban merupakan satu kesatuan, dimana setiap hak mengandung kewajiban dan begitu pula sebaliknya dalam setiap kewajiban mengandung hak yang dapat dituntut. Kedua-duanya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Negara Indonesia yang didasarkan atas paham persatuan menempatkan kewajiban dimuka sehingga kepentingan umum, masyarakat, bangsa, dan negara harus didahulukan daripada kepentingan pribadi.

Dalam hukum adat sudah dikenal hak dan kewajiban setiap individu

terhadap dirinya, keluarga, masyarakat, dan negara. Menurut Soepomo, dalam hukum adat Indonesia, yang premer bukan individu tetapi masyarakat. Oleh karena itu, hak dan kewajiban manusia dalam hukum adat disesuaikan dengan kedudukan manusia pribadi sebagai anggota masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan dan harus selalu digandeng, dengan maksud untuk memelihara ketertiban, keamanan, dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Jaminan hukum atas hak-hak warga Negara yang dimuat dalam UUD 1945, yaitu sebagai berikut.

1. Hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan

(21)

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali”. Pasal 27 ayat (1) merupakan pengakuan dan jaminan hak yang sama teradap semua warga negara dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini berarti semua warga negara, baik pejabat maupun bukan penjabat, baik kaya maupun miskin, harus mendapat perlakuan sama dalam hukum. Misalnya, setiap pelaku kejahatan tanpa memandang jabatan atau status sosial harus diberi sanksi hukum. Demikian pula dalam bidang pemerintahan, diamana setiap orang berhak menjabat suatu suatu jabatan pemerintahan asalkan memenuhi persyaratan untuk jabatan itu. Misalnya, untuk dapat dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia harus orang Indonesia asli.

2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

Pasal 27 ayat (2) berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini merupakan pengakuan bahwa setiap warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa memandang suku, ras, dan agama berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Semangat dan isi Pasal 27 ini merupakan pengalaman sila kedua, keempat, dan kelima dari Pancasila.

3. Hak atas kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Hak ini diatur dalam Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal ini merupakan pengakuan dan jaminan hak kemerdekaan untuk menyatakan pikiran atas pendapat dan hak mendirikan perkumpulan dan berserikat.

Dalam bidang politik, pasal ini diatur kemudian dalam undang-undang nomor 1 tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; undang-undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya; serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi masa (ORMAS).

(22)

mengeluarkan pikirannya, namun harus bertanggung jawab (pers yang bebas dan bertanggung jawab).

4. Hak atas kebebasan memeluk beragama dan beribadat

Hak ini diatur dalam pasal 29 ayat (2) yang berbunyi “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercanyaannya itu”. Pasal ini memberikan kebebasan kepada setiap penduduk termasuk di dalamnya warga negara untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercanyaannya masing-masing.

Berdasarkan Pasal 29, jelas bahwa negara Indonesia merupakan negara yang beketuhanan Yang Maha Esa (negara religius), tetapi bukan negara teokrasi (berdasarkan satu agama).

Kebebasan memeluk agama merupakan salah satu hak yang paling asasi di antara hak-hak asasi manusia karena kebebasan beragama itu langsung bersumber pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kebebasan beragama bukan pemberian negara atau golongan karena beragama berdasarkan pada keyakinan sehingga tidak dapat dipaksakan.

Semangat dan isi Pasal 29 ayat (2) ini merupakan pengamalan sila

pertama, kedua, dan keempat sebab kesadaran beragama merupakan perwujudan keyakina terhadap tuhan YME, pengakuan kesamaan hak manusia atas dasar asas kemanusiaan yang adil dan beradab, serta persamaan hak melaksanakan peribadatan merupakan wujud atas demokrasi atau kerakyatan.

5. Hak ikut serta dalam membela negara

(23)

6. Hak Mendapat Pengajaran

Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Tiap-tiap warga negara

berhak mendapatkan pengajaran”. Pasal ini merupakan pengakuan setiap warga negara untuk mendapatkan pengajaran. Dalam hal ini setiap warga segera diberi kebebasan memilih jalur dan jenis pendidikan yang disukainya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing. Untuk menampung bakat dan minat warga negara dalam pengajaran/pendidikan, pemerintah dan non-pemerintah telah mendirikan sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan luar sekolah.

Pengaturan lebih lanjut Pasal 31 ayat (1) ini, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang Nomor 2 Tahun1989 tentang sistem pendidikan nasional yang kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah nomor 27, 28, dan 30 tahun tahun 1990, serta PP nomor 72 dan 73 tahun 1991.

7. Hak dipelihara oleh negara

Pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak

yang terlantar dipelihara oleh negara”. Pasal ini merupakan hak khusus bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar untuk dipelihara oleh negara. Untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar, pemerintahan dan pihak perseorangan atau swasta

telah mendirikan panti-panti asuhan.

(24)

Dengan demikian, dalam setiap hak warga negara yang diatur dalam UUD 1945 dan undang-undang seperti diuraikan diatas, terdapat kewajiban-kewajiban warga negara.

Kewajiban-kewajiban warga negara/penduduk Indonesia yang secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut.

1. Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan

Dalam Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak adanya kecualinya. Berdasarkan pasal ini, setiap warga negara wajib untuk mentaati peraturan tanpa kecuali. Semua peraturan yang dikeluarkan oleh negara wajib ditaati oleh setiap warga negara agar terwujud masyarakat, bangsa dan negara yang aman dan tertib. Kewajiban untuk patuh pada hukum bersifat memaksa artinya barang siapa yang melanggar hukum akan mendapat saksi sesuai dengan jenis pelanggaran/kejahatannya.

Tuntutan patuh pada aturan bukan hanya dalam aspek kehidupan politik tapi juga dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, Hankam, dan agama serta dalam lingkungan kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat khusus di sekolah, setiap siswa berkewajiban untuk mematuhi tata tertib sekolah, misalnya, masuk dan pulang tepat pada waktunya, berpakaian seragam dan lengkap,

membayar SPP tepat pada waktunya.

Di samping itu, setiap warga Negara berkewajiban untuk menjunjung pemerintahan dan patuh terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah serta pemerintahan setempat. Misalnya, kewajiban bagi setiap penduduk untuk memiliki KTP, kewajiban untuk memakai helm bagi pengendara dan penumpang sepeda motor.

2. Kewajiban membela negara

(25)

Hak dan kewajiban membela negara lebih lanjut diatur dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia. Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa komponen kekuatan pertahanan keamanan negara terdiri atas:

a. Rakyat terlatih sebagai komponen dasar;

b. Angkatan bersenjata beserta cadangan tentara nasional Indonesia sebagai komponen utama;

c. Perlindungan masyarakat sebagai komponen khusus;

d. Sumber daya alam, sumber daya buatan, dan prasarana nasional sebagai komponen pendukung.

Di samping kewajiban-kewajiban tersebut, masih banyak kewajiban kewajiban lain warga negara/penduduk yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya, kewajiban memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi yang mendirikan bangunan; kewajiban memiliki SIM bagi yang akam mengemudikan kendaraan bermotor; kewajiban membayar pajak

C. Contoh Penerapan Jaminan Hukum Atas Hak Dan Kewajiban Warga

Negara

1. Penerapan Hak dan Kewajiban dalam Hukum

(26)

kujungan dari rohaniawan; dan sebagainya. Demikian pula dalam kewajiban hukum, bahwa seiap warga negara mempunyai kewajiban yang sama terhadap hukum. Misalnya (1) setiap warga negara wajib mematuhi aturan hukum tanpa kecuali. (2) setiap orang yang memiliki tanah dan atau bangunan berkewajiban untuk membayar pajak; (3) setiap tersangka atau terdakwa dan juga sanksi wajib memberikan keterangan yang benar dan jelas di muka pengadilan.

2. Penerapan Hak dan Kewajiban dalam Politik

Dalam kegiatan sehari-hari mungkin anda perbah melihat atau menggunakan kewajiban politik yang anda miliki. Misalnya, (1) hak memilih dan dipilih dalam Pemilihan Umum. Hak memilh dan dipilih dalam pemilihan umum diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum. Berdasarkan undang-undang tersebut setiap warga negara Indonesia yang telah tertentu berhak secara bebas memilih calon anggota-anggota badan permusyawaratan/perwakilan rakyat dan berhak untuk dipilih menjadi anggota badan permusyawaratan/ perwakilan rakyat; (2) hak menyampaikan pendapat atau pikiran baik tertulis atau lisan; (3) hak memasuki atau menjadi anggota sesuatu organisasi sosial politik (PPP, PDI, Golkar) dan organisasi massa, seperti KNPI, AMS, HMI, Pemuda Pancasila, dan sebagainya.

Selain memiliki hak politik, setiap warga negara mempunyai kewajiban dalam bidang politik yang mesti diindahkan dalam kehidupan berpolitik. Misalnya, kewajiban untuk mentaati aturan main yang berlaku dalam menyampaikan pendapat atau pikiran. Sekalipun menyampaikan pendapat atau pikiran merupakan hak politik setiap warga negara, namun mekanisme dan tata cara penyampaian pendapat atau pikiran tersebut harus mengikuti aturan main yang berlaku di negara kita.

3. Peberapan Hak dan Kewajiban dalam Pendidikan

(27)

persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan-persyaratan-persyaratan tersebut merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang calon siswa tersebut. Contoh lain, seorang siswa berhak mendapat pengajaran dari gurunya di sekolah, asal telah memenuhi persyaratan untuk mengikuti pelajaran, misalnya berpakaian rapi, berlaku sopan, mentaati peraturan (tata tertib).

4. Penerapan Hak dan Kewajiban atas Pekerjaan

Memperoleh pekerjaan merupakan hak warga negara yang dijamin oleh hukum. Untuk terpenuhinya hak tersebut, pemerintah member kebebasan kepada setiap warga negara untuk memilih jenis pekerjaan baik negeri maupun swasta. Contohnya, pada bulan September/Oktober pemerintah membuka kesempatan kepada warga negara yang memenuhi persyaratan tertentu untuk mendaftarkan diri sebagai calon pegawai negeri. Dalam hal ini pemerintah tidak pernah memaksa warga negara untuk menjadi pegawai negeri. Namun, apabila sudah diterima, setiap pegawai berkewajiban untuk mematuhi aturan yang berlaku, misalnya, patuh terhadap waktu, terhadap pimpinan, dan terhadap bidang pekerjaanya. Hak atas pekerjaan ini lebih lajut diatur dalam pasal 3 Undang-undang Pokok Tenaga Kerja Nomor 14 Tahun 1969 yang menyatakan bahwa: tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan pengjidupan yang layak bagi kemanusiaan.

5. Penerapan Hak dan Kewajiban Beragama

Setiap penduduk mempunyai hak dan kewajiban dalam kehidupan beragama atau Berketuhanan Yang Maha Esa. Misalnya, hak memilih agama atau kepercayaan yang diyakininya; hak tidak diganggu orang lain dalam menjalankan ajaran agama, misalnya kewajiban untuk beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya; dan kewajiban bertoleransi ataraumat beragama.

(28)

Secara umum, kewajiban-kewajiban warga Negara dapat dibedakan atas: a. Kewajiban terhadap Tuhan, misalnya bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa

b. Kewajiban terhadap diri sendiri, misalnya percaya pada diri sendiri; menjaga kesehatan badan pribadi; menambah ilmu pengetahuan; dan lain-lain

c. Kewajiban terhadap masyarakat/kampong tempat tinggalnya, misalnya mencintai sesama manusia, hidup toleransi, gotong royong, menjaga keamanan kampong, membuang sampah pada tempatnya

(29)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian materi, kami dapat menyimpulkan sebagai berikut.

1. Lahirnya sebuah aturan dalam kehidupan masyarakat bangsa disebabkan karena adanya kesadaran manusia yang memiliki kepentingan berbeda-beda, begitu juga dengan cara pencapaiannya sehingga agar dalam memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan hidup dan kehidupannya dapat berjalan dengan tertib maka diperlukan berbagai aturan hidup yang dinamakan norma atau kaidah sosial. Norma yang berlaku di masyarakat secara umum terbagi menjadi 4 yaitu norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma hukum.

2. Dalam kaitannya dengan pembangunan bidang hukum, pemerintah telah berusaha menata dan membentuk sistem hukum nasional yang menjamin keadilan, kepastian hukum, ketertiban, kesejahteraan, dan pengayoman kepada kepentingan nasional sebagai wujud penegakan hukum dalam kehidupan masyarakat dan negara.

3. Jaminan hukum atas hak dan kewajiban warga negara Indonesia sudah diatur

dalam pasal-pasal UUD 1945. Jaminan hukum tersebut adalah hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak atas kemerdekaan berserikat dan berkumpul, ha katas kebebasan memeluk agama dan beribadat, hak ikut serta dalam membela negara, hak mendapat pengajaran, dan hak dipelihara oleh negara.

(30)

3.2 Saran

(31)

DAFTAR PUSTAKA

http://agussiswoyo.com/kewarganegaraan/macam-macam-norma-yang-berlaku-di-masyarakat-indonesia/

http://www.invonesia.com/macam-macam-norma-dalam-masyarakat-indonesia.html

Referensi

Dokumen terkait

Berapa perlambatan yang diperlukan oleh se- buah mobil yang sedang melaju dengan kecepatan 20 meter/detik agar dapat berhenti sepenuhnya dalam jarak 50 meter?...

Hydrogenated dimer reaction product from 1-decene and 1-dodecene Tidak

Konsultasi Laporan PPL Konsultasi terkait dengan Daftar nilai yang akan diserahkan kepada Ibu arini yang harus dipenuhi bagi siswa – siswi yang belum tuntas remedial selain itu

berpengaruh positif terhadap variabel keunggulan bersaing Menggunaka n variabel yang sama Membahas lebih luas tentang ukm 5 Siti Almaidah STIE Atma Bhakti ( 2019 )

Meskipun tumbuhan tidak mempunyai sistem saraf, tetapi menunjukkan adanya kepekaan, yaitu adanya gerak respons terhadap beberapa bentuk rangsangan tertentu dengan menggerakkan

Pembuatan formulasi insektisida nabati dari limbah penyulingan nilam di Kecamatan Belik dan Watukumpul, dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan dan

[r]