• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran badan penasehat pembinaan pelestarian perkawinan dalam meminimalisir terjadinya perceraian: studi pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran badan penasehat pembinaan pelestarian perkawinan dalam meminimalisir terjadinya perceraian: studi pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN

PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi

Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ILAL PAJRI SIREGAR

NIM : 208044100001

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

i

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ILAL PAJRI SIREGAR NIM : 208044100001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(3)
(4)
(5)
(6)

v

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. xi +81.

Konflik rumah tangga tidak mungkin untuk dihindari. Setiap orang berpotensi untuk terjadinya konflik. Oleh karena itu penting untuk menjembatani hubungan antara suami dan istri yang sedang dalam konflik. Dalam hal ini Negara sebagai pihak ketiga diwakili oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) didirikan untuk mengurangi potensi semakin meningkatnya perceraian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu dpreskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan wawancara. Sedangkan data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan karya tulis ilmiah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.

Dari penelitian yang dilakukan ada tiga hal terkait dalam penelitian ini.

Pertama, peran badan penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4)

terkait dengan usaha untuk meminimalisir perkawinan sangat penting. Kedua, langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BP4 terkait upaya meminimalisir telah dilakukan baik dengan cara sosialisasi, penyuluhan, maupun advokasi. Serta melakukan seluruh kegiatan yang bersifat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan perlunya memperhatikan pentingnya institusi keluarga, dalam memajukan Negara dan agama.

Ketiga, Akan tetapi upaya ini belum bisa dilakukan secara maksimal,

sedikitnya ada lima faktor yang menjadi penghambat usaha BP4 Pertama, perkembangan globalisasi serta meningkatnya pengaruh teknologi informasi. Kedua, belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan tugas BP4 karena masih lemahnya SDM dan rendahnya komitmen pengurus, tidak tersedianya alokasi anggaran khusus (APBN & APBD), serta terbatasnya sarana dan prasarana pendukung. Ketiga, sosialisasi terhadap keberadaan dan peran BP4 masih kurang, sehingga masyarakat belum mengenal dan tidak dapat memanfaatkan pelayanan konsultasi BP4. Keempat, makin banyaknya keluarga miskin yang bermasalah dan memerlukan bantuan dan konseling. Kelima, masih lemahnya hubungan/koordinasi BP4 dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Kata kunci : BP4, mediasi, perceraian.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

ا ا ﷲ

Puji syukur kepada Allah Tuhan Seru Sekalian Alam. Tidak ada kata yang

pantas kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan baik

dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Dia lah yang pantas

dipuji dan hanya Dia lah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon

pertolongan, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam kepada “legislator” yang tidak ada tandingannya,

membuat hukum dengan kemaslahatan yang mengelilinginya, menegakkan hukum

dengan penuh kebersihan akal dan jiwa sehingga setiap keputusan sesuai tidak ada

yang menentangnya. Semoga sholawat dan salam menolong hamba pada saat

penghakiman di akhirat kelak, serta memberikan atsar semangat dan keteguhan

dalam perjuangan penulis dalam menegakkan hukum di kehidupan sehari-hari hamba.

Penulis sangat berterimakasih kepada kedua orang tua, dan seluruh keluarga

penulis yang telah mendidik dari kecil sampai sekrang. Mudah-mudahan Allah swt

melindungi dan memberikan keberkahan kepada kita sekeluarga. Amiin.

Tidak lupa, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang

turut mempengaruhi hamba dalam mendewasakan penulis, yang terhormat:

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Program Studi Ahwal

sakhsiyyah sekaligus sebagai pembimbing yang telah membimbing

penulis dalam penulisan Skripsi ini. Ibu Rusdiana, MA., Sekretaris

Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah;

3. Muhfida, SHI yang terus rela untuk kami sibukkan dalam setiap

(8)

vii

telah turut mensuport penulis sampai penulisan skripsi ini selesai ditulis.

Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak

dapat penulis tuliskan, semoga doa dan harapan kita semua dikabulkan-Nya, Amiin.

Jakarta, 1 Oktober 2014

Penulis

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……….. iii

LEMBAR PERNYATAAN ………. iv

ABSTRAK ………. v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ………. ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ……… 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 9

E. Studi Rivew Terdahulu ……… 10

F. Metode Penelitian ……… 12

G. Review Studi Terdahulu ……….. 10

H. Sistematika Penulisan ………... 14

(10)

ix

D. Alasan-alasan Terjadinya Perceraian ……… 32

BAB III: GAMBARAN UMUM TENTANG BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) A. Profile BP4 ……… 35

B. Sejarah BP4 ………... 38

C. Tujuan, Visi dan Misi BP4 ………... 42

D. KebijakanUmum BP4 ………... 43

E. Susunan Pengurus BP4 dan Program Kecamatan Pamulang ……… 49

BAB IV: ANALISA EKSISTENSI B4 DALAM UPAYA MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN (StudiPada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012) A. Deskripsi Geografis Kecamatan Pamulang ……….. 55

B. Eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian .. 56

C. Faktor penghambat pelaksanaan program BP4 ………. 61

(11)

x

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ………... 77

B. Saran-Saran ……….. 78

(12)

1

Perkawinan atau rumahtangga adalah suatu ikatan lahir dan batin antara

seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui akad nikah (ijab kabul)

dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera.

Pernikahan atau perkawinan merupakan sunnatullah yang artinya perintah

Allah dan Rasul-Nya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia atau hawa

nafsu saja, karena seorang yang telah berumah tangga berarti ia telah menjalankan

sebagian dari syariat agama Islam.1

Pengertian istilah perkawinan lebih luas dari istilah pernikahan. Jika

pernikahan merujuk pada sebuah ikatan yang dilakukan atau di buat oleh pihak

suami dan istri untuk hidup bersama, dan atau merujuk pada sebuah proses dari

ikatan tersebut, perkawinan merujuk pada hal-hal yang muncul terkait dengan

proses, pelaksanaan dan akibat dari pernikahan.2 Dengan demikian, perkawinan mencakup bukan saja syarat dan rukun pernikahan dan bagaimana pernikahan

1Sidi Nazar Bakhry, “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” (tt: Pedoman Ilmu

Jaya, 2001), Cet 1, h.2.

2Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam

lingkungan Peradilan Agama, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Jakarta:

(13)

2

harus dilakukan, tetapi juga masalah hak dan kewajiban suami istri, nafkah,

perceraian, pengasuhan anak, perwalian dan lain-lain.3

Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari perkawinan merupakan

sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan

maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah

sebagai jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan

melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya

yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.4

Pengertian tersebut hanya melihat dari satu sisi saja yakni kebolehan

hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang

semula dilarang menjadi dibolehkan.5Meskipun demikian, hukum perkawinan Islam bagi kaum muslimin memperoleh jaminan tetap berlaku, sebagaimana dapat

dipahamkan dengan jelas dari pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Perkawinan dan

yang diisyaratkan dalam banyak pasal Undang-Undang. Hal ini sejalan pula

dengan jaminan pada pasal 29 UUD 1945 yang bersumber kepada sila Ketuhanan

Yang Maha Esa pada dasar falsafah Negara Pancasila.6

3Euis Nurlaelawati, Kapita Selekta Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011), h.73.

4Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr,1983), cet.ke-4, jilid 2, h.5.

5

Baharuddun Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jambi: Syari’ah Press IAIN STS, 2008), cet.I, h.54.

6Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2010), cet. Ke-12,

(14)

Al-Quran menyatakan perkawinan sangat dianjurkan kepada hambanya

yang beriman dan telah memenuhi syarat untuk melaksanakan perkawinan, dalam

rangka untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya. Karena pada dasarnya manusia

adalah makhluk yang diciptakan Allah membutuhkan pendamping hidup sebagai

makhluk ciptaan lainnya. Allah telah menjanjikan kepada hambanya yang

melaksanakan perkawinan akan memberikan anugerah yang berlipat ganda.

Pada prinsipnya hukum perkawinan di Indonesia menganut asas

monogami. Dengan demikian tidak boleh seorang laki-laki atau perempuan

memiliki pasangan lebih dari satu. Walaupun demikian seorang suami masih

dimungkinkan untuk melakukan poligami jika pihak yang bersangkutan telah

benar-benar mampu memenuhi persyaratan untuk beristri lebih dari seorang

seperti sang suami punya kemampuan dan sanggup berlaku adil, sedangkan sang

istri tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai istri yang baik.7

Keharmonisan dalam suatu rumah tangga yang mawadah warahmah

merupakan impian dan cita-cita setiap pasangan suami isteri. Di awal kehidupan

berkeluarga, sepasang suami istri memandang bahtera rumah tangga mereka

dengan kaca mata emas, penuh keindahan, cinta dan harapan. Dengan berbekal

pengalaman hidup masing-masing, mereka memasuki gelanggang kehidupan baru

yang masih asing. Sejuta harapan untuk mewujudkan suatu keluarga yang

7Sidi nazar Bakhry, “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” (pedoman Ilmu

(15)

4

sejahtera, saling menyayangi dan abadi selalu terucap manis disaat bersanding,

sebagai “cita-cita indah bersama” mereka.8

Perkawinan disyaratkan dalam Islam adalah untuk mewujudkan keluarga

yang sakinah dengan landasan mawaddah warahmah. Namun demikian, tidak

jarang pasangan suami istri yang telah terikat dalam tali perkawinan tidak bisa

mewujudkan keluarga yang sakinah. Realita di masyarakat banyak juga pasangan

suami istri menjalani kehidupan rumah tangga mereka dengan tidak harmonis,

yang ujungnya berkakhir dengan perceraian.

Ditinjau dari segi yuridis, ikatan perkawinan akan menimbulkan suatu

hubungan hukum yang bersifat hak dan kewajiban antara suami dan istri secara

timbal balik, selain hal tersebut juga merupakan suatu perbuatan keagamaan yang

erat sekali hubungannya dengan kerohanian seseorang, sebagai salah satu masalah

keagamaan maka setiap agama di dunia ini mempunyai peraturan tersendiri

tentang perkawinan. Sehingga pada prinsipnya diatur dan harus tunduk pada

ketentuan-ketentuan ajaran agama yang di anut oleh mereka yang akan

melangsungkan perkawinan.9

Sehingga masalah hak dan kewajiban suami istri merupakan tindak lanjut

dari kehidupan keluarga yang didirikan atas landasan cinta dan kasih sayang.

Dengan satu kesadaran, masing-masing pihak (suami-istri) menyadari bahwa

8Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili, “Perceraian salah siapa?” Bimbingan Islam

Mengatasi problematika Rumah Tangga ( Jakarta: Lentera, 2001).

9Abdurrahman dan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung:

(16)

antara pria dan wanita mempunyai perbedaan-perbedaan secara alami baik

fisiologi (fungsi fisik), psikologi, maupun fungsi. Karena itu hak dan kewajiban

suami istri harus didirikan di atas prinsip-prinsip itu.10

Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan akad pernikahan adalah

saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai, dan

menghormati satu dengan lainnya. Sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita

yang diinginkan.

Ada beberapa tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan

disyariatkannya perkawinan dalam Islam, di antaranya adalah untuk tercapainya

rasa tentram dan kasih sayang antara pasangan yang melangsungkan perkawinan,

sebagaimana disyariatkan dalam surat al-Ruum ayat 21. Tujuan lainnya adalah

untuk memelihara pandangan mata dan menjaga kehormatan diri dan untuk

mendapatkan keturunan yang sah serta sehat jasmani, rohani, maupun sosial, juga

mempererat silaturahmi serta untuk mencapai masa depan individu dan keluarga

yang lebih baik.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pasangan suami istri yang

memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga sejahtera, perlu

meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina

kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama yang dianutnya dan ketentuan

masyarakat.

10

(17)

6

Berbicara mengenai badan atau lembaga yang berperan dan berkiprah

seperti halnya di atas, maka diharapkan pula bahwa suatu badan atau lembaga itu

adalah suatu wadah yang dapat dijadikan suatu wacana atau tempat untuk

mendapatkan pendidikan, bimbingan dan penataran. Sebagai gambaran atau

pengajaran bagi calon pasangan suami istri untuk rumah tangganya yang akan

mereka lalui bersama sebagai anggota masyarakat yang baru.

Dalam kehidupan masyarakat kita terdapat suatu badan yang oleh

pemerintah diberi wewenang ikut andil menyelesaikan persoalan rumah tangga

dari masyarakat muslim yang kenal dengan istilah BP4 (Badan Penasehatan

Pembinaan Pelestarian Perkawinan) dan diharapakan badan tersebut dapat

memberikan bantuan kepada pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dari

sebuah perkawinan yaitu perkawinan yang sakinah, mawaddah, warahmah.

BP4 juga mempunyai fungsi dan tugasnya yaitu mendamaikan suami istri

yang berselisih dan memberikan nasehat atau bimbingan sebelumnya bagi calon

pasangan suami istri yang akan melangsungkan perkawinan. Badan ini telah

mendapat pengakuan resmi dari pemerintah sejak dikeluarkannya SK Menteri

Agama No.85 Tahun 1961, yang menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan

yang berusaha pada bidang penasehatan perkawinan dan pencegahan

perkawinan.11

11Muchtar Zubaidah, fungsi dan Tugas BP4;Nasehat perkawinan Dan Keluarga, (Jakarta:

(18)

Sebagai konsultan penasehat keluarga tentu saja tantangan yang dihadapi

BP4 adalah bagaimana memberi pelayanan sebaik mungkin, baik dari memahami

persoalan yang dihadapi oleh pasangan suami istri atau menggunakan

tenaga-tenaga yang profesional dalam bidang konsultasi dan bimbingan penyuluhan

keluarga dan perkawinan, sehingga mampu berjalan efektif dalam menjalankan

tugas-tugasnya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis terdorong untuk

mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul:

“PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN

PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA

PERCERAIAN (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan)”

B. Indetifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas memberikan gambaran bahwa negara

mengambil peran dalam meminimalisir persoalan perkawinan dengan mendirikan

lembaga yang disebut dengan Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian

Perkawinan atau Bp4. Oleh karena itu di sini penulis beberapa permasalahan yang

terkait dengan pembahasan di atas, sebagai berikut:

1. Bagaiamana peran Bp4 dalam meminimalisir permasalahan perkawinan

(19)

8

2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan BP4 dalam meminimalisir

perceraian?

3. Apa yang menjadi faktor penghambat kinerja BP4 dalam meminimalisir

angka perceraian?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar

pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok

permasalahan. Disamping itu juga untuk mempermudah melakukan

penelitian. Oleh sebab itu, penulis membatasi dengan hanya membahas

permasalahan tentang bagaimana eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir

terjadinya perceraian khususnya pada BP4 di kecamatan Pamulang kota

Tangerang Selatan dan hanya membahas pada tahun 2011 sampai dengan

tahun 2012.

2. Perumusan Masalah

Berangkat dari masalah tersebut peneliti merumuskan permasalahan

dengan pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana peran BP4 Kecamatan Pamulang dalam meminimalisir

terjadinya perceraian ?

b. Langkah- langkah apa saja yang diambil oleh BP4 dalam meminimalisir

(20)

c. Faktor-faktor apa saja yang menghambat BP4 Kecamatan Pamulang

dalam melakukan pencegahan terjadinya perceraian?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan yang telah

disebutkan di atas maka tujuan sebuah penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui perana BP4 Kecamatan Pamulang dalam

meminimalisir terjadinya perceraian.

b. Untuk mengetahui dampak progam BP4 Kecamatan Pamulang dalam

mencegah terjadinya perceraian.

c. Untuk mengetahui faktor penghambat BP4 Kecamatan Pamulang dalam

melakukan pencegahan terjadinya perceraian.

2. Manfaat penelitian

Apabila tujuan penelitian bisa tercapai dan rumusan masalah dapat

terjawab dengan baik, maka penelitian diharapakan dapat member manfaat

baik. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pandangan tokoh masyarakat terhadap pentingnya BP4

terhadap upaya pembetukan keluarga sakinah.

b. Mengetahui perkembangan progam-progam yang dilaksanakan BP4 dan

seberapa pengaruhnya progam BP4 terhadap upaya pembentukan keluarga

(21)

10

c. Sebagai bahan untuk menambah wawasan, memperdalam dan memperluas

keilmuan mengenai hokum keluarga dan hokum perkawinan Islam.

E. Studi Review Terdahulu

Dalam penulisan karya ini penulis menemukan data yang berhubungan

dengan BP4, untuk menentukan arah dalam pembahasan skripsi ini, penulis

menelaah skripsi yang membahas tentang judul yang akan penulis kemukakan

dalam penulisan skripsi:

1. Dhoni Setiawan menyusun skripsinya yang berjudul “Peran Badan Penasehat

Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam mencegah terjadinya

perceraian” yang ditulis pada tahun 2006. Skripsi tersebut hanya membahas

keberadaan BP4 Kecamatan Pamulang sangat besar, namun dewasa ini

keberadaan BP4 Kecamatan Pamulang hanya “wujuduhu kaadamihi” yaitu

ada tapi seperti tidak ada. Dikarenakan kurangnya peran BP4 kecamatan

pamulang untuk memaksimalakan keadaan, karena BP4 masih dalam naungan

KUA. Dan dalam skripsinya juga dia memaparkan tentang upaya BP4

kecamatan pamulang yaitu, pemberian nasehat perkawinan kepada calon

pengantin, memberikan informasi tentang kehidupan rumah tangga,

memberikan ceramah agama, dan memperkecil angka pernikahan dibawah

(22)

2. Kemudian skripsi yang ditulis Nurjamil dengan judul: ”Peran BP4 dalam

mensukseskan perkawinan di Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis

Jawa Barat” yang ditulis pada tahun 2004. Menggambarkan tentang

keberhasilan BP4 Kecamatan Cijeungjing dalam meminimalisir angka

perceraian, namun peran ulama setempatlah yang paling besar pengaruhnya

dalam keberhasilan tersebut. Penulis juga memaparkan kendala-kendala yang

dihadapi BP4 yaitu, masyarakat menginginkan masalah yang praktis sehingga

merasa cukup untuk mendapatkan nasehat ketika akad nikah saja, kemudian

kurangnya SDM di Kecamatan Cijeungjing itu sendiri.12

3. Hal serupa juga dilakukan Rahmi yang mengambil judul skripsi: ”Peran BP4

dalam membentuk keluarga sakinah (Studi Kasus BP4 Kebayoran Lama)”

yang ditulis pada tahun 2004. Di sini ia menulis usaha-usaha BP4 dalam

pembentukan keluarga sakinah di antaranya: memberikan penataran kepada

calon pengantin yang dilaksanakan 3 kali dalam sebulan, kemudian

memberikan buku saku Hukum Munakahat secara Cuma-Cuma kepada calon

pengantin, memberikan nasehat, danpemecahan masalah dalam kehidupan

rumah tangga, serta meningkatkan mutu pernikahan.

Yang membedakan dari ketiga skripsi di atas dengan penelitian skripsi

yang akan penulis bahas adalah bahwa penulis membahas eksistensi dari pada

BP4 dalam meminimalisir terjadinya perceraian, serta membahas bagaimana

12 Nurjamil,”Peran BP4 Dalam mensukseskan perkawinan dikecamatan Cijeungjing

(23)

12

dampak progam yang dilaksanakan BP4 dalam mencegah terjadinya perceraian

yang dilakukan BP4 Kecamatan Pamulang pada tahun 2011 hingga 2012 saja.

F. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif

analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif.13 Metode deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan analisis terhadap

kenyataan dilapangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian yang menggunakan

pendekatan kualitatif yaitu Prosedur Penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang atau perilaku yang

diamati.

2. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder yaitu:

a. Data Primer

Data primer: Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan, peraturan pemerintah No.9 tahun 1975 tentang

pelaksanaan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan,

13 Lexy J. Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdayarya,

(24)

keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 3 Tahun 1999 tentang

pembinaan keluarga sakinah, keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan

Haji Nomor D/77/1999 tentang petunjuk pelaksanaan pembinaan gerakan

keluarga sakinah, Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang

Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, Surat Keputusan Menteri Agama

RI No. 85 Tahun 1961.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan

mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan

dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah

Al-Quran, Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-Undang, Kompilasi Hukum

Islam, serta peraturan-pearturan yang erat kaitannya dengan masalah yang

diajukan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Agar didalam penelitian ini penulis mendapatkan hasil yang sesuai

dengan apa yang akan diteliti, maka tekhnik yang digunakan adalah library

research dan wawancara. Wawancara merupakan alat re-cheking atau

pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya.Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif

adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview)

(25)

14

Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau

orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan

sosial yang relatif lam.14 Adapun koresponden yang akan diwawancarai adalah kepala BP4 kecamatan Pamulang dan para tokoh masyarakat.

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini menggunakan pedoman

penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan dalam penulisan skripsi ini, terdiri dari lima bab

dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I. PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menjelaskan pendahuluan

yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skipsi ini

dengan menguraikan tentang: latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, studi review

terdahulu, serta sistematika penulisan.

Bab II. KONSEP DASAR PERCERAIAN Bab ini menjelaskan tentang;

konsep dasar perceraian yang akan memberikan gambaran tentang: pengertian

14

(26)

perceraian dan dasar hukumnya, macam-macam perceraian, sebab akibat

terjadinya perceraian dan faktor pengganggu keharmonisan keluarga dan yang

menyebabkan terjadinya perselisihan.

Bab III. TINJAUAN UMUM TENTANG BP4 bab ini berisikan tentang

gambaran umum tentang badan penasehat pembinaan dan pelestarian perkawinan

(BP4) terdiri dari; Sejarah BP4, Visi dan Misi BP4, kebijakan umum BP4 dan

Struktur organisasi dan tugas-tugas BP4.

Bab IV. TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN Bab ini berisikan

tentang analisis eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian

terdiri dari; Deskripsi geografis kecamatan Pamulang, eksistensi BP4 dalam

upaya meminimalisir terjadinya perceraian, faktor penghambat pelaksanaan

program BP4, pandangan masyarakat terhadap eksistensi BP4 dan analisa penulis

terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian.

Bab V. PENUTUP bab akhir ini berisi penutup, yang terdiri dari

kesimpulan dan saran-saran serta akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan

(27)

16 BAB II

TIJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN A. Pengertian perceraian

Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara suami dan istri untuk

membentuk keluarga yang sakinah, berlandaskan mawaddah dan rahmah.

Walaupun demikian bukan berarti setiap pernikahan yang dilaksanakan akan

tercipta keluarga yang sakinah. Ada juga pernikahan yang berakhir pada

perceraian. Secara sederhana perceraian adalah proses putusnya hubungan suami

istri. Kalau kita menggunakan logika hukum perjanjian, maka perkawinan adalah

ikatan atau kesepakatan. Ketika kesepakatan itu tidak berjalan dengan sesuai

harapan maka terjadi putusnya perikatan, dalam istilah hukum perkawinan yang

di kenal dengan perceraian.

Perceraian terjadi dalam dua kondisi. Perceraian masih hidup dan

percerarian karena kematian. Perceraian karena matinya suami atau istri

merupakan perceraian yang alami. Semua orang yang telah menikah pada

akhirnya akan bercerai karena kematian. Sedangkan perceraian dalam keadaan

masih hidup dapat terjadi karena permohonan talak oleh suami atau karena

gugatan oleh istri.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “cerai” diartikan “pisah, putus

(28)

“perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan, atau proses,

perbuatan, cara menceraikan”.1

Untuk masing-masing pengertian dan macam-macam perceraian akan

dijelaskan pada sub bab selanjutnya.

B. Dasar Hukum Perceraian

Perceraian bukan perbuatan illegal atau perbuatan yang dilarang oleh

hukum. Bercerai baik dalam pandangan hokum Islam maupun menurut

undang-undang perkawinan diperbolehkan, selama sesuai dengan alasan-alasan yang

dibenarkan oleh aturan. Berikut beberapa dasar hukum yang menjadi alasan

diperbolehkannya perceraian.

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 38 sampai

dengan pasal 41.

2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

pasal 113 sampai dengan pasal 148.

Selain dari ketentuan peraturan perundang-undangan di atas. Islam juga

memandang bahwa percerain bukan suatu perbuatan yang diharamkan,

sebagaimana yang terdapat dalam Alquran dan Hadis Nabi saw. Berikut beberapa

kutipan ayat dan Hadis:

1 .

َﺗﺮَﻣ ُق َﻼﻄﻟا

اوُﺬُﺧْﺄَﺗ ْنَأ ْﻢُﻜَﻟ ﻞِﺤَﻳ َﻻَو ٍنﺎَﺴْﺣِﺈِﺑ ٌﺢﻳِﺮْﺴَﺗ ْوَأ ٍفوُﺮْﻌَﻤِﺑ ٌكﺎَﺴْﻣِﺈَﻓ ِنﺎ

َدوُﺪُﺣ ﺎَﻤﻴِﻘُﻳ ﻻَأ ْﻢُﺘْﻔِﺧ ْنِﺈَﻓ ِﻪﻠﻟا َدوُﺪُﺣ ﺎَﻤﻴِﻘُﻳ ﻻَأ ﺎَﻓﺎَﺨَﻳ ْنَأ ﻻِإ ﺎًﺌْﻴَﺷ ﻦُﻫﻮُﻤُﺘْﻴَـﺗآ ﺎﻤِﻣ

1 Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, cet V, (Bandung: CV Pustaka

(29)

18

ﺎَﻤﻴِﻓ ﺎَﻤِﻬْﻴَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ ِﻪﻠﻟا

ﺪَﻌَـﺘَـﻳ ْﻦَﻣَو ﺎَﻫوُﺪَﺘْﻌَـﺗ َﻼَﻓ ِﻪﻠﻟا ُدوُﺪُﺣ َﻚْﻠِﺗ ِﻪِﺑ ْتَﺪَﺘْـﻓا

َنﻮُﻤِﻟﺎﻈﻟا ُﻢُﻫ َﻚِﺌَﻟوُﺄَﻓ ِﻪﻠﻟا َدوُﺪُﺣ

) .

ةﺮﻘﺒﻟا

/

2

:

229

(

Artinya: ”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya . Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 229).

2 .

ﺎَﻤُﻬْـﻨَﻋ ُﻪﻠﻟا َﻲِﺿَر َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑ ِﻪﻠﻟا ِﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ

:

ٌﺾِﺋﺎَﺣ َﻲِﻫَو ُﻪَﺗَأَﺮْﻣا َﻖﻠَﻃ ُﻪﻧَأ

ِﺪْﻬَﻋ ﻰَﻠَﻋ ،

ُﷲا ﻰﻠَﺻ ِﻪﻠﻟا َلﻮُﺳَر ِبﺎﻄَﺨﻟا ُﻦْﺑ ُﺮَﻤُﻋ َلَﺄَﺴَﻓ ،َﻢﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﻠَﺻ ِﻪﻠﻟا ِلﻮُﺳَر

َﻢﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﻠَﺻ ِﻪﻠﻟا ُلﻮُﺳَر َلﺎَﻘَـﻓ ،َﻚِﻟَذ ْﻦَﻋ َﻢﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ

:

»

،ﺎَﻬْﻌِﺟاَﺮُـﻴْﻠَـﻓ ُﻩْﺮُﻣ

ْﻜِﺴْﻤُﻴِﻟ ﻢُﺛ

ْنِإَو ،ُﺪْﻌَـﺑ َﻚَﺴْﻣَأ َءﺎَﺷ ْنِإ ﻢُﺛ ،َﺮُﻬْﻄَﺗ ﻢُﺛ َﺾﻴِﺤَﺗ ﻢُﺛ ،َﺮُﻬْﻄَﺗ ﻰﺘَﺣ ﺎَﻬ

ُءﺎَﺴﻨﻟا ﺎَﻬَﻟ َﻖﻠَﻄُﺗ ْنَأ ُﻪﻠﻟا َﺮَﻣَأ ﻲِﺘﻟا ُةﺪِﻌﻟا َﻚْﻠِﺘَﻓ ،ﺲَﻤَﻳ ْنَأ َﻞْﺒَـﻗ َﻖﻠَﻃ َءﺎَﺷ

«

2

Artinya: “Dari Abdullah ibn ‘Umar Ra. Ibn ‘Umar menalak istrinya yang

sedang haid pada masa Rasulullah. Umar ibn Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab “perintahkan ia untuk balik kepada istrinya, sampai istrinya tersebut suci dari haid, kemudian haid lagi dan suci lagi. Kalau dia (Ibn ‘Umar) ingin istrinya tersebut maka bertahanlah, tapi kalau tidak maka talaklah ia sebelum menyetubuhinya. Itulah ‘iddah istrinya yang ditalak.

3 .

لﺎﻗ ،ﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﷲا ﺪﺒﻋ ﻦﻋ

:

ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ

:

»

ﺾﻐﺑأ

قﻼﻄﻟا ﷲا ﻰﻟإ لﻼﺤﻟا

«

3

Artinya: “Dari ‘Abdullah ibn ‘Umar bercerita, “Rasulullah saw bersabda:

Halal yang paling tidak disukai Allah adalah Talak”.

2 Bukhari, Shohih Bukhari, Juz 7. (Mesir: Dar al-Thûq al-Najah, 1422 H), h.41.

(30)

Demikian beberapa kutipan Alquran dan Hadis yang menjelaskan

perihal kebolehan melakukan perceraian dengan segala akibat hukumnya.

C. Macam-macam Perceraian

Dalam Hukum Islam dikenal beberapa macam perceraian yaitu talak,

khulû’, zihâr, ila’, dan li’ân.

1. Talak

a. Pengertian talak

Talak berasal dari kata ithlâq yang berarti melepaskan atau

meninggalkan. Dalam istilah agama, talak berarti melepaskan ikatan

perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.4 Sedangkan menurut

istilah syarak, ada beberapa defenisi yang dilontarkan oleh beberapa ulama

yaitu:

Abdurrahman al-Jaziri:

ٍصْﻮُﺼْﺨَﻣ ٍﻆْﻔَﻠِﺑ ِﻪﻠِﺣ ُنﺎَﺼْﻘُـﻧ ْوَأ ِحﺎَﻜﻨﻟا ُﺔَﻟاَزِإ

Artinya:

Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi (ikatan) pelepasan dengan menggunakan kata-kata tertentu.

Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya mendefenisikan talak dengan:

ِﺔﻴِﺟْوﺰﻟا ِﺔَﻘَﻠَﻌْﻟا ِءﺎَﻬْـﻧِأَو ِجاَوﺰﻟا ِﺔَﻄِﺑاَر ﻞﺣ

.

Artinya:

Talak artinya lepasnya ikatan dan berakhirnya hubungan perkawinan atau hubungan suami istri.

(31)

20

Abu Zakaria al-Anshari mengartikan talak dengan:

ِق َﻼﻄﻟا ِﻆْﻔَﻠِﺑ ِحﺎَﻜﻨﻟا ِﺪْﻘَﻋ ُﻞِﺣ

Artinya: Melepaskan ikatan nikah dengan menggunakan lafadz talak.

Dari beberapa defenisi talak di atas tersebut, maka dapat kita ambil

kesimpulan bahwa talak adalah hilangnya atau lepasnya ikatan perkawinan,

tetapi ada beberapa mainstream yang mengakibatkan perbedaan dalam

mendefenisikan arti talak. Sebagian ulama menekankan talak pada akibat

hukumnya, yaitu hilangnya hubungan suami istri dan segala sesuatu yang

berkaitan dengan hak dan kewajiban suami istri. Sedangkan sebagian ulama

lainnya berorientasi pada tindakan seseorang yang bertujuan untuk

melepaskan ikatan perkawinan dengan menggunakan lafadz tertentu.

Adapun arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan yang dikemukakan

oleh Abdurrahman al-Jaziri adalah berkurangnya hak talak bagi suami yang

mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga

menjadi dua, dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi hilang hak talak itu

yaitu yang terjadi dalam talak rajî’.

b. Macam-macam Talak

Ditinjau dari segi dijatuhkannya, talak dibagi menjadi tiga macam

yaitu: 5

1. Talak Sunnî, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan

sunnah Rasulullah SAW. Dikatakan sunni jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:

(32)

a. Istri yang ditalak sudah pernah digauli, apabila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, maka tidak termasuk talak sunni.

b. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi’iyyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid (menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau ketika istri sedang haid, semuanya tidak termasuk dalam kategori talak sunni.

c. Talak dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik dipermulaan, dipertengahan, maupun diakhir suci, walaupun beberapa saat lalu datang haid.

d. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan.

2. Talak Bid’î, yaitu talak yang dijatuhkan tidak atau bertentangan

dengan tuntutan sunnah dan tidak memenuhi syarat-syarat talak

sunnî.

Yang termasuk talak bid’î:

a. Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik

dipermulaan haid maupun dipertengahannya.

b. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi

pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci yang dimaksud.

3. Talak la sunnî wa la bid’î, yaitu talak yang tidak termasuk kategori

talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’î yaitu:

a. talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.

b. talak yang dijatuhkan terhadap istri yang pernah haid, atau istri

(33)

22

c. talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.6

Adapun talak ditinjau dari tegas atau tidaknya kata-kata yang

dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak terbagi menjadi dua

macam, yaitu:

1. Talak shârih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang

jelas dan tegas. Talak dengan kata-kata yang jelas misalnya

mencakup perkataan seperti: talak, firâq, dan sarah. Demikianlah

pendapat Imam Syafi’î dan Imam Ahmad seperti disebutkan dalam

al-Qur’an. Adapun beberapa contoh talak sharih sebagai berikut:

a. engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang

juga.

b. engkau saya firâq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang

juga.

c. engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepaskan sekarang

juga.

2. Talak kinâyah, yaitu talak dengan memggunakan kata-kata sindiran

atau samara, seperti suami berkata pada istrinya:

a. Engkau sekarang telah jauh dari diriku

b. Selesaikan sendiri segala urusanmu

c. Janganlah engkau mendekati aku lagi

(34)

Mengenai kedudukan talak dengan kata-kata kinayâh ini,

bergantung kepada niat si suami. Artinya, jika suami dengan

kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka jatuhlah talak itu,

dan jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud

menjatuhkan talak, maka talak tidak jatuh.7 Sebab, maksud dari

ucapan suami tersebut tidak dapat dipahami kecuali diketahui niat

suami ketika mengucapkan kalimat tersebut.

Kemudian jika kita tinjau dari segi ada atau tidak adanya

kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi

menjadi dua macam, yaitu:

1. Talak Raj’î, yaitu talak dimana suami masih memiliki hak untuk

kembali kepada istrinya (rujuk) sepanjang istrinya tesebut masih

dalam masa iddah. Salah satu diantara syaratnya adalah bahwa si istri

sudah pernah digauli, sebab istri yang dicerai sebelum dicampuri

tidak mempunyai masa iddah, berdasarkan firman Allah SWT yang

berbunyi:

ﻟا ﺎَﻬـﻳَأ ﺎَﻳ

ﻦُﻫﻮﺴَﻤَﺗ ْنَأ ِﻞْﺒَـﻗ ْﻦِﻣ ﻦُﻫﻮُﻤُﺘْﻘﻠَﻃ ﻢُﺛ ِتﺎَﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻢُﺘْﺤَﻜَﻧ اَذِإ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬ

ًﻼﻴِﻤَﺟ ﺎًﺣاَﺮَﺳ ﻦُﻫﻮُﺣﺮَﺳَو ﻦُﻫﻮُﻌـﺘَﻤَﻓ ﺎَﻬَـﻧوﺪَﺘْﻌَـﺗ ٍةﺪِﻋ ْﻦِﻣ ﻦِﻬْﻴَﻠَﻋ ْﻢُﻜَﻟ ﺎَﻤَﻓ

.

)

ﺣﻷا

باﺰ

/

33

:

49

(

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu

(35)

24

ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya”.

(Qs. al-Ahzâb [33]: 49).

Adapun syarat lainnya adalah, talak tersebut tidak

menggunakan uang pengganti dan tidak termasuk syarat untuk

melengkapi talak tiga.8 Karena, talak merupakan hak peroregatif suami

sehingga tidak perlu ada konpensasi yang diberikan oleh istri maupun

suami.

Setelah terjadi talak raj’î maka istri wajib menjalani masa

iddah, dan apabila dikemudian hari suami ingin kembali kepada bekas

istrinya sebelum berakhir masa iddahnya, maka hal itu dapat dilakukan

dengan menyatakan rujuk, tetapi jika dalam masa iddah tersebut bekas

suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan

berakhirnya masa iddah tersebut, maka kedudukan talak berubah dari

talak raj’î berubah menjadi talak ba’in. Apabila sesudah berakhirnya

masa iddah itu suami ingin kembali, maka wajib hukumnya

melakukan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak

raj’î hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja, hal ini

berdasarkan firman Allah SWT:

8 Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqh Lima Mazhab, (terj. Dari Kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib

(36)

ٍنﺎَﺴْﺣِﺈِﺑ ٌﺢﻳِﺮْﺴَﺗ ْوَأ ٍفوُﺮْﻌَﻤِﺑ ٌكﺎَﺴْﻣِﺈَﻓ ِنﺎَﺗﺮَﻣ ُق َﻼﻄﻟا

).

ةﺮﻘﺒﻟا

/

2

:

229

.(

Artinya:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 229)

Ayat ini memberi makna bahwa talak yang disyariatkan Allah

ialah talak yang dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus,

dan bahwa suami boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah

talak pertama dengan cara yang baik, dan demikian juga dengan talak

yang kedua. Arti memelihara kembali inilah yang disebut dengan

merujuknya dan mengembalikannya ke dalam ikatan perkawinan dan

berhak mengumpulinya dengan cara yang baik. Hak merujuk hanya

terdapat dalam talak raj’î.

2. Talak Ba’in, yaitu talak yangi tidak memiliki hak untuk rujuk kepada

wanita yang ditalaknya. Mengenai talak ba’in ini. Para fuqaha telah

sependapat bahwa talak tersebut karena belum ada pergaulan, karena

adanya bilangan tertentu, dan karena adanya penerimaan ganti pada

khulû’, meski masih diperselisihkan di antara fuqahâ’, apakah khulû’

itu talak atau fasakh.9

Talak ba’in terbagi menjadi dua macam, yaitu:

9 Abdurrahman Haris Abdullah, Ibnu Rusyd: Bidayatul Mujtahid, (terj), , cet I, (Semarang:

(37)

26

a. Talak Ba’in Sughrâ, adalah talak ba’in yang menghilangkan

pemilikan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri.

Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan

bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir

masa iddahnya.

Talak Ba’in Kubrâ, yaitu talak tiga dimana dalam talak tersebut suami

tidak bisa rujuk kembali kepada bekas istrinya dan tidak boleh menikah kembali,

kecuali bekas istri tersebut telah menikah dengan laki-laki lain, dan telah

bercampur dengan laki-laki tersebut, kemudian diceraiakan laki-laki tersebut,

serta masa iddahnya juga telah habis dengan laki-laki tersebut. Dan hal ini tidak

boleh disengaja atau dibuat-buat. Akan tetapi hal ini harus berjalan dengan

sendirinya.

2. Khuluk

Khuluk yang dibenarkan dalam hukum Islam tersebut berasal dari kata

khala’a ats-tsauba yang berarti menanggalkan pakaian. Hal ini karena

perempuan sebagai pakaian laki-laki dan laki-laki pun pakaian perempuan.10

Oleh karenanya apabila seorang istri ingin melepaskan ikatan perkawinan dari

suaminya diistilahkan dengan khuluk.

Sedangkan menurut istilah syarak, khuluk adalah akad yang dilakukan

oleh suami istri untuk membebaskan istri dari pernikahan dengan syarat istri

(38)

membayarkan sejumlah harta, lalu suami menolaknya atau mengkhuluknya.11

Bisa berarti khuluk adalah tebusan yang diberikan oleh istri supaya suami

menceraikannya.

Khuluk merupakan penghormatan hukum Islam terhadap seorang istri

dengan memberi jalan kepadanya yang menghendaki perceraian dengan

mengajukan khuluk sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada suami

untuk menceraikan istrinya dengan jalan talak.

Adapun dasar hukum disyariatkannya khuluk ialah firman Allah SWT

sebagai berikut:

ِﻪِﺑ ْتَﺪَﺘْـﻓا ﺎَﻤﻴِﻓ ﺎَﻤِﻬْﻴَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ

)

ةﺮﻘﺒﻟا

/

2

:

229

.(

Artinya:

“Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” (Qs. al-Baqarah [2]: 229).

Hadis Nabi yang diriwayatkan imam al-Bukhârî dan an-Nasâ’i dari Ibnu

Abbâs yang berkata: “Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada

Rasulullah SAW, sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak mencela akhlak

dan agamanya, tetapi aku tidak ingin menjadi kafir dari ajaran Islam akibat

terus hidup bersama dengannya’. Rasulullah saw bersabda, ‘Maukah kamu

mengembalikan kebunnya (Tsabit, suaminya)?’ Ia menjawab, ‘Mau’.

Rasulullah SAW bersabda, ‘Terimalah (Tsabit) kebun itu dan talaklah ia satu

kali’.”

11 M. Abdullah Mujied dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002) cet III, h.

(39)

28

Dengan demikian, apabila istri merasa khawatir suami tidak

menunaikan kewajibannya yang telah ditetapkan oleh syariah dalam

perkawinan mereka, maka istri dapat melepaskan diri dari ikatan perkawinan

mereka dengan menyerahkan kembali seluruh atau sebagian dari harta

kekayaan yang dulu diterima dari suaminya.

Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya mengatakan bahwa khuluk hanya

boleh dilakukan apabila ada alasan yang benar. Antara lain karena suami cacat

badan, berakhlak buruk, atau tidak memenuhi kewajibannya. Sedangkan istri

khawatir akan melanggar hukum Allah. Apabila tidak ada alasan yang cukup

kuat, maka haram hukumnya bagi istri melakukan khuluk.12 Karena talak

adalah bagian dari hak peroregatif suami.

Di Indonesia, khuluk biasanya dikaitkan dengan taklik talak atau dengan

perjanjian talak yang diucapkan oleh suami disaat melangsungkan akad nikah

berlangsung. Inti perjanjian itu adalah persetujuan pihak suami untuk

menjatuhkan talaknya, apabila taklik talak itu dilanggar oleh pihak suami. Oleh

karena itu, di dalam KHI Pasal 116 huruf (g), “pelanggaran terhadap taklik

talak bias dijadikan alasan oleh istri untuk mengajukan gugatan cerai kepada

Pengadilan Agama.

Konsekuensi hukum yang ditimbulkan oleh khuluk berbeda dengan

talak yang dijatuhkan oleh suami secara bertahap. Apabila seorang istri telah

12 Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

(40)

mengkhuluk dirinya, maka secara hukum suami tidak berhak merujuki istrinya,

meskipun istrinya bersedia kembali ‘iwad (tebusan) yang telah diberikan

kepada suami sebagai syarat terjadinya khuluk. Namun suami bisa kembali

kepada bekas istrinya dengan syarat diadakannya akad nikah baru adanya

muhallil.13 Yaitu istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain dan telah melakukan hubungan suami istri dan pernikahnya telah putus dan masa

iddahnya telah selesai.

3. Zihar

Zihar berasal dari kata “adz-zahâr” yang berarti punggung.14 Dalam

kaitannya dengan suami istri, zihar adalah ucapan suami kepada istrinya yang

berisi menyerupakan istri dengan punggung ibu suami, seperti ucapan suami

kepada istrinya, “Engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku”.

Zihar ini merupakan bentuk talak di zaman jahiliyah yang

dipergunakan oleh suami yang bermaksud mengharamkan menyetubuhi

isterinya dan berakibat menjadi haramnya isteri itu bagi suami dan laki-laki

untuk selama-lamanya.

Syariat Islam datang untuk memperbaiki masyarakat, medidiknya, dan

melestarikannya menuju kemaslahatan hidup. Hukum Islam menyediakan zihar

itu berakibat hukum yang bersifat duniawi dan ukhrawi. Akibat hukum zihar

yang bersifat duniawi adalah menjadi haramnya suami menggauli isterinya

13 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih, (Bogor: Prenada Media, 2003), cet I, h.133.

(41)

30

yang dizihar samapai suami melaksanakan kafarat zihar. Sedangkan ukhrawi

adalah bahwa zihar itu adalah perbuatan dosa, dan untuk membersihkannya

wajib bertobat dan memohon ampun kepada Allah SWT.

4. Ilâ’

Menurut bahasa ilâ’ artinya “bersumpah” atau terlarang dengan

sumpah. Sedangkan menurut istilah hukum Islam ilâ’ adalah sumpah suami

yang sah untuk tidak mencampuri istrinya tanpa batas waktu atau lebih dari

empat bulan.15 Pada masa Jahiliyah, ilâ’ itu adalah talak, yaitu suami tidak

mencampuri istrinya selama setahun atau dua tahun dengan maksud untuk

menyakiti istri semata-mata.

Kemudian Islam merubahnya, dengan menetapakan waktu empat

bulan. Dalam tenggang waktu empat bulan ini suami dapat berfikir untuk

kembali atau menceraikannya. Jika suami merujuki istrinya dalam masa itu, dan

mencampuri istrinya, maka ia wajib membayar kifarat sumpah, tetapi jika ia

tidak mau rujuk setelah lewat masa empat bulan itu, maka ia harus mentalak

istrinya.

5. Li’ân

Secara harfiyah li’ân berarti saling melaknat. Secara terminologis

berarti sumpah suami menuduh istrinya berbuat zina. Sedangkan ia tidak

mampu mendatangkan empat orang saksi. Akan tetapi, apabila yang melakukan

15 Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, cet I. (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994),

(42)

penuduhan itu adalah suami terhadap istrinya dan tidak dapat mendatangkan

empat orang saksi kecuali hanya dirinya saja, maka ia harus menyampaikan

kesaksian disertai sumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa ia

benar atas tuduhannya. Kali yang kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah

atasnya bila ia berdusta dengan tuduhannya itu.

Dengan sumpahnya itu, maka suami bebas dari saksi tuduhan zina

tanpa bukti. Hal itu berarti tuduhan zina itu adalah benar. Untuk selanjutnya

istri dikenai saksi berbuat zina yaitu dera 100 kali. Apabila ia belum dicampuri

suaminya dan rajam bila ia pernah dicampuri suaminya. Akan tetapi jika istri

merasa tidak pernah berbuat zina seperti yang dituduhkan suaminya itu, maka

ia berhak membela dirinya dengan menolak sumpah suami tersebut.

Dari sumpah penolakan itu, maka si istri terlepas dari sanksi zina.

Sumpah suami dan penolakan sumpah dari istri dilakukan di hadapan

pengadilan. Dengan tejadinya saling sumpah dan saling laknat itu maka

putuslah perkawinan di antara keduanya dan tidak boleh kembali

melangsungkan perkawinan untuk selamanya. Di samping itu anak yang lahir

dari perkawinan itu tidak dinisbatkan kepada suami yang meli’an karena li’ân

itu di samping menuduh zina. Juga sekaligus memastikan anak yang dikandung

istrinya.

Adapun dalam hukum Positif yang berlakuku di Indonesia, perceraian

diatur dalam Undang-Undang RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang

(43)

32

yang berbunyi, “Perkawinan dapat putus karena: a. kematian, b. perceraian, dan

c. atas keputusan pengadilan”.

Adapun dalam KHI, putusnya perkawinan diatur dalam Bab XVI, pasal 113

yaitu: “Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian, dan c. Atas

Putusan Pengadilan”.

D. Alasan-alasan Terjadinya Perceraian

Perceraian sebagai media putusnya ikatan perkawinan bisa diakibatkan

dari beberapa faktor, yaitu kematian, perceraian dan putusan peradilan ketentuan

ini dapat ditemukan pada ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan pasal 38 jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang

Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 113 putusnya perkawinan juga

mencantumkan ketiga faktor di atas. Akan tetapi yang ingin dijelaskan di sini

bukanlah tiga di atas, akan tetapi alasan yang membolehkan orang bercerai.

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 32

ayat (2) dinyatakan bahwa “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan

bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri”. Jika

melihat ketentuan dalam pasal ini, sangat umum sekali, tidak ada batasan atau

alasan yang jelas untuk dapat memenuhi alasan cerai. Akan tetapi Peraturan

Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19 diperinci lagi menjadi enam

(44)

Sedangkan Kompilasi Hukum Islam sesuai dengan Instruksi Presiden

Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, mencantumkan

alasan-alasan perceraian tidak berbeda jauh dengan yang diatur dalam PP di atas,

bahkan kata-katanya pun sama, hanya ada dua penambahan alasan.

No PP No. 9/1975 pasal 19 KHI Pasal 116

1 Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain diluar

kemampuannya;

Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain diluar

kemampuannya;

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya

sebagai suami/isteri;

Salah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai suami atau isteri;

(45)

34

menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

7 Suami menlanggar taklik talak;

8 Peralihan agama tau murtad yang

(46)

35

A. Profil BP4

BP4 adalah singkatan dari Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian

Perkawinan yang bersifat profesi sebagai pengemban tugas dan mitra kerja

Departemen Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah. Tujuan dibentuknya

BP4 adalah untuk mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan keluarga

sakinah menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia

yang maju, mandiri, sejahtera materiil dan spirituiil.1

Sebagai lembaga semi resmi, BP4 bertugas membantu Departemen

Agama dalam meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangakan

gerakan keluarga sakinah dan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Sebagai

sebuah organisasi, BP4 senantiasa meningkatkan profesionalisme petugas dan

meningkatkan kepuasaan klien dalam melaksanakan tugas tersebut di atas. Pada

era pasca reformasi saat ini, peran BP4 sangat diperlukan untuk menciptakan

iklim yang kondusif dalam menyemangati para keluarga agar semua anggota

keluarga dapat menjalankan ajaran agama secara baik dan benar serta memiliki

1 Depag Provinsi Jawa Tengah. Modul Kursus Calon pengantin di Propinsi Jawa Timur,

[image:46.612.105.536.123.553.2]
(47)

36

nuansa akhlaqul karimah, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang sakinah

mawadah warahmah.2

Sebenarnya penasihatan perkawinan, perselisihan dan perceraian

hanyalah merupakan bagian kecil dari pembangunan keluarga. Tugas yang

membentang dihadapan BP4 adalah upaya menanamkan nilai-nilai keimanan,

ketakwaan dan akhlaqul karimah dalam lingkungan keluarga. Untuk

melaksanakan tugas besar ini, tentu BP4 perlu memperkuat organisasinya mulai

dari pusat sampai ke daerah. Kemitraaan dengan sesama LSM agama, penggalian

sumber daya manusia bahkan kerjasama dengan lembaga internasional perlu

dikembangkan untuk meningkatkan sebuah lembaga yang profesional. BP4

hendaknya menjadi tempat berkumpulnya para tokoh agama, pimpinan LSM dan

para pakar di bidang pembangunan keluarga sehingga menjadi sebuah organisasi

besar yang mandiri, tampil profesional, wibawa dan sanggup menjadi partner

pemerintah dalam pembangunan.3

Selain itu, BP4 juga bersifat profesi, sebagai penunjang tugas Departemen

Agama dalam bidang penasihatan, pembinaan dan pelestarian perkawinan

menuju keluarga yang sakinah, yang mempunyai tujuan mempertinggi mutu

perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah yang kekal menurut ajaran Islam

2 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XI,

(Jakarta: BP4 Pusat, 1998), h.1.

3 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XI,

(48)

dan berasaskan Pancasila. Penasihatan bersifat keagamaan karena tujuan BP4

adalah membantu sesama orang Islam untuk menciptakan perkawinan yang

bahagia dan membina keluarga mereka sesuai dengan ajaran agama Islam. Tugas

utama dari penasihat selama menasihati adalah memastikan kemungkinan para

penghadap masih dapat melanjutkan perkawinan mereka dan membuatnya

bahagia kembali. Sekiranya tidak mungkin lagi maka tugas berikutnya adalah

untuk membantu masing-masing pihak memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Sedangkan, penasihatan bersifat pribadi artinya para penghadap akan berbicara

jujur terbuka dengan para penasihat kehidupan mereka secara terperinci.

dalam usaha mendamaikan/ merukunkan pasangan perkawinan yang

berselisih memerlukan berbagai metode penasihatan. Metode-metode

penasihatan itu adalah:

1. Metode informasi yang sifatnya memberikan penerangan atau informasi.

2. Metode sugestif dan persuasive yaitu cara mempengaruhi klien agar bersedia

mengikuti nasihat yang diberikan.

3. Metode edukatif yaitu cara pemberian nasihat yang lebih bersifat mendidik.

4. Metode penjelasan duduk soal yaitu mengarah pada pemecahan masalah

dengan menjelaskan problem yang dihadapi klien.

5. Metode musyawarah kasus yaitu cara membicarakan kasus suatu keluarga

yang permasalahannya kompleks dengan melibatkan para pihak yang

(49)

38

6. Metode campuran yaitu gabungan dari berbagai metode sesuai dengan situasi

dan kondisi yang terjadi.

Dari berbagai metode penasihatan tersebut, petugas BP4 dapat

memanfaatkan berbagai metode yang telah dikembangkan baik metode sugestif,

edukatif, maupun metode yang lainnya sesuai dengan berat ringannya masalah

secara efektif. Dengan kata lain, berbagai metode itu dapat diterapkan

menyesuaikan dengan kasus yang dihadapi oleh klien sehingga BP4 tampil

sebagai institusi yang mampu memberikan pemecahan masalah atau setidaknya

meringankan masalah.

B. Sejarah BP4

Sejarah berdirinya BP4 bermula dari dilakukannya penilaian terhadap

statistic (1950-1954) NTR seluruh Indonesia, bahwa telah diketemukan

fakta-fakta yang menunjukkan labilnya perkawinan di Indonesia, dimana angka

cerai/thalak di banding nikah mencapai 60% sampai 70%. Hal tersebut

mendorong H.S.M. Nasaruddin Latif untuk menggerakkan lahirnya organisasi

penasehat perkawinan yang dianggapnya semacam dokter perkawinan bagi

pasangan suami-isteri. Maka pada bulan April 1954 di setiap KUA se-Jakarta

dibentuk SPP (Seksi Penasehat Perkawinan), kemudian tahun 1956 dirubah

menjadi P-5 (Panitia Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) yang

(50)

nilai-nilaiperkawinan. Hal ini mendapat sambutan luas di Depag Jatim, Kalimantan,

Lampung, dan Sumsel.4

Bersamaan dengan itu di Bandung pada tanggal 3 Oktober 1954

mendirikan BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian)

yang didukung oleh organisasi-organisasi wanita dan pemuka-pemuka

masyarakat yang menyebar ke Jateng. Langkah tersebut diikuti oleh DIY tahun

1957 dengan mendirikan BKRT (Badan Kesejahteraan Rumah Tangga) yang

menyebar ke tiap Kecamatan dan Kabupaten. Maka pada tanggal 3 Januari 1960

ke tiga organisasi tersebut melebur menjadi satu nama yang bersifat Nasional

dengan nama BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian),

yang dikukuhkan oleh Menteri Agama dengan SK Menag No. 85 tahun 1961

yang mengakui bahwa BP4 satu-satunya badan yang berusaha dibidang

penasehatan perkawinan dan pengurangan perceraian dalam rangka

melaksanakan Penetapan Menag No. 53 tahun 1958 pasal 4 angka 3 huruf f,

angka 4 huruf e dan pasal 11 angka 5 huruf a. Dengan Keputusan Menag itu BP4

adalah Badan Semi Resmi.

Pada tanggal 8 Juli 1961 yaitu ketika organisasi ini meleburkan diri

menjadi satu organisasi yang bersifat Nasional dengan nama Badan Penasihat

Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4). Dan kemudian dikukuhkan

dengan Keputusan Menteri Agama No. 85 Tahun 1961. Bahwa untuk kelancaran

4 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,

(51)

40

pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan segala

peraturan pelaksanaannya dipandang perlu untuk menegaskan kembali

pengakuan BP4 sebagai satu-satunya badan yang berusaha dibidang penasihatan

perkawinan dan pengurangan angka perceraian, maka telah diterbitkan

Keputusan Menteri Agama No. 30 Tahun 1977 tentang penegasan pengakuan

badan penasihat perkawinan, perselisihan dan perceraian. Dalam keputusan ini

telah ditegaskan bahwa kedudukan BP4 sebagai badan semi resmi pemerintah

yang bertugas membantu Departemen Agama dan Ditjen Bimas Islam di bidang

pemberian penasihatan perkawinan, perselisihan rumah tangga dan perceraian.

Keputusan Menag ini sampai saat ini belum dicabut dan masih berlaku.

Dalam upaya merespon aspirasi msyarakat sesuai dengan semangat

reformasi maka kiat BP4 adalah menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai

agama, keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah dan kehidupan sehari-hari

dalam keluarga muslim sehingga kesejahteraan materiil dan spiritual senantiasa

terus meningkat untuk mencapai keluarga sakinah yang mencerminkan

kemitrasejajaran diantara suami istri. Maka pada tahun 2003 untuk ketiga kalinya

BP4 berubah nama dari Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian

Perceraian menjadi Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.

Dengan digantinya nama diharapkan kedepan BP4 mampu melaksanakan tugas

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang maju, mandiri, sejahtera secara

(52)

Menurut data dari pelbagai sumber, ada sejumlah alasan yang mendorong

lembaga BP4. Pertama, untuk mempertinggi mutu perkawinan menurut ajaran

Islam diperlukan bimbingan dari Korps Penasehatan Perkawinan agar mampu

melaksanakan tugas untuk mewujudkan keluarga sakinah. Kedua, dalam upaya

membangun manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa tersebut, diperlukan

adanya organisasi yang baik dan teratur serta mampu mengantarkan aspirasi

masyarakat, sesuai dengan tuntunan perkembangan zaman dan kemajuan

bangsa.5

Sejarah pertumbuhan organisasi tersebut, dimulai dengan organisasi BP4

di Bandung tahun 1954. kemudian di Jakarta dengan nama Panitia Penasihatan

Perkawinan dan Penyeleseaian Perceraian (P5), di Jawa Tengah dan Jawa Timur

dengan nama BP4 tersebut di atas dan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan

nama Badan Kesejahteraan Rumah Tangga (BKRT)

Gambar

GAMBARAN UMUM TENTANG BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menyelasaikan perselisihan keluarga, BP4 sebagai lembaga penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan tidak bersifat aktif artinya BP4 tidak mencari-cari

Penyesuaian diri dibutuhkan oleh setiap orang dalam tahap pertumbuhan manapun, dan lebih dibutuhkan pada usia remaja, karena pada usia ini remaja banyak

“Mediasi ini juga dapat memberikan manfaat, seperti menjembatani perbedaan-perbedaan yaitu perbedaan- perbedaan persepsi rumah tangga dalam hal ini suami dan istri,

dampaknya terhadap keutuhan rumah tangga di Kecamatan Sumber Jaya. Upaya penasehatan yang dilakukan BP4 kepada pasangan calon pengantin. maupun keluarga yang

Dalam penelitian teknik pengumpulam data merupakan hal yang utama karena untuk mendapatkan data yang akurat selain itu tanpa teknik pengumpulan data peneliti tidak

AlhamdulillaahiRobbil’alamin Puji syukur Penulis panjatkan kepada ALLAH S.W.T atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

Sehingga kelembagaan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 tersebut resmi dan dengan kontrol dari Mahkamah Agung, maka hal ini menciptakan integrasi yang kuat

3 tidak penting yang mengancam keharmonisan keluarga karena Tuhan membenci segala sesuatu yang merugikan keluarga.8 Sebagai intuisi manusia yang hakiki, sebagaimana diindikasikan oleh