PERSYARATAN DAN ANALISIS MUTU KESERAGAMAN BOBOT DAN KADAR AIR PADA SEDIAAN OBAT TRADISIONAL
JAMU DIBALAI PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) MEDAN
TUGAS AKHIR
HANIFAH MARITO HUTASUHUT 102401055
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MAKANAN (BPOM) MEDAN
TUGAS AKHIR
HANIFAH MARITO HUTASUHUT 102401055
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot
dan Kadar Air pada Sediaan Obat Tradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Hanifah Marito Hutasuhut
Nomor Induk Mahasiswa : 102401055
Program Studi : Diploma (D3) Kimia Analis
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2013
Program Studi D3 Kimia Analis Pembimbing,
FMIPA USU Ketua,
Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Drs. Chairuddin, M.Sc
NIP. 195512181987012001 NIP. 195909171987011001
Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERSYARATAN DAN ANALISIS MUTU KESERAGAMAN BOBOT DAN KADAR AIR PADA SEDIAAN OBAT TRADISIONAL
JAMU DIBALAI PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) MEDAN
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2013
PENGHARGAAN
Tiada kata yang pertama-tama penulis ucapkan, selain puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala nikmat-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan untuk berkarya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sesuai dengan yang diharapkan dengan judul Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air pada Sediaan Obat Tradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan, dapat penulis selesaikan.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu penulis baik secara lansung maupun tidak langsung, secara moril maupun materil selama penulis belajar sampai terselesaikannya Tugas Akhir ini. Untuk selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan pengghargaan yang setinggi-tingginya atas pengarahan, bimbingan, dorongan serta bantuan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan Tugas Akhir di Kimia Analis Departemen Kimia Universitas Sumatera Utara, terutama yang terhormat:
1. Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU. 3. Ibu Dr. Emma Zaidar, M.Si, selaku ketua program studi Diploma III Kimia. 4. Bapak Sutarman selaku Dekan FMIPA USU.
5. Orangtua penulis, Ayahanda tercinta Ardi Hutasuhut, S.Pd dan Ibunda tercinta Nur’aida Nasution, S.Pd serta kakak dan adik-adik tersayang (Shofiah Wartika Hutasuhut, Dini Juwairiyah Hutasuhut dan Fatma Sri Agustina Hutasuhut) yang telah memberikan perhatian dan kasih sayangnya baik secara moril maupun materil yang tiada pernah henti sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
6. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes, Apt, selaku Manejer Mutu Balai Besar POM di Medan.
7. Seluruh staf dan para pegawai Balai Besar POM yang telah membimbing dan menyediakan fasilitas selama penulis melaksanakan kerja praktek.
8. Teman-teman dekat penulis, Julianti Tarihoran, Rafika Tri Windari, Ayu Shilvya Yona dan Dian Pratiwi.
karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan serta waktu yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan penulisan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak dan penulis khususnya. Terimakasih.
Medan, Juli 2013
Penulis
Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air Pada Sediaan Obat Tradisional
Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
1.2Permasalahan 4
1.3Tujuan Penelitian 5
1.4Manfaat Penelitian 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1.Obat 6
2.2.Sejarah Obat Tradisional 8
2.3.Standarisasi Obat Tradisional 11
2.3.1 Manfaat Standarisasi Obat Tradisional 12 2.3.2 Penetapan Standarisasi Obat Tradisional 13 2.3.3. Acuan Standarisasi Obat Tradisional 16
2.4 Penggunaan Air 17
2.4.1 Kimia Air 17
2.4.2 Ikatan Kovalen dan Ikatan Antarmolekul Air 18
2.5 Metode Destilasi Toluena 20
2.6 Jamu sebagai Obat Tradisional 22
2.6.1 Definisi Jamu 23
2.6.2 Penggolongan Jamu 24
2.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Jamu 25
2.6.4 Manfaat Jamu 27
2.6.5 Bahaya Jamu 28
2.6.6 Tips Mengkonsumsi Jamu 28
BAB 3 METODE PENELITIAN 30
3.1 Alat 30
3.2 Bahan 30
3.3 Prosedur Percobaan 31
4.1.2 Perhitungan 36
4.2. Pembahasan 40
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 46
5.1 Kesimpulan 46
5.2 Saran 47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Data Percobaan Sampel Jamu Sepet Wangi 33
Tabel 4.2 Data Percobaan Sampel Jamu Batuk Pilek 34
Tabel 4.3 Data Percobaan Sampel Jamu Napsu Makan 35
Tabel 4.4 Data Percobaan Sampel Jamu Sepet Wangi 36
Tabel 4.5 Data Percobaan Sampel Jamu Batuk Pilek 36
Tabel 4.6 Data Percobaan Sampel Jamu Napsu Makan 36
Tabel 4.7 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Sepet Wangi 40
Tabel 4.9 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Napsu Makan 41
Tabel 4.10 Hasil Uji Kadar Air 41
Tabel 4.11 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat 42
Tradisional Bentuk Serbuk
Tabel 4.12 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat 43
Tradisional Bentuk Serbuk
Tabel 4.13 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat
Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air Pada Sediaan Obat Tradisional
Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan
ABSTRAK
ABSTRACT
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jamu adalah ramuan warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan dan
dikembangkan. Selain harganya relatif murah di bandingkan dengan obat-obatan
apotik, jamu juga memiliki banyak manfaat mulai dari mencegah penyakit,
menyembuhkan penyakit bahkan mempertahankan kecantikan. Sayang sekali citra
jamu akhir-akhir ini banyak tercoreng oleh ulah sebagian orang yang tidak
bertanggung jawab sehingga banyak orang yang awalnya senang mengonsumsi
jamu berubah menjadi takut mengonsumsi jamu.
Dibalik segudang khasiatnya ternyata jamu memiliki beberapa kelemahan
misalnya perhatian terhadap jamu belum sebesar perhatian pada obat-obatan
kimia karena itu dosis tepat untuk mengonsumsi jamu belum dapat ditentukan.
Perlu diketahui, meskipun jamu lebih aman dikonsumsi jika dibandingkan dengan
obat-obatan kimia namun bukan berarti jamu boleh dikonsumsi secara
sembarangan mengingat dalam bahan alami yang digunakan untuk meramu jamu
pun juga ditemukan racun, hanya saja kadarnya lebih ringan jika dibandingkan
dengan obat alami. Kecilnya jumlah penelitian tentang jamu mengakibatkan
standar keamanan jamu belum dapat ditentukan karena itu perlu tipis dan trik
sendiri dalam mengonsumsi jamu agar tetap aman untuk kita konsumsi dan
manfaat yang maksimal dari mengonsumsi jamu bisa maksimal.
Mayoritas penggunaan bahan obat berbasis nerbal di Indonesia masih
tidak menjamin konsistensi khasiat. Salah satu tujuan standardisasi adalah
menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari obat herbal. Standardisasi
melibatkan pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis
kuantitatif metabolit sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat. Tercatat
sekitar 997 industri obat tradisional di Indonesia dan 98 diantaranya adalah
produsen dengan skala besar dan sedang. Produsen dengan skala besar dan sedang
telah mampu mengekspor produknya ke Negara lain seperti Malaysia, Singapura,
India, Pakistan, Negara-negara di Timur Tengah bahkan beberapa Negara Eropa
dan Amerika Serikat. Selain itu pula banyak sekali bahan mentah rempah dan obat
herbal diekspor ke luar negeri tanpa mengalami pengolahan.
Problem yang seringkali dihadapi adalah belum terstandarnya bahan baku
yang diperdagangkan bahkan dijumpainya kontaminan mikrobiologis pada produk
obat herbal. Ini merupakan masalah besar dan berisiko terkena dendan di Negara
tujuan. Uji klinik adalah uji senyawa kimia obat, obat herbal, ekstrak dan berbagai
sediaan pada dosis tertentu dengan target biologis manusia (atau veteriner jika
targetnya memang binatang), agar memberikan respon biologis berupa
parameter-parameter klinik perbaikan dari kondisi patalogis yang terkait dengan penyakit
tertentu. Untuk itu, semua aspek dituntut terdesain dan dikontrol dengan baik.
Respon untuk klinik sangat ditentukan oleh keajegan (konsistensi) dosis jika
jumlah zat aktif yang diberikan tidak konsisten dari waktu ke waktu apalagi
antarpenyiapan suatu batch ekstrak dengan batch ekstrak lainnya, maka
interpretasinya menjadi bias dan justru merugikan. Di sinilah peran besar
antarperlakuan. Jadi, penentuan dosis senyawa marker untuk uji klinik ekstrak
atau obat herbal sangatlah fundamental. Tempat tumbuh tanaman, penanganan
pasca panen, proses ekstraksi, penyempinan simplisia tanaman dan ekstrak juga
mempengaruhi elemen keamanan terhadap pemakai missal keberadaan logam
berat (Pb, Cd dan As), pestisida dalam tanah, udara dan air, jenis dan jumlah
mikroorganisme dan metabolit pencemar berbahaya Aspergillus dan aflatoksin,
Staphylococcus aureus dan Coliform.
Keseragaman bobot untuk produk obat tradisional diperlukan untuk
menjamin keseragaman dosis penalaran untuk masing – masing sediaan. Serbuk
tidak lebih dari dua bungkus serbuk yang masing-masing bobot isinya
menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan
dalam kolom A dan tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari
bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Kapsul
tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari
bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan
tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih
besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Sedangkan dari 20 tablet, tidak
lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu
tablet-pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang
ditetapkan dalam kolom
Keberadaan air di dalam suatu ekstrak juga mempengaruhi stabilitas bahan
beberapa analisis untuk menentukan batas minimal kadar air, zat dan jumlah
mikroba pencemar. Upaya ini disebut dengan penentuan parameter non spesifik.
Bagi pemerintah, produk yang bermutu dan aman mendukung upaya promosi
kesehatan dan mencegah bahaya terhadap rakyaknya. Untuk itu proses
standardisasi yang meliputi aspek kimiawi metabolit sekunder, jumlah cemaran
mikroba minimal, cemaran logam berat, sisa pelarut dan lain-lain sangatlah
penting karena terkait dengan efikasi dan keamanan pada konsumen. Penentuan
kualitatif dan kuantitatif senyawa yang terkait dengan aktivitas farmakologi
disebut dengan penentuan parameter spesifik. Keberadaan residu air yang cukup
tinggi menyebabkan tumbuhnya mikroba yang akan memperpendek stabilitas
ekstrak atau bentuk sediaan yang dibuat.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat karya ilmiah
yang berjudul “Persyaratan dan Analisis Mutu Keseragaman Bobot dan Kadar Air pada Sediaan Obat Tradisional Jamu di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan”.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan yang ditemukan dalam melakukan analisa ini adalah:
1. Bagaimana cara mengetahui jamu yang layak dan berkualitas untuk
dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat.
2. Bagaimana cara menganalisa keseragaman bobot dan kadar air secara
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari analisa ini adalah:
1. Untuk menentukan persyaratan keseragaman bobot dan kadar air pada jamu
sebagai obat tradisional.
2. Untuk mengetahui cara analisa keseragaman bobot dan kadar air pada sampel
jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan secara
laboratorium dalam penentuan kualitas jamu.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat melakukan analisa ini adalah:
1. Dapat mengetahui persyaratan keseragaman bobot dan kadar air pada jamu
sebagai obat tradisional.
2. Dapat mengetahui jamu yang berkualitas untuk dikonsumsi.
3. Dapat mengetahui cara menganalisa kadar air dan keseragaman bobot pada
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obat
Obat merupakan komponen pelayanan kesehatan yang sangat mempengaruhi
kesembuhan penyakit, serta pencegahan dari keparahan penyakit dan komplikasi
yang mungkin timbul. Di sisi lain, kesalahan pemberian obat sering berujung pada
kondisi serius hingga menyebabkan kematian. Apabila ditinjau dari sudut pandang
manajemen, pemakaian obat meliputi 30% hingga 60% biaya pelayanan
kesehatan.
Pengolahan logistik obat membutuhkan akurasi yang tinggi karena harga
bebrapa item obat sangat mahal, perputaran obat sangat bervariasi antara satu item
obat dengan item yang lain, serta secara umum obat merupakan produk yang
mudah rusak (perishable). Ada obat-obat tertentu yang harus selalu tersedia di
rumah sakit dan esensial bagi pelayanan kepada pasien. Beberapa kenyataan
tersebut menuntut sistem informasi klinis, asuhan kefarmasian, maupun
manajerial yang prima.
Dunia medis dan kefarmasian juga berkembang pesat dan kompleks
dengan dihasilkannya berbagai penemuan obat dan teknologi kedokteran sampai
tingkat molekuler. Pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien juga
mendapatkan momentumnya dalam satu dasa warsa terakhir. Farmasi sebagai
berupaya meningkatkan peranannya yang lebih signifikan kepada masyarakat,
untuk menjamin ketersedian masyarakat, untuk menjamin ketersediaan obat dan
yang berkualitas, memastikan bahwa pasien mendapatkan obat yang dapat,
dengan dosis yang sesuai, diminum dengan cara yang benar, memberikan hasil
terapi yang maksimal, dan mendapatkan efek samping yang minimal.
Pelaksanaan dispending yang benar, yang mengacu pada siklus dispensing
yang benar, sangat perlu dipahami oleh semua farmasi untuk menjamin efikasi
dan keamanan obat bagi pasien. Teknologi informasi dan komunikasi dapat sangat
membantu untuk efisiensi dan pencegahan kesalahan akibat human error pada
proses dispending dan pengelolaan obat.
Di lain pihak, makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat dan
mudahnya akses informasi melalui media membuat masyarakat lebih melek
informasi dan makin sadar akan hak-haknya sebagai konsumen, termasuk
konsumen produk dan jasa bidang kesehatan. Walaupun demikian, masih banyak
masyarakat yang menjadi korban malpraktek atau tidak memperoleh hak-haknya
secara sebenarnya.
Karena itu, Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat sangat
berkontribusi dalam memberikan hak atas informasi bagi konsumen obat.
Kesehatan merupakan modal utama setiap umat manusia dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Ketika kesehatan mulai terganggu, maka upaya pengobatan
penyakit dan banyaknya macam obat yang beredar di pasaran, menyebabkan
sulitnya dokter, farmasi maupun masyarakat dalam mencarai informasi obat
dengan cepat. Kecepatan akan pemenuhan informasi obat tentunya akan sangat
berpengaruh pada cepatnya upaya pengobatan, yang selanjutnya akan berujung
pada cepatnya proses penyembuhan. (Kusumadewi, 2011).
2.2. Sejarah Obat Tradisional
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia
yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya
namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri
farmasi secara regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah diidentifikasi dari aspek
botani sistematik tumbuhan dengan baik. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa
68% penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang
mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari
80% penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan
mereka. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat memiliki arti
penting yakni secara mendasar mendukung kehidupan maupun potensi
perdagangan.
Berbagai tanaman obat dan ribuan tanaman berpotensi obat di Indonesia
mengandung beraneka ragam jenis senyawa kimia alami. Berdasarkan
penggunaan tradisional dan berbagai penelitian ilmiah, tanaman tersebut memiliki
agen anti penyakit infeksi sampai penyakit degeneratif seperti imunodefisiensi,
hepatitis, arthritis, stroke, osteoporosis bahkan kanker.
Di sisi lain pengobatan dengan senyawa tungggal (single entity) atau
senyawa isolate murni maupun sintesis belum memberikan kesembuhan optimal
dan paripurna. Maka masyarakat berupaya untuk mencari obat alternatif, terutama
dari herbal.Minum jamu untuk mendukung kesehatan dan penggunaan bahan obat
alam terutama tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan masyarakat Indonesia
dari generasi ke generasi hingga kini. Apresiasi yang lebih tinggi terhadap bahan
alami semakin meningkat seiring dengan berbagai fakta bahwa bahan-bahan
sintetis termasuk obat sintetis memiliki efek samping yang tidak bisa dianggap
remeh.
Gaya hidup masyarakat modern “sadar alami” menjadikan jamu dan obat
herbal untuk agen promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit serta
untuk mendukung vitalitas atau mendukung kinerja harian. Beberapa anggota
masyarakat menggunakannya sebagai agen kuratif (penyembuh) namun belum
didukung penelitian ilmiah yang memadai misal untuk antikanker, antirematik,
anti asam urat atau sebagai penyembuh dengan indikasi masih belum spesifik
seperti mengobati pasca kelahiran, mengobati demam, mengobati masuk angin,
dan lain-lain. Khususnya di Indonesia, fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa
obat herbal memiliki peran penting di dalam bidang kesehatan masyarakat dalam
hal aspek pengobatan sebagai agen preventif, promotif bahkan kuratif. Untuk itu
farmakokinetika zat khasiat, penatapan mutu dan keamanan bahan baku ekstrak
yang digunakan di dalam penunjang kesehatan.
Fakta bahwa obat berbasis tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan
masyarakat, Indonesia Negara terkaya biodiversitasnya, kecendrungan orang
kembali ke alam meneguhkan peran penting tumbuhan sebagai sumber obat
bahkan berpotensi nilai ekonomi tinngi. Namun isu besar yang menjadi pemikiran
pemerintah saat ini adalah bagaimana menjamin obat yang berbasis herbal di atas
memiliki mutu yang terukur, mampu mendukung derajat kesehatan dan terjamin
keamanan terbebas dari bahan dan mikroba berbahaya serta bagaimana
menaikkan nilai ekonomi sehingga menjadi Negara produsen yang bermartabat.
Di kalangan perguruan tinggi bidang farmasi, kedokteran dan kimia,
pembelajaran dan fitoterafi dan upaya standardisasi sudah dilakukan puluhan
tahun namun output yang dihasilkan berupa dokumen lintas departemen masih
belum memadai. Walau demikian semenjak tahun 2000 pemerintah RI melalui
depkes-BPOM mulai mengintensifkan pembuatan standar dan acuan standardisasi
bahan obat alam. Hingga kini telah diterbitkan monografi ekstrak tumbuhan obat
tahun 2004 dan 2006 dan farmakope herbal yang akan diterbitkan tahun
mendatang.
Meskipun pembuatan Materia Medika Indonesia sudah dimulai sejak
sekitar tahun 1980-an, namun lebih banyak menitik beratkan pada aspek botani
dan sangat kurang dalam parameter kimiawi, mikrobiologi dan fisis sebagai
dibakukan standardisasinya baru mencapai kurang dari 60 buah (bandingkan
dengan ribuan tanaman obat dan berpotensi obat Indonesia yang belum tersentuh
secara ilmiah). Lima tahun terakhir perguruan tinggi yang berbasis kimia dan
farmasi telah intensif mulai memberikan materi pembelajaran standardisasi bahan
obat alam yang awalnya mungkin hanya mata kuliah pilihan kemudian menjadi
mata kuliah wajib.
Begitu pula ratusan industri farmasi besar dan menengah mulai
memperhatikan parameter spesifik seperti aspek senyawa apa yang bertanggung
jawab terhadap khasiat. Dengan demikian prospek dan pekerjaan standardisasi
bahan obat alam merupakan isu besar dan tantangan besar hingga 20 tahun
mendatang.
2.3. Standarisasi Obat Tradisional
Objek standarisasi adalah ekstrak tumbuhan yakni material yang diperoleh dengan
cara mencari bahan tumbuhan dengan pelarut tertentu. Kecuali dinyatakan lain
pelarut yang diperbolehkan adalah etanol. Pelarut organik lain selain metanol
memiliki potensi toksisitas yang lebih tinggi. Etanol memiliki kemampuan
mencari polaritas yang lebar mulai senyawa non polar sampai dengan polar.
Sedangkan pencari air cukup sulit diuapkan pada suhu rendah sehingga berpotensi
terdegradasinya komponen aktif atau terbentuknya senyawa lain karena
pemanasan. Ekstraksi dengan non pelarut seperti superkritikal gas diperkenankan
namun yang menjadi masalah adalah aplikasi di Indonesia untuk industri masih
Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak
kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanaya kadar air
lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak
kering memungkinkan langsung dilakukan penyerbukan dan lebih mudah
memperhitungkan kadar serta melakukan formulasi. Untuk industri yang tidak
mampu membuat serbuk sebaiknya kadar air dibuat antara 10-30% dan tidak
terlalu kental. Dengan konsistensi terlalu kental justru sangat sulit diserbukkan.
2.3.1. Manfaat Standarisasi Obat Tradisional
Tanaman obat dan rempah Indonesia mempunyai potensi besar sebagai produk
unggulan. Belum tingginya upaya lintas sektoral dan terpadu antara
swasta-pemerintah-perguruan tinggi untuk mengangkat secara sistematis natural product
Indonesia mengakibatkan banyak produk ekspor herbal yang berdaya tawar
rendah. Hingga kini Cina dan India adalah raja produk herbal di dunia, bahkan
Singapura yang merupakan Negara mungil adalah salah satu pengolah dan penjual
produk alam yang cukup besar dan Negara inilah yang menerapkan standar bagi
eksportir sehingga banyak sekali bahan mentah Indonesia yang diekspor dengan
harga cukup murah namun melalui pabrikasi dan proses di Negara bersangkutan
tersebut dijual dengan nilai yang jauh lebih tinggi.
Standardisasi adalah upaya penting untuk menaikkan nilai ekonomi
produk alam Indonesia. Dampak positif standardisasi sebenarnya menguntungkan
semua pihak yakni konsumen, pemerintah bahkan produsen sendiri. Agar bisa
produk dan jika digunakan sebagai bahan baku industri maka ekstrak tanaman
harus memiliki zat aktif atau senyawa marker pada kadar tertentu. Selain itu untuk
memastikan keamanan, ekstrak tidak boleh mengandung zat-zat yang berbahaya.
Bagi produsen akan menguntungkan dari aspek stabilitas produk, karena zat-zat
tertentu bisa mempercepat kerusakan produk yang beredar di pasaran, misalnya
kadar air yang terlalu tinggi (>10%) akan menurunkan stabilitas ekstrak. Produk
yang bermutu dengan khasiat yang konsisten dan aman akan menaikkan
kepercayaan konsumen dan klien.
2.3.2. Penetapan Standarisasi Obat Tradisional
Pemerintah adalah pemegang mandat politik untuk menjamin mutu pelayanan dan
barang yang beredar di masyarakat serta mencegah bahaya apapun terhadap bahan
yang dikonsumsi publik. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dan Badan
POM menetapkan standar dan parameter mutu dan keamanan bahan apapun
termasuk bahan obat herbal yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Standar itu merupakan acuan yang digunakan oleh institusi di luar
pemerintah yang memiliki kepentingan dengan obat herbal: produsen, industry,
eksportir, lembaga penelitian, dan lain-lain. Mereka harus menepati mutu produk
yang telah ditetapkan. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang
bertanggungjawab dalam penyelenggaraan Standardisasi, sedangkan evaluasi dan
penilaian produk, baik jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), maupun Fitofarmaka
menjadi tugas dan tanggungjawab Direktorat Penilaian Obat Tradisional,
pengekspor berbahan baku ekstrak wajib menaati ketentuan pengujian, parameter
hasil dan metode yang digunakan termasuk instrumentasi terutama sekali
parameter keamanan. Untuk itu mereka harus melakukan proses standardisasi
ekstrak jika produk herbal beredar di masyarakat sebagai obat herbal terstandar
dan fitofarmaka.
Perlu dikemukakan di sini bahwa ada 3 kategori obat herbal yang beredar
di Indonesia yakni: jamu, suatu bahan pengobatan tradisional namun sudah
terdaftar di institusi pemerintah yang tanpa dilakukan standardisasi dan belum
diteliti khasiat atau farmakologinya, baik secara pra klinik maupun klinik. Obat
herbal terstandar, jika bahan baku telah distandardisasi dan khasiatnya telah
dibuktikan secara klinik pada pasien manusia. Direktorat penilaian pada Badan
POM yang akan memeriksa kesesuaian hasil ajuan dari subjek standardisasi
diatas.
Idealnya ekstrak yang ditetapkan parameter mutu dan keamanannya adalah
ekstrak yang berasal tanaman yang telah diteliti dan ditetapkan efek farmakologis
dan toksisitas kliniknya (baik akut, subkronis, maupun kronis), yakni telah teruji
pada pasien sehingga output yang dihasilkan adalah produk dengan nilai ekonomi
dan berdaya guna tinggi. Namun untuk mendapatkan ekstrak tanaman yang teruji
secara klinik sudah merupakan problem besar tersendiri terkait dengan besarnya
Di sisi lain masyarakat turun temurun atau mengikuti tren atau
mengadsorpsi kebiasaan baru mengonsumsi obat herbal tertentu yang notabene
banyak diantaranya belum mengalami penelitian farmakologi maupun
toksikologinya. Demikian jamu yang beredar di pasaran, hendaknya minimal
bahan baku ekstraknya telah ditetapkan aspek parameter non spesifiknya.
Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menetapkan parameter mutu dan
menjaga keamanan masyarakat pemakai obat herbal sehingga dengan sendirinya
bahan obat herbal apapun yang telah dikonsumsi public secara missal tetap pada
batas-batas aman meskipun bahan atau produk terkonsumsi belum mengalami uji
farmakologi praklinik maupun klinik.
2.3.3. Acuan Standarisasi Obat Tradisional
Parameter terkait ketentuan mutu dan keamanan obat herbal dibuat dalam
dokumen resmi pemerintah seperti Materia Medika Indonesia, Monografi Ekstrak,
Farmakope Herbal yang merupakan standar resmi pemerintah. Panduan bisa
diperluas jika diperlukan yakni dari WHO: Quality Control Methods for
Medicinal Plan Materials. Jadi standardisasi bahan obat herbal ditujukan untuk
menjamin mutu yang artinya bisa menjamin efikasi efek farmakologinya secara
konsisten dan menjamin keamanan pada konsumen. Pemerintah melalui BPOM
yang menentukan parameter-parameternya. Sedangkan produsen, distributor,
eksportir dan importer memiliki kewajiban memenuhi criteria parameter dan
keamanan yang telah digariskan dalam dokumen resmi tersebut, seperti
lain-lain. Pekerjaan parameter nonspesifik meliputi aspek penetapan sisa air.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai aspek penetapan sisa air.
Tujuan : Menetapkan residu air setelah proses pengentalan atau
pengeringan.
Parameter : Range kadar air tergantung jenis ekstrak yang diinginkan ekstrak
kering kadar air <10%, ekstrak kental 5-30%, ekstrak cair >30%.
Atau menyesuaikan kebutuhan pengeringan serta perhitungan
dosis formulasi tetapi jika tidak dinyatakan lain, maka ekstrak
adalah ekstrak kental.
Problem : Untuk menetapkan parameter non spesifik titik krusial terpenting
adalah homogenitas sampel. Seringkali keterulang (simpangan
deviasi) beberapa pengukuran rendah karena cara Sampling yang
tidak representatif. Sebagaimana diungkapkan di depan, bahwa
karakteristik ekstrak adalah sering terjadi separasi selama
penyimpanan.
Kadar air menetukan stabilitas ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya.
Biasanya kadar air yang cukup berisiko adalah lebih dari 10%.
2.4. Penggunaan Air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan
fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian terkandung air
dalam jumlah tertentu. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah
yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun maupun nabati. Air
berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai
media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya
2.4.1. Kimia Air
Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen
dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang
sangat besar antar keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua
unsurnya. Perangkaian jarak atom-atomnya mirip kunci yang masuk lubangnya,
kecocokannya begitu sempurna, sehingga air tergolong senyawa alam yang paling
mantap. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang
kuat, yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya
energi listrik atau zat kimia seperti logam kalium.
Sebuah atom oksigen mempunyai sebuah inti dengan delapan proton; kulit
elektron bagian dalam berisi dua elektron dan sebuah kulit elektron luar hanya
berisi enam elektron, jadi masih belum penuh atau masih kekurangan dua
elektron. Sedang sebuah atom hidrogen mempunyai kulit elektron luar hanya
berisi enam elektron, jadi masih belum penuh atau masih kekurangan dua
elektron. Sedang sebuah atom hidrogen mempunyai kulit elektron tunggal di
kekurangan satu elektron. Kulit yang belum terisi penuh tersebut tidak mantap dan
elektron-elektronnya cepat bergabung dengan electron lain untuk memenuhi ruang
dalam suatu kulit. Kulit yang terisi penuh merupakan bentuk yang mantap, dan
setelah hal itu terjadi, maka akan dilawannya setiap usaha pemisahan.
2.4.2. Ikatan Kovalen dan Ikatan Antarmolekul Air
Dalam sebuah molekul air dua buah atom hidrogen berikatan dengan sebuah atom
oksigen melalui dua ikatan kovalen, yang masing-masing mempunyai energi
sebesar 110,2 kkal per mol. Ikatan kovalen tersebut merupakan dasar bagi sifat air
yang penting, misalnya kebolehan air sebagai pelarut. Bila dua atom hidrogen
bersenyawa dengan sebuah atom oksigen, maka molekul tersebut menghasilkan
molekul yang berat sebelah, dengan kedua atom hidrogen melekat di satu atom
oksigen dengan sudut 104,5o antara keduanya. Posisi tersebut mirip dengan dua dua telinga pada kepala kelinci. Akibat perbedaan elektronegativitas anatar
hidrogen dan oksigen, sisi hidrogen molekul air bermuatan positif sedang pada
sisi oksigen bermuatan negatif.
Sebuah molekul air dapat digambarkan sebagai menempati pusat dari
sebuah tetrahedron, suatu benda ruang dengan 4 sisi yang masing-masing sisinya
merupakan segi tiga sama sisi, sebuah molekul air dengan kutub-kutub positif dan
negatif secara permanen menjadi dwikutub (dipolar), seperti halnya sebatang
magnet yang mempunyai kutub berbeda pad kedua ujungnya. Karena itu molekul
air dapat ditarik oleh senyawa lain yang bermuatan positif atau yang bermuatan
kutub negatif molekul air lainnya menyebabkan terjadinya penggabungan
molekul-molekul air melalui ikatan hidrogen.
Ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari ikatan kovalen. Ikatan-ikatan
hidrogen mengikat molekul-miolekul air lain di sebelahnya dan sifat inilah yang
bertanggungjawab terhadap sifat mengalirnya air. Molekul air yang satu dengan
molekul air yang lain bergabung dengan suatu ikatan hidrogen antara atom H
denagn atom O dari molekul air yang lain.
Kemampuan molekul air membentuk ikatan hidrogen menyebabkan air
mempunyai sifat-sifat yang unik. Ikatan hidrogen yang terjadi antara
molekul-molekul yang berdampingan mengakibatkan air pada tekanan atmosfer bersifat
mengalir (flow) pada suhu 0-100o C. kelompok-kelompok kecil molekul air bergabung dengan suatu pola tertentu, tetapi kelompok-kelompok tersebut
bergerak bebas dan menyebabkan terjadinya pertukaran ikatan hidrogen. Ikatan
hidrogen ini tidak hanya mengikat molekul-molekul air satu sama lain, tetapi
dapat juga menyebabkan pembentukan hidrat antara air dengan senyawa-senyawa
lain yang mempunyai kutub O atau N, seperti senyawa metanol atau karbohidrat
yang mempunyai gugus OH. (Winarno, 2004)
2.5. Metode Destilasi Toluena
Penetapan kadar air ditetapkan dengan cara destilasi toluena. Toluena yang
digunakan dijenuhkan dengan air terlebih dahulu, setelah dikocok didiamkan,
ekstrak yang ditimbang dengan seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
ditambahkan toluena yang telah dijenuhkan dengan air.
Alat dipasang dan toluena dituangkan kedalam tabung penerima melalui
pendingin. Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluene mulai
mendidih, penyulingan diatur 2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik. Setelah semua
toluena mendidih, pendingin dicuci dengan toluena sambil dibersihkan dengan
sikat kecil dan sulingan dilanjutkan selama 5 menit. Dibiarkan tabung penerima
mendingin sampai temperatur kamar. Setelah lapisan air dan toluena memisah
sempurna, volume air dibaca dan dihitung kadar air dalam persen terhadap berat
ekstrak semula. Pekerjaan diulangi tiga kali.
Sebaiknya deviasi hasil antarpekerjaan tidak lebih dari 25%. Kerugian
yang diakibatkan oleh pencemaran mikrobiologi memiliki konsekuensi baik
material dan hukum yang berat apalagi jika obat herbal masuk ke wilayah hukum
Negara lain. Jadi ibaratkan lebih baik kurang berefek namun tidak membahayakan
konsumen daripada terdeteksinya beberapa bakteri atau jamur berbahaya didalam
sampel. Untuk itu ekstraksi bahan baku, penyimpanan ekstrak dan packaging
produk perlu dilakukan hingga keberadaan bakteri dan jamur minimal.
Proses penyimpanan ekstrak juga menetukan sterilitas. Jangan menyimpan
ekstrak di dalam freezer meskipun memiliki suhu sangat rendah namun justru
memicu tumbuhnya E.coli karena proses tidak hanya sekali dan harus menutup
titik-titik air yang mengandung bakteri atau jamur. Justru penyimpanan pada
tempat kering suhu 250 C di dalam kotak yang dasarnya dilapisi kapur tohon bisa mengurangi masalah ini. (Saifudin, 2011)
2.6. Jamu sebagai Obat Tradisional
Jamu adalah ramuan tradisional yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak
zaman dahulu. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan mengonsumsi jamu
sebagai contoh untuk mencegah berbagai jenis penyakit, mengobati berbagai jenis
penyakit, menigkatkan kecantikan wanita disamping juga menjaga kelangsingan
tubuh. Dewasa ini jamu makin popular saja dimasyarakat mengingat selain
harganya yang terjangkau, jamu juga dipercaya lebih aman dibanding obat-obatan
kimia. Namun benarkah demikian?
Meskipun banyak masyarakat mengonsumsi jamu namun tidak banyak
masyarakat yang paham cara mengonsumsi jamu. Kebanyakan dari masyarakat
masih asal-asalan dalam memanfaatkan jamu sehingga terkesan over dosis. Perlu
diketahui bahwa meskipun jamu bahan alami namun di dalamnya juga
mengandung bahan kimia walaupun bahan kimia dalam jamu formulasinya tidak
sekeras bahan kimia dalam obat.
Kecendrungan masyarakat untuk kembali ke alam dalam memelihara
kesehatan tubuh dengan memanfaatkan obat bahan alam yang tersedia melimpah
di tanah air ini membuat industri di bidang obat tradisional berusaha
meningkatkan kapasitas produksinya. Berkembangnya pasar bagi peredaran obat
tradisional yang berasal dari Negara lain. Kecendrungan kembali ke alam ini
didasari alasan umum bahwa obat bahan alam merupakan bahan aman digunakan
dan mudah didapat.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) selaku badan yang
memiliki otoritas di dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia, terus
berupaya untuk memenuhi keinginan masyarakat dengan meningkatkan perannya
didalam melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional yang tidak
memenuhi syarat mutu dan keamanan.
Disamping itu Badan POM juga berperan dalam membina industri
maupun importer/distributor secara komprehensif mulai dari pembuatan,
peredaran serta distribusi, agar masyarakat terhindar dari penggunaan obat
tradisional yang berisiko bagi pemeliharaan kesehatan. Pengawasan yang
dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan
evaluasi produk pada saat pendaftaran, inspeksi sarana produksi sampai kepada
pengawasan produk di peredaran.
2.6.1. Definisi Jamu
Definisi jamu atau obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Kurangnya pengetahuan produsen akan
bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis
penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat
pada tubuh.
Konsumen yang tidak menyadari adanya bahaya obat tradisional yang
dikonsumsinya, apalagi memperhatikan adanya kontra indikasi penggunaan
beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun interaksi bahan
obat yang terjadi apabila penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita
penyakit tertentu maupun interaksi bahan obat yang terjadi apabila pengguna obat
tradisional sedang mengkonsumsi obat lain, tentunya sangat membahayakan.
Untuk itulah Badan POM secara berkesinambungan melakukan
pengawasan yang antara lain dilakukan melalui inspeksi pada sarana distribusi
serta pengawasan produk di peredaran dengan cara sampling dan pengujian
laboratorium terhadap produk yang beredar.
2.6.2. Penggolongan Jamu
Pada dasarnya jamu dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Jamu
Inilah jamu tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Di pasaran, kita
bisa menjumpainya dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga
dalam bentuk segar rebusan (jamu godhok) sebagaimana di jajakan para penjual
jamu gendong. Demi alasan kepraktisan, kini jamu juga di produksi dalam kapsul
dan dalam bentuk pil siap minum. Pada umumnya jamu dalam kelompok ini di
Khasiat dan keamananya dikenal secara empiris (berdasarkan pengalaman
turun-temurun).
2. Herbal terstandar
Sedikit berbeda dari jamu, herbal terstandar umumnya sudah mengalami
pemrosesan, misalnya berupa ekstrak atau kapsul. Herbal yang sudah di ekstrak
tersebut sudah di teliti khasiat dan keamanannya melalui uji para klinis (terhadap
hewan) di laboratorium.
Disebut herbal terstandar, karena dalam proses pengujiannya telah
diterapkan standar kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak, higenitas serta uji
toksisitas (untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan racun dalam herbal
tersebut).
3. Fitofarmaka
Merupakan jamu dengan kasta tertinggi karena khasiat, keamanan serta standar
proses pembuatan dan bahannya telah di uji secara klinis, jamu berstatus sebagai
fitofarmaka juga di jual di apotek dan sering diresepkan oleh dokter.
2.6.3. Kelebihan dan Kekurangan Jamu
Jamu memang memiliki kelebihan dibandingkan dengan obat-obatan kimia atau
yang kita kenal dengan obat apotik. Namun demikian jamu juga memiliki
kekurangan. Karena itu sebelum mengonsumsi jamu hendaknya kita memahami
segala kelebihan dan kekurangan jamu dengan baik. Kelebihan jamu diantaranya
adalah relatif murah sehingga bisa terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat
yang kreatif bisa memanfaatkannya. Tentu saja harganya akan semakin murah
bahkan gratis misalnya berbagai jenis herbal seperti jahe dan kencur dengan
mudah dapat kita tanam di halaman rumah demikian juga daun papaya, buah
belimbing, tanaman kumis kucing, tanaman ekor kucing ataupun jengger ayam
sangat mudah kita budidayakan di pekarangan rumah kita.
Kelebihan lainnya adalah kandungan bahan kimia di dalam jamu
formulasinya lebih ringan dibandingkan dengan obat apotik karenanya jamu boleh
di konsumsi lebih sering jika dibandingkan obat-obatan kimia namun bukan
berarti jamu boleh di konsumsi sesuka hati atau dengan kata lain di konsumsi
setiap hari dengan takaran yang tidak di perhitungkan karena walupun dalam
kadar yang ringan jamu juga mengandung bahan kimia alami.
Selain berbagai kelebihan di atas jamu juga memiliki kekurangan
diantaranya efek yang di dapatkan tidak akan dirasakan seketika sehingga jika kita
menginginkan kesembuhan dalam waktu yang cepat bukan jamu solusinya.
Kelemahan lainnya adalah belum banyak penelitian tentang jamu termasuk
tentang segi keamanan jamu sehingga hal tersebut masih menjadi tanda tanya
besar bagi konsumen. Karena itu sebagian besar jamu belum memiliki keamanan
dari badan kesehatan Negara dalam hal ini depkes ataupun Badan POM. Selain itu
karena penelitian tentang jamu belum banyak dilakukan maka dosis tepat suatu
2.6.4. Manfaat Jamu
Pada awalnya jamu adalah ramuan warisan nenek moyang yang di gunakan secara
turun-temurun. Pengguna jamu juga kalangan terbatas dalam arti belum banyak
orang yang percaya dengan manfaat atau khasiat jamu. Namun kini orang makin
percaya dengan khasiat dan manfaat jamu sehingga jamu menjadi kian popular di
masyarakat karena itu hampir semua lapisan masyarakat mengenal jamu bahkan
sebagian besar dari mereka telah mengonsumsi jamu.
Adapun manfaat jamu antaralain adalah sebagai berikut.
1. Menjaga kebugaran tubuh
Berbagai jenis memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga
vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang mengganggu kebugaran
tubuh misalkan lemah, letih, lesu serta capek-capek.
2. Menjaga kecantikan
Selain menjaga kebugaran tubuh, beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga
dan meningkatkan kecaktikan. Beberapa hal yang termasuk disini diantaranya
adalah menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit,
menghilangkan bau badan serta bau mulut dan lain sebagainya.
3. Mencegah penyakit
Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat
mencegah gangguan kesehatan ringan misalkan influenza, mabuk perjalanan dan
4. Mengobati penyakit
Manfaat jamu yang paling di kenal di masyarakat adalah untuk mengobati
penyakit. Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai dilirik
sebagai pengganti obat. Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobati
berbagai jenis penyakit misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronkitis, demam
berdarah, diabetes mellitus, disentri, eksem, hipertensi, influenza, kanker,
gangguan kolestrol, lepra, lever, luka, malaria, muntaber, peradangan, rematik,
TBC, tifus, tumor dan usus buntu.
2.6.5. Bahaya Jamu
Dibalik manfaatnya yang besar seperti halnya obat jamu juga berbahaya jika
digunakan secara sembarangan misalnya digunakan secara terus menerus,
digunakan dengan jumlah yang berlebihan maupun konsumen salah memilih jamu
yang di konsumsi misalnya mengonsumsi jamu-jamu palsu ataupun jamu yang di
campur zat-zat berbahaya sehingga tidak bermanfaat bagi tubuh bahkan akan
menimbulkan efek negatif pada tubuh kita.
2.6.6. Tips Mengkonsumsi Jamu
Tidak ada salahnya anda mengkonsumsi jamu, namun namun agar jamu yang
anda konsumsi bermanfaat bagi tubuh dan tidak mengganggu kesehatan kita.
Berikut ini tips yang harus dilakukan:
2. Membiasakan diri untuk bersikap teliti dan hati-hati seperti cermati
kemasannya, perhatikan bentuk, waspadai rayuan iklan dan jangan terlena.
3. Waspadai produsen nakal.
4. Jangan terlalu sering mengonsumsinya.
5. Perhatikan reaksi tubuh anda.
6. Waspadai jamu terlalu manjur.
7. Waspadai jamu dewa.
8. Jangan mencampur jamu dengan obat atau jamu lainnya.
9. Awas wanita hamil.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Neraca analitik simatzu
2. Seperangkat alat destilasi
3. Pipet tetes
4. Beaker glass 250 mL pyrex
5. Labu alas 250 mL pyrex
6. Kondensor pyrex
7. Gelas ukur 250 mL pyrex
8. Gunting
9. Kertas
3.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Jamu sepet wangi
2. Jamu batuk pilek
3. Jamu napsu makan
4. Toluena jenuh air
3.3. Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
3.3.1. Uji Keseragaman Bobot Dalam Sediaan Obat Tradisional
Adapun uji keseragaman bobot dalam sediaan obat tradisional adalah:
Diambil sampel (jamu) sebanyak 20 bungkus. Ditimbang satu per satu
sampel ( bungkus + isi). Dikeluarkan isi lalu timbang bungkusnya selanjutnya
kurangkan bobot jamu dengan bobot bungkus. Dihiitung seluruh bobot jamu,
kemudian hitung rata-ratanya. Dicari P max dan P min untuk menentukan apakah
sampel memenuhi syarat atau tidak. Diulangi prosedur untuk sampel jamu yang
lain.
3.3.2. Uji Kadar Air Dalam Sediaan Obat Tradisional
Adapun uji kadar air dalam sediaan obat tradisional adalah:
Ditimbang ± 15 gram sampel yang diperkirakan mengandung 2- 4 mL air
(jika sampel dalam bentuk kapsul pisahkan terlebih dahulu dari cangkangnya).
Dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan 150 mL toluena jenuh air.
Dihubungkan labu dengan alat destilasi untuk menetapkan kadar air. Dilihat skala
pipa kondensor sebagai skala awal. Didestilasi selama ± 2 jam. Dinginkan. Dicuci
bagian dalam pendingin dengan toluen setelah semua air tersuling sambil
dibersihkan dengan sikat tabung yang dihubungkan pada kawat tembaga dan
lebih dahulu dibasahi dengan toluene. Dilihat skala yang tertera di pipa
kondensor. Hasil pengukuran dikurangi dengan skala awal sebagai volume air
pada tabung penerima (V). Dilakukan prosedur yang sama pada sampel dalam
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari analisa uji keseragaman bobot dengan metode
gravimetri dan kadar air dengan metode destilasi dalam sediaan obat tradisional
adalah sebagai berikut
4.1.1. Data Percobaan
Data yang diperoleh dari uji keseragaman bobot dalam sediaan obat tradisional
dengan metode Gravimetri dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3
berikut ini.
Tabel 4.1 Data Percobaan Sampel Jamu Sepet Wangi
12 0,7097 0,0931 0,6166
Tabel 4.2 Data Percobaan Sampel Jamu Batuk Pilek
18 8,1412 0,8909 7,2503
19 8,0256 0,8945 7,1311
20 8,2156 0,8843 7,3313
Tabel 4.3 Data Percobaan Sampel Jamu Napsu Makan
Adapun data yang diperoleh dari uji kadar air dalam sediaan obat tradisional
dengan metode Destilasi dapat dilihat pada Tabel 4.4, Tabel 4.5 dan Tabel 4.6
berikut ini.
Tabel 4.4 Data Percobaan Sampel Jamu Sepet Wangi
Bobot
Tabel 4.5 Data Percobaan Sampel Jamu Batuk Pilek
Bobot
Tabel 4.6 Data Percobaan Sampel Jamu Napsu Makan
Bobot
Adapun perhitungan yang diperoleh dari analisa data percobaan di atas adalah
sebagai berikut.
1. Perhitungan dengan Metode Gravimetri
Uji keseragaman bobot dalam sediaan obat tradisional dengan metode Gravimetri
a. Sampel Jamu Sepet Wangi
Bobot/isi rata-rata
:
12,751320
= 0,63758 g
Pmax 1 = 0,6922-0,63758
20 x100%=8,58%
Pmax 2 =0,665-0,63758
20 x100%=4,3
%
Pmin 1 =0,63758-0,6119
20 x100%=4,02%
P.kolom A = 1
P.kolom B = -
b. Sampel Jamu Batuk Pilek
Bobot/isi rata-rata
:
143,235 20= 7,11175 g
Pmax 1 = 7,5394-7,11175
7,11175 x100%=6,01%
Pmin 1 =7,11175-6,661
7,11175 x100%=6,338%
P.kolom A = -
c. Sampel Jamu Napsu Makan
Bobot/isi rata-rata
:
1,6208-6,982 20= 6,982 g
Pmax 1 = 7,6208-6,982
6,982 x100%=9,149%
Pmax 2 =7,4249-6,982
6,982 x100%=6,343
%
Pmin 1 =6,982
6,982x100%=7,156%
P.kolom A = 1
P.kolom B = -
2. Perhitungan dengan Metode Destilasi
Uji kadar air dalam sediaan Obat Tradisional dengan metode destilasi adalah
sebagai berikut.
a. Sampel Jamu Sepet Wangi
Berat sampel = 15,0837 g
Kadar air = V
Gx100%
=
1,8b. Sampel Jamu Batuk Pilek
Berat sampel = 15,0236 g
Kadar air = V
Gx100%
=
1,115,0236x100%=7,32%
c. Sampel Jamu Napsu Makan
Berat sampel = 15,0752 g
Kadar air = V
Gx100%
=
1,615,0752x100%=10,61%
4.2. Pembahasan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada uji keseragaman bobot dapat
dilihat pada Tabel 4.7, Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.7 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Sepet Wangi
Uji Yang
Dilakukan Hasil Syarat Pustaka
Kes.Bobot Memenuhi Syarat (MS)
KepMen.Kes.No.661/Menke
s/SK/VII/1994
s/SK/VII/1994
Tabel 4.8 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Batuk Pilek
Uji Yang
Dilakukan Hasil Syarat Pustaka
Kes.Bobot Memenuhi Syarat (MS)
KepMen.Kes.No.661/Menke
s/SK/VII/1994
Bobot Rata-rata 7,11175 g KepMen.Kes.No.661/Menke s/SK/VII/1994
Tabel 4.9 Hasil Uji Keseragaman Bobot Sampel Jamu Napsu Makan
Uji Yang
Dilakukan Hasil Syarat Pustaka
Kes.Bobot Memenuhi Syarat (MS)
KepMen.Kes.No.661/Menke
s/SsK/VII/1994
Bobot Rata-rata 6,982 g KepMen.Kes.No.661/Menke s/SK/VII/1994
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada uji kadar air dapat dilihat pada
Tabel 4.10 Hasil Uji Kadar Air
Sampel Hasil Syarat Kesimpulan Pustaka
Jamu Sepet
Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa uji keseragaman bobot pada
sampel jamu sepet wangi, jamu batuk pilek dan jamu napsu makan memenuhi
syarat sesuai dengan KepMen.Kes.No.661/Menkes/SK/VII/1994, yaitu:
1. Persyaratan Serbuk
Serbuk tidak lebih dari dua bungkus serbuk yang masing-masing bobot isinya
menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan
dalam kolom A dan tidak satu serbuk pun yang bobot isinya menyimpang dari
bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang
tertera pada daftar berikut:
Tabel 4.11 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat Tradisional Bentuk Serbuk
Bobot Rata-rata Serbuk
Perbedaan Bobot serbuk
A B
< 5 g ± 10 % ± 15 %
2. Persyaratan kapsul
Kapsul tidak lebih dari dua kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang
dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A
dan tidak satu kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata
lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada daftar
berikut:
Tabel 4.12 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat Tradisional Bentuk Kapsul
Bobot Rata-rata
Isi Kapsul
Perbedaan Bobot Kapsul
A B
120 mg atau kurang ± 10 % ± 20 %
Lebih dari 120 mg ± 7,5 % ± 15 %
3. Persyaratan tablet
Dari 20 tablet, tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam
kolom A dan tidak satu tablet-pun yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B yang tertera dalam
Tabel 4.13 Persyaratan Keserangaman Bobot untuk Produk Obat
Adapun dari hasil pengamatan uji kadar air pada sampel jamu sepet wangi, jamu
batuk pilek dan jamu napsu makan, hanya jamu batuk pilek yang memenuhi
syarat yaitu tidak lebih dari 10% sedangkan jamu sepet wangi dan jamu napsu
makan tidak memenuhi syarat yaitu kadar airnya diatas 10% sesuai dengan
Materia Medika Indonesia Jilid VI 1995 yaitu kadar air pada sediaan obat
tradisional jamu yang berbentuk ekstrak kering sangat menentukan stabilitas
ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya.
Apabila kadar airnya lebih dari 10%, maka zat-zat tertentu bisa
mempercepat kerusakan produk. Apabila jamu tersebut rusak maka besar
kemungkinan bakteri dan jamur akan tumbuh maka akan berbahaya bagi
kesehatan. Reaksi tubuh anda sekecil apapun bisa menjadi petunjuk adanya
gangguan dalam tubuh anda. Karena itu jika ada gangguan dalam tubuh anda
misalnya pusing, mual, mengantuk bahkan gejala lain yang lebih besar setelah
anda mengonsumsi jamu, sebaiknya anda mewaspadainya. Secara umum ada
beberapa efek atau reaksi negatif yang muncul setelah minum jamu/obat herbal,
1. Mual dan muntah.
2. Diare.
3. Alergi gatal-gatal dan bengkak.
4. Gangguan maag.
5. Pusing dan sakit kepala.
6. Panas dingin dan seluruh badan menjadi sakit.
7. Tekanan darah menjadi tinggi atau justru drop.
8. Gula darah turun dengan cepat.
9. Badan lemas keluar keringat dingin.
10.Mengantuk dan sulit tidur.
Efek samping yang ditimbulkan oleh jamu biasanya hanya bersifat
sementara karena tubuh sedang menyesuaikan diri. Maka dalam mengkonsumsi
obat jamu sebaiknya menggunakan dosis secara bertahap. Mulai dari sehari sekali
saja dulu, rasakan dan perhatikan apakah tubuh mengalami reaksi tertentu.
Kondisi penyesuaian diri perlu dilakukan hingga 3 hari lalu bila tak ada masalah
dosis ditingkatkan menjadi dua kali dan tiga kali sehari sesuai anjuran, maka
sebelum memutuskan membeli jamu atau obat tradisional teliti dulu kontra
indikasinya atau tanyakan kepeda customer service maupun konsultan produknya.
Cara paling aman adalah jika setelah mengkonsumsi jamu atau obat herbal
merasakan hal yang negatif, segera hentikan dulu untuk sementara lalu
konsultasikan kepada dokter, ahli herbal atau yang menjual produknya. Selain itu
bisa dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Minum banyak air putih.
3. Banyak konsumsi jus buah atau jus sayur.
4. Minum air kelapa hijau bila ada.
5. Minum air teh pahit bila diare.
6. Gunakan herbal daun dewa, pegagan dan ashitaba untuk menetralisir efek
negatif.
7. Segera minum air gula atau makan permen bila kadar gula darah tiba-tiba
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan analisa mutu keseragaman bobot dan kadar air pada sediaan
obat tradisional, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Persyaratan uji keseragaman bobot pada obat tradisional adalah menurut
KepMenkes.No.661/Men.Kes/SK/VII/1994 uji keseragaman bobot pada obat
tradisional dalam bentuk serbuk tidak lebih dari dua bungkus serbuk yang
masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih
besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu serbuk pun
yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga
yang ditetapkan dalam kolom B. Dalam bentuk kapsul tidak lebih dari dua
kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi
rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu
kapsul pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar
dari harga yang ditetapkan dalam kolom B sedangkan dalam bentuk tablet dari
20 tablet tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam
kolom A dan tidak satu tablet-pun yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B. Dan
persyaratan kadar air pada obat tradisional adalah menurut Materia Medika
Indonesia Jilid VI 1995 kadar air pada obat tradisional tidak boleh lebih dari
2. Adapun cara analisa keseragaman bobot pada obat tradisionnal adalah dengan
metode gravimetri sedangkan cara analisa kadar air pada sedian obat
tradisional adalah dengan metode destilasi.
5.2. Saran
Dalam sub bab terakhir ini, penulis ingin memberikan saran dengan harapan dapat
memberikan masukan bagi konsumen obat tradisional, yaitu diharapkan kepada
seluruh masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. 1985. Farmakope Indonesia. Jakarta: Ditjen POM.
Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Materia Medika Indonesia. 1995 Jilid VI.
Keputusan Men.Kes.RI.No.661/MENKES/SK/VII/1994
Kusumadewi, S. 2011. Peranan Teknologi Informasi & Komunikasi di Bidang Obat dan Penyebaran dalam Mendukung Perlindungan Pasien. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saifudin, A.2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Winarno. F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi Kuliner. Jakarta: Penerbit P.T.Gramedia Pustaka Utama.