ANALISIS MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA 気`KI` DALAM NOVEL “WATASHI NO KYOTO” KARYA WATANABE JUN`ICHI
WATANABE JUN`ICHI NO SAKUHIN NO “WATASHI NO KYOTO” TO IU SHOSETSU NI OKERU 気`KI` KARA KEISEI SHITA NIHONGO NO KANYOKU NO IMI NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana
dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
ANDAR BENY PRAYOGI 060708025
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG
MEDAN
ANALISIS MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA 気`KI` DALAM NOVEL “WATASHI NO KYOTO” KARYA WATANABE JUN`ICHI
WATANABE JUN`ICHI NO SAKUHIN NO “WATASHI NO KYOTO” TO IU
SHOSETSU NI OKERU `KI` (気) KARA KEISEI SHITA NIHONGO NO KANYOKU NO IMI NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana
dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
ANDAR BENY PRAYOGI 060708025
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum
19691011 200212 1 001 19600919 198803 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Makna Idiom Bahasa Jepang yang Terbentuk dari Kata 気`Ki` dalam Novel
Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,
karena pengetahuan penulis yang masih sangat terbatas. Namun, berkat dukungan dan
bantuan dari pihak-pihak yang sangat banyak membantu penulis, maka penulisan skripsi ini
pun akhirnya bisa diselesaikan.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara,
2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D, selaku Ketua Departemen
Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara,
3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang
telah banyak memberikan segala hal yang sangat bermanfaat bagi penulis
pribadi,
4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak meluangkan waktunya kepada penulis dalam mengerjakan
penyelesaian skripsi,
5. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, selaku Dosen Wali yang juga
6. Seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Jepang yang telah banyak
memberikan ilmu yang bermanfaat selama 4 tahun,
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah banyak berjasa memberikan segala
pengorbanan dalam hidup penulis sampai saat sekarang ini. Takkan pernah
ananda lupakan jerih payah serta nasehat dari abah dan mutti,
8. Kedua kakakku, Atika Ulfah dan Umaya Sari, terima kasih untuk kebersamaan
yang hangat sampai sekarang ini,
9. Untuk Rafa Daniswara Bukit, keponakanku yang selalu menghibur dengan
tingkahnya yang lucu,
10.Ibu Muto Rie, selaku native speaker pada Program Studi Sastra Jepang yang
sangat banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi,
11.Seluruh teman-teman Sastra Jepang stambuk 2006, terutama Anggu Irwan
Stepandia, Hary Eka Pratama, Rizaldi Restu Pratama, Teddy Sumbari Jayanto,
Zulvianita, Okky Khaireni, Fadiah Sofyani, Ivana Widya Sari, Andi Pranata
Silalahi, Octora Hanna Grace Manurung, Friska Mawarni Sagala, dan Frida
Winata Togatorop. Terima kasih untuk kebersamaan yang baik selama ini,
semoga menjadi persahabatan yang abadi.
Akhir kata, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca, agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Medan, Nopember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………...….1
1.2 Perumusan Masalah………...………4
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan………...…..5
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………...6
1.4.1 Tinjauan Pustaka………...……...6
1.4.2 Kerangka Teori………...……….7
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian………...…….11
1.5.1 Tujuan Penelitian………...….11
1.5.2 Manfaat Penelitian………...11
1.6 Metode Penelitian...11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IDIOM DAN MAKNA 気`KI` 2.1 Pengertian Idiom...13
2.2 Jenis Idiom...19
2.2.1 Idiom Metafora (Inyu)...19
2.2.2 Idiom Metonimi (Kanyu)...20
2.2.3 Idiom Sinekdoke (Teiyu)...21
2.3 Makna 気`Ki`...22
2.4.1 Idiom 気`Ki` Adjektiva...29
2.4.2 Idiom 気`Ki` Nomina...30
2.4.3 Idiom 気`Ki` Verba...30
2.5 Penilaian Bangsa Jepang terhadap “Perasaan”...31
BAB III ANALISIS MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA 気`KI` DALAM NOVEL “WATASHI NO KYOTO” KARYA WATANABE JUN`ICHI 3.1 Makna Idiom 気を配る`Ki wo Kubaru`...34
3.2 Makna Idiom 気が楽`Ki ga Raku`...36
3.3 Makna Idiom 気が付く`Ki ga Tsuku`...39
3.4 Makna Idiom 気に掛かる`Ki ni Kakaru`...41
3.5 Makna Idiom 気になる`Ki ni Naru`...43
3.6 Makna Idiom 気に留める`Ki ni Tomeru`...46
3.7 Makna Idiom 気に入る`Ki ni Iru`...48
3.8 Makna Idiom 気がある`Ki ga Aru`...51
3.9 Makna Idiom 気を遣う`Ki wo Tsukau`...52
3.10 Makna Idiom 気がする`Ki ga Suru`...55
3.11 Makna Idiom 気を許す`Ki wo Yurusu`...58
3.12 Makna Idiom 気が違う`Ki ga Chigau`...60
3.13 Makna Idiom 気が利く`Ki ga Kiku`...61
3.14 Makna Idiom 呆気に取られる`Akke ni Torareru`...63
3.16 Makna Idiom 気位が高いKigurai ga Takai`...67
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan...70
4.2 Saran...73
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam berkomunikasi, dibutuhkan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi yang
disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa itu sendiri. Dikarenakan hal tersebut dapat
dibuat batasan mengenai pengertian bahasa, bahwa “Bahasa adalah alat untuk menyampaikan
sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain” (Sutedi,2003:2). Selain itu,
dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia
seperti peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia
dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan
kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi.
Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam
kehidupannya di masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka
bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Bahasa adalah
satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia
sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.
Berbahasa atau menggunakan bahasa pada dasarnya adalah menggunakan makna.
Oleh sebab itu, mempelajari bahasa termasuk didalamnya mempelajari makna-makna yang
sudah disepakati oleh penutur bahasa itu dan mempelajari bagaimana menggabungkan setiap
unsur bahasa yang memiliki makna menjadi suatu ungkapan bahasa yang baik dan benar.
Seluk beluk bahasa dibahas dalam linguistik. Salah satu tataran linguistik yaitu
Semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi
tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna.
Salah satu objek kajian semantik yaitu makna idiom. Idiom mempunyai peranan
penting dalam komunikasi sehari-hari. Idiom hadir setiap saat manusia berkomunikasi antara
satu dengan yang lain dalam kegiatan sehari-hari, baik lisan maupun tulisan.
Abdul Chaer (1984:74) mengatakan bahwa idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa
berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna
leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Selain itu, Gorys
Keraf (1985:109) menyatakan bahwa idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang
dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak
bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata
yang membentuknya. Harimurti Kridalaksana (1982:62) menyatakan bahwa idiom adalah
konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Fatimah
Djajasudarma (1993:16) menyatakan makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari
beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan
makna yang berlainan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, idiom adalah konstruksi yang
maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya.
Sedangkan ahli linguistik Jepang, Takao Matsumura (2001: 221) dalam Kokugo Jiten
menyatakan bahwa idiom adalah:
慣用句というのは二つ以上の単語を組み合わせ、人塊として一つの意味を表 すもの
Kanyoku to iu no wa futatsu ijo no tango o kumiawase, hito katamari toshite hitotsu
Idiom adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk sebuah arti kelompok
tersebut. Berikut salah satu contoh kalimat yang mengandung idiom ki dalam novel Watashi
no Kyoto. Contohnya:
a) だが二度目の京都から戻って、この考えが間違っていたことに
気が付いた
気=Perasaan, 付いた=Melekat
。
Perasaan Melekat = Menyadari, Tersadar
b) バスに乗ったときからわたしはこの女性が気になっていた
気=Perasaan, なっていた=Menjadi
が、
Perasaan Menjadi = Menjadi Pikiran
Momiyama Y (1996:29) menyatakan bahwa makna idiom adalah makna dari
gabungan dua kata atau lebih yang sudah ditetapkan dan makna idiom yang dihasilkan tidak
bisa dicerna dari makna leksikal maupun makna gramatikal gabungan kata pembentuk idiom.
Kurashina Sayaka (2008:3) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang, idiom yang
merujuk pada anggota badan ada banyak jumlahnya. Selain idiom yang merujuk pada
anggota badan, ada juga idiom yang merujuk pada hewan, makanan dan lain sebagainya.
Salah satunya idiom yang terbentuk dari kata perasaan 気`ki`. Sebatas pengetahuan yang penulis ketahui bahwa, orang Jepang sangat menghormati perasaan lawan bicaranya dan
terbiasa untuk mengungkapkan perasaannya atau emosinya secara ekspresif atau jelas.
Namun, berbagai ciri yang disebutkan tidak mutlak selalu demikian karena sudah banyak
terjadi perubahan di kalangan generasi muda Jepang yang bersikap lebih individualis dan
ekspresif seperti budaya Barat. Menurut penulis, walaupun generasi muda Jepang saat ini
lebih individualis dan ekspresif terhadap budaya Barat, hal itu tidaklah sepenuhnya benar.
bicara dan sangat menjaga sekali etika mereka dalam berinteraksi dengan orang yang
dihadapinya. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari budaya bangsa Jepang itu sendiri
yang sangat menjaga perasaan orang lain saat berkomunikasi, sehingga dari budaya tersebut
muncullah idiom dalam bahasa Jepang yang berkaitan dengan perasaan. Hal ini berbeda
sekali dengan bahasa Indonesia, dimana dalam bahasa Indonesia idiom yang berkaitan
dengan perasaan minim jumlahnya. Dengan kata lain, makna idiom dari suatu bahasa,
disesuaikan dengan budaya si pemakai bahasa.
Dengan melihat budaya bangsa Jepang yang sangat menghargai dan menjaga perasaan
orang lain saat berkomunikasi, maka penulis merasa sangat tertarik untuk membahas makna
idiom yang berhubungan dengan perasaan sebagai sesuatu yang abstrak yang dipergunakan
dalam bahasa Jepang.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah idiom khususnya dalam bahasa Jepang sampai saat ini sudah cukup banyak
dibicarakan orang. Sampai sekarang masalah ini masih terus dipertanyakan oleh kalangan
awam, juga kalangan ahli bahasa. Jika berbicara tentang idiom kita akan segera bertanya
tentang pengertian idiom sebenarnya agar dapat segera mengetahui arti dari idiom baik
dalam kata maupun dalam kalimat. Berkaitan dengan itu, banyak pula idiom yang dijumpai
dalam karya-karya non ilmiah, seperti novel, cerpen, artikel dan sebagainya. Tidak hanya
idiom yang terbentuk dari anggota tubuh manusia yang dapat dilihat langsung oleh mata,
tetapi juga idiom-idiom yang terbentuk dari suatu yang abstrak seperti idiom yang terbentuk
dari kata perasaan 気`ki`. Alasan penulis membahas idiom yang terbentuk dari kata perasaan
adalah karena idiom tersebut merupakan yang paling banyak terdapat dalam novel Watashi
no Kyoto dibandingkan dengan idiom-idiom lain, yang membuat penulis ingin mengetahui
memiliki perasaan sehingga dari perasaan tersebut timbul kesadaran untuk menghargai lawan
bicaranya pada saat berkomunikasi, maka dari perasaannya itulah orang Jepang selalu
memilih kata yang tepat agar tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya.
Untuk mengetahui makna sebuah idiom, setiap orang harus mempelajarinya sebagai
seorang penutur asli dan tidak hanya melalui makna dari kata-kata yang membentuknya.
Oleh sebab itu, maka diajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Idiom apa sajakah yang terbentuk dari kata perasaan “ki” dalam novel Watashi no
Kyoto?
2. Bagaimana makna yang ditimbulkan akibat proses gramatikal pada idiom bahasa
Jepang yang terbentuk dari kata perasaan “ki”?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan dari masalah yang ada, perlu dibuat batasan permasalahan. Hal ini
ditujukan agar pembahasannya tidak terlalu luas, sehingga objek pembahasan dapat lebih
diperjelas. Mengingat banyaknya jumlah idiom dalam bahasa Jepang yang umumnya
terbentuk dari anggota tubuh manusia, maka penulis membatasi pembahasan dengan hanya
membahas idiom bahasa Jepang yang terbentuk dari kata perasaan “ki” saja. Pembahasan
idiom yang terbentuk dari kata perasaan “ki” ini dibahas dengan acuan suatu novel yang
berjudul Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi. Berikut penulis akan menguraikan
keenam belas idiom 気`Ki` dalam novel tersebut.
1. 気を配る 3.気が付く 5.気になる 7. 気に入る
9. 気を遣う 11.気を許す 13.気が利く 15.気がない
10. 気がする 12.気が違う 14.呆気に取られる 16.気位が高い
Agar pembahasan idiom ini lebih akurat, maka penulis sebelum bab pembahasan
menjelaskan sedikit tentang perasaan orang Jepang yang selalu menghargai perasaan lawan
bicara dengan menggunakan kata-kata yang tepat, salah satunya dengan menggunakan idiom
yang terbentuk dari kata “ki” atau perasaan.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka
Biasanya idiom disejajarkan dengan pengertian pribahasa dalam bahasa Indonesia.
Sebenarnya pengertian idiom itu jauh lebih luas dari pengertian pribahasa. Yang disebut
idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum,
biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara
gramatikal dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (Gorys Keraf,
1985:109).
Di dalam bahasa Jepang idiom disebut dengan kanyoku. Frase dalam bahasa Jepang
disebut dengan ku, jika dilihat dari segi maknanya ada dua macam yaitu 連語ren-go (frase biasa/kolokasi) dan idiom. Machida dan Momiyama (1997:114) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan 句ku (frase) adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih. “連語 Ren-go” merupakan frase biasa yang maknanya bisa dipahami cukup dengan memahami makna setiap kata yang membentuk frase tersebut. Sedangkan kanyoku adalah
idiom yang maknanya tidak bisa dipahami jika hanya mengetahui makna setiap kata yang
Menurut Gorys Keraf (1985:110) idiom-idiom itu bersifat tradisional dan bukan
bersifat logis, maka bentuk-bentuk itu hanya bisa dipelajari dari pengalaman-pengalaman
bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa. Misalnya tidak peraturan yang menyatakan
bahwa idiom itu mempunyai batasan arti.
Fatimah Djajasudarma (1999:16) mengatakan bahwa makna idiomatik adalah makna
leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dalam kombinasi kata lain
dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk baku
(tidak berubah) artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tidak tetap. Bentuk
tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah yang berlaku bagi sebuah bahasa.
1.4.2 Kerangka Teori
Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1976:11) berfungsi sebagai pendorong
proses berfikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkret. Suatu teori yang
dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembatasan terhadap fakta-fakta
konkret yang tidak terbilang banyaknya dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang harus
diperhatikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan semantik yaitu teori semantik tentang makna.
Semantik diterima secara luas sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang
seluk-beluk makna. Kata semantik berasal dari bahasa Inggris semantics yang memungutnya dari
bahasa Yunani semainein. Dalam bahasa Yunani, kata ini berarti bermakna. Oleh karena itu,
kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau ilmu tentang arti. (Chaer,
1995:2).
Semantik adalah studi tentang makna tentang anggapan bahwa makna menjadi bagian
1988:15). Ridwan (1995:43) menyatakan semantik adalah salah satu cabang linguistik yang
membicarakan, mengkaji atau menganalisis makna.
Semantik adalah cabang ilmu yang terdapat dalam linguistik. Menurut Ridwan
(1995:1) linguistik adalah studi kajian atau ilmu yang objeknya adalah bahasa. Oleh karena
itu, semantik tidak terlepas dari bahasa.
Hubungan semantik dan linguistik sangat erat karena semantik dengan fenomena
sosial dan kultur pada dasarnya memang sudah selayaknya terjadi. Disebut demikian karena
aspek sosial dan kultur sangat berperan dalam menentukan bentuk-bentuk, perkembangan
maupun perubahan makna kebahasaan (Aminuddin, 1988:24).
Dalam teori semantik digunakan jenis-jenis makna. Sebuah kata disebut mempunyai
makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif (Chaer,
1995:65). Positif dan negatifnya nilai sebuah kata sering kali terjadi sebagai akibat
digunakannya referen kata sebagai sesuatu yang positif, maka akan bernilai rasa positif. Jika
digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif akan bernilai rasa negatif. Makna konotatif
akan lebih berhubungan dengan nilai rasa kita, apakah perasaan senang, jengkel, jijik dan
sebagainya.
Begitu pula halnya dengan makna pada suatu idiom. Di dalam sebuah idiom
terkandung bukan hanya makna kamus tapi juga makna majas, bukan hanya arti kata-kata
yang sebenarnya tetapi juga arti kiasan yang merupakan garapan semantik dan juga
pengajaran semantik.
A Chaedar Alwasilah (1990:150) mendefinisikan idiom adalah grup kata-kata yang
Setiap kata mungkin artinya sederhana tetapi setelah disatukan banyak idiom
memiliki arti yang tidak dapat disimpulkan dari arti setiap bagian kata tersebut. Pendapat ini
didukung oleh pernyataan seorang ahli linguistik Jepang, Miyaji Yutaka (1984:238) yang
mengatakan bahwa:
慣用句は単語の二つ以上の連結体であって、その結びつきが比較的固く、全 体で決まった意味を持つ言葉だという程度のところが、一般的な共通理解になって いるだろう。
Kanyoku wa tango no futatsu ijo no renketsutai de atte, sono ketsubi tsuki ga
hikakutekikoku, zentai de kimatta imi o motsu kotoba da to iu teido no tokoro ga, ippantekina
kiyotsurikai ni natte iru darou.
`Idiom adalah gabungan dua buah kata atau lebih, yang mempunyai perpaduan
kata-kata yang relatif sulit dan secara keseluruhan menjadi kata-kata yang memiliki arti yang tetap,
sehingga menjadi suatu pengertian umum `.
Arti dari satu idiom tidak ditentukan oleh arti kata yang membentuk idiom. Idiom
telah memperoleh arti yang dikhususkan untuknya. Arti idiom harus diteliti bersama dengan
bentuk dan fungsi, dengan demikian idiom dapat diaplikasikan dalam fungsi yang benar
ketika seseorang berkomunikasi.
Pada bagian latar belakang masalah telah dijelaskan bahwa semantik merupakan salah
satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Salah satu objek kajian semantik yaitu
makna idiom. Makna dimaksud adalah makna unsur bahasa, baik dalam wujud morfem, kata
atau kalimat. Unsur bahasa yang disebut kata yang sering didengar atau dibaca biasa disebut
lambang (symbol). Lambang dalam semiotik biasa disebut dengan tanda (sign). Oleh karena
sedangkan lambang itu sendiri disebut tanda dalam semiotik, maka ada alas an untuk
membicarakan kedudukan semantik dalam semiotik (Mansoer Pateda, 2001:25).
Telah dikatakan semiotik adalah teori tentang sistem tanda. Nama lain semiotik
adalah semiologi (semiology) dari bahasa Yunani semeion yang bermakna tanda, mirip
dengan istilah semiotik. Semiologi dan semiotik kedua-keduanya mempelajari tanda. Dalam
hal ini, penulis mencoba menjelaskan sedikit kaitan antara idiom dengan teori semiotik.
Begitu pula dengan idiom 気が付く(ki ga tsuku), dimana kata “ki” dituliskan dengan huruf Kanji 気 yang menyatakan perasaan dan merupakan tanda yang berarti bahwa huruf Kanji 気 tersebut tidak dapat digantikan dengan huruf Kanji yang lain. Begitu pula halnya dengan kata
tsuku yang mengikuti kata “ki” yang bermakna melekat dan dituliskan dengan huruf Kanji付
く( tsuku).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menggolongkan semiotik tersebut
digolongkan dalam semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Sebab,
kata “ki” dalam novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi tidak lain hanya memiliki
makna perasaan.
Maka, skripsi ini bertitik tolak dari teori Miyaji Yutaka yang berisi penjelasan tentang
idiom dan contoh-contoh idiom yang biasa digunakan sehari-hari. Dalam penyusunan idiom,
penulis berpedoman pada novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi dimana penulis
hanya menganalisis makna idiom yang terbentuk dari kata “ki” saja.
Dalam menganalisis makna idiom tersebut, penulis menggunakan konsep gramatikal,
sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat (Sutedi, 2003:107). Penulis dalam
skripsi ini juga menggunakan konsep makna kiasan, karena dalam idiom terdapat adanya
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai Analisis Makna Idiom Bahasa Jepang yang Terbentuk dari Kata
“Ki” dalam Novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi bertujuan untuk:
1) Untuk memahami makna dan penggunaan idiom bahasa Jepang yang
terbentuk dari kata “Ki” (perasaan) yang ada dalam novel Watashi no Kyoto
karya Watanabe Jun`ichi.
2) Untuk mengetahui bagaimana makna yang ditimbulkan akibat proses
gramatikal pada idiom bahasa Jepang yang terbentuk kata “Ki” (perasaan)
dalam novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1) Untuk menambah pengetahuan tentang idiom bahasa Jepang khususnya yang
terbentuk dari kata “Ki”. (perasaan).
2) Untuk memberikan informasi tentang makna yang ditimbulkan akibat proses
gramatikal pada idiom bahasa Jepang yang terbentuk dari kata “Ki”
(perasaan).
3) Sebagai referensi pengetahuan baik bagi orang yang membacanya maupun
penulis pribadi khususnya dalam disiplin ilmu Sastra dan Bahasa Jepang.
1.6 Metode Penelitian
Satu hal yang utama dalam dunia keilmuan segera dilekatkan pada masalah sistem
adalah metode. Dalam arti kata yang sesungguhnya, maka metode (Yunani ;methods) adalah
kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan (Koentjaraningrat, 1976:7).
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini diantaranya adalah metode
deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976: 30) bahwa penelitian yang bersifat deskriptif
yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau
kelompok tertentu. Metode deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan
keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara
mengumpulkan menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data.
Metode perpustakaan juga dilakukan untuk dapat mencari dan mengumpulkan buku-buku
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data tulisan. Dalam hal ini
penulis mengumpulkan data dari buku yang berhubungan dengan idiom bahasa Jepang.
Sejalan dengan pengumpulan data, semua data yang terkumpul diolah sedemikian rupa,
sehingga dalam penyusunan skripsi ini akan dicapai apa yang akan direncanakan.
Jadi dengan metode perpustakaan, metode deskriptif serta teknik pengumpulan dan
pengolahan data, penulis mencoba untuk menyelesaikan skripsi tentang idiom bahasa Jepang
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG IDIOM DAN MAKNA 気`KI`
2.1 Pengertian Idiom
Kata idiom berasal dari bahasa Yunani `idioma` yang artinya khusus atau khas. Jadi
sebuah idiom adalah sebuah bentuk ekspresi khusus terhadap suatu bahasa yang tidak dapat
dijelaskan dari unsur-unsur pembentuknya (Makai, 1972:4). Idiom khusus untuk bahasa itu
sendiri dan tidak dapat diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa lain.
Apakah idiom itu? Banyak ahli linguistik Jepang yang memberikan definisi idiom.
Beberapa diantaranya adalah :
a. Miyaji Yutaka (1984: 238) menyatakan bahwa :
慣用句は単語の二つ以上の連結体であって、その結びつきが比較的固く、 全体で決まった意味を持つ言葉だという程度のところが、一般的な共通理 解になっているだろう。
Kanyōku wa tango no futatsu ijō no renketsutai de atte, sono ketsubitsuki ga
hikakutekikoku, zentai de kimatta imi wo motsu kotoba da to iu teido no tokoro ga,
ippantekina kyotsurikai ni natteiru darou.
`Idiom adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang mempunyai perpaduan
kata-kata yang relatif sulit dan secara keseluruhan menjadi kata yang memiliki arti
yang tetap, sehingga menjadi suatu pengertian yang umum`.
慣用句は二つ以上の語から成るが、語形や語順が常に固定していて、全体 が一つの単位として働き、その全体が個個の語の意味の総体からは引き出 せないような比喩的または暗示的な意味を持つ、ある言葉や方言に特有の 表現である語句のこと。
Kanyōku wa futatsu ijō no go kara naru ga, gokei ya gojun ga tsune ni kotei shite ite,
zentai ga hitotsu no tan`i toshite hataraki, sono zentai ga koko no go no imi no
sōtai kara wa hikidasenai youna hiyuteki matawa anjitekina imi wo motsu, aru
gengo ya hougen ni tokuyu no hyougen de aru goku no koto.
`Idiom adalah pembentukan dari dua kata atau lebih yang selalu terikat oleh
bentuk kata dan urutan kata, yang seluruhnya merupakan satu kesatuan, dimana satu
per satu membentuk arti majas dan petunjuk, yang susunan kata-katanya
dipengaruhi dialek`.
c. Sakata Yukiko (1995:214) menyatakan bahwa :
慣用句は二つの以上の単語がつながり、それぞれの意味ではなく、全体と して、別の意味を表すもの。
Kanyōku wa futatsu ijō no tango ga tsunagari, sorezore no imi dewanaku, zentai
toshite betsu no imi wo arawasu mono.
`Idiom adalah gabungan dua kata atau lebih yang maknanya dapat
bermacam-macam, menerangkan arti masing-masing secara keseluruhan` .
d. Noboru Oyanagi (1997:17) menyatakan bahwa :
慣用句は二つ以上の単語が組み合わさって、全体である意味を表す。
`Idiom adalah dua kata atau lebih yang setelah digabung memiliki arti tertentu`.
e. Takao Matsumura (2001:221) menyatakan bahwa :
慣用句というのは二つ以上の単語を組み合わせ、ひと塊として一つの意味 を表すもの。
Kanyōku to iu nowa futatsu ijō no tango wo kumiawase, hitokatamari toshite
hitotsu no imi wo arawasu mono.
`Idiom adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang membentuk sebuah arti
kelompok tersebut`.
f. Miyaji Hiroshi (1981) dalam Yuliani Rahmah menyatakan bahwa:
慣用句という用語は一般に広く使われているけれども、その概念ははっき りしているわけではない。ただ、単語の二つ以上の連結形であって、その 結びつきが比較的固く、全体で決まった意味を持つ言葉だという程度のと ころが,一般的な共通理解になっているだろう。
Kanyōku to iu yōgo wa ippan ni hiroku tsukawareteirukeredomo, sono gainen wa
hakkiri shiteiru wake dewanai. Tada, tango no futatsu ijō no renketsutai de atte,
sono ketsubitsuki ga hikakutekikoku, zentai de kimatta imi wo motsu kotoba da to
iu teido no tokoro ga, ippantekina kyotsurikai ni natteiru darou.
`Istilah idiom digunakan secara luas dan umum, namun pengertiannya bukan
berarti jelas. Hanya gabungan dua buah kata atau lebih yang mempunyai perpaduan
kata-kata yang relatif sulit dan secara keseluruhan menjadi kata yang memiliki arti
Dengan melihat keenam definisi idiom yang dinyatakan oleh ahli lingustik Jepang
tersebut, penulis lebih melihat pengertian idiom yang dikemukakan oleh Miyaji Yutaka yakni
idiom adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang mempunyai perpaduan kata-kata yang
relatif sulit dan secara keseluruhan menjadi kata yang memiliki arti yang tetap, sehingga
menjadi suatu pengertian yang umum`. Dengan kata lain bahwa, idiom terbentuk dari dua
buah kata atau lebih yang maknanya tidak tergantung pada unsur-unsur pembentuknya, akan
tetapi memiliki arti yang tetap.
Mengetahui sebuah bahasa tertentu di dunia berarti mengetahui tentang morfem,
kata-kata sederhana, kata-kata-kata-kata gabungan dan artinya, berarti juga termasuk mengetahui tentang
frase yang terbentuk dari lebih dari satu kata.
Frase dalam bahasa Jepang disebut dengan 「 句`ku`」, jika dilihat dari segi maknanya ada dua macam, yaitu 「連語`ren-go` 」<frase biasa/ kolokasi> dan 「慣用句 `kanyoku`」<idiom>. Machida dan Momiyama (1997:114) memberi batasan, bahwa yang dimaksud dengan ku <frase> adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih.
Ren-go merupakan frase biasa, yang maknanya bisa dipahami cukup dengan mengetahui makna
setiap kata yang membentuk frase tersebut. Sedangkan kanyoku adalah idiom, yang
maknanya tidak bisa dipahami jika hanya mengetahui makna setiap kata yang membentuk
idiom tersebut saja.
Dalam frase 「 本 を 読 む`hon o yomu`」<membaca buku> dan 「 手 紙 を 書 く `tegami o kaku`」<menulis surat> merupakan contoh ren-go yang bisa dipahami melalui arti setiap kata dalam frase tersebut. Tetapi, ada juga ren-go yang pemahamannya agak sulit bagi
pembelajar bahasa Jepang, dan memerlukan penguasaan makna kata yang lebih menyeluruh
を立てる`yotei o tateru`」<menyusun rencana>, jika kurang memahami seluruh makna yang
terkandung dalam kata kaze, hiku, yotei, tateru, dan partikel o, maka pembelajar bahasa
Jepang akan sulit untuk memahami ren-go tersebut. Karena kesalahan bisa saja terjadi
disebabkan oleh pengaruh bahasa ibunya, misalnya ketika akan mengatakan masuk angin dan
menyusun rencana dilontarkan dengan 「*風邪を持つ`kaze o motsu`」atau 「風邪が入る
`kaze ga hairu`」atau `keikaku o tsukuru` dan `keikaku o kumu`, padahal dalam bahasa Jepang hal ini tidak digunakan ungkapan tersebut.
Sedangkan untuk frase 「腹が立つ`hara ga tatsu`」<marah> dan 「油を売る`abura o uru`」<ngobrol yang tidak karuan ketika sedang bekerja>, meskipun kita mengetahui makna setiap kata dalam frase tersebut, belum tentu bisa memahami frase secara keseluruhan.
Karena, dua frase tersebut jika diterjemahkan per kata, `hara` artinya <perut>, `tatsu` artinya
<berdiri> dan `abura` artinya <minyak>, `uru` artinya <menjual>. Jadi, jauh sekali antara
makna leksikal dan makna yang dimaksud dalam frase tersebut, yaitu <perut berdiri> dan
<menjual minyak>. Kedua contoh frase tersebut merupakan contoh dari kanyoku. Bentuk
kanyoku tersebut sudah paten (koteisei), artinya tidak bisa diubah atau ditukar dengan
kosakata yang lain meskipun sinonimnya, seperti kata `hara` diganti dengan `onaka`
meskipun kedua-duanya berarti <perut>; kata `abura` diganti dengan `oiru` meskipun
sama-sama berarti <minyak>; atau diubah bentuknya menjadi `*watashi ga tatta hara` atau
`*watashi ga utta abura`.
Dengan uraian di atas, dapatlah kita tarik kesimpulan persamaan dan perbedaan antara
Persamaannya:
IDIOM FRASE
terdiri atas dua kata atau lebih terdiri atas dua kata atau lebih
Perbedaannya:
IDIOM FRASE
1. tidak dapat disisipkan kata diantara
unsur-unsur pembentuknya,
2. tidak dapat diperluas dengan
menambah kata,
3. makna idiom tidak dapat diketahui
berdasarkan makna yang membentuknya.
1. dapat diperluas kata diantara
unsur-unsur pembentuknya,
2. dapat diperluas dengan menambah kata,
3. makna frase dapat diketahui berdasarkan
makna kata-kata yang membentuknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam setiap bahasa di seluruh dunia
mempunyai ciri / karakteristik kebahasaannya, maka ciri atau karakteristik yang ada dalam
suatu bahasa akan tercermin pada sikap dan budaya penuturnya (Chaer, 1995:219). Adanya
ciri atau karakteristik ini tentu saja mempunyai tujuan dan arti penunjukkan keistimewaan
satu bahasa. Idiom yang merupakan sub bagian dari ilmu bahasa tentu juga mempunyai
karakteristik untuk mempermudah pengenalan akan kekhasan bentuk ini.
1. Arti sebuah idiom adalah kiasan dan bukan literal. Ini bukanlah hasil dari fungsi
komposisional dari bagian-bagiannya,
2. Bentuk struktur bahasa idiom tidak bervariasi melainkan mempunyai bentuk yang
tetap,
3. Proses pergantian, pengurangan dan penambahan tidak diperbolehkan dalam
pembentukan idiom, tetapi idiom membuat banyaknya kata-kata yang bersifat kiasan
sehingga idiom tidak terpisahkan dari bentuk kiasan tersebut.
2.2 Jenis Idiom
Momiyama (1997:31) dalam Dedi Sutedi menjelaskan bahwa idiom dapat dibagi atas
3 jenis yang semuanya digolongkan ke dalam majas (hiyu) yaitu:
2.2.1 Metafora (inyu)
Metafora (inyu) adalah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu
hal atau perkara, dengan cara mengumpamakannya dengan perkara atau hal lain, berdasarkan
pada sifat kemiripan / kesamaannya. (Dedi Sutedi, 2003:141)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:908) dijelaskan bahwa metafora adalah
pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai
lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.
Sedangkan Poerwadarminta (1976: 648) mengatakan bahwa metafora adalah
pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata; seperti,
bagaikan dan lain-lain. Lakoff dan Johnson dalam Dedi Sutedi (2003:179) menggambarkan
bahwa metafora bisa dinyatakan dalam bentuk “<A>…is…<B>…”,…<B>…de aru”,
sedangkan dalam bahasa Indonesia bisa dipadankan dengan “…<A>…adalah…<B>…”.
Tentunya hal ini bukan merupakan suatu ungkapan yang menyatakan pasti, bahwa “A adalah
100%B”, tetapi hanya perumpamaan saja.
Contoh:
1. 青年は国の背骨である。
Seinen wa kuni no sebone de aru.
`Pemuda adalah tulang punggung negara`
2. 両親は私の太陽である。 Ryōshin wa watashi no taiyō de aru.
`Orang tua adalah matahari saya`
3. 本は姉の宝物である。
Hon wa ane no takaramono de aru
`Buku adalah harta benda kakak saya`
2.2.2 Metonimi (kanyu)
Metonimi (kanyu) adalah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu
hal atau perkara, dengan cara mengumpamakannya dengan perkara atau hal lain, berdasarkan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:911) dijelaskan bahwa metonimi adalah
majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang
atau hal sebagai penggantinya.
Sedangkan Moeliono (1984:3) mengatakan bahwa metonimi adalah gaya bahasa yang
memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang atau hal, sebagai
penggantinya. Kita dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang kita maksudkan
ciptaan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika yang kita maksudkan
barangnya.
Contoh:
1. 彼はChairil Anwarさんを分析している。
Kare wa Chairil Anwar san wo bunseki shiteiru.
`Dia menelaah Chairil Anwar (karyanya)`
2. その選手はただ青銅を得ただけである。 Sono senshu wa tada seidō wo eta dake de aru
`Atlit tersebut hanya mendapat perunggu (medali perunggu)`
3. 私は毎日ホンダで大学へ通っている。
Watashi wa mainichi Honda de daigaku e kayotteiru
`Saya setiap hari pulang dan pergi ke kampus naik Honda (sepeda motor merek
2.2.3 Sinekdoke (teiyu)
Sinekdoke (teiyu) yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu
hal atau perkara yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya
atau sebaliknya.(Dedi Sutedi, 2003:141)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2008:1311), pengertian sinekdoke dibagi
menjadi 3 pengertian, yakni: 1) majas pertautan yang menyebutkan nama bagian sebagai
pengganti nama keseluruhannya: pars pro toto; 2) majas pertautan yang menyebutkan nama
keseluruhan sebagai pengganti nama bagiannya: totem pro parte; 3) majas pertautan yang
menyebutkan nama bahan sebagai pengganti nama barang yang terbuat dari bahan itu.
Contoh:
1. 今朝から彼女の鼻を見ていない。
Kesa kara kanojo no hana wo miteinai
`Dari tadi pagi saya tidak melihat batang hidungnya`
2. おじはジャカルタに屋根がある。
Oji wa Jakarta ni yane ga aru
`Paman saya mempunyai atap di Jakarta`
3. インドネシアはバドミントンの試合で優勝できた。 Indonesia wa badominton no shiai de yūshō dekita
2.3 Makna 気`Ki`
Dalam mempelajari idiom, harus diketahui terlebih dahulu hubungan yang erat antara
bahasa dan kebudayaan, namun dalam penelitian pengaruh kultur terhadap idiom, bahasa
tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum,
melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi dalam masyarakat
manusia. Setiap kegiatan kemasyarakatan manusia tentu tidak akan lepas dari penggunaan
bahasa.
Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah yang berarti budi atau akal
(Koentjaraningrat,1969:76). Adapun kata culture yang merupakan kata asing yang sama
artinya dengan kebudayaan berasal dari kata latin (Koentjaraningrat, 1985:181). Maka,
kebudayaan itu memberikan arti kepada semua usaha dan gerak-gerik manusia, serta makna
kebudayaan itu merupakan sesuatu yang disampaikan manusia satu sama lain dalam hidup
bermasyarakat (Koentjaraningrat, 1969:76).
Dalam bahasa Jepang mengetahui makna sebuah idiom oleh bahasa lain, mereka
harus mengetahui pola berfikir, tradisi dan kebiasaan, nilai dan corak hidup bangsa Jepang.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis akan mencoba menjelaskan makna 気 `Ki` sebagai acuan untuk menganalisa makna idiom yang terbentuk dari 気 `Ki` tersebut.
Dalam 国語大辞典`Kokugo Daijiten` atau Kamus Besar Bahasa Jepang (hal 423) , makna 気`Ki` dijelaskan sebagai berikut.
1. 人の活動の根源 となる生命 力。精神。`Hito no katsudou no kongen to naru
seimeiryoku. Seishin`. `Kekuatan yang menjadi dasar kegiatan manusia.
2. その人に備わった心の傾向。気質。`Sono hito ni sonawatta kokoro no keikou.
Kishitsu`.`Kecenderungan hati yang dimiliki oleh seseorang`.
3. 何かをしようと思う心。つもり。意志。`Nanika wo shiyou to omou kokoro.
Tsumori. Ishi`.`Hati yang bermaksud melakukan sesuatu hal. Niat. Maksud`.
4. 物事にたいしたときの心の状態。気持ち。`Monogoto ni taishita toki no kokoro no jōkyō. Kimochi`. `Keadaan hati terhadap suatu benda. Perasaan`.
5. い ろ い ろ と 思 い 巡 ら す 心 。`Iroiro to omoimegurasu kokoro`. `Hati yang merenungkan berbagai hal`.
6. 感情。`Kanjō`. `Perasaan, emosi, sentimen, impuls, kata hati`.
7. 人·物·物 事 に 引 か れ る 心 。 関 心 。`Hito-mono-monogoto ni hikareru kokoro. Kanshin`. Hati yang teralih oleh peristiwa, benda dan orang.`
8. 物事に対して有効に働く心。`Monogoto ni taishite yūkō ni hataraku kokoro`.`Hati yang bekerja secara efektif terhadap peristiwa atau kejadian`.
9. そのものの中に含まれている勢い。力。精気。特に、アルコール類の場合は
香気。味。`Sono mono no naka ni fukumareteiru ikioi.Chikara. Seiki. Tokuni, arukoru rui no baai wa kōki. Aji`.`Kekuatan yang terkandung dalam benda.
Tenaga/Daya. Semangat. Khususnya, aroma pada jenis alkohol. Rasa.`
10.その場に感じられる漠然とした感じ。雰囲気。気配。`Sono ba ni kanjirareru
bakuzen toshita kanji. Fun`iki. Kehai`.`Perasaan yang dirasakan secara
samara-samar. Suasana. Indikasi`.
11.空気などの気体。`Kūki nado no kitai`.`Benda gas seperti udara dan lain-lain`.
Jeff Garrison dan Kayoko Kimiya, (1994:8) dalam tesis Wimonwan Wonyara (1998)
menyatakan bahwa:
"We found, in short, that whenever Japanese talk about themselves or others, discuss
human relations, or express their emotions, feelings, intentions or opinions, there was ki in
abundance."
“Kita dapat menyimpulkan secara sederhana bahwa kapan pun orang Jepang
berbicara mengenai diri mereka ataupun orang lain, mendiskusikan hubungan manusia atau
juga mengekspresikan emosi, perasaan, maksud maupun pendapat mereka, selalu penuh
dengan perasaan (ki)”.
Dalam bahasa China, huruf kanji 「気」 dibaca dengan 「ch`i」.Para pengikut ajaran
Konfusius pada zaman baru Dinasti Sung, para ahli alkemia maupun para filosofi ajaran Tao
memikirkan dengan sungguh-sungguh makna dari 気(ki) dan menafsirkannya sebagai “nafas,
energi, kemampuan beraktifitas, udara, cuaca dan seks”.Huruf kanji「気」 dipercayai adalah
bagian dari semua makhluk hidup sebagai semacam "kekuatan hidup" ata
「気」 merupakan suatu hal yang dipusatkan pada
pola pikir bangsa China secara tradisional terhadap semua benda. Secara etimologi, huruf
kanji 「気」 pada mulanya ditulis dengan bentuk 「氣」yang terdiri atas huruf kanji 「气」yang
bermakna “uap” dan huruf kanji 「米」 `kome` yang bermakna “beras” dan pada mulanya
huruf kanji 「 気」 tersebut memiliki makna “pernafasan atau nafas”. Hubungannya adalah
huruf kanji 「气」 yang bermakna uap akan muncul di saat 「米」`kome` dimasak. Pada
awalnya, cara menulis huruf kanji 「气」 terdiri dari tiga baris utama, yang digunakan untuk
menunjukkan nafas seseorang pada saat hari atau udara dingin. Para penulis bangsa China
dahulu, ingin mengganti makna huruf kanji 「气」 dengan makna yang asli yaitu memberikan
para tamu. Jadi, huruf kanji 「气」 ditambah dengan huruf kanji 「米」`kome` menjadi
「氣」 merupakan karakt er tradisional bangsa China yang masih digunakan dan berlaku hingga
saat ini. Namun, di Jepang, huruf kanji 「氣」 hanya digunakan hingga tahun 1946 saja, karena
pada tanggal 16 November 1946, pemerintah membuat suatu kebijakan dengan adanya istilah
Tōyō Kanji (当用漢字 ) mengenai daftar Kanji untuk pemakaian sehari-hari. Seluruhnya ada
1.850 karakter yang dimuat dalam daftar Tōyō Kanji. Daftar Tōyō Kanji berintikan karakter
-karakter yang waktu itu tinggi frekuensi pemakaiannya. Karakter Tōyō Kanji dimaksudkan
untuk dipakai dalam
masyarakat umum. Setelah dikeluarkannya Tōyō Kanji, rakyat dan penerbit surat kabar pada
dasarnya hanya memakai karakter yang ada dalam daftar Tōyō Kanji. Kata-kata yang tidak
dapat ditulis dalam Tōyō Kanji diganti dengan karakter lain atau ditulis denga
Takeda Kenji dalam tesis Wimonwan Wonyara mengatakan bahwa makna
「気」 adalah:
「『気』は、日常我々が日本語を用いる際にしばしば使う言葉の一つであ る。もっとも、周知の通り、『気』はそもそも古代中国において成立した概念であ り、先秦時代の思考を伝える多くの文献に既に登場している。日本語における 『気』を基盤としながら、そこに日本語としての独自のニュアンスを加えつつ形成 されたといってよかろう」
“Ki” wa nichijō wareware ga nihongo wo mochiiru sai ni shibashiba tsukau kotoba
no hitotsu de aru. Mottomo, shūchi no toori, “ki” wa somosomo kodai chūgoku ni oite
seiritsu shita gainen de ari, sakishin jidai no shikō wo tsutaeru ōku no bunken ni sudeni tōjō
shiteiru. Nihongo ni okeru “ki” wo kiban toshinagara, sokoni nihongo toshite no dokuji no
`Ki merupakan salah satu kosa kata yang sering kita gunakan sehari-hari pada saat
menggunakan bahasa Jepang. Kemudian, seperti yang diketahui secara umum, “ki” pada
awalnya merupakan konsep yang terbentuk pada bangsa China kuno, dan muncul sebelumnya
dalam banyak kesusastraan yang menyampaikan pemikiran jaman dahulu. Berdasarkan atas
“ki” yang ada dalam bahasa Jepang, dapat dikatakan bahwa “ki” terbentuk dengan
menambahkan nuansa orisinil sebagai bahasa Jepang`.
Akatsuka Yukio dalam Kanji Hyakka Daijiten Nihongogaku dalam tesis
Wimonwan Wonyara menyatakan makna Ki yaitu:
「気」という文字の小学的研究、『孟子』、『荀子』、『列子』、『荘 子』、『呂氏春秋』、『淮南子』などにみられる中国における「気」思想の展開は、 秀れた多くの学者たちによって研究されてきた。しかし、当の私たち日本人の 「気」の概念が、いつ、いかにして形づくられ、時代の推移と共に、どのように変 化し、展開されてきたかということは、残念ながらいまひとつははっきりしていな い。
“Ki” to iu moji no shogakuteki kenkyū, “moushi”, “junshi”, “retsuko”, “souko”,
“ryoshi shunju”, “wainanko” nado ni mirareru chūgoku ni okeru “ki” shisō no tenkai wa
sugureta ōku no gakushatachi niyotte kenkyū sarete kita. Shikashi, tou no watashitachi
nihonjin no “ki” no gainen ga, itsu, ikanishite katachi zukurare, jidai no suii to tomoni, dono
youni henka shi, tenkai sarete kitaka to iu koto wa zannen nagara ima hitotsu wa hakkiri
shiteinai.
`Dalam penelitian dasar terhadap huruf “ki”, perluasan konsep “ki” yang terdapat di
merupakan konsep yang diteliti oleh para ilmuwan yang unggul. Namun, konsep pemikiran
“ki” bagi kita sebagai bangsa Jepang pada waktu itu, sejalan dengan peralihan masa, perihal
mengenai perluasan konsep, bagaimana perubahannya, pada saat kapan dan bagaimana
bentuknya dibuat, sangat disayangkan saat sekarang pun masih tidak jelas`.
Kojima Yukie dalam Dōkanji Hyakka Daijiten Nihongogaku dalam tesis
Wimonwan Wonyara menjelaskan bahwa,
「気」という語はもともと漢語である。それがいつごろどのように日本に 入ってきて、どのような展開を遂げてきたのか、東洋哲学的な意味はもとより、仏 教や儒教にもとうぜん関係があるであろう。
`Ki to iu go wa motomoto kango de aru. Sore ga itsu goro dono youni Nihon ni
haitte kite, dono youna tenkai wo togete kitanoka. Tōyōtetsugakutekina imi wa motoyori,
Bukkyou ya Jyukyou nimo touzen kankei ga aru de arou`
`Kata “ki” pada dasarnya merupakan sebuah kata yang berasal dari China. Kata “ki”
itu sendiri sejak kapan, dan bagaimana masuk ke Jepang, dan bagaimana mulai meluasnya,
barangkali ada hubungannya dengan ajaran Konfusius maupun ajaran agama Buddha
berdasarkan makna filosofis wilayah Timur`.
Jika kita melihat Kesusastraan Kuno bangsa Jepang, maka kita akan memahami
makna, dan cara pemakaian kata “ki”. Cara penggunaan kata “ki” disempurnakan pada abad
ke 17 Masehi. Sebelumnya, pada abad 11 hingga 12 Masehi, kata “ki” dibaca dengan “ke”.
Pada waktu itu, digunakan hanya berdasarkan kondisi tulisan saja tanpa membedakan makna
atau hal lainnya. Jika kita melihat kata 御気色 `gokeshiki` dalam karya sastra Genji
Pada pertengahan abad ke 11 Masehi, kata “ke” perlahan-lahan dibaca menjadi “ki” dan
digunakan secara umum sebagai pengganti kata “ke”.
2.4 Jenis-jenis Idiom 気`Ki`
Sebelum menganalisa makna idiom 気`ki` yang ada dalam novel Watashi no Kyoto, penulis akan menguraikan seluruh idiom yang terbentuk dari kata 気`ki` dengan acuan 国語
大辞典`Kokugo Daijiten` atau Kamus Besar Bahasa Jepang dan 慣用句辞典`Kanyoku Jiten`
atau Kamus Idiom seperti berikut .
2.4.1 Idiom 気`Ki` Adjektiva
Idiom 気`Ki` adjektiva selalu diikuti dengan partikel が`ga` dalam pembentukannya.
Contoh: 気が強い、気が弱い、気が長い、気が短い、気が大きい、気が小さい、
気が重い、気が軽い、気が荒い、気が若い、気が早い、気が多い、気がい い、気がない、気が気でない、気が楽、気位が高い、気色が悪い、気味が いい
2.4.2 Idiom 気`Ki` Nomina
Idiom 気`Ki` nomina ditandai dengan adanya partikel の`no`, も`mo` dan は`ha` dalam pembentukannya.
2.4.3 Idiom 気`Ki` Verba
Idiom 気`Ki` verba dapat dibedakan menjadi idiom 気`Ki` verba transitif dan idiom
気`Ki` verba intransitif serta idiom 気`Ki` verba yang menggunakan partikel に`ni` dalam
pembentukannya.
a. Idiom 気`Ki` Verba Transitif
Idiom ini ditandai dengan adanya partikel を`wo` dalam pembentukannya.
Contoh: 気を入れる、気を落とす、気を変える、気を兼ねる、気を利かせる、
気を配る、気を静める、気を遣う、気を付ける、気を取られる、気を取り 直す、気を抜く、気を呑まれる、気を吐く、気を張り詰める、気を張る、 気を引く、気を紛らす、気を回す、気を持たせる、気を揉む、気を許す、 気を良くする、気を悪くする、気を迎える、気を失う、気で気を病む、気 は世を蓋う、気合を入れる、気炎を上げる、気勢を上げる、気勢をそがれ る、気脈を通じる、気持ちを汲む、
b. Idiom 気`Ki` Verba Intransitif
Idiom ini ditandai dengan adanya partikelが`ga` dalam pembentukannya.
Contoh: 気が合う、気がある、気が合わない、気が勝つ、気が置けない、気が変
る、気が染める、気が休まる、気が緩む、気 が置ける、気が腐る、気が渋る、気 が違う、気が触れる、気が揉める、気 心が知れる、気骨がある、気骨が折れる、
c. Idiom 気`Ki` Verba Intransitif yang Diikuti Partikel に`ni`
Contoh: 気に入る、気に掛かる、気に掛ける、気に食わない、気に障る、気にす
る、気に染まない、気に留める、気になる、気に病む、気に染む、気に 向 く 、 呆 気に取られる
2.5 Penilaian Bangsa Jepang terhadap “Perasaan”
Seorang antropologis Jepang, Chie Nakane berpendapat tentang bangsanya dengan
ungkapan “Orang Jepang itu tidak punya prinsip”, ungkapan ini bukan tanpa alasan. `Tidak
punya prinsip` di sini dari sudut pandang orang Jepang bukan persoalan kemunafikan atau
ketidaktegasan, melainkan bahwa sesungguhnya orang Jepang memiliki sikap tenggang rasa
terhadap perasaan orang lain. Untuk menggambarkan sikap seperti ini, dalam bahasa Jepang
ada konsep yang dikatakan sebagai tatemae dan honne. Kedua konsep ini harus berjalan
bersamaan dan tanpa konflik. Tatemae mengacu pada `bagian depan dari sebuah bangunan;
suatu istilah yang mengacu pada apa yang diekspresikan di wajah;apa yang muncul di
permukaan. Sedangkan honne mengacu pada suara hati nurani; yang berarti apa yang
benar-benar dipikirkan dan dirasakan. Orang Jepang selalu mempertimbangkan mengenai diri
seseorang bahwa mungkin ada sesuatu yang berbeda antara apa yang dipikirkan dengan apa
yang diucapkan, sehingga keharmonisan antar hubungan personal, harus tetap terjaga. Oleh
karena itu, orang Jepang akan selalu berusaha mengungkapkan pendiriannya itu sesuai
Suatu kata hati atau honne akan terdengar bila dalam situasi yang mengijinkannya,
misalnya dalam keadaan informal, akrab, duduk bersantai dengan kolega, dan lain
sebagainya. Pada pola pikir bangsa Jepang dalam berinteraksi, demi mempertimbangkan
tatemae, maka honne harus selalu dipertimbangkan demikian juga sebaliknya meskipun hal
itu terdengar tidak terbuka bagi kita, tetapi bagi orang Jepang itu adalah cara yang sopan dan
baik untuk memahami honne orang lain.
Seorang Amerika misalnya, menganggap bahwa keterbukaan harus diucapkan secara
langsung karena itu bagian dari kejujuran, dan menganggap bahwa orang lain pun akan
menerimanya secara terbuka meski itu menyakitkan pada akhirnya, namun bagi orang Jepang
keterbukaan tidak akan diungkapkan secara terang-terangan karena harus selalu
mempertimbangkan keadaan orang lain atau mitra wicara, tapi hal ini bukan berarti tidak
jujur, melainkan karena ia harus memahami perasaan orang lain agar tidak merasa
tersinggung, yang bagi kita mungkin sikap seperti itu malah justru seolah-olah
ketidakterbukaan.
BAB III
ANALISIS MAKNA IDIOM BAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA “KI” (気) DALAM NOVEL WATASHI NO KYOTO KARYA WATANABE JUN`ICHI
Seperti yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya bahwa idiom bahasa
Jepang yang merujuk pada anggota badan banyak sekali jumlahnya. Selain idiom yang
merujuk pada anggota badan, ada juga idiom yang merujuk pada hewan, makanan dan lain
sebagainya. Salah satunya adalah idiom yang terbentuk dari perasaan 「気`Ki`」.
Setelah penulis menguraikan referensi yang ada pada bab II, maka pada bab ini
penulis akan menganalisa makna idiom bahasa Jepang yang terbentuk dari kata 気`ki` atau perasaan dalam novel Watashi no Kyoto karya Watanabe Jun`ichi.
3.1 Makna Idiom 気を配る`Ki wo Kubaru`
気 を 配る
Ki wo Kubaru
Perasaan Membagikan
Idiom 気を配る `Ki wo Kubaru` bermakna “perhatian, cemas, khawatir, waspada”
Contoh cuplikan dalam novel hal. 24: たとえばお
みやげ
,土産を一つ
か
,買うので
も 、とうきょう,東京 と
きょうと
,京都 と で は こ ち ら の
たいど
,態度 が い さ さ
か ちが,違 う 。
とうきょう
,東京 で な ら 、 「 お じ さ ん 、 こ れ い く ら ? 」
ときがる,気軽にきき、
かず
,数 にものをいわせて「
たか
,高 いなぁ、もう
すこ
,少
し やす,安 く し て よ 」 な ど と
へいき
,平気 で い え る 。 だ が
きょうと
は、もの,物を
`Misalnya, membeli sebuah souvenir pun, perilaku antara orang Tokyo dan Kyoto sama
sekali berbeda. Kalau di Tokyo, dengan mudah bertanya “Pak, berapa ini?”, lalu ketika
dikatakan harga barang tersebut, dengan santainya pula berkata “Wah, mahal sekali,
tolong murah sedikit dong”. Tetapi, kalau di Kyoto, membeli barang pun dimana-mana
cenderung bersikap segan. Dengan bahasa yang sopan, saya bertanya “Berapakah
harganya?” dan seperti yang dikatakan, saya mengeluarkan uang dengan sopan pula. Saat
menerima uang kembalian pun, menundukkan kepala seraya berkata “Maaf” dan saya
merasa dia berterima kasih karena sudah membeli atau berbelanja. Bahkan di saat saya
mendengarkan kata-kata lawan bicara, saya merasa khawatir, apakah orang-orang di desa
melakukan hal yang sama`.
Analisis :
menganalisis makna kiasan idiom 気 を 配 るdalam cuplikan kalimat di atas, idiom ini bermakna memberi perhatian, cemas, khawatir atau pun waspada kepada diri orang lain.
Hal ini sangat jelas tergambarkan dalam cuplikan kalimatしかもそのあいだ、
あいて
,相手
のきょうことば,京言葉にきき
ほ
,惚れ、
いなかしゃ
,田舎者と
おも
,思われやしないか
とき,気をくば,配 る. Disini, si tokoh utama dalam novel benar-benar memiliki perasaan yang peka dengan orang-orang disekelilingnya. Disaat ia terpesona mendengarkan penjelasan
dari pemilik toko, ia masih sempat memikirkan apakah orang-orang di desa di Kyoto secara
umum akan melakukan hal yang sama, yakni bertutur atau berbicara dengan sopan kepada
orang lain ataukah hanya pemilik toko souvenir ini saja yang bertutur dengan sopan kepada si
tokoh utama dalam melayani dirinya sebagai pembeli. Hal ini menggambarkan tokoh utama
dalam novel memiliki perasaan yang terbagi atau dibagikan kepada orang lain sehingga dari
perasaannya tersebut, dia memiliki rasa memberi perhatian, cemas, khawatir atau pun
waspada kepada diri orang lain yang mana dalam hal ini si tokoh utama bukan merasa
khawatir bahwa dirinya sebagai pendatang dari Sapporo, mampu atau tidaknya untuk bertutur
dengan sopan seperti yang dilakukan oleh orang-orang di Kyoto secara umum, melainkan
hanya sebatas merasa khawatir apakah orang-orang di desa di Kyoto dapat bertutur dengan
sopan saat berbicara dengan orang lain.
3.2 Makna Idiom 気が楽`Ki ga Raku`
気 が 楽
Ki ga Raku
Perasaan Senang
Contoh cuplikan dalam novel hal. 35 :
`Selagi saya berpikir, tanpa menunggu lebih lama lagi, saya memutuskan untuk pergi
sampai ke Kyoto dan mengambil surat permohonan. Kali ini berbeda pada saat ujian di
universitas, saya merasa lega karena menjadi seorang mahasiswa sudah dijamin walaupun
saya gagal pada ujian`.
`Saya merasa bersyukur, berkat sekeliling saya berisik, topik pembicaraan pun menjadi
terpisah, maka saya dapat menikmati cerita tersebut secara terbuka. Apalagi saat pergi
bersama atasan, saya merasa lega karena banyak kelompok yang topik pembicaraannya
terpisah masing-masing`.
Analisis:
Kata kiasan idiom 気が楽 dalam kalimat tersebut, jika diterjemahkan secara kata per kata mengandung arti leksikal perasaan senang. Namun, setelah penulis menganalisis lebih
jauh, makna kiasan idiom 気が楽memiliki makna merasa lega. Dalam cuplikan kalimat yang
pertama,
Begitu pula dalam cuplikan kalimat yang kedua, と く に
だ っ た. Perasaan lega digambarkan oleh tokoh utama yang merasa bahwa
menjadi seorang mahasiswa merupakan hal yang menyenangkan bila dibandingkan dengan
masa SMA. Menjadi mahasiswa, apabila pada salah satu mata kuliah mendapatkan nilai yang
anjlok, masih bisa memperbaikinya di semester berikutnya. Hal inilah yang membuat tokoh
utama menjadi senang dan perasaannya tersebut membuatnya lebih merasa lega.
じょうし
utama yang menceritakan bahwa saat pergi dengan atasan ke suatu tempat, ia merasa leluasa
dengan topik pembicaraan yang berbeda karena terbagi dengan beberapa kelompok. Tentu
memikirkan keberadaan atasan saat pergi bersama. Dengan kata lain, perasaan lega
menjelaskan tentang perasaan seseorang yang tidak perlu terlalu serius dalam menghadapi
sesuatu pekerjaan atau hal sehingga seseorang tersebut bisa merasakan suasana santai`.
Dalam hal ini, perasaan lega dalam cuplikan kalimat yang pertama digambarkan oleh tokoh
utama yang tidak perlu khawatir bila mendapat nilai anjlok pada salah satu mata kuliah,
sebab nilai tersebut dapat diperbaiki pada semester berikutnya. Dan dalam cuplikan kalimat
yang kedua, perasaan lega digambarkan juga oleh tokoh utama yang tidak perlu memikirkan
keberadaan seorang atasan saat sedang pergi bersama, sebab dengan adanya
kelompok-kelompok, maka topik pembicaraan pun tidak harus selalu sama dengan topik yang
dibicarakan oleh atasannya.
3.3 Makna Idiom 気が付く`Ki ga Tsuku`
気 が 付く
Ki ga Tsuku
Perasaan Melekat
Idiom 気が付くbermakna “tersadar, menyadari, sadarkan diri”
Contoh cuplikan dalam novel hal. 35-36: 初めの
`Dalam jadwal pertama, saya bermaksud untuk segera pulang, namun selain masih ada
hal yang mengikat saya, uang pun tinggal sedikit. Kalau saya memutuskan untuk menginap
satu hari lagi dan berjalan-jalan di kota Kyoto, saya tersadar bahwa dompet saya hilang di
dekat stasiun`.
Contoh cuplikan dalam novel hal. 46-47 : それまで、わたしは
さっぽろ
`Hingga saat itu, saya berpikir bahwa Sapporo merupakan kota yang jelas empat musimnya. Musim terbagi dengan jelas, ada musim semi, musim panas, musim gugur dan
musim salju, dan tentu saja saya dapat menikmati masing-masing musim tersebut. Saat
berolah raga, pada musim salju saya dapat bermain ski dan menikmati papan ski, lalu pada
musim panas, waktunya memang singkat, namun saya juga dapat berenang. Perubahan suhu
sewaktu saya kembali dari Kyoto untuk kedua kalinya, saya menyadari bahwa pemikiran
saya keliru`.
Analisis:
Kata kiasan idiom 気が付く`Ki ga Tsuku` dalam kalimat tersebut, jika diterjemahkan secara kata per kata mengandung arti leksikal perasaan melekat. Namun, setelah penulis
menganalisis lebih jauh, makna kiasan idiom 気が付くmemiliki makna tersadar, menyadari
dan sadarkan diri. Seperti yang tergambarkan dalam cuplikan kalimat pertama も
ういちにちと,一日泊 まることにして
Begitu pula halnya yang digambarkan dalam cuplikan kalimat kedua tersebut. だ
が
。
Dalam kalimat ini, si tokoh utama tidak menyadari bahwa ia telah kehilangan dompet saat di
dekat stasiun, dan ia menyadarinya saat ia akan memutuskan untuk menginap satu malam lagi
di kota Kyoto. Pada saat seperti itulah, awalnya perasaan dari tokoh utama itu hilang pergi
entah kemana sehingga membuat ia sejenak tidak sadar dengan hal yang terjadi dan akhirnya
bisa melekat lagi kepada dirinya yang membuat ia bisa menyadari atau tersadar dengan hal
disekelilingnya.
ていたことにき,気がつ,付いた. Disini tokoh utama juga baru tersadar dengan kesalahan pola pikirnya sendiri. Awalnya ia berfikir bahwa Sapporo merupakan kota yang jelas
pembagian musimnya, namun ia tidak berpikir hal yang sama setelah kembali dari kota
Kyoto untuk yang kedua kalinya. Jadi, makna perasaan yang kembali melekat tersebut secara
dirinya sendiri. Dalam hal ini, perasaan sadar dalam cuplikan kalimat yang pertama
digambarkan oleh tokoh utama yang menyadari bahwa ia telah kehilangan dompet di dekat
stasiun saat ia akan memutuskan untuk menginap satu malam lagi di kota Kyoto. Dan dalam
cuplikan kalimat yang kedua, perasaan sadar digambarkan juga oleh tokoh utama yang
menyadari bahwa pola pikirnya terhadap pembagian musim di kota Sapporo adalah keliru
setelah ia kembali dari kota Kyoto untuk kedua kalinya.
3.4 Makna Idiom 気にかかる(掛かる)`Ki ni Kakaru`
気 に 掛かる
Ki ni Kakaru
Perasaan Tergantung
Idiom 気に掛かる bermakna “menjadi beban, menjadi pikiran, menjadi ingatan”
Contoh cuplikan dalam novel hal. 37 : おばさんのいい
かた
,方で、
ひと
,一つ
き ,気
にかかった のは、わたしがほくだい,北大 の
がくせい
,学生 だといったのに、すぐ
「さっぽろだいがく,札幌大学
Terjemahan teks:
」ということだった。
`Dengan gaya berbicara bibi itu, satu hal yang menjadi pikiran saya adalah meski pun
saya mengatakan bahwa saya merupakan mahasiswa dari sebuah universitas di wilayah utara,
bibi tersebut langsung berkata “Universitas Sapporo”.
Kata kiasan idiom 気 に 掛 か る`Ki ni Kakaru` dalam kalimat tersebut, jika diterjemahkan secara kata per kata mengandung arti leksikal perasaan tergantung. Namun,
setelah penulis menganalisis lebih jauh, makna kiasan idiom 気 に 掛 か るmemiliki arti
menjadi beban atau menjadi pikiran. Dalam kalimat itu, お ば さ ん の い い
かた
,方
で、ひと,一つ
き
,気にかかったのは、わたしがほくだい,北大の
がくせい
,学生だとい
ったのに、すぐ「さっぽろだいがく,札幌大学」ということだった . Perasaan beban
digambarkan dengan suasana hati si tokoh utama terhadap perihal pembicaraan si bibi yang
langsung mengatakan kepadanya bahwa ia seorang mahasiswa Universitas Sapporo ketika
tokoh utama mengatakan dirinya berasal dari salah satu universitas di wilayah utara. Hal ini
terjadi karena di mata orang Kyoto secara umum, universitas Sapporo lah yang paling dikenal
mereka dibandingkan dengan universitas lain yang ada di wilayah utara dan hal itu membuat
perasaan si tokoh utama menjadi sedih karena ia menganggap pengetahuan orang Kyoto
sangatlah sempit. Untuk itu, si tokoh utama merasa ingin mengeluh kepada bibi tersebut, tapi
apa boleh dikata, keluhannya tidak dihiraukan oleh bibi tersebut. Dengan kata lain, perasaan
beban menjelaskan tentang rasa kekhawatiran yang muncul dalam diri si pembicara sendiri
terhadap hal yang dilihatnya atau yang dialaminya sehingga hal tersebut mengganggu
perasaannya dan menjadi pikiran baginya. Dalam hal ini, perasaan beban digambarkan oleh
tokoh utama terhadap pembicaraan seorang bibi yang mengatakan bahwa dirinya merupakan
mahasiswa Universitas Sapporo begitu tokoh utama menjelaskan kalau ia sedang belajar di
salah satu universitas di wilayah utara. Kenyataannya tidak berarti demikian. Meskipun ia
belajar di salah satu universitas yang ada di wilayah utara Jepang, bukan berarti ia belajar di
Universitas Sapporo. Hal ini terjadi karena di mata orang Kyoto, Universitas Sapporo lah