• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Respon Bangunan Soft Story Terhadap Pengaruh Gempa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Respon Bangunan Soft Story Terhadap Pengaruh Gempa"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN RESPON BANGUNAN SOFT STORY TERHADAP

PENGARUH GEMPA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan

Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

RIA SARI LUBIS

07 0404 140

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Sebuah tingkat/lantai lunak (soft story) dikenal sebagai lantai yang lemah (weak story) didefenisikan sebagai tingkat pada gedung yang memiliki sebagian besar kekakuan atau kapasitas untuk menyerap energinya sangat kecil untuk melawan/menahan induksi tekanan akibat gempa terhadap gedung tersebut. Gedung dengan tingkat lunak memiliki karakteristik dengan bukaan yang banyak karena penggunaan dinding yang sedikit. Pada tugas akhir ini dianalisa pengaruh penggunaan dinding yang memberikan efek besar pada bangunan. Pada bangunan yang tidak menggunakan dinding pengisi pada lantai dasar (lantai yang dianggap lunak) memberikan kekakuan yang lebih kecil daripada bangunan yang menggunakan dinding pengisi pada lantai dasar. Pada analisa dipakai metode diagonal tekan ekivalen oleh Saneinejad and Hobbs (1995).

Pembahasan tugas akhir ini dilakukan dengan analisa beban dorong statik (pushover). Bangunan yang dianalisa adalah bangunan dengan 3 bentang dengan panjang bentang tepi 8m dan bentang tengah 6m, sementara tinggi lantai dasar sebagai lantai lunak 6m dan tingkat di atasnya 4m. Struktur dianalisa secara bertahap, yaitu tanpa dinding di lantai dasar sebagai tahap awal kemudian dengan menggunakan dinding pada tahap kedua.

Ketika bangunan yang tidak menggunakan dinding pada lantai dasar memberikan kekakuan sebesar 10461,69 kg/cm, pada displacement 0,283959 m dan base shear 84245,67 kg, bangunan hampir runtuh. Sementara pada bangunan setelah menggunakan dinding pada lantai dasar memberikan kekakuan 194190,36 kg/cm dan pada displacement 0,977017 m bangunan mampu memikul beban sebesar 4629017,49 kg. Perbandingan yang diperoleh dari analisa untuk kekakuan sebesar 94,61 %, displacement 70,94 %, dan base shear 98,18 %.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tugas akhir ini. Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam

ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang studi Struktur pada Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Kajian Respon Bangunan Soft Story

Terhadap Pengaruh Gempa”.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan untuk

terselesainya tugas akhir ini kepada :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT, sebagai pembimbing tugas akhir.

2. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai Sekertaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada Ibu tercinta (D. Aritonang) dan Opung yang telah banyak mendukung

serta mendoakan saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Juga kepada

adik-adikku, Samuel, Sarah, Surya, Irma, dan Teguh kuucapkan terima kasih

atas semangat yang selalu diberikan senantiasa.

5. Kepada Amangboru (U. Sitohang) dan juga Namboru (R. Sianturi) beserta

(4)

6. Kepada Daniel Sitohang yang selalu menyediakan waktunya untuk

membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga

berterima kasih kepada Bang Saor, Friska S, dan teman-teman stambuk 2007.

Penulis berusaha menyelesaikan tulisan ini sebaik mungkin, namun penulis

menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Keterbatasan

pengetahuan dan kurangnya pengalaman merupakan penyebab dari ketidak

sempurnaan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu penulis, mengharapkan kritik dan saran

dari bapak dan ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa. Akhir kata, semoga tugas

akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2011

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR NOTASI vii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan 6

1.4 Batasan Masalah 6

1.5 Metodologi Penulisan 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum 8

2.1.1 Pengertian Gempa 8

2.1.2 Gempa Di Indonesia 9

2.1.3 Pengaruh Gempa Terhadap Struktur 11

2.2 Desain Struktur Baja Tahan Gempa 13

2.2.1 Konsep Umum Struktur Tahan Gempa 13

(6)

2.3 Struktur Tidak Beraturan (Irregular Structure) 19

2.3.1 Denah Tidak Simetris (Horizontal/Plan

Structural Irregularities) 20

2.3.2 Struktur Vertikal Tidak Reguler (Vertical Structural

Irregularities) 24

BAB III ANALISA PEMODELAN

3.1 Pengertian Soft Story 27

3.2 Perencanaan Balok Dan Kolom 29

3.2.1 Balok 29

3.2.2 Kolom 31

3.3 Kekakuan Kolom (Stiffness) 33

3.3.1 Kekakuan Kolom Jepit-Jepit 34

3.3.2 Kekakuan Kolom Menurut Cara Muto (1956,1975) 36

3.3 Dinding Pengisi (Masonry) 38

3.4.1 Mode Kehancuran Dinding Masonry 42

3.4.2 Perpindahan Lateral 44

3.3.3 Kekakuan (Stiffness) 44

3.3.4 Parameter Diagonal Tekan Ekivalen 45

(7)

3.6 Kriteria Kinerja Bangunan Tahan Gempa 48

BAB IV PEMBAHASAN/APLIKASI

4.1 Pendahuluan 51

4.2 Model Struktur 52

4.3 Pembebanan Struktur 53

4.3.1 Beban Gravitasi 53

4.3.2 Beban Gempa 54

4.4 Perencanaan Struktur 57

4.4.1 Kolom 57

4.4.2 Balok 62

4.5 Analisa Struktur Tanpa Dinding Pada Lantai Dasar 66

4.6 Pengontrolan Sendi Plastis 77

4.7 Analisa Pengaruh Dinding Pengisi (Brick Masonry) Pada Struktur 79

4.8 Kesimpulan Hasil Perhitungan 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 85

5.2 Saran 85

(8)

DAFTAR NOTASI

F Gaya Inersia

V Gaya Geser

ԑsh Regangan Pada Saat Mulai Terjadi Efek Strain-Hardening

ԑy Regangan Leleh

Φ Faktor Reduksi Beban

Rn Kuat Nominal Komponen Struktur

Ru Pengaruh Aksi Terfaktor

Mt Besarnya Momen Torsi Yang Terjadi

Rotasi Demand

Gaya Geser Yang Terjadi

Mn Tahanan Momen Nominal

Mu Momen Lentur Akibat Beban Terfaktor.

Mp Tahanan Momen Plastis

Z Modulus Plastis

Fy Kuat Leleh Baja.

(9)

S Modulus Penampang.

Nn Kuat Tekan Nominal Komponen Struktur

k Faktor Panjang Tekuk.

K Kekakuan

Km Kekakuan Muto

Cm Koefisien Kekakuan Muto

Kf Kekakuan Kolom Jepit-Jepit

Cb Koefisien Kekakuan Blume

Cag Koefisien Kekakuan Aydin Dan Gonen

Α Prosentase Panjang Bidang Kontak Dari Tinggi Atau Lebar Panel

h’, l’ Jarak Bersih Panel

µ Koefisien Gesek Panel-Portal

C Gaya Normal Pada Bidang Kontak

β0 Nominal Atau Batas Atas (Upper-Bound)

y Peralihan Atap Pada Saat Leleh Pertama

u Peralihan Pada Kondisi Ultimit Atau Target Peralihan.

Sds Respon Spektra Percepatan Desain Untuk Perioda Pendek

(10)

Fa Koefisien Perioda Pendek

Fv Koefisien Perioda 1.0 Detik

λ Kelangsingan

∆s Simpangan Antar-Tingkat

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Gedung dengan bukaan pada lantai bawah 2

Gambar 1.2 Kegagalan soft story 3

Gambar 1.3 Tumpuan didesain jepit berubah menjadi desain sendi 4

Gambar 1.4 Potongan dan denah bangunan 7

Gambar 2.1 Gelombang gempa merambat sampai ke permukaan tanah 9

Gambar 2.2 Peta wilayah aktif gempa di Indonesia 10

Gambar 2.3 Gaya Inersia 12

Gambar 2.4 Denah simetris 15

Gambar 2.5 Tonjolan-tonjolan pada gedung 15

Gambar 2.6 Loncatan bidang muka 16

Gambar 2.7 Denah bangunan dimana titik pusat massa tidak berimpit

dengan titik pusat kekakuan 21

Gambar 2.8 Besarnya eksentrisitas tak terduga 22

Gambar 2.9 Ketidakreguleran displacement 22

Gambar 2.10 Bangunan berbentuk L 23

(12)

Gambar 2.12 Bangunan tidak seimbang 24

Gambar 2.13 Sistem tidak paralel 24

Gambar 2.14 Efek soft storey akibat gempa di Loma Prieta 25

Gambar 2.15 Geometri tidak reguler 26

Gambar 2.16 Bangunan yang tidak reguler 26

Gambar 3.1 Bangunan dengan soft story 28

Gambar 3.2 Struktur yang daktail 28

Gambar 3.3 Faktor panjang tekuk untuk beberapa kondisi perletakan 33

Gambar 3.4 Kolom jepit-jepit 34

Gambar 3.5 Kolom jepit-sendi 35

Gambar 3.6 (a) struktur pegas paralel (b) struktur pegas seri 36

Gambar 3.7 Kolom tepi, kolom tengah, dan kolom bawah 37

Gambar 3.8 Deformasi tanpa dinding pengisi pada

bangunan second soft story 39

Gambar 3.9 (a) Portal isi (b) Penopang diagonal bolak-balik 41

Gambar 3.10 Kesimbangan gaya pada portal isi 41

Gambar 3.11 Tekan diagonal (a) Blok tegangan ekivalen (b) Pita diagonal 43

(13)

Gambar 3.13 Ilustrasi Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja (ATC-58) 50

Gambar 4.1 (a) tampak depan struktur (b) denah struktur 52

Gambar 4.2 Bentuk tipikal respon spektra desain di permukaan tanah 55

Gambar 4.3 Grafik Respon Spektra Desain 57

Gambar 4.4 Dinding pengisi pada bangunan 68

Gambar 4.5 Hubungan force-deformation pada hinges 76

Gambar 4.6 Pushover curve 76

Gambar 4.7 Sendi plastis kolom lantai 1 pada step 7 77

Gambar 4.8 Dinding pengisi pada bangunan 77

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka

tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia 11

Tabel 3.1 Nilai λ, λp, dan λr balok 31

Tabel 3.2 Nilai λ dan λr kolom 32

Tabel 3.3 Kriteria Kinerja 49

Tabel 4.1 Periode dan Spektra Percepatan Kota Medan 56

Tabel 4.2 Gaya aksial pada kolom lantai dasar 57

Tabel 4.3 Gaya aksial kolom lantai 2 – 7 60

Tabel 4.4 Momen yang terjadi pada balok 62

Tabel 4.5 Momen pada atap 64

Tabel 4.6 Simpangan maksimum struktur 71

Tabel 4.7 Distribusi penyebaran sendi plastis pada struktur 75

Tabel 4.8 Tabel pushover dengan menggunakan dinding 80

Tabel 4.9 Simpangan pada struktur dengan dinding pada lantai dasar 81

Tabel 4.10 Perbandingan antara penggunaan dinding dengan tanpa menggunakan

(15)

ABSTRAK

Sebuah tingkat/lantai lunak (soft story) dikenal sebagai lantai yang lemah (weak story) didefenisikan sebagai tingkat pada gedung yang memiliki sebagian besar kekakuan atau kapasitas untuk menyerap energinya sangat kecil untuk melawan/menahan induksi tekanan akibat gempa terhadap gedung tersebut. Gedung dengan tingkat lunak memiliki karakteristik dengan bukaan yang banyak karena penggunaan dinding yang sedikit. Pada tugas akhir ini dianalisa pengaruh penggunaan dinding yang memberikan efek besar pada bangunan. Pada bangunan yang tidak menggunakan dinding pengisi pada lantai dasar (lantai yang dianggap lunak) memberikan kekakuan yang lebih kecil daripada bangunan yang menggunakan dinding pengisi pada lantai dasar. Pada analisa dipakai metode diagonal tekan ekivalen oleh Saneinejad and Hobbs (1995).

Pembahasan tugas akhir ini dilakukan dengan analisa beban dorong statik (pushover). Bangunan yang dianalisa adalah bangunan dengan 3 bentang dengan panjang bentang tepi 8m dan bentang tengah 6m, sementara tinggi lantai dasar sebagai lantai lunak 6m dan tingkat di atasnya 4m. Struktur dianalisa secara bertahap, yaitu tanpa dinding di lantai dasar sebagai tahap awal kemudian dengan menggunakan dinding pada tahap kedua.

Ketika bangunan yang tidak menggunakan dinding pada lantai dasar memberikan kekakuan sebesar 10461,69 kg/cm, pada displacement 0,283959 m dan base shear 84245,67 kg, bangunan hampir runtuh. Sementara pada bangunan setelah menggunakan dinding pada lantai dasar memberikan kekakuan 194190,36 kg/cm dan pada displacement 0,977017 m bangunan mampu memikul beban sebesar 4629017,49 kg. Perbandingan yang diperoleh dari analisa untuk kekakuan sebesar 94,61 %, displacement 70,94 %, dan base shear 98,18 %.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gempa merupakan fenomena alam yang harus diterima sebagai fact of life.

Karena itu gempa bumi tidak mungkin untuk dicegah ataupun diprediksi dengan

tepat kapan akan terjadi dan dimana lokasi dan berapa besar magnitude gempa

tersebut akan terjadi. Oleh karena itu yang dapat dilakukan adalah memperkecil atau

mengurangi dampak dari gempa tersebut.

Sebagai perencana, seorang ahli struktur harus mengetahui perilaku struktur

dengan dasar-dasar pengetahuan dalam statika, dinamika, mekanika bahan, dan

analisa struktur untuk menghasilkan suatu struktur yang ekonomis dan aman, selama

masa layannya. Semakin berkembangnya segala kebutuhan manusia maka dunia

konstruksi pun turut berubah. Perubahan ini ditujukan agar dapat memenuhi

kebutuhan tersebut. Untuk mampu memenuhi kebutuhan tersebut maka seorang ahli

struktur harus memikirkan bagaimana cara agar bangunan tetap aman selama masa

layan bangunan.

Namun, beberapa dari kriteria dan persyaratan dari sebuah bangunan

tersebut sering terabaikan. Contohnya gedung-gedung tinggi yang bertipe gedung

perkantoran, hotel, atau apartemen, khususnya di kota-kota besar, pada umumnya

mempunyai lobi yang berada di lantai dasar dengan desain yang lebih luas

(17)

Ciri-ciri lantai lobi/pa

1. Tinggi pada lanta

atasnya. Arsitek bi

besar, luas, dan m

2. Karena ingin luas

sedikit daripada

dinding sekat anta

G

Akibat dari

bangunan yang minim

gempa, timbul perger

merespon gaya latera

terjadi keruntuhan pa

telah diketahui bahwa

yang terjadi pada bata

balok, lantai, serta s

/parkir adalah:

ntai lobi/parkir umumnya lebih besar daripad

k biasanya menginginkan hal ini agar ruangan

n megah.

uas, maka di lantai lobi, penggunaan dinding

da di lantai-lantai atas yang memang membut

ntar ruangan.

Gambar 1.1 Gedung dengan bukaan pada lanta

ri penggunaan tembok atau dinding penutup

inim akan sangat berpengaruh pada gaya gem

erakan lateral pada tanah sehingga lantai di ata

eral yang lebih besar. Karena kolom bawah l

n pada kolom bawah (soft-storey mechanism).

hwa tujuan utama sebuah kolom adalah memikul

batang. Kolom juga merupakan komponen strukt

a seluruh beban di lantai tersebut serta lantai

pada lantai tipikal di

gan lobi terlihat lebih

nding bata relatif lebih

mbutuhkan

dinding-ntai bawah

up pada bagian dasar

gempa. Ketika terjadi

atas yang lebih berat

h lebih lemah, maka

). Dan seperti yang

kul gaya aksial desak

uktur yang menopang

(18)

Sedangkan balok adalah komponen struktur yang menopang dan mendistribusikan

beban-beban di lantai tersebut menuju kolom-kolom.

Selain terjadi pada kolom lantai dasar, soft story juga bisa terdapat pada

tingkat atas. Seperti terlihat pada gambar 1.2 terjadi kegagalan soft story pada kolom

lantai lunak. Mekanisme keruntuhan yang terjadi apabila lantai lunak di tingkat atas

sama dengan keruntuhan yang terjadi apabila lantai lunak terjadi pada lantai dasar.

Akan tetapi, ketika terjadi soft story mechanisme, lantai di bawah tingkat lunak

tersebut hanya mengalami pergerakan lateral yang kecil bila dibandingkan dengan

pergerakan lateral tingkat lunak.

Gambar 1.2 Kegagalan soft story

(Sumber : Earthquake Resistant Design Of Steel Structures)

Masalah lain yang sering terjadi adalah terdapat pada pondasi yang didesain

mampu memikul momen beralih menjadi desain yang tidak mampu memikul momen

ataupun sebaliknya. Hal ini mengakibatkan bagian kolom atas banyak menerima

(19)

Gambar 1.3

Bangunan de

balok lemah”. Strukt

lemah”, artinya ketika

sendi plastis di dalam

balok dan pada kaki kol

Untuk menc

struktur gedung harus

Daktilitas adalah ke

deformasi inelastis bol

mempertahankan sejum

2002).

Untuk menda

1. Lantai yang diangga

Kekakuan ini di

struktur dapat diukur

kecil simpangan s

Tumpuan didesain jepit berubah menjadi de

n dengan perilaku soft story tidak memenuhi ka

uktur gedung harus memenuhi persyaratan “

tika struktur gedung memikul pengaruh gem

am struktur gedung tersebut hanya boleh terjadi

ki kolom dan kaki dinding geser saja. (SNI 03-1726

encapai persyaratan kolom kuat balok lem

rus daktail. Tingkat daktilitas ini diharapkan

kemampuan struktur atau komponennya

bolak-balik berulang di luar batas titik lele

ejumlah besar kemampuan daya dukung bebann

ndapatkan bangunan yang tidak berperilaku sof

anggap “lunak” sebaiknya kekakuan kolomny

dimaksudkan agar pergerakkannya dapat di

diukur dari besarnya simpangan antar lantai ba

n struktur maka bangunan tersebut akan semaki

desain sendi.

nuhi kaidah “kolom kuat

n “kolom kuat balok

mpa rencana,

sendi-adi pada ujung-ujung

1726-2002)

emah tersebut maka

n terjamin dan baik.

a untuk melakukan

eleh pertama, sambil

annya. (SNI

03-1729-soft story maka :

nya agak dilebihkan.

dibatasi. Kekakuan

i bangunan, semakin

(20)

kekakuan artinya kita berbicara tentang variabel E, I, dan L. Menaikkan E berarti

meninggikan mutu beton, hal ini relatif jarang dilakukan jika hanya mau

meningkatkan kekauan satu lantai saja. Mengurangi nilai L (tinggi antar lantai)

juga sulit dilakukan karena tinggi lantai yang sudah ditentukan oleh arsitek

biasanya tidak bisa diubah lagi. Yang paling mungkin adalah menambah momen

inersia, I, yaitu dengan memperbesar ukuran kolom. Hal ini memang

membutuhkan koordinasi dengan pihak arsitek.

2. Yang paling ideal adalah, kekakuan dinding bata juga sebaiknya dimasukkan ke

dalam perhitungan. Akan tetapi di Indonesia khususnya, belum ada pedoman

mengenai hal ini, apalagi dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Sebenarnya

boleh saja kita tidak memasukkan kekauan dinding bata ke dalam perhitungan,

akan tetapi hal ini berarti dalam pelaksanaannya nanti dinding bata tersebut harus

“terlepas” (tidak diikat) dari struktur utama. Hal ini tentu sangat berbahaya

karena dinding tersebut sewaktu-watu bisa rubuh dan menimpa orang yang ada di

dekatnya.

3. Jika pondasinya tidak didesain untuk menahan momen, sebaiknya tidak

menggunakan tumpuan jepit.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai sarana kebutuhan hidup, maka suatu bangunan dituntut dapat

memberikan keamanan dan kenyamanan bagi setiap penggunaan bangunan.

Keamanan ini meliputi terhindarnya bangunan dari keruntuhan struktur,

terkhususnya akibat pengaruh dari gaya gempa. Seperti yang telah disebutkan di atas

(21)

terbentuknya sejumlah sendi-sendi plastis pada kolom. Oleh karena itu maka

diperlukan desain atau dimensi kolom dengan kekakuan yang lebih besar daripada

balok ataupun dari kolom yang di atasnya yang bukan lantai lunak (soft story).

Kolom yang digunakan merupakan baja.

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembahasan masalah ini adalah untuk mendapatkan desain

pada lantai yang tergolong soft story agar memiliki kekakuan yang lebih besar

dibandingkan dengan tigkat di atas yang tidak merupakan kelompok soft story. Hal

ini juga ditujukan agar tercapai keamanan dan kenyamanan pada setiap penggunaan

bangunan tersebut pada daerah gempa rencana.

1.4 Batasan Masalah

Pada tugas akhir ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas

antara lain:

1. Gedung direncanakan seperti pada gambar 1.4 dengan lantai 1 sebagai lantai

lemah dengan tinggi 6 m, sedangkan lantai lain masing-masing 4 m.

2. Kolom dan balok pada gedung menggunakan profil WF berdasarkan

pembebanan yang direncanakan.

3. Pengaruh dinding pengisi diperhitungkan sebagai perbandingan dengan

gedung tanpa dinding pengisi pada lantai lunak.

4. Gempa rencana sesuai dengan “Peta Hazard Gempa Indonesia 2010”, SNI

2010 yang kemudian dihitung dengan Program SAP 2000.

(22)

(a) (b)

Gambar 1.4 (a) Potongan dan (b) denah bangunan

(Sumber : Autocad 2007)

1.5 Metodologi Penulisan

Adapun metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah sesuai

dengan perencanaan yang terdapat pada buku-buku yang menjadi panduan utama dan

juga sebagai acuan dalam mengerjakan pendimensian kolom. Selain dengan

buku-buku tersebut, dalam perencanaan ini, masukan-masukan dari dosen pembimbing dan

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

2.1.1 Pengertian Gempa

Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi pada permukaan tanah

akibat sesuatu hal atau akibat kejadian tertentu. Gempa bumi (earthquake) adalah

fenomena getaran yang dikaitkan dengan hentakan pada kerak bumi. Dari studi

geologi, terbukti bahwa bebatuan pada permukaan bumi tidaklah kaku sebagaimana

bentuk yang terlihat. Tanah (bumi) jika mendapat tegangan diluar batas elastisitasnya

akan menimbulkan perpecahan (rupture) dan ketika ini terjadi gerakan meluncur

relatif terjadi diantara sisi-sisi yang berlawanan dan menghasilkan apa yang disebut

dengan geological fault.

Menurut hasil penelitian para ahli menyebutkan bahwa gempa ini terjadi

akibat adanya dua segmen dari kerak bumi mengalami pergerakan/perpindahan

antara satu segmen dengan segmen lainnya. Akibat pelepasan kedua segmen itu

terbentuk bagian yang disebut fault. Gerakan pelepasan ini juga menghasilkan

sejumlah energi tegangan yang kemudian energi ini dipindahkan melalui tanah dalam

bentuk gelombang getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh

(rupture point). Perpindahan inilah pada suatu lokasi (site) bumi disebut gempa

(24)

Gelombang gempa yang merambat dari sumber gempa (fokus) sampai

pada permukaan tanah akan melewati kondisi tanah/geologi tertentu. Media tanah

yang dilewati akan berfungsi sebagai filter/peredam getaran gelombang. Getaran

yang mempunyai frekuensi tinggi akan mempunyai panjang gelombang yang

pendek. Oleh karena itu, media tanah akan sangat efektif meredam getaran yang

mempunyai frekuensi tinggi.

Gambar 2.1 Gelombang gempa merambat sampai ke permukaan tanah

2.1.2 Gempa Di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat resiko terhadap gempa

bumi yang cukup tinggi seperti halnya Jepang dan California, hal ini disebabkan

karena wilayah kepulauan Indonesia berada di antara 4 (empat) sistem tektonik yang

aktif. Yaitu tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina

(25)

Gambar 2.2 Peta wilayah aktif gempa di Indonesia

(Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010)

Tataan geografi Indonesia yang berada dalam pertemuan sejumlah

lempeng tektonik besar yang aktif bergerak dimana setiap pergerakan lempeng

berpotensi mengakibatkan gempa bumi. Hal ini dikarenakan tiga lempeng besar

dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia serta

membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat setidaknya terjadi belasan kali gempa

bumi besar di wilayah Indonesia dengan kekuatan di atas 7 SR. Beberapa yang

terbesar di antaranya mengguncang Gunung Sitoli (7,2 SR), Tasikmalaya (7,3 SR),

Jambi (7,9 SR), Manokwari (7,1 SR), Bengkulu (7,9 SR), dan Ternate (6,4 SR),

Padang ( 7,6 SR ), Tual, maluku (7.0 SR) dan gempa besar lainnya.

Pada Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan

Gedung SNI–1726-2002, Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa,

(26)

Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini

didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana

dengan perioda ulang 500 tahun. Selain itu, SNI–1726-2002 juga telah menetapkan

peta gempa di Indonesia yang kemudian disempurnakan dengan diresmikannya Peta

Hazard Gempa Indonesia 2010 sebagai acuan dasar perencanaaan dan perancangan

infrastruktur tahan gempa.

Tabel 2.1. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia.

Wilayah Gempa Percepatan puncak batuan dasar (g)

Percepatan puncak muka tanah Ao (g)

Tanah keras Tanah sedang Tanah lunak Tanah khusus

1 0.03 0.04 0.05 0.08

Diperluka

n evaluasi

khusus di

setiap

lokasi

2 0.10 0.12 0.15 0.20

3 0.15 0.18 0.23 0.30

4 0.20 0.24 0.28 0.34

5 0.25 0.28 0.32 0.36

6 0.30 0.33 0.36 0.38

(sumber : SNI 03-1726-2002)

2.1.3 Pengaruh Gempa Terhadap Struktur

Massa bangunan merupakan faktor paling utama karena gaya tersebut

melibatkan inersia. Faktor lain adalah bagaimana massa tersebut terdistribusi,

kekakuan struktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme redaman pada

bangunan, dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri. Perilaku dan besar

(27)

kala bisa untuk ditentukan. Gerakan yang terjadi berperilaku tiga dimensi.

Gelombang getaran pada permukaan tanah bergerak secara vertikal maupun

horizontal, sesuai dengan Hukum Newton bahwa bila suatu massa diberi percepatan

akan timbul gaya inersia F sebesar massa m dikalikan dengan percepatan a.

Gambar 2.3 Gaya Inersia

Hukum Newton : F =

( )

= m x a

V = F = m x a

Ketika suatu bangunan mengalami getaran, percepatan getaran dan massa

bangunan menyebabkan timbul gaya inersia tambahan yang membebani struktur

bangunan secara lateral dan vertikal, gaya inersia lateral sangat banyak menyebabkan

kerusakan dan keruntuhan bangunan, karena pada umumnya struktur pemikul gaya

lateral lebih lemah dibandingkan dengan sistem pemikul gaya vertikal. Oleh karena

itu, perlu dicapai keseimbangan yang akan mengimbangi gaya lateral tersebut yaitu

F

V =

W

Benda tegar

Berat total benda

Gaya geser penahan inersia

(28)

adanya gaya geser V pada struktur sedemikian. Gaya geser pada dasar yang harus

dipikul oleh struktur yang kaku sempurna dapat diperoleh sebagai persentase dari

berat bangunan.

Pergerakan gempa menyebabkan terjadi osilasi pada struktur. Osilasi

struktur dapat mempunyai periode alami yang panjang atau pendek yang disebabkan

adanya mekanisme redaman pada struktur. Mekanisme redaman yang menyerap

sebagian energi gempa ada di dalam semua struktur. Struktur disebut mempunyai

periode alami getaran yang relatif panjang apabila mengalami osilasi (gerak bolak

balik) dalam waktu yang relatif lama, dan sebaliknya.

2.2 Desain Struktur Baja Tahan Gempa

2.2.1 Konsep Umum Struktur Tahan Gempa

Besarnya tingkat pembebanan gempa berbeda-beda dari satu wilayah ke

wilayah yang lain tergantung kepada keadaan seismotektonik, geografi, dan geologi

setempat. Prinsip desain yang paling utama dalam desain gedung tahan gempa adalah

memastikan bahwa setiap massa umum pada gedung (lantai, atap, dan sebagainya)

mempunyai lokasi simetris satu sama lain. Analisis gempa terutama pada bangunan

tinggi perlu dilakukan karena pertimbangan keamanan struktur dan kenyamanan

penghuni bangunan. Gaya lateral gempa mempunyai sifat inersial jadi berkaitan

langsung dengan stiap massa pada gedung tersebut. Beban gempa yang terutama

dalam arah mendatar akan menimbulkan simpangan (driff) struktur yang dapat

(29)

Adapun pengertian umum mengenai suatu struktur bangunan tahan

gempa adalah, apabila bangunan tersebut memenuhi kriteria dibawah ini :

1. Untuk gempa kecil, tidak ada kerusakan sama sekali pada struktur bangunan.

2. Untuk gempa sedang, hanya boleh terjadi sedikit kerusakan pada

elemen-elemen non struktural (contoh : kerusakan pada langit-langit dan atap).

3. Untuk gempa besar, elemen-elemen struktural boleh rusak tetapi bangunan

tidak boleh runtuh sebagian atau seluruhnya.

Besar kecilnya kerusakan komponen struktur dan non-struktur akibat

gerakan tanah tidak hanya tergantung kepada karakteristik gempa saja. Berikut ini

diberikan beberapah faktor utama yang mempengaruhi kerusakan bangunan akibat

gempa [ Lidenburg dan Bradar, 2001], antara lain:

1. Karakteristik gempa yang terjadi

a. Percepatan puncak muka tanah

b. Durasi gempa

c. Frekwensi gempa

d. Panjang patahan

2. Karakteristik lokasi dimana bangunan akan didirikan

a. Jarak bangunan ke pusat gempa Struktur geologi antara bangunan ke

pusat gempa

b. Jenis lapisan tanah dilokasi bangunan

c. Waktur getar alami tanah dilokasi bangunan

3. Karakteristik struktur

a. Waktu getar alami dari struktur bangunan

(30)

c. Persyaratan dan konsep detailing yang direncanakan

Mengikuti perkembangan zaman dengan semakin banyaknya jenis

bangunan serta bentuk bangunan yang lebih bervariasi akan sangat berpengaruh

terhadap respon bangunan tersebut ketika terjadi gempa.

Beberapa hal disarankan untuk mengurangi dampak gempa yaitu :

1. Struktur beraturan

Unsur-unsur penahan gempa dari suatu struktur diusahakan agar simetris

terhadap pusat massa struktur. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan

[image:30.595.241.392.361.435.2]

lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40 m.

Gambar 2.4 denah simetris

Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan

kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari

ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut. Untuk denah

gedung berbentuk H sebaiknya dipisahkan.

Gambar 2.5 tonjolan-tonjolan pada gedung

Dimana : K1 < 25% A K2 < 25% B

B

A A

B

K1

K1/2 K1/2

K1

[image:30.595.141.532.561.685.2]
(31)

2. Loncatan bidang muka

Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan

kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian

gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari

ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini,

struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap

[image:31.595.252.399.265.432.2]

menyebabkan adanya loncatan bidang muka.

Gambar 2.6 loncatan bidang muka

Dimana : ≥ %

3. Daktilitas

Daktilitas merupakan kemampuan suatu struktur gedung untuk

mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik

akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan

pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga

struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di

ambang keruntuhan. Suatu material yang memiliki daktilitas tinggi akan mampu

A

(32)

mengembangkan regangannya dari pertama kali struktur itu mengalami pelelehan

hingga akhirnya runtuh.

4. Keseragaman kekakuan tingkat

Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa

adanya tingkat lunak. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu

tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan satu satuan

simpangan antar-tingkat.

Dalam perencanaan struktur atau bangunan yang mempunyai ketahanan

terhadap gempa dengan tingkat keamanan yang memadai, struktur harus dirancang

dapat memikul gaya horizontal atau gaya gempa. Yang harus diperhatikan adalah

bahwa struktur harus dapat memberikan layanan yang sesuai dengan perencanaan.

Menurut T. Paulay (1988), tingkat layanan dari struktur akibat gaya

gempa terdiri dari 3, yaitu :

1. Serviceability

Jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam waktu

ulang yang besar mengenai struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan,

seperti aktivitas normal didalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Artinya tidak

dibenarkan ada terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun

dalam elemen non-struktur yang ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan control

dan batas simpangan (driff) yang dapat terjadi semasa gempa, serta menjamin

kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya gempa yang

(33)

2. Kontrol kerusakan

Jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan umur

atau, masa rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan

gempa ringan atau gempa kecil tanpa terjadi kerusakan pada komponen struktur

ataupun maupun komponen non-struktur, dan diharapkan struktur dalam batas

elastis.

3. Survival

Jika gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur/ masa banunan yang

direncanakan membebani struktur, maka struktur direncankan untuk dapat bertahan

dengan tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami kerusakan dan keruntuhan

(collapse). Tujuan utama dari keadaan batas ini adalah untuk menyelamakan jiwa

manusia.

2.2.2 Struktur Baja Tahan Gempa

Struktur baja merupakan salah satu sistem struktur tahan gempa dengan

kinerja yang sangat bagus, karena material baja mempunyai karakteristik yang unik

dibandingkan dengan material struktur lainnya. Dalam memikul beban siklik akibat

gempa, sebuah penampang baja harus mampu berdeformasi plastik secara stabil

untuk menghasilkan jumlah penyerapan energi yang besar. Oleh karena itu dengan

mengandalkan pada sifat daktilitas dan kekuatannya yang tinggi maka struktur baja

sangat cocok digunakan untuk daerah-daerah dengan tingkat seismisitas yang tinggi.

Menurut Kuzmanovic dan Willems (1977), mendefenisikan daktilitas baja sebagai

(34)

=

Dimana

ԑ

sh adalah regangan pada saat mulai terjadi efek strain-hardening

(penguatan regangan) dan ԑyadalah regangan leleh.

Dalam perencanaan struktur baja, keuletan material (toughness) adalah

ukuran dari suatu material untuk menahan terjadinya putus (fracture) atau dengan

kata lain adalah kemampuan untuk menyerap energi. Keuletan material juga dapat

didefenisikan sebagai kemampuan untuk menahan terjadinya perambatan retak

akibat adanya takikan pada badan material. Retak yang merambat akan

mengakibatkan keruntuhan getas pada material.

Komponen struktur untuk bangunan baja tahan gempa harus memenuhi :

φRn Ru

Dimana φ adalah faktor reduksi beban, Rn adalah kuat nominal komponen struktur,

Ru adalah pengaruh aksi terfaktor, yaitu momen atau gaya yang diakibatkan oleh

suatu kombinasi pembebanan atau pengaruh aksi perlu, yaitu momen atau gaya yang

disyaratkan untuk struktur tahan gempa.

2.3 Struktur Tidak Beraturan (Irregular Structure)

Bangunan seringkali direncanakan tidak simetri dalam denah dan elevasi

bangunan yang menyebabkan distribusi massa, kekakuan dan kekuatan yang tidak

merata. Hal ini sering terjadi karena menyesuaikan dengan keinginan owner dan juga

(35)

Bangunan seperti ini mempunyai respons yang kurang baik terhadap gaya lateral

seperti angin dan gempa.Bangunan seperti ini dikategorikan sebagai bangunan tidak

regular (irregular buildings). Berikut ini diberikan ketentuan atau persyaratan suatu

bangunan dikategorikan sebagai bangunan tidak regular.

2.3.1 Denah tidak simetris (Horizontal/Plan Structural Irregularities)

Pola denah bangunan yang tidak simetris akan menimbulkan efek yang

sangat berbahaya pada sebuah bangunan sehingga hal ini sangat perlu diperhatikan

dalam setiap perencanaan/konstruksi. Pengaruh yang dapat terjadi, yaitu :

1. Gaya torsi lebih besar

Aksi putar yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu longitudinal

material disebut torsi (torque). Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus

aabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap

sumbu longitudinal batang sehingga tegangan geser yang terjadi pada penampang

akibat torsi akan mempengaruhi perencanaan struktur baja.

Lokasi massa yang tidak simetris dapat menyebabkan gaya-gaya pada

massa tersebut menimbulkan momen torsi terhadap gedung yang pada akhirya dapat

meruntuhkan gedung itu. Sebagai contoh gedung yang memiliki pola/denah

berbentuk L, jelas mempunyai distribusi massa tak simetris, yang pada umumnya

juga mempunyai elemen pengaku tidak simetris. Pada bentuk ini gaya-gaya torsional

dapat timbul sebagai akibat efek torsi beban lateral. Selain sebagai akibat massa yang

tidak simetris, torsi juga terjadi karena titik pusat kekakuan tidak berimpit dengan

(36)

Adapun titik pusat massa adalah titik tangkap resultante dari jumlah

semua beban gravitasi yang bekerja di atas taraf yang ditinjau. Sedangkan titik pusat

kekakuan adalah titik tangkap resultante gaya geser yang bekerja yang terdapat pada

taraf lantai yang bersangkutan.

Gambar 2.7 Denah bangunan dimana titik pusat massa tidak berimpit dengan titik

pusat kekakuan (sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)

Dari gambar di atas maka ditentukan :

Fi =

M

M

M

M

TTTT

MT =

V x e

V x e

V x e

V x e

Dimana Fi adalah gaya geser tingkat akibat gempa dan MT adalah besarnya momen

torsi yang terjadi.

Pada kejadian ini dapat dilihat bahwa gaya resultan gempa akan bekerja

melalui titik pusat massa dan dipindahkan ke titik pusat kekakuan sehingga

menimbulkan momen torsi . Akibatnya sistim pemikul gaya lateral seperti kolom

akan mengalami gaya geser tambahan yang besarnya sebanding dengan jaraknya ke

Titik pusat massa

(37)

titik pusat kekakuan. Bila kolom tidak direncanakan dengan baik, maka dapat

menyebabkan kegagalan geser pada kolom bahkan bangunan bisa runtuh.

Dalam sebuah perencanaan maka suatu gedung dapat diperhitungkan

dengan memberi eksentrisitas tak terduga (accidental torsion). Untuk

memperhitungkan ketidakpastian titik tangkap gaya lateral yang bekerja dan karena

adanya kemungkinan perubahan besar ataupun distribusi massa setiap tingkat , maka

dalam perencanaan harus ditambahkan eksentrisitas sebesar 0.05 dari panjang denah

bangunan dalam arah tegak lurus terhadap gaya yang ditinjau.

Gambar 2.8 Besarnya eksentrisitas tak terduga

(sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)

[image:37.595.220.406.318.448.2]

Ketentuan tidak reguler juga dapat dijelaskan seperti pada gambardi bawah.

Gambar 2.9 ketidakreguleran displacement

(38)

δ

avg = &'()* +

&',-δmaks < 1.2 δavg merupakan struktur tanpa torsional irregularity

1.2 δavgδmaks 1.4 δavg merupakan struktur dengan torsional irregularity

δmaks > 1.4 δavg merupakan struktur dengan extreme torsional irregularity

2. Re-entrant corner irregularity

Bangunan yang membentuk sudut atau bangunan berbentuk L bisa

disebut tidak reguler jika Py > 0.15 Ldan Px > 0.15 Ly dan hal ini dapat dijelaskan pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 bangunan berbentuk L

(sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)

3. Terdapatnya bukaan

[image:38.595.249.433.341.447.2]

Ketidakreguleran jika terdapat bukaan dapat dijelaskan seperti gambar.

Gambar 2.11 Bukaan pada bangunan

Tidak reguler jika bukaan > 0.5 dikali luas lantai atau kekakuan efektif

diaphragma/bukaan berbeda-beda, yaitu jika lebih dari 50% dari satu lantai ke lantai

berikutnya.

open

(39)
[image:39.595.236.415.108.215.2]

4. Bagian bangunan yang tidak seimbang (out of plane offsets)

Gambar 2.12 Bangunan tidak seimbang

(sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)

5. Sistem yang tidak paralel

Sistem yang tidak paralel ini terjadi jika garis kerja atau arah gerak gaya

vertikal lateral yang terjadi pada bangunan tidak searah dengan sumbu utama

ortogonal dari gaya seismik pada bangunan.

Gambar 2.13 Sistem tidak paralel

(sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)

2.3.2 Struktur Vertikal tidak Reguler (Vertical Structural Irregularities)

Struktur bagian vertikal yang tidak simetris atau regular ini meliputi :

1. Kekakuan bangunan yang tidak seragam/regular

Jika kolom-kolom tingkat mempunyai kekakuan yang lebih kecil

[image:39.595.244.379.396.495.2]
(40)

energi gempa akan diserap sebagian besar oleh kolom ini, akibatnya terjadilah

tingkat lunak (soft storey) dimana sendi-sendi plastis terjadi pada ujung-ujung kolom

ini. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, di mana kekakuan

lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang

[image:40.595.231.409.230.355.2]

dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya.

Gambar 2.14 Efek soft storey akibat gempa di Loma Prieta

2. Massa yang tidak seragam

Dikelompokkan ke dalam bangunan dengan massa tidak seragam/reguler

jika massa pada lantai yang ditinjau lebih besar dari 150% dari massa lantai yang

berdekatan dengan lantai tersebut. Akan tetapi ketidakreguleran ini tidak berlaku jika

perbedaan/rasio simpangan pada lantai tersebut tidak lebih besar dari 1.3 kali

(41)

3. Geometri arah vertikal tidak reguler

Geometri tidak reguler jika dimensi sistem arah lateral lebih besar dari

130% dari dimensi lantai yang berdekatan.

Gambar 2.15 Geometri tidak reguler

(sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)

4. Jika bangunan tersebut memiliki bagian yang di offset dan lebar dari

bagian tersebut lebih besar daripada lebar d bagian lain pada bangunan maka

bangunan ini tergolong kepada bangunan yang tidak reguler. Atau jika kekakuan

[image:41.595.264.413.498.624.2]

tingkat pada lantai dibawahnya lebih kecil.

Gambar 2.16 Bangunan yang tidak reguler

(42)

BAB III

ANALISA PEMODELAN

3.1 Pengertian Soft Story

Sebuah tingkat/lantai lunak (soft story) dikenal juga sebagai lantai yang

lemah (weak story) didefenisikan sebagai tingkat pada gedung yang memiliki

sebagian besar kekakuan atau kapasitas untuk menyerap energinya sangat kecil untuk

melawan/menahan induksi tekanan akibat gempa terhadap gedung tersebut. Gedung

dengan tingkat lunak memiliki karakteristik dengan bukaan yang cukup banyak.

Bukaan ini seperti garasi yang kemudian memberi banyak jarak/ruang, atau bisa juga

dengan adanya banyak jendela pada gedung tersebut.

Jika sebuah bangunan memiliki tingkat/lantai yang mana kekakuannya

70% lebih kecil dari kekakuan tingkat/lantai di atasnya atau kurang dari 80% dari

rata-rata kekakuan 3 tingkat di atasnya maka bangunan ini disebut sebagai bangunan

dengan tingkat lunak (soft story). Soft story ini menghasilkan banyak titik lemah

ketika gempa terjadi pada lokasi gedung berada, dan seperti yang kita ketahui

umumnya sebuah gedung memilki lebih banyak bukaan seperti tempat parkir

ataupun garasi yang terletak pada tingkat yang paling bawah, dan hal ini berarti

bahwa akan sangat cepat terjadi keruntuhan (collapse). Keruntuhan (collapse) ini

dapat membuat seluruh bangunan jatuh dan kejadian ini sangat berakibat fatal yaitu

(43)

Akibat gempa, bangunan soft story pada tingkat paling bawah akan

bersifat seperti base isolator dimana pada saat gempa terjadi bagian gedung paling

atas akan berperilaku sebagai rigid body dan yang mengalami deformasi hanya

[image:43.595.201.441.425.662.2]

kolom bawah (berfungsi sebagai base isolator).

Gambar 3.1 Bangunan dengan soft story

(sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)

Pada saat sendi plastis terjadi pada kedua ujung kolom, maka rotasi

demand dan gaya geser yang terjadi adalah :

./ 01 = / 01

3 dan

4

/ 01

=

∑ 5

3

Gambar 3.2 Struktur yang daktail

(sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)

Bila kapasitas kekuatan dan rotasi kolom lebih kecil dari demand maka

akan terbentuk soft story mechanism. Dalam perencanaan pengaruh soft story

(44)

dynamic push over, sehingga dapat diperiksa urutan terjadinya sendi plastis sebelum

terbentuk soft story mechanism yang dapat menyebabkan keruntuhan bangunan.

Dengan merancang urutan sendi plastis yang terjadi maka dapat diperoleh suatu

bangunan yang daktail. Disamping itu untuk meningkatkan kapasitas rotasi dari

kolom dibutuhkan confinement yang memadai. Confinement akan meningkatkan

daktilitas dari penampang kolom.

3.2 Perencanaan Balok Dan Kolom

3.2.1 Balok

Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak

lurus sumbu longitudinalnya. Hal ini menyebabkan balok itu melentur. Tahanan

balok dalam desain LRFD harus memenuhi persyaratan :

∅75 = 58

dengan ∅7= 0.90, Mn adalah tahanan momen nominal, Mu adalah momen lentur

akibat beban terfaktor. Dalam perhitungan tahanan momen nominal dibedakan

menjadi :

1. Penampang kompak : 9 < 9;

Tahanan nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang kompak :

5 = 5; = <=

dengan Mp adalah tahanan momen plastis, Z adalah modulus plastis, dan fy

(45)

2. Penampang tak kompak : 9; < > ≤ 9@

• Tahanan momen nominal pada saat 9 ≤ 9@ adalah :

5 = 5@ = A(= − =@)

dengan fy adalah tahanan leleh, fr adalah tegangan sisa, dan S adalah modulus

penampang.

• Bagi penampang tak kompak yang mempunyai 9; < > ≤ 9@, maka besarnya

tahanan momen nominal dicari dengan :

5 =99@− 9

@− 9;5;−

9 − 9;

9@− 9;5@

3. Penampang langsing : 9 > 9@

Selain persyaratan kelangsingan, balok jga harus memenuhi syarat

lendutan maksimum. Hal ini dilakukan agar balok memiliki kemampulayanan yang

baik (serviceability). Lendutan maksimum untuk balok pemikul dinding atau

finishing yang getas adalah D

EF1, sedangkan untuk balok biasa lendutan tidaak boleh

lebih dari D G1.

Sedangkan untuk masing-masing nilai 9, 9p, dan 9r diberikan dengan

menggunakan rumus yang terdapat dalam tabel 7.5-1 pada SNI 03-1729-2002 yang

(46)

Tabel 3.1 Nilai λ, λp, dan λr balok

Jenis elemen 9 9p 9r

Pelat sayap H

2JK

170 OPQ

370 O(PQ− PS)

Pelat badan ℎ

JU

1680 OPQ

2550 OPQ

(sumber : Perenvanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD)

3.2.2 Kolom

Kolom sering juga disebut sebagai komponen struktur tekan karena

mengalami gaya aksial tekan. Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan

konsentris akibat beban terfaktor, Nu , harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Nu ≤∅n Nn

Dimana φn adalah faktor reduksi kekuatan = 0.85, Nn adalah kuat tekan nominal

komponen struktur = Agfcr,

2. Perbandingan kelangsingan.

- kelangsingan elemen penampang λ < r

- kelangsingan komponen struktur tekan =Y

(47)

Tabel 3.2 Nilai λ dan λr kolom

Jenis elemen

(khusus untuk profil IWF) 9 9

r

Pelat sayap H

2JK

250 OPQ

Pelat badan ℎ

JU

665 OPQ

(sumber : Perenvanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD)

Tegangan kritis untuk daerah elastik dituliskan sebagai berikut :

=Z@

=

=

[ \

9 =

=

9Z

sehingga

9

Z

=

9 [

]

= \

dengan λ = 0D

@

dan k merupakan faktor panjang tekuk.

Daya dukung nominal Nn struktur tekan dihitung sebagai berikut :

^ = =Z@ = =_

dengan besarnya _ ditentukan oleh λc, yaitu :

• Untuk λc < 0.25 maka ω = 1

• Untuk 0.25 < λc < 1.20 maka ω =`.de .dfg`.bc

h

(48)

Gambar 3.3 Faktor panjang tekuk untuk beberapa kondisi perletakan

(sumber :AISC-LRFD)

3.3 Kekakuan Kolom (Stiffness)

Suatu struktur harus memiliki kekakuan yang cukup sehingga

pergerakkannya dapat dibatasi. Kekakuan struktur K dapat diukur dari besarnya

simpangan antar lantai (drift) bangunan, semakin kecil simpangan struktur maka

bangunan tersebut akan semakin kaku (Smith dan Coull, 1991). Ada perbedaan

antara displacement dan drift, displacement adalah simpangan suatu lantai di ukur

dari dasar lantai sedangkan drift adalah simpangan suatu lantai di ukur dari dasar

lantai di bawahnya. Sehingga :

K = i

j

(

N/mm)

Kekakuan bahan itu sendiri dipengaruhi oleh modulus elastisitas bahan

dan ukuran elemen tersebut. Dan modulus elastisitas berbanding lurus dengan

kekuatan bahan, maka semakin kuat bahan maka bahan tersebut juga semakin kaku.

(49)

k`

ℎ kℎl

k`

ℎ kℎl

h

m`

m` d = y

kl

k`

3.3.1 Kekakuan Kolom Jepit-Jepit

Pada prinsip bangunan geser (shear building) balok pada lantai tingkat

dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan.

Adanya pelat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat

membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak selalu kasar. Pada

prinsip desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibanding

balok, namun rasio tersebut tidak selalu linier dengan kekakuannya.

Berdasarkan prinsip bangunan geser (shear building) maka diperlukan

asumsi untuk menyederhanakan proses analisis dinamik. Salah satu anggapan

tersebut adalah bahwa titik pertemuan antara kolom dengan balok dianggap tidak

berotasi agar balok tetap horizontal sebelum dan sesudah pergoyangan. Oleh karena

kenyataannya join-join struktur bangunan dapat berotasi secara bebas, maka untuk

menghitung kekakuan kolom ini maka diambil model kolom jepit-jepit yang join

[image:49.595.126.534.482.696.2]

atasnya mengalami perubahan tempat.

Gambar 3.4 Kolom jepit-jepit

(50)

5 = F\n dan 5 =F\n

3 =5 +5 = pF\nE +F\nEq

3 = \nE

Karena K

=

i

dan P = H

1, maka :

K= 3

=

\nE

dimana kekakuan ini mengabaikan efek P-

∆. [image:50.595.111.476.77.314.2]

Dengan cara yang sama, maka kekakuan untuk kolom jepit-sendi dapat dicari.

Gambar 3.5 Kolom jepit-sendi

(sumber : Analisa Struktur)

M = E \n dan H = 5

=

E\nE

y

K = 3 = E\nE

Pada umumnya sebuah bangunan memiliki beberapa kolom sebagai

dukungan. Susunan dari tiap kolom mempengaruhi kekakuan bangunan. Karena

kolom saling memperkuat satu sama lain maka susunan kolom-kolom tersebut dapat

diibaratkan seperti rangkaian pegas paralel.

M

(51)

(a) (b)

Gambar 3.6 (a) struktur pegas paralel (b) struktur pegas seri

(sumber : Respon Dinamik Struktur Elastik)

Untuk struktur yang tersusun seperti seperti rangkaian pegas paralel,

maka kekakuan kolom akan bertambah sebanding dengan jumlah kolom pada portal

tersebut karena pada prinsipnya semua kolom saling mendukung.

Keq =

r

Sedangkan untuk susunan kolom seperti rangkaian pegas seri akan menjadi

st

= u v

r

w

3.3.2 Kekakuan Kolom Menurut Cara Muto (1956,1975)

Muto (1975) memberikan alternatif tata cara menghitung kekakuan

kolom dengan cara memperhitungkan kekakuan balok. Hal ini berarti bahwa

join-join dimungkinkan untuk berotasi. Kekakuan relatif blok dan kolom dinyatakan

dalam :

0

Z

=

nZ

Z

0

7

=

n7 x7

h

P

y

K1

K2

K3

y` yl yc

q (t/m’)

h1

h2

h3

P P

K1

K3

K2

(52)

Yang mana K adalah suatu koefisien, kc dan kb masing-masing adalah kekakuan

relatif kolom dan balok, hc dan lb berturut-turut adalah tinggi kolom dan panjang

balok.

Muto memberikan rumus kekakuan berdasarkan kondisi pengekangan

[image:52.595.127.513.197.417.2]

kolom oleh balok, yaitu pada kolom tepi, kolom tengah, dan kolom bawah.

Gambar 3.7 Kolom tepi, kolom tengah, dan kolom bawah

(sumber : Respon Dinamik Struktur Elastik)

Kekakuan Muto dapat dituliskan seperti persamaan di bawah :

/= z/ =

dengan z/ = 0΄

+ dan = = \nE

Km adalah kekakuan Muto, Cm adalah koefisien kekakuan Muto, dan Kf adalah

kekakuan kolom jepit-jepit. Sementara nilai k diberikan berdasarkan letak/kondisi

masing-masing kolom (gambar 3.6)

1.

Kolom tepi :

0

΄

=

∑ 07 +∑ 077 0Z

2. Kolom tengah :

0

΄

=

∑ 07 +∑ 077 0Z

|`

|}

|l

|l

|`

|}

|b

|c

|` |l

(53)

3. Kolom bawah :

0

΄

=

∑ 07 0Z

Kolom tingkat dasar dapat berotasi yang dikontrol oleh adanya

balok-balok sloof :

z

/

=

0 ΄+1.+

Titik balik kolom terletak pada `

cℎ dari join atas dengan h tinggi

kolom. Apabila kekakuan tingkat dasar diambil rata-rata dari

kekakuan kolom jepit-jepit dan kekakuan kolom normal :

z

/

=

0΄+

+

3.4 Dinding Pengisi (Masonry)

Pada gedung dengan tingkat banyak, biasanya terjadi beban vertikal,

beban mati dan beban hidup, yang tidak memberikan banyak masalah, tapi gaya

lateral seperti angin dan getaran gempa akan menjadi masalah yang sangat besar dan

membutuhkan perhatian khusus dalam desain bangunan. Gaya-gaya lateral tersebut

dapat menghasilkan tegangan kritis pada struktur, seperti getaran yang tidak

diinginkan terjadi, dan sebagai tambahan dapat memberikan ketidaknyamanan bagi

pengguna bangunan. Gempa bumi mengakibatkan gaya lateral yang besar terhadap

bangunan, oleh karena itu sangat perlu diperhitungkan dengan adanya dinding

pengisi yang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kekakuan dan

kekuatan struktur, sehingga pengaruh keruntuhannya berbeda dengan portal terbuka.

Panel dinding bahan pengisi biasa dipasang pada rangka struktur baja

maupun beton bertulang. Dinding dapat menutupi tembok bangunan secara

(54)

Namun dalam perencanaan struktur bangunan, dinding bahan pengisi hanya

diperlakukan sebagai sekat atau partisi tanpa fungsi struktural. Dinding pengisi

tersebut dipasang apabila strutur utama selesai dikerjakan, jadi pelaksanaannya

bersamaan dengan pelaksanaan finishing bangunan. Oleh karena itu, untuk

menghindari pengaruh gaya lateral yang besar maka pada sebuah perencanaan

struktur kekakuan dinding sebaiknya dimasukkan ke dalam perhitungan.

Metoda Diagonal Tekan Ekivalen (Saneinejad dan Hobbs, 1995)

memperhitungkan parameter non-linier dalam memodelkan struktur portal isi agar

“dinding pengisi” menjadi komponen struktur. Metoda Equivalent Diagonal Strut

dapat digunakan untuk memprediksi kekuatan dan kekakuan portal-isi dengan

memasukkan berbagai kemungkinan yang ada, misalnya aspek rasio dinding pengisi,

berbagai tipe sambungan(sendi / semi-rigid), juga ketidakrapatan dinding akibat

[image:54.595.251.377.456.602.2]

susut (shrinkage).

Gambar 3.8 Deformasi tanpa dinding pengisi pada bangunan second soft story

(sumber : Lateral Stiffness of Brick Masonry Infilled Plane Frames)

Untuk mendapatkan properti mekanik dari diagonal tekan ekivalen yang

bersifat lowerbound yang konsisten dan rasional, Saneinejad and Hobbs (1995)

(55)

berikut sebagai dasarnya (diambil dari Analisa Inelastis Portal - Dinding Pengisi

dengan “Equivalent Diagonal Strut” oleh Wiryanto Dewobroto) :

1. Deformasi lateral terjadi sebanding dengan besarnya beban lateral yang ada

sampai suatu batas dimana dinding pengisi secara bertahap hancur dan

kekuatannya akan drop akibat daktilitas dinding yang terbatas. Ada tiga mode

kehancuran yang teridentifikasi secara jelas pada portal-isi akibat pembebanan

lateral, yaitu :

Corner crushing (CC) : bagian sudut hancur, minimal salah satu ujung

diagonal

Diagonal compression (DC) : dinding pengisi hancur pada bagian tengah

diagonal

Shear (S) : keruntuhan geser arah horizontal pada nat sambungan dinding

Timbulnya retak diagonal sejajar arah gaya bukan indikasi kehancuran tetapi

hanya digunakan sebagai sebagai persyaratan batas untuk kondisi layan.

2. Panjang blok tegangan desak yang diusulkan tidak lebih dari 0.4 tinggi panel

pengisi :

• ~}ℎ ≤ 0,4ℎ΄ dan ~‚ ≤ 0,4‚΄

Dimana α prosentase panjang bidang kontak dari tinggi atau lebar panel,

subskrip c = kolom dan b = balok. Notasi h atau l untuk jarak as-ke-as portal

(56)

(

Gambar 3.9 (

(sumber : Analisa I

3. Interaksi panel /

gaya geser yang di

ƒ} = „

Dimana adala

kontak dan F mer

r = h/l < 1.0

(sumber : Analisa I

4. Terjadinya sendi

beban puncak (pe

k… 2

(a) (b)

bar 3.9 (a) Portal isi (b) Penopang diagonal bolak

sa Inelastis Portal-Dinding Pengisi dengan “Equivalent D

l / dinding pengisi dengan portal ditunjukkan

g diperoleh dari rumus berikut :

„. †l. ‡

} dan ƒ• 2 „. ‡•

dalah koefisien gesek panel-portal, C gaya nor

erupakan gaya geser, subskrip c untuk kolom da

Gambar 3.10 Kesimbangan gaya pada portal

sa Inelastis Portal-Dinding Pengisi dengan “Equivalent D

ndi plastis pada bagian sudut yang dibebani umum

peak load) dan dapat dituliskan sebagai berikut

2 k‡ 2 k ˆ‰

(b)

bolak-balik

t Diagonal Strut”)

ukkan dengan besarnya

normal pada bidang

om dan b untuk balok,

tal isi

t Diagonal Strut”)

umumnya terjadi pada

[image:56.595.147.491.96.238.2]
(57)

Dimana MA dan MC adalah bending momen pada sudut yang dibebani (titik A

dan C pada Gambar 3.10), Mpj adalah tahanan momen plastis paling kecil dari

balok, kolom atau sambungan, disebut joint plastic resisting moment.

5. Karena dinding pengisi mempunyai daktilitas yang terbatas, maka deformasi

portal pada beban puncak juga terbatas kecuali pada bagian sudut yang dibebani,

dengan demikian portal masih dalam kondisi elastis.

MB = MD = M j < M pj

Mc = β cMpc dan Mb = β bM pb

Dimana MB dan MD adalah bending momen pada sudut yang tidak dibebani

(titik B dan D pada Gambar 3.10), Mj adalah merujuk pada salah satu nilai

tersebut, Mc dan Mb = momen elastis terbesar yang ada pada kolom (c) dan

balok (b) ; dan Mpc dan Mpb adalah tahanan momen plastis dari kolom dan

balok. Saneinejad dan Hobb, (1995) menetapkan :

βc ≤β0 = 0.2 dan βb ≤β0 = 0.2

Dimana β0 adalah nominal atau batas atas (upper-bound), nilai dari faktor reduksi β.

3.4.1 Mode Kehancuran Dinding Masonry

Terdapat tiga mode kehancuran pada dinding batu bata, yaitu :

1. Keruntuhan Sudut / Ujung Diagonal (CC=corner crushing)

Mode keruntuhan sudut atau ujung diagonal (CC=corner crushing) maka

tahanan diagonal dapat dihitung dari:

R = Rcc =

eŠZ ŠZ‹ ŒZ+Š7‹x•7

(58)

2. Keruntuhan Tekan Diagonal (DC=diagonal compression)

Dinding pengisi yang langsing dapat mengalami keruntuhan tekan

diagonal ditengah panel. Kehancuran tersebut akibat ketidak-stabilan dinding pengisi

akibat timbulnya diagonal tekan yang besarnya dapat dihitung dari:

R = Rcc = 1, ΄‹= ZŽ .

Kuat tekan aktual dinding masonri tergantung dari arah tegangan tetapi

pendekatan dengankuat prisma fm′ dari ACI 530-88 dapat digunakan sehingga :

fa = fc [1-( nG1‹s== )2], dimana fc = 0,6.ø.f΄m dengan ø = 0,65

Gambar 3.11 Tekan diagonal (a) Blok tegangan ekivalen (b) Pita diagonal

(sumber : Analisa Inelastis Portal-Dinding Pengisi dengan “Equivalent Diagonal Strut”)

Panjang efektif pita diagonal tergantung dari panjang bidang kontak dan geometri

panel pengisi dan secara konservatif dapat diambil sebagai berikut :

Ieff = O − ŠZ • + x•

3. Keruntuhan Geser (S=shear)

Dinding pengisi dari masonri dapat mengalami retak horizontal

sepanjang panel akibat gaya geser yang berlebihan. Gaya geser horizontal total yang

menyebabkan keruntuhan (S) dapat dihitung sebagai berikut :

(59)

Gaya diagonal tekan yang berkesuaian dengan gaya horizontal tersebut adalah :

R = Rs = ” e1.G ‹ .•‘‹x•΄•‹ .< 1.–E •‹x•ZŽ .

Dimana υ diambil 0.25 MPa dan 0.41MPa masing-masing untuk dinding masonri

tanpa grouting dan dengan grouting, sedangkan tan θ′ = (1−α’)—˜ . 3.4.2 Perpindahan Lateral

Membandingkan dengan diagram beban-lendutan yang dihasilkan dalam

analisa NLFE maka Saneinejad dan Hoob (1995) mencari hubungan empiris untuk

memprediksi perpindahan lateral pada beban puncak dan hasilnya adalah :

∆h = 5.8εchcosθ (αc2 +αb2 )0.333

3.4.3 Kekakuan (Stiffness)

Kekakuan sekan dari portal-isi pada saat beban puncak didefinisikan

sebagai : K = 3

Diagram beban-lendutan portal-isi adalah berbentuk parabolik, sedangkan kekakuan

awal (initial) dari portal-isi didekati sebagai dua kali nilai kekakuan secant dan hal

tersebut sudah dibuktikan dengan NLFE (Saneinejad dan Hoob, 1995).

K =2 3 ∆

Perpindahan lateral portal-isi dipengaruhi oleh adanya celah atau gap antara panel

dan portal, sedangkan nilai-nilai diatas dianggap tidak ada gap (rapat), kalaupun ada

(60)

3.4.4 Parameter Diagonal Tekan Ekivalen

Luas penampang ekivalen dari diagonal tekan pada dinding pengisi :

Ad = =Z

Modulus elastisitas (initial) yang digunakan pada analisis dapat diambil dua kali nilai

modulus sekan sebagai berikut : Edo = =Z ∆ ZŽ .

3.5 Analisis Statik Beban Dorong (Push Over Analysis)

Analisis beban dorong statik (static push over analysis) pada struktur

gedung adalah suatu cara analisis statik 2 dimensi atau 3 dimensi linier dan

non-linier, di mana pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur gedung dianggap sebagai

beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang

nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang

menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur gedung,

kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk

elasto-plastis yang besar sampai mencapai kondisi di ambang keruntuhan.

Tujuan analisis beban dorong adalah mengevaluasi perilaku seismik

struktur terhadap beban Gempa Rencana,

Gambar

Gambar 2.4 denah simetris
Gambar 2.6 loncatan bidang muka
Gambar 2.9 ketidakreguleran displacement
Gambar 2.11 Bukaan pada bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

BAB II: Tinjauan Literatur, berisi tentang teori yang dipakai untuk analisis dan pembahasan pada studi kasus, seperti: Struktur Beton, Gempabumi, Struktur Bangunan

beban lateral yang berpengaruh sangat besar pada bangunan tinggi. Beberapa sistem yang diperkenalkan untuk menjaga kestabilan. bangunan tinggi antara lain adalah

Pembahasan pada tugas akhir ini merupakan perbandingan respon terhadap gaya gempa oleh bangunan yang menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen, bangunan dengan

Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh bahwa simpangan struktur pada bangunan dengan set-back seperti pada contoh aplikasi adalah lebih kecil dari pada

analisis terhadap desain struktur dengan pengaruh beban gempa menggunakan metode statik ekivalen menunjukkan bahwa komponen struktur kuat dalam menahan beban

Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh bahwa simpangan struktur pada bangunan dengan set-back seperti pada contoh aplikasi adalah lebih kecil dari pada

massa dan percepatan tanah pada ketiga bangunan, diperoleh bahwa geometri struktur mempengaruhi besarnya besarnya kekakuan serta inersia bangunan sehingga beban gempa

Beberapa hasil penting yang diperoleh dari penelitian ini yaitu : analisis statik nonlinier berdasarkan ATC 40 konservatif pada bangunan SRPMK dan sistem ganda dengan berbagai