BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Ihwal definisi itu sebenarnya juga sudah selayaknya dikenal oleh guru bahasa Indonesia, karena definisi pasti ditemukan dalam kamus. Berbagai model definisi ada dalam kamus. Dari situ guru bahasa Indonesia dapat belajar tentang bagaimana harus melayani pertanyaan siswa mengenai makna sebuah kata atau istilah, bagaimana harus menjelaskan makna kata atau istilah dengan benar dan logis. Definisi itu makin penting manfaatnya manakala kita harus menulis karya ilmiah atau berbicara di dalam forum ilmiah, yang selalu menuntut penggunaan bahasa yang baik, benar, dan logis.
Fakta yang banyak dan tersebar itu dikelompokkan oleh nalar, dan pengelompokkan itulah yang disebut klasifikasi. Membuat klasifikasi berarti memasukkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan sistem tertentu. Dengan klasifikasi itu sejumlah fakta ditempatkan di dalam suatu sistem kelas, sehuingga dapat dikenali hubungan-hubungannya, baik hubungan ke samping maupun ke atas bawah.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian klasifikasi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan segi horizontal dan vertikal dalam klasifikasi. 3. Mahasiswa mampu memberikan contoh sebuah konsep dari lingkungan pendidikan.
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian klasifikasi dan definisi?
2. Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan pengertian klasifikasi? 3. Apa saja contoh dalam konsep dari lingkungan hidup?
A. Klasifikasi
Fakta yang konkret atau yang abstrak (berupa konsep), boleh dikatakan tidak terbatas jumlahnya. Anda tentu masih ingat akan pandangan kaum rasionalis, seperti Humboldt dan Chomsky, yang antara lain mengatakan, tiap manusia normal memiliki potensi untuk mengolah data bahasa (berupa ujaran yang tidak terbatas jumlahnya) menjadi kaidah-kaidah gramatika yang jumlahnya sangat sedikit dan terbatas. Dengan alat yang terbatas itu anak (yang sedang belajar memperoleh bahasa ibunya) memproduksi kalimat-kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Itu berarti bahwa manusia mempunyai kemampuan meringkas yang banyak menjadi sedikit dan membangkitkan (generate) yang terbatas menjadi tak terbatas. Penyerderhanaan dan peringkasan itu merupakan karya penalaran yang mampu menyimpulkan. Misalnya fakta A sama dengan fakta B, C, D, dan seterusnya, karena fakta-fakta tersebut mempunyai ciri yang sama dan karena itu dapat digolongkan menjadi satu kelas atau golongan. Rasio atau nalar manusia memang mampu mengidentifikasi ciri-ciri suatu fakta. Dalam pandangan pakar psikologi seperti Piaget, kemampuan mengindetifikasi itu adalah fungsi pikiran. (Tentang pandangan Piaget, baca lebih lanjut dalam pelajaran psikologi atau psikolinguistik).
Begitulah, fakta yang banyak dan tersebar itu dikelompokkan oleh nalar, dan pengelompokkan itulah yang disebut klasifikasi. Membuat klasifikasi berarti memasukkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan sistem tertentu. Dengan klasifikasi itu sejumlah fakta ditempatkan di dalam suatu sistem kelas, sehingga dapat dikenali hubungan-hubungannya, baik hubungan ke samping (horizontal) maupun ke atas atau ke bawah (vertikal). Kalau kita berkata, “Manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan”, maka hakikatnya kita sudah melakukan klasifikasi, yaitu (1) secara horisontal, laki-laki dihubungkan dengan perempuan, dan (2) secara vertikal, keduanya dihubungkan dengan manusia. Artinya, laki-laki dan perempuan dimasukkan ke dalam satu kelas: kelas manusia. Model atau cara semacam itu sudah sangat dikenal dalam pelajaran bahasa Indonesia ketika siswa belajar tentang kata umum dan kata khusus. Klasifikasi demikian itu dapat dibagankan sebagai berikut:
Manusia
1. Jenis Klasifikasi
Klasifikasi secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni dikotomi atau pembagiduaan dan kompleks. Klasifikasi dikotomi hanya mempunyai dua kelas-bawahan saja, seperti tampak pada contoh klasifikasi manusia di atas (yang terdiri dari laki-laki dan perempuan), juga diagram pohon Prophyry (kecuali yang paling bawah). Dua kelas bawahan itu mempunyai ciri positif dan negatif. Artinya, kita bisa mengatakan, misalnya laki-laki tidaklah perempuan, dan perempaun bukanlah laki-laki. Klasifikasi kompleks mempunyai lebih dari dua anggota (kelas) dan kelas-bawahan ini tidak berciri positif-negatif karena semuanya serba positif. Kita, misalnya, tidak boleh mengatakan X adalah bukan Y, atau Y bukan X. Contoh klasifikasi kompleks adalah penggolongan pada tumbuh-tumbuhan (flora) dan binatang (fauna), yang dikenal dengan nama taksonomi. Berdasarkan jenis makanannya, misalnya, digolongkan herbivora, carnivora, dan omnivora untuk dunia binatang.
Penjelasan dalam klasifikasi tadi bukanlah sekadar merupakan jumlah individu anggota kelas tersebut. Suatu kelas bawahan terbentuk berdasarkan ciri-ciri tertentu, ciri-ciri yang sama (identik) yang merupakan kriteria. Laki-laki dan perempuan digolongkan ke dalam kelas yang sama, yaitu kelas orang atau manusia karena mempunyai ciri-ciri dasar yang sama, yang juga dimiliki oleh orang atau manusia itu, yakni bernyawa, berpikir, berbahasa. Binatang tidak dapat dimasukkan ke kelas orang, karena tidak memiliki ciri dasar tersebut. Dalam contoh tadi manusia atau orang adalah kriteria. Begitulah, kriteria itu merupakan ciri umum, ciri penyatu atau penggolong, yang dimiliki oleh semua anggota kelas bawahan. Sedangkan klasifikasinya menjadi berkecil-kecil berdasarkan ciri khusus yang hanya dimiliki oleh masing-masing kelas bawahan tersebut.
2. Syarat-syarat klasifikasi
Klasifikasi harus dilakukan berdasarkan syarat-syarat berikut:
a. Kriteria klasifikasi harus tunggal dan jelas.
dewasa, dan tua. Berdasarkan hartanya, manusia digolongkan menjadi kaya, miskin, dan seterusnya.
b. Klasifikasi harus logis (nalar)
Tiap fakta harus mempunyai ciri-ciri tertentu, yang secara nalar pasti benar. Misalnya, manga mempunyai ciri unsur-unsur seperti kulit, daging, biji, rasa, dan warna. Dari sini kita dapat membuat klasifikasi tentang mangga, misalnya, berdasarkan warna kulitnya atau warna dagingnya atau rasanya dan semuanya ini logis-logis saja. Klasifikasi menjadi tidak nalar kalau buah mangga itu diklasifikasi berdasarkan ciri yang tidak dimilikinya. Misalnya, klasifikasi mangga berdasarkan duri, bulu, atau sayapnya. Kalau kita memaksa dan ngotot memakai duri sebagai kriterianya, maka hasilnya adalah semua mangga tidak berduri, semua mangga adalah satu golongan (yaitu golongan tidak berduri), jadi bukan klasifikasi.
c. Klasifikasi harus memakai kriteria yang konsisten
Sekali kita memakai kriteria X untuk klasifikasi, kriteria itu harus secara taat asas (konsisten) kita pakai dan berlaku bagi semua kelas bawahan. Kalau tidak, maka anggota atau kelas bawahan menjadi bercampur aduk, sistem klasifikasinya menjadi hilang. Sekali kita membagi manusia berdasarkan usinya, lalu mendapatkan golongan anak-anak, remaja, dewasa, dan tua, maka bayi yang baru lahir sekalipun harus dimasukkan ke kelompok anak-anak sesuai dengan usianya. Kalau kita kemudian menyebut anak-anak bayi, anak-anak teman anak- kanak-kanak, anak SD, remaja laki, remaja perempuan, bujangan, dewasa kawin, dan sebagainya, maka kriteria usia tidak lagi secara taat asas dipakai.
d. Klasifikasi harus lengkap dan menyeluruh.
Kalau kita menghadapi 100 murid SD dan akan kita klasifikasi, maka kriteria yang akan kita gunakan harus dikenakan kepada semuanya, tanpa ada kecuali. Kalau digunakan kriteris usia, maka cakupannya harus untuk 100 murid itu, tidak boleh kriteria usia hanya untuk yang 75 murid, dan selebihnya dikenakan kriteria jenis kelamin.
3. Klasifikasi dan kosakata
dan sebagainya, melainkan dengan cara tidak langsung, yaitu melalui bahasa yang kita pakai untuk mengungkapkan pikiran kita.
Jadi, klasifikasi ini sebenarnya mengandung dua sisi, yakni sisi kesamaan, sisi yang menyatukan, dan sisi perbedaan, sisi yang memisahkan. Cara penyamaan dan pembedaan semacam itu sebenarnya sudah kita kenal ketika kita mempelajari semantik leksikal, semantik yang mengkaji kata-kata ketika kata-kata itu berdiri sendiri, tanpa memasukkannya ke dalam konteks. Penyamaan dan pembedaan yang demikian itu di dalam semantik memanfaatkan unsur-unsur makna (semantic feature) yang dikandung oleh tiap kata, melalui apa yang disebut analisis kompensional (componential analysis).
Contoh analisis komponensial dengan memperhatikan unsur-unsur atau fitur-fitur makna (biasanya ditulis dengan huruf kapital), adanya fitur ditandai dengan tanda + (plus) dan tidak adanya fitur ditandai dengan (minus).
B. Definisi
Erat hubungannya dengan klasifikasi adalah definisi, yakni pemerian (deskripsi) atau penjelasan yang membatasi makna kata. Karena tugasnya yang “membatasi” itulah, maka defenisi sering disebut batasan. Definisi yang baik memerlukan syarat-syarat tertentu, antara lain:
1. Definisi harus logis
Definisi dikatakan logis kalau definisi itu secara objektif memrikan kenyataan yang sebenarnya, sesuai dengan benda, keadaan, atau peristiwa yang diacu oleh kata yang didefinisikan. Pernyataan seperti perempuan itu apa?
Sebenarnya bermaksud meminta definisi tentang perempuan. Orang yang ditanya mungkin memberikan jawaban begini:
Perempuan adalah orang yang berambut panjang, mempunyai buah dada, suka menangis, dan bersifat lemah.
perempuan yang boleh dikatakan tidak mempunyai buah dada, sementara ada dua siswa laki-laki yang buah dadanya lebih besar daripada perempuan yang tidak mempunyai buah dada. Tidak satu pun murid perempuan yang suka menangis meskipun ada yang pernah menangis , tetapi ada pula murid laki-laki yang pernah menangis. Sifat lemah pun tidak hanya ada pada murid perempuan, karena ada murid laki-laki yang perilakunya lemah lembut, seperti perempuan.
1. Definisi harus dengan fitur-fitur makna yang dasar
Sudah kita pahami bahwa sebuah kata mempunyai fitur-fitur makna. Fitur-fitur itu tidak sama pentingnya: ada fitur yang dasar, yang inti, ada pula fitur yang menjadi pelengkap atau tambahan saja. Fitur-fitur itu kalau dianalisis jelas-jelas mempunyai fungsi menyamankan dan membedakan, maka kaitannya dengan klasifikasi sangat erat. Maksudnya, sebuah definisi itu didasarkan kepada fitur-fitur yang menjadi komponen makna yang mendasar.
Kalau kita mendefinisikan:
perempuan adalah orang ...
Maka arah definisi itu sudah benar karena perempuan memang tergolong orang, bukan binatang. Kalau kemudian kita melanjutkan definisi seperti ini:
Perempuan adalah orang yang dapat menyusui, menaglami menstruasi, dan melahirkan anak...
Maka definisi itu memenuhi syarat karena fitur [Menyusui], [menstruasi], dan [melahirkan] yang dipakai sebagai pemeri perempuan memang benar-benar fitur-fitur yang dimiliki perempuan, dan fitur-fitur itu memang fitur-fitur dasar (inti). Berbeda dengan definisi pertama di atas, definisi yang terakhir ini sulit dibantah.
2. Definisi harus sekaligus mampu membedakan kata yang di definisikan dengan kata lain yang berbeda atau berlawanan
Syarat ini sebenarnya dipenuhi juga oleh definisi terakhir tadi. Artinya kita bisa membedakan perempuan seperti itu dan berbeda dengan laki-laki yang tidak dapat menyusui, melahirkan dan menstruasi.
Di sini juga tampak pentingnya pemahaman kita akan klasifikasi. Sebelum membuat definisi kita harus tahu betul fakta yang akan didefinisikan itu tergolong kelas apa. Jika kita akan mendefinisikan lele , kita harus ingat bahwa di atas kata lele ada kriteria tempat hidup yang membagi ikan menjadi dua kelas, yakni kelas ikan yang hidup di air tawar danyang hidup di air asin. Berdasarkan pemahaman kita itu, kita lalu memulai definisi:
Lele adalah sebangsa ikan yang hidup di air tawar,...
Untuk selanjutnya silahkan melengkapi definisis tadi dengan kriteria atau fitur-fitur yang lebih khusus:
Lele adalah sebangsa ikan yang hidup di air tawar, biasanya berwarna hitam (dipunggung) dan abu-abu (diperut), mempunyai sungut, patik di kiri kanan pangkal kepala, tidak berisik, kulitnya licin,...
4. Definisi tidak boleh berupa sinonim
Tidak bijaksana jika kita ditanya, “Perempuan itu apa” Lalu kita jawab dengan, “Perempuan adalah wanita.” Mengapa? Karena jawaban itu bukan definisi melainkan memberi sinonim. Ini tentu menyulitkan kalau kita ditanya lagi, “Lantas wanita itu apa?” Jangan-jangan jawabannya berputar: Wanita adalah perempuan. Kita harus ingat bahwa definisi adalah pemerian atau penjelasan yang memeberi batasa-batasan. Artinya, definisis harus berupa uraian yang tentunya tidak cukup hanya denagn satu kata.
5. Definisi tidak boleh negatif
Pada prinsipnya haruslah berupa pertanyaan yang positif, yang tidak mengandung serba sangkalan, dengan memakai kata sangkalan (negasi) seperti tidak dan bukan. Kita tidak boleh membuat definisi seperti:
Perempuan adalah orang yang bukan laki-laki.
Toleransi seperti itu sulit diberikan jika dihadapi adalah klasifikasi kompleks. Sulit diterima jika ada definisi begini:
Definisi demikian itu membuat orang yang membacanya harus mencari-cari, bahkan menerka-nerka.
1. Definsi dalam Kamus
Definisi itu sangat penting bagi penyusun kamus, khususnya kamus ekabahasa , kamus yang mengandung kataerikut definisinya dalamsatu bahasa, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Definisi paling pendek adalah definisi yang hanya berupa padanan atau sinonim dari kata yang didefinisikan.
Contoh:
a. Alas : 1 dasar, fundamen, fondasi; 2 sarap; lapik. b. Garda : perut
Definisi semacam itu banyak kita jumpai pada kata-kata serapan baik dari bahasa daerah maupun kata-kata asing.
Contoh:
a. Garda : pengawal b. Gantol : kait
Lebih luas sedikit dari yang sekadar padanan kata adalah definisi dengan kelompok kata atau frase.
Contoh :
Kelam : agak gelap; kurang terang; suram
Matan : mata kayu; teras (inti) kayu
Bonafide : dapat dipercaya dengan baik.
2. Definisi dan Konsep
umum. Karena itu sering dikatakan bahwa konsep itu adalah pengertian yang disimpulkan secara umum dari pengamatan terhadap kesamaan diri.
3. Definisi Nominal
Maksud definisi nominal adalah definisi yang hanya berupa sebuah kata, yaitu kata padanannya atau sinonimnya, terjemahannya, atau asal-usul atau etimologi. Misalnya, kata biologi dipecah menjadi dua unsur: bio + logi. Kita tahu bahwa logi berarti ilmu dan ditemukan dalam banyak kata: sosiologi, antropologi, geologi. Lalu, bio berarti hidup atau kehidupan, sehingga biologi diterjemahkan menjadi ‘ilmu hayat’ (karena hayat=hidup).
4. Definisi formal
Definisi ini juga disebut definisi logis atau definisi ilmiah ini merupakan batasan yang bersifat ilmiah dan karena itu biasa dipakai dalam karya ilmiah. Watak kelogisannya dapat dilihat dari kemampuannya untuk dipadankan dengan perhitungan matematis.
Contoh:
Dosen = pengajar di peguruan tinggi
Penagjar di perguruan tunggi = dosen
Dengan maksud contoh diatas untuk membedakan dosen dari guru.
5. Definisi Operasional
Maksudnya ialah bagaimana kata tersebut dioperasionalkan atau digunakan dalam penggunaan yang sebenarnya di lapangan, bukan, makna kata itu sebagaimana dirumuskan di dalam kamus. Misalnya kata pemuda dan keluarga.
KBBI:
Pemuda = orang yang masih muda; orang muda
Keluarga = 1 ibu bapak dengan anak-anaknya; seisi rumah; 2 orang seisi rumah yang menjadi tanggungannya.
Pemuda = orang yang berusia antara 17-25 tahun, setelah usia remaja, belum menikah.
Keluarga = satuan orang yang terkecil yang menjadi tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak.
Operasional (kemungkinan):
Pemuda = mereka yang menjadi anggota perkumpulan pemuda, tanpa memperhitungkan sudah menikah atau belum, tanpa memperhatikan usia.
Keluarga = satuan terkecil yang terdiri atas bapak dan ibu denagn atau tanpa anak yang tinggal bersama.
6. Definisi Luas
Dalam kehidupan ilmiah ternyata kedua definisi itu belum cukup, apalagi di luar dunia ilmiah. Definisi semacam itu ternyata tidak mencakupi kalau kita ingin dan hendak mengemukankan konsep itu sejelas-jelasnya dan seutuhnya.
7. Definisi Gabungan
Di dalam kenyataan di lapangan, ketika seseorang menyusun sebuah karya tulis yang cukup panjang, boleh jadi yang muncul adalah definisi luas. Konsekuensi luasnya sebuah paparan atau pemerian suatu konsep yang dibahas ialah kemungkinan munculnya bermacam-macam definisi yang menyusup di tengah-tengah pemerian.
RANGKUMAN
Klasifikasi mempunyai hubungan yang erat dengan definisi, karena definisi (batasan) memang “membatasi” makna sebuah makna atau konsep, dan “membatasi” berarti memasukkan suatu ke dalam suatu golongan atau kelas. Hubungan erat tadi dapat dilihat pada kriteria yang digunakan oleh klasifikasi dan definisi. Definisi yang baik mempunyai beberapa syarat, yaitu: logis, sesuai dengan fitur-fitur makna yang dasar, mampu membedakan kata yang didefinisikan dengan kata lain, dan diawali dengan kriteria umum. Di dalam definisi terkandung makna atau konsep, sebagaimana juga tampak pada model-model yang digunakan kamus. Kamus memang amat berkepentingan dengan definisi karena kamus harus menjelaskan atau memberikan makna kata.
Ada empat jenis definisi, yaitu definisi nominal, formal, operrasional, dan luas. Tetapi dalam praktik, dalam menjelaskan sesuatu, mungkin dalam wujud satu paragraph atau lebih, orang menggunakan berbagai jenis itu.
[image:11.595.74.378.357.768.2]DAFTAR KATA SERAPAN
Abstrak haid menstruasi tabel
Abstraksi herbivora negative taksonomi
Definiendum horizontal nomina taksonomis
Definiens identifikasi nominal unit
Definisi karnivora normal vertical
Diagram klasifikasi omnivora
Dikhotomi kompleks organisme
Dikhotomis konsep positif
Fauna konsepsi potensi
Flora konsisten reformasi
Fitur konsistensi sensitif
Geo kriteria spesifik
Geologi kronisme substansial
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Dari hasil penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi adalah fakta yang konkret atau yang abstrak (berupa konsep), boleh dikatakan tidak terbatas jumlahnya. Membuat klasifikasi berarti memasukkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan sistem tertentu. Dengan klasifikasi itu sejumlah fakta ditempatkan di dalam suatu sistem kelas, sehingga dapat dikenali hubungan-hubungannya, baik hubungan ke samping (horizontal) maupun ke atas atau ke bawah (vertikal). Berbagai model definisi ada dalam kamus. Dari situ guru bahasa Indonesia dapat belajar tentang bagaimana harus melayani pertanyaan siswa mengenai makna sebuah kata atau istilah, bagaimana harus menjelaskan makna kata atau istilah dengan benar dan logis.
Dengan penjabaran di atas semoga pembaca ataupun pemakalah dapat memahami isi makalah dan bisa memberi sedikit wawasan tentang definisi dan klasifikasi. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca agar bisa kami jadikan sebagai pedoman dalam pembuatan makalah ataupun tentang definisi dan klasifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, dkk., Sabarti. 1997.Materi Pokok Bahasa Indonesia. Modul. Jakarta: Dirjen Bimas Katolik, Depag dan Universitas Terbuka.
Cruse, D.A. 1986. Lexical Semantics. Cambridge: Cambridge Unversity Press.
Copy, J.M. 1978. Introductionto Logic. New York: Mc. Millan Publ. Coy.
Hardjodipuro, Siswojo. 1979. Ke Arah Penalaran Ilmiah. Jakarta: IKIP Jakarta.
Kempson, Ruth M. 1977. Semantic Theory. Cambridge: Cambridge University Press
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende: Nusa Indah.
Leech, G.N. 1974. Semantics. Harmondsworth: Penguin.
Lyons, J. 1977. Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.
Nida, E. 1975b. Exploring Semantics Structure. Munchen: Wilhelm Fink Verlag.
Palmer, F.R. 1976. Semantics: A New Introduction. Cambridge: Cambridge University Press.
Shurter, R.L. dan J.R. Pierce. 1966. Critical Thinking: Its Expression in Argument. New York: McGraw Hill.