STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA VIABILITAS DUA LOT BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS
ANJASMORO YANG MENGALAMI DETERIORASI (Skripsi)
Oleh
MONA FARISTA PUTRI
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA DUA LOT BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS ANJASMORO
YANG MENGALAMI DETERIORASI
Oleh
Mona Farista Putri
Benih kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu palawija yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Produksi
perlu ditingkatkan dengan menggunakan benih bermutu. Benih mutu fisiologi
tinggi yang disimpan pada kondisi optimum akan mengalami laju deteriorasi
benih yang lebih lambat dibandingkan dengan penyimpanan yang tidak optimum.
Deteriorasi benih yang lanjut menghasilkan gejala pertumbuhan yang rendah.
Salah satu cara untuk memulihkan gejala pertumbuhan benih pada benih yang
mengalami deteriorasi adalah perlakuan hidrasi-dehidrasi. Hidrasi-dehidrasi
merupakan suatu metode perbaikan fisiologis dan biokemis dalam benih oleh
media imbibisi berupa bahan pelarut organik dan anorganik. Metode ini bertujuan
untuk mempercepat waktu dan menyerempakkan perkecambahan serta
meningkatkan persentase perkecambahan. Penelitian ini bertujuan untuk
(1) mengetahui status viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang
Mona Farista Putri
lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang diberi perlakuan hidrasi-dehidrasi dan
tanpa perlakuan hidrasi-dehidrasi, dan (3) mengetahui perbaikan viabilitas dua lot
benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama
penyimpanan melalui metode pelembaban dan perendaman.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juni tahun 2009. Data
dianalisis, dijabarkan, dan disajikan menggunakan histrogram. Benih kedelai
varietas Anjasmoro berasal dari dua lot benih yang telah mengalami penyimpanan
dalam plastik kedap udara selama 9 bulan dan diproduksi dari perlakuan pupuk
NPK susulan saat berbunga. Lot satu merupakan lot benih yang berasal dari benih
yang mempunyai daya berkecambah sebesar 60% (NPK susulan 75 kg/ha) dan lot
dua berasal dari lot benih yang mempunyai daya berkecambah 65% (NPK susulan
100 kg/ha). Sampel lot benih dibagi menjadi tiga bagian masing-masing untuk
perlakuan pelembaban (D1), perendaman (D2), dan kontrol (tanpa
hidrasi-dehidrasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwahidrasi-dehidrasi dapat memperbaiki
viabilitas benih yang berstatus viabilitas sedang (dua lot benih yang diuji). Hal ini
dapat terlihat pada peningkatan daya berkecambah, kecepatan berkecambah,
keserempakan berkecambah, panjang kecambah, bobot kering kecambah normal,
dan penurunan daya hantar listrik. Perlakuan hidrasi-dehidrasi melalui metode
STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA VIABILITAS DUA LOT BENIH KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS ANJASMORO
YANG MENGALAMI DETERIORASI
Oleh
Mona Farista Putri
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
Judul Skripsi : STUDI PERLAKUAN HIDRASI-DEHIDRASI PADA VIABILITAS DUA LOT BENIH
KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) VARIETAS ANJASMORO YANG MENGALAMI
DETERIORASI. Nama Mahasiswa : Mona Farista Putri
Nomor Pokok Mahasiswa : 0514011036
Program Studi : Agronomi
Jurusan : Budidaya Pertanian
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S. Ir. Niar Nurmauli, M.S. NIP. 19610111 198703 2005 NIP. 19610204 198603 2002
2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S. ...
Sekretaris : Ir. Niar Nurmauli, M.S.
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 22 Juli 1987, merupakan anak
ke-1 dari 2 bersaudara pasangan Jhoni Alfaris dan Ibu Rosita. Penulis menyelesaikan
pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Al-Hikmah pada tahun 1993. Pada tahun
yang sama Penulis melanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar Negeri 2 Bandar Lampung,
diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada
tahun 2002 di SMP Al-Kautsar dan pada tahun 2005 Penulis menyelesaikan Sekolah
Menengah Umum di SMA Yayasan Pembina Unila.
Pada tahun 2005, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi,
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2009, Penulis melakukan Praktik
Umum di PT Sang Hyang Seri, Pekalongan, Lampung Timur dengan judul ”Proses
Pengeringan Benih Padi (Oryza sativa L.) Di PT Sang Hyang Seri (PERSERO)
Pekalongan Lampung Timur”. Selama masa perkuliahan Penulis pernah menjadi
Anggota Bidang II (Bidang Pendidikan) Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian
Puji syukur atas terselesainya studi-ku dan kupersembahkan karyaku ini untuk
Ayah dan Bunda tercinta sebagai wujud rasa sayang dan cintaku atas
pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yang telah
diberikan selama ini
Rudianto dan Adik tercinta yang selalu mendukung dan memberikan doa atas
semua yang telah kucapai selama ini
Barang Siapa Merintis Jalan Menuntut Ilmu Maka Allah Akan Memudahkannya
Jalan Ke Surga
(Hadis Riwayat Muslim)
SANWACANA
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul ”Studi
Perlakuan Hidrasi-dehidrasi Pada Viabilitas Dua Lot Benih Kedelai (Glycine max
[L.] Merr.) Varietas Anjasmoro yang Mengalami Deteriorasi”.
Dengan selesainya skripsi ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang kepada:
1. Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., selaku selaku Pembimbing I dan Pembimbing
Akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan
pengertian selama penelitian dan penyusunan skripsi;
2. Ibu Ir. Niar Nurmauli, M.S., selaku Pembimbing II yang telah memberikan
arahan, bimbingan, dan masukan selama penyusunan skripsi;
3. Bapak Dr. Paul B. Timotiwu, selaku dosen Penguji yang telah memberikan
masukan dan pengarahan yang bermanfaat bagi penelitian dan penyusunan
skripsi;
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
5. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Ketua Program Studi Agronomi
atas saran dan nasehat yang diberikan kepada penulis;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Pertanian
ii 7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah
memberikan ilmu pengetahuan;
8. Ayahanda dan Ibunda Penulis yang selalu memberikan dorongan baik moral
maupun material, serta Adik Penulis yang tercinta beserta keluarga besar
Penulis yang lain;
9. Indonesia-managing higher education for relevance and efficiency
(I-MHERE) project tahun 2009 yang telah mendanai penelitian ini;
10. Ambar Y. Ardani, SP atas bantuannya dalam penyelesaian penulisan skripsi;
11. Magdalena Christianingrum, Agus Candra, Habib Juni Rahmanto, Prarindra
Afwan, Ikhwan Nurmanda, Vita Wulan Purnamasari, Rio Wicaksono dan
Teddy Aditia atas dukungannya selama Penulis melaksanakan penelitian;
12. Rudianto, S.P. atas bantuan, semangat, doa, nasehat, dan dukungan kepada
Penulis.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya, dan Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan
semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bandar Lampung, 21 Juli 2010
DAFTAR ISI
4.1.2 Kecepatan Berkecambah Benih. ... 26 4.1.3 Keserempakan Berkecambah Benih. ...
iv
V. KESIMPULAN DAN SARAN. ... 35 5.1 Kesimpulan... 35 5.2 Saran. ... 35 DAFTAR PUSTAKA. ... 36 LAMPIRAN. ...
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia benih kedelai (setiap 100 gram ). ... 10
2. Kandungan asam amino dalam benih kacang kedelai. ... 11
3. Persentase daya berkecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 38
4. Standar eror daya berkecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 38
5. Persentase kecepatan berkecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 38
6. Standar eror kecepatan berkecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 39
7. Persentase keserempakan berkecambah benih kedelai setelah
perlakuan hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 39
8. Standar eror keserempakan berkecambah benih kedelai setelah
perlakuan hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 39
9. Panjang kecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 40
10. Standar eror panjang kecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 40
11. Bobot kering kecambah normal benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 40
12. Standar eror bobot kering kecambah normal benih kedelai setelah
Perlakuan hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 41
13. Daya hantar listrik benih kedelai setelah perlakuan
vi 13. Daya hantar listrik benih kedelai setelah perlakuan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Hubungan kemunduran benih dengan viabilitas benih. ... 15
2. Pola penyerapan air oleh benih pada kondisi yang optimum terdiri
dari 3 fase pada perkecambahan benih. ... 17
3. Persentase daya berkecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 25
4. Persentase kecepatan berkecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 26
5. Persentase keserempakan berkecambah benih kedelai setelah
perlakuan hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 27
6. Panjang kecambah benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 28
7. Bobot kering kecambah normal benih kedelai setelah perlakuan
hidrasi-dehidrasi pada dua lot benih. ... 29
8. Daya hantar listrik benih kedelai setelah perlakuan
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,
produksi perlu ditingkatkan antara lain dengan menggunakan benih bermutu.
Mutu benih yang mencakup mutu fisik, fisiologis, dan genetik dipengaruhi oleh
proses penanganannya dari produksi sampai akhir periode simpan (Sadjad, 1984).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan benih bermutu adalah
penyimpanan. Penyimpanan benih kacang-kacangan di daerah tropis seperti di
Indonesia dihadapkan kepada masalah daya simpan yang rendah. Menurut Sadjad
(1993), waktu 3 bulan pada suhu kamar 30oC, benih kacang-kacangan tidak dapat
mempertahankan viabilitasnya pada kadar air 14%. Benih kedelai cepat
mengalami kemunduran selama penyimpanan, hal ini disebabkan oleh kandungan
lemak dan protein di dalam benih relatif tinggi sehingga perlu ditangani secara
serius sebelum disimpan. Kadar air benih akan meningkat jika suhu dan
kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Pencegahan peningkatan kadar air
selama penyimpanan benih diperlukan kemasan yang kedap udara dan uap air
2
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur
dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis
yang disebabkan oleh faktor dalam. Faktor yang mempengaruhi kemunduran
benih pada saat penyimpanan yaitu genetika, struktur benih, komposisi kimia,
fisiologis awal benih, dormansi, kelembaban, dan suhu. Kondisi biokimia pada
benih yang mengalami kemunduran dapat ditunjukkan melalui penurunan
aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, dan meningkatkan nilai
konduktivitas. Penurunan aktivitas enzim merupakan indikasi biokimia yang
penting karena akan mengakibatkan benih memiliki viabilitas yang rendah
(Copeland dan Mc Donald, 2001).
Penurunan aktivitas enzim akan mempengaruhi kerja metabolisme dalam
perkecambahan benih. Proses perkecambahan benih diawali oleh proses imbibisi.
Proses imbibisi yaitu proses penyusupan atau penyerapan air ke dalam ruangan
antardinding sel sehingga dinding selnya akan mengembang. Kemunduran benih
akan menyebabkan proses imbibisi berjalan dengan lambat. Hubungan laju proses
imbibisi dan kegiatan enzim akan berpengaruh pada laju pertumbuhan kecambah.
Kadar air benih yang rendah akan memperendah kecepatan aktivasi enzim di
dalam sel saat perkecambahan yang akan terlihat pada daya tumbuh benih yang
rendah (Halloin, 1983).
Benih disimpan dalam jangka waktu yang lama khususnya benih kedelai memiliki
daya berkecambah yang rendah dibandingkan dengan benih yang baru dipanen.
Salah satu cara untuk mengatasi daya berkecambah benih yang rendah yaitu
3
dilakukan dengan cara perendaman, pembasahan, dan pengeringan.
Hidrasi-dehidrasi merupakan suatu metode perbaikan fisiologis dan biokemis dalam benih
oleh media imbibisi berupa bahan pelarut organik dan anorganik. Keberhasilan
perlakuan hidrasi-dehidrasi ini tergantung dari status viabilitas benih, metode
hidrasi, suhu, waktu yang dibutuhkan untuk hidrasi. Dua lot benih yang diuji
adalah benih kedelai yang diproduksi dari pemupukan NPK susulan saat berbunga
(dosis 75 kg/ha dan 100 kg/ha) yang disimpan 9 bulan dan mempunyai status
viabilitas sedang. Tujuan metode ini adalah mempercepat waktu perkecambahan,
menyerempakkan perkecambahan, dan meningkatkan persentase perkecambahan
(Basu dan Rudrapal (1982), yang dikutip oleh Wijayanti, 2004).
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini
dilakukan untuk menjawab masalah-masalah yang akan dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana status viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang
mengalami deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan?
2. Bagaimana viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang diberi
perlakuan hidrasi-dehidrasi dan tanpa perlakuan hidrasi-dehidrasi ?
3. Bagaimana perbaikan viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang
mengalami deteriorasi selama penyimpanan melalui metode pelembaban dan
perendaman?
1.2 Tujuan penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah,
4
1. Mengetahui status viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang
mengalami deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan.
2. Mengetahui viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang diberi
perlakuan hidrasi-dehidrasi dan tanpa perlakuan hidrasi-dehidrasi.
3. Mengetahui perbaikan viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro
yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan melalui metode pelembaban
dan perendaman.
1.3 Landasan teori
Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah
dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:
Benih yang berkualitas adalah benih yang telah masak fisiologis. Benih yang
masak fisiologis memiliki bobot kering benih maksimum, daya berkecambah dan
vigornya tinggi. Perlakuan penyimpanan yang kurang baik pada benih cenderung
akan menurunkan daya berkecambah dan vigor benih akibat dari proses
deteriorasi benih (Pitojo, 2003).
Deteriorasi benih merupakan proses penurunan mutu yang secara
berangsur-angsur dan tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang
disebabkan oleh faktor dalam benih. Deteriorasi benih dapat diketahui secara
biokemis dan fisiologis. Indikasi biokimia kemunduran benih dapat dicirikan
dengan penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, dan
5
daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, dan terhambatnya
pertumbuhan kecambah (Bewley and Black, 1985).
Faktor utama yang menyebabkan viabilitas benih menurun akibat proses
deteriorasi benih dapat diidentifikasikan melalui penurunan aktivasi enzim.
Aktivasi enzim yang menurun antara lain dehidrogenase, glutamat dekarboksilase,
katalase, peroksidase, fenolase, amilase, dan sitokromoksidase. Proses deteriorasi
menyebabkan terjadinya degradasi enzim yaitu perubahan komposisi enzim.
Umumnya penurunan aktivitas enzim menyebabkan berkurangnya ATP dan suplai
makanan di dalam benih sehingga daya berkecambah benih menurun. Penurunan
aktivitas enzim disebabkan oleh kadar air dalam benih yang rendah. Kadar air
dapat diberikan melalui perlakuan hidrasi-dehidrasi (Salisbury dan Ross,1995).
Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat menambahkan kadar air yang tersedia di dalam
benih. Pengambilan air oleh benih yang bertujuan untuk meningkatkan kadar air
benih disebut imbibisi. Faktor yang mempengaruhi imbibisi adalah (1) komposisi
benih, (2) permeabilitas kulit benih, dan (3) ketersediaan air (Copeland dan Mc
Donald, 2001).
Menurut Bewley dan Black (1985), penyerapan air oleh benih terbagi dalam tiga
fase pada kondisi suplai air optimal. Pada fase I nilai potensial matrik tinggi
sehingga potensial air benih jauh lebih rendah dibandingkan dengan substrat
sekitarnya. Imbibisi berlangsung cukup besar baik pada benih dorman maupun
tidak dorman. Fase II adalah lag phase penyerapan air. Metabolisme terjadi
sebagai persiapan pemunculan radikula pada benih yang tidak dorman. Benih
6
sedangkan benih dorman tidak terjadi pemanjangan radikula meskipun
bermetabolisme pada fase II. Peningkatan penyerapan air berhubungan dengan
perubahan sel-sel radikula menandai kelengkapan perkecambahan.
Proses imbibisi yang dapat meningkatkan kadar air akan merangsang
pembentukan molekul-molekul yang penting di dalam benih, meningkatkan
aktivitas enzim, dan reaksi metabolik yang dapat meningkatkan daya
berkecambah pada benih yang mengalami deteriorasi. Pada kadar air benih yang
rendah, asam lemak akan mengalami reaksi auto-oksidasi yang mengahasilkan
radikal bebas dan akan bereaksi dengan hidrogen peroksida sehingga dihasilkan
radikal hidrosil yang dapat merusak membran dan protein. Pada kadar air benih
yang tinggi, enzim aktif dan terdapat antioksidan sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan hidrogen peroksida (McCormack, 2004).
Perlakuan hidrasi-dehidrasi menggunakan dua metode yaitu metode pelembaban
dan perendaman. Metode pelembaban memberikan jumlah air secara terkontrol
dan perlahan-lahan sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan benih akibat
kontak langsung antara benih dan air. Metode perendaman memberikan jumlah
air secara terus-menerus tanpa terkontrol yang akan mengakibatkan dinding sel
pecah. Diharapkan metode pelembaban dapat memperbaiki viabilitas benih pada
7
1.4 Kerangka pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka
pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.
Penyimpanan benih diharapkan dapat mempertahankan kualitas benih dalam
kurun waktu tertentu sesuai dengan lamanya penyimpanan. Pengemasan benih
bertujuan untuk melindungi benih dari faktor-faktor biotik dan abiotik.
Penggunaan bahan kemasan yang tepat dapat melindungi benih dari perubahan
kondisi lingkungan simpan yaitu kelembaban nisbi dan suhu sehingga benih dapat
disimpan lebih lama. Penyimpanan yang kurang baik pada benih cenderung akan
menurunkan viabilitas dan vigor benih akibat dari proses deteriorasi benih selama
penyimpanan berlangsung. Status viabilitas benih dapat diketahui dari gejala
pertumbuhan benih yang terlihat pada daya berkecambah, kecepatan
berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang kecambah dan bobot kering
kecambah normal.
Deteriorasi benih merupakan proses penurunan mutu yang secara
berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisiologis yang disebabkan oleh faktor dalam benih. Deteriorasi benih dapat
diketahui secara biokemis dan fisiologis. Indikasi biokemis kemunduran benih
dapat dicirikan oleh penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan,
dan meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi fisiologis ditandai dengan
penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal,
terhambatnya pertumbuhan kecambah. Penyebab deteriorasi benih yang paling
8
mengalami penurunan aktivitas di antaranya enzim-enzim katalase,
dehidrogenase, dan dekarboksilase asam glutamat. Penurunan aktivitas enzim
tersebut akan menurunkan potensi respirasi sehingga dapat menurunkan tingkat
energi (ATP) dan bahan makanan untuk proses perkecambahan. Perubahan
aktivitas enzim ditunjukkan oleh perubahan komposisi dengan menambah atau
menghilangkan gugus fungsional tertentu. Aktivitas enzim yang menurun
disebabkan oleh kadar air dalam benih yang rendah. Kadar air dapat diberikan
melalui perlakuan hidrasi-dehidrasi.
Perlakuan hidrasi-dehidrasi diawali dengan proses imbibisi pada sel yaitu
penyerapan air dari potensial air tinggi ke potensial rendah. Proses imbibisi
meningkatkan kadar air di dalam sel. Proses penyerapan air oleh benih (imbibisi)
disebabkan oleh potensial air di dalam benih jauh lebih rendah dibandingkan
dengan substrat sekitarnya sehingga terjadi penyerapan air yang menyebabkan
terjadinya metabolisme pemunculan radikula dan kelengkapan perkecambahan
ditandai oleh pemanjangan radikula.
Proses imbibisi menyebabkan kadar air dalam benih meningkat; peningkatan
kadar air mendorong pembentukan enzim-enzim hidrolisis yang akan
mengkatalisis cadangan makanan kemudian diubah menjadi energi untuk
perkembangan selama perkecambahan. Jumlah antioksidan yang dihasilkan dari
peningkatan aktivasi enzim katabolik dapat memperbaiki bagian-bagian selular
yang rusak selama penyimpanan. Perlakuan hidrasi-dehidrasi pada benih yang
mengalami deteriorasi dapat menunjukkan perbaikan viabilitas benih setelah
9
(daya berkecambah 60% dan 65%). Kedua lot berasal dari produksi benih yang
pertanamannya diberi perlakuan pupuk NPK susulan (75 dan 100 kg/ha) dan telah
disimpan 9 bulan.
Metode yang digunakan dalam perlakuan hidrasi-dehidrasi yaitu metode
pelembaban dan perendaman. Metode pelembaban memberikan air secara
terkontrol sehingga benih tidak stres akibat dari kontak langsung antara benih dan
air. Pemberian air secara tidak terkontrol merupakan aplikasi metode perendaman
yang berakibat turgiditas dan volume benih bertambah sehingga menyebabkan
pecahnya dinding sel. Diharapkan metode pelembaban lebih baik dalam
memperbaiki viabilitas benih yang mengalami deteriorasi terutama pada benih
yang mempunyai status viabilitas sedang.
1.5 Hipotesis
Dari landasan teori yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai
berikut:
1. Dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama
penyimpanan 9 bulan memiliki status viabilitas tertentu.
2. Perlakuan hidrasi-dehidrasi diduga dapat memperbaiki viabilitas dua lot benih
kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama penyimpanan
dibandingkan dengan tanpa perlakuan hidrasi-dehidrasi.
3. Perbaikan viabilitas dua lot kedelai dengan metode pelembaban diduga lebih
efektif dibandingkan dengan metode perendaman dalam memberikan suplai air
ke dalam benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami deteriorasi selama
II. TINJAUAN PUSTAK A
2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai
Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang,
dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan dan warna hitam.
Komposisi kimia benih dan kandungan asam amino dapat dilihat pada Tabel 1
dan 2.
Tabel 1. Komposisi kimia benih kedelai (setiap 100 gram).
11
Tabel 2. Kandungan asam amino dalam benih kacang kedelai.
Jenis asam amino Kandungan (%)
Isoleusin
Benih legum pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu embrio dan kulit benih
atau testa. Embrio terdiri dari dua kotiledon, dua helai daun kecil sekitar titik
tumbuh atau plumula, hipokotil, dan radikel. Kedua kotiledon berukuran relatif
besar dan lunak berisi cadangan makanan. Benih legum mempunyai dua lapis
kulit benih. Lapisan sebelah dalam biasanya tipis dan lunak sedangkan kulit
sebelah luar tebal dan keras yang berguna sebagai lapisan pelindung terhadap
suhu, penyakit, dan sentuhan mekanis (Saleh, 2004).
Lapisan kulit benih legum terdapat struktur spesifik. Ciri yang jelas adalah hilum
yang merupakan tempat pelekatan funiculus pada ovulum. Hilum biasanya
memanjang dan terdiri dari dua lapisan sel palisade, yaitu palisade dalam dan
palisade luar. Di dekat hilum terdapat mikrofil; mikrofil ini tertutup oleh sklereid
12
yang merupakan jaringan yang menonjol, terletak dekat hilum tapi berlawanan
tempat dengan mikrofil (Devlin danWitham, 1992).
2.2Penyimpanan Benih Kedelai
Pada hakikatnya, penyimpanan adalah periode menunggu bagi benih hingga
saatnya ditanam oleh petani. Penyimpanan benih terdiri atas beberapa periode,
yaitu periode penyimpanan di lapangan, periode penyimpanan setelah panen
hingga saat pengolahan, periode penyimpanan sejak dikeringkan hingga menjadi
benih bersertifikat, periode penyimpanan selama penyaluran dan penyimpanan
oleh produsen, pengecer, sampai konsumen, dan periode benih oleh petani
sebelum ditanam di lapangan (Pitojo, 2003).
Penyimpanan benih kacang-kacangan di daerah tropis lembab seperti di Indonesia
dihadapkan kepada masalah daya simpan yang rendah. Pada waktu 3 bulan pada
suhu kamar 30OC, benih kacang-kacangan tidak dapat mempertahankan
viabilitasnya pada kadar air 14%. Benih kedelai cepat mengalami kemunduran di
dalam penyimpanan, disebabkan oleh kandungan lemak dan proteinnya relatif
tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum disimpan karena kadar air
benih akan meningkat jika suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi.
Mencegah peningkatan kadar air benih selama penyimpanan, diperlukan kemasan
yang kedap udara dengan lingkungan simpan yang terkendali. Umur simpan
benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan, dan perlakuan manusia.
Sedangkan daya simpan individu benih dipengaruhi oleh pengaruh genetik,
13
keras, kemasakan benih, ukuran benih, dormansi benih, kadar air benih, kerusakan
mekanis, dan vigor (Justice dan Bass, 2002).
Benih kedelai memiliki daya simpan lebih rendah daripada benih padi dan jagung.
Benih kedelai yang keras, berukuran kecil, atau berkulit hitam lebih tahan
disimpan daripada benih kedelai yang tidak keras, berukuran besar, atau berwarna
kuning karena sifat genetis antara kedua jenis kedelai tersebut berbeda. Kualitas
fisiologis benih pada awal penyimpanan sangat berpengaruh terhadap daya
simpan benih. Selama penyimpanan, daya kecambah benih akan mengalami
penurunan jika ruang simpan tidak terkontrol (Pitojo, 2003).
Selama penyimpanan, benih mengalami proses enzimatik, antara lain respirasi dan
katabolisme lemak. Jika temperatur di dalam gudang penyimpanan tinggi, proses
enzimatis semakin meningkat sehingga memperpendek daya simpan benih. Benih
kedelai bersifat higroskopis, yakni menyerap lengas udara di sekitarnya untuk
meningkatkan kadar air benih sehingga terjadi keseimbangan antara kadar air
benih dengan kelembapan udara. Oleh karena itu, jika benih dibiarkan terbuka
dalam waktu yang cukup lama, laju penurunan mutu benih akan semakin cepat.
Penyimpanan benih yang tidak baik akan mempercepat proses kemunduran benih.
(Justice and Bass, 2002).
2.3 Kemunduran Benih
Kemunduran benih merupakan penurunan sebagian kualitas, sifat, atau viabilitas
benih yang mengakibatkan vigor menjadi rendah. Benih mencapai kualitas
maksimum pada saat masak fisiologis dan pada saat penyimpanan benih
14
derajat penyimpanan terhadap keadaan optimum untuk mencapai kualitas
optimum (Titipata, 2004).
Kemunduran benih tidak dapat dihentikan, tetapi hanya dapat diperlambat, yaitu
dengan mengendalikan faktor lingkungan pada penyimpanan agar kemunduran
benih dapat ditekan semaksimal mungkin. Benih yang mengalami deteriorasi
selama penyimpanan melalui tahap-tahap kerusakan benih. Kerusakan benih
diawali dengan kerusakan membran yang merubah kondisi membran dari selektif
menjadi tidak selektif. Hal ini akan mempengaruhi kerja enzim dalam
menghasilkan energi yang dibutuhkan benih untuk berespirasi. Rendahnya laju
respirasi dalam benih akan memperlambat pertumbuhan dan perkecambahan
benih sehingga benih tidak memiliki daya simpan yang kuat untuk bertahan hidup.
Kehilangannya daya tahan benih selama disimpan akan mempengasruhi laju
perkecambahan benih menjadi lambat sehingga pertumbuhan kecambah yang
dihasilkan menjadi abnormal dan keseragaman pertumbuhan benih rendah
(Copeland dan Mc Donald, 2001).
Kemunduran benih digolongkan menjadi dua yaitu kemunduran fisiologis yaitu
kemunduran yang berhubungan dengan faktor lingkungan benih dan kemunduran
biokemis yaitu kemunduran yang berkaitan dengan bahan-bahan yang terkandung
di dalam benih. Benih yang mengalami kemunduran dapat dilihat dari gejala
fisiologis antara lain perubahan warna benih, menurunnya daya berkecambah,
menurunnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang baik, peka terhadap
15
Gejala biokimia benih dapat dilihat dari perubahan aktivasi enzim, perubahan
respirasi, dan permeabilitas membran, serta berkurangnya cadangan makanan.
Kemunduran benih dapat dicirikan dengan mundurnya daya berkecambah benih.
Berdasarkan pinsip-prinsip genetik dan fisiologis, proses kemunduran benih dapat
disebabkan oleh banyak hal seperti perubahan pada struktur senyawa protein,
berkurangnya cadangan makanan, pembentukkan asam lemak, aktivitas enzim,
perubahan kromosom, kerusakan membran, dan proses respirasi. Faktor utama
penyebab kemunduran benih ialah penurunan aktivitas enzim yang akan berakibat
pada keserempakan perkecambahan (Bunyamin, 2001).
Kemunduran benih selalu berbanding terbalik dengan viabilitas benih. Benih
yang mengalami kemunduran memiliki kerusakan pada bagian-bagian di dalam
sel benih yang dapat terlihat dengan penurunan viabilitas benih (Gambar 1).
Gambar 1. Hubungan kemunduran benih dan viabilitas benih.
2.4 Perlakuan Hidrasi-dehidrasi terhadap Viabilitas Benih
Perlakuan hidrasi-dehidrasi merupakan salah satu bentuk perbaikkan viabilitas
benih dan memberikan harapan dalam memperbaiki kualitas benih. Perlakuan Nilai
mutu benih
Kemunduran
16
hidrasi memberikan sejumlah air ke dalam benih untuk mengaktifkan kerja enzim
yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan sedangkan dehidrasi merupakan
perlakuan pengeringan agar bobot benih kembali menjadi bobot semula. Proses
hidrasi-dehidrasi melalui berbagai proses yaitu imbibisi air, pengaktifan enzim
dan hormon, proses perombakan cadangan makanan, pertumbuhan awal embrio,
pecahnya kulit benih dan munculnya akar, dan pertumbuhan kecambah. Proses
imbibisi terjadi penyerapan air secara cepat oleh lapisan bikoloid benih yang
kering, reaktivasi makro molekul dan organel, dan respirasi yang menghasilkan
ATP untuk suplai energi (Bewley and Black, 1985).
Menurut Marwanto (2007), proses imbibisi terjadi karena terdapat perbedaan
antara potensial air benih dan lingkungan. Air selalu mengalir dari potensial
tinggi ke potensial rendah. Benih-benih yang memiliki kadar air yang rendah dari
hasil proses penyimpanan yang cukup lama dapat disuplai air dari lingkungan ke
dalam benih. Kecepatan proses imbibisi dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
jenis benih, kemasakan benih, permeabilitas kulit benih, dan jumlah air yang
tersedia di sekitar benih. Masuknya air ke dalam benih merupakan awal
terjadinya peningkatan aktivitas metabolisme. Meningkatnya metabolisme juga
dapat meningkatkan laju respirasi. Aktifnya respirasi pada awal perkecambahan
tidak hanya menyediakan substrat respirasi glukosa di dalam embrio tetapi juga
aktivitas enzim yang merupakan katalisator biologi. Enzim-enzim itu adalah
protein dan aktivitasnya distimulir oleh adanya air yang membasahi embrio.
Peranan air dalam perkecambahan adalah melunakkan kulit benih sehingga
17
masuknya oksigen ke dalam benih, dan mengencerkan protoplasma sehingga
dapat berfungsi (Marwanto, 2007).
Gambar 2. Pola penyerapan air oleh benih pada kondisi yang optimum terdiri dari 3 fase pada perkecambahan benih.
Fase I secara umum disebut sebagai proses imbibisi. Pada fase ini penyerapan air
berlangsung pada laju yang tinggi dan semata-mata adalah proses fisik yang
terjadi sebagai akibat dari potensial matriks dinding dan isi sel. Fase ini tetap
berlangsung tanpa bergantung pada kondisi benih dorman atau nondorman, hidup,
dan mati. Fase II adalah fase penyerapan lambat dan dikenal sebagai periode
lambat (”lag period”), yaitu potensial matriks sel benih bernilai sama dengan
potensial osmotik larutan atau air di sekitarnya. Benih mati atau dorman akan
tetap berada pada Fase II, tanpa pernah memasuki fase III. Fase III adalah fase
penyerapan air secara aktif. Laju penyerapan air meningkat kembali diiringi
dengan mulai nampaknya tanda-tanda perkecambahan benih (Bewley and Black,
1985).
Menurut Basu dan Rudrapal (1982 yang dikutip oleh Susilawati, 1996),
18
periode waktu tertentu yang diikuti dengan pengeringan benih sampai kembali
pada berat semula.
Perlakuan ini terdiri dari empat macam cara sebagai berikut:
(1) Perendaman-pengeringan
Benih direndam dalam air yang mempunyai volume dua kali volume air
selama 2 – 6 jam (tergantung dari jenis benih) dan sekali-kali diaduk.
Kemudian benih dikeringkan sampai kadar air dengan cahaya matahari
langsung atau oven suhu 300C.
(2) Pencelupan-pengeringan
Benih dicelupkan ke dalam air selama 2—5 menit, kemudian dilembabkan
pada media basah selama 2—6 jam. Setelah dicelup dan dilembabkan, benih
dikeringkan seperti cara (1). Cara ini efektif untuk benih bervigor tinggi.
(3) Penyemprotan-pengeringan
Benih dihamparkan dalam satu lapisan, kemudian disemprotkan dengan air
hingga kadar air 20% (berat basah). Penyemprotan menggunakan 200 ml air
untuk 1 kg benih. Setelah disemprot benih dikeringkan seperti cara (1).
Cara ini kurang efektif dibandingkan dengan cara perendaman-pengeringan.
(4) Pelembaban tinggi-pengeringan
Pelembaban tinggi dilakukan dengan cara meletakkan benih dalam hamparan
tipis pada udara jenuh uap air (kelembaban nisbi 100% dan suhu 300C) selama
24—72 jam, kemudian dikeringkan seperti cara (1). Cara ini dapat
mengurangi kerusakan akibat kontak langsung antara benih dan air.
Pada benih kacang-kacangan cara ini cukup efektif khususnya pada benih
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juni tahun 2009.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang
berasal dari dua mutu benih yang berbeda yaitu 60% dan 65% (benih yang
berviabilitas sedang) dan telah disimpan dalam kemasan palstik selama sembilan
bulan, aquabides, kertas merang, dan kertas label,
Alat-alat yang digunakan adalah oven, karet gelang, alat tulis, kamera digital,
penggaris, plastik, moisture tester, konduktivitimeter, botol kaca, dan timbangan.
3.3 Metode Penelitian
Untuk mejawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis yang telah dikemukakan, serta mengetahui pengaruh perlakuan yang
telah diberikan maka data dianalisis, dijabarkan, dan disajikan menggunakan
20
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Benih kedelai varietas Anjasmoro berasal dari dua lot benih yang telah mengalami
penyimpanan dalam plastik kedap udara selama 9 bulan. Lot satu merupakan lot
benih yang berasal dari benih yang mempunyai daya berkecambah sebesar 60%
yang diproduksi dari perlakuan NPK susulan saat berbunga dengan dosis 75 kg/ha
dan lot dua berasal dari lot benih yang mempunyai daya berkecambah 65% yang
diproduksi dari perlakuan NPK susulan saat berbunga dengan dosis 100 kg/ha.
Masing-masing lot benih diambil 1.350 butir, diambil secara acak menggunakan
alat pembagi tepat benih sampai diperoleh sampel pengujian. Sampel lot benih
dibagi menjadi tiga bagian dengan cara dilembabkan (D1), direndam (D2), dan
kontrol (tanpa hidrasi-dehidrasi). Perlakuan hidrasi-dehidrasi dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan aquabides pada saat direndam dan menggunakan
kertas merang pada saat pelembaban. Perlakuan dengan metode perendaman
yaitu dengan cara merendam benih dalam aquabides yang mempunyai volume dua
kali volume benih selama empat jam kemudian dikeringkan. Perlakuan dengan
metode pelembaban dilakukan dengan cara melembabkan benih pada kertas
merang selama 18 jam kemudian benih dikeringkan. Pengujian ditanam di atas
tiga lembar kertas merang dan ditutup dengan dua lembar kertas merang,
kemudian digulung hingga membentuk gulungan yang rapih. Gulungan yang
telah rapih diberi label yang tertuliskan tanggal pengujian, jenis pengujian, dan
nama penguji. Benih yang telah ditanam dikecambahkan dalam germinator atau
alat pengecambah benih dalam keadaan berdiri. Pada umur tiga hingga tujuh hari
21
3.5 Pengamatan
Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan
pengamatan sebagai berikut:
1. Daya berkecambah
Persentase kecambah normal dari 50 butir benih yang ditanam dihitung
berdasarkan nisbah jumlah kecambah normal yang dihasilkan pada periode
pengujian 5 dan 7 hari setelah tanam. Satuan yang digunakan ialah persen (%).
Persentase kecambah yang tumbuh dihitung dengan rumus:
jumlah bibit normal
--- X 100% 50 butir benih
(Sadjad, 1999)
2. Kecepatan berkecambah
Kecepatan berkecambah benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah
normal per satuan waktu. Evaluasi kecambah normal benih dapat dilihat per hari
pengamatan selama periode pengujian 3, 4, 5, 6, dan 7 hari setelah tanam. Satuan
yang digunakan ialah persen per hari (%/hari).
Kecepatan berkecambah benih dapat dihitung menggunakan rumus:
% KN1 +...+KNn KCt = --- --- t1 tn
Keterangan :
KCt : Kecepatan berkecambah
KN : Kecambah normal
t : Waktu (etmal)
22
3. Keserempakan berkecambah
Pengamatan keserempakan berdasarkan jumlah kecambah normal kuat pada hari
pengamatan ke-6 dengan memisahkan kecambah normal kuat, normal lemah,
abnormal, dan mati. Satuan yang digunakan ialah persen (%).
4. Panjang kecambah
Tinggi kecambah diukur dari ujung akar sampai titik tumbuh pada batang utama
kecambah kedelai yang dianggap normal pada umur 6 hari. Satuan yang
digunakan centimeter (cm).
5. Bobot kering kecambah
Bobot kering kecambah di timbang berdasarkan kecambah normal kuat yang telah
dipisahkan dari kotiledon yang diukur dalam satuan gram. Kecambah dioven
pada suhu 70 0C selama 3 x 24 jam atau sampai bobotnya konstan. Setelah
bobotnya konstan, kecambah ditimbang dengan timbangan digital dalam ketelitian
4 desimal. Satuan yang digunakan ialah gram (g).
6. Daya Hantar Listirk (DHL)
Daya hantar listrik (DHL) merupakan salah satu tolak ukur daya simpan benih
dengan menghitung DHL larutan anorganik dari bahan rembesan benih. Cara
pengukuran DHL yaitu benih dipisahkan menjadi 50 butir untuk kontrol, 50 butir
untuk metode pelembaban, dan 50 butir untuk metode perendaman. Setiap tiga
ulangan diulang dua kali. Perlakuan kontrol, benih langsung direndam dengan
aquabides. Pada metode pelembaban, benih dilembabkan terlebih dahulu pada
media kertas merang selama 18 jam dan pada metode perendaman benih direndam
23
perendaman dikeringkan kemudian direndam dalam aquabides sebanyak 250 ml
air dengan 50 butir benih kedelai setiap perlakuan.
Daya hantar listrik diukur setelah benih direndam selama 24 jam pada suhu kamar
250C. Setiap hasil daya hantar listrik dikurangkan dengan hasil blangko yaitu air
aquabides yang tidak terisi benih. Satuan yang digunakan ialah µMhos/cm g.
Benih diukur konduktivitimeter model DA-LR-1928 (La Motte Chemical, USA)
dan menggunakan rumus:
DHL terukur – DHL blanko
DHL =
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami
deteriorasi selama penyimpanan 9 bulan berada pada status viabilitas sedang.
2. Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat memperbaiki viabilitas dua lot benih kedelai
yang mengalami deteriorasi, diawali dengan pengaktifan enzim yang terlihat
pada variabel daya berkecambah, kecepatan berkecambah, keserempakan
berkecambah, panjang kecambah, dan bobot kering kecambah normal.
3. Perbaikan viabilitas dua lot benih kedelai varietas Anjasmoro yang mengalami
deteriorasi melalui metode pelembaban lebih efektif dibandingkan dengan
metode perendaman terlihat pada variabel daya berkecambah, kecepatan
berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang kecambah, dan bobot
kering kecambah normal.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian disarankan agar penelitian mengenai pengaruh
hidrasi-dehidrasi efektif digunakan pada benih-benih yang memiliki viabilitas sedang
DAFTAR PUSTAKA
Bunyamin, L. 2001. Dasar - Dasar Fisiologi Tumbuhan. Grafindo Persada. Jakarta. 201 hlm.
Bewley, J. D. and M. Black. 1985. Seed Physiology of Development and Germination. Plenum Press. New York. 367 p.
Copeland, L. O dan Miller B. Mc Donald. 2001. Principles of Seed Science and Technology Fourth Edition. Norwell. Massachusetts USA. 467 p.
Devlin, R. M and F. H. Witham. 1992. Plant Physiology. Wardsworth Publishing Company. California. 105 p.
Erawan, D. 1996. Pengaruh hidrasi-dehidrasi terhadap daya dan
kekuatan tumbuh benih jagung (Zea mays L.) varietas Arjuna pada tiga tingkat viabilitas. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 64hlm.
Halloin, J.M. 1983. Deterioration resistance mechanisms in seed. Plant Physiologist 73: 335 – 339.
Justice, O.L. dan L.N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Diterjemahkan oleh Rennie Roesli. Rajawali Press. Jakarta. 446 hlm.
Konsta, A. 1995. Dielectric and conductivity studies of the hydration mechanisms in plant seeds. Biophysical Journal 70: 1485 – 1493.
Marwanto. 2007. Hubungan antara kandungan lignin kulit benih dengan sifat- sifat khusus kulit benih kacang hijau. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 9: 6 – 11.
McCormack, J. 2004. Seed Processing and Strorage. Norwell. Massachusetts USA. Page 1 – 110.
Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 83 hlm.
_______. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 103 hlm.
Sadjad, S. dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hlm.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.
Diterjemahkan dari Plant Physiology oleh D.R. Lukman, dan Sumaryono. Disunting oleh Niksolihin, S. Penerbit ITB. Bandung. 343 hlm.
Saleh, M. S. 2004. Pematahan dormansi benih aren secara fisik pada berbagai lama ekstraksi buah. Agrosains 6 (2): 79 – 83.
Susilawati, Pepi Nur. 1996. Pengaruh metode hidrasi-dehidrasi terhadap daya dan kekuatan tumbuh benih bunga matahari (Helianthus annuus L) pada tiga tingkat viabilitas. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 66 hlm.
Tatipata, A. 2004. Kajian aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. Ilmu Pertanian 2: 76 – 87.