Oleh:
Danang Ambar Prabowo C64104007
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
OPTIMASI PENGEMBANGAN MEDIA UNTUK
PERTUMBUHAN Chlorella sp. PADA SKALA
LABORATORIUM
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, September 2009
Pertumbuhan Chlorella sp. pada Skala Laboratorium. MUJIZAT KAWAROE dan TRI PRARTONO.
Pupuk pro analis (pro-A) secara umum telah digunakan dalam kultur mikroalga sebagai nutrisi pertumbuhan sel, namun harganya masih tergolong mahal dan sulit untuk diperoleh. Alternatif lain adalah penggunaan pupuk pertanian (agrolyzer) sebagai sumber nutrisi pertumbuhan sel yang harganya relatif lebih murah dan lebih mudah diperoleh.
Penelitian terdiri atas 3 tahap, yaitu: (1) Penelitian Pendahuluan (11–20 Maret), (2) Penelitian Utama yang dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu: di ruang kultur tertutup (19–28 April ) dan di ruang kultur semi terbuka (8–17 Mei); serta (3) Penelitian Tambahan (12-14 Mei). Perlakuan terdiri atas 27 variasi dosis komposisi pupuk ZA, Urea, dan TSP dengan durasi kultur untuk penelitian pendahuluan dan utama adalah 10 hari dan 36 jam untuk penelitian tambahan. Parameter penelitian yang diamati meliputi
kelimpahan sel Chlorella sp. (sel/ml), temperatur ruangan dan kultur (oC), salinitas kultur (ppt), serta kadar keasaman kultur (pH).
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa kelimpahan sel pada awal kultur memegang peranan penting untuk menghasilkan data yang baik untuk melihat
perbandingan pengaruh yang diberikan oleh dosis komposisi pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp.. Parameter temperatur, salinitas, dan pH pada penelitian pendahuluan berada pada kondisi optimum dan memungkinkan kultur dapat tumbuh dengan baik. Hasil penelitian di ruang tertutup menunjukkan dua kelompok dengan kecenderungan arah pertumbuhan yang berbeda setelah hari 6 kultur. Kelompok pertumbuhan positif (perlakuan 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25) dicirikan dengan komposisi pupuk yang lengkap dan dosisnya relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok kultur yang arah pertumbuhannya negatif. Temperatur rata-rata kultur adalah konstan 22-23oC, kenaikan salinitas rata terjadi antara 32- 34 ppt sementara pH rata-rata kultur berada pada kisaran 7-8, dan termasuk dalam parameter yang mendukung pertumbuhan kultur.
Danang Ambar Prabowo
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
© Hak cipta milik Danang Ambar Prabowo, tahun 2009 Hak cipta dilindungi
Nama : Danang Ambar Prabowo NRP : C64104007
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP. 19651213 199403 2 002 NIP. 19600727 198603 1 005
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul:”Optimasi
Pengembangan Media untuk Pertumbuhan Chlorella sp. pada Skala Laboratorium” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan terbaik kepada:
1. Ibu Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si., dan Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, arahan, serta bimbingan selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, MT selaku komisi pendidikan ITK dan Bapak Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc. selaku penguji tamu dalam sidang skripsi atas masukan dan saran yang diberikan.
3. Keluarga tercinta, Ibu dan Bapak serta adik-adik, atas semangat dan do’a yang selalu diberikan.
4. Dosen dan staf penunjang Departemen ITK IPB, atas bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di IPB.
5. Teman-teman ITK 41 IPB yang telah memberikan kesan dan nuansa indah selama perjalanan kuliah dan penelitian
6. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, 2009
DAFTAR ISI
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi ... ... 4
2.1.2 Habitat dan Ekologi ... ... 5
2.1.3 Reproduksi ... ... 6
2.2 Kultur Chlorella sp. ... ... 6
2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Chlorella sp. dalam Kultur ... ... 7
2.2.2 Fase Pertumbuhan Mikroalga ... ... 9
2.2.3 Komposisi Elemen Kimia dari Mikroalga ... .... 11
2.3 Pupuk ... .... 11
3.2 Rancangan Penelitian ... .... 17
3.3 Alat dan Bahan ... .... 19
3.4 Tahap Penelitian ... .... 20
3.4.1 Persiapan Penelitian ... .... 20
1. Sterilisasi Alat dan Media Kultur ... .... 20
2. Penyiapan Air Laut Sebagai Media Kultur ... .... 21
3. Penyiapan Bibit Chlorella sp. ... .... 21
4. Penyiapan Pupuk ... .... 22
3.4.2 Susunan Peralatan Penelitian ... .... 23
1. Susunan Peralatan Kultur Ruangan Kultur Tertutup... 23
2. Susunan Peralatan Kultur Ruangan Kultur Terbuka... 24
3.4.3 Persiapan Penelitian Pendahuluan ... .... 24
3.4.4 Persiapan Penelitian Utama ... .... 25
3.4.5 Persiapan Penelitian Tambahan ... .... 26
3.5 Pengamatan Penelitian ... .... 26
3.5.1 Paramater yang Diamati ... .... 26
1. Penghitungan Kelimpahan Sel Chlorella sp. ... .... 27
2. Pengukuran Parameter Temperatur, Salinitas, dan pH Kultur ... 28
3.6 Analisis Data Penelitian ... .... 29
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 31
4.1Pertumbuhan Chlorella sp. Penelitian Pendahuluan ... ... 31
4.2Pertumbuhan Chlorella sp. Penelitian Utama ... ... 37
4.2.1 Pertumbuhan Kultur Chlorella sp. di Ruang Kultur Tertutup ... ... 37
1. Pengaruh Pemberian Dosis Komposisi Pupuk yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. pada Penelitian Utama di Ruang Kultur Tertutup ... ... 39
2. Paramater Temperatur (oC), Salinitas (ppt), pH Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. di Ruangan KulturTertutup ... 48
4.2.2 Pertumbuhan Kultur Chlorella sp. di Ruang Kultur Semi Terbuka ... ... 52
1. Pengaruh Pemberian Dosis Komposisi Pupuk yang Berbeda Terhadap Chlorella sp. pada Penelitian Utama di Ruang Kultur Semi Terbuka ... ... 54
2. Pendugaan Pengaruh Temperatur (oC), Salinitas (ppt), dan pH Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. di Ruangan Kultur Semi Terbuka ... ... 57
4.3Pertumbuhan Sel Chlorella sp. pada Awal Kultur (36 jam) ... ... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perlakuan komposisi pupuk ZA, Urea, dan TSP dalam penelitian ... 18
2. Alat dan bahan ... 19
3. Anova satu faktor pengaruh pupuk pada kultur ruang tertutup ... ... 39
4. Duncan grouping pengaruh pupuk terhadap kultur di ruang tertutup ... 40
5. Konsentrasi aktual (mg/L) ammonium, nitrat, dan fosfat pada masing- masing komponen penyusun pupuk perlakuan... 41
6. Konsentrasi (mg/L) total ammonium, nitrat, dan fosfat pada medium pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan kelompok pupuk perlakuan... 43
7. Anova satu faktor pengaruh pupuk pada kultur ruang semi Terbuka ... 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bentuk umum Chlorella sp. (Sumber: http://www.rbgsyd.nsw.gov.au,
12 Mei 2009) ... .. 5
2. Kurva pertumbuhan mikroalga (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995) ... . 11
3. Pupuk Urea (Sumber: www.canadianagri.ca, 1 Juni 2009) ... . 13
4. Pupuk ZA (Sumber: www.trivenichemical.com, 1 Juni 2009) ... . 14
5. Pupuk TSP (Sumber: www.jhbunn.co.uk, 1 Juni 2009) ... . 16
6. Skema susunan peralatan kultur di ruangan tertutup... 23
7. Skema susunan peralatan kultur di ruang semi terbuka ... . 24
8. Skema haemocytometer neubauer improved ... . 28
9. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan jumlah kelimpahan sel (106 sel/ml) menurut perlakuan komposisi pupuk pada tahap penelitian pendahuluan ... 32
10. Perubahan rata-rata temperatur (oC) medium kultur Chlorella sp. dan ruangan pada penelitian pendahuluan ... 33
11. Perubahan rata-rata salinitas (ppt) medium kultur Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan ... 34
12. Perubahan rata-rata pH medium kultur Chlorella sp. penelitian Pendahuluan ... 35
13. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan perubahan kelimpahan sel (106 sel/ml) per hari menurut kelompok perlakuan komposisi pupuk pada tahap penelitian utama di ruang kultur tertutup ... 38
14. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan kelimpahan sel (106 sel/ml) pada perlakuan komposisi pupuk 11-15 ... 47
15. Perubahan rata-rata salinitas (ppt) medium kultur Chlorella sp. penelitian utama di ruang kultur tertutup ... 49
17. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan jumlah kelimpahan sel (106 sel/ml) menurut perlakuan komposisi pupuk pada tahap
penelitian utama di ruang kultur semi terbuka ... 53 18. Perubahan rata-rata temperatur (oC) medium kultur Chlorella sp.
dan ruangan pada penelitian utama di ruang semi terbuka ... 58 19. Perubahan warna kultur Chlorella sp. antara hari 1 dan hari 4 pada
penelitian utama di ruang terbuka... 59 20. Perubahan rata-rata salinitas (ppt) medium kultur Chlorella sp.
penelitian utama di ruang semi terbuka... 60 21. Perubahan rata-rata pH medium kultur Chlorella sp. penelitian
utama di ruang semi terbuka... 62 22. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan kelimpahan sel
(106 ml/sel) pada pengamatan setiap 3 jam penelitian tambahan... 63 23. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan kelimpahan sel
(106 ml/sel) pada pengataman setiap 6 jam penelitian tambahan... 65 24. Perubahan rata-rata temperatur (oC) medium kultur dan ruangan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Estimasi teoritis kandungan (mg/L) ammonium (NH4+) dan ion sulfat pada masing-masing komposisi pupuk perlakuan
penelitian………... 73 2. Contoh perhitungan kelimpahan Chlorella sp. dengan
menggunakan haemocytometer neubauer improved ... 74 3. Tabel hasil perhitungan kelimpahan sel (sel/ml) Chlorella sp.
penelitian pendahuluan ... 75 4. Pengukuran temperatur (oC) kultur Chlorella sp. penelitian
pendahuluan ... 76 5. Pengukuran salinitas (ppt) kultur Chlorella sp. penelitian pendahuluan... 77 6. Pengukuran pH kultur Chlorella sp. penelitian pendahuluan ... 78 7. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan perubahan kelimpahan
sel (106 sel/ml) per hari menurut perlakuan komposisi pada tahap
penelitian utama di ruang kultur tertutup... 79 8. Tabel hasil perhitungan kelimpahan sel (sel/ml) Chlorella sp.
penelitian utama di ruang kultur tertutup ... 80 9. Estimasi konsentrasi aktual (mg/L) ammonium, nitrat, dan
fosfat berdasarkan dosis komposisi pupuk perlakuan (Tabel 2)... 81 10. Pengukuran temperatur (oC) kultur Chlorella sp. penelitian utama di
ruang kultur tertutup... . 83 11. Pengukuran salinitas (ppt) kultur Chlorella sp. penelitian utama di
ruang kultur tertutup... . 84 12. Pengukuran pH kultur Chlorella sp. penelitian utama di ruang
kultur tertutup ... 85 13. Tabel hasil perhitungan kelimpahan sel (sel/ml) Chlorella sp.
penelitian utama di ruang kultur semi terbuka ... 86 14. Pengukuran temperatur (oC) kultur Chlorella sp. penelitian utama di
ruang kultur terbuka ... . 87 15. Pengukuran salinitas (ppt) kultur Chlorella sp. penelitian utama di
16. Pengukuran pH kultur Chlorella sp. penelitian utama di ruang
kultur semi terbuka... 89 17. Tabel hasil perhitungan kelimpahan sel (sel/ml) Chlorella sp. pada
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksplorasi terhadap manfaat mikroalga telah dilakukan untuk berbagai tujuan penelitian, antara lain: penentuan kandungan logam berat dan pencemar di perairan laut, studi tentang kandungan kimia, energi terbarukan, dan mitigasi gas karbondioksida (Reith, 2004 dan Chisti, 2007). Salah satu spesies mikroalga yang sering digunakan untuk berbagai tujuan tersebut adalah Chlorella sp. Kultur Chlorella sp. secara massal telah dilakukan di Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang setelah tahun 1948. Sejak itu penggunaan mikroalga dengan spesies utama Chlorella sp. dan Spirulina sp. untuk tujuan komersil berkembang secara pesat di Jepang dan Amerika Serikat dan menyebar ke berbagai negara di dunia hanya dalam kurun waktu sekitar 30 tahun (Tsukuda et al., 1977 dan Duran-Chastel, 1980, in Borowitzka, 1999).
terbuka(Grima et al., 1999), serta penambahan variasi nutrisi pertumbuhan mikroalga ke dalam medium kultur.
Penambahan nutrisi pertumbuhan ke dalam medium kultur mikroalga dinilai merupakan aspek yang paling berpengaruh terhadap kuantitas biomassa hasil kultivasi mikroalga. Penggunaan pupuk pro analis laboratorium sebagai nutrisi pertumbuhan mikroalga laut secara umum telah terbukti pengaruhnya secara sigifikan (Shelef dan Soeder, 1980, in Corsini dan Kardys, 1990). Hanya saja dari segi pembiayaan dinilai kurang ekonomis, mengingat harga masing-masing komponennya cukup mahal. Alternatif lain adalah penggunaan pupuk pertanian (agrolyzer) yang harganya relatif lebih murah dibanding pupuk pro analis laboratorium (Gonzalez-Rodriguez dan Maestrini, 1984; Geldenhuys et al., 1987, in Corsini dan Kardys, 1990). Berdasarkan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995),
umumnya pupuk pertanian (agrolyzer) hanya digunakan untuk kultivasi mikroalga skala besar, karena pada tahap tersebut kondisi optimal pertumbuhan mikroalga telah tercapai sehingga peran nutrisi tidak lagi sesignifikan seperti pada fase awal pertumbuhan (fase lag) di laboratorium.
Mengingat komersialisasi pemanfaatan mikroalga selalu berkaitan dengan tingkat efisiensi, efektifitas, dan nilai ekonomi proses produksinya, maka penelitian yang berkaitan dengan penggunaan nutrisi pertanian (agrolyzer) seperti ZA, Urea, dan TSP yang mengandung senyawa nitrogen untuk kultur skala labotarorium perlu dilakukan. Sehingga penelitian tentang pengaruh penambahan berbagai dosis komposisi nutrisi pertanian terhadap tingkat pertumbuhan
Pemilihan Chlorella sp. sebagai objek penelitian adalah berdasarkan
pertimbangan: (1) Chlorella sp. relatif mudah dikultur dalam waktu singkat, (2) penelitian lain berkaitan dengan Chlorella sp. cukup banyak dilakukan, sehingga dapat dijadikan pembanding, (3) Chlorella sp. telah banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti farmasi, budidaya ikan, suplemen makanan, dan sebagainya.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membandingkan pengaruh pemberian variasi dosis komposisi pupuk ZA, Urea, dan TSP terhadap pertumbuhan sel Chlorella sp.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Chlorella sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Nama Chlorella berasal dari zat bewarna hijau (chlorophyll) yang juga
berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis.(Steenblock, 2000 in
Zahara, 2003). Chlorella sp. oleh Bold dan Wynne (1985) dikategorikan ke
dalam kelompok alga hijau yang memiliki jumlah genera sekitar 450 dan jumlah
spesies lebih dari 7500. Nama alga hijau diberikan karena kandungan zat hijau
(chlorophyll) yang dimilikinya sangat tinggi, bahkan melebihi jumlah yang
dimiliki oleh beberapa tumbuhan tingkat tinggi.
Klasifikasi Chlorella sp. menurut Bold dan Wynne (1985) dan Vashista
(1999) dan adalah sebagai berikut:
Divisi : Chlorophyta
Bentuk umum sel-sel Chlorella adalah bulat atau elips (bulat telur),
termasuk mikroalgae bersel tunggal (unicellular) yang soliter, namun juga dapat
dijumpai hidup dalam koloni atau bergerombol (Gambar 1). Diamater sel
umumnya berkisar antara 2-12 mikron, warna hijau karena pigmen yang
mendominasi adalah klorofil (Bold, 1980). Chlorella merupakan organisme
eukariotik (memiliki inti sel) dengan dinding sel yang terdiri atas selulosa dan
pektin, sedangkan protoplasmanya berbentuk cawan (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995).
Gambar 1. Bentuk umum Chlorella sp. (Sumber: http://www.rbgsyd.nsw.gov.au, 12 Mei 2009)
2.1.2 Habitat dan Ekologi
Berdasarkan habitat hidupnya Chlorella dapat dibedakan menjadi
Chlorella air tawar dan Chlorella air laut. Chlorella air tawar dapat hidup dengan
kadar salinitas hingga 5 ppt, sementara Chlorella air laut dapat mentolerir salinitas
antara 33-40 ppt (Bold dan Wynne, 1985). Menurut Hirata (1981) in Rostini
(2007), beberapa spesies Chlorella air laut dapat mentolerir kondisi lingkungan
yang relatif bervariasi. Tumbuh optimal pada salinitas 25-34 ppt sementara pada
salinitas 15 ppt tumbuh lambat dan tidak tumbuh pada salinitas 0 ppt dan 60 ppt.
Contoh Chlorella yang hidup di air laut adalah Chlorella vulgaris,
Chlorella pyrenoidosa, Chlorella virginica dan lain-lain (Isnansetyo dan
dalam perairan, namun beberapa jenis Chlorella juga ditemukan mampu
bersimbiosis dengan hewan lain misalnya Hydra dan beberapa ciliata air tawar
seperti Paramaecium bursaria (Dolan, 1992).
2.1.3 Reproduksi
Reproduksi Chlorella adalah aseksual dengan pembentukan autospora
yang merupakan bentuk miniatur dari sel induk. Tiap satu sel induk (parrent cell)
akan membelah menjadi 4, 8, atau 16 autospora yang kelak akan menjadi sel-sel
anak (daughter cell) dan melepaskan diri dari induknya (Bold dan Wynne, 1985).
Proses reproduksi Chlorella dapat dibagi menjadi 4 tahap (Kumar dan
Singh, 1979 in Zahara, 2003) yaitu:
1. Tahap pertumbuhan, pada tahap ini sel Chlorella tumbuh membesar
2. Tahap pemasakan awal saat terjadi peningkatan aktivitas sintesa yang
merupakan persiapan awal pembentukan autospora.
3. Tahap pemasakan akhir, pada tahap ini autospora terbentuk
4. Tahap pelepasan autospora, dinding sel induk akan pecah dan diikuti
oleh pelepasan autospora yang akan tumbuh menjadi sel induk muda.
2.2 Kultur Chlorella sp.
2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Chlorella sp. dalam Kultur Menurut Bold dan Wynne (1985), pertumbuhan Chlorella sp. dalam
kultur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: medium, nutrien atau unsur
hara, cahaya, temperatur, serta salinitas. Medium merupakan tempat hidup bagi
dibudidayakan. Bahan dasar untuk preservasi medium yang dapat digunakan
adalah agar-agar.
Nutrien terdiri atas unsur-unsur hara makro (macronutrients) dan unsur
hara mikro (micronutrients). Contoh unsur hara makro untuk pertumbuhan
Chlorella adalah senyawa organik seperti N, K, Mg, S, P, dan Cl. Unsur hara
mikro adalah Fe, Cu, Zn, Mn, B, dan Mo (Oh-hama dan Miyachi, 1988). Unsur
hara tersebut diperoleh dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain (Bold,
1980). Tiap unsur hara memiliki fungsi-fungsi khusus yang tercermin pada
pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai oleh organisme yang dikultur tanpa
mengesampingkan pengaruh dari linkungan.
Kebutuhan nutrien untuk tujuan kultur mikroalga harus tetap terpenuhi
melalui penambahan media pemupukan guna menunjang pertumbuhan mikroalga.
Unsur N, P, dan S penting untuk sintesa protein. Unsur K berfungsi dalam
metabolisme karbohidrat. Unsur Cl dimanfaatkan untuk aktivitas kloroplas, unsur
Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, sementara Si dan Ca diperlukan
dalam jumlah banyak untuk pembentukan cangkang beberapa jenis fitoplankton
(Isnantyo dan Kurniastuty, 1995; Oh-hama dan Miyachi, 1988).
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroalga di kultur terbuka antara lain: cahaya, temperatur, tekanan osmosis, pH
air, salinitas, kandungan O2 , dan aerasi (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Cahaya merupakan sumber energi untuk melakukan fotosintesis. Cahaya
matahari yang diperlukan oleh mikroalga dapat digantikan dengan lampu TL atau
tungsten. Oh-hama dan Miyachi (1988) menyatakan bahwa intensitas cahaya
bahwa setelah titik intensitas tersebut dicapai, maka fotosintesis tidak lagi
meningkat sehubungan dengan peningkatan porsi intensitas cahaya (Basmi, 1995).
Kisaran temperatur optimal bagi pertumbuhan Chlorella adalah antara
25-30oC (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Menurut Taw (1990) untuk kultur
Chlorella diperlukan temperatur antara 25-35 oC. Penelitian lain menunjukkan
bahwa untuk jenis Chlorella vulgaris dapat beradaptasi pada media kultur dengan
temperatur serendah 5oC (Maxwell et al., 1994). Temperatur mempengaruhi
proses-proses fisika, kimia, biologi yang berlangsung dalam sel mikroalga.
Peningkatan temperatur hingga batas tertentu akan merangsang aktifitas molekul,
meningkatnya laju difusi dan juga laju fotosintesis (Sachlan, 1982).
Nilai pH medium kultur merupakan faktor pengontrol yang menentukan
kemampuan biologis mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Nilai pH yang
terlalu tinggi misalnya, akan mengurangi aktifitas fotosintesis mikroalga (De La
Noue dan De Pauw, 1988). Namun menurut Oh-hama dan Miyachi (1988), pada
umumnya strain Chlorella mampu bertoleransi terhadap kisaran salinitas dan pH
yang cukup lebar. Nielsan (1955) in Prihantini et al. (2005) menyatakan bahwa
pH yang sesuai untuk pertumbuhan Chlorella berkisar antara 4,5 – 9,3.
Chlorella sp. memiliki toleransi kisaran salinitas yang tinggi dan dapat
hidup pada kisaran salinitas 0-35 ppt (dari air tawar sampai air laut). Chlorella air
laut dapat tumbuh baik pada salinitas 15-35 ppt (Hirata, 1981 in Rostini, 2007).
Salinitas yang paling optimal bagi pertumbuhan Chlorella air tawar adalah 10-20
ppt sementara untuk Chlorella air laut adalah 25-28 ppt (Isnansetyo dan
Penambahan skala volume atau scale up pada saat kultur dimaksudkan
untuk menghindari stress pada mikroalga akibat jumlah medium yang berlebih.
Kondisi ini harus diupayakan untuk disesuaikan dengan aktifitas pertumbuhan dan
metabolisme mikroalga.
2.2.2 Fase Pertumbuhan Mikroalga
Pertumbuhan mikroalga dalam media kultur dapat diamati dengan
melihat pertambahan besar ukuran sel mikroalga atau dengan mengamati
pertambahan jumlah sel dalam satuan tertentu. Cara kedua lebih sering digunakan
untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga dalam media kultur, yaitu dengan
menghitung kelimpahan atau kepadatan sel mikroalga dari waktu ke waktu.
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) ada dua cara penghitungan kepadatan
mikroalga yaitu menggunakan sedgwich rafter dan menggunakan haemocytometer.
Penggunaan haemocytometer untuk menghitung kepadatan sel mikroalga lebih
sering digunakan dibandingkan sedgwich rafter karena faktor kemudahannya.
Selama pertumbuhannya mikroalga dapat mengalami beberapa fase
pertumbuhan (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995), yaitu:
(1) Fase Lag (istirahat)
Dimulai setelah penambahan inokulum ke dalam media kultur hingga
beberapa saat sesudahnya. Pada fase ini peningkatan paling signifikan terlihat
pada ukuran sel karena secara fisiologis mikroalga menjadi sangat aktif. Proses
sintesis protein baru juga terjadi dalam fase ini. Metabolisme berjalan tetapi
pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat karena
(2) Fase Logaritmik (log) atau Eksponensial
Fase ini dimulai dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang
meningkat secara intensif. Bila kondisi kultur optimum maka laju pertumbuhan
pada fase ini dapat mencapai nilai maksimal dan pola laju pertumbuhan dapat
digambarkan dengan kurva logaritmik. Pada fase ini merupakan fase terbaik
untuk memanen mikroalga untuk keperlua pakan ikan atau industri. Menurut
Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Chlorella sp. dapat mencapai fase ini dalam
waktu 4-6 hari.
(3) Fase Penurunan Laju Pertumbuhan
Pembelahan sel tetap terjadi pada fase ini, namun tidak seintensif fase
sebelumnya, sehingga laju pertumbuhan juga mengalami penurunan dibandingkan
fase sebelumnya.
(4) Fase Stasioner
Pada fase ini laju reproduksi dan laju kematian relatif sama. Penambahan
dan pengurangan jumlah mikroalga seimbang sehingga kepadatannya relatif tetap
(stasioner).
(5) Fase Kematian
Fase ini ditandai dengan laju kematian yang lebih besar daripada laju
reproduksi sehingga jumlah sel mengalami penurunan secara geometrik.
Penurunan kepadatan sel fitoplankton ditandai dengan perubahan kondisi
optimum yang dipengaruhi oleh temperatur, cahaya, pH medium, ketersediaan
hara, dan beberapa faktor lain yang saling terkait satu sama lain. Secara skematis
Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)
2.2.3 Komposisi Elemen Kimia dari Mikroalga
Menurut Oh-Hama dan Miyachi (1988) unsur-unsur kimia utama yang
menyusun Chlorella dan Scenedesmus adalah C, O, H, N, P, K, Mg, S, dan Fe.
Unsur-unsur non logam (C, O, H, N, dan P) menyusun lebih dari 90% total
biomassa dalam bentuk berat kering. Sisanya merupakan unsur-unsur logam (K,
Mg, S, Fe, dll).
2.3 Pupuk
Nitrogen merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman terutama
pada fase vegetatif. Saat fase ini terjadi tiga proses penting yaitu pembelahan sel,
pemanjangan sel dan tahap diferensiasi sel (Hladka, 1971). Corsini dan Karidys
(1990) menyatakan bahwa nitrogen merupakan bagian penting dari protein,
protoplasma, klorofil, dan asam nukleat. Vegetasi tingkat rendah maupun tinggi
menyerap N dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-).
Organisme berklorofil yang kekurangan nitrogen akan berubah warna
selnya menjadi kekuningan karena adanya penghambatan síntesis klorofil.
yang berlebihan. Kekurangan N juga akan membatasi pertumbuhan karena tidak
ada pembentukan protoplasma baru. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
N tanaman (mengatur nisbah C/N) dengan memberikan pupuk N ke tanah. Dua
pupuk nitrogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah urea dan ZA.
2.3.1 Urea
Urea merupakan senyawa organik yang dikenal dengan rumus kimia
CO(NH2)2 atau dengan nama lain Carbamide. Senyawa ini pertama kali
ditemukan oleh Hilaire Rouelle pada tahun 1773. Tahun 1828, Friedrich Woehler
berhasil membuat urea secara sintetis melalui reaksi sebagai berikut.
AgNCO + NH4Cl → (NH2)2CO + AgCl ... (1)
Pada tahun 1922, Bosh dan Meiser berhasil menemukan cara produksi
urea dengan bahan dasar amonia dan karbondioksida. Proses ini dinilai lebih
efisien dibanding proses yang ditemukan oleh Woehler (Overdahl et al., 1991).
Reaksi Bosh-Meiser pembentukan urea adalah sebagai berikut.
2 NH3 + CO2↔ H2N-COONH4 ... (2)
H2N-COONH4↔ (NH2)2CO + H2O ... (3)
Proses produksi urea secara massal dan komersial umumnya difokuskan
untuk mencukupi kebutuhan pupuk pertanian karena kandungan nitrogennya yang
cukup tinggi (sekitar 46%) merupakan sumber nitrogen yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Tampilan fisik pupuk urea yang tersedia di pasaran
umumnya berbentuk kristal dengan berbagai ukuran tergantung pada produsen
yang membuatnya (Overdahl et al., 1991). Salah satu bentuk urea yang umum
Gambar 3. Pupuk Urea (Sumber: www.canadianagri.ca , 1 Juni 2009)
Urea memiliki sifat yang mudah menyerap uap air yang ada di udara dan
memiliki kelarutan yang tinggi di dalam air. Urea akan terurai kembali menjadi
komponen dasar pembentuknya melalui reaksi berikut.
CO(NH2)2 + H2O 2NH3 +CO2 ... (4)
2.3.2 ZA (Zwavelzuur Amonia)
Pupuk ZA mendapatkan nama panjangnya, Zwavelzuur Amonia, dari
bahasa Belanda. Nama kimia ZA adalah amonium sulfat dengan rumus kimia
(NH4)2SO4. Senyawa garam anorganik ini memiliki memiliki kandungan nitrogen
sekitar 20% dan sulfur sekitar 24% sehingga tujuan produksinya adalah sebagai
pupuk pertanian (George dan Sussot, 1971).
Pembuatan pupuk ZA umumnya melalui reaksi antara amonia dengan
asam sulfat dengan reaksi sebagai berikut.
Reaksi lain yang juga dapat digunakan untuk membuat pupuk ZA adalah
dengan mereaksikan garam gypsum dengan amonium karbonat melalui reaksi
berikut .
(NH4)2CO3 + CaSO4→ (NH4)2SO4 + CaCO3 ... (6)
Bentuk pupuk ZA yang dapat dijumpai di pasaran adalah seperti bubuk
kasar atau bongkahan-bongkahan kecil bewarna putih seperti gula pasir dan
mudah larut dalam air (Patnaik, 2002). Penggunaan pupuk ZA dalam bidang
pertanian yang berlebihan dapat menyebabkan turunnya pH tanah. Tampilan fisik
pupuk ZA dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pupuk ZA (Sumber: www.trivenichemical.com, 1 Juni 2009)
2.3.3 Pupuk TSP (Triple Super Phosphate)
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur makro primer yang dibutuhkan
oleh tanaman (Tisdale dan Nelson, 1975 in Dana, 2007). Kekurangan unsur P
(1985) menyatakan gejala kekurangan P juga biasanya tampak pada fase awal
pertumbuhan. Pada tumbuhan tingkat tinggi, tanaman yang kekurangan P
gejalanya dapat terlihat pada daun tua di mana warna daun menjadi keunguan,
perakaran menjadi dangkal dan sempit penyebarannya, batang menjadi lemah.
Menurut Bold dan Wynne, (1985) fosfor merupakan salah satu unsur
yang berperan dalam proses penyusunan karbohidrat dan senyawa kaya nitrogen.
Gula terfosforilasi yang kaya energi muncul dalam proses fotosintesis. Fosforilasi
adenosin menghasilkan adenosine monofosfat, difosfat, trifosfat (AMP, ADP, dan
ATP) dimana tanaman menyimpan energinya untuk kelangsungan proses kimia
lainnya. Menurut Buckman dan Brady (1982), fosfor berpengaruh baik pada
proses pembelahan sel dan pembentukan lemak pada organisme. Salah satu
pupuk fosfor yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pupuk TSP (Triple
Super Phosphate).
Pupuk TSP merupakan senyawa yang terbentuk melalui reaksi kompleks
berikut.
3Ca3(PO4)2·CaF2 + 4H3PO4 + 9H2O --> 9Ca(H2PO4)2 + CaF2 ... (7)
Reaksi tersebut akan menghasilkan pupuk TSP dengan kadar fosfor (P) sebesar
45% dalam bentuk P2O5, sehingga pupuk TSP juga dikategorikan sebagai pupuk
fosfor (Havlin et al., 2005).
Bentuk umum yang dapat dijumpai berupa butiran kecil kasar dengan
warna kecoklatan, abu-abu, atau kekuningan dan bahan penyusunnya seperti tanah
yang mengering (Havlin et al., 2005). Bentuk pupuk TSP dapat dilihat pada
3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2009 dan terbagi menjadi tiga tahap. Tahap 1 merupakan penelitian pendahuluan yang
berlangsung mulai 11–20 Maret. Tahap 2 terdiri atas dua penelitian utama yang berlangsung mulai 19–28 April dan 8–17 Mei. Tahap 3 merupakan penelitian tambahan yang berlangsung mulai 12-19 Mei. Lokasi penelitian adalah di ruang kultur mikroalga, Laboratorium Biologi Laut dan Laboratorium Oseanografi Kimia, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB. Analisis kimia air laut yang digunakan untuk media kultur dilakukan di Laboratorium
Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB.
3.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium yang terdiri atas tiga tahap penelitian, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan penelitian tambahan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk melihat dan mengevaluasi pengaruh pemberian dosis komposisi pupuk yang diberikan, faktor teknis penelitian, serta faktor eksternal dan lingkungan terhadap pertumbuhan kultur Chlorella sp.. Hasil pengamatan dan evaluasi pada penelitian pendahuluan selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk
melaksanakan penelitian utama.
ruangan kultur tersebut bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian pupuk terhadap pertumbuhan sel Chlorella sp. pada dua kondisi lingkungan yang intensitas penyinaran cahaya dan temperatur ruang berbeda.
Komposisi pupuk yang diberikan pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama terdiri atas 26 kombinasi komposisi pupuk ZA, Urea, dan TSP, termasuk pupuk kontrol, seperti yang disajikan pada Tabel 1. Estimasi teoritis kandungan NH4+ dan SO42- pada masing-masing komposisi pupuk perlakuan disajikan dalam Lampiran 1.
Tabel 1. Perlakuan dosis komposisi pupuk ZA, Urea, dan TSP dalam penelitian
Pupuk
Selanjutnya dilakukan pengamatan setiap hari selama total 10 hari kultur untuk penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian tambahan dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian dosis komposisi pupuk
berdasarkan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) terhadap pola pertumbuhan sel
Chlorella sp. pada awal kultur.
3.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Alat / Bahan Unit / Satuan Keterangan - Neraca digital 1 / mg CHYO JL-200
- Haemocytometer 1 / sel/ml Neubauer Improved
3.4 Tahap Penelitian
3.4.1 Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan agar seluruh alat, bahan, dan kondisi lingkungan kultur dapat mendukung setiap tahap penelitian dengan optimal. Persiapan penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu: sterilisasi alat dan media kultur, penyiapan air laut, penyiapan bibit, penyiapan pupuk, serta penyusunan peralatan kultur. Tahapan persiapan penelitian dijelaskan sebagai berikut.
1. Sterilisasi Alat dan Media Kultur
Sterilisasi bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan keberadaan mikroorganisme atau zat pengganggu pada alat dan media kultur yang akan digunakan selama penelitian. Tahapan sterilisasi yang dilakukan merujuk pada Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) serta Zahara (2003) sebagai berikut:
(2) Selang plastik aerator, gelas kultur, dan pengatur debit udara disterilkan terlebih dahulu dengan merendamnya dalam larutan kaporit selama 10-15 menit. Pencucian dilakukan dengan air dingin hasil rebusan dan
ditiriskan hingga kering seperti langkah nomor 1.
2. Penyiapan Air Laut Sebagai Medium Kultur
Air laut yang digunakan dalam penelitian berasal dari penyedia komersial dengan salinitas awal sebesar 30 ppt. Sterilisasi air laut tersebut terlebih dahulu dilakukan untuk memperkecil jumlah kontaminan berupa mikroorganisme lain yang terdapat di dalamnya. Cara konvensional yang ditempuh untuk sterilisasi air laut adalah merebus air laut hingga mendidih selama kurang lebih 2 jam, kemudian mendinginkannya hingga mencapai temperatur ruang (Isnansetyo dan Kurniatuty, 1995).
Medium kultur diupayakan berada pada rentang pH optimum untuk produktivitas perairan, yaitu 7,5–8,5 (Basmi et al.). Sementara salinitas medium diupayakan berada pada konsentrasi tinggi , yaitu di atas 30 ppt dengan tujuan untuk menciptakan kondisi stress yang mampu mempercepat pertumbuhan (stressed accelerated growth) pada mikroalga (Bosma dan Wijffels, 2003). Air laut yang akan digunakan sebagai medium pertumbuhan Chlorella sp. tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui komposisi ammonium (NH4+), fosfat (PO42-), nitrat (NO3-), dan nitrit (NO2-) awal tanpa penambahan dosis komposisi pupuk perlakuan penelitian.
3. Penyiapan Bibit Chlorella sp.
dari laboratorium kultur mikroalga Departemen ITK IPB. Bibit Chlorella sp. kemudian diaklimatisasi terhadap temperatur ruangan kultur selama 1 hari dengan menambahkan udara melalui aerator. Setelah aklimatisasi, bibit
Chlorella sp. 1000 ml tersebut di-scale up hingga diperoleh stock kultur
Chlorella sp. sebanyak 3 liter untuk masing-masing tahap penelitian.
Berdasarkan stock kultur 3 liter tersebut kemudian disusun 25 kultur perlakuan Chlorella sp. yang akan digunakan dalam penelitian. Pembagian kultur Chlorella sp. dilakukan secara konvensional dan manual dengan menggunakan gelas ukur.
4. Penyiapan Pupuk
Pupuk berfungsi sebagai sumber nutrisi pertumbuhan sel Chlorella sp. dalam medium kultur. Cara pembuatan masing-masing komposisi pupuk yang ditampilkan pada Tabel 2 adalah sebagai berikut. Pertama, masing-masing pupuk perlakuan ditimbang dengan neraca digital CHYO JL-200 untuk
mendapatkan dosis komposisi pupuk yang diinginkan. Komposisi pupuk yang telah ditimbang kemudian dilarutkan secara bertahap dalam air laut hingga mencapai 2/3 dari volume total kultur Chlorella sp. yang akan dibuat. Langkah yang sama dilakukan sehingga diperoleh 26 larutan medium kultur dengan pupuk perlakuan sesuai Tabel 2.
3.4.2 SusunanPeralatan Penelitian
Susunan peralatan kultur penelitian dibagi menjadi dua, yaitu susunan peralatan kultur ruangan tertutup dan di ruangan kultur semi terbuka.
1. Susunan Peralatan Kultur Ruangan Kultur Tertutup
Lokasi kultur ruangan tertutup berada di laboratorium kultur mikroalga Biologi Laut, Departemen ITK-IPB. Ruangan tersebut dikondisikan agar pertukaran gas dan cahaya dari dan ke dalam ruangan kultur tersebut terjamin minimal. Sumber cahaya di dalam ruangan kultur tertutup berasal dari empat lampu TL 36W/54 dan air conditioner (AC) yang berfungsi menjaga temperatur ruangan pada kisaran 18-21oC sehingga temperatur kultur dapat berada pada rentang 22-24oC.
Aerasi disalurkan dari aerator melalui pipa PVC menuju gelas-gelas kultur. yang tersusun pada rak kultur setelah melewati pengatur debit udara dan selang aerasi. Pengukuran temperatur ruangan dan kultur masing-masing dilakukan dengan melihat termometer air raksa yang ditempatkan pada rak kultur. Susunan peralatan di ruangan kultur tertutup disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Skema susunan peralatan kultur di ruangan tertutup
Aerator
Rak Kultur
Gelas Kultur
2. Susunan Peralatan Kultur Ruangan Kultur Semi Terbuka
Skema susunan peralatan kultur Chlorella sp. di ruang kultur semi terbuka disajikan pada Gambar 7. Kultur Chlorella sp. pada ruangan semi terbuka mengandalkan siklus harian matahari sebagai sumber cahaya dan sekaligus pengatur temperatur ruangan. Temperatur ruangan berkisar 29-30oC di siang hari dan 27-28oC pada malam dan dini hari. Lokasi ruangan kultur semi terbuka adalah di Laboratorium Oseanografi Kimia ITK-IPB.
Gambar 7. Skema susunan peralatan kultur di ruangan terbuka
3.4.3 Persiapan Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan
Chlorella sp. dengan mengamati pengaruh yang diberikan oleh dosis komposisi pupuk, faktor teknis, serta faktor eksternal selama kultur dilakukan. Selanjutnya evaluasi terhadap hasil pengamatan penelitian pendahuluan dilakukan sebagai dasar acuan pelaksanaan penelitian utama.
Matahari
Kaca Jendela
Pipa PVC
Gelas Kultur
Penelitian pendahuluan dilakukan di ruang kultur tertutup dengan perlakuan sebagai berikut. Volume total kultur Chlorella sp. yang diinginkan pada masing-masing gelas kultur adalah 1liter. Scale-up kultur sebanyak 1 kali dilakukan untuk mendapatkan volume kultur sebanyak 1 liter pada setiap gelas kultur. Pertama, masing-masing gelas kultur ditandai dengan urutan angka 1 hingga 26 sesuai dengan urutan perlakuan kombinasi pupuk pada Tabel 2. Air laut hasil sterilisasi kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing gelas sebanyak 2/3 dari volume total kultur. Selanjutnya ke dalam masing-masing gelas tersebut ditambahkan pupuk yang telah disiapkan sesuai dengan urutan nomor gelas kultur, kemudian diberi aerasi selama 10-15 menit.
Bibit Chlorella sp. yang telah disiapkan kemudian ditambahkan ke dalam masing-masing gelas kultur yang berisi campuran air laut dan larutan pupuk hingga mencapai volume total 1 liter. Perbandingan antara medium kultur dan bibit Chlorella sp. dalam volume total pada setiap gelas adalah 2/3 : 1/3. (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Kultur kemudian dibiarkan selama satu hari untuk adaptasi sebelum pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data kelimpahan Chlorella sp. per hari selama total kultur 10 hari kultur.
3.4.4 Persiapan Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh komposisi pupuk yang diberikan pada masing-masing kultur terhadap pertumbuhan sel
Chlorella sp. serta menentukan komposisi pupuk terbaik yang dapat
Penelitian utama ini terdiri atas dua tahap yaitu penelitian utama di ruangan kultur tertutup (Gambar 6) dan penelitian utama di ruang kultur semi terbuka (Gambar 7) yang dilaksanakan pada rentang waktu yang terpisah. Tujuan pembedaan ruangan kultur ini adalah untuk membandingkan pengaruh pupuk terhadap kultur Chlorella sp. pada dua kondisi lingkungan yang berbeda. Pengamatan pada masing-masing bagian penelitian utama dilakukan setiap hari selama 10 hari kultur.
3.4.5 Persiapan Penelitian Tambahan
Penelitian tambahan dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan sel Chlorella sp. pada skala mikro di awal kultur. Penyiapan kultur penelitian tambahan sama dengan penelitian pendahuluan, kecuali pada perlakuan pupuk yang diberikan. Komposisi pupuk yang diberikan terdiri atas dua komposisi, yaitu pupuk kontrol dan pupuk dengan komposisi berdasarkan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995). Pengamatan dilakukan setiap 3 jam sekali selama total 36 jam kultur. Pelaksanaan penelitian tambahan dilakukan di ruang kultur semi terbuka dan terpisah dari rangkaian penelitian pendahuluan maupun penelitian utama.
3.5 Pengamatan Penelitian
3.5.1 Parameter yang Diamati
Parameter utama yang diamati selama penelitian meliputi:
(2) Kelimpahan sel Chlorella sp. (sel/ml) setiap hari pada masing-masing tahap kultur penelitian utama selama total 10 hari kultur
(3) Kelimpahan sel Chlorella sp. (sel/ml) setiap 3 jam dan 6 jam selama total 36 jam kultur pada penelitian tambahan
Parameter tambahan yang diamati meliputi temperatur ruangan perubahan temperatur ruangan dan kultur (oC), salinitas kultur (ppt), dan pH kultur.
3.5.2 Prosedur Pengambilan Data Penelitian
1. Penghitungan Kelimpahan Sel Chlorella sp.
Penghitungan kelimpahan sel Chlorella sp. pada setiap tahap penelitian dilakukan dengan menggunakan HaemocytometerNeubauer Improved
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995) dengan ulangan sebanyak dua kali untuk masing-masing kultur. Langkah-langkah pengukuran kelimpahan sel Chlorella
sp. menggunakan haemocytometer beserta contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Estimasi kelimpahan sel Chlorella sp. pada setiap kultur dilakukan dengan menggunakan rumus kelimpahan sel menurut Punchard (2006) dan Taw (1990).
... (8) dengan :
D = Jumlah sel/ml
25x104 = Konstanta Haemocytometer Neubauer n = jumlah kotak yang diamati
DF = Faktor Dilusi (Volume Total / Volume Inokulan)
Penampang Haemocytometer disajikan pada Gambar 8. Hasil penghitungan kelimpahan sel Chlorella sp. per hari kemudian
diplotkan untuk membuat kurva pertumbuhan sel dengan sumbu X menunjukkan hari kultur dan sumbu Y menunjukkan kelimpahan sel Chlorella sp..
Gambar 8. Skema haemocytometer neubauer improved (Sumber: http://en.academic.ru, 1 Juni 2009)
2. Pengukuran Parameter Temperatur, Salinitas, dan pH Kultur
Pengukuran temperatur ruangan dan media kultur dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Temperatur yang dicatat adalah temperatur ketika pengamatan kelimpahan sel Chlorella sp. dilakukan. Salinitas setiap kultur pada masing-masing tahap penelitian diukur menggunakan hand
3.6 Analisis Data Penelitian
Analisis terhadap data penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu analisis statistik dan analisis pustaka. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap kultur mikroalga dan
interaksinya terhadap paramater yang diukur. Analisis pustaka dilakukan untuk menjelaskan hasil penelitian berdasarkan analisis statistik dan tinjauan ilmiah lainnya.
Analisis statistik yang dilakukan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) atau Randomized Block Design untuk mengetahui pengaruh pemberian variasi dosis komposisi pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp. Uji statistik dilakukan dengan uji Anova (Analysis of Variance) satu faktor.
Model matematis dari analisis RAK adalah sebagai berikut:
Y
ij=
µ
+
Ki
+
Pj
+
є
ij... (9)
Dengan:
i = 1, 2, 3,...,k ( kelompok hari)
j = 1, 2, 3,...,p ( perlakuan komposisi pupuk)
Yij= Pengamatan Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
µ = Rataan Umum
Ki = Pengaruh Kelompok ke - i
Pj = Pengaruh Perlakuan ke – j
Hipotesis yang diuji dalam analisis statistik ini adalah hipotesis tentang pengaruh pupuk perlakuan. Hipotesis pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan kultur adalah sebagai berikut:
H0 : Dosis komposisi pupuk yang diberikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Chlorella sp.
H1: Dosis komposisi pupuk berpengaruh terhadap pertumbuhan
Chlorella sp.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pertumbuhan Chlorella sp. Penelitian Pendahuluan
Kurva pertumbuhan sel Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan
disajikan pada Gambar 9. Pengamatan pada hari 1 kultur menunjukkan bahwa
jumlah kelimpahan awal sel pada masing-masing gelas kultur adalah berbeda.
Hal ini terjadi karena inokulan awal yang dimasukkan ke dalam masing-masing
gelas kultur memiliki rentang kelimpahan sel yang tidak sama. Perbedaan
tersebut mengakibatkan analisis statistik tidak dapat digunakan untuk mengolah
data pertumbuhan Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan, karena kultur
dengan kelimpahan sel yang lebih tinggi pasti dinyatakan sebagai kultur yang
mendapat dosis komposisi pupuk yang paling baik. Disamping itu bentuk kurva
pertumbuhannya relatif tidak berbeda bahkan cenderung menurun jika
dibandingkan dengan kultur yang kelimpahan awal selnya lebih sedikit.
Bentuk kurva pertumbuhan secara umum menunjukkan kemiringan kurva
yang relatif datar sehingga penentuan fase-fase pertumbuhan Chlorella sp. cukup
sulit dilakukan pada masing-masing kultur. Fluktuasi dengan rentang yang relatif
besar terjadi antara hari 1-5. Selanjutnya antara hari 6-10, kurva petumbuhan
menunjukkan dua kelompok kultur yang memiliki kecenderungan arah
petumbuhan yang berbeda yaitu positif dan negatif. Bentuk fluktuasi yang sangat
ekstrim ditunjukkan oleh kultur perlakuan 8, 9 dan 13. Kultur kontrol 26
menunjukkan bentuk kurva yang relatif datar dibandingkan kurva pertumbuhan
lainnya dan diduga pertumbuhan sel pada kultur tersebut tidak terjadi secara
signifikan selama penelitian pendahuluan berlangsung karena minimnya nutrisi
Hasil penghitungan perubahan kelimpahan sel (sel/ml) per hari pada
penelitian di pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 3. Selama penelitian
pendahuluan berlangsung, temperatur ruangan kultur yang tercatat saat
pengamatan (Lampiran 4) berkisar antara 19-20oC. Namun, perubahan temperatur
ruangan tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan temperatur medium
kultur yang berada pada rentang tetap 22-23oC. Temperatur rata-rata ruangan dan
kultur penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Perubahan rata-rata temperatur (oC) medium kultur Chlorella sp. dan ruangan pada penelitian pendahuluan
Menurut Hladka (1971), rentang suhu kultur tersebut masih berada pada
rentang suhu optimal pertumbuhan Chlorella sp., yaitu 22-24oC, sehingga
perubahan temperatur bukan faktor pembatas utama pada penelitian pendahuluan.
Salinitas kultur (Lampiran 5) berada pada rentang yang cukup tinggi
yaitu 32-34 ppt. Salinitas rata-rata medium kultur Chlorella sp. selama 10 hari
Gambar 11. Perubahan rata-rata salinitas (ppt) medium kultur Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan
Gambar 11 menunjukkan kenaikan salinitas terjadi setelah hari 5 kultur
dari sekitar 32 ppt menuju 33-34 ppt. Kenaikan salinitas rata-rata kultur paling
signifikan ditunjukkan pada rentang hari 5-6 dari sekitar 32 ppt menjadi 33 ppt
namun kurva pertumbuhan pada Gambar 9 tidak menunjukkan perubahan arah
pertumbuhan yang signifikan terkait dengan kenaikan salinitas rata-rata kultur
yang terjadi.
Menurut Rostini (2005), kenaikan salinitas kultur ini dapat terjadi karena
adanya hasil metabolisme sel ataupun pengendapan garam dan nutrien dalam
medium. Konsentrasi garam dalam medium meningkat akibat penguapan air laut
oleh panas lampu TL yang berada dekat dengan gelas kultur. Hal ini ditunjukkan
dengan ditemukannya endapan garam putih yang terdapat pada permukaan mulut
dan dinding gelas kultur bagian atas selama penelitian berlangsung. Salinitas
disarankan untuk kultur Chlorella sp. yaitu 25-28 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995), namun masih berada dalam rentang toleransi salinitas pertumbuhan yang
baik yaitu 15-35 ppt (Hirata, 1981 in Rostini, 2007) dan dikondisikan demikian
agar akselerasi pertumbuhan Chlorella sp. dapat tercapai pada salinitas tinggi
(Bosma dan Wijffels, 2003). Berdasarkan hal tersebut, maka perubahan salinitas
selama kultur berlangsung bukan menjadi faktor utama pembatas pertumbuhan sel
Chlorella sp.
Nilai keasaman (pH) kultur Chlorella sp. penelitian pendahuluan berkisar
antara 7-8 (Lampiran 6). Nilai keasaman (pH) rata-rata kultur Chlorella sp.
penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Perubahan rata-rata pH medium kultur Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan
Kenaikan pH rata-rata kultur Chlorella sp. terjadi pada rentang hari 5-7
secara perlahan berubah menjadi basa. Rentang hari perubahan pH tersebut
sebanding dengan rentang hari perubahan salinitas medium kultur Chlorella sp..
Menurut Hladka (1971), pH pertumbuhan yang optimum bagi Chlorella
sp. berkisar antara 4,9-7,7, sementara Nielsan (1995) in Prihantini et al. (2005)
menyatakan bahwa rentang pH kultur yang terukur tersebut pada rentang pH
pertumbuhan yang baik yaitu 4,5 – 9,3, sementara menurut Basmi et al. (1993),
rentang perubahan pH medium kultur antara 7-8 termasuk pada rentang pH
perairan dengan produktifitas optimum, yaitu pH 7,5 – 8,5. Kenaikan pH diduga
terjadi seiring dengan kenaikan salinitas kultur yang terjadi dan karena adanya
proses pemanfaatan nitrogen dari pupuk oleh sel Chlorella sp. selama penelitian
berlangsung. Berdasarkan hasil pengukuran parameter tambahan tersebut maka
faktor perubahan temperatur, salinitas, dan pH pada kultur masih berada dalam
kondisi yang memungkinkan Chlorella sp. dapat tumbuh dengan baik dan bukan
menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan kultur.
Bentuk pola pertumbuhan Chlorella sp. penelitian pendahuluan
menunjukkan kurva yang tidak beraturan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.
Faktor utama yang diduga memberikan pengaruh paling besar terhadap bentuk
kurva pertumbuhan Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan adalah jumlah
kelimpahan awal sel yang berbeda pada masing-masing kultur. Pengaruh dosis
pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp. sulit untuk ditentukan mengingat
bentuk kurva pertumbuhan diawali pada titik awal pertumbuhan sel yang tidak
sama, sehingga perbandingan perlakuan untuk menentukan komposisi pupuk
optimum untuk pertumbuhan Chlorella sp. tidak dapat dilakukan untuk penelitian
4.2 Pertumbuhan Chlorella sp. Penelitian Utama
4.2.1 Pertumbuhan Kultur Chlorella sp. di Ruang Kultur Tertutup Kurva pertumbuhan Chlorella sp. di ruang kultur tertutup berdasarkan
perlakuan pupuk yang diberikan dan perubahan kelimpahan sel secara utuh
disajikan pada Lampiran 7. Upaya untuk mengkondisikan jumlah awal
kelimpahan sel Chlorella sp. agar memiliki rentang kelimpahan sel yang relatif
sama terbukti dapat menghasilkan bentuk kurva pertumbuhan sel Chlorella sp.
yang baik. Kelimpahan sel setiap kultur diupayakan berada pada kisaran
500.000 – 1.500.000 sel/ml (Lampiran 8). Bentuk kurva pertumbuhan yang
dihasilkan oleh masing-masing kultur dapat dilihat dan dibandingkan dengan jelas,
baik fase maupun kecenderungan arah pertumbuhannya.
Fase pertumbuhan positif pada semua kultur Chlorella sp. ditunjukkan
pada selang hari 1-5 dengan bentuk fase lag dan logaritmik yang sulit untuk
ditentukan. Perbedaan kecenderungan arah pertumbuhan kultur Chlorella sp.
mulai terlihat setelah hari 6 dan terbagi menjadi dua kelompok dengan
kecenderungan arah pertumbuhan yang berbeda. Kelompok pertama
menunjukkan pertumbuhan sel yang positif dan terus meningkat hingga hari 10
kultur, sementara kelompok kedua menunjukkan arah pertumbuhan yang negatif
dan terus menurun hingga hari 10 kultur. Gambar 13 dibuat untuk memudahkan
dalam melihat pengelompokan kecenderungan arah pertumbuhan tersebut.
pada Gambar 13 diduga terkait dengan ketersediaan nutrien bagi pertumbuhan sel
Gambar 13 menunjukkan bahwa Kelompok 1 kultur Chlorella sp.
memiliki pertumbuhan positif yang diduga disebabkan karena jumlah nutrien
pertumbuhannya dapat mendukung perkembangan dan pertumbuhan sel dari hari
1 hingga hari 10 penelitian, sedangkan kelompok 2 kultur Chlorella sp. diduga
memiliki jumlah nutrien yang hanya mampu mendukung pertumbuhan sel hingga
hari 5 saja dan ditunjukkan dengan penurunan arah pertumbuhannya.
1. Pengaruh Pemberian Dosis Komposisi Pupuk yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. pada Penelitian Utama di Ruang Kultur Tertutup
Faktor yang diduga menyebabkan perbedaan arah pertumbuhan setelah
hari 5 pada Gambar 13 adalah keberadaan nutrisi dalam medium kultur yang
berasal dari dosis komposisi pupuk yang diberikan pada masing-masing kultur
perlakuan. Hasil Anova satu faktor untuk identifikasi pengaruh pupuk terhadap
pertumbuhan Chlorella sp. utama di ruang tertutup disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Anova satu faktor pengaruh komposisi pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp. di ruang tertutup
Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian komposisi pupuk yang berbeda
(Tabel 1) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sel Chlorella sp. di ruang
kultur tertutup (F hitung > F tabel). Hal ini membuktikan bahwa perbedaan
komposisi pupuk yang diberikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pola pertumbuhan sel Chlorella sp. pada Gambar 13. Selanjutnya untuk
mengetahui dosis pupuk mana saja yang memberikan pengaruh optimal terhadap
pertumbuhan Chlorella sp. dapat dilihat pada pengelompokan Duncan Grouping
pada Tabel 4. Pupuk yang memberikan pengaruh paling besar adalah pupuk 22
dengan kelimpahan rata-rata sel mencapai 3.750.000 sel/ml. Komposisi pupuk
perlakuan 22 terdiri atas 75 mg ZA, 25 mg Urea, dan 15 mg TSP.
Tabel 4. Duncan grouping pengaruh dosis komposisi pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp. di ruang tertutup
21 ABC 3.508.333,333
Berdasarkan Duncan Grouping, pengaruh pupuk 22 (A) terhadap
pertumbuhan kultur Chlorella sp. ternyata relatif sama dengan pengaruh yang
diberikan oleh komposisi pupuk 16, 18, 19, 20, 21, 23, 24, dan 25 (memiliki kode
Duncan Grouping A pada susunannya).
Bagaimana dengan pupuk 17 yang terletak di antara pupuk 16 dan 18?
Berdasarkan Tabel 4, pengaruh yang diberikan oleh pupuk 17 (B) terhadap
pertumbuhan sel adalah relatif sama dengan pengaruh pupuk 16, 18, 19, 20, 21, 23,
24, dan 25 (memiliki kode Duncan Grouping B pada susunannya), sehingga
pupuk 17 dapat dikategorikan ke dalam kelompok pupuk yang memberikan
pengaruh optimal terhadap pertumbuhan sel Chlorella sp..
Pupuk 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 dan 25 adalah kelompok pupuk
yang memiliki ketiga kombinasi lengkap ketiga pupuk pertanian ZA, Urea, dan
TSP dengan dosis yang relatif lebih tinggi dibandingkan pupuk lainnya (Tabel 1).
Uji kimia untuk mengetahui konsentrasi ammonium (NH4+), nitrat (NO3-), dan
fosfat (PO42-) pada masing-masing komponen penyusun pupuk disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Konsentrasi aktual (mg/l) ammonium, nitrat, dan fosfat pada masing-masing komponen penyusun pupuk perlakuan
ZA 0,028 0,030 11,253
Urea 0,119 0,022 27,963
TSP 1,320 0,037 0,385
Kontrol (26) 0,011 0,001 0,013
*Berdasarkan 100 mg/l larutan
Tabel 5 menunjukkan bahwa komponen pupuk ZA mengandung
ammonium aktual sebesar 11,253 mg/l dengan konsentrasi nitrat dan fosfat yang
relatif rendah yaitu sebesar 0,03 mg/l dan 0,028 mg/l. Konsentrasi ion ammonium
aktual pada komponen pupuk urea adalah sebesar 27,963 mg/l dengan konsentrasi
nitrat aktual sebesar 0,022 mg/l dan konsentrasi aktual fosfat sebesar 0,119 mg/l.
Konsentrasi ammonium aktual yang disumbangkan oleh komponen pupuk TSP
yaitu sebesar 0,385 mg/l, sementara konsentrasi fosfat dan nitratnya
masing-masing 1,320 mg/l dan 0,037 mg/l. Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa
komponen pupuk urea pada dosis larutan uji yang sama (100mg/l) merupakan
penyumbang ion ammonium tertinggi dalam komposisi dosis pupuk perlakuan.
Estimasi konsentrasi aktual ammonium, nitrat, dan fosfat total pada
masing-masing pupuk perlakuan (Tabel 1) dihitung berdasarkan nilai aktual
ammonium, nitrat, dan fosfat pada Tabel 5. Hasil estimasi konsentrasi total
masing-masing pupuk dapat dilihat pada Tabel 6. Estimasi teoritis dan aktual
kandungan nitrat, ammonium, dan fosfat berdasarkan komponen pupuk ZA, Urea,
dan TSP dapat dilihat kembali pada Lampiran 1 dan Lampiran 9.
Tabel 6 menunjukkan konsentrasi nitrat (NO3-) untuk medium yang
diberikan pupuk kontrol (26) berada pada nilai paling rendah yaitu 0,058 mg/l.
Nilai tersebut juga menunjukkan konsentrasi awal nitrat dalam air laut tanpa
pupuk perlakuan 5 sebesar 0,066 mg/l dan menunjukkan bahwa ZA pada
perlakuan tersebut menjadi penyumbang nitrat tertinggi dalam medium
pertumbuhan Chlorella sp. Urea diduga menyumbangkan nitrat dalam
konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan ZA, seperti yang ditunjukkan oleh
medium dengan pupuk perlakuan 7 hingga 10 yang. Namun secara keseluruhan,
konsentrasi nitrat yang diestimasikan terdapat pada medium kultur adalah sangat
rendah dibawah 0,1 mg/l.
Tabel 6. Konsentrasi (mg/l) total ammonium, nitrat, dan fosfat pada medium pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan kelompok pupuk perlakuan
Kontrol (26) 0,058 0,006 0,198
Konsentrasi ammonium (NH4+) paling tinggi ditunjukkan oleh pupuk
perlakuan 25, sebesar 28,021 mg/l yang menunjukkan bahwa urea bertindak
sebagai penyumbang ion ammonium terbesar dalam medium pertumbuhan
dibandingkan pupuk ZA. Berdasarkan pupuk perlakuan 4 dan 5 pada Tabel 1 dan
Tabel 6, dengan dosis dua kali lipat pupuk urea, ternyata jumlah amonium yang
disumbangkan oleh pupuk ZA dalam medium pertumbuhan masih relatif lebih
rendah dibandingkan pupuk urea pada perlakuan 25.
Konsentrasi ammonium paling rendah ditunjukkan oleh pupuk perlakuan
26 yang bertindak sebagai kontrol yaitu sebesar 0,058 mg/l. Rentang konsentrasi
ammonium yang relatif tinggi juga diperlihatkan oleh komposisi pupuk perlakuan
yang memiliki konsentrasi pupuk ZA dan urea yang tinggi berdasarkan Tabel 1.
Hal ini menunjukkan bahwa kedua pupuk ZA dan Urea berperan sebagai
penyumbang utama ammonium ke dalam medium pertumbuhan Chlorella sp.
Berdasarkan Tabel 6, konsentrasi fosfat untuk medium pertumbuhan kontrol (26)
memiliki nilai 0,198 mg/l sebagai perlakuan dengan konsentrasi fosfat paling
rendah. Konsentrasi fosfat paling tinggi ditunjukkan oleh pupuk 15 yaitu sebesar
0,820 mg/l.
Menurut Oh-Hama dan Miyachi (1988) dan Vincent (1992), bentuk
senyawa nitrogen yang lebih disukai oleh mikroalga adalah amonium (NH4+),
karena proses transportasi dan asimilasi ion amonium oleh sel fitoplankton
membutuhkan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan transportasi dan
asimilasi ion nitrat (NO3-). Senyawa N dalam bentuk NH4+ ini kemudian
makromolekul organik seperti protein dan asam nukleat yang dibutuhkan oleh sel
Chlorella sp. (Vincent, 1992). Berdasarkan tinjauan proses fotosintesisnya,
penggunaan nitrat oleh Chlorella sp. justru dapat menghambat fiksasi CO2 dalam
fotosintesis karena nitrat dan CO2 berkompetisi untuk hidrogen (H2) (Kessler,
1957 in Hladka, 1971).
Berdasarkan Gambar 13, kurva umum pertumbuhan dengan
kecenderungan positif ditunjukkan oleh semua kultur pada rentang hari 1-5. Hal
ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang relatif kecil, ammonium dapat
mendukung pertumbuhan sel Chlorella sp. dengan kecenderungan positif sesuai
dengan Hladka (1971) yang menyatakan bahwa Chlorella sp. pada awal
pertumbuhannya (1-7 hari) lebih memilih sumber nitrogen dalam bentuk
ammonium dibandingkan bentuk lainnya.
Kultur menunjukkan kecenderungan arah pertumbuhan yang berbeda
pada hari 6. Kelompok kultur 16-15 membentuk kelompok dengan
kecenderungan kurva pertumbuhan yang positif, sementara kelompok kultur yang
lainnya membentuk kelompok dengan bentuk kecenderungan pertumbuhan yang
menurun hingga hari akhir penelitian. Berdasarkan Tabel 6, kultur 16-25
memiliki konsentrasi ammonium yang relatif tinggi dibandingkan kelompok
kultur yang lain. Hal ini diduga sebagai penyebab utama bentuk kurva
pertumbuhan kelompok kultur 16-25 menunjukkan pertumbuhan yang terus
meningkat (positif) hingga akhir penelitian.
Berdasarkan Gambar 13, kultur 4 dan 5 memiliki konsentrasi ammonium
yang relatif tinggi namun berada pada kelompok dengan kecenderungan
pupuk agrolyzer yang digunakan sebagai sumber ammonium. Berdasarkan Tabel
1, perlakuan 4 dan 5 merupakan perlakuan dengan sumber ammoniumnya hanya
berasal dari pupuk ZA yang memiliki sifat dapat menyebabkan medium
pertumbuhan menjadi asam (pH rendah) (Patnaik, 2002). Menurut Hladka (1971),
pertumbuhan Chlorella sp. akan lebih baik pada rentang pH yang bersifat sedikit
lebih basa dibandingkan rentang pH netral atau asam, sehingga kondisi pH kultur
oleh ZA diduga menyebabkan pertumbuhan Chlorella sp. pada perlakuan 4 dan 5
berada pada kelompok pertumbuhan dengan kecenderungan yang menurun.
Bagaimana peran pupuk TSP dalam kultur Chlorella sp.? Dan mengapa
pupuk TSP terdapat dalam semua komposisi pupuk yang diberikan pada kultur
Chlorella sp.? Menurut Poerwanto (2003), fosfor berfungsi untuk menyusun
karbohidrat, sementara Kuhl (1974) in Zahara (2003) menyatakan bahwa
keberadaan unsur P mutlak diperlukan karena unsur ini penting dalam proses
transformasi energi dalam proses fotosintesis. Gula terfosforilasi yang kaya
energi muncul dalam proses fotosintesis. Fosforilasi adenosin menghasilkan
adenosin monofosfat, difosfat, trifosfat (AMP, ADP, dan ATP) yang kemudian
digunakan oleh mikroalga sebagai sumber energi untuk kelangsungan proses
kimia lainnya. Fungsi TSP dalam penelitian ini adalah sebagai sumber fosfor
untuk sintesis senyawa penghasil energi bagi aktivitas sel, oleh karena itu dosis
TSP pada setiap kombinasi pupuk adalah sama (Tabel 1), kecuali pada kombinasi
pupuk 11-15. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. dengan pupuk 11-15 disajikan
pada Gambar 15.
Komposisi pupuk TSP pada Tabel 1 memiliki dosis sebesar 15 mg yang
pada komposisi pupuk 11-15 adalah 0 mg, 7,5 mg, 15 mg, 30 mg, dan 60 mg yang
disusun untuk mengetahui pengaruh dosis TSP yang berbeda terhadap
pertumbuhan sel Chlorella sp.. Berdasarkan Tabel 6, komposisi ammonium pada
pupuk perlakuan 11-15 berada pada rentang yang relatif sama yaitu berkisar
antara 11,263-11,484 mg/l. Gambar 14 menunjukkan bahwa perlakuan 14 dan 15
memiliki bentuk pertumbuhan sel yang relatif menurun setelah hari 5 kultur
dibandingkan perlakuan 13 yang memiliki bentuk kurva pertumbuhan kultur yang
paling baik diantara perlakuan 11-15. Dosis TSP pada perlakuan 13 sesuai
dengan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) sebesar 15 mg (Tabel 1).
Gambar 14. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan kelimpahan sel (106 sel/ml) pada perlakuan komposisi pupuk 11-15
Fenomena ini diduga terjadi karena pada konsentrasi fosfat yang tinggi,
energi yang diperlukan oleh Chlorella sp. tersedia dalam jumlah yang lebih
banyak sehingga Chlorella sp. lebih cenderung akan memanfaatkan nitrat untuk
konsentrasi nitrat yang relatif lebih rendah dibandingkan konsentrasi ammonium
pada perlakuan 11-15 (Tabel 5) diduga tidak dapat mencukupi kebutuhan
Chlorella sp. untuk mendukung pertumbuhannya sehingga sel Chlorella sp. akan
mengalihkan konsumsi nitrogennya kembali ke ammonium. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dosis TSP sebagai sumber fosfor untuk pertumbuhan Chlorella sp.
yang paling baik adalah dosis yang sesuai dengan Isnansetyo dan Kurniastuty
(1995), sebesar 15 mg/l.
Berdasarkan hubungan antara sebaran konsentrasi ammonium, nitrat, dan
fosfat pada Tabel 6 serta bentuk kecenderungan kurva pertumbuhan Chlorella sp.,
maka dapat diperoleh hubungan pengaruh antara dosis komposisi pupuk dan
bentuk kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan yang menunjukkan pertumbuhan
positif hingga hari akhir penelitian (16-25) dihasilkan oleh medium yang memiliki
kombinasi konsentrasi minimum ammonium sebesar 12,010 mg/l dan fosfat
minimum sebesar 0,229 mg/l. Keberadaan nitrat dalam hal ini dapat diabaikan
karena konsentrasinya yang sangat kecil (< 0,1 mg/l). Berdasarkan uraian
tersebut maka untuk kultur Chlorella sp. di ruang tertutup, hasil optimal
pertumbuhan sel akan dapat dicapai dengan memberikan komposisi pupuk
perlakuan yang minimal memiliki perbandingan ammonium dan fosfat sebesar 53 :
1 berdasarkan massa (m/m) untuk 1 liter kultur.
2. Parameter Temperatur (oC), Salinitas (ppt), dan pH Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. di Ruangan Kultur Tertutup
Temperatur ruang kultur yang tercatat selama penelitian utama di ruang
kultur tertutup berkisar antara 19-20oC dengan temperatur kultur Chlorella sp.