• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Lahan Kritis Dan Arahan Rehabilitasi Lahan Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Lahan Kritis Dan Arahan Rehabilitasi Lahan Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LAHAN KRITIS DAN ARAHAN REHABILITASI

LAHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH

DINIK INDRIHASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Lahan Kritis dan Arahan Rehabilitasi Lahan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutipdari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Dinik Indrihastuti

(4)

RINGKASAN

DINIK INDRIHASTUTI. Analisis Lahan Kritis dan Arahan Rehabilitasi Lahan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan BOEDI TJAHJONO.

Lahan kritis merupakan salah satu indikator adanya degradasi lingkungan sebagai akibat dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang bijaksana. Dampak lahan kritis sesungguhnya tidak hanya pemunduran sifat-sifat tanah, namun juga mengakibatkan penurunan fungsi konservasi, fungsi produksi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pemetaan lahan kritis sangat penting untuk dilakukan agar pelaksanaan kegiatan rehabilitasi bisa dilaksanakan secara optimal dan permasalahan yang ditimbulkan dari keberadaan lahan kritis bisa teratasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan lahan kritis, mengkaji keterkaitan sebaran lahan kritis pada pola ruang dan membuat arahan rehabilitasi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Kendal.

Analisis dan pemetaan lahan kritis dilakukan dengan menggunakan parameter penentu kekritisan lahan yang terdapat pada Perdirjen BPDAS PS Nomor P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi. Penggunan parameter modifikasi karena adanya penghitungan berulang pada parameter P.4/V-Set/2013, yaitu pada faktor kemiringan lereng dan faktor penggunaan/tutupan lahan. Berdasakan pada tujuan penelitian maka metode yang digunakan pada penelitian ini adalah (1) pemilihan parameter lahan kritis (parameter modifikasi), (2)

overlay parameter-parameter lahan kritis dan pengolahan data tabular dengan

menggunakan SIG untuk memperoleh sebaran lahan kritis, sebaran lokasi rehabilitasi dan sebaran lahan kritis terhadap pola ruang di Kabupaten Kendal.

Luasan lahan kritis tahun 2014 yang terbentuk di Kabupaten Kendal berdasarkan pada parameter P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi berturut-turut adalah 19.535,96 ha dan 34.317,87 ha. Arahan pelaksanaan rehabilitasi lahan untuk mengatasi lahan kritis berdasarkan pada sebaran lahan kritis yang terbentuk dari parameter modifikasi. Rehabilitasi lahan melalui kegiatan konservasi vegetatif (reboisasi, penghijauan dan pengkayaan jenis tanaman) dan konservasi sipil teknis (pembuatan bangunan dam pengendali, dam penahan, terasering, saluran pembuangan air, sumur resapan, embung, rorak, dan biopori) untuk mencegah erosi dan sedimentasi.

Arahan rehabilitasi lahan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Kendal bertujuan untuk mengendalikan lahan kritis dan meningkatkan pendapatan masyarakat dengan menjual produk dari hutan rakyat. Pengembangan wilayah di kawasan hutan dapat dilaksanakan melalui kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (agroforestry, hutan rakyat, ekowisata dan wanafarma), pada kawasan budidaya terutama pada lahan terlantar melalui optimalisasi hutan rakyat. Kawasan hutan yang dimanfaatkan secara optimal melalui kegiatan PHBM dengan penanaman padi gogo, jagung dan kopi diharapkan dapat menyumbang PDRB sebesar Rp 121,8 milyar dan pengembangan kawasan wisata diharapkan bisa berkontribusi sebesar +Rp 1,5 milyar per tahun, sehingga total kontribusi sebesar Rp 123,31 milyar (0,45% dari total PDRB Kabupaten Kendal).

(5)

Rehabilitation Recommendation for Regional Development of Kendal Regency, Central Java. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and BOEDI TJAHJONO.

Degraded land was one indicator of environmental degradation as a result of inaproper natural resources utiliation. The impact of degraded land was not only in degrading soil properties, but also its conservation function, production function, and community‟s social economic. Degraded land mapping was important in order to take rehabilitation optimally and overcome degraded land problems. The objectives of this study were to analyze and mapping degraded land, analyze relation of degraded land in spatial pattern, and recommend land rehabilitation in the regional development of Kendal Regency.

Analysis and degraded land mapping was conducted by using determining parameter of degraded land that listed in Perdirjen BPDAS PS Number P.4/V-Set/2013 and its modification parameter. The modification parameter was applied due to repeated calculation in parameter P.4/V-Set/2013, that is slope factor and land use/land cover factor. According to objectives of the study, the method applied in this study were (1) selection determinant parameters of degraded land, (2) overlaying determinant parameter of degraded land and tabular data processing using Geographic Information System (GIS) to obtain distribution of land degradation level, distribution of rehabilitation location and distribution of degraded land to spatial pattern in Kendal Regency.

The result of this research showed that degraded land area on 2014 in Kendal Regency based on parameter P.4/V-Set/2013 was 19,535.96 ha and based on modification parameter was 34,317.87 ha. The direction of the implementation of rehabilitation to overcome the degraded land was composed based on the distribution of degraded land according to the modified parameters. Rehabilitation of land was recommended through vegetative conservation (reforestation, afforestation and plant species enrichment) and the civil engineering conservation (construction of dams, control dam, terraces, water channels, recharge wells, ponds, siltpit, and biopore hole) to prevent erosion and sedimentation.

The direction of land rehabilitation in regional development of Kendal Regency was intended to control degraded land and increase community‟s income by selling products from community forest. Regional development in forest area can be implemented by Community Based Forest Management (agroforestry, community forests, ecotourism and forest-pharmacy), whereas in cultivated area especially in degraded land was conducted by optimization of community forest. The forest area that was optimally utilized by CBFM (Community Based Forest Management) activities by planting upland (gogo) rice, corn and coffee were expected to contribute the increase of Kendal Regency‟s GRDP for Rp 121.8 billion and the development of tourism was expected to generate income of approximately Rp 1.5 billion per year, therefore it contributed to the increase of Kendal‟s GRDP for Rp 123.31 billion (0.45% of total Kendal GRDP).

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(7)

ANALISIS LAHAN KRITIS DAN ARAHAN REHABILITASI

LAHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH

DINIK INDRIHASTUTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul Analisis Lahan Kritis dan Arahan Rehabilitasi Lahan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Boedi Tjahjono, MSc sebagai anggota komisi pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini 2. Bapak Dr Suria Darma Tarigan, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang

telah memberikan masukan dan koreksinya untuk penyempurnaan tesis ini. 3. Ibu Dr Ir Khursatul Munibah, MSc selaku pimpinan sidang yang telah

memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.

4. Bapak Dr Ernan Rustiadi, MAgr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah yang banyak memberi wawasan dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi PWL IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.

6. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

7. Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan dan Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis. 8. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, BPS, Bappeda, Dinas Pertanian,

Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal, dan Perum Perhutani KPH Kendal yang telah membantu data dan informasi.

9. Ayah, Ibu, Suami dan Anak tercinta yang telah memberikan ridho, izin serta dorongan semangat sehingga memberikan kekuatan yang besar kepada penulis.

10. Rekan-rekan PWL IPB 2014 baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang banyak memberikan bantuan moral selama masa pendidikan.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materiil selama studi dan penulisan tesis ini

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan penulis untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Semoga memberikan manfaat.

Bogor, Juni 2016

(11)

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Lahan Kritis 7

Erosi yang diperbolehkan (EDP) 8

Erodibilitas Tanah 8

Kriteria Lahan Kritis 9

Rehabilitasi Lahan 9

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten 11

Pengembangan Wilayah 12

3 METODE 13

Waktu dan Lokasi Penelitian 13

Jenis dan Sumber Data 13

Metode Pengumpulan Data 14

Bahan dan Alat 14

Metode Analisis Data 14

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27

Wilayah Administrasi 27

Penutupan/Penggunaan Lahan 28

Topografi 28

Jenis Tanah 28

Curah Hujan 29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Parameter Penyusun Tingkat Kekritisan Lahan 32

Analisis dan Pemetaan Lahan Kritis dengan Parameter dari Perdirjen

BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013 40

Analisis dan Pemetaan Lahan Kritis dengan Parameter Modifikasi 42 Perbandingan Lahan Kritis berdasarkan Parameter BPDAS PS Nomor

P.4/V-Set/2013 dan Parameter Modifikasi 45

Keterkaitan Sebaran Lokasi Rehabilitasi Lahan dengan 48

Tingkat Kekritisan Lahan 48

Sebaran Lahan Kritis dengan Pola Ruang (RTRW) 49 Arahan Rehabilitasi Lahan dalam Pengembangan Wilayah Berdasarkan

Pemetaan Lahan Kritis (Parameter Modifikasi) 55

6 SIMPULAN DAN SARAN 64

(12)

Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN 69

(13)

1 Perubahan pengunaan/tutupan lahan tahun 2009–2014 Kabupaten Kendal 3 2 Jenis data, sumber data, teknik analisis dan hasil penelitian 15

3 Kelas tingkat bahaya erosi (TBE) 18

4 Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung 19 5 Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya

pertanian 20

6 Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar

kawasan hutan dan kawasan hutan produksi 20

7 Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skoring (P.

4/V-Set/2013) 21

8 Parameter penentu kekritisan lahan (parameter modifikasi) 22

9 Urutan parameter penentu dan bobot 22

10 Parameter, bobot, kriteria, skor dan nilai penentu kekritisan lahan pada

parameter modifikasi 25

11 Kelas lahan kritis parameter modifikasi 25

12 Curah hujan rata-rata Kabupaten Kendal tahun 2004 – 2014 30 13 Matriks perbandingan parameter penentu tingkat kekritisan lahan 32 14 Luas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014 33 15 Luas kelas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal Tahun 2014 34

16 Luas kemiringan lereng Kabupaten Kendal 34

17 Curah hujan bulanan rata-rata (cm), perhitungan erosivitas hujan (R)

Kabupaten Kendal dan skoring erosivitas tahun 2005-2014 35 18 Kelas erodibilitas tanah Kabupaten Kendal dan luasannya 37 19 Kelas kemiringan lereng dan nilai LS Kabupaten Kendal serta luasannya 37 20 Faktor pengelolaan tanaman (C) Kabupaten Kendal dan luasannya 38 21 Faktor tindakan konservasi (P) Kabupaten Kendal dan luasannya 38 22 Kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Kabupaten Kendal dan luasannya 38 23 Kelas produktivitas kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal

dan luasannya 39

24 Kelas erosi yang diperbolehkan (EDP) Kabupaten Kendal dan luasannya 39 25 Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal dan

luasannya tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013 40 26 Tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal

dan luasannya tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013 41 27 Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung di luar hutan dan luasannya di

Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013 41 28 Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal

(14)

29 Tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal dan luasannya tahun 2014

dengan parameter P. 4/V-Set/2013 42

30 Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi 43 31 Tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertaniaan Kabupaten

Kendal dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi 43 32 Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung luar hutan Kabupaten

Kendal dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi 44 33 Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal

dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi 44 34 Tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal dan luasannya tahun 2014

dengan parameter modifikasi 45

35 Perbandingan luasan lahan kritis di Kabupaten Kendal tahun 2014 antara parameter P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi. 45 36 Tingkat kekritisan lahan pada tahun 2004, 2009, 2013 dan 2014 dan

luasannya 47

37 Luasan realisasi RHL Kabupaten Kendal tahun 2011 s.d 2014 48 38 Rekapitulasi sebaran lokasi kegiatan KBR Kabupaten Kendal terhadap

tingkat kekritisan lahan tahun 2010-2014 49

39 Luas Kawasan berdasarkan pola ruang pada Rencana Tata Ruang

Kabupaten Kendal tahun 2011 50

41 Sebaran lahan kritis pada tiap kecamatan Kabupaten Kendal tahun 2014 52 42 Urutan prioritas rehabilitasi lahan kritis pada pola ruang Kabupaten

Kendal 56

43 Arahan pengembangan wilayah kecamatan pada lahan kritis di Kabupaten

Kendal tahun 2014 60

44 Perkembangan PDRB Kabupaten Kendal 61

45 Pertumbuhan ekonomi dan kategori pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian di Kabupaten Kendal Tahun 2013 – 2014 (persen) 62 46 Pemanfaatan lahan dengan sistem PHBM berdasarkan arahan rehabilitasi

lahan 63

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian 6

2 Nomograf Erodibilitas Tanah (K) 9

3 Lokasi penelitian Kabupaten Kendal Tahun 2014 13 4 Bagan alir pemetaan lahan kritis dengan parameter P.4/V-Set/2013 dan

parameter modifikasi 16

5 Bagan alir pemyusunan arahan pengembangan wilayah Kabupaten

(15)

9 Peta kemiringan lereng Kabupaten Kendal tahun 2011 29 10 Peta jenis tanah Kabupaten Kendal tahun 2011 30 11 Peta curah hujan tahunan Kabupaten Kendal tahun 2004 -2014 31

12 Peta kawasan Kabupaten Kendal tahun 2011 33

13 Grafik curah hujan bulanan rata-rata Kabupaten Kendal Periode 2005 –

2014 36

14 Grafik erosivitas hujan tahunan Kabupaten Kendal periode 2005-2014 36 15 Peta lahan kritis Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter P.

4/V-Set/2013 46

16 Peta tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan

parameter modifikasi 46

17 Peta lokasi kegiatan KBR terhadap tingkat kekritisan lahan tahun 2014 dengan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal 49 18 Peta pola ruang Kabupaten Kendal Tahun 2011 53 19 Peta sebaran lahan kritis tahun 2014 terhadap pola ruang

Kabupaten Kendal 54

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi pengambilan sampel tanah 70

2 Daftar nama kecamatan, jumlah dan nama desa di Kabupaten Kendal 71 3 Peta kelas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014 73 4 Peta kelas kemiringan lereng Kabupaten Kendal 73 5 Hasil analisis laboratorium sifat fisik dan kima tanah 74

6 Hasil analisis nilai erodibilitas tanah (K) 75

7 Peta kelas erodibilitas tanah Kabupaten Kendal 76 8 Peta faktor pengelolaan tanaman di Kabupaten Kendal 76 9 Peta faktor tindakan konservasi tanah di Kabupaten Kendal 77 10 Peta tingkat bahaya erosi (TBE) Kabupaten Kendal 77 11 Peta produktivitas di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal 78 12 Peta Erosi yang diperbolehkan (EDP) Kabupaten Kendal 78 13 Peta lahan kritis di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal tahun 2014

dengan parameter P. 4/V-Set/2013 79

14 Peta lahan kritis di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal tahun

2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013 79

15 Peta lahan kritis pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 2014

(16)

16 Peta lahan kritis di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal tahun 2014

dengan parameter P. 4/V-Set/2013 80

17 Peta tingkat kekritisan lahan tahun 2014 Kabupaten Kendal (parameter P.

4/V-Set/2013) 81

18 Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal

tahun 2014 dengan parameter modifikasi 81

19 Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter modifikasi 82 20 Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung luar kawasan hutan

Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter modifikasi 82 21 Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi tahun 2014 dengan

parameter modifikasi 83

22 Peta tingkat kekritisan lahan tahun 2014 Kabupaten Kendal (parameter

modifikasi) 83

23 Rekapitulasi data sebaran tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal per

Kecamatan tahun 2009 84

24 Rekapitulasi data sebaran tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal per

Kecamatan tahun 2013 85

25 Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan oleh Dinas Pertanian,

Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal 86

26 Sebaran lokasi rencana pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia menyebabkan kebutuhan pada lahan juga semakin meningkat. Karena lahan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, dan papan, sehingga banyak lahan yang mengalami perubahan fungsi. Perubahan fungsi lahan yang dibarengi dengan pengelolaan lahan namun tanpa menerapkan teknik yang sesuai maka dapat menyebabkan kerusakan tanah. Kondisi ini jika berlangsung terus menerus maka sangat dikhawatirkan akan terjadi kerusakan fisik lahan yang berakibat pada terjadinya penurunan kesuburan tanah dan produktivitas tanah serta meningkatkan luasan lahan terdegradasi. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan yang sifatnya sementara maupun tetap yang dicirikan oleh penurunan sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Kondisi biofisik lahan yang cenderung menurun menyebabkan penurunan produktivitas pertanian, lingkungan, dan ketersediaan pangan. Kondisi seperti ini sering disebut sebagai proses degradasi lahan. Secara umum lahan kritis merupakan salah satu indikator terjadinya degradasi lingkungan sebagai dampak dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang bijaksana (Nugroho dan Prayogo 2008). Keadaan ini kemudian mengakibatkan tingginya laju erosi dan melahirkan lahan kritis. Di Indonesia peristiwa erosi umumnya disebabkan oleh air hujan karena Indonesia mempunyai iklim tropis (Arsyad 2010). Selain faktor penggunaan lahan dan curah hujan, terjadinya lahan kritis juga didukung oleh faktor topografi, seperti kondisi lereng yang curam serta kondisi lahan yang memiliki tanah yang peka terhadap erosi (Barus et al. 2011).

Lahan kritis merupakan salah satu bentuk dari lahan terdegradasi (Dariah et al. 2004). Pengertian lahan kritis cukup bervariasi antara suatu lembaga dengan lembaga lainnya. Adanya perbedaan sudut pandang dari masing-masing lembaga tersebut karena setiap lembaga memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda. Dari lembaga pertanian memandang lahan kritis dikaitkan dengan produksinya (produksi) sedangkan lembaga kehutanan memandang lahan kritis dikaitkan dengan fungsi lahan sebagai media pengatur tata air, media produksi hasil hutan, dan sebagai media proteksi banjir dan/atau sedimentasi di wilayah hilir (Didu 2001).

Dampak lahan kritis sesungguhnya tidak hanya pemunduran sifat-sifat tanah, namun juga mengakibatkan penurunan fungsi konservasi, fungsi produksi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dari fungsi konservasi, lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak mampu lagi berfungsi untuk menjaga tata air, sumberdaya tanah, serta biodiversitas yang hidup di atas lahan tersebut. Dari fungsi produksi lahan kritis adalah lahan yang tidak mampu lagi sebagai media tumbuh dan berkembang tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, permukiman, industri, dan pariwisata. Akibat dari kondisi ini maka akan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang memanfaatkan lahan tersebut (Barus et al. 2011).

(18)

bagian selatan bertopografi perbukitan (dengan dominasi kemiringan bervariasi : 8-15 %, 15-25 % dan > 40%) memiliki sebaran lahan kritis yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kawasan dataran maupun pesisir. Namun meningkatnya jumlah penduduk (baik kelahiran maupun migrasi di wilayah Kendal bagian utara) menyebabkan kebutuhan akan tanah meningkat, sedangkan luas lahan tidak bertambah. Hasilnya keadaan ini menggeser fungsi lahan tersebut, sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan serta memicu peningkatan luasan lahan kritis dari tahun ke tahun.

Dengan adanya lahan kritis di kawasan lindung secara otomatis akan sangat mempengaruhi kelangsungan kawasan lindung itu sendiri (baik di dalam maupun di luar kawasan hutan), terganggunya sistem tata air pada wilayah di sekitarnya, terjadinya kekeringan di musim kemarau, dan banjir di Kabupaten Kendal pada saat musim penghujan. Keberadaan lahan kritis pada kawasan budidaya dapat menurunkan produktivitas pertanian dan perekonomian di Kabupaten Kendal. Oleh karena itu pengembangan konservasi lahan kritis perlu dilakukan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan hidup dan pengembangan wilayah sebagai penyangga pembangunan dan meningkatkan perekonomian di Kabupaten Kendal.

Perumusan Masalah

Menurut data Kementeriaan Kehutanan (2012) lahan kritis mencakup lahan-lahan yang tergolong kelas Agak Kritis, Kritis, dan Sangat Kritis. Pada tahun 2006 luas lahan kritis di Indonesia mencapai 77.806.881 ha, pada tahun 2010 meningkat menjadi 82.176.443 ha, dan pada tahun 2011 mencapai 104.202.026 ha. Berdasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan Nomor : SK.4/V-DAS/2015 tentang Penetapan Peta dan Data Hutan dan Lahan Kritis Nasional Tahun 2013, menyebutkan bahwa luas hutan dan lahan kritis nasional tahun 2013 terbagi dalam kriteria sebagai berikut :

a. Sangat Kritis seluas 4.738.383 ha b. Kritis seluas 19.564.911 ha c. Agak Kritis seluas 45.878.468 ha d. Potensial Kritis seluas 63.627.253 ha e. Tidak Kritis seluas 55.484.709 ha

Luas hutan dan lahan kritis di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah sebagai berikut :

a. Sangat Kritis seluas 5.210 ha b. Kritis seluas 105.633 ha c. Agak Kritis seluas 591.900 ha d. Potensial Kritis seluas 917.565 ha e. Tidak Kritis seluas 1.831.998 ha

(19)

Terbentuknya lahan kritis dapat dipengaruhi oleh faktor alami dan faktor manusia. Penggunaan lahan yang seringkali tidak memperhatikan aspek kesesuaian lahan dan konservasi disertai faktor alami seperti tingginya curah hujan, kemiringan lereng, dan jenis tanah yang peka terhadap erosi dapat menyebabkan degradasi lahan dan mendorong terbentuknya lahan kritis.

Pemerintah (Kementerian Kehutanan) mencanangkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) untuk mengatasi lahan kritis, memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga.

Kegiatan RHL telah menjadi salah satu kegiatan yang strategis dalam pembangunan nasional, yaitu RHL seluas 2,5 juta ha (tahun 2010–2014) atau seluas 500.000 ha per tahun. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Wilayah BPDAS Pemali Jratun yang dilaksanakan sejak tahun 2010–2014 meliputi; rehabilitasi kawasan konservasi/lindung (3.174,00 ha), hutan kota (117,7 ha), rehabilitasi mangrove (540 ha), pesemaian permanen (2.000 batang), hutan rakyat kemitraan (4.721,1 ha), penghijauan lingkungan (1.488.306 batang), kebun bibit rakyat (145.858, 4 ha) dan pengembangan perhutanan masyarakat pedesan berbasis konservasi (730 unit). Adapun kegiatan RHL di Kabupaten Kendal yang dilaksanakan mulai tahun 2010–2014 meliputi kegiatan rehabilitasi kawasan konservasi/lindung (200 ha), rehabilitasi mangrove (20 ha), hutan rakyat kemitraan (2.885,89 ha), penghijauan lingkungan (142.000 batang), kebun bibit rakyat (13.335 ha) dan pengembangan perhutanan masyarakat pedesan berbasis konservasi (39 unit) (Kementerian Kehutanan 2014).

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Kendal juga mempengaruhi tebentuknya lahan kritis, penggunaan lahan berupa sawah, empang, kebun, hutan mengalami penurunan luasan, sedangkan pada penggunaan berupa tegalan, permukiman dan semak belukar mengalami peningkatan, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perubahan pengunaan/tutupan lahan tahun 2009–2014 Kabupaten Kendal No Penggunaan/tutupan lahan Luas (ha) Perubahan

luas (ha) Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kendal (2014)

(20)

pertanian adalah 8.927,5 ha, kawasan lindung di luar kawasan hutan 1.488,2 ha, kawasan hutan lindung 291,3 ha dan kawasan hutan produksi 159,5 ha.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka berikut dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana persebaran spasial lahan kritis berdasarkan parameter Perdirjen BPDAS PS P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal ? 2. Bagaimana keterkaitan sebaran lokasi rehabilitasi terhadap tingkat kekritisan

lahan di Kabupaten Kendal ?

3. Bagaimana keterkaitan sebaran tingkat kekritisan lahan dengan Pola Ruang (RTRW) Kabupaten Kendal ?

4. Bagaimana arahan rencana rehabilitasi dalam pengembangan wilayah berdasarkan analisis pemetaan lahan kritis di Kabupaten Kendal ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

1. Menganalisis dan memetakan lahan kritis menurut Perdirjen BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal. 2. Mengkaji keterkaitan sebaran lokasi rehabilitasi dengan tingkat kekritisan

lahan di Kabupaten Kendal.

3. Mengkaji keterkaitan sebaran tingkat kekritisan lahan dengan pola ruang (RTRW) di Kabupaten Kendal.

4. Menyusun arahan rehabilitasi dalam pengembangan wilayah berdasarkan analisis pemetaan lahan kritis di Kabupaten Kendal.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi salah satu acuan bersama antara masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam mengkaji tingkat kekritisan lahan, penangan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta arahan dalam pengembangan wilayah berdasarkan analisis pemetaan lahan kritis di Kabupaten Kendal.

Kerangka Pemikiran

Pengkajian lahan kritis dinilai sangat penting dalam upaya mengurangi ancaman lahan kritis di lokasi penelitian. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada pemerintah setempat untuk menanggulangi kekritisan lahan melalui arahan rehabilitasi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Kendal.

(21)

persamaan USLE), maka dibuat parameter modifikasi yang terdiri dari penggunaan lahan, kemiringan lereng, erosivitas hujan, erosi yang diperbolehkan, erodibilitas tanah, manajemen dan produktivitas. Hasil pemetaan lahan kritis antara parameter P. 4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi dipilih yang memiliki luasan paling besar untuk digunakan pada analisis tahap selanjutnya. Kemudian lahan kritis teridentifikasi tahun 2014 di overlay dengan data sebaran lokasi pelaksanaan rehabilitasi lahan pada tahun sebelumnya untuk memperoleh data sebaran lokasi rehabilitasi terhadap tingkat kekritisan lahan. Adapun sebaran lahan kritis terkait pola ruang diperoleh melalui proses overlay antara peta lahan kritis 2014 teridentifikasi dengan peta pola ruang.

(22)

Lahan

Aktivitas manusia : - Penggunaan lahan - Manajemen lahan - Pola ruang

Faktor alami : - Iklim, curah hujan - Topografi

- Tanah

Degradasi lahan

Lahan kritis Terganggunya fungsi konservasi,

fungsi produksi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat

Penurunan kualitas dan daya dukung lahan

Pemilihan parameter dan pemetaan lahan kritis

Perdirjen BPDAS PS

Nomor P.4/V-Set/2013 Parameter modifikasi

Peta lahan kritis teridentifikasi Peta kegiatan

rehabilitasi lahan

Peta pola ruang (RTRW)

Sebaran lokasi rehabilitasi lahan terhadap lahan kritis teridentifikasi

Sebaran lokasi lahan kritis terhadap pola ruang (RTRW)

Arahan rehabilitasi dalam pengembangan wilayah Kabupaten Kendal

(23)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Kritis

Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai batas yang ditentukan atau diharapkan, sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukkannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air. Lahan kritis ditandai oleh rusaknya struktur tanah, menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik, defisiensi hara dan terganggunya siklus hidrologi, perlu direhabilitasi dan ditingkatkan produktivitasnya agar lahan dapat kembali berfungsi sebagai suatu ekosistem yang baik atau menghasilkan sesuatu yang bersifat ekonomis bagi manusia (Kementerian Kehutanan 2014). Kerusakan secara fisik, kimia dan biologis tanah dapat mengakibatkan terjadinya erosi dan tanah longsor di daerah hulu, serta terjadinya banjir dan sedimentasi pada daerah hilir (Zain 1998 dalam Sitorus 2012).

Perubahan dalam pengelolaan lahan banyak menyebabkan hutan-hutan menjadi gundul karena mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian, perumahan dan lainnya. Alih fungsi kawasan hutan menurunkan luasan kawasan hutan, sehingga mengakibatkan berkurangnya sumber mata air, terjadinya longsor, pendangkalan sungai sehingga membawa dampak perubahan ke arah lahan kritis (Harini et al. 2012). Menurut Rukmana (1995) lahan-lahan pertanian yang terus ditanami tanpa diikuti pengelolaan tanaman, tanah dan air secara tepat, akan mengakibatkan penurunan produktivitas tanahnya. Penurunan produktivitas tanah disebabkan karena terjadi penurunan kesuburan tanahnya yang semakin lama akan menjadi lahan kritis. Terjadinya lahan kritis disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Perladangan berpindah-pindah yang diikuti dengan penebangan hutan dan pembakaran hutan.

2. Praktek sistem pertanian yang tidak memperhatikan konsep dan usaha pengawetan (konservasi) tanah.

3. Pengembalaan liar dan kebakaran hutan

Parameter penentu lahan kritis berdasarkan Perdirjen BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013, meliputi :

1. Penutupan lahan

Untuk parameter penutupan lahan dinilai berdasarkan persentase penutupan tajuk pohon terhadap luas setiap land system (menurut RePPProT) dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas penutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis.

2. Kemiringan lereng

Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (prosen) dan o (derajat). Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupabumi.

(24)

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dapat dihitung dengan cara membandingkan tingkat erosi di suatu satuan lahan (land unit) dan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan. Dalam hal ini tingkat erosi dihitung dengan menghitung perkiraan rata-rata tanah hilang tahunan akibat erosi lapis dan alur yang dihitung dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE).

4. Produktivitas

Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai berdasarkan rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional.

5. Manajemen

Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai lahan kritis di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan.

Erosi yang diperbolehkan (EDP)

Erosi terbolehkan (EDP) adalah jumlah tanah yang hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari (Hardjowigeno 2003). Sedangkan menurut Arsyad (2010) erosi yang diperbolehkan adalah nilai laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari. Tingkat erosi ini disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan yang diberi lambang T. Batas tertinggi erosi yang masih dapat dibiarkan kadang-kadang dapat juga ditetapkan dengan tujuan utama untuk pengendalian kualitas air atau untuk mengendalikan laju pendangkalan waduk.

Erodibilitas Tanah

Ketahanan tanah merupakan salah satu faktor penentu besarnya erosi. Makin tinggi nilai indeks erodibilitas tanah (K), makin rendah ketahanan tanah sehingga semakin mudah pula tanah tererosi.

(25)

Kriteria Lahan Kritis

Perdirjen BPDAS PS Nomor. P. 4/V-Set/2013 yang menggolongkan lahan kritis menjadi lima kelompok, yaitu: (1) Tidak kritis; (2) Potensial kritis; (3) Agak kritis; (4) Kritis; dan (5) Sangat kritis. Kriteria ini didasarkan pada variabel-variabel yang terdiri atas : kondisi tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat erosi, tingkat pengelolaan (manajemen), dan produktivitas lahan. Penilaian lahan kritis ditentukan berdasarkan fungsi lahan, yaitu :

a. Fungsi kawasan sebagai hutan lindung.

Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan keadaan penutupan lahan/ penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat tingkat bahaya erosi dan manajemen lahan.

b. Fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian

Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan produktivitas lahan yaitu rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional, kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi, batu-batuan dan manajemen (usaha penerapan teknologi konservasi tanah pada setiap unit lahan).

c. Fungsi kawasan lindung di luar hutan lindung

Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan vegetasi permanen yaitu persentase penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi dan manajemen.

Rehabilitasi Lahan

Berbagai dampak yang ditimbulkan dari degaradasi lahan menyebabkan menurunnya produktivitas lahan, sehingga untuk mengembalikan lagi fungsi suatu lahan perlu dilakukan upaya perbaikan terhadap lahan tersebut. Menurut Pasal 40 di dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menyebutkan

(26)

bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Kemudian di dalam pasal 41 disebutkan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknik pada lahan kritis dan tidak produktif. Prinsip dasar pelaksanaan Rehabilitasi menurut Departemen Kehutanan (2001) harus mengacu pada :

1. Pelestarian keanekaragaman jenis. Prinsip ini menuntut adanya keanekaragaman jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah dan anakan atau bibit yang akan digunakan dalam rehabilitasi kawasan taman nasional.

2. Pembinaan dan peningkatan kualitas habitat mengacu pada pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi dan fungsi kawasan secara lestari. Untuk itu setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi kawasan taman nasional harus diarahkan semaksimal mungkin pada pemulihan kondisi kawasan seperti keadaan semula.

3. Melibatkan keikutsertaan para pihak terkait (stakeholders), setiap kegiatan yang dilakukan harus jelas standar, prosedur dan hasilnya serta jelas pula tanggung jawab setiap pihak yang berperan dalam pelaksanaan rehabilitasi kawasan taman nasional, sehingga masing-masing dapat dimintakan tanggung jawabnya. Kejelasan tanggung jawab ini menyangkut pihak pemerintahan pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat peserta kegiatan maupun perorangan dan atau lembaga-lembaga dan para pihak terkait.

Sasaran kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut P. 12/Menhut-II/2011 memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Diutamakan termasuk dalam DAS Prioritas. b. Lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan.

c. Mempunyai tingkat kerawanan banjir, tanah longsor, abrasi, erosi tanah dan kekeringan yang tinggi.

d. Perlindungan danau, bendungan, waduk dan bangunan vital lainnya.

Pola penyelenggaraan RHL meliputi kegiatan teknis dan kegiatan pendukung, untuk kegiatan teknis yang dilaksanakan antara lain :

1. Rehabilitasi kawasan konservasi/lindung. 2. Penanaman hutan kota.

3. Rehabilitasi hutan mangrove/sempadan pantai/rawa/gambut. 4. Penanaman bibit hasil KBR (Kebun Bibit Rakyat).

5. Pembuatan KBR 2011.

6. Pembangunan/Renovasi Persemaian Permanen.

(27)

pembangunan sabuk pantai, transplantasi karang, serta penguatan kapasitas dan kelembagaan masyarakat sekitar hutan dan pesisir. Target pembangunan urusan pekerjaan umum tahun 2014 sesuai dengan target RPJMD adalah Konservasi Rehabilitasi Kawasan Lindung di Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Kendal dengan target 50%.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 46 Tahun 2012 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011- 2030, arahan kawasan untuk rehabilitasi luasnya mencapai 386.272 Ha, dimana area ini merupakan kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas dengan kondisi agak kritis, kritis dan sangat kritis, yang memerlukan penanganan rehabilitasi lahan. Hasil rehabilitasi dapat dikelola sesuai dengan fungsi dan arahan pemanfaatannya, baik secara ekologi, ekonomi dan sosial. Kegiatan reboisasi atau pengkayaan ditujukan untuk percepatan pemulihan tanah kosong atau lahan terbuka, miskin riap, dan tegakan dengan pertumbuhan yang rendah, untuk mempercepat pemulihan tanah kosong atau lahan terbuka, miskin riap dan tegakan dengan pertumbuhan rendah, untuk mempercepat penutupan lahan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang merupakan kebijakan dinamis yang mengakomodasikan aspek kehidupan pada suatu kawasan, dimana setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan berbagai pihak sebagai bentuk kesinergian kepentingan. Penataan Ruang berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas :

1. Keterpaduan

2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan 3. Keberlanjutan

4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan 5. Keterbukaan

6. Kebersamaan dan kemitraan 7. Pelindungan kepentingan umum 8. Kepastian hukum dan keadilan 9. Akuntabilitas

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten menurut UU 26 Tahun 2007 merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

(28)

dimaksudkan untuk mengoptimalkan alokasi pemanfaatan lahan secara terpadu serta menghindari konflik tenurial. Demikian pula wilayah yang berbatasan antar provinsi dan Kabupaten perlu disepakati bersama dalam penyusunan tata ruang dengan semakin berkembangnya kerjasama antar daerah, khususnya terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan yang seringkali melewati batas administrasi (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2012).

Pengembangan Wilayah

Sasaran utama dari perencanaan wilayah dapat dikelompokkan atas tiga sasaran umum, yaitu: (a) efisiensi dan produktivitas, (b) pemerataan keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan (c) keberlanjutan (Rustiadi et al. 2006). Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi dimana dalam konteks kepentingan publik, pemanfaatan sumber daya diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (publik). Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung pada keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu ekonomi wilayah menjadikan pendorong utama (prime mover) pengembangan wilayah berbeda-beda.

Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Dari sisi sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana, dan pelayanan logistik. Di sisi lain secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan (Triutomo 1999).

(29)

3

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) bulan yaitu bulan Juni – Desember 2015. Lokasi penelitian meliputi seluruh wilayah Kabupaten Kendal, yang memiliki kondisi fisik lahan yang beragam serta mempunyai pola penggunaan lahan yang heterogen. Kabupaten Kendal memiliki luas 100.223 ha, secara administratif terdiri dari 20 kecamatan dan 286 desa/kelurahan. Posisi geografi berkisar antara 109°40‟–110°18‟ Bujur Timur dan 6°32‟–7°24‟ Lintang Selatan (Gambar 3), dan batas wilayah Kabupaten Kendal meliputi :

Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Kota Semarang

Sebelah Selatan : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang Sebelah Barat : Kabupaten Batang

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang dengan pengambilan contoh tanah dan dokumentasi sebagai verifikasi dan validasi dari analisis penggunaan lahan kritis. Validasi bertujuan untuk mengecek kebenaran, ketepatan dan kenyataan di lapangan. Di samping itu, data primer juga diperoleh melalui wawancara terhadap stakeholder pengelola lahan, tentang perubahan penggunaan lahan dan terbentuknya lahan kritis.Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber termasuk studi pustaka, dan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Bahan kuantitatif yang digunakan berupa peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah terkait RTRW Kabupaten Kendal, data dari BPS Kabupaten Kendal, data

(30)

dari Bappeda Kabupaten Kendal, Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal, BPDAS Pemali Jratun, dan instansi lain yang berkaitan dengan data yang diperlukan. Hubungan antara tujuan penelitian, teknik analisis data, variabel, sumber data dan output yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara : 1. Data primer

Data primer diperoleh di lapangan melalui pengambilan sample tanah untuk mendapatkan sifat fisik dan kimia tanah (bahan organik, permeabilitas tanah, struktur tanah, tekstur tanah dan bobot isi tanah). Hasilnya digunakan untuk mengetahui nilai erodibiltas tanah dan nilai erosi tang diperbolehkan (EDP) 2. Data sekunder dan studi literatur

Data sekunder meliputi data RTRW Kabupaten Kendal, literatur terkait lahan kritis dan rehabilitasi, serta data pendukung dari instansi-instansi yang meliputi data sosial dan ekonomi dari BPS, peraturan perundang-undangan, peraturan daerah terkait RTRW Kabupaten Kendal, data dari BPS Kabupaten Kendal, data dari Bappeda Kabupaten Kendal, data dari Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal, BPDAS Pemali Jratun, dan instansi lain yang berkaitan dengan data yang diperlukan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah meliputi peta-peta RTRW Kabupaten Kendal, administrasi Kabupaten Kendal skala 1:25.000, peta penggunaan lahan skala 1:25.000, peta tanah semi detail skala 1:50.000, citra satelit Ikonos 2011, Landsat 8 tahun 2014 resolusi 30 m dan data lahan kritis Kabupaten Kendal tahun 2009 dan 2013. Peralatan yang digunakan antara lain

Global Positioning System (GPS), kamera digital dan seperangkat komputer yang

dilengkapi dengan Software : ArcGIS, Google Earth, Micrososft Excel

Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dengan mengacu pada tujuan penelitian yaitu : 1. Menentukan parameter lahan kritis.

2. Melakukan pemetaan tingkat kekritisan lahan dengan teknik overlay pada parameter yang telah ditentukan.

3. Melakukan overlay peta sebaran lokasi rehabilitasi hutan dan lahan yang sudah dilaksanakan terhadap peta tingkat kekritisan lahan yang dihasilkan. 4. Melakukan overlay peta pola ruang dengan peta tingkat kekritisan lahan yang

(31)

Tabel 2 Jenis data, sumber data, teknik analisis dan hasil penelitian No Tujuan Jenis Data dan Teknik Pengumpulan

Data

Metode Analisis

Output

1 Menganalisis dan memetakan tingkat kekritisan lahan

Citra Landsat

Parameter penentu tingkat kekritisan lahan (P. 4/V-Set/2013) :

peta penutupan lahan, peta kemiringan lereng skala, Peta tingkat bahaya erosi,

peta pengelolaan lahan (peta manajemen & peta produktivitas)

Overlay Peta Lahan Kritis yang sudah teridentifikasi

Parameter penentu tingkat kekritisan lahan (Modifikasi) :

peta penutupan lahan, peta kemiringan lereng, Peta Erodibilitas Tanah,

Peta Erosi yang diperbolehkan (EDP)

Peta Erosivitas Hujan

peta pengelolaan lahan (peta manajemen & peta produktivitas)

2 Mengkaji

Overlay Peta sebaran lokasi rehabilitasi dengan tingkat kekritisan hutan dan lahan di Kabupaten Kendal

Peta Lahan Kritis yang sudah teridentifikasi

Peta Rencana Pola Ruang (RTRW)

Overlay Peta sebaran tingkat kekritisan lahan

Peta sebaran lokasi kegiatan rehabilitasi terhadap tingkat kekritisan lahan

Petasebaran tingkat kekritisan lahan pada setiap Pola ruang

Dokumen RTRW

Peraturan Pemerintah yang berlaku

Stakeholder terkait lahan kritis dan rehabilitasi hutan dan lahan

(32)

Gambar 4 Bagan alir pemetaan lahan kritis dengan parameter P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi

Gambar 5 Bagan alir pemyusunan arahan pengembangan wilayah Kabupaten Kendal

Pengambilan sampel tanah

% Pasir halus % debu % liat Permeabilitas tanah Bahan Organik Bobot Isi

Erodibilitas tanah (K) Data Curah Hujan

Nilai erosivitas hujan (R)

Data Panjang lereng dan Kemiringan Lereng Peta kemiringan lereng

Citra Landsat

Peta penutupan lahan Peta Manajemen Peta Produktivitas

Skoring

Overlay

Peta lahan kritis teridentifikasi (P.4/V-Set/2013)

Peta EDP Peta erodibilitas tanah

Peta Manajemen

Skoring

Overlay

Peta lahan kritis teridentifikasi (Parameter Modifikasi )

Peta lahan kritis teridentifikasi Peta rencana pola ruang (RTRW) Peta kegiatan rehabilitasi

Peta Sebaran lokasi kegiatan rehabilitasi terhadap tingkat

kekritisan lahan

Peta Sebaran tingkat kekritisan lahan terhadap pola

ruang

(33)

Analisis dan Pemetaan Tingkat Kekritisan Lahan

Pemetaan tingkat kekritisan lahan di awali dengan persiapan lapangan untuk menentukan titik pengambilan sampel tanah dan observasi lapangan. Pengambilan sampel tanah berbasis pada data sekunder yang tersedia, yaitu : peta kemiringan lereng, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan eksisting. Jumlah sampel sebanyak 30 titik yang mewakili tiap jenis tanah, kelerengan, dan masing-masing jenis penutupan/penggunaan lahan (gambaran lokasi pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 6 dan Lampiran 1). Sampel tanah yang diperoleh kemudian di lakukan uji laboratorium untuk mengetahui struktur tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah, persentase bahan organik tanah, dan bobot isi. Hasil ini kemudian digunakan untuk menentukan tingkat erodibilitas tanah.

Gambar 6 Peta lokasi pengambilan sampel tanah tahun 2015

Tingkat kekritisan lahan ditentukan dengan menggunakan teknik overlay

(34)

Parameter analisis tingkat kekritisan lahan berdasarkan Perdirjen BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013

Parameter penentu lahan kritis berdasarkan Perdirjen BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013 meliputi :

1. Penutupan lahan

Parameter penutupan lahan dalam penelitian ini digunakan data tutupan lahan yang dihasilkan dari analisis Citra Landsat Tahun 2014. Penilaian terhadap penutupan lahan berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon.

2. Kemiringan lereng

Parameter kemiringan lereng diambil dari data DCKTR Kabupaten Kendal (2009).

3. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dihitung dengan cara membandingkan tingkat erosi di suatu satuan lahan (land unit) dengan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan tersebut (Tabel 3). Dalam hal ini tingkat erosi dihitung dengan menghitung perkiraan rata-rata tanah hilang tahunan akibat erosi lapis dan alur yang dihitung dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE). Rumus USLE dapat dinyatakan sebagai :

A = R x K x LS x C x P Dimana :

A = jumlah tanah hilang (ton/ha/tahun) R = erosivitas curah hujan tahunan rata-rata

K = indeks erodibilitas tanah (ton x ha x jam) dibagi oleh (ha x mega joule x mm)

LS = indeks panjang dan kemiringan lereng C = indeks pengelolaan tanaman

P = indeks upaya konservasi tanah Tabel 3 Kelas tingkat bahaya erosi (TBE)

(35)

4. Produktivitas

Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian, yang dinilai berdasarkan rasio produksi komoditi umum terhadap produksi melalui optimal pada pengelolaan tradisional.

5. Manajemen

Data manajemen digunakan untuk menilai tingkat lahan kritis di kawasan hutan lindung, berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan. Aspek ini meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan.

Skoring dan pembobotan pada di tiap parameter, mencakup seluruh fungsi hutan dan di luar kawasan hutan sebagai berikut :

1. Skor untuk kawasan hutan lindung dapat disetarakan dengan kawasan hutan konservasi (Tabel 4).

2. Skor untuk kawasan budidaya pertanian dapat disetarakan dengan areal penggunaan lain (di luar kawasan hutan) (Tabel 5).

3. Skor untuk kawasan lindung di luar kawasan hutan dapat disetarakan dengan kawasan hutan produksi (hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi dan hutan produksi terbatas) (Tabel 6).

(36)

Tabel 5 Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya

Tabel 6 Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan dan kawasan hutan produksi

(37)

Tabel 6 (lanjutan) berdasarkan pada uji laboratorium pada sehingga diperoleh tingkat kekritisan lahan mulai dari kelas „tidak kritis”, “potensial kritis”, “agak kritis”, “kritis” dan “sangat kritis”. Jumlah skor untuk menentukan tingkat kekritisan lahan pada masing-masing kawasan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skoring (P. 4/V-Set/2013)

Parameter dan Analisis Lahan Kritis Modifikasi dari Perdirjen BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013

(38)

erosi. Dengan melakukan modifikasi parameter ini maka pengulangan perhitungan terhadap parameter dapat dihindari. Penggunaan parameter pada tiap kawasan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Parameter penentu kekritisan lahan (parameter modifikasi)

No Parameter modifikasi

Kawasan

Pemetaan lahan kritis dibuat dengan melalui proses overlay (tumpang tindih) antara peta-peta dari masing-masing parameter yang sudah ditetapkan. Kemudian dilakukan skoring dan pembobotan pada tiap atribut dari parameter yang sudah dipilih. Pembobotan dibuat dengan melihat besarnya kontribusi tiap parameter terhadap pembentukan lahan kritis. Pembobotan dilakukan dengan persamaan yang digunakan oleh Wahyunto et al. (2007), sebagai berikut :

Dimana , Wj : Bobot yang dinormalkan untuk parameter ke j (j = 1,2,3...n) n : Jumlah parameter yang sedang dikaji

rj : Urutan kepentingan dari parameter

Dari rumusan tersebut di atas didapatkan bahwa parameter penentu pertama pembentukan lahan kritis adalah parameter penutupan/penggunaan lahan, karen faktor tersebut merupakan penyebab terjadinya degradasi lahan. Untuk parameter selanjutnya adalah kemiringan lereng, erosivitas hujan (R), erosi yang diperbolehkan (EDP), erodibilitas (K), dan manajemen. Hasil pembobotan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Urutan parameter penentu dan bobot

No Parameter penentu Kepentingan (rj) (n –rj+1)

(39)

Uraian terhadap masing-masing parameter tersebut, data dan rumusan yang dipakai dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

1. Penutupan Lahan

Untuk parameter penutupan lahan menggunakan data tutupan lahan yang dihasilkan dari analisis Citra Landsat Tahun 2014. Analisis tutupan lahan ditentukan berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon.

2. Kemiringan Lereng

Untuk parameter kemiringan lereng digunakan data dari Dinas DCKTR Kabupaten Kendal (2009), dengan klasifikasi dan skoring mengacu pada P. 4/V-Set/2013.

3. Erosivitas Hujan

Besar erosivitas hujan dinyatakan dalam cm. Data Spasial erosivitas hujan disusun dari hasil pengolahan data curah hujan sekunder selama sepuluh tahun terakhir yaitu untuk periode tahun 2005 – 2014 pada 5 (lima) stasiun pengamatan di Kabupaten Kendal, dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal (2014). Pengolahan data curah hujan menghasilkan informasi mengenai erosivitas hujan yang dapat dilakukan manual maupun dengan bantuan komputer.

Indeks erosivitas hujan dihitung dengan rumus Lenvain (1975) dalam

Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) sebagai berikut : Rm = 2,21 (Rain)m1,36

Dimana : Rm = Erosivitas hujan bulanan; R = (Rain)m =Curah hujan bulanan (cm) 4. Erosi yang Diperbolehkan (EDP)

Erosi yang diperbolehkan (EDP) menggambarkan jumlah tanah hilang yang diperbolehkan per tahun supaya produktivitas suatu lahan tidak berkurang atau tanah tetap produktif secara lestari (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). EDP dihitung dengan persamaan dari Wood dan Dent (1983) dalam

Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) sebagai berikut :

EDP mm/thn= - + Kecepatan Pembentukan Tanah DE= Kedalaman Efektif x Faktor Kedalaman

EDP ton/ha/thn= EDP mm/thn x 10 ton/ha x BD Dimana :

DE = Kedalaman ekuivalen tanah BD = Bobot Isi tanah(gram/cm3)

Dmin = Kedalaman tanah minimum untuk perakaran tanaman

Kecepatan pembentukan tanah = 1,5 mm/thn (Latosol dan Mediteran) dan 1mm/thn (Alluvial, Andosol, dan Litosol)

Kelestarian tanah : 300 tahun

Hasil EDP dinyatakan dalam mm/thn atau ton/ha/thn. 5. Erodibilitas Tanah

Data-data yang diperlukan untuk parameter erodibilitas tanah dan bobot isi tanah antara lain :

a) Tekstur tanah (dalam fraksi debu, pasir sangat halus dan pasir) b) Persentase bahan organik

(40)

d) Permeabilitas tanah

Data-data primer terkait erodibilitas tanah tersebut berasal dari contoh tanah-tanah dari lokasi peneltian yang telah diuji di laboratorium. Perhitungan nilai K dihitung dengan persamaan Weischmeier et al. 1971 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007 :

Dimana :

M = ukuran partikel (% pasir sangat halus+ % debu x (100-% liat) a = kandungan bahan organik (BO = % C x 1,724)

b = harkat struktur tanah c = harkat permeabilitas tanah 6. Manajemen

Parameter manajemen untuk penilaian lahan kritis diterapkan untuk kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian, kawasan lindung di luar kawasan hutan, dan kawasan hutan produksi. Data terkait manajemen diperoleh dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal (2014). 7. Produktivitas

Parameter produktivitas untuk penilaian lahan kritis dilakukan berdasarkan rasio dari produksi komoditi umum optimal terhadap produksi dengan pengelolaan tradisional. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal (2014).

Mengacu pada skoring untuk parameter-parameter lahan kritis dari Perdirjen BPDAS PS P. 4/V-Set/2013, yaitu dalam 5 kelas, maka pada parameter modifikasi juga dibuat dalam 5 kelas yang dapat dilihat pada Tabel 10. Selanjutnya tingkat bahaya lahan kritis akan dibagi menjadi 5 (lima) kelas yaitu : tidak kritis, potensial kritis, agak kritis, kritis dan sangat kritis (Dibyosaputro 1999

dalam Kubangun 2015), dengan menggunakan interval kelas yakni :

Hasil dari interval ini selanjutnya digunakan untuk klasifikasi pada data atribut dan data spasial analisis SIG. Adapun untuk menyusun arahan rehabilitasi lahan dan pengembangan wilayah maka hanya akan meliputi kelas “agak kritis”, „kritis” dan “sangat kritis”. Klasifikasi tingkat kekritisan lahan dan interval kelas dapat dilihat pada Tabel 11.

(41)

Tabel 10 Parameter, bobot, kriteria, skor dan nilai penentu kekritisan lahan pada parameter modifikasi

No Parameter penentu Bobot Kriteria Skor

Nilai (Bobot x

Skor) 1 a. Penutupan Lahan (untuk kawasan

hutan lindung, kawasan lindung di luar kawasan hutan dan kawasan hutan produksi)

29 Sangat baik (Hutan alam) 5 143 Baik (Hutan produksi) 4 114 Sedang (Perkebunan dan sawah) 3 86

Buruk (Tegalan) 2 57

Sangat buruk (Semak belukar dan permukiman)

1 29

b. Produktivitas (untuk kawasan budidaya pertanian, berdasarkan rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional)

Kawasan lindung dan hutan produksi : lengkap, tata batas kawasan ada,

pengamanan kawasan ada dan penyuluhan dilaksanakan

Kawasan budidaya pertanian : Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai petunjuk

5 25

Sedang (tidak lengkap) 3 15

Buruk (tidak ada) 1 5

Tabel 11 Kelas lahan kritis parameter modifikasi

(42)

Analisis Keterkaitan Antara Lokasi Rehabilitasi dengan Tingkat Kekritisan Lahan

Peta lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Kendal (tahun 2010-2014) diperoleh dari BPDAS PS Pemali jratun (2014). Peta tersebut di overlay dengan peta lahan kritis tahun 2014 yang kemudian menghasilkan peta keterkaitan antara rehabilitasi hutan dan lahan terhadap tingkat kekritisan lahan tahun 2014. Peta keterkaitan antara lokasi rehabilitasi dengan tingkat kekritisan lahan dianalisis untuk melihat kesesuaian lokasi rehabilitasi terhadap tingkat kekritisan lahan, sehingga dapat diketahui berapa banyak rehabilitasi yang sudah dilakukan pada kawasan lahan kritis dan kawasan lahan tidak kritis.

Mengkaji Keterkaitan Sebaran Tingkat Kekritisan Lahan dengan Pola Ruang (RTRW)

Dalam peta pola ruang Kabupaten Kendal terbagi menjadi 2 (dua) kawasan yaitu, kawasan lindung seluas 12.736,21 ha (12,7 %) dan kawasan budidaya seluas 87.486,91 ha (87,3%). Untuk mengetahui keterkaitan antara tingkat kekritisan lahan dengan pola ruang maka dilakukan overlay antara peta pola ruang Kabupaten Kendal tahun 2011 dengan peta lahan kritis teridentifikasi (2014). Hasilnya berupa peta keterkaitan antara tingkat kekritisan lahan pada setiap pola ruang. Peta ini kemudian dianalisis untuk melihat sebaran lahan kritis pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Apabila terdapat lahan kritis pada kawasan lindung maka perlu dilakukan perbandingan dengan kondisi tutupan/penggunaan lahan eksisting apakah sesuai dengan peruntukannya sebagai kawasan lindung atau tidak, sedangkan jika terdapat lahan kritis pada kawasan budidaya maka perlu dilihat penggunaan lahan secara eksisiting dan pengolahan tanahnya.

Menyusun Arahan Rehabilitasi dalam Pengembangan Wilayah Berdasarkan Hasil Pemetaan Lahan Kritis

Lahan kritis pada penelitian ini meliputi kelas “sangat kritis”, “kritis” dan “agak kritis”. Penyusunan arahan rehabilitasi lahan prioritas pertama pada lahan dengan kelas “sangat kritis”, “kritis” dan “agak kritis” di kawasan lindung dan hutan produksi, kemudian kelas “sangat kritis” dan “kritis” pada kawasan budidaya (di luar kawasan hutan). Prioritas kedua pada kawasan budidaya (di luar kawasan hutan) dengan kelas “agak kritis”.

(43)

4

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Wilayah Administrasi

Kabupaten Kendal merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah, dengan posisi geografis berada pada 109º 40‟ - 110º 18‟ Bujur Timur dan 6º 32‟ - 7º 24‟ Lintang Selatan. Secara administratif wilayah Kabupaten Kendal di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kota Semarang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Temanggung, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Batang (Gambar 7). Kabupaten Kendal terdiri dari 20 kecamatan, dengan luas 1.002,23 km2 (BPS Kabupaten Kendal 2015), daftar nama kecamatan, jumlah dan nama desa yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Kendal dapat dilihat pada Lampiran 2.

Ditinjau dari letaknya di Pulau Jawa wilayah Kabupaten Kendal berada pada posisi yang strategis karena berada pada Jalur Pantai Utara (Pantura) yang menghubungkan antara Jakarta dan Surabaya, sehingga peluang perubahan terhadap penggunaan lahan sangat besar.

(44)

Penutupan/Penggunaan Lahan

Penutupan lahan di Kabupaten Kendal sebagian besar digunakan untuk kegiatan persawahan dan perkebunan. Penggunaan lahan dan luasannya masing-masing adalah sawah 30.520,00 ha, kebun 21.560,04 ha, hutan 17.517,18 ha, permukiman 14.093,86 ha, tegalan 9.188,37 ha, empang 3.529,74 hadan semak belukar3.006,93 ha (Gambar 8).

Gambar 8 Peta tutupan lahan saat ini Kabupaten Kendal tahun 2014

Topografi

Kabupaten Kendal di dominasi oleh topografi yang tergolong datar di bagian utara yaitu seluas 37.646,07 ha (37,56 %), berombak dan bergelombang di bagian tengah, selanjutnya bergunung di bagian selatan (Gambar 9).

Jenis Tanah

Secara umum, jenis tanah di Kabupaten Kendal didominasi oleh jenis Latosol. Sebaran jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan penjelasan singkatnya sebagai berikut (DCKTR Kabupaten Kendal 2009) :

1. Alluvial

Jenis tanah ini bersifat hidromorf dan berwarna kelabu, coklat dan hitam. Produktivitas tanah ini dari rendah sampai tinggi dan digunakan untuk pertambakan, pertanian padi dan palawija, serta permukiman. Jenis tanah ini dapat ditemui di wilayah Kecamatan Cepiring, Patebon, Kendal, sebagian Kecamatan Weleri, Gemuh, Pegandon, Brangsong dan Kaliwungu.

2. Latosol

(45)

lahan pertanian padi, tembakau dan perkebunan. Jenis tanah ini dapat ditemui di wilayah Kecamatan Limbangan, Singorojo, Pegandon, Gemuh, Weleri, Plantungan, Sukorejo, Boja, Pageruyung, Patean dan sebagian Kecamatan Kaliwungu.

3. Andosol dan Regosol

Jenis tanah ini bersifat netral sampai asam dengan warna putih, coklat kekuning – kuningan, coklat atau kelabu serta hitam. Produktivitas tanah ini sedang sampai tinggi dan cocok untuk pertanian dan perkebunan. Jenis tanah ini meliputi Kecamatan Plantungan dan Sukorejo.

4. Mediteran Coklat Kemerahan

Tanah ini merupakan jenis tanah peralihan antara Alluvial dan Latosol, bersifat agak netral dengan warna merah sampai coklat. Produktivitasnya sedang sampai tinggi dan biasa digunakan untuk sawah, tegal, kebun buah – buahan, padang rumput dan permukiman. Jenis tanah ini meliputi Kecamatan Brangsong, Pegandon dan Kaliwungu.

5. Podzolik dan Regosol

Jenis tanah ini mengandung kapur dan tras bersifat netral sampai basa. Produktivitasnya rendah sampai sedang, biasanya digunakan sebagai lahan pertanian, perkebunan dan berpotensi sebagai lahan galian golongan C. Jenis tanah ini terdapat di Kecamatan Singorojo, Patean dan Limbangan.

Gambar 9 Peta kemiringan lereng Kabupaten Kendal tahun 2011

Curah Hujan

(46)

Kaliwungu yang dihitung selama periode 2004 – 2014 adalah sebesar 2.320 mm/tahun dengan curah hujan di atas 200 mm terjadi di Bulan Januari, Februari, Maret, April dan Desember, sedangkan curah hujan terkecil terjadi di Bulan Agustus (Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal 2014). Secara rinci angka rata-rata CH dapat dilihat pada Tabel 12 dan persebaran curah hujan dapat dilihat pada Gambar 11.

Tabel 12 Curah hujan rata-rata Kabupaten Kendal tahun 2004 – 2014 Bulan

RATA-RATA CH BULANAN 2005-2014 (mm)

Jumlah Rata-Rata Kendal

Rata-Rata Sukorejo Boja Kaliwungu

1 2 3 4 5 6 7 8

Januari 494 410 552 417 428 2301 460

Pebruari 342 375 497 379 320 1913 383

Maret 118 161 418 366 110 1172 234

April 150 141 339 355 139 1124 225

Mei 99 121 252 211 103 786 157

Juni 98 103 144 167 126 637 127

Juli 24 65 107 71 46 314 63

Agustus 15 31 44 49 28 167 33

September 38 49 55 53 30 225 45

Oktober 83 92 168 136 93 571 114

Nopember 138 169 254 263 133 955 191

Desember 219 256 402 351 207 1435 287

Jumlah 1817 1972 3230 2817 1762 11598 2320

Rata-Rata 182 197 323 282 176 1160 232

(47)

Gambar

Tabel 2 Jenis data, sumber data, teknik analisis dan hasil penelitian
Gambar 4 Bagan alir pemetaan lahan kritis dengan parameter P.4/V-Set/2013 dan
Gambar 6 Peta lokasi pengambilan sampel tanah tahun 2015
Tabel 4 Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Muhammad Yusron (2010) dalam penelitiannya yang berjudul: “Analisis Erosi Tanah di Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo”, bertujuan: 1) mengetahui tingkat erosi di

Nilai indeks faktor kemiringan lereng (LS) didapat dari data primer pada satuan peta yang telah mengalami tindakan konservasi tanah, terutama tindakan konservasi tanah secara

Suharjo (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “ Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis Masyarakat Daerah Kecamatan Jenar Kabupaten Sragen “, bertujuan: 1). mengetahui

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemusuk Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah berjudul: “Erodibilitas Tanah di Kecamatan Kemusuk, Kabupaten Boyolali,

Hasil 1).faktor fisik yang paling kuat berpengaruh adalah kemiringan lereng, tingkat erosi, permeabilitas tanah faktor non fisik yang berpengaruh adalah tekanan ekonomi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi air tanah pada akuifer dalam (tertekan) di Wilayah Pesisir Kangkung, Kabupaten Kendal yang diharapkan dapat

Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 8 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum di Kabupaten Kendal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten

Faktor apa (kemiringan lereng, tingkat erosi, permeabilitas tanah, kedalaman efektif tanah dan tekstur tanah, penggunaan lahan) yang paling berpengaruh menyebabkan lahan kritis