• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengendalian pasokan pisang cavendish berdasarkan hasil ramalan penjualan Time Series terbaik untuk wilayah pemasaran Jabotabek pada PT.Sewu Segar Nusantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengendalian pasokan pisang cavendish berdasarkan hasil ramalan penjualan Time Series terbaik untuk wilayah pemasaran Jabotabek pada PT.Sewu Segar Nusantara"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA

Oleh :

Derry Andhika Wiwaha A14104662

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

DERRY ANDHIKA WIWAHA. Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara (di Bawah Bimbingan M. Firdaus)

Pisang di Indonesia ada beberapa jenis antara lain pisang ambon, pisang raja, pisang barangan, pisang cavendish, dan beberapa pisang lainnya yang disesuaikan dengan nama daerah asalnya. Pisang cavendish merupakan salah satu jenis pisang yang dikonsumsi oleh 80 % total konsumen luar negeri. Pisang cavendish (Musa cavendishii) sudah dibudidayakan di Indonesia, namun bukan merupakan jenis pisang asli Indonesia. Pisang cavendish berasal dari Negara Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an. Salah satu perusahaan yang memproduksi pisang cavendish di Indonesia adalah PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada di daerah Lampung. PT. NTF hanya memproduksi pisang cavendish, sedangkan distribusi dan penjualannya dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) yang berada di daerah Tangerang.

PT. SSN merupakan distributor pisang cavendish dengan merek dagang Sunpride untuk ritel modern, merek Sunfresh untuk non-ritel modern, dan non- merek lainnya. Pangsa pasar pisang cavendish merek Sunpride merupakan yang terbesar bagi perusahaan yaitu sebanyak 50 persen dan selebihnya merek Sunfresh dan jenis lainnya. Perusahaan menetapkan pasar ritel modern sebagai pasar terbesarnya, karena jenis pisang ini lebih diminati oleh konsumen middle-up.

Dalam manajemen distribusi pisang cavendish pada PT. SSN memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan PT. NTF. Hal ini terlihat jika pasokan pisang cavendish tidak dalam jumlah banyak dari PT. NTF, maka secara langsung pesanan yang dikirim kepada pelanggan oleh PT. SSN akan sedikit.

Dalam kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN memiliki kendala utama pada PT. NTF, yaitu akan kekurangan stock apabila kondisi cuaca di daerah produksi di Way Jepara, Lampung dalam keadaan musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan produksi akan berlimpah. Permasalahan cuaca di daerah produksi membuat PT. NTF akan kesulitan dalam memenuhi pesanan dari PT. SSN sesuai pelanggan yang menginginkan grade pisang cavendish yang baik. Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang optimal, agar jumlah pasokan pisang cavendish dapat tersedia sesuai pesanan pelanggan.

Tujuan dari penelitian tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish adalah mengidentifikasikan sistem pasokan dan distribusi pisang cavendish yang dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara, meramalkan penjualan 12 bulan ke depan untuk masing- masing pisang cavendish, dan menganalisis keadaan optimal pasokan masing- masing pisang cavenedish untuk 12 bulan ke depannya.

(3)

Untuk data sekunder yang diperoleh dari PT. SSN berupa biaya-biaya yang terkait dengan pasokan pada tahun 2006, serta volume penjualan pisang cavendish

grade C3 dan FB dalam kurun waktu 39 bulan bulan selama Januari 2004 – Maret 2007. Penggunaan data pada waktu tersebut didasarkan terjadinya penurunan volume penjualan pisang cavendish dalam beberapa tahun terakhir. Untuk menganalisis dilakukan secara deskriptif (kualitatif) dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan manajemen pasokan dan distribusi pisang cavendish. Analisis secara kuantitatif dilakuk an dengan menganalisis tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish yang ditabulasikan dengan menggunakan MS.Excel, QSB dan MINITAB 13.20.

Analisis deskriptif terhadap manajemen pasokan dan distribusi pisang cavendish, menunjukkan bahwa kegiatan di PT. SSN terdiri dari dua yaitu pematangan, penjualan dan pendistribusian pisang cavendish. Bahan baku pisang cavendish yang dikirim oleh PT. NTF dalam kondisi belum matang, sehingga PT. SSN melakukan kegiatan pematangan (ripening) dalam cold storage selama 1 – 7 hari. Setelah waktu tersebut, pisang cavendish yang dikemas dalam bentuk boks siap didistribusikan ke berbagai lokasi sesuai pesanannya. Hingga sekarang distribusi PT. SSN kurang lebih mencapai 600 outlet dan toko tersebar di wilayah JABOTABEK dengan berbagai jalur distribusi.

Hasil analisis tentang peramalan penjualan pisang cavendish menunjukkan bahwa plot data sudah stasioner. Adapun metode terbaik yang didapatkan adalah ARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 dimana hasil ramalan untuk rata-rata penjualan grade C3 yang dipasarkan pada ritel modern mencapai 23.975 boks atau meningkat dibandingkan pada tahun 2006 yang sebanyak 21.773 boks. Berlainan dengan grade FB, plot data cenderung mengalami trend penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Hasil ramalan

grade FB dengan metode terbaik yaitu Winters Multiplikatif ordo 12, rata-rata penjualan untuk 12 bulan berikutnya adalah sebanyak 2.005 boks atau menurun jika dibandingkan dengan tahun 2006.

Hasil ramalan 12 bulannya, akan digunakan dalam perhitungan proyeksi pengendalian persediaan pisang cavendish. Hasil analisis EOQ atau kuantitas pemesanan optimal, proyeksi pasokan 12 bulan berikutnya untuk grade C3 adalah 3.723 boks dengan frekuensi pengiriman selama 77 kali dalam setahun atau 2 – 3 kali dalam seminggu. Untuk grade FB pesanan optimal sebanyak 691 boks dengan frekuensi pengiriman selama 35 kali dalam setahun atau seminggu 1 – 2 kali. Kondisi pesanan optimal dan frekuensi pengiriman secara umum lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini pula yang membuat biaya persediaan kedua grade tersebut untuk 12 bulan berikutnya mengalami penurunan, dimana pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.612.649.386. dengan penurunan menjadi Rp. 1.116.481.142,36.

Hasil analisis lainnya yaitu persediaan pengaman, menunjukkan bahwa pada 12 bulan berikutnya adalah persediaan mimimum grade C3 sebanyak 2.520 boks, dan

(4)

Saran yang dapat diberikan bagi implikasi manajemen PT. Sewu Segar Nusantara adalah memfokuskan penjualan pisang cavendish pada grade C3 yang memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. Dalam hal pasokan PT. SSN mengupayakan jumlah pasokan yang banyak dengan diimbangi dengan pergiliran hasil produksi yang optimal dari PT. NTF, dan me ngoptimalkan produksi bagi grade

(5)

PT. SEWU SEGARNUSANTARA

Oleh

Derry Andhika Wiwaha NRP A14104662

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis-Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(6)

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Kami menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh :

Nama Mahasiswa : Derry Andhika Wiwaha

Nomor Pokok : A14104662

Judul : Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan

Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara

Bogor, Mei 2007 Menyetujui :

Dosen Pembimbing

Dr. M. Firdaus, SP. MSi. NIP. 132.158.758

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131.124.019

(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA KARYA TULIS TENTANG “

ANALISIS PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH BERDASARKAN HASIL RAMALAN PENJUALAN TIME SERIES TERBAIK UNTUK WILAYAH PEMASARAN JABOTABEK PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Mei 2007

(8)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 31 Desember 1983 sebagai anak

dari pasangan Bapak Ahmad Hidayat dan Ibu Pipih Syaripah. Penulis adalah anak

kedua dari tiga bersaudara.

Semasa hidup penulis sekolah di TK. Rizky pada tahun 1988, SDN

CIHERANG V lulus pada tahun 1995, SMP NEGERI 7 BOGOR lulus pada tahun

1998, dan SMU NEGERI 2 CIBINONG lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis

melanjutkan ke jenjang studi, denga n masuk IPB pada Program DIPLOMA III

Manajemen Agribisnis melalui jalur tes pada tahun 2001. Pada tahun 2005, penulis

melanjutkan studi kembali pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Penulis selama menjadi mahasiswa aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan,

dan mengikuti berbagai acara seminar dan pelatihan yang ada IPB. Penulis pernah

aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) tahun 2002 – 2003

sebagai staf biro Publikasi & Jurna listik, yang kemudian menjadi staf terbaik. Pada

tahun 2003 – 2004 penulis pun aktif kembali di BEM-A sebagai kepala biro

Jurnalistik, yang kemudian pula menjadi staf terbaik.

Penulis pun aktif di Forum Komunikasi Program Studi pada tahun 2001 –

2002 sebagai staf biro Olahraga, pada tahun 2002 – 2003 sebagai Ketua I, dan ketua

panitia Hari Pelepasan Wisuda (HPW) Tahun 2003. Penulis pun hingga sekarang

(9)

Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan

Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara, merupakan hasil penelitian penulis sebagai mahasiswa selama

bulan April – Mei 2007. Penelitian ini didasari kondisi kurang optimalnya antara

pasokan dengan penjualan dan distribusi pisang cavendish di perusahaan tersebut.

Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar permasalahan dan potensi

yang dihadapi dunia agribisnis, khususnya agribisnis pisang cavendish di Indonesia.

Oleh karena itu, kajian ini sekiranya memberikan manfaat bagi penulis sebagai

mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi di Program Sarjana Ekstensi

Manajemen Agribisnis. Namun demikian, dengan segala keterbatasan dan

kekurangan yang dimiiki, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi

berguna bagi PT. Sewu Segar Nusantara.

Kajian ini merupakan wujud maksimal yang dilakukan oleh penulis. Oleh

karena itu tak ada kesempurnaan dibalik kekurangan, saran dan kritik dibutuhkan

dalam perbaikan penelitian ini. Sehingga apa yang harapan dalam penelitian dapat

tercapai dengan sebaik-baiknya.

Bogor, Mei 2007

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT., karena dengan nikmat dan

karunia-NYA Alhamdulliah penulis dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan waktu yang

direncanakan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,

oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, MEc., dan Dr. M. Firdaus, SP.,MSi., selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan mulai dari tahapan

persiapan penelitian hingga akhir penulisan skripsi.

2. Ir. Joko Purwono, MS., selaku dosen penguji utama yang telah memberikan

masukan dan kritikan terhadap skripsi ini.

3. Rahmat Yanuar, SP. MSi., selaku dosen KOMDIK yang telah memberikan

masukan dan kritikan terhadap penulisan skripsi.

4. Akhmad Zacky, selaku pembahas dalam seminar yang telah memberikan

masukan dan kritikan terhadap penulisan skripsi.

5. Ir. Netti Tinaprilla, MM., selaku dosen evaluator dalam kolokium proposal

penelitian yang telah memberikan masukan dan kritikan pada tahap persiapan

penelitian.

6. Kedua orang tercinta yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi

dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan.

7. Bapak Dudi Pramonoharjo, selaku Manajer HRD & General Affairs PT. Sewu Segar Nusantara yang telah memberikan bantuan selama penelitian di perusahaan.

(11)

8. Bapak Fahmi beserta pihak divisi Sales & Marketing PT. Sewu Segar Nusantara, yang telah memberikan informasi tentang penelitian, serta pada seluruh staf

perusahaan yang telah memberikan kemudahan selama penelitian.

9. Reza Anugrah W. dan Adalan Ardana W., selaku kedua saudara kandung yang

telah banyak memberikan keceriaan dan perhatian.

10.Agripa Bukit, M. Zaenal Muttaqin, Sulistiyo, Ade S., Angra Irene Bondar, Siti

Hafsah, Rona Putria, selaku sahabat Angkatan 12 yang telah menjadi curahan

hati, keceriaan, memberikan masukan dan kritikan, dan pengalaman.

11.Yayu Y., Eka N., Ipur Dian A., Dian J., Boyke Indra S., dan Denny K., Ageng

Mubyarto beserta isteri, selaku sahabat terbaik yang selalu memberikan semangat

dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.

12.Alex M., M. Fahrul A., Bina A., Agung A., Herdi R., Ana K., Elsa Firyanza,

Nurul Z. Yanti, Nurul I. H., Raziyah, selaku sahabat terbaik yang telah

memberikan bantuan yang tak ternilai harganya.

13.Iqbal, Taufan, Miranti, Amri, Ika, dan beserta Segenap kru KORAN KAMPUS

1PB yang telah memberikan dukungan dan pengalaman yang menarik.

14.Pihak sekretariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, yang telah

memberikan informasi dan bantuan bagi penulis.

15.Rekan-rekan Ekstensi yang telah berkenan hadir dalam kolokium dan seminar,

dan pada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis

kuliah di Ekstensi.

Akhir kata, Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga amal

Bapak / Ibu dan rekan sekalian mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Bogor, Mei 2007

(12)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Kegunaan Penelitian... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pisang Cavendish ... 9

2.2. Ritel Modern ... 12

2.3. Pasar Tradisional ... 14

2.4. Rantai Pasokan (Supply Chain)... 15

2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu ... 16

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN... 22

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22

3.1.1. Demand dan Supply... 22

3.1.2. Peramalan Time Series ... 24

3.1.3. Economic Order Quantity (EOQ) ... 28

3.1.4. Persediaan Pengaman (Safety Stock)... 31

3.1.5. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) ... 32

3.1.6. Penjualan dan Distribusi... 33

3.1.7. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Mangement/SCM) ... 37

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 39

BAB IV METODE PENELITIAN ... 42

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 42

4.2. Jenis dan Sumber data ... 42

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 44

4.4. Peramalan Time Series ... 44

4.5. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) ... 51

4.6. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)... 52

(13)

BAB V KEGIATAN UMUM PERUSAHAAN ... 54

5.1. Riwayat Perusahaan ... 54

5.2. Kondisi Lingkungan Perusahaan... 55

5.3. Kegiatan Utama Perusahaan... 57

5.3.1. Pengadaan Pasokan ... 57

5.3.2. Penjualan dan Distribusi... 60

BAB VI PERAMALAN PENJUAAN PISANG CAVENDISH ... 65

6.1. Peramalan Penjualan Grade C3 (Sunpride) ... 65

6.2. Peramalan Penjualan Grade FB ... 69

6.3. Implikasi Terhadap Manajemen PT. Sewu Segar Nusantara ... 72

BAB VII PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH ... 74

7.1. Identifikasi Biaya Pemesanan dan Penyimpanan... 74

7.2. Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish ... 76

7.2.1. Analisis EOQ... 76

7.2.2. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)... 82

7.2.3. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)... 85

7.3. Implikasi Terhadap Manajemen Pasokan PT. Sewu Segar Nusantara... 86

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

8.1. Kesimpulan... 88

8.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2002 –

2005 ... 2

2 Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003 ... 3

3 Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar ... 11

4 Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN... 12

5 Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional di DKI Jakarta ... 15

6 Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 17

7 Enam Macam Strategi Distribusi yang Dapat digunakan dalam Pemasaran Produk ... 37

8 Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan Pada Penelitian di PT Sewu Segar Nusantara ... 43

9 Pola ACF dan PACF beserta Model ARIMA ... 49

10 Jalur dan Lokasi Distribusi PT. SSN di Wilayah JABOTABEK... 62

11 Harga Jual Pisang Cavendish di PT. SSN Periode Januari 2006 – Maret 2007 ... 63

12 Volume Penjualan Pisang Cavendish Wilayah Pemasaran JABOTABEK Periode Januari 2006 – Maret 2007 ... 64

13 Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) ... 66

14 Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 ... 68

15 Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh) ... 70

16 Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade FB Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 ... 72

(15)

18 Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB Tahun 2006 ... 75

19 Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Pisang Cavendish Grade C3 dan FB di PT. SSN Tahun 2006 ... 75

20 Biaya Persediaan Masing- masing Grade Pisang Cave ndish di PT. SSN Tahun 2006 ... 76

21 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-Masing Grade Tahun 2006 ... 76

22 Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing- masing Grade Pisang Cavendish Tahun 2006 ... 77

23 Perkiraan Volume Penjualan Pisang Cavendish ... 78

24 Proyeksi Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 dan FB ... 79

25 Proyeksi Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB ... 79

26 Pehitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-Masing Grade 12 Bulan Berikutnya ... 80

27 Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing- masing Grade Pisang Cavendish ... 80

28 Perhitungan Biaya Pemesanan & Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB di PT. SSN Untuk 12 Bulan Berikutnya ... 81

29 Proyeksi Biaya Persediaan Masing- masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN... 82

30 Perhitungan Waktu Tunggu Rata-Rata dan Standar Deviasi Grade C3 dan FB ... 83

31 Perbandingan Persediaan Maksimum Pisang Cavendish Grade C3 dan FB Pada Tahun 2006 dengan Proyeksi 12 Bulan ke Depan ... 85

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Permintaan dan Penawaran Turunan Serta Marjin Tataniaga ... 23

2 Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan ... 29

3 Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ ... 30

4 Karakeristik Sistem Pemesanan Kembali ... 33

5 Variasi Saluran Distribusi ... 35

6 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian... 41

7 Proses Produksi Pisang Cavendish Pada PT. Sewu Segar Nusantara ... 59

8 Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) Periode Januari 2004 – Maret 2007... 65

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Struktur PDB Menurutu Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha

Tahun 2003 – 2004 dan Triwulan 1 2004 – 2005 (Persentase) ... 93

2 Struktur Organisasi PR. Sewu Segar Nusantara... 94

3 Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 ... 95

4 Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 ... 96

5 Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade FB ... 97

6 Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade FB... 98

7 Laju Perubahan (?) Biaya Pemesanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Pada Tahun 2006 ... 99

8 Laju Perubahan (?) Biaya Penyimpanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Pada Tahun 2006 ... 100

9 Perhitungan Persediaan Pengaman Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya ... 101

(18)

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak pertumbuhan

perekonomian Indonesia, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk

Domsetik Bruto (PDB). Pada Lampiran 1 mengenai struktur PDB sektor ekonomi

dan lapangan usaha tahun 2003 – 2005, untuk triwulan pertama tahun 2005

kontribusi sektor pertanian terhadap PDB menempati urutan ketiga dengan

persentase sebesar 15,21 persen, setelah sektor industri pengolahan sebesar 28,08

persen dan sektor perdagangan sebesar 16,06 persen. Pada era pemerintahan saat

ini sektor pertanian mendapatkan perhatian besar, melalui program Revitalisasi

Pertanian pada subsektor pangan, perkebunan, dan hortikultura.

Hortikultura sebagai subsektor pertanian peranannya diharapkan mampu

menunjang pembangunan ekonomi nasional. Komoditas hortikultura terdiri dari

komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman obat-obatan serta tanaman hias.

Dilihat dari segi ekonomi, tanaman hortikultura memiliki nilai jual yang tinggi,

sehingga berdaya saing dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam

sistem agribisnis. Salah satu jenis komoditas hortikultura yang memiliki nilai

komersial yang cukup tinggi adalah buah-buahan. Konsumsi buah-buahan

masyarakat Indonesia pada tahun 2002 mencapai 40 kg/kapita/tahun1. Hal ini

menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan masyarakat

1

www.kompas.com. Selasa, 9 Juli 2002. Jannes Eudes Wawa. “Gerakan Peningkatan Konsumsi

(19)

Indonesia, maka diperlukan produksi yang kontinyu, penangangan pasca panen,

serta penyaluran yang merata di seluruh Indonesia.

Berdasarkan perkembangan ekspor buah-buahan tropis Indonesia pada

tahun 2003 – 2005 yang terdapat pada Tabel 1, rata-rata mengalami fluktuasi

volume dan nilai ekspor. Hal ini terlihat pada salah satu komoditas yaitu pisang

yang mengalami fluktuasi volume ekspor dan nilainya pada tahun 2003 yaitu

10.615 kg dengan nilainya sebesar US$ 7.899, dan mengalami peningkatan

volume pada tahun 2004 sebesar 992.505 kg dengan nilai sebesar US$ 722.772.

Namun pada tahun 2005 terjadi penurunan volume menjadi 745.247 kg dengan

nilai ekspor US$ 266.179. Perkembangan ekspor ini menandakan bahwa,

komoditas buah-buahan Indonesia masih diminati oleh konsumen luar negeri, dan

mampu bersaing dengan buah-buahan lainnya di pasar internasional.

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2003 – 2005

Komoditas

Tahun

2003 2004 2005

Volume (Kg)

Nilai (US $)

Volume (Kg)

Nilai (US $)

Volume (Kg)

Nilai (US $) Manggis 9.304.511 9.306.042 3.045.379 3.291.855 5.795.468 4.734.103 Pepaya 187.972 231.350 524.686 1.301.371 40.704 77.877 Pisang 10.615 7.899 992.505 722.772 745.247 266.179 Nenas 2.284.432 2.315.283 2.431.263 529.122 90.571 74.451 Jambu 47.871 49.843 106.274 102.074 6.617 3.092 Jeruk 85.920 22.026 632.996 517.554 187.664 93.750 Mangga 559.224 460.674 1.879.664 2.013.390 87.205 109.851 Rambutan 604.006 958.850 134.772 117.336 - - Buah

tropis

lainnya 984.820

523.031

1.341.923 794.924 946.471 512.090

Sumber : Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2005

Komoditas unggulan buah-buahan nasional adalah mangga, manggis,

(20)

buah-buahan nasional yang tersedia sepanjang tahun dan tersebar di berbagai

propinsi. Pada Tabel 2 dapat dilihat produksi pisang pada beberapa daerah sentra

produksi di Indonesia. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa propinsi

Jawa Barat merupakan daerah penghasil terbesar pisang diikuti oleh Jawa Timur,

Lampung, serta beberapa daerah lainnya di Indonesia. Hal ini terlihat dari

produksi pisang pada sentra-sentra produksi seperti di Jawa Barat sebanyak

1.449.120 ton, Jawa Timur sebanyak 873.616 ton, dan propinsi Lampung

mencapai 319.081 ton.

Tabel 2. Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003

Propinsi Produksi (ton)

Jawa Barat 1,449,120

Jawa Timur 873,616

Lampung 319,081

Bali 122,200

Nusa Tenggara Timur 186,412 Sulawesi Selatan 162,310

Sumatera Utara 118,808

Banten 225,720

Jawa Tengah 495,518

Sumber: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2005

Pisang di Indonesia ada beberapa jenis antara lain pisang ambon, pisang

raja, pisang barangan, pisang cavendish, dan beberapa pisang lainnya yang

disesuaikan dengan nama daerah asalnya. Pisang cavendish merupakan salah satu

jenis pisang yang dikonsumsi oleh 80 % total konsumen luar negeri2.

Pisang cavendish (Musa cavendishii) sudah dibudidayakan di Indonesia, namun bukan merupakan jenis pisang asli Indonesia. Pisang cavendish berasal

dari Negara Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an. Daerah-daerah

pembudidayaan di Indonesia terdapat di Way Jepara, Lampung dan Halmahera,

2

(21)

Maluku. Salah satu perusahaan yang memproduksi pisang cavendish di Indonesia

adalah PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada di daerah Lampung.

PT. NTF hanya memproduksi pisang cavendish, sedangkan pemasarannya

dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) yang berada di daerah

Tangerang. PT. SSN memasarkan pisang cavendish ke berbagai wilayah di

JABOTABEK, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Jogyakarta.

PT. SSN selain memasarkan pisang cavendish sebagai komoditas

utamanya, juga memasarkan beberapa jenis buah-buahan segar lainnya seperti

melon, semangka, pepaya, mangga, rambutan, jeruk, pisang mas, apel dan pear.

Tujuan akhir pemasaran PT. SSN ada tiga yaitu ritel modern, pasar tradisional,

dan Hotel, Restoran, dan Katering (HOREKA). Lebih dari 50 persen produk PT.

SSN didistribusikan ke ritel-ritel modern seperti HERO, Carrefour, Giant,

Matahari dan sebagainya. Sedangkan untuk pasar tradisional mencapai 25 persen

dari total distribusi dan HOREKA sekitar 25 persen.

Pasokan pisang cavendish yang tersedia untuk merek Sunpride, Sunfresh,

dan non- merek lainnya, dan distribusi yang luas pada berbagai pasar di wilayah

pulau Jawa, membuat PT. SSN harus dapat mempertahankan kontinuitas dan

pasokan produknya agar selalu tersedia setiap waktu. Dengan hal ini PT. SSN

secara tepat telah menerapkan manajemen rantai pasokan (supply chain

management/SCM) pisang cavendish mulai dari proses pasokan dari PT. NTF hingga di distribusikan ke konsumen.

1.2. Rumusan Masalah

PT. SSN merupakan distributor pisang cavendish dengan merek dagang

(22)

pasar pisang cavendish merek Sunpride merupakan yang terbesar bagi perusahaan

yaitu sebanyak 50 persen dan selebihnya merek Sunfresh dan jenis lainnya.

Perusahaan menetapkan pasar ritel modern sebagai pasar terbesarnya, karena jenis

pisang ini lebih diminati oleh konsumen middle-up.

Distribusi merupakan kegiatan utama dari PT. SSN, dalam kegiatannya

pisang cavendish yang didistribusikan menggunakan prinsip FIFO (First in first

out) sesuai pesanan dari konsumen atau pelanggan. Untuk kegiatan pendistribusian ke ritel modern yang berskala besar seperti HERO Group,

Matahari Group, Superindo, Carrefour dan sebagainya. Pasokan pisang cavendish

pada ritel tersebut dikirim setiap satu hari sekali sesuai pesanannya sebanyak 700

– 800 boks, begitu juga pada ritel modern yang berskala kecil seperti toko buah

frekuensi pengiriman 2 – 3 hari. Pada pasar tradisional danHOREKA pesanan

pisang cavendish dikirim sebanyak 400 – 500 boks.

Pasokan pisang cavendish di PT. SSN sepenuhnya berasal dari PT. NTF.

Kedua perusahaan merupakan grup usaha dari Gunung Sewu selaku induk

perusahaan dengan PT. Great Giant Pineapple selaku pemegang saham

terbesarnya. PT. NTF dan PT. SSN sebelumnya memasarkan pisang cavendish

untuk pasar ekspor, namun karena terjadi permasalahan budidaya maka

pemasarannya dialihkan ke dalam negeri.

PT. NTF memasok pisang cavendish ke PT. SSN melalui sistem

pesanan-pembelian (purchase order) sesuai dengan pesanan dari pihak konsumen atau pelanggan. Pesanan disesuaikan menurut grade atau mutu buah yang diinginkan pelanggan dan persediaan pisang cavendish yang berada di PT. NTF. Untuk

(23)

sebanyak tiga kali dalam seminggu dengan rata-rata pasokan mencapai 10.000 –

14.000 boks atau rata-rata setiap bulannya mencapai 50.000 boks (Handayani,

2005). PT. SSN memperoleh pasokan pisang cavendish dari PT. NTF dalam

bentuk belum matang dan sudah dikemas dalam boks berdasarkan mereknya.

Dalam manajemen distribusi pisang cavendish pada PT. SSN, memiliki

keterkaitan yang sangat erat dengan PT. NTF. Keterkaitan antara keduanya dalam

rantai pasokan, membuat jika pasokan pisang cavendish tidak dalam jumlah

banyak dari PT. NTF, maka secara langsung pesanan yang akan dikirim kepada

pelanggan oleh PT. SSN akan sedikit. Begitu juga apabila kualitas pisang

cavendish yang ada di PT. NTF tidak dalam kondisi baik, misalnya untuk pasar

ritel modern yang menginginkan grade C3 dengan merek Sunpride, maka PT. SSN akan menyediakan dan mendistribusikan pisang cavendish bagi pelanggan

yang bukan ritel modern.

Pada akhirnya profit penjualan PT. SSN akan menurun, untuk itu diperlukan peramalan tentang penjualan pisang cavendish di PT. SSN, agar

terestimasi antara kebutuhan pasokan dengan pendistribusiannya, sehingga PT.

SSN dapat merencanakan penjualan dan distribusi grade pisang cavendish yang memiliki profit tinggi. Berdasarkan hasil peramalan ini, maka akan digunakan sebagai dasar untuk pengendalian pasokan pisang cavendish di PT. SSN.

Dalam kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN

memiliki kendala utama pada PT. NTF, yaitu akan kekurangan stock apabila kondisi cuaca di daerah produksi di Way Jepara, Lampung dalam keadaan musim

kemarau, sedangkan pada musim penghujan produksi akan berlimpah (Handayani,

(24)

mengendalian antara jumlah pasokan pisang cavendish yang tersedia di PT. NTF,

sehingga PT. SSN dapat menjual pisang cavendish sesuai dengan pesanan

pelanggan.

Dari masalah- masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang

dihadapi oleh PT. SSN sebagai berikut :

1. Bagaimana manajemen rantai pasokan dan distribusi pisang cavendish yang

dilakukan oleh PT. SSN ?

2. Bagaimana ramalan penjualan pisang cavendish untuk 12 bulan ke depan di

PT. SSN ?

3. Bagaimana keadaan optimal pasokan pisang cavendish untuk 12 bulan ke

depan di PT. SSN ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian tentang peramalan penjualan dan optimalisasi

pasokan pisang cavendish di PT. SSN adalah :

1. Mengidentifikasikan manajemen rantai pasokan dan distribusi pisang

cavendish yang dilakukan oleh PT. SSN.

2. Meramalkan penjualan 12 bulan ke depan untuk masing- masing pisang

cavendish di PT. SSN.

3. Menganalisis keadaan optimal pasokan masing- masing pisang cavendish

(25)

1.4. Kegunaan

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, penelitian memberikan ilmu dan wawasan dalam agribisnis

buah-buahan.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini berguna sebagai bahan referensi dan masukan

yang objektif, sehingga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam

pengembangan usaha kedepannya.

3. Bagi pembaca, penelitian memberikan bahan bacaan yang bermanfaat, dan

diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah manajemen pengadaan dan

distribusi pisang cavendish di PT. SSN dengan cakupan sebagai berikut :

1. Produk difokuskan pada grade pisang cavendish kemasan boks yang terdiri dari C3 (Sunpride), dan FB (Sunfresh). Hal ini terkait dengan jumlah

penjualannya yang relatif konstan setiap bulan dalam beberapa tahun terakhir.

2. Sumber data yang digunakan adalah berdasarkan pada data penjualan bulanan

pisang cavendish.

3. Wilayah pemasaran difokuskan pada kawasan JABOTABEK untuk ritel

modern, dan pasar tradisional. Hal ini didasarkan atas market share terbesar PT. SSN dari penjualan pisang cavendish, sehingga pada berbagai cabang dan

jalur distribusi lainnya yang dimiliki tidak menjadi objek dari penelitian ini.

4. Manajemen produksi di PT. NTF tidak akan dianalisis secara spesifik,

walaupun nantinya akan berhubungan langsung dengan PT. SSN dalam

(26)

2.1. Pisang Cavendish

Pisang (Musa spp) adalah komoditas buah-buahan yang menjadi unggulan hortikultura di Indonesia. Tanaman pisang dapat dengan mudah ditemukan pada

berbagai tempat. Tanaman pisang di Indonesia berada pada sentra-sentra produksi

di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Jawa Tengah, sehingga tak

jarang nama jenis pisang sering disesuaikan dengan nama daerah asal tanamnya.

Pisang bagi masyarakat Indonesia bia sanya sebagai makanan penutup,

karena mengandung vitamin yang berguna untuk menjaga kesehatan tubuh dan

baik juga dikonsumsi untuk makanan diet. Pisang selain untuk dikonsumsi

langsung dapat diolah menjadi keripik pisang, selai pisang, dan bubur pisang.

Jenis-jenis pisang dibagi menjadi empat macam yaitu3 :

1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu pisang cavendish, pisang

Ambon, pisang susu, pisang Raja, pisang Barangan, dan pisang mas.

2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu pisang nangka, pisang

tanduk, dan pisang kepok.

3) Pisang berbiji yaitu pisang batu dan pisang klutuk.

4) Pisang yang diambil seratnya yaitu pisang Manila (abacca).

Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan salah satu jenis pisang bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Pisang cavendish secara komersial

lebih banyak di konsumsi oleh segmen middle-up, karena jenis pisang ini kurang

3

(27)

begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia dan juga memiliki harga yang relatif

mahal dibanding pisang lainnya. Pada pasaran dunia pisang cavendish merupakan

komoditas unggulan di berbagai negara seperti di Amerika Serikat, Brazil, dan

Philipina, dimana beberapa perusahaan ternama yang memproduksi pisang

cavendish adalah Chiquita, dan Del Monte Produce.

Pelaku agribisnis di Indonesia yang memproduksi pisang cavendish tidak

begitu banyak. Beberapa perusahaan yang terlibat dalam industri pisang

Cavendish di Indonesia adalah PT. Bina Purna Usaha Tama, dan PT. Nusantara

Tropical Fruit (PT. NTF). PT. NTF merupakan salah satu perusahaan yang terlibat

dalam produksi pisang cavendish. Perusahaan tersebut bekerjasama dengan Del

Monte Produce untuk memproduksi pisang cavendish untuk tujuan ekspor dengan

luasan 2000 hektar di Way Jepara, Lampung.

Untuk mengenalkan pisang cavendish agar dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia, PT. NTF menjalin mitra kerjasama dengan PT. Sewu Segar Nusantara

(PT.SSN) sebagai distributor pisang cavendish dengan nama merek Sunpride, dan

Sunfresh. Hingga sekarang pisang cavendish sudah dikonsumsi oleh sebagian

masyarakat Indonesia khususnya di wilayah JABOTABEK.

Pisang cavendish di Indonesia dipasarkan pada segmen tertentu dengan

berbagai ciri atau keunikan dibandingkan jenis pisang lainnya seperti kulit tipis

berwarna kuning muda, daging buah kuning, rasa manis, dan aroma khas.

Pengkelasan (grade) pisang cavendish disesuaikan dengan pasar yang dituju yaitu kelas A, kelas B, dan Kelas C. Pengkelasan ini dibedakan atas dasar ukuran

bobot, panjang jari, warna buah, kesegarannya, dan kebersihan kulit. Pada Tabel

(28)

pada kelas A ukuran bobot per sisir sebesar 3 kg, kelas B 2,5 – 3 kg, dan kelas C 2

– 2,4 kg.

Tabel 3. Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar

Kriteria Kelas Mutu

Kelas A Kelas B Kelas C

Ukuran bobot / sisir (kg) > 3,0 2,5 – 3,0 2,0 – 2,4

Panjang jari (cm) = 17,0 15 - 16,9 13,0 14,9

Diameter (cm) 3,5 – 4 3,5 – 4 3,5 – 3

Warna buah Kuning merata Kuning merata Kuning

Kesegaran (%) 95 – 100 90 – 94 80 – 89

Permukaan Kulit Mulus,tidak

berbintik-bintik

Mulus,tidak berbintik-bintik

agak mulus

Sumber : DEPTAN, 2003

Pengkelasan pisang cavendish dengan berbagai kriteria dilakukan oleh

salah satu perusahaan yang terlibat dalam distribusi pisang cavendish yaitu

PT.SSN. Perusahaan mengkelaskan pisang cavendish berdasarkan warna, rasa,

panjang, jumlah sisiran, dan tingkat kememaran (bruises). Pada Tabel 4 menurut Handayani (2005), PT. SSN memberikan label merek yang menandakan kualitas

pisang cavendish berdasarkan gradenya, sebagai contoh pada grade C3 diberikan nama merek Sunpride yang dipasarkan untuk ritel modern yang mempunyai ciri

berwarna kuning mulus, rasa yang manis, panjang minimal 3,9 inchi, jumlah

sisiran antara 3 – 8, dan toleransi bruises kecil.

Pada grade lainnya yaitu Finger Besar (FB) diberikan label merek Sunfresh yang dipasarkan pada pasar tradisional dengan ciri berwana kuning

mulus, rasa yang manis, toleransi bruises agak banyak dari C3, ukuran sama dengan C3, dan jumlah sisiran 2 – 3. Perbedaan karakteristik antara grade

(29)

Tabel 4. Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN

Sumber : Handayani, 2005

2.2. Ritel Modern

Industri ritel di Indonesia adalah sektor yang mampu bertahan di tengah

krisis dalam beberapa tahun terakhir. Sampai akhir tahun 2002, jaringan ritel di

Indonesia telah mencapai 2.069 gerai yang tersebar diseluruh Indonesia, terdiri

dari minimarket 972 gerai, supermarket 683 gerai, department store 376 gerai, dan hypermarket 38 gerai. Perkembangan pasar modern yang pesat tersebut ternyata belum diikuti oleh perkembangan pasar tradisional. Jumlah pasar

tradisional yang ada pada tahun 1997 sebanyak 10.381 unit dan bertambah di

tahun 1999 menjadi 10.430 unit atau meningkat hanya 0,47%4.

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat

yang menghendaki kenyamanan berbelanja (convenience), kepastian harga, dan keanekaragaman barang kebutuhan membuat ritel modern menjadi alternatif

4

www.kppu.go.id. Seminar Retail Nasional, Jakarta 25 Januari 2007. Keynote speech Menteri

Perdagangan RI : Mari Elka Pangestu.

Grade Nama Merek Karakteristik

C3 SUNPRIDE Warna kuning mulus, rasa manis, panjang

minimal 7,5 inchi lebar minimal 3,9 inchi, jumlah sisiran antara 3 – 8, toleransi bruises kecil Finger Besar

(FB)

SUNFRESH Wana kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises

agak banyak dari C3, ukuran sama dengan C3, jumlah sisiran 2 – 3

Finger Besar (FB1)

Tidak Bermerek Karakteristik buah sama dengan FB, hanya jumlah sisiran satu-satu

Finger Sedang (FS)

Tidak Bermerek Warna kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises

sama dengan FB, panjang minimal 6.5 inchi, jumlah sis iran 2 – 3

Finger Sedang 1(FS1)

Tidak Bermerek Kriteria sama dengan FS, namun jumlah sisiran satu-satu

Finger Kecil (FK)

Tidak Bermerek Warna kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises

sama dengan FS 1, panjang minimal 5.5 inchi, jumlah sisiran 2 – 3

Finger Kecil 1(FK 1)

(30)

berbelanja kebutuhan sehari- hari. Oleh karena itu, para ritel modern seperti

Sarinah, Hero, Matahari, Sogo, dan Carrefour, akan semakin bersaing untuk

senantiasa meningkatkan kualitas baik cara pengolahan, penampilan toko, maupun

menambah jumlah gerainya di berbagai tempat (Somantri, 2005).

Potensi pasar yang luas dengan didukung daya konsumsi masyarakat

Indonesia yang tinggi, membuat para peritel mendirikan dan menambah jumlah

gerainya. Hal ini berdampak pada persaingan yang semakin ketat dalam

memperebutkan pasar (CIC, 2003). Namun keberadaan ritel modern secara

langsung menurunkan daya beli masyarakat pada pasar tradisional, karena

memang ritel modern memiliki tempat yang nyaman dan terjangkau oleh

masyarakat baik di kawasan perumahan, perkotaan maupun berdekatan dengan

pasar tradisional5.

Dalam ritel modern biasanya selalu ada ritel atau pengecer dengan skala

besar, namun tidak semua ritel berada dalam tempat tersebut. Menurut Somantri

(2005) pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta, atau

koperasi dalam bentuk Mall, Supermarket, Departement store, dan Shopping

center. Pengelolaan pasar modern dilakukan secara modern ya ng mengutamakan pelayanan, kenyamanan berbelanja, bermodal besar, dan dielngkapai denga n label

harga yang pasti. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) DKI Jakarta

No.2 Tahun 2002 bahwa ritel modern dibedakan menjadi empat golongan yaitu

mini swalayan atau minimarket, pasar swalayan atau supermarket, pasar serba ada

(departement store atau hypermarket), dan perkulakan atau grosir.

5

www.bisnis.com. Rabu, 15/06/2005 (update pada 6 November 2006). Linda Tetty Silitonga, dan

(31)

Menurut Aini (2005) ritel modern dibedakan atas dasar ukuran dan jenis

barang yang dijual yaitu minimarket, supermarket, hypermarket, special store, dan departement store. Minimarket merupakan toko dengan luasan kurang dari 150 m2 yang menjual berbagai macam produk konsumsi. Ritel ini sudah ada di

Indonesia sejak tahun 1988 dan hingga sekarang perkembangan bisnis ini menjadi

waralaba (franchise) seperti Alfamart, dan Indomaret. Jenis ritel lainnya yaitu supermarket yang merupakan toko dengan luasan antara 500 – 4000 m2.

Supermarket umumnya menjual berbagai macam produk segar dan kebutuhan

primer manusia. Ritel ini berada pada wilayah perkotaan, adapun di Indonesia

contohnya adalah Superindo, Matahari dan Hero (Susilowati, 2005).

Ritel modern lain yang kini sedang berkembang di Indonesia adalah

hypermarket. Ritel ini menjual berbagai ribuan produk baik produk segar maupun

kebutuhan lainnya, dan ukurannya tempatnya lebih luas yaitu = 8000 m2.

Hypermarket di Indonesia merupakan ritel yang dikembangkan oleh peritel luar

negeri seperti Carrefour, Wall-Mart, sehingga peritel lokal pun bersaing dengan

membentuk hypermarket seperti Giant milik Hero Group dan Hypermart milik

Matahari Group.

2.3. Pasar Tradisional

Pasar tradisional (wet market) di Indonesia sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Perkembangan pasar tradisional yang selalu identik dengan segmen

menengah ke bawah (middle-low) masih memberikan kontribusi yang berarti bagi sektor ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Keberadaan pasar

tradisional secara langsung menentukan arus barang dari berbagai saluran

(32)

Perkembangan pasar tradisional secara langsung mengalami persaingan

dari pasar ritel modern. Jumlah pasar tradisional yang ada pada tahun 1997

sebanyak 10.381 buah dan bertambah di tahun 1999 menjadi 10.430 buah atau

meningkat hanya 0,47%. Dengan produk yang lebih berkualitas dan harga yang

tidak jauh berbeda dibandingkan dengan pasar tradisional, membuat konsumen

lebih memilih ritel modern sebagai tempat membeli.

Keberadaan tempat ritel modern dan pasar tradisional yang tidak begitu

jauh membuat konsumen pun lebih memilih berbelanja ke ritel modern. Untuk

mengurangi keberadaan ritel modern pada salah satu propinsi yaitu DKI Jakarta

mengatur tentang jarak antara ritel modern dengan pasar tradisional berdasarkan

Peraturan Daerah (PERDA) No.2/2002. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5

mengenai aturan jarak antara ritel modern dengan pasar tradisional di DKI

Jakarta.

Tabel 5. Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional di DKI Jakarta

Luas ritel modern (m2) Jarak dengan Pasar Tradisional

100 -200 0,5 km

200 - 1.000 1 km

1.000 - 2.000 2 km

= 4.000 2,5 km

Sumber: PERDA DKI Jakarta No.2/2002

2.4. Rantai Pasokan (Supply Chain)

Rantai pasokan produk pada dasarnya bertujuan untuk memaksimumkan

nilai yang ada, meminimalkan berbagi biaya, dan memuaskan pelanggan.

(33)

pemasok sangat penting terhadap keberadaan berbagai produk di pasar terutama

bagi ritel modern, yang kekuatannya terletak pada banyak produk atau merek

yang berada di outletnya.

Pemasok tentunya memiliki pelanggan tetap, apalagi memiliki

ketergantungan produk yang dipasoknya. Biasanya pemasok yang sudah

memiliki brand dan memiliki kekuatan tawar- menawar yang kuat, maka akan ditempatkan pada display khusus oleh pelanggan. Pelayanan khusus atau hak eksklusif ini tentunya memberikan keuntungan win-win solution bagi pelanggan dan pemasok.

2.5. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Terkait dengan penelitian yang dilakukan yaitu tentang peramalan

penjualan dan optimalisasi pasokan di PT. SSN, ada beberapa penelitian terdahulu

yang relevan baik tentang metode analisis, sistem pasokan dan distribusi, serta

pasar. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh Septiati (2002) mengenai

optimalisasi pengadaan dan distribusi produk buah-buahan di Moenaputra

Nusantara, Sutarya (2003) megenai optimasi produksi dan distribusi sayuran di

PT. Pacet Segar, dan Ismail (2007) mengenai ana lisis perencanaan pengendalian persediaan optimal pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi. Mengenai

hasil penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dapat dilihat pada Tabel 6.

Penelitian yang berlokasi di PT. SSN sudah ada beberapa yang

melakukannya. Adapun penelitian yang telah dilakukan adalah analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan

(34)

pengembangan bisnis buah segar pada PT. Sewu Segar Nusantara (Handayani,

[image:34.596.109.508.181.428.2]

2005).

Tabel 6. Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tahun Penulis Judul Metode Hasil Penelitian

2002 Nila Septiati

Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Produk Buah-buahan Segar di PT Moenaputra Nusantara Jakarta

Profit Marjin, & Metode Transportasi

Mendekati Kondisi Optimal antara pusat pengadaan buah dengan pelanggan

2003 Sutarya Optimasi Produksi dan Distribusi Sayuran di PT. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat

Linear Programming

Belum dalam kondisi optimal baik dalam produksi maupun distribusi 2007 Ismail Analisis

Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal Pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi

Peramalan, EOQ, Safety Stock¸dan titik pemesanan kembali

Model Peramalan yang sesuai adalah SARIMA

Septiati (2002) melakukan penelitian tentang optimalisasi pengadaan dan

distribusi produk buah-buahan segar di PT. Moenaputra Nusantara Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengadaan dan distribusi yang

dilakukan oleh perusahaan tersebut, mengetahui profit marjin dan imbangan

penerimaan biaya (R/C), serta mengetahui komposisi pengadaan dan distribusi

yang optimal. Untuk menganalisis tujuan digunakan software MS.Excel dan LINDO.

Hasil penelitian pola pengadaan buah-buahan di PT. Moenaputra

Nusantara Jakarta terdiri dari petani, pedagang pengumpul, dan pasar induk,

dengan jumlah penawaran tertinggi berasal petani dengan sebesar 64, 88 %.

(35)

jumlah permintaan tertinggi berasal dari kelompok eceran yaitu sebesar 77,04 %.

Adapun buah-buahan yang didistribusikan terdiri dari buah kontinyu dan buah

musiman, dengan buah-buahan yang menjadi unggulan adalah melon, semangka

merah, dan semangka kuning.

Berdasarkan analisis profit marjin yang terbesar adalah buah melon, dan semangka merah, sedangkan yang memiliki profit marjin terkecil adalah

bangkuang. Hasil nilai R/C menunjukkan buah-buahan kontinyu memiliki nilai

R/C rata-rata 1,14, sedangkan untuk buah-buahan musiman rata-rata dari nilai R/C

adalah 1,12.

Hasil analisis komposisi pengadaan dan distribusi dengan Model

Transportasi diperoleh dengan nilai fungsi tujuan yang meminimumkan biaya

adalah sebesar Rp 1.921.344.000, sedangkan dengan pengadaan dan distribusi

yang dilakukan oleh PT. Moenaputra Nusantara tahun 2001 pada semester 1

adalah sebesar Rp 1.922.687.889, terdapat selisih nilai total biaya pengadaan dan

distribusi sebesar Rp 1.343.136. Hal ini menunjukkan bahwa pola pengadaan dan

distribusi telah mendekati kondisi optimal, sehingga tidak jauh berbeda dengan

kondisi aktualnya. Begitu juga pada semester 2 hasilnya mendekati kondisi

optimal. Perbedaan yang mendasar dari kondisi aktual dengan optimal adalah

besarnya alokasi dari pusat pengadaan ke tujuannya. Dalam hal ini adala h

pengambilan keputusan mengenai pusat pengadaan mana saja yang akan

menyalurkan produk buah-buahan tersebut kepada pelanggan.

Sutarya (2003) melakukan penelitian tentang optimasi produksi dan

distribusi sayuran di PT. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan

(36)

kombinasi distribusi berdasarkan hasil produksi optimal, dan mengetahui

sensitivitas solusi optimal dalam kaitan dengan ketersediaan sumberdaya dan

keuntungan perusahaan tanpa mengubah kondisi optimal. Alat analisis yang

mendukung tentang penelitian ini adalah melalui permodelan dengan linear

programming dengan bantuan software LINDO.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sutarya (2003) penggabungan

aktivitas produksi dan distribusi dalam satu model, dimaksudkan agar hasil

optimal yang diperoleh dapat didistribusikan secara optimal sehingga mencapai

keuntungan maksimal. Hasil penelitian dalam produksi menunjukkan bahwa 10

jenis sayuran buah rata-rata baru berproduksi sebanyak 36,65 % dari kondisi

optimal, 10 jenis sayuran daun rata-rata baru berproduksi sebanyak 38,18 % dari

kondisi optimal, sedangkan 10 jenis sayuran umbi, bunga, dan tunas rata-rata baru

berproduksi sebanyak 37,31 % dari kondisi optimal, dan jenis sayuran unggulan

rata-rata baru berproduksi sebanyak 37,31 % dari kondisi optimal.

Hasil analisis dalam distribusi menunjukkan bahwa sayuran buah, daun,

umbi, bunga, tunas, dan sayuran unggulan ke beberapa swalayan tertentu masih

belum optimal. Hal ini dikarenakan, terdapat perbedaan alokasi distribusi optimal

antara sayuran yang diolah pada model sesuai kelompoknya dengan sayuran yang

diolah pada kelompok sayuran unggulan. Berdasarkan tiga kelompok sayuran,

maka yang memberikan keuntungan kotor terbesar adalah jenis sayuran daun yang

mencapai Rp 18.143.070, dan yang terendah adalah pada sayuran buah dengan

keuntungan kotor sebesar Rp 14.295.560.

Ismail (2007) melakukan penelitian tentang analisis perencanaan

(37)

SSKPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan manajemen

persediaan yang dilakukan oleh PT. SSKPS, menganalisis metode peramalan yang

paling akurat dalam memprediksi volume penjualan produk-produk Sosro dan

meramalkan untuk 12 bulan ke depan, serta menghitung perencanaan persediaan

yang optimal berdasarkan hasil permalan penjualan. Metode penelitian yang

digunakan adalah berbagai teknik peramalan, Economic Order Quantity (EOQ), serta analisis persediaan pengaman dan analisis titik pemesanan kembali.

Hasil penelitian tentang peramalan menunjukkan terdapat pola data

penjualan bulanan Teh Botol Sosro (TBS) dan Fruit Tea Genggam (FTG) dari

bulan Januari 2002 – Desember 2006 memiliki unsur trend dan musiman. Berdasarkan hasil analisis untuk penjualan TBS diperoleh model yang paling

sesuai adalah SARIMA (0,0,2)(2,2,0)12 dengan nilai MSE sebesar 4.442.527.

Untuk model peramalan yang paling sesuai untuk penjualan FTG yaitu SARIMA

(0,0,1)(1,0,0)12 dengan nilai MSE 166.345. Hasil penelitian lainnya dengan

metode EOQ, menunjukkan bahwa untuk TBS sebaiknya setiap kali memesan

sebanyak 4.872 krat dengan frekuensi pemesanan sebanyak 57 kali, sedangkan

untuk FTG setiap kali memesan sebaiknya kuantitas pemesanannya adalah 1.387

karton dengan frekuensi 19 kali dalam setahun.

Analisis persediaan pengaman dengan pendekatan tingkat pelayanan (level

service approach) menunjukkan persediaan pengaman yang optimal untuk TBS adalah sebesar 4.122 krat, dan untuk FTG sebesar 347 karton. Dengan adanya

persediaan pengaman ini, maka biaya peyimpanan perusahaan akan bertambah

sebesar Rp 119.022.750, sedangkan untuk FTG sebesar Rp 10.769.839. Hal ini

(38)

SSKPS. Analisis titik pemesanan kembali menunjukkan periode tahun 2007,

perusahaan harus memesan pada saat persediaan TBS mencapai 5.285 krat dengan

selang waktu pemesanan 6 hari, sedangkan untuk FTG mencapai 457 karton

dengan selang waktu 19 hari.

Relevansi terhadap penelitian-penelitian di atas terhadap penelitian yang

akan dilakukan, memiliki persamaan terhadap alat analisis dan metode yang

digunakan yaitu berbagai teknik peramalan, analisis Economic Order Quantity (EOQ), persediaan pengaman, dan analisa titik pemesanan kembali. Pemilihan metode- metode tersebut, didasarkan pada analisa untuk memecahkan masalah

yang ada di PT. SSN terhadap distribusi dan pasokan pisang cavendish pada

wilayah pemasaran di JABOTABEK. Perbedaan dengan penelitian-penelitian

terdahulu, adalah hasil ramalan akan digunakan untuk perhitungan pengendalian

(39)

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Permintaan dan Penawaran

Secara umum dalam teori ekonomi menurut Limbong dan Sitorus (1988)

permintaan terhadap suatu komoditas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dx = f

?

fx{Hx, Hy, T, Pop, I,..} Keterangan :

Dx = Permintaan Komoditas x

Hx = Harga komoditas X(kondisi ceteris paribus); Hy = Harga barang Y (Komplemen/subtitusi); T = Selera konsumen;

Pop = Jumlah penduduk; I = Daya beli masyarakat.

Pada tingkat produksi atau produsen menurut teori ekonomi mewakili sisi

penawaran suatu komoditas. Secara umum penawaran suatu komoditas dapat

dipengaruhi oleh faktor harga barang sendiri dan harga barang lain, teknologi

yang digunakan, dan tujuan perusahaan dengan rumus sebagai berikut :

Sx = f

?

fx{Hx, Hy, T,...} Keterangan :

Dx = Permintaan Komoditas x;

Hx = Harga komoditas X(kondisi ceteris paribus); Hy = Harga barang Y (Komplemen/subtitusi); T = Perkembangan Teknologi.

Permintaan di tingkat konsumen dalam teori ekonomi tidak langsung

berhadapan dengan penawaran, namun diantara koduanya dihubungkan oleh suatu

sistem tataniaga atau pemasaran. Dalam sistem tersebut dilakukan oleh pelaku

(40)

diterima oleh produsen dengan harga yang dibayar oleh pengecer atau konsumen.

Menurut Limbong dan Sitorus (1988) perbedaan harga tersebut adalah marjin

tataniaga atau jasa-jasa lembaga tataniaga. Adapun secara grafis marjin tataniaga

[image:40.596.110.363.203.402.2]

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Permintaan dan Penawaran Turunan serta Marjin Tataniaga.

Sumber : Limbong dan Sitorus (1988)

Keterangan :

Hr : Harga di tingkat pedagang pengecer; Hf : Harga di tingkat petani/on-farm;

Dr : Permintaan di tingkat pedagang pengecer; Df : Permintaan di tingkat petani/on-farm; Sr : Penawaran di tingkat pedagang pengecer; Sf : Penawaran di tingkat petani/on-farm; M : Nilai marjin pemasaran.

Gambar 1 menjelaskan bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan antara

harga di tingkat petani (Hf) dengan harga di tingkat pedagang pengecer (Hr). Hal

ini terjadi karena adanya interaksi atau negosiasi mengenai jumlah produk dan

harga berdasarkan permintaan di tingkat petani (Df) dan penawaran tingkat

pertani (Sf), sehingga pada akhirnya pihak pedagang pengecer akan mengikuti Sr

Sf

Dr

Df Hf

Hr

Jumlah (Unit)

M

(41)

berapa harga produk tersebut berdasarkan permintaan (Dr) dan penawaran (Sr)

dengan kondisi jumlah produk tetap.

3.1.2. Peramalan Data Time Series

Peramalan merupakan suatu upaya untuk memprediksi ketidakpastian

masa depan, dengan maksud membantu para pengambil keputusan untuk

memutuskan suatu kebijakan secara lebih baik. Peramalan melibatkan sejumlah

studi mengenai data historis dan manipulasi data tersebut untuk mencari pola data

sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan pola data di masa depan (Hanke,

et al., 2003).

Penggunaan peramalan untuk memprediksi masa depan, melibatkan

sejumlah proses manipulasi data agar diperoleh peramalan yang efektif. Menurut

Assauri (1980) terdapat tiga langkah peramalan yang dianggap penting, yaitu :

1. Menganalisa data yang lalu dengan cara membuat tabulasi untuk dapat

menemukan pola dari data tersebut.

2. Menentukan metode peramalan yang akan digunakan dan memberikan hasil

yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi, atau metode yang

menghasilkan penyimpangan data terkecil.

3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan

yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan.

Semua prosedur formal peramalan melibatkan penarikan pengalaman

masa lalu ke dalam ketidakpastian masa depan. Sebagai usaha untuk memperoleh

keakuratan data masa depan, maka beberapa teknik peramalan dikembangkan agar

(42)

mungkin. Menurut Hanke, et al. (2003) pengenalan terhadap operasi teknik peramalan pada data menghasilkan kejadian historis mengarah ke identifikasi lima

tahapan proses peramalan antara lain :

1. Pengumpulan data

Proses ini memerlukan pentingnya perolehan data yang sesuai dan teruji

kebenarannya. Tahap ini seringkali merupakan bagian paling menantang dari

keseluruhan proses peramalan, dan paling sulit untuk dimonitor. Hal ini

dikarenakan serangkaian tahapan dapat dilakukan pada data dalam menentukan

kesesuaiannya dengan masalah.

2. Pemadatan atau pengurangan data

Proses ini seringkali diperlukan karena mungkin saja terjadi kelebihan data

dalam proses peramalan atau sebaliknya terlalu sedikit. Beberapa data mungkin

tidak relevan dengan masalah dan dapat mengurangi keakuratan peramalan. Data

lain mungkin sesuai, tetapi hanya dalam periode historis tertentu.

3. Penyusunan model dan evaluasi

Tahap ini meliputi pencocokan data terkumpul kedalam model yang sesuai

dalam hal meminimasi kesalahan peramalan. Model yang lebih sederhana, lebih

baik keadaannya dalam hal diterimanya proses peramalan oleh pengambil

keputusan. Seringkali harus diseimbangkan antara pendekatan peramalan canggih

yang hasilnya sedikit lebih akurat dengan pendekatan sederhana yang lebih mudah

dipahami serta mendapatkan dukungan. Sehingga, pendapat pribadi sering

(43)

4. Ektrapolasi model (peramalan aktual)

Proses ini terdiri dari model peramalan aktual yang dihasilkan begitu data

yang sesuai telah terkumpul, dan kemungkinan dikurangi dan model peramalan

yang sesuai juga sudah dipilih. Untuk memeriksa keakuratan proses peramalan,

peramalan untuk periode yang baru lewat dibandingkan dengan nilai hitoris

aktual. Kesalahan peramalan kemudian diamati dan dirangkum dengan beberapa

langkah.

5. Evaluasi peramalan

Tahapan ini membandingkan nilai peramalan dengan nilai historis aktual.

Beberapa nilai terkini kemudian diambil dari himpunan data yang sedang

dianalisa. Setelah model peramalan selesai, maka peramalan dilakukan untuk

beberapa periode ke depan dan dibandingkan dengan nilai historis yang telah

diketahui. Beberapa prosedur peramalan menjumlahkan nilai absolut dari

kesalahan dan hasil penjumlahan atau dibagi dengan jumlah perlakuan peramalan

sehingga menghasilkan rata-rata kesalahan peramalan. Pengujian pola kesalahan

seringkali mengarahkan analisa untuk memodifikasi prosedur peramalan.

Dalam peramalan time series ada beberapa teknik atau metode yang digunakan antara lain sebagai berikut :

1. Metode Naïve : adalah teknik peramalan berdasarkan asumsi bahwa periode

saat ini merupakan prediktor terbaik dari masa mendatang.

2.Metode Rata-rata Sederhana : digunakan apabila peramalan dilakukan secara

berulang-ulang untuk data yang tidak terlalu besar (Firdaus, 2006).

(44)

4. Metode Rata-rata Bergerak Ganda : Teknik ini baik untuk data yang

mengandung unsur trend (Firdaus, 2006).

5. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal : Teknik ini dapat merevisi secara

kontinyu hasil peramalan dengan informasi terbaru. Metode ini berdasarkan

pemulusan yang menurun secara eksponensial (Firdaus, 2006). Selain itu,

metode ini menyediakan rata-rata bergerak tertimbang secara eksponensial

semua nilai pengamatan yang lalu (Hanke, et al., 2003).

6. Metode Brown : menjelaskan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan

dua kali pelicinan secara eksponensial. Tujuan dari pelicinan kedua adalah

untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan model trend yang

linear (Makridakis, et al., 1999).

7. Metode Dekomposisi Aditif : Model ini memperlakukan nilai deret waktu

sebagai jumlah dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003).

8. Metode Dekomposisi Multiplikatif : Model ini memperlakukan nilai deret

waktu sebagai hasil perkalian dari komponen-komponen dalam model (Hanke,

et al., 2003).

9. Metode Winters : Metode winters yang terdiri dari winters aditif dan

multiplikatif. Kedua metode ini memberikan cara mudah utuk menjelaskan

musiman didalam model ketika data memiliki pola musiman. Metode

alternatif terdiri dari penghapusan musim atau penyesuaian musim pada data.

Model peramalan ini diaplikasikan untuk data musim- terhapus

(45)

10.Metode Box-Jenkins (ARIMA) : Model ini menggunakan pendekatan iteratif

pada identifikasi suatu model yang mungkin dari model umum (Hanke, et al., 2003). ARIMA adalah singkatan dari autoregressive integrated moving average. Pada ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR (autoregressive), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA (autoregressive integrated moving average).

Berdasarkan model- model peramalan di atas penilaian terhadap akurasi

hasil peramalan dapat dilakukan dengan mengamati besarnya selisih nilai aktual

pengamatan dengan nilai estimasi dari peramalan (Firdaus, 2006). Penilaian

tersebut dilakukan dengan membandingkan nilai error yang terkecil baik melalui

MSE (Mean Square Error), MAE (Mean Average Error), maupun MPE (Mean Percentage Error).

3.1.3. Economic Order Quantity (EOQ)

Model EOQ atau fixed-order-quantity digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan, yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan

persediaan, dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan. Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang

diproduksi sendiri. Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kedua biaya

(46)
[image:46.596.125.421.97.288.2]

Gambar 2. Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan.

Sumber : Handoko, 1999

Berdasarkan Gambar 2, jumlah pesanan yang ekonomis terletak antara

perpotongan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Jumlah pemesanan akan

optimal jika biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan mencapai nilai

minimum. Kuantitas pemesanan yang optimal terjadi pada titik Q, yaitu pada saat

biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan yang merupakan perpotongan

antara keduanya. Pada titik Q tersebut, total biaya pengendalian persediaan

adalah minimal.

Model EOQ merupakan alat yang paling umum digunakan dalam

menganalisis persediaan barang yang optimal. Menurut Handoko (1999), model

EOQ mempunyai beberapa asumsi antara lain :

1. Permintaan produk adalah konstan, seragam, dan diketahui (deterministik).

2. Harga per unit produk adalah konstan.

3. Biaya penyimpanan per unit per tahun adalah konstan.

4. Biaya pemesanan per pesanan adalah konstan.

Biaya Total

Biaya Penyimpanan

Biaya Pemesanan

Kuantitas (Q) Biaya

(47)

5. Waktu antara pesanan dan barang-barang diterima (lead time, L) adalah

konstan.

6. Tidak terjadi kekurangan bahan atau back orders.

Berdasarkan asumsi tersebut, karena permintaan produk adalah konstan

dan seragam, maka seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3 tingkat persediaan

dari waktu ke waktu berbentuk model continuous. Hal ini ditunjukkan dimana pesanan yang dilakukan dengan pesanan yang diterima berkontinyu kapan saja

persediaan mencapai titik pemesanan kembali (R) sesuai penggunaan per hari (d)

[image:47.596.94.454.361.529.2]

dan waktu tunggu (L).

Gambar 3. Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ.

Sumber : Handoko, 1999

Keterangan :

Q = Jumlah yang dipesan

R = Titik Pemesanan Kembali (Reorder point) d = tingkat permintaan atau penggunaan per hari L = Waktu tunggu (lead time)

Kelebihan EOQ yaitu sederhana, mudah dianalisis, dapat diolah secara

manual, dan jika ditambahkan persediaan pengaman maka EOQ dapat digunakan

untuk perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian dan waktu tunggu yang Economic Order Quantity

R = d.L

Waktu d

Reoder point Q

R Q

L L

Pesanan dilakukan

Pesanan diterima Tingkat Persediaan

(48)

berfluktuasi. Akan tetapi, kelemahan EOQ yaitu kurang peka terhadap fluktuasi

pemakaian dan waktu tunggu yang umumnya terjadi pada perusahaan. Selain itu,

EOQ hanya menghitung jumlah pemesanan yang optimal dan frekuensi

pemesanan.

3.1.4. Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk

melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang (stock out). Oleh karena itu, persediaan pengaman berfungsi sebagai cadangan untuk menjaga

kelancaran operasional penjualan. Dalam hal ini yang menjadi faktor-faktor yang

menentukan besarnya persediaan pengaman adalah permintaan produk rata-rata

dan waktu tunggu (lead time). Permintaan produk rata-rata dan standar deviasi dari permintaan produk rata-rata perlu diketahui untuk menentukan persediaan

pengaman. Hal ini untuk mengetahui penyimpangan penggunaan produk dari

rata-rata, karena adanya pemakaian yang berfluktuasi.

Menurut Assauri (1980) dalam menentukan besarnya persediaan

pengaman dapat digunakan beberapa pendekatan antara lain pendekatan

kemungkinan kekurangan barang (probabilty of stock approach) dan pendekatan keterlambatan produk yang dipesan (level of service approach). Pada pendekatan kemungkinan kekurangan barang digunakan asumsi bahwa lead time konstan. Waktu tunggu (lead time) adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan sampai dengan kedatangan produk dan diterima di gudang penerima.

Lamanya waktu tersebut berbeda atau bervariasi antara satu pesanan dengan

(49)

Pendekatan keterlambatan produk yang dipesan digunakan asumsi adanya

ketidakpastian lead time dan permintaan produk, yang menyebabkan terjadinya

stock out. Dalam hal ini tergantung pada keadaan penggunaannya yaitu :

1. Tingkat pelayanan frekuensi (frequency level of service) : secara rata-rata tingkat pelayanan x persen dalam jangka panjang, persediaan dapat memenuhi

seluruh permintaan langganan dalam periode pemenuhan atau penggantian x

dari setiap 100.

2. Tingkat pelayanan kuantitas (quantity level of service) adalah perbandingan secara rata-rata dalam jangka panjang dari seluruh pesanan pelanggan, yang

dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada tanpa pembatalan atau

penangguhan.

Setelah diketahui tingkat pelayanan, kemudian ditentukan frekuensi

distribusi permintaan produk yaitu distribusi normal untuk barang yang cepat

bergerak, dan distribusi Chi-square untuk barang yang lambat bergerak. Selain itu juga ada faktor-faktor jarak waktu penyerahan produk yang dipesan sampai ke

gudang, dan waktu yang terlindungi dimana persediaan pengaman dapat menutup

fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan.

3.1.5. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Titik pemesanan kembali adalah suatu batas dari jumlah persediaan yang

ada pada saat pesanan harus diadakan kembali, dan titik ini menunjukkan untuk

mengganti persediaan yang telah digunakan (Assauri, 1980). Besarnya

(50)

Berdasarkan Gambar 4, persediaan mencapai titik pesanan kembali apabila

ROP yang telah ditentukan sebelumnya, sama dengan pemesanan yang dilakukan

sebanyak Q. Hal ini dikarenakan permintaan selama masa tenggang tidak pasti,

sedangkan persediaan dapat berfluktuasi, sehing

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2003 – 2005
Tabel 2. Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003
Tabel 3. Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar
Tabel 4. Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN
+7

Referensi

Dokumen terkait