• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan di Indonesia"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA INDUSTRI KERAJINAN DI INDONESIA

OLEH

IRVAN INDRA SATRIA PUTRA H14104107

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)
(3)
(4)

,

, , 3

& 3

(5)

& '

' : 6 , !

; ! : %4<4)<4)0

! , : 3

" , : #$ %&%& $'()*+,$'()* -$#. /0 #.$*1 % %# *2$ #31&(*% *$2%#$# 3% #3)# &%$

, 3

& 3 3 !

-& !

= ,

! 4+( +44 0(*

& 3

; > 6 ! & ! 4+4 1<? 10(

(6)

&3 @ , A 3 A $ - %= , ; !, & 7 %

-3 ; -3 ; % , 7 ;A , A ,3 & ; A @ -378 !3; %

& @8 ,3- @ , ; !, $ 8 ;A 7 % ! &

!3;@8;8 $ @@ $ 8 73 - @ !8

- ())5

6 , !

(7)

! " 41 > 451*

- , !

! , & ! <

-4551 , 7 $ ! <

-())4 , 4

-())< ! ())< !

- ,! - , ! ' - &

3 3

, #

' !

' % !>$3,

% ! ! 3 , !

(8)

! , # ,=$

"

4 #$ %&%& $'()*+,$'()* -$#. /0 #.$*1 % %# *2$

#31&(*% *$2%#$# 3% #3)# &%$B !

' # #

, ,

3 & 3 3

!

-! #

= '

#

! #

- - ,

! #

- " = 7 =

,

- ())5

6 , !

(9)

v

2.2 Kinerja serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 11

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 13

2.3.1 Industri Kerajinan sebagai Bagian dari Industri Kreatif ... 13

2.3.2 Pendekatan Structure, Conduct and Performance ... 14

2.4 Kerangka Pemikiran ... 15

2.5 Hipotesis Penelitian ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 18

3.2 Metode Analisis Data ... 18

3.2.1 Analisis Kinerja Industri ... 18

3.2.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 20

3.2.3 Evaluasi Model ... 24

3.3 Definisi Operasional ... 25

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Industri Kerajinan di Indonesia ... 27

4.1.1 Industri Kerajinan pada Era Kolonial ... 27

4.1.2 Produk Utama Industri Kerajinan pada Era Kolonial ... 28

4.1.3 Politik Ekonomi Industri Kerajinan pada Era Kolonial ... 30

4.2 Klasifikasi Industri Kerajinan di Indonesia ... 32

(10)

vi

4.4 Regulasi dan Kebijakan Industri Kerajinan di Indonesia ... 38

V. PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kinerja Industri Kerajinan... 40

5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kerajinan ... 43

5.2.1 Pemilihan Model dengan Uji Hausman ... 43

5.2.2 Estimasi Model ... 43

5.2.3 Evaluasi dan Interpretasi Model ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 48

6.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA INDUSTRI KERAJINAN DI INDONESIA

OLEH

IRVAN INDRA SATRIA PUTRA H14104107

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)
(13)
(14)

,

, , 3

& 3

(15)

& '

' : 6 , !

; ! : %4<4)<4)0

! , : 3

" , : #$ %&%& $'()*+,$'()* -$#. /0 #.$*1 % %# *2$ #31&(*% *$2%#$# 3% #3)# &%$

, 3

& 3 3 !

-& !

= ,

! 4+( +44 0(*

& 3

; > 6 ! & ! 4+4 1<? 10(

(16)

&3 @ , A 3 A $ - %= , ; !, & 7 %

-3 ; -3 ; % , 7 ;A , A ,3 & ; A @ -378 !3; %

& @8 ,3- @ , ; !, $ 8 ;A 7 % ! &

!3;@8;8 $ @@ $ 8 73 - @ !8

- ())5

6 , !

(17)

! " 41 > 451*

- , !

! , & ! <

-4551 , 7 $ ! <

-())4 , 4

-())< ! ())< !

- ,! - , ! ' - &

3 3

, #

' !

' % !>$3,

% ! ! 3 , !

(18)

! , # ,=$

"

4 #$ %&%& $'()*+,$'()* -$#. /0 #.$*1 % %# *2$

#31&(*% *$2%#$# 3% #3)# &%$B !

' # #

, ,

3 & 3 3

!

-! #

= '

#

! #

- - ,

! #

- " = 7 =

,

- ())5

6 , !

(19)

v

2.2 Kinerja serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 11

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 13

2.3.1 Industri Kerajinan sebagai Bagian dari Industri Kreatif ... 13

2.3.2 Pendekatan Structure, Conduct and Performance ... 14

2.4 Kerangka Pemikiran ... 15

2.5 Hipotesis Penelitian ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 18

3.2 Metode Analisis Data ... 18

3.2.1 Analisis Kinerja Industri ... 18

3.2.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 20

3.2.3 Evaluasi Model ... 24

3.3 Definisi Operasional ... 25

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Industri Kerajinan di Indonesia ... 27

4.1.1 Industri Kerajinan pada Era Kolonial ... 27

4.1.2 Produk Utama Industri Kerajinan pada Era Kolonial ... 28

4.1.3 Politik Ekonomi Industri Kerajinan pada Era Kolonial ... 30

4.2 Klasifikasi Industri Kerajinan di Indonesia ... 32

(20)

vi

4.4 Regulasi dan Kebijakan Industri Kerajinan di Indonesia ... 38

V. PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kinerja Industri Kerajinan... 40

5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kerajinan ... 43

5.2.1 Pemilihan Model dengan Uji Hausman ... 43

5.2.2 Estimasi Model ... 43

5.2.3 Evaluasi dan Interpretasi Model ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 48

6.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(21)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Dampak Ekonomi Industri Kreatif di beberapa Negara ... 1

1.2 Perbandingan Skor Berbasis Kontribusi dengan Skor Berbasis Pertumbuhan pada Industri Kreatif Tahun 2002-2006 ... 3

1.3 Kontribusi Ekonomi Industri Kerajinan Tahun 2002-2006... 4

1.4 Pertumbuhan Industri Kerajinan 2003-2006 ... 6

3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi ... 24

5.1 Nilai Price Cost Margin (PCM) Industri Kerajinan Indonesia ... 41

5.2 Nilai Efisiensi-X (XEFF) Industri Kerajinan Indonesia 2000 – 2005 ... 42

5.3 Hasil Penentuan Model dengan Hausman Test ... 43

5.4 Hasil Estimasi Menggunakan Fixed Effect Model dengan White Period Standard Error and Covariance dan Cross-section Weigtht. ... 44

5.5 Hasil Uji Multikolinearitas Menggunakan Correlation Matrix ... 45

(22)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(23)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kode Klasifikasi Industri Kerajinan Indonesia Menurut KBLI 2005

Kode 5 Digit... 53 2. Nilai Produktivitas Industri Kerajinan Indonesia 2000 – 2005 ... 54 3. Nilai Pertumbuhan Produksi (Growth) Industri Kerajinan Indonesia

(24)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor Industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) nasional dan penerimaan devisa. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk industri selalu memiliki term of trade yang tinggi serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar

dibandingkan produk-produk lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat yang tinggi kepada pemakainya (Dumairy, 2000).

Salah satu sektor industri yang saat ini sedang mendapat perhatian di banyak negara adalah industri kreatif. Wacana tentang industri kreatif di Indonesia memang relatif baru, namun peranannya dalam membangun ekonomi negara secara global telah banyak diterima oleh negara-negara maju.

Tabel 1.1 Dampak Ekonomi Industri Kreatif di beberapa Negara

(25)

2

Studi tentang industri kreatif ini telah dilakukan sejak tahun 1998 yang dipelopori oleh Inggris kemudian diikuti dengan studi di Australia, Jerman, Selandia Baru, Amerika Serikat, Hongkong, Taiwan, Singapura dan berbagai negara lainnya di dunia. Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa di Amerika Serikat, kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian sebesar 7,7 persen terhadap total GDP (Gross Domestic Product). Rata-rata pertumbuhan tahunan di Singapura mencapai 13,4 persen per tahun. Kemudian di Indonesia, jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh industri kreatif sebesar 5,7 persen dari jumlah total tenaga kerja.

Di Indonesia, wacana mengenai industri kreatif diawali oleh isu pentingnya peningkatan daya saing produk nasional dalam menghadapi pasar global. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) serta didukung oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) membuat suatu blueprint yang bertujuan agar produk Indonesia dapat menjadi produk berstandar internasional yang memiliki karakter nasional dengan menitikberatkan strategi produk pada kekuatan desain, kemasan, dan aktivitas branding pada produk yang berbasis pada intellectual property. Blueprint ini kemudian disebut sebagai Roadmap Indonesia Design Power 2006 – 2010 (Departemen Perdagangan, 2007).

(26)

3

industri kreatif di Indonesia, yaitu: (1) Periklanan; (2) Arsitektur; (3) Pasar seni dan barang antik; (4) Kerajinan; (5) Desain; (6) Fesyen; (7) Video, Film dan Fotografi; (8) Permainan interaktif; (9) Musik; (10) Seni pertunjukan; (11) Penerbitan dan percetakan; (12) Layanan computer dan piranti lunak; (13) Televisi dan Radio; serta (14) Riset dan Pengembangan.

Dalam studi tersebut, kontribusi terhadap perekonomian dari kelompok fesyen menempati urutan pertama dengan total score 34. Pada urutan kedua, terdapat kelompok kerajinan yang memiliki total score 20. Namun demikian, terdapat hal kontradiktif pada scoring berbasis pertumbuhan di mana fesyen menempati urutan ke-12 dan kerajinan menempati urutan ke-13 dengan score 0. Sedangkan pada urutan pertama adalah Arsitektur dengan score 33 dan pada urutan kedua adalah Permainan Interaktif dengan score 20. Demi mengetahui peranan industri kreatif, angka-angka ini menarik untuk diamati.

Tabel 1.2 Perbandingan Skor Berbasis Kontribusi dengan Skor Berbasis Pertumbuhan pada Industri Kreatif Tahun 2002-2006

(27)

4

Industri kerajinan sebagai bagian dari industri kreatif memiliki skor kontribusi yang tinggi dengan nilai 20. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Yudhoyono (2008) bahwa industri kerajinan menjadi pilar penting dan memberi kontribusi amat besar terhadap ekonomi dan kesejahteraan di negeri ini.

Di Indonesia, industri kerajinan merupakan industri yang banyak dilakukan oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini merupakan potensi karena pasar industri kerajinan yang luas dan beragam membuat industri ini mampu terus bertahan dan tumbuh di saat kondisi perekonomian tidak stabil. Faktor lain yang membuat industri kerajinan menarik dicermati adalah kebanyakan industri ini dilandasi hobi serta unsur tradisi dan budaya. Indonesia memiliki budaya yang sangat beragam sehingga dapat menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya industri kerajinan.

Tabel 1.3 Kontribusi Ekonomi Industri Kerajinan Tahun 2002-2006

Sumber: Departemen Perdagangan, 2007 Keterangan: * = prediksi

(28)

5

periode tersebut. Dalam periode yang sama, sumbangan industri kerajinan untuk lapangan pekerjaan yang dihasilkan juga besar yakni mencapai 1,8 juta pekerja. Produkivitas tenaga kerja mencapai rata-rata 16,1 juta rupiah per pekerja per tahun. Selain PDB dan penyerapan tenaga kerja, industri kerajinan juga memiliki kontribusi terhadap ekspor. Nilai ekspor dalam industri ini mencapai rata-rata 24,18 triliun rupiah, yaitu menyumbang 3,72 persen dari seluruh ekspor yang dilakukan Indonesia dalam periode tersebut. Hal ini berarti bahwa kinerja yang optimal dari industri kerajinan dapat memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.

Melihat potensi kontribusi industri kerajinan terhadap perekonomian Indonesia, maka diperlukan adanya penelitian yang menganalisis tentang industri ini agar kontribusinya dapat lebih optimal. Indikasi baik atau buruk suatu industri dapat dilihat dari kinerjanya.

Kinerja yang baik adalah tujuan dari setiap perusahaan, mencakup (1) tingkat keuntungan yang merupakan selisih antara nilai tambah dengan biaya upah yang kemudian dibandingkan dengan output yang dihasilkan, (2) efisiensi yang merupakan perbandingan antara nilai tambah dengan biaya input, serta (3) adanya peningkatan produktivitas yang merupakan perbandingan antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

(29)

6

1.2 Perumusan Masalah

Kontribusi nilai tambah industri kerajinan cukup besar. Demikian juga dengan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja serta jumlah ekspor untuk Indonesia seperti terlihat pada Tabel 1.3. Namun demikian, seperti terlihat pada Tabel 1.2, pertumbuhan dari industri ini tidak sesuai dengan ekspektasi. Skor pertumbuhan pada kontradiktif dengan skor kontribusi. Tabel 1.4 menampilkan secara lebih rinci mengenai pertumbuhan industri kerajinan dilihat dari nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, banyaknya perusahaan serta nilai ekspor.

Tabel 1.4 Pertumbuhan Industri Kerajinan 2003-2006

Sumber: Departemen Perdagangan, 2007 Keterangan: tahun* = prediksi

Dapat dicermati bahwa dari rata-rata pertumbuhan yang dialami oleh industri kerajinan, hanya pertumbuhan ekspor yang positif. Sedangkan nilai pertumbuhan lainnya cenderung menurun, yaitu dengan nilai pertumbuhan negatif. Penurunan ini mengindikasikan kinerja yang belum optimal. Jika keadaan seperti ini terus dibiarkan, maka industri kerajinan yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian semakin lama akan semakin terpuruk. Kondisi ini akan merugikan Indonesia secara keseluruhan. Keadaan yang dapat merugikan antara lain berkurangnya lapangan kerja yang berarti bertambahnya pengangguran.

(30)

7

1. Bagaimana kinerja industri kerajinan di Indonesia?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kinerja industri kerajinan di Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dari industri kerajinan, yaitu dengan menetapkan kebijakan yang mendukung kinerja industri kerajinan.

2. Memberikan informasi kepada para pelaku usaha yang bergerak dalam industri kerajinan untuk meningkatkan kinerja perusahaannya.

3. Menambah khasanah literatur mengenai studi industri kreatif terutama industri kerajinan di Indonesia bagi pihak yang berkepentingan sehingga dapat menambah wawasan baru bagi masyarakat.

4. Menambah informasi untuk penelitian dengan topik sejenis selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(31)

8

1. Sektor industri kerajinan yang menjadi objek penelitian ini adalah sektor industri yang termasuk dalam KBLI (kode 5 digit antara 15111 sampai dengan 37200) berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Departemen Perdagangan melalui Studi Industri Kreatif Indonesia 2007, yaitu: 17124, 17220, 17293, 17301, 19129, 20291, 20292, 20293, 20294, 20299, 26121, 26129, 26201, 26321, 26324, 26501, 26503, 28920, 36101, 36102, 36104, 36109, 36911, 36912, 36913, 36915, 36921, 36922, 36942, 36993 (penjelasan kode KBLI 5 digit terlampir).

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Kerajinan

Menurut Shepherd (1990), yang dimaksud dengan ekonomi industri atau disebut juga dengan organisasi industri adalah cabang dari ilmu mikroekonomi atau aplikasi teori mikroekonomi yang menganalisis pasar, perusahaan, dan industri. Sebagai cabang dari ilmu ekonomi mikro, tujuan yang ingin dicapai oleh para pelaku ekonomi (perusahaan) diasumsikan adalah bagaimana menggunakan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas (Stigler dalam Daryanto, 2003)

Pengertian industri sendiri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu mikro dan makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat substitusi. Dari segi pembentukan pendapatan yang cenderung bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Dengan kata lain, industri merupakan kumpulan dari perusahaan yang sejenis (Hasibuan, 1993).

Industri pengolahan adalah suatu usaha yang melakukan kegiatan mengubah bahan mentah menjadi barang jadi / setengah jadi atau mengubah barang yang kurang tinggi nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Proses pengolahan tersebut dilakukan secara mekanis, kimiawi, ataupun dengan tangan (Badan Pusat Statistik, 2006).

(33)

10

mengenai industri kreatif, tetapi definisi yang banyak digunakan dalam studi industri kreatif adalah definisi yang dinyatakan oleh UK DCMS (United Kingdom Department of Culture, Media and Sport) Task Force 1998 dalam Studi Industri

Kreatif 2007, yaitu:

”Creatives Industries as those industries which have their origin in individual

creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation

through the generation and exploitation of intellectual property and content.”

Ada juga yang mengacu pada definisi industri kreatif lainnya, yaitu berdasarkan UK DCMS 2004:

”Bussinesses in areas that are commonly thought of as being quite distinct from

each other, this includes: advertising, architecture, the art and antiques market,

craft, design, designer fashion, film, interactive leisure software, music, the

performing arts, publishing, software, and television and radio.”

Departemen Perdagangan (2007), mendefinisikan industri kreatif sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

(34)

11

perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur.

Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal). Volume produksi yang dihasilkan oleh industri kerajinan ini sangat bergantung pada jumlah dan keahlian tenaga pengrajin yang tersedia, sehingga kelompok industri ini dapat dikategorikan sebagai industri padat karya.

2.2 Kinerja serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Untuk mengamati hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja dalam ekonomi industri menurut Hasibuan (1993), dapat dilihat dari hubungan struktur dan kinerja industri, pengamatan kinerja, dan perilaku yang kemudian dikaitkan lagi dengan struktur, menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudian baru diamati, oleh karena telah dijawab dari hubungan struktur dan perilakunya. Struktur pasar menggambarkan pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan. Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep konvensional dalam ekonomi industri. Struktur pasar juga mempengaruhi perilaku dari perusahaan. Struktur dan perilaku akhirnya akan mempengaruhi kinerja pasar. Hal utama dari struktur, perilaku dan kinerja adalah determinan-determinan yang membentuk struktur itu sendiri, yaitu skala ekonomi dan disekonomi.

(35)

12

tingkat persaingan ataupun kolusi antar produsen. Keragaan atau kinerja suatu industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi, dan profitabilitas.

Menurut Kuncoro (2007), kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri di mana hasil biasanya diidentikkan dengan besarnya keuntungan suatu perusahaan dalam suatu industri. Kinerja dapat pula tercermin melalui efisiensi, pertumbuhan / growth (termasuk perluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia serta kebanggaan kelompok. Kinerja dalam suatu industri juga dapat diamati melalui nilai tambah, produktivitas dan efisiensi.

a. Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai input dan nilai output. Nilai input terdiri atas biaya bahan baku, biaya bahan bakar, biaya sewa gedung, mesin dan alat-alat serta jasa industri. Nilai output merupakan nilai barang yang dihasilkan.

b. Produktivitas

Produktivitas merupakan hasil yang dicapai setiap tenaga kerja atau unit faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya, tingkat produktivitas dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, alat produksi dan keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja. Produktivitas merupakan perbandingan antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja.

c. Efisiensi

(36)

13

suatu efisiensi dapat menggunakan perbandingan antara nilai tambah dengan biaya input.

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Studi Industri Kreatif Indonesia yang dilakukan oleh Departemen Perdagangan (2007) mencakup kerajinan sebagai salah satu kelompok industri kreatif. Studi ini secara keseluruhan melakukan pemetaan kelompok industri kreatif di Indonesia serta menganalisis kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian nasional serta kontribusi setiap kelompok industri kreatif terhadap industri kreatif. Terdapat tiga basis kontribusi yang dilakukan, yaitu berbasis PDB, berbasis ketenagakerjaan serta berbasis aktivitas perusahaan.

Diketahui bahwa total skor industri kerajinan menempati urutan kedua dalam industri kreatif setelah fesyen dalam hal kontribusi dan produktivitas serta menempati urutan keempat dalam hal dampak terhadap sektor lain, yaitu setelah (1) Periklanan, (2) Arsitektur, serta (3) Pasar Seni dan Barang Antik.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan studi oleh Departemen Perdagangan adalah peneliti menganalisis secara spesifik tentang kinerja industri kerajinan. Dalam penelitian ini peneliti menyesuaikan definisi dan pengelompokan industri kerajinan berdasarkan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2005 seperti yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan.

(37)

14

tingkat produksi. Komponen yang digunakan dalam proses produksi industri manufaktur hingga kini masih diimpor, sehingga biaya produksi yang digunakan lebih mahal. Ini akan berpengaruh langsung pada nilai tambah yang dihasilkan oleh industri manufaktur.

Dari segi kinerja, industri manufaktur dilihat berdasarkan keuntungan atas biaya langsung (PCM) dan nilai efisiensi-X (XEFF). Perilaku pasar dalam industri manufaktur dapat dilihat dari strategi harga, strategi produk dan promosi serta strategi distribusi dan perilaku kolusi.

Berdasarkan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel yang mempunyai pengaruh terbesar dalam peningkatan kinerja adalah produktivitas (PROD) dan efisiensi (XEFF). Sedangkan variabel konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), pertumbuhan nilai produksi (Growth), ekspor (EX) dan impor (IM) tidak signifikan terhadap peningkatan keuntungan.

(38)

15

Lutfiah (2008) melakukan penelitian mengenai industri perbankan di Indonesia dengan pendekatan Strucure, Conduct and Performance. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana struktur, perilaku dan kinerja indutri perbankan sebagai dampak pelaksanaan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan deret waktu bulanan dari tahun 2002 hingga 2007 mengenai indikator perbankan nasional yang diperoleh dari publikasi Bank Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah SCP dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode sebelum implementasi API, yaitu tahun 2002 dan 2003, rata-rata konsentrasi rasio sebesar 53,01 persen, sedangkan dalam kurun waktu empat tahun terakhir, yaitu setelah adanya API, rata-rata konsentrasi rasio empat bank terbesar menjadi 44,86 persen. Kinerja industri perbankan dilihat berdasarkan beberapa rasio diantaranya Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Return on Revenue (ROR), Net Profit

Margin (NPM) serta Net Interest Margin (NIM) dengan dummy implementasi

kebijakan API. Penelitian ini menggunakan NIM sebagai indikator kinerja. Variabel yang paling berpengaruh terhadap NIM adalah dummy, yaitu implementasi kebijakan API.

(39)

16

struktur, perilaku dan kinerja industri seluler serta menggunakan pendekatan panel data untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri seluler di Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan Eviews 4.1.

Data yang digunakan berbentuk time series dan cross section (panel data) dengan periode waktu tahunan, yaitu dari tahun 2001 hingga tahun 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio konsentrasi tiga perusahaan terbesar (CR3), nilai Return of Assets (ROA), nilai Return of Equity (ROE), nilai Net Income Margin (NIM), jumlah aset dan nilai Average Revenue per User

(ARPU).

Kinerja pada industri ini dilihat dari sisi profitabilitasnya, yaitu dengan menggunakan variabel NIM sebagai indikator kinerja. Adapun variabel yang berpengaruh terhadap NIM adalah jumlah aset, ARPU, CR3 pelangan dan dummy kepemilikan silang Temasek pada Telkomsel dan Indosat. Semua variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap NIM kecuali dummy. Hal ini membuktikan bahwa kepemilikan silang Temasek tidak mempengaruhi tingkat keuntungan yang didapat oleh Telkomsel dan Indosat.

(40)

17

2.4 Kerangka Pemikiran

Industri kerajinan memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Namun demikian, pertumbuhan industri kerajinan dalam periode 2002 – 2006 cenderung mengalami penurunan jumlah perusahaan, tenaga kerja yang

terserap di dalamnya, serta nilai tambah yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja dari industri kerajinan belum optimal. Jika keadaan seperti ini terus dibiarkan, maka industri kerajinan akan semakin terpuruk. Kondisi ini akan merugikan Indonesia secara keseluruhan. Keadaan yang dapat merugikan antara lain berkurangnya lapangan kerja yang berarti bertambahnya pengangguran.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan di Indonesia. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan solusi terhadap industri kerajinan di Indonesia agar kontribusinya dapat dioptimalkan.

(41)

18

keuntungan dalam industri kerajinan, yaitu selisih antara nilai tambah dengan upah total dibandingkan dengan nilai output. Kinerja juga dilihat dari nilai efisiensi yang merupakan perbandingan antara nilai tambah dengan biaya input yang digunakan.

Selanjutnya adalah menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja industri kerajinan juga, yaitu rasio efisiensi-X (XEFF), produktivitas (PROD), dan pertumbuhan nilai produksi (GROWTH). Dalam hal ini, kinerja dilihat berdasarkan PCM sebagai variabel dependent. Dengan demikian dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan industri kerajinan di Indonesia.

Berdasarkan analisis tersebut, maka hasil dari penelitian ini adalah implikasi kebijakan yang diharapkan akan menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh industri kerajinan di Indonesia.

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(42)

19

2. Produktivitas memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Produktivitas merupakan perbandingan antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi nilai output, maka produktivitas perusahaan akan meningkat. Produktivitas yang meningkat menunjukkan kinerja yang meningkat pula, hal ini akan menambah penghasilan dan keuntungan bagi perusahaan.

(43)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk panel data. Data time series yang digunakan merupakan periode waktu tahunan, yaitu dari tahun 2000 hingga tahun 2005. Data cross section menggunakan 30 kelompok industri kerajinan (kelompok industri terlampir). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai output, biaya input, nilai tambah, nilai produksi, upah serta jumlah tenaga kerja. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat dan Departemen Perdagangan yang berlokasi di Jakarta, juga situs-situs internet serta literatur-literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.2 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif. Price Cost Margin (PCM) dan effisiensi digunakan untuk menganalisis kinerja dan pendekatan panel data untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan di Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel 2003 dan E-Views 5.

3.2.1 Analisis Kinerja Industri

(44)

21

yang digunakan adalah proksi dari keuntungan industri, yaitu PCM dan veriabel independent adalah rasio konsentrasi perusahaan besar, nilai efisiensi-X,

produktivitas dan pertumbuhan nilai produksi.

PCMit = α0 + β1 XEFFit + β2 LnProdit + β3 Growthit + εit ...(3.4)

dimana:

PCMit = rasio keuntungan industri pada unit industri ke-i dan tahun ke-t (%)

XEFFit = efisiensi-X pada unit industri ke-i dan tahun ke-t (%)

LnProdit = produktivitas industri pada unit industri ke-i dan tahun ke-t (%)

Growthit = pertumbuhan nilai produksi pada unit industri ke-i dan tahun ke-t (%)

α0 = intersep

βn = slope masing-masing perubah bebas (independent)

εit = error / simpangan pada unit industri ke-i dan tahun ke-t

Penggunaan variabel PCM sebagai proksi dari keuntungan telah dilakukan oleh Winsih (2007), PCM merupakan salah satu indikator kinerja yang digunakan sebagai perkiraan kasar dari keuntungan industri. PCM dalam penelitian ini digunakan dengan menggunakan proksi nilai yang diperoleh. Artinya semakin tinggi nilai tambah, maka semakin efisien kinerja industri tersebut dalam meminimumkan biaya sehingga keuntungan industri semakin besar. PCM juga didefinisikan sebagai presentasi keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. PCM dapat dirumuskan sebagai berikut:

PCM =

(45)

22

penjualan output perusahaan terbesar terhadap total nilai produksi industri. Formulasi dari rasio konsentrasi dapat dilihat pada persamaan 3.2

Efisiensi dan produktivitas sebagai variabel independen yang mempengaruhi PCM didasarkan pada penelitian Winsih (2007), variabel-variabel ini dimasukkan karena kinerja yang tinggi dapat disebabkan oleh adanya efisiensi dan banyaknya output yang dihasilkan. Efisiensi menunjukkan perbandingan antara nilai tambah dan biaya input, sedangkan produktivitas mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan output pada periode waktu tertentu berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Efisiensi dan Produktivitas dapat ditulis dalam persamaan berikut:

3.2.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Dalam ekonometrika dikenal tiga bentuk data, (1) data deret waktu (time series), (2) data kerat lintang (cross section), serta (3) data panel (pooled data).

(46)

23

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.

2. Memberikan lebih banyak informasi dan variasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom dan lebih efisien.

3. Lebih baik untuk study of dynamic adjustments.

4. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni maupun time series murni. 5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Dalam pengolahan data panel, ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu (1) pooled (OLS), (2) fixed effect model (LSDV), dan (3) random effect model (GLS). Ketiga pendekatan ini dapat diterapkan pada dua jenis pembobotan,

yaitu dengan pembobot (cross section weights) atau tanpa pembobot (no weightning). Dalam penelitian ini, penggunaan pooled model tidak mungkin

dilakukan karena pendekatan dengan model ini mengasumsikan bahwa intercept dan slope dari persamaan regresi dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu. Untuk memperoleh keputusan penggunaan fixed effect model atau random effect model ditentukan dengan menggunakan spesifikasi Hausman test.

a. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Model efek tetap adalah model yang didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Peubah dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan perubahan intersep ini kemudian model diduga dengan menggunakan OLS, yaitu:

(47)

24

dimana:

Yit = variabel endogen pada unit industri (cross section) ke-i dan tahun ke-t

Xit = variabel eksogen pada unit industri (cross section) ke-i dan tahun ke-t

α0 = intersep model

α0 = intersep industri ke-i

Di = variabel dummy

β = slope

ε = error / simpangan

b. Pendekatan Efek Acak (Random Effect)

(48)

25

dengan mengasumsikan error industri dan error kombinasinya tidak saling berkorelasi.

c. Uji Hausman (Hausman Test)

Hausman test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam

memilih penggunaan fixed effect model atau random effect model. Seperti yang telah dijelaskan di atas, penggunaan random effect model mengandung suatu unsur trade off, yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model

Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan dengan menggunakan pertimbangan statistik chi square table. Hausman test dapat dilakukan dengan bahasa pemrograman Eviews sebagai berikut: “jika hasil dari Hausman test signifikan (probabilitas dari Hausman < α ) maka tolak H0, artinya fixed effect digunakan”.

Statistik Hausman dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

M = (

β

- b)

1

(M

0

- M

1

)

-1

(

β

- b)

X

2

(k)

... (3.12) dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarian untuk dugaan random

effect model dan M1 adalah matriks kovarian untuk dugaan fixed effect model. Jika

(49)

26

3.2.3 Evaluasi Model a. Multikolinearitas

Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F hitungnya signifikan, maka patut diduga adanya multikolinearitas. Hal ini dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross section weights, sehingga baik t statistik maupun F hitung menjadi signifikan.

Multikolinearitas juga dapat dilihat berdasarkan Correlation Matrix dalam regresi. Jika nilai korelasi antar variabel < 0,8 maka tidak ada multikolinearitas dalam persamaan (Winarno, 2007).

b. Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (Dw) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan Dw statistiknya dengan tabel Dw. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel berikut:

Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Sumber: Gujarati, 1995

(50)

27

efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Cara mengatasi masalah ini adalah dengan menambahkan AR (1) atau AR (2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang kita gunakan.

c. Heteroskedastisitas

Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar

tafsiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = σ2

(konstan), semua varian memiliki variabel yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan, maka hasilnya akan terjadi misleanding.

Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala ini digunakan uji White Heteroscedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Uji White

membandingkan antara Obs*R-Squared dengan X2-table. Jika nilai Obs*R-Squared lebih kecil daripada X2-table, maka tidak ada heteroskedastisitas pada

model. Data panel dalam Eviews menggunakan General Least Square (Cross Section Weight), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah

dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid Unweighted Statistics maka terjadi

(51)

28

3.3 Definisi Operasional

Variabel- variabel bebas (independent) dan terikat (dependent) yang tercakup dalam model ini meliputi:

1. PCM digunakan sebagai indikator kinerja industri. PCM merupakan rasio keuntungan industri yang mencerminkan kelebihan atas biaya langsung. PCM didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk meningkatkan nilai tambah dan meminimumkan biaya-biaya.

2. X-Efisiensi merupakan efisiensi internal perusahaan-perusahaan dalam industri. Efisiensi dalam model ini dinyatakan sebagai perbandingan antara nilai tambah dengan biaya input suatu industri. Ini berarti mengetahui berapa banyak nilai tambah yang dapat dihasilkan oleh setiap input yang digunakan.

3. Produktivitas adalah banyaknya output yang dapat dihasilkan oleh setiap tenaga kerja. Produktivitas dinyatakan sebagai perbandingan nilai output dengan jumlah tenaga kerja.

(52)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah Industri Kerajinan di Indonesia

Kerajinan berawal dari kreativitas seseorang dan merupakan keterampilan untuk menciptakan nilai keindahan pada suatu karya serta merupakan bagian dari suatu kebudayaan. Kerajinan tumbuh melalui proses yang panjang. Perkembangan kerajinan sebagai warisan bergantung kepada perubahan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi serta minat dan penghargaan masyarakat maupun para perajin terhadap barang kerajinan itu sendiri, baik dalam menjaga mutu maupun dalam penyediaan produk kerajinan secara berkelanjutan.

Seiring dengan minat dan penghargaan masyarakat akan produk-produk kerajinan, maka para perajin memperlakukan kerajinan sebagai komoditi yang dapat mendatangkan keuntungan. Kerajinan dipandang sebagai suatu sarana untuk menciptakan lapangan usaha baru, penyerap tenaga kerja serta sebagai upaya pelestarian hasil budaya bangsa. Hal inilah yang menjadi awal mula keberadaan industri kerajinan.

4.1.1 Industri Kerajinan pada Era Kolonial

(53)

30

Penduduk pada masa itu kebanyakan bergerak dalam sektor pertanian sederhana, subsisten, dan miskin. Sementara itu, kegiatan industri rumah tangga, lazimnya dikategorikan sebagai usaha luar-tani (off-farm), dijalankan hanya sebagai sambilan menunggu panen atau ketika sawah mengering. Oleh karena itu, kalangan kapitalis-liberal memandang kegiatan luar-tani tersebut tak pernah punya arti ekonomi yang penting. Pengelolaan kebijakan industri rumah tangga diserahkan kepada Direktur OEN (Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid; Pendidikan, Keagamaan dan Industri) dengan asumsi bahwa yang diperlukan bagi para produsen industri rumah tangga itu adalah pendidikan teknis pertukangan dan bukan keahlian manajerial.

Namun demikian, suara kelompok etisi yang mendominasi Departemen OEN bersikap kritis. Mereka mendesak pemerintah kolonial agar memerhatikan kesejahteraan ekonomi penduduk pribumi. Ada keyakinan di antara mereka bahwa industri pribumi pun bisa berkembang jika diberi kesempatan yang setara dengan industri besar. Dengan mempertimbangkan potensi yang besar ini, pada awal abad ke-20, Menteri Urusan Jajahan Alexander Idenburg menunjuk tokoh etisi C Th van Deventer untuk meneliti keadaan perekonomian penduduk pribumi di Jawa dan Madura.

4.1.2 Produk Utama Industri Kerajinan Pada Era Kolonial

(54)

31

diambil untuk menganalisis masalah. Namun demikian penelitian ini berhasil menonjolkan beberapa jenis produk andalan industri rumah tangga yang menjadi kekuatan usaha luar-tani penduduk di Jawa pada waktu itu. Dengan memilih produk itu, Rouffaer seperti ingin mematahkan pandangan tipikal kapitalis kolonial yang cenderung menganggap usaha rumah tangga tidak bernilai ekonomis.

Produk andalan tersebut antara lain adalah kain batik yang saat itu dipandang memiliki nilai estetis yang tinggi dan berharga dan disebut sebagai "een spesialiteit van Java". Kemudian, produk anyam-anyaman khususnya topi wanita made in Cilongok yang sudah merambah rumah-rumah mode di Paris sejak lama. Chapeaux asal Tangerang itu dikapalkan ke negara-negara Eropa sejak 1887 dalam ratusan peti kemas melalui pelabuhan Batavia. Dalam kurun 1920-an, pasar topi itu meluas sampai ke Turki, Australia, dan Amerika Serikat (Netherlands Indies Review, 3 [4], 1923 dalam Sastrodinomo).

Terkait dengan pemasaran global, produk industri kerajinan pada masa itu bersinergi dengan industri besar. Sekitar 200 pabrik gula menggantungkan alat kemasannya pada ribuan meter tali bambu, karung (goni), tikar, dan keranjang bambu buatan penduduk di desa-desa di Banten, Tasikmalaya, Muntilan dan Bawean yang tak lain merupakan tempat-tempat yang menjadi sentra industri rumah tangga. Batavia dan Vorstenlanden (Solo dan Yogyakarta) pada masa itu menjadi pusat produksi seni kerajinan, namun cakupannya menjangkau sampai wilayah kota-kota kecil yang tersebar di Jawa dan Madura.

(55)

32

telah dibuat secara terbatas sejak masuknya kebudayaan Hindu dan berkembang menjadi industri yang istimewa pada masa Mataram. Para pekerja membuat batik tulis sebagai persembahan kepada raja yang menjadi junjungannya. Sebaliknya, raja memberikan pengayoman kepada para pekerja tersebut. Demikian pula pembakaran batu bata telah dikenal setidaknya sejak zaman Majapahit. Kaum Bhertya mencetak batu-batu bata sebagai wujud kesetiaan mereka terhadap (pembangunan) negara. Sebagai imbalannya, negara melindungi rakyatnya. Seluruh bangunan keraton dan kota di Majapahit terbuat dari batu bata.

Cara produksi (mode of production) pada industri kerajinan dipahami bukan semata-mata sebagai bentuk-bentuk transaksional-ekonomis antara buruh-majikan atau produsen-konsumen, tetapi lebih sebagai totalitas ekspresi budaya yang dilandasi pada hubungan patron-client. Masih pada masa tersebut, pembatik pribumi sering mendapat tekanan persaingan tak sehat dari pedagang importir Belanda dan China. Para importir tentu memamerkan keunggulan tekstil Twente (Belanda).

4.1.3 Politik Ekonomi Industri Kerajinan pada Era Kolonial

Pada 1915 terjadi perkembangan baru. Pengelolaan kebijakan atas industri rumah tangga pribumi dialihkan dari Departemen OEN kepada Departemen LNH (Landbouw, Nijverheid en Handel; Pertanian, Industri dan Perdagangan). Sebuah afdeeling (bagian) yang dibentuk khusus untuk menangani permasalahan industri

(56)

33

Departemen LNH sering melakukan penelitian mengenai industri rumah tangga dan mendirikan berbagai stasiun percobaan (proefstation) dengan tujuan mencari landasan untuk memberikan bantuan dana dan pengembangan teknik serta ilmiah. Dalam kurun bersamaan, pemerintah membentuk Komisi Pabrik (Fabriekscommissie), suatu badan semi-pemerintah yang dimaksudkan untuk mewadahi kepentingan bisnis kaum industriawan Eropa, khususnya Belanda.

Persoalan timbul ketika Komisi Pabrik nyata-nyata menolak ikut serta membantu pengembangan industri pribumi. Bahkan, Komisi Pabrik juga tidak bersedia berada di bawah Departemen LNH dan ingin berdiri independen. Dengan demikian, Komisi Pabrik terlihat tidak berniat memajukan ekonomi penduduk pribumi yang sebagian besar adalah industri kerajinan.

Rouffaer (1904) berempati dan secara moral mendukung usaha-usaha ekonomi penduduk pribumi. Tetapi jelas pula mereka tidak mampu menembus dinding politik ekonomi kolonial yang berorientasi kepada industri besar Eropa seperti terwujud dalam pembangunan pabrik-pabrik besar dan eksplorasi pertambangan. Sebaliknya, gagasan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan hanyalah ilusi dan perdebatan di kalangan elite kolonial. Setidaknya hingga tahun 1930-an, kebanyakan waktu, tenaga, pikiran, dan uang dialokasikan hanya untuk perjalanan dinas pejabat, survei, polemik dan silang pendapat yang tak berujung. Inilah suatu masa yang disebut oleh ekonom HJ van Oorschot (1956) sebagai het papieren tijdperk atau masa tumpukan kertas, yaitu saat yang tidak banyak

(57)

34

4.2 Klasifikasi Industri Kerajinan di Indonesia

Departemen Perdagangan (2007) melakukan klasifikasi industri yang merupakan kelompok industri kerajinan. Lapangan usaha yang merupakan bagian dari kelompok industri kerajinan, yaitu:

1. Industri batik, mencakup usaha pembatikan dengan proses malam (lilin) baik yang dilakukan dengan tulis, cap maupun kombinasi antara cap dengan tulis.

2. Industri permadani, mencakup usaha pembuatan permadani dan sejenisnya yang terbuat dari serat, baik serat alam, sintetis maupun campuran yang dikerjakan dengan proses tenun, tufting, braiding, flocking dan needle punching.

3. Industri bordir/sulaman, mencakup usaha bordir/sulaman baik yang dikerjakan dengan tangan maupun dengan mesin.

4. Industri kain rajut, mencakup usaha pembuatan kain yang dibuat dengan cara rajut ataupun renda.

5. Industri barang dari kulit dan kulit buatan, mencakup usaha pembuatan barang-barang yang terbuat dari kulit seperti jok, hiasan, wayang, kap lampu dan lainnya.

(58)

35

7. Industri anyaman dari tanaman, mencakup usaha pembuatan tikar, keset, tas, topi, tatakan dan kerajinan tangan lainnya yang bahan utamanya dari pandan, mendong, serat, rumput dan sejenisnya.

8. Industri kerajinan ukiran dari kayu non-meubel, mencakup usaha pembuatan macam-macam barang kerajinan dan ukiran dari kayu seperti relief, topeng, patung, wayang, vas bunga, pigura, kap lampu dan lainnya. 9. Industri alat-alat dapur dari kayu rotan dan bambu, mencakup usaha

pembuatan alat-alat dapur yang bahan utamanya kayu, bambu dan rotan seperti rak piring, rak bumbu masak, parutan, alu, lesung, talenan, cobek dan sejenisnya.

10. Industri barang dari kayu, rotan dan gabus yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, mencakup usaha pembuatan dari kayu, rotan dan gabus yang belum tercakup sebelumnya seperti alat tenun, peti mati, pajangan, ayunan bayi, kuda-kudaan.

11. Industri perlengkapan dan peralatan rumah tangga dari gelas, mencakup usaha pembuatan macam-macam perlengkapan rumah tangga dari gelas seperti cangkir, piring, mangkuk, teko, stoples, asbak dan lainnya seperti patung, vas dan lampu kristal.

12. Industri barang lainnya dari gelas, mencakup usaha pembuatan macam-macam barang dari gelas seperti tasbih, rosario, manik gelas, gelas enamel, aquarium dan lainnya.

(59)

36

pembuatan barang pajangan dari porselen seperti patung, vas bunga, kotak rokok dan guci.

14. Industri barang dari tanah liat, mencakup usaha pembuatan barang dari tanah liat untuk perlengkapan rumah tangga, pajangan dan hiasan seperti piring, cangkir, mangkuk, kendi, teko, periuk, tempayan, patung, vas bunga, tempat piring, sigaret, celengan dan lainnya.

15. Industri bahan bangunan dari tanah liat selain batu bata dan genteng, mencakup usaha pembuatan barang bangunan dari tanah liat/keramik seperti kloset, ubin dan lubang angin.

16. Industri barang dari marmer dan granit untuk keperluan rumah tangga dan pajangan, mencakup usaha pembuatan macam-macam barang dari marmer/granit, untuk keperluan rumah tangga dan pajangan seperti daun meja, ornamen dan patung.

17. Industri barang dari batu untuk keperluan rumah tangga dan pajangan yang mencakup pembuatan barang-barang seperti cobek, lumpang, batu pipisan, batu asahan, batu lempengan, batu pecahan, abu batu dan kubus mozaik. 18. Jasa Industri untuk bahan berbagai pekerjaan khusus terhadap logam dan

barang dari logam, mencakup kegiatan pelapisan, pemolesan, pewarnaan, pengukiran, pengerasan, pengelasan, pemotongan, dan berbagai pekerjaan khusus terhadap logam atau barang-barang dari logam.

(60)

37

20. Industri furnitur dari rotan dan bambu yang mencakup usaha pembuatan furnitur dari rotan dan bambu untuk rumah tangga dan kantor seperti meja, kursi, bangku, tempat tidur, lemari, rak, kabinet, sekat dan sejenisnya. 21. Industri furnitur dari logam yang mencakup pembuatan furnitur untuk

rumah tangga dan kantor yang bahan utamanya dari logam seperti meja, kursi, rak, spring bed dan sejenisnya.

22. Industri furnitur lainnya, mencakup pembuatan furniture yang bahan utamanya bukan kayu, rotan, bambu, logam, plastik dan bukan barang imitasi seperti kasur, bantal, guling dari kapuk, dakron dan sebagainya. 23. Industri permata yang mencakup usaha pemotongan, pengasahan, dan

penghalusan batu berharga atau permata dan sejenisnya seperti berlian perhiasan, intan perhiasan, batu aji dan intan tiruan.

24. Industri barang perhiasan berharga untuk keperluan pribadi dari logam mulia yang mencakup usaha pembuatan barang-barang seperti cincin, kalung, gelang, giwang, bross, ikat pinggang dan kancing termasuk bagian dan perlengkapannya yang bahan utamanya adalah logam mulia seperti platina, emas, perak dan perunggu.

25. Industri barang perhiasan berharga bukan untuk keperluan pribadi dari logam mulia yang mencakup usaha pembuatan barang-barang seperti peralatan makan dan minum, barang perhiasan rumah tangga, piala dan medali termasuk bagian dan perlengkapannya yang bahan utamanya adalah logam mulia.

(61)

38

cerutu, tempat sirih, piala, medali dan vas bunga, termasuk pembuatan koin baik yang legal sebagai alat tukar maupun tidak.

27. Industri alat-alat musik tradisional, mencakup usaha pembuatan alat musik seperti angklung, suling, kecapi, gendang, calung, kulintang, gong, gambang, rebab dan tifa.

28. Industri alat musik non-tradisional, mencakup usaha pembuatan alat musik seperti gitar, bas, terompet, saxophone, harmonika, clarinet, biola, cello, piano, garputala, akordion serta alat-alat perkusi.

29. Industri mainan, mencakup usaha pembuatan mainan seperti boneka, catur, mainan jenis kendaraan, mainan jenis senjata, toys set, mainan edukatif dan lainnya.

30. Industri kerajinan yang tidak dikalisifikasikan di tempat lain, mencakup usaha barang-barang kerajinan dari bahan tumbuh-tumbuhan dan hewan seperti kerajinan pohon kelapa baik yang menggunakan tempurung, serabut, akar juga kerajinan lain dari hewan seperti kulit, gading, tanduk, bulu, rambut, binatang yang diawetkan dan barang-barang lukisan.

4.3 Perkembangan Industri Kerajinan di Indonesia

(62)

39

Serikat, Singapura, Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Belanda, Australia dan United Arab Emirate. Selain itu, peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam perekonomian Indonesia juga begitu besar, karena mampu menyerap 90 persen dari seluruh jumlah tenaga kerja.

Hingga tahun 2002, pemerintah dirasa belum cukup memberikan perhatian kepada sektor industri kerajinan. Kurangnya perhatian ini menyebabkan perkembangan nilai ekspor hasil kerajinan Indonesia dalam periode 1998 – 2002 (Januari – September 2002) terus mengalami penurunan. Peluang hasil kerajinan Indonesia memang cukup besar, namun pemerintah belum memberikan perhatian secara khusus. Kebijakan industri dan perdagangan yang dibuat pemerintah masih berpihak kepada sekelompok usaha besar, konglomerasi dan BUMN.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dituntut segera melakukan reformasi dan revitalisasi UKM, meliputi penataan struktur dan lingkungan usaha melalui penerapan dan pelaksanaan secara konsekuen UU Anti Monopoli, menerapkan dan melaksanakan secara konsekuen UU Praktik Perdagangan yang adil, serta mengkaji ulang seluruh tata niaga dan pemberian hak-hak eksklusif, seperti hak distribusi komoditas tertentu dan penunjukan eksportir terbatas.

(63)

40

Indonesia dipastikan akan kalah bersaing dengan negara lain, terutama Cina, Thailand, dan Taiwan.

4.4 Regulasi dan Kebijakan Industri Kerajinan di Indonesia

Mengingat pentingnya keberlangsungan hidup dari industri kerajinan yang menopang kehidupan masyarakat, maka para pecinta/peminat barang-barang seni dan kerajinan, tokoh masyarakat, para seniman serta para ahli yang menggeluti bidang seni dan kerajinan merasa perlu adanya wadah partisipasi masyarakat bertaraf nasional yang berfungsi membantu pemerintah dalam membina dan mengembangkan kerajinan. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama 2 Menteri, yaitu Menteri Perindustrian dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor: 85/M/SK/3/1980 dan Nomor: 072b/P/1980, tanggal 3 Maret 1980 di Jakarta, maka didirikanlah Dewan Kerajinan Nasional.

(64)

41

antardaerah/pemerintah daerah telah dilakukan (seperti kerjasama antara Badan Kerjasama Pembangunan Sulawesi (BKPRS) dengan Pemda Jawa Barat untuk menjamin ketersediaan pasokan rotan bahan baku dari Sulawesi).

Pada Tahun 2005 pula pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta didukung oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) membuat Roadmap Indonesia Design Power 2006 – 2010 yang bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk berstandar internasional dan memiliki karakter nasional yang diterima di pasar dunia. Dengan kekuatan desain, kemasan, dan aktivitas branding pada produk yang berbasis pada intellectual property dapat meningkatkan neraca perdagangan, memberikan kontribusi atas pendapatan nasional masyarakat serta memperluas lapangan kerja.

(65)

V. PEMBAHASAN

5.1 Analisis Kinerja Industri Kerajinan

Kinerja suatu industri mencerminkan bagaimana pengaruh kekuatan pasar terhadap harga dan efisiensi. Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari tingkat keuntungan perusahaannya, yaitu dari PCM (Price Cost Margin) dan tingkat efisiensi dapat dilihat melalui efisiensi-X (XEFF).

Nilai PCM diperoleh melalui perbandingan antara selisih nilai tambah dan upah pekerja dengan nilai output dalam suatu industri. Berdasarkan analisis, diketahui bahwa dalam periode 2000 – 2005, tingkat keuntungan rata-rata seluruh perusahaan mengalami fluktuasi dengan rata-rata sebesar 27,78 persen.

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa titik terendah terjadi pada tahun 2002, yaitu sebesar 24,80 persen. Tingkat keuntungan meningkat drastis pada tahun 2003 hingga sebesar 31,26 persen dan sekaligus merupakan tingkat keuntungan tertinggi dalam periode tersebut. Hal ini terjadi karena terjadi peningkatan biaya input pada tahun 2002, yaitu pada saat terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ada tahun tersebut. Fluktuasi nilai biaya input dapat dilihat pada Tabel 5.6.

(66)

43

Tabel 5.1 Nilai Price Cost Margin (PCM) Industri Kerajinan Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2005 (diolah)

(67)

44

Tabel 5.2 Nilai Efisiensi-X (XEFF) Industri Kerajinan Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2005 (diolah)

(68)

45

seperti perhiasan (KBLI 36911) atau perabot marmer dan granit (KBLI 26501), efisiensi bahkan dapat mencapai lebih dari 500 persen.

5.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kerajinan 5.2.1 Pemilihan Model dengan Uji Hausman

Analisis panel data digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dalam industri kerajinan. Estimasi ini dilakukan dengan menggunakan program Eviews 5. Untuk menentukan model yang akan dipakai antara fixed effect model dengan random effect model untuk mengestimasi PCM, peneliti menggunakan Hausman Test. Hasil dari Uji ini menunjukkan bahwa model yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah fixed effect model. Pemilihan model efek tetap ini dimaksud untuk melihat heterogenitas tiap individu dari industri kerajinan, membiarkan intersep bervariasi antar individu dan perbedaan nilai konstanta diasumsikan sebagai perbedaan antar unit individu. Tabel 5.3 Hasil Penentuan Model dengan Hausman Test

Berdasarkan Uji Hausman, probabilitas Chi-Square adalah 0,03 (kurang dari α yang digunakan, yaitu 0,05). Artinya tolak H0 dan kita harus menggunakan fixed effect model.

5.2.2 Estimasi Model

(69)

46

harus memenuhi asumsi klasik regresi. Uji OLS klasik yang dilakukan adalah model harus terbebas dari Autokorelasi, Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas. Maka dari itu, dilakukan estimasi menggunakan fixed effect model dengan White Period Standard Error and Covariance dan Cross-section Weight walaupun sebenarnya dalam pengolahan data panel, hal tersebut dapat diabaikan.

Tabel 5.4 Hasil Estimasi Menggunakan Fixed Effect Model dengan White Period Standard Error and Covariance dan Cross-section Weigtht.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4 maka persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi industri kerajinan di Indonesia adalah sebagai berikut:

PCM = -0.49 + 0.14 XEFFit + 0.05 LnProdit - 0.006 Growthit

Berdasarkan persamaan tersebut, ketiga variabel bebas yang diuji, yaitu Growth, XEFF dan LnProd berpengaruh nyata (signifikan) pada taraf nyata 5 persen (α = 0,05) terhadap PCM, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0,00.

5.2.3 Evaluasi dan Interpretasi Model

(70)

47

DW(2,31) < 4-du(2,46). Untuk mendeteksi adanya Heteroskedastisitas, dapat dilihat apakah Sum Square Resid Weighted Statistic < Sum Square Resid Unweighted Statistic. Pada Tabel 5.4 terlihat ada Heteroskedastisitas (1,51 <

1,57). Namun karena data diolah menggunakan data panel dengan White Heteroscedasticity, maka hal ini dapat diabaikan. Multikolinearitas dapat dilihat

berdasarkan Correlation Matrix dalam regresi.

Tabel 5.5 Hasil Uji Multikolinearitas menggunakan Correlation Matrix

Jika nilai korelasi antar variabel < 0,8 maka tidak ada multikolinearitas dalam persamaan. Pada Tabel 5.5 terlihat bahwa nilai korelasi antar variabel < 0,8 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas dalam persamaan yang dihasilkan oleh estimasi pada Tabel 5.4.

Nilai Adjusted R-squared atau koefisien determinasi yang disesuaikan pada hasil estimasi model adalah sebesar 0,790378. Hal ini berarti bahwa 79,03 persen keragaman PCM pada industi kerajinan dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya (XEFF, Growth dan LnProd), sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Hasil uji ini diperkuat dengan probablilitas F-statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat α = 5 persen, yaitu sebesar 0,00. yang berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat sehingga model penduga layak untuk menduga parameter dalam fungsi.

(71)

48

Growth berpengaruh negatif. Pengaruh Growth terhadap PCM ini tidak sesuai

dengan hipotesis awal. Variabel bebas yang memiliki pengaruh terbesar terhadap peningkatan kinerja industri kerajinan adalah XEFF.

Nilai koefisiensi XEFF sebesar 0,14 signifikan terhadap peningkatan PCM pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan XEFF sebesar 1 persen, maka PCM yang dihasilkan oleh industri kerajinan akan meningkat sebesar 0,14 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dan juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Winsih (2007) bahwa semakin efisien suatu perusahaan maka memungkinkan perusahaan tersebut untuk memberi nilai tambah lebih banyak kepada sebuah produk dengan input yang lebih sedikit. Dengan demikian perusahaan dapat mengurangi jumlah produksi. Hal ini merupakan pengurangan biaya sehingga tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat.

Produktivitas (LnProd) signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien sebesar 0,05. Ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan produktivitas sebesar 1 persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan dalam industri kerajinan akan meningkat sebesar 0,05 persen. Sesuai dengan hipotesis awal dan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Winsih (2007) bahwa dengan meningkatnya produktivitas, berarti output yang dapat dihasilkan oleh setiap tenaga kerja meningkat. Hal ini menunjukkan kinerja yang meningkat sehingga akan menambah penghasilan dan keuntungan bagi perusahaan.

(72)

49

persen. Tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana Growth akan meningkatkan PCM namun sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Winsih (2007), dimana Growth justru memiliki pengaruh negatif terhadap PCM. Hal ini membuktikan

bahwa kinerja industri kerajinan tidak akan meningkat dengan adanya pertumbuhan jumlah produksi. Kondisi ini diduga karena rata-rata pertumbuhan nilai produksi lebih kecil daripada rata-rata pertumbuhan nilai biaya input sehingga tingkat keuntungan menurun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Pertumbuhan Nilai Produksi dan Biaya Input Industri Kerajinan di Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2005 (diolah)

(73)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada industri kerajinan di Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2005, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kinerja industri kerajinan dalam periode 2000 – 2005 dapat dilihat dari rata-rata nilai PCM sebesar 27,78 persen dan nilai rata-rata XEFF sebesar 108,93 persen. Dapat disimpulkan bahwa industri kerajinan merupakan industri yang efisien dimana nilai tambah pada setiap barang yang dihasilkan sangat tinggi.

2. Berdasarkan hasil analisis panel data dengan menggunakan Hausman Test, pemilihan model pada penelitian ini adalah dengan menggunakan fixed effect model. Pemilihan model ini kemudian digunakan untuk

(74)

51

6.2 Saran

Dari kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat dituliskan untuk peningkatan kinerja industri kerajinan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Industri kerajinan memiliki nilai tambah yang sangat tinggi pada barang hasil produksinya. Diharapkan pemerintah dapat fokus terhadap potensi industri kerajinan tersebut agar kontribusi industri ini dapat ditingkatkan. Kontribusi yang dapat diberikan oleh pemerintah diantaranya adalah melalui bantuan fasilitas seperti kemudahan mengakses bahan baku bagi para pelaku dalam industri kerajinan. Maka dari itu, diperlukan lembaga penunjang UMKM dengan tugas memberikan bantuan di bidang teknik/desain, manajemen, keuangan, penelitian dan pengembangan, serta berfungsi sebagai lembaga advokasi terhadap kebijakan publik atau masalah yang menghambat perkembangan usaha kecil.

(75)

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, I. 2006. Analisis Struktur Perilaku Kinerja Industri Susu di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Daryanto, A. 2003. Consestable Market Bogasari [bahan kuliah ekonomi industri]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Departemen Perdagangan. 2007. Studi Industri Kreatif 2007. Depdag, 2007. Dewi, D.A. 2008. Analisis Nilai Tambah, Efisiensi dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Z. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3S, Jakarta.

Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta.

Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia. Penerbit Andi, Yogyakarta. Lutfiah, M. 2008. Analisis Dampak Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia

terhadap Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Perbankan Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gambar

Tabel 1.1 Dampak Ekonomi Industri Kreatif di beberapa Negara
Tabel 1.2 Perbandingan Skor Berbasis Kontribusi dengan Skor Berbasis
Tabel 1.3
Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang bermakna rerata kontrol emosi sebelum dan sesudah relaksasi nafas dalam dengan nilai p = &lt;

Sasaran Strategis : 1.Manajemen tata kelola pemerintahan di Kementerian PPN/Bappenas yang bersih 2.Manajemen tata kelola pemerintahan di Kementerian PPN/Bappenas yang bersih 3..

Judul Skripsi : Hubungan Antara Motivasi Dan Bimbingan Orang Tua dengan Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas XI Akuntansi di SMKN 1 Bandung Tulungagung Tahun Ajaran

The cost of land under development consists of the cost of land for development, direct and indirect real estate development costs and capitalized borrowing

Untuk lebih jelasnya, berikut akan diuraikan makna dari hasil analisis masing-masing variabel pelayanan, diversifikasi produk, harga, dan kenyamanan yang ditawarkan toko

menggunakan tiga koefisien korelasi yaitu koefisien determinasi berganda, koefisien korelasi berganda, dan koefisien korelasi parsial. Korelasi linear berganda dengan

sebesar 76,33%, mendengarkan penjelasan guru tentang materi secara garis besar diperoleh rata-rata 74%, siswa membentuk kelompok yang diperintah guru diperoleh