• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika ekspor minyak sawit indonesia ke negara-negara importir utama: analisis cointegration dan error correction model

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika ekspor minyak sawit indonesia ke negara-negara importir utama: analisis cointegration dan error correction model"

Copied!
327
0
0

Teks penuh

(1)

DlNAMlKA EKSPOR MINYAK SAWlT INDONESIA

KE NEGARA-NEGARA IMPORTIR UTAMA

:

ANALISIS COINTEGRATION DAN

ERROR CORRECTION MODEL

Y U L I S M I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

tesis yang berjudul

DlNAMlKA EKSPOR MINYAK SAWlT INDONESIA KE NEGARA-NEGARA IMPORTIR UTAMA :

ANALISIS COINTEGRATION DAN ERROR CORRECTION MODEL

merupakan gagasan atau hasil penelitian Saya sendiri dengan pembimbingan

dari Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis

pada Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

(3)

O

Hak cipta milik Yulismi, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(4)

DlNAMlM EKSPOR MINYAK SAWlT INDONESIA

KE NEGARA-NEGARA IMPORTIR UTAMA

:

ANALISIS COINTEGRATION DAN

ERROR CORRECTION MODEL

Y U L I S M I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi llmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Dinamika Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Negara-

Negara lmportir Utama : Analisis Cointegration dan

Error Correction Model

Nama Mahasiswa : Yulismi

Nomor Pokok : A151020311

Program Studi : llmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hermanto Sire~ar. M.Ec.

Ketua

Dr. Ir. Annv Ratnawati, M.S. Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi

llmu Ekonomi Pertanian

/

!

i

d

{

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A.

(6)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim. Puji Syukur Penulis tawakkal pada Allah SVVT

atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga Penulis berhasil menyelesaikan

tesis ini. Tema mengenai perdagangan minyak sawit merupakan pilihan Penulis

untuk tesis ini. yang berjudul "Dinamika Ekspor Minyak Sawit lndonesia ke

Negara-Negara lrnportir Utama : Analisis Cointegration dan Error Correction

Mode!' dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Sains pada Program Studi llmu Ekonomi Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor.

Pembahasan spesifik terhadap faktor harga dan pendapatan menjadi

objek penting dalam penelitian ini. Harga dan pendapatan merupakan esensi

untuk terjadinya perdagangan antar negara pada komoditi minyak sawit

sehingga efek jangka pendek dan jangka panjangnya menjadi penting pada

implikasi kebijakan. Minyak sawit sebagai komoditi strategis di Indonesia

dihadapkan pada pengaturan perdagangan yang kompleks, konfllik antar

kepentingan kerap terjadi dalam mempertimbangkan suatu kebijakan pemerintah

pada perdagangan minyak sawit. Untuk itu perlu diperhitungkan efek-efek

kebijakan yang terkait dengan efek ekonomi dan politik yang berimplikasi pada

kestabilan nasional.

Penulis menyadari bahwa kemampuan dan kemudahan dalam

menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

kepada Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc dan Ibu Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS

selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang secara intensif membimbing

Penulis mulai dari perumusan masalah, pengolahan data sampai penyajian hasil

(7)

1. Teristimewa kedua orangtuaku, Bapak H. Darkutni, SH dan Ibu Hj. Ruaida

serta saudara-saudaraku Harnita S.Kp, Sunarti, SP. MP, Novisah, SE. ME,

Muhammad Suryadi, Drg. Desneli, Yanilia yang telah memberikan dukungan

moril dan materil kepada Penulis, juga keponakan kecilku Raidan, Adli dan

Keysha yang Penulis sayangi. Spesial untuk Abangku Agus Salim, SE. ME

atas doa, kesabaran dan kasih sayangnya serta untuk semua bantuannya

hingga tesis ini selesai.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS selaku penguji luar komisi pada ujian

tesis tanggal 18 Februari 2006 yang telah memberikan koreksi dan saran

konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini.

3. Dekan, Ketua Program Studi llmu Ekonomi Pertanian, Seluruh staf pengajar

dan administrasi pada Sekolah Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.

4. Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Jarnbi yang mernberikan

kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah

Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor.

5. Mr. Thomas Mielke dari Oilworld, Muhammad Jusuh dari Malaysian Palm Oil

Board, Mr. B.V. Mehta dari Solvent Extractor Association India yang telah

merespon Penulis melalui email sehingga Penulis dapat mengakses data

yang dibutuhkan dari lembaga tersebut serta staf LPEM-FEU1 dan pihak

-

pihak yang turut membantu melengkapi data dan informasi untuk tesis ini.

6. Kelompok belajar penulis di Program Studi EPN angkatan 2002 yang sangat

membantu pada masa perkuliahan dan seluruh teman di Program Studi EPN

SPS-IPB, Dwi Wahyuniarti, Yati Nuryati, Andre R Daud, Lukman Adam yang

telah memberikan masukan, diskusi, kerjasarna dan berbagi pengetahuan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2006

(8)

Penulis dilahirkan di Jambi tanggal 31 Juli 1977 dari ayah H. Darkutni, SH

dan Hj. Ruaida. Penulis merupakan putri keempat dari tujuh bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD, SMP dan SMA di Jambi masing-

masing tahun 1989, 1992, 1995. Pada tahun 1995, Penulis masuk perguruan

tinggi untuk pendidikan sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Jambi dan lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk

melanjutkan ke Program Studi llmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana

lnstitut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2002. Tanggal 18 Februari 2006

Penulis dinyatakan lulus setelah menyelesaikan ujian tesis.

Pada masa pendidikan sekolah pascasarjana, Penulis diterima sebagai

tenaga pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,

(9)

DAFTAR

IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL xii

...

DAFTAR GAMBAR xiii

...

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I

.

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang ... 1 ...

1.2. Perumusan Masalah 7

1.3.TujuanPenelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9 II

.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Perdagangan lnternasional ...

2.2. Perdagangan lnternasional Konteks Permintaan dan Penawaran ..

...

2.3. Distorsi Perdagangan lnternasional

...

2.3.1. Proteksi oleh Importir

2.3.2. Proteksi oleh Eksportir ...

2.4. Kointegrasi dan Error Correction Model ... ...

2.4.1. Data Stasioner dan Unit Root

2.4.2. Error Correction Model ... ...

2.5.Tinjauan Kebijakan Minyak Sawit Indonesia

...

2.6.Tinjauan Studi Terdahulu

... 2.6.1. Studi Mengenai Perdagangan minyak sawit

2.6.2. Studi Mengenai Permodelan dalam Analisis Trade Flow ...

Ill

.

KERANGKA PEMlKlRAN

3.1. Kerangka Teori ... 36 3.1.1. Permintaan Minyak Sawit ... 36 3.1.1 . 1. Permintaan lmpor ... 38

...

3.1.1.2. Permintaan Ekspor 39

(10)

3.1.3. Distorsi Perdagangan Minyak Sawit ...

...

3.1.3.1. Proteksi lmpor Minyak Sawit

...

3.1.3.2. Proteksi Ekspor Minyak Sawit

... 3.2. Kerangka Konseptual

...

3.3. Hipotesa

IV

.

METODE PENELlTlAN

4.1. Data dan Sumber Data ...

4.2. Spesifikasi Model Umum ...

4.2.1. Persamaan Permintaan Impor ... ...

4.2.2. Persamaan Permintaan Ekspor

...

4.2.3. Persamaan Penawaran lmpor

...

4.2.4. Persamaan Penawaran Ekspor

...

4.3. Definisi Variabel

4.4. Prosedur Ekonometrika Time Series ... ...

4.4.1. Pengujian Unit Root

...

4.4.2. Pengujian Cointegration

...

4.5. Prosedur Estimasi

4.6. Uji Diagnosis ... ... 4.7. Simulasi Model

V

.

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR MINYAK SAWlT DAN BEBERAPA VARIABEL EKONORdI

5.1. Ekspor Minyak Sawit ...

5.2. lmpor Minyak Sawit ...

5.3. Perkembangan Produk Domestik Bruto negara importir ...

... 5.4. Perkembangan lndeks Harga Konsumen negara importir

5.5. Perkembangan lndeks Harga Konsumen negara eksportir ...

VI

.

ANALISIS DlNAMlKA EKSPOR MINYAK SAWlT INDONESIA

6.1. Pengujian Unit Root ...

6.2. Pengujian Cointegration ...

6.3. Hasil Regresi dan Analisis Error Correction Model ... 6.3.1. Model Permintaan lmpor Minyak Sawit ... 6.3.2. Model Permintaan Ekspor Minyak Sawit ...

6.3.3. Model Penawaran lmpor Minyak Sawit ...

(11)

VII

.

DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA

...

7.1. Skenario Kebijakan Negara Importir 102

...

7.1 . 1 . Dampak Penurunan Tarif Impor 102

...

7.1.2. Dampak Kenaikan Pendapatan 105

7.1.3. Dampak Penurunan Tarif lmpor dan Kenaikan Pendapatan . 106

...

7.2. Skenario Kebijakan Negara Eksportir 108

...

7.2.1. Dampak Penghapusan Pajak Ekspor 108

7.2.2. Dampak lnflasi ... 110

7.2.3. Dampak Penghapusan Pajak Ekspor dan lnflasi ... 111

7.3. Pembahasan Menyeluruh Dampak Kebijakan ... 111 VIII

.

KESIMPULAN

8.1 . Kesimpulan ... 115 8.2. lmplikasi Kebijakan ... 116

...

8.3. Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Lanjutan 116

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

...

1 . Produksi CPO oleh Negara Produsen Utama Tahun 1995-2002 2

2

.

Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Tahun 1999-2004 ... 2

... 3 . Volume Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1995-2002 4 4 . Perkembangan Harga dan Ekspor Minyak Sawit lndonesia Tahun ... 1996-2002 8 ... 5 . Dampak Tarif lmpor Terhadap Kesejahteraan 18 6 . Dampak Pembatasan lmpor Terhadap Kesejahteraan ... 20

7 . Dampak Pembatasan Ekspor Terhadap Kesejahteraan ... 21

8 . Dampak Pajak Ekspor Terhadap Kesejahteraan ... 23

9 . Pelarangan Ekspor dan Pajak Ekspor CPO Indonesia ... 29

10

.

Definisi Variabel-Variabel ... 55

11

.

Pertumbuhan Rata-Rata Tahunan PDB Riil China Tahun 1990- 2003 ... 71

1 2 . Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller ... 79

... 13 . Hasil Uji ADF Residual Untuk Kointegrasi 82 14 . Elastisitas Jangka Panjang dan Jangka Pendek Permintaan Impor .... 84

15 . Elastisitas Harga dan Volume Impor ... 90

Impor Minyak sawit Pakistan Tahun 1995-2002 ... 95

Elastisitas Jangka Panjang dan Jangka Pendek Penawaran Impor .... 96

... Respon Penawaran Ekspor terhadap Perubahan Harga 99 ... Negara-Negara Konsumen Utama Minyak Sawit 99 Dampak Penurunan Tarif lmpor Terhadap Permintaan lmpor dan Permintaan Ekspor Minyak Sawit ... 104

Dampak Kenaikan PDB di Negara lmportir Terhadap Permintaan lmpor dan Permintaan Ekspor Minyak Sawit ... 106

Dampak Penurunan Tarif lmpor dan Kenaikan PDB Terhadap Permintaan lmpor dan Permintaan Ekspor Minyak Sawit ... 107

23 . Dampak Penghapusan Pajak Ekspor ~ e r h a d a ~ Penawaran Ekspor Minyak Sawit Indonesia ... 109

24 . Dampak lnflasi 10 Persen Terhadap Penawaran Ekspor Minyak Sawit Indonesia ... 110

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Proses Perdagangan Dua Negara ...

Efek Ekonomi Kebijakan Tarif lmpor ...

Efek Ekonomi Kebijakan Pembatasan lmpor ... ...

Efek Ekonomi Kebijakan Pembatasan Ekspor

...

Efek Ekonomi Kebijakan Pajak Ekspor

...

Kerangka Pemikiran Penelitian

...

Struktur Data Perdagangan Minyak Sawit

Proporsi Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 2003 ...

Komposisi Ekspor Minyak Sawit Malaysia Tahun 2003 ...

Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Tahun 1990-2003 ...

Perkembangan lmpor Minyak Sawit Tahun 1990-2003 ...

Perkembangan PDB China Tahun 1990-2003 ...

Perkembangan PDB India Tahurl 1990.2003 ...

Perkembangan PDB Uni Eropa Tahun 1990-2003 ...

Perkembangan IHK Negara lmportir Tahun 1990-2003 ...

Perkembangan IHK Negara Eksportir Tahun 1990-2003 ...

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

...

Kebijakan Pemerintah Pada lndustri Kelapa Sawit Indonesia 121

...

Kronologis Kebijakan lmpor Minyak Nabati India 122

...

Penurunan Persamaan Permintaan 123

...

Penurunan Persamaan Penawaran 126

Data Variabel Levels yang Ditransformasi Dalam Logaritma ... 129

Proses Penyusunan Analisis Uji Unit Root Dengan Perangkat Lunak Microfit 4.0 Windows ... 134

Contoh Uji Unit Root Pada Variabel Levels dan First difference ... 136

Hasil Estimasi ECM Untuk Permintaan Impor ... 137

Hasil Estimasi Persamaan Untuk Permintaan Ekspor ... 140

Hasil Estimasi ECM Untuk Penawaran Impor ... 146

Hasil Estimasi Persamaan Untuk Penawaran Ekspor ... 149

(15)

I. PENDAHULUAN

1 .l. Latar Belakang

Pengalaman bangsa lndonesia yang mengalami krisis pada pertengahan

tahun 1997 memberi pelajaran penting bahwa fundamental perekonomian

bangsa rentan terhadap gejolak eksternal. Untuk itu diperlukan fokus perhatian

pada pengembangan sektor atau subsektor yang mampu sunlive dalam kondisi

krisis dan diproyeksikan mampu berperan strategis dalam perekonomian

nasional sebagai penghasil devisa negara.

Sektor pertanian rnerniliki peranan krusial dalam perekonomian suatu

negara. Lemahnya kondisi sektor pertanian menyebabkan perekonomian secara

keseluruhan rentan terhadap guncangan internal dan eksternal. Sektor pertanian

dianggap sebagai katup penyelamat pada masa krisis karena local content yang

relatif tinggi dibandingkan sektor non pertanian. Salah satunya adalah subsektor

perkebunan kelapa sawit yang mampu bertahan sebagai kontributor devisa

negara. Saat ini lndonesia merupakan negara produsen dan eksportir terbesar

kedua setelah Malaysia dengan nilai ekspor minyak sawit mencapai US$ 2 454

625 536 pada tahun 2003 (Ditjenbun, 2004). Berdasarkan catatan terakhir tahun

2003, volume ekspor rninyak sawit mencapai 6.5 juta ton dengan volume

produksi 9.9 juta ton artinya lebih dari enam puluh persen produksi nasional

diorientasikan untuk ekspor.

Posisi produksi minyak sawit lndonesia pada tahun 2002 memenuhi

sekitar 36 persen dari total produksi rninyak sawit dunia dibandingkan dengan

pangsa produksi Malaysia yang memenuhi 48 persen dari total produksi dunia

(VanGelder, 2004). Pada sisi ekspor, pangsa ekspor minyak sawit lndonesia

(16)

Malaysia yang rnencapai 58 persen pada pasar dunia (Gold Report, 2003).

Meskipun dernikian, dengan perturnbuhan produksi mencapai 114 persen selarna

tujuh tahun terakhir, diperkirakan lndonesia dapat rneningkatkan volume produksi

dan ekspor rninyak sawitnya lebih besar dibanding Malaysia di rnasa mendatang

(Tabel 1). Pada sisi konsurnsi, lndonesia rnerupakan konsurnen utarna rninyak

sawit setelah India dengan jumlah konsumsi lebih dari 3 juta ton pada tahun 2004

(Rabobank, 2005). Peluang produksi dan ekspor yang disertai kebutuhan

konsurnsi terhadap rninyak sawit menjadikan minyak sawit sebagai kornoditi

strategis yang sernestinya dapat dijadikan subsektor andalan.

Tabel 1. Produksi CPO Oleh Negara Produsen Utama Tahun 1995-2002

1998 8 315 5 361 3 478 17 154

1999 10 553 6 250 3 822 20 625

2000 10 840 7 050 3 984 21 874

2001 11 804 8 030 4 087 23 921

2002 11 908 9 020 4075 25 003

Growth(%) 52 114 65

Sumber : VanGelder, 2004

Prospek pengembangan rninyak sawit lndonesia terkait dengan

perturnbuhan permintaan di dalarn negeri dan dunia. Berdasarkan hasil kajian oil

world bahwa produksi rninyak sawit lndonesia pada tahun 2010 akan rnulai

rnelebihi produksi Malaysia bahkan pada tahun selanjutnya lndonesia akan

rnenjadi negara produsen utarna minyak kelapa sawit (Gold Report, 2003).

Tabel 2. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit lndonesia Tahun 1999-2004

Tahun Volume (ribu ton)

Produksi Ekspor Konsumsi Stok akhir

1999 5 800 3 058 2 793 202

2004** 10 100 6 600 3 481 273

Sumber : USDA dalam Gold Report, 2003

[image:16.603.79.488.8.781.2]
(17)

Bertolak dari prospek rninyak sawit di pasar dunia yang rnenjadi motif

pengembangan produksi, perlu diperhitungkan peran strategis minyak sawit

untuk konsurnsi dornestik (Tabel 2). Pada tahun 2002 sekitar 3.3 juta ton

produksi rninyak sawit diorientasikan untuk kebutuhan dornestik. Minyak sawit

rnendorninasi sebagai bahan baku rninyak goreng yang rnerupakan salah satu

bahan pokok dimana ketersediaan dan gejolak harganya ikut rnernpengaruhi

tingkat inflasi di Indonesia. Konsekuensinya adalah kernungkinan trade off antara

devisa dan inflasi jika dilakukan orientasi ekspor yang tidak diirnbangi dengan

peningkatan produksi.

Prospek perturnbuhan perrnintaan rninyak sawit yang rneningkat di pasar

dunia juga dipertegas dengan pangsa produksi rninyak sawit pada produksi

minyak nabati dunia untuk periode 2003-2007 adalah 26.5 persen yaitu lebih

besar dari pangsa produksi rninyak nabati lainnya. Pada sisi konsurnsi, untuk

periode yang sarna rnenunjukkan pangsa konsumsi minyak sawit adalah 31.4

persen yang juga lebih besar dari pangsa konsurnsi rninyak nabati lain, misalnya

rninyak kedelai yang pangsa konsurnsinya 18.9 persen. Kondisi ini diperkirakan

akan terus berlanjut hingga tahun 2020, artinya perkernbangan cerah untuk

ekspor minyak sawit lndonesia di rnasa depan.

Orientasi ekspor rninyak sawit lndonesia pada saat ini didorninasi oleh

tiga negara yaitu India, Uni Eropa (EU) dan China yang menjadi negara importir

utarna rninyak sawit di dunia. Di lndia yang irnpornya rnarnpu rnencapai 3.8 juta

ton pada tahun 2000 ternyata kontribusi Malaysia rnencapai 56.9 persen

sedangkan kontribusi lndonesia 42.5 persen dari total irnpor Minyak sawit India.

Hal ini rnenggarnbarkan kuatnya Malaysia untuk pasar India, namun dari sisi lain

juga mengindikasikan bahwa lndonesia rnerniliki potensi untuk rnendapat pangsa

pasar di India. lndikasi ini dikaitkan dengan perkernbangan kontribusi lndonesia

(18)

yang secara individual juga merupakan negara importir utama dengan volume

impor minyak sawit 1.8 juta ton tahun 2000. Kontribusi lndonesia adalah 35.2

persen dan Malaysia 55.7 persen. Namun secara umum lndonesia menunjukkan

perkembangan yang berarti dengan meningkatkan kontribusinya (CIC, 2001).

Sementara untuk Pasar Uni Eropa, pada tahun 2002 impornya mencapai

3.3 juta ton dimana pangsa pasar minyak sawit lndonesia adalah 43 persen, ha1

ini menunjukkan penurunan pangsa pasar karena pada tahun 1995 pangsa

ekspor minyak sawit lndonesia untuk pasar Uni Eropa adalah 50 persen. Secara

umum Malaysia diuntungkan dengan mendapatkan pangsa pasar yang lebih

besar yaitu 44 persen pada tahun 2002 (VanGelder, 2004). Kondisi dan posisi

lndonesia pada ketiga pasar tersebut memberikan gambaran bahwa masih

banyak peluang sekaligus tantangan bagi lndonesia untuk meningkatkan

peranannya di pasar Internasional. Malaysia sebagai negara pembanding dalam

meraih pangsa pasar minyak sawit pada ketiga pasar seharusnya mampu

memacu kinerja ekspor minyak sawit Indonesia. Adapun volume ekspor minyak

sawit lndonesia untuk pasar ketiga negara tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume Ekspor Minyak Sawit lndonesia Tahun 1995-2002

Tahun Volume ekspor (ribu ton)

India EU China Lain Total

1995 113 935 181 626 1 855

1998 309 993 323 635 2 260

1999 1 029 1 002 354 934 3 319

2000 1 639 908 693 900 4 140

2001 1 520 1 185 68 1 1 554 4 940

2002 1 767 1 496 789 2 328 6 380

Sumber : Gold Report, 2003

Peran strategis komoditi kelapa sawit sebagai komoditi ekspor lndonesia

menyebabkan perlunya kebijakan yang tidak hanya terfokus pada sisi

pengembangan produksi namun juga pada sisi perdagangan komoditi yang

efisien. Perdagangan yang efektif dan efisien mampu membentuk sinyal pasar

(19)

mengatur perdagangan rninyak sawit telah dilakukan sejak tahun 1978 melalui

SK Menteri Perdaqanqan dan Koperasi No.2681kplX11178 rnenaenai ~enaaturan

minyak sawit untuk tujuan ekspor, sarnpai sekarang kebijakan pernerintah yang

tidak populer adalah penetapan paiak ekspor minvak sawit, vanq terakhir

ditetapkan 3 persen rnelalui SK Menteri Keuangan RI No.66lKMK.07112001

tahun 2001. Kebiiakan pemerintah lndonesia dalam menqatur perdaaanaan

minyak sawit dilakukan dengan beberapa alternatif instrumen yaitu (1) pajak

ekspor, (2) pernbatasan ekspor, dan (3) pelaranqan ekspor. Aplikasi kebiiakan

tersebut adalah berirnplikasi pada perubahan harga komoditi rninyak sawit di

pasar dunia.

Kornpleksitas perdagangan minyak sawit tidak hanya dalam menghadapi

kebiiakan dornestik namun iuaa kebiiakan-kebiiakan vans dilakukan oleh negara

importir melalui berbagai instrurnen rnisalnya pembatasan irnpor atau tarif impor

yang berdampak pada volume ekspor rninyak sawit Indonesia.

Perubahan lingkungan strategis dengan diratifikasinya kesepakatan

putaran UruguayIGATT dan WTO dengan UU No.7 tahun 1994 mengenai

perdagangan bebas juga turut rnernberi tekanan pada resiko perubahan harga

dan makin terbukanya akses pasar sehingga rneningkatkan volume perdagangan

maka perlu peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran untuk meningkatkan

daya saing produk. Malaysia dan lndonesia merupakan negara sentra produksi

minyak sawit dunia dan juga eksportir utama komoditas tersebut, sehingga kedua

negara tersebut memiliki kompetensi dan kompetisi yang kuat di pasar minyak

sawit Internasional. Untuk itu daya saing harus menjadi pertimbangan penting

dalam strategi kebijakan. Namun daya saing bukan satu-satunya dasar

pertimbangan dalarn strategi kebijakan ekspor. Pendekatan nilai tambah menjadi

trend positif terutarna untuk meningkatkan pendapatan ekspor dengan

(20)

dilakukan oleh Malaysia untuk produk minyak kelapa sawit sehingga orientasi

ekspor tidak dilakukan dalarn bentuk rninyak sawit kasar (Crude Palm Oil) namun

dilakukan pada produk turunannya (Processed Palm Oil). Perubahan orientasi

ekspor produk ini yang rnenjadi indikasi perturnbuhan ekspor rninyak sawit kasar

produksi Malaysia cenderung konstan, berbeda dengan orientasi ekspor

lndonesia yang masih terfokus pada peningkatan daya saing produk rnelalui

ketersediaan lahan dan tenaga kerja rnurah sehingga peningkatan pendapatan

ekspor dilakukan dengan rneningkatkan perturnbuhan produksi dan ekspor

rninyak sawit kasar.

Perubahan harga minyak sawit yang rnenjadi indikator daya saing

rnenjadi penting bagi lndonesia sebagai negara pengekspor untuk

rnernaksirnurnkan keuntungan ekspor rnelaiui penawaran ekspornya. Demikian

pula bagi negara irnportir, perubahan harga rnenjadi dasar pertirnbangan dalam

perrnintaan irnpor disarnping tingkat pendapatan negaranya. Oleh karena itu

analisis kebijakan perdagangan kornoditi rninyak sawit sangat

rnempertimbangkan efek-efek perubahan harga dan pendapatan.

Penelitian yang rnengkornbinasikan teori rnengenai struktur perdagangan

' dan aplikasi ekonornetrik untuk rnerepresentasikan hubungan dinamis

perdagangan rninyak sawit lndonesia dengan negara importir rnenjadi penting

sehingga dapat rnenangkap efek jangka pendek dan efek jangka panjang dari

perubahan harga dan pendapatan yang juga berguna untuk mernprediksi dan

sirnulasi kebijakan yang akan dilakukan. Narnun untuk tujuan perencanaan

kebijakan dan perarnalan perdagangan kornoditi dalam rnengestirnasi hubungan

jangka panjang, pada satu sisi dihadapkan pada permasaiahan variabel-variabel

seperti pendapatan, tingkat harga, arus perdagangan (trade flow) dan nilai tukar

(21)

Pada sisi lain kornoditi rninyak sawit rnerniliki karakteristik kornoditi

pertanian pada umurnnya yaitu lamanya periode penyesuaian (adjustment) pada

penawaran dan perrnintaan pasar ditambah dengan volatilitas harga komoditi

yang relatif tinggi. Model yang sesuai untuk rnenganalisis struktur dan parameter

dari hubungan jangka panjang pada pasar rninyak sawit dengan perrnasalahan

tersebut adalah menggunakan spesifikasi dinarnis dengan error correction model

(ECM). Selanjutnya konsep kointegrasi digunakan untuk rnemisahkan spesifikasi

dan estimasi jangka panjang dari suatu hubungan ekonorni dan penyesuaian

dinarnis jangka pendek untuk rnencapai keseirnbangan jangka panjang.

1.2. Perurnusan Masalah

Komoditi pertanian rnerupakan kornoditi primer yang rnenjadi kornoditi

andalan ekspor bagi sebagian besar negara berkembang dirnana tujuan utarna

ekspornya adalah negara maju sehingga terdapat hubungan antara kinerja

ekspor negara berkernbang dengan pertumbuhan ekonomi dan kebijakan

perdagangan negara rnaju. Konteks lndonesia sebagai negara yang sedang

berkernbang mernposisikan ekspor rninyak sawit lndonesia lebih banyak

diorientasikan ke negara rnaju disarnping ekspor ke beberapa negara

berkernbang lainnya. Oleh karena itu ekspor rninyak sawit lndonesia terkait

dengan pertumbuhan ekonomi dan kebijakan perdagangan negara maju yang

menjadi negara importir. Pertumbuhan ekonorni Negara China, India dan Uni

Eropa yang rnenjadi tujuan ekspor rninyak sawit lndonesia menjadi faktor yang

mernpengaruhi ekspor rninyak sawit Indonesia.

Konsekuensi logis yang dihadapi lndonesia pada ekspor minyak sawit

adalah sulitnya menangkap pangsa ekspor yang lebih besar dan bargaining

position yang lebih besar dalarn rnernpengaruhi harga dunia rneskipun dalam

(22)

Berbagai kebijakan perdagangan dilakukan negara importir dalam rangka

mengendalikan arus ekspor minyak sawit Indonesia. Berikut ini perkembangan

ekspor minyak sawit Indonesia dan harga minyak sawit kasar di pasar dunia (c.i.f

Rotterdam) :

Tabel 4. Perkembangan Harga dan Ekspor Minyak Sawit lndonesia Tahun 1996-

2002

Tahun Volume Ekspor (000 ton) Harga(US$/Ton), c.i.f. Rotterdam

1996 1 672 532

1997 2 968 545

1998 1 479 678

1999 3 299 439

2000 4 110 314

2001 4 940 359

2002 6 380 438

Sumber : Ditjenbun

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pada saat harga di pasar dunia

mengalami peningkatan tajam pada tahun 1998, namun volume ekspor justru

menurun. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga yang direspon dengan

kebijakan pajak ekspor yang ditujukan untuk menjamin ketersediaan minyak

sawit di dalam negeri karena lamanya proses adjustment pada sisi produksi

minyak sawit untuk memenuhi permintaan impor.

Terlepas dari hambatan-hambatan perdagangan, komoditi minyak sawit

juga tidak terlepas dari karakteristik komoditi pertanian, yaitu : (1) elastisitas

permintaan terhadap tingkat pendapatan (dampak perubahan pendapatan

terhadap permintaan) yang relatif rendah artinya persentase kenaikan

permintaan lebih kecil daripada kenaikan pendapatan, dan (2) elastisitas

permintaan terhadap harga atas penawaran komoditi primer juga cenderung

inelastis sehingga setiap pergeseran pada kurva permintaan atau penawaran

akan mengakibatkan gejolak harga yang tajam. Kedua fenomena elastisitas

tersebut juga menjadi sumber terciptanya gejolak pendapatan ekspor atau export

(23)

Faktor eksternal, bagi lndonesia yang telah rneratifikasi kesepakatan

rnengenai perdagangan bebas ikut rnernberi kontribusi terhadap perubahan

harga kornoditi dan berdampak pada volume ekspor minyak sawit Indonesia.

Berdasarkan uraian perrnasalahan maka dapat difokuskan perrnasalahan ekspor

minyak sawit lndonesia sebagai berikut :

1. Bagairnana trend ekspor rninyak sawit lndonesia ke negara irnportir utarna.

2. Sejauh rnana kapasitas lndonesia dalarn rnempengaruhi penawaran ekspor

rninyak sawit Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perurnusan rnasalah rnaka tujuan

penelitian ini adalah :

1. Menganalisis permintaan I penawaran ekspor dan irnpor minyak sawit

lndonesia ke negara importir utama.

2. Menganalisis darnpak kebijakan tarif impor dan pajak ekspor rninyak sawit

terhadap volume perdagangan minyak sawit Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan rnernberi

inforrnasi bagi perencanaan kebijakan dalam pengembangan industri kelapa

sawit khususnya yang berkaitan dengan strategi pengernbangan produksi dan

penawaran ekspor minyak sawit lndonesia maupun strategi peningkatan daya

saing ekspor rninyak sawit lndonesia di pasar dunia.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini rnengarah pada pernahaman struktur dan karakteristik

perdagangan minyak kelapa sawit dan instrumen-instrumen untuk analisa

(24)

kondisi dan karakteristik tujuan penelitian yang relevan menjadi referensi untuk

mendapatkan model yang fit. Secara spesifik, membangun model respon

perilaku lndonesia sebagai eksportir dengan negara importir utama minyak sawit

dengan mempertimbangkan:

1. Hubungan jangka panjang antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan

volume impor minyak sawit di negara importir

2. Kemampuan lndonesia sebagai negara eksportir minyak sawit

mempengaruhi volume ekspornya.

Analisis perkembangan dan struktur perdagangan minyak sawit lndonesia

ke negara importir utama dilakukan pada periode tahun 1990-2003, dengan

mendisagregasikan negara importir ulama menjadi 3 negara yaitu India, China,

Uni Eropa (EU). Sementara selaku negara eksportir adalah lndonesia dan

Malaysia dianalisis hanya sebagai pembanding dalam permintaan ekspor negara

importir.

Dampak kebijakan perdagangan lndonesia terhadap ekspor minyak sawit

dilihat melalui simulasi kebijakan dengan menggunakan data yang sama, adapun

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Perdagangan lnternasional

Fenomena transaksi antar negara atau perdagangan internasional terjadi

karena adanya dua motif yaitu (1) perbedaan sumberdaya dan teknologi tiap

negara, dan (2) untuk mencapai skala ekonomis, yang mengarah pada tujuan

untuk mendapatkan manfaat perdagangan atau gain from trade (Krugman dan

Obstfeld, 2000). Kenyataan yang terjadi bahwa pola perdagangan internasional

mencerminkan interaksi dari kedua motif tersebut menjadi awal bagi David

Ricardo (abad 19) mengembangkan model perdagangan internasional yang

dikenal dengan Model Ricardian.

Konsep penting dalam model Ricardian adalah perbedaan sumberdaya

dan teknologi yang dimiliki oleh tiap negara menciptakan keunggulan bagi negara

tersebut (comparative advantage). Atas dasar keunggulan komparatif maka

berkembang suatu fenomena yang kemudian disebut spesialisasi yaitu setiap

negara memproduksi sesuatu yang paling dikuasainya. Suatu negara dikatakan

mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi suatu komoditi jika biaya

oportunitas (opportunity cost) karena memproduksi komoditi tersebut

dibandingkan komoditi lain lebih rendah di negara tersebut. Perdagangan antar

dua negara akan memberikan keuntungan jika tiap negara mengekspor komoditi

yang memiliki keunggulan komparatif. Model Ricardian mengasumsikan bahwa

kemungkinan produksi ditentukan oleh alokasi dari satu sumberdaya yaitu tenaga

kerja antar sektor sehingga biaya oportunitas diukur dari produktivitas tenaga

kerja yang dicurahkan pada tiap sektor. Tenaga kerja tersebut diasumsikan

dapat ditransfer dari sektor yang relatif tidak efisien kepada sektor yang relatif

(26)

negara yang terlibat mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional akan

tetapi setiap individu di dalamnya menjadi lebih baik (better off) karena

perdagangan dianggap tidak mempengaruhi distribusi pendapatan.

Kenyataan bahwa perdagangan memiliki efek substansial yaitu distribusi

pendapatan pada negara yang berdagang mengkoreksi asumsi model Ricardian.

Ada dua alasan mengapa perdagangan internasional memiliki efek kuat pada

distribusi pendapatan yaitu (1) sumberdaya tidak dapat dipindahkan dengan

cepat dan tanpa biaya dari satu sektor ke sektor lain, dan (2) tiap sektor berbeda

dalam permintaan faktor-faktor produksi : pergeseran produksi barang suatu

negara akan menurunkan permintaan untuk beberapa faktor produksi namun

meningkatkan permintaan untuk faktor produksi lain. Alasan tersebut

menyebabkan perdagangan dapat memberi manfaat bagi negara secara

keseluruhan namun merugikan bagi pihak tertentu di dalam negara, setidaknya

dalam jangka pendek (Krugman dan Obstfeld, 2000).

Penggunaan model efek distribusi pendapatan dari perdagangan

internasional adalah Model Faktor Spesifik. Model ini dikembangkan oleh Paul

Samuelson dan Ronald Jones yang mengasumsikan suatu perekonomian yang

memproduksi dua barang dan mengalokasikan penawaran tenaga kerja antara

dua sektor tersebut. Model faktor spesifik juga mengasumsikan adanya faktor

produksi lain disamping tenaga kerja yang merupakan faktor produksi spesifik

sektor yang hanya dapat digunakan untuk memproduksi barang tertentu.

Misalnya dalam suatu perekonomian memproduksi dua barang yaitu

manufaktur dan pangan, dengan tiga faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal

dan lahan. Manufaktur menggunakan faktor produksi modal dan tenaga kerja

(tanpa lahan) sementara sektor pangan memproduksi dengan menggunakan

(27)

tenaga kerja disebut mobile factor yang dapat digunakan di tiap sektor sementara

modal dan lahan disebut specific factor yang dapat digunakan untuk

memproduksi barang tertentu. Perbedaan antara tujuan penggunaan faktor-faktor

yang dapat berpindah antar sektor dan faktor spesifik untuk penggunaan tertentu

atau perbedaan sumberdaya inilah yang menyebabkan tiap negara memiliki

kurva penawaran yang berbeda sehingga terjadi perdagangan internasional.

Dalam model faktor spesifik, faktor spesifik pada sektor-sektor ekspor di tiap

negara mendapat manfaat dari perdagangan internasional sementara faktor

spesifik pada sektor-sektor impor dirugikan, dilain pihak untuk faktor mobile yang

dapat berpindah pada tiap sektor memiliki dua kemungkinan yaitu untung atau

rugi (ambiguous).

Teori perdagangan internasional lain yang melengkapi teori perdagangan

sebelumnya adalah Model Heckscher-Ohlin yang dikembangkan oleh Eli

Heckscher dan Bertil Ohlin. Model ini menjelaskan bahwa dalam kenyataannya

perdagangan tidak hanya menunjukkan perbedaan produktivitas tenaga kerja

namun juga mencerminkan perbedaan sumberdaya di tiap negara. Model ini

menunjukkan bahwa keunggulan komparatif dipengaruhi oleh interaksi antara

sumberdaya negara (faktor produksi yang relatif melimpah) dan teknologi

produksi (yang mempengaruhi intensitas faktor produksi) berbeda jika digunakan

untuk memproduksi barang yang berbeda. Dengan kata lain, suatu negara

sebaiknya mengekspor barang yang menggunakan faktor produksi yang

melimpah dan mengimpor barang yang menggunakan faktor produksi yang

langka di negaranya. Namun ekspor ,dan lmpor untuk komoditi tersebut hanya

dapat dilakukan bila penggunaan faktor produksi telah dilakukan secara intensif

(28)

2.2. Perdagangan lnternasional dalam Konteks Permintaan dan Penawaran

Teori perdagangan internasional menunjukkan bahwa tiap negara

rnemiliki perbedaan sumberdaya dalarn rnemproduksi suatu barang sehingga

menciptakan keunggulan kornparatif dan spesialisasi pada tiap negara yang

berirnplikasi pada perbedaan harga untuk komoditi yang sama. Perbedaan harga

menjadi dasar terjadinya arus perdagangan antar negara yang secara grafis

dijelaskan Gambar 1.

(a) (b) (c)

Eksportir Dunia lmportir

Garnbar 1 Proses Perdagangan Dua Negara

(Sumber : Krugrnan dan Obstfeld, 2000)

Gambar tersebut mengasumsikan hanya ada dua negara yaitu negara

eksportir dan importir. Keduanya mengkonsurnsi dan rnernproduksi komoditi

yang sama. Proses perdagangan antar negara terjadi jika ada perbedaan harga

jika kondisi autarki. Misalnya harga di negara eksportir adalah Px jika

memproduksi sebesar q (tanpa melakukan perdagangan dengan negara lain)

dan harga di negara importir adalah Pm dengan produksi sebesar Q. Harga di

[image:28.603.78.487.50.772.2]
(29)

karena keunggulan komparatif dalam penggunaan sumberdaya. Gambar l a

memperlihatkan kondisi keseimbangan penawaran dan permintaan pada harga

Px, jika harga dinaikkan menjadi Px' maka terjadi kelebihan penawaran sebesar

qs

-

qd yang membentuk kurva penawaran ekspor (XS). Demikian seterusnya

apabila harga terus meningkat maka jumlah penawaran ekspor juga meningkat.

Gambar 1 c menjelaskan kondisi keseimbangan harga di negara importir

dimana harga keseimbangan adalah Pm, jika harga diturunkan pada Pm' maka

permintaan domestik meningkat sementara penawaran domestik berkurang.

Konsekuensinya adalah kelebihan permintaan sebesar Qd 4 s yang menjadi

awal terbentuknya kurva permintaan impor (MD). Sebaliknya jika harga naik

maka jumlah permintaan impor turun.

Harga dunia dan jumlah barang yang diperdagangkan ditentukan oleh

kurva penawaran ekspor dan kurva permintaan impor. Selama harga dunia yang

terbentuk lebih tinggi dari harga domestik eksportir maka jumlah ekspor adalah

kelebihan penawaran yang terjadi. Semakin tinggi harga dunia dengan asumsi

tidak ada disorsi perdagangan maka volume ekspor makin banyak, ha1 ini

menunjukkan slope positif kurva penawaran ekspor (XS).

Sebaliknya, selama harga dunia lebih rendah dari harga domestik importir

maka volume impor ditunjukkan oleh kelebihan permintaan yang terjadi, makin

rendah harga dunia dengan asumsi tidak ada distorsi perdagangan maka makin

banyak volume impor artinya kurva permintaan impor (MD) memiliki slope

negatif. Harga dunia terjadi pada perpotongan kurva penawaran ekspor (XS) dan

kurva permintaan impor (MD) yaitu Pw, sedangkan volume perdagangan (Qw)

sama dengan kelebihan penawaran eksportir dan atau kelebihan permintaan

(30)

2.3. Distorsi Perdagangan lnternasional

Efek substansial perdagangan internasional berupa distribusi pendapatan

menyebabkan tidak semua pihak yang terlibat di dalam perdagangan mendapat

manfaat perdagangan. Adanya pihak-pihak yang dirugikan dari perdagangan

menjadi alasan munculnya intervensi dalam proses perdagangan. lntervensi ini

menyebabkan distorsi pada pembentukan harga baik di pasar domestik maupun

pasar dunia. Distorsi perdagangan dilakukan dari dua sisi yaitu dari sisi eksportir

dan sisi importir.

lntervensi pemerintah pada perdagangan produk pertanian dilakukan

untuk mencapai tujuan yang bervariasi dan terkadang timbul konflik tujuan,

adapun tujuan tersebut misalnya : harga bahan baku dan pangan yang rnurah

untuk promosi industri, pendapatan pemerintah yang lebih besar, akumulasi

pendapatan nilai tukar, kestabilan harga, pendapatan sektor pertanian yang

tinggi (Niemi, 2003).

Setiap instrumen yang digunakan mempunyai efek yang berbeda baik

pada harga dan jumlah komoditi yang diperdagangkan maupun terhadap

kesejahteraan. Keduanya dapat terjadi di negara yang menerapkan kebijakan

maupun terhadap negara lain yang dipengaruhi secara langsung maupun tidak

langsung. Pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis kebijakan

perdagangan adalah model keseirnbangan parsial. Pada model ini analisis

dibatasi pada sektor spesifik dari perekonomian domestik dan internasional,

dengan asumsi ha1 lain konstan. Analisis pada sektor spesifik lebih ditekankan

pada harga, produksi, pendapatan dan efek-efek dari kebijakan perdagangan

yang dilakukan. Kelebihan model ini adalah sederhana untuk dipahami dan

dapat menunjukkan perbedaan penting dalam setiap aplikasi instrumen

(31)

2.3.1. Proteksi oleh importir

Tarif impor

Tarif irnpor rnerupakan pola proteksi yang transparan oleh negara

importir. Pada prinsipnya pemberlakuan tarif impor terhadap suatu kornoditi akan

rnenguntungkan produsen dornestik karena harga produk impor menjadi relatif

lebih rnahal dibandingkan dengan kornoditi dornestik sejenis, akibatnya adalah

volume impor berkurang. Pernbelakuan tarif impor tidak hanya berdarnpak di

negara importir namun juga di negara eksportir komoditi karena kebijakan tarif

rnernpengaruhi sinyal pasar yang terbentuk di pasar dunia. Dampak

pernberlakuan tarif impor dapat dijelaskan dengan asumsi-asurnsi (1) ada dua

negara yaitu negara eksportir dan irnportir, (2) tarif irnpor adalah tarif spesifik,

dan (3) negara irnportir adalah negara besar dalarn perdagangan artinya volume

irnpor dapat rnempengaruhi harga. Secara grafis efek ekonomi tarif impor dapat

dijelaskan pada Gambar 2.

[image:31.605.81.496.322.674.2]

Eksportir Dunia lmportir

Gambar 2. Efek Ekonomi Kebijakan Tarif lrnpor

(32)

Pemberlakuan tarif impor spesifik menyebabkan biaya impor menjadi

lebih tinggi sehingga pada Gambar 2b kurva permintaan impor (MD) bergeser

paralel ke bawah dengan jarak vertikal sebesar tarif. Harga dunia yang terbentuk

adalah Pw' (mengalami penurunan). Pada sisi importir (Gambar 2c) harga yang

diterima konsumen setelah tarif adalah Pwl+t, peningkatan harga konsumen

domestik importir menyebabkan volume impor turun menjadi Qd'-Qs'. Pada sisi

eksportir (Gambar 2a), turunnya harga dunia menyebabkan penawaran ekspor

turun yang digambarkan dengan pergerakan sepanjang kurva XS sehingga

volume ekspor turun menjadi qs'-qd'

Gambar 2 secara keseluruhan menjelaskan bahwa kebijakan tarif impor

terhadap suatu komoditi menyebabkan kenaikan harga di negara importir,

menjadi insentif produksi dan penurunan konsumsi sehingga volume impor

berkurang, demikian pula halnya volu~ne ekspor di negara eksportir turun karena

harga dunia direspon dengan pengurangan produksi dan meningkatnya

konsumsi domestik. Efek lain kebijakan tarif impor adalah adanya penerimaan

pemerintah yang berasal dari tarif.

Dampak kesejahteraan dari kebijakan tarif impor dapat dijelaskan melalui

perubahan surplus konsumen dan surplus produsen serta penerimaan

pemerintah berikut ini :

Tabel 5. Dampak Tarif lmpor Terhadap Kesejahteraan

Perubahan lmportir Eksportir

Surplus Konsumen -(a+b+c+d) 1

Surplus Produsen (a) -(1+2+3+4)

Penerimaan Pemerintah (c+e)

Kesejahteraan Nasional (e-b-d) -(2+3+4)

Kesejahteraan Dunia b-d-2-4

Sumber: Tweeten, 1992

Secara keseluruhan tarif impor akan menurunkan kesejahteraan dunia,

(33)

sedangkan di negara irnportir kesejahteran nasional ditentukan oleh elastisitas

penawaran ekspor (XS), jika XS elastis rnaka daerah (b+d) rnakin besar dari (e)

sehingga negara irnportir akan dirugikan dengan pernberlakuan tarif irnpor.

Pembatasan impor

Prinsip pembatasan impor adalah restriksi langsung pada kornoditi yang

diirnpor yang didesign untuk rnernbantu produsen di negara irnportir. Kebijakan

ini biasanya dilakukan untuk rnernberikan insentif produksi bagi produsen dalarn

rnengernbangkan industrinya, ha1 ini hanya bermanfaat untuk tujuan jangka

pendek karena berdampak pada inefisiensi penggunaan surnber daya. Darnpak

pernbatasan irnpor dengan asurnsi (1) ada dua negara yaitu negara eksportir dan

negara importer, dan (2) negara irnportir adalah negara besar, dapat

diilustrasikan rnelalui Garnbar 3.

E ksportir Dunia lrnportir

Garnbar 3. Efek Ekonorni Kebijakan Pernbatasan lrnpor

(34)

Pernbatasan irnpor oleh negara irnportir sebesar Qw' rnenyebabkan kurva

perrnintaan impor (MD) rnenjadi kurva patah (MD') sehingga harga dunia yang

terbentuk adalah Pw', pada harga tersebut, volume penawaran ekspor berkurang

rnenjadi qs'-qd' (Garnbar 3a). Narnun pada sisi irnportir (3c) kekurangan kornoditi

akibat pernbatasan impor ditutupi dengan rnenambah produksi dornestik

sehingga rnenggeser kurva penawaran negara importir sebesar pernbatasan

impor (Qw').

Darnpak kesejahteraan dari kebijakan pernbatasan impor dapat dijelaskan

rnelalui perubahan surplus konsurnen dan surplus produsen pada Tabel 6. Pada

sisi importir, jika daerah (e) lebih dari (c+d) maka importir akan mendapatkan

rnanfaat dari perdagangan. Narnun pada sisi eksportir, produsen rnerupakan

pihak yang paling dirugikan dengan penurunan kesejahteraan sebesar

Tabel 6. Darnpak Pernbatasan lrnpor Terhadap Kesejahteraan

Peru ba han lmportir Eksportir

Surplus Konsumen -(a+b+c+d) 1

Surplus Produsen (a) -(1+2+3+4)

Penerimaan Pemerintah

Kesejahteraan Nasional (e-c-d) -(2+3+4)

Keseiahteraan Dunia -(c+d+2+4)

Sumber : Tweeten. 1992

Secara urnum terjadi penurunan kesejahteraan dunia jika manfaat (b+e)

lebih kecil dari kerugian (2+3+4) artinya rnanfaat yang diterima importir tidak bisa

rnengkornpensasi kerugian di negara eksportir

2.3.2. Proteksi oleh eksportir

Pembatasan ekspor

Esensi pernbatasan ekspor adalah untuk rnenjarnin ketersediaan kornoditi

di dalarn negeri disarnping untuk mencapai stabilitas harga di dalarn negeri.

(35)

terdapat dua negara yaitu eksportir dan importir, dan (2) negara eksportir adalah

negara besar dalam perdagangan, secara grafis dijelaskan melalui Gambar 4.

(b) (c)

[image:35.601.81.491.77.735.2]

Eksportir Dunia lmportir

Gambar 4. Efek Ekonomi Pembatasan Ekspor

(Sumber: Tweeten, 1992)

Pembatasan ekspor oleh eksportir sebesar Qw' maka kurva penawaran

ekspor menjadi kurva patah sehingga harga dunia yang terbentuk adalah Pw'.

Pada harga Pw' di negara eksportir terjadi kelebihan penawaran. Penyerapan

kelebihan penawaran tersebut rnenyebabkan pergeseran kurva permintaan

domestik menjadi D' dengan jarak horizontal sebesar kuota sehingga kebutuhan

domestik dapat dipenuhi dengan harga yang lebih rendah.

Dampak pembatasan ekspor terhadap kesejahteraan dapat dilihat dari

perubahan surplus konsumen dan surplus produsen pada Gambar 4 yang

dijelaskan lebih rinci dengan Tabel 7

Tabel 7. Dampak Pembatasan Ekspor Terhadap Kesejahteraan

Peru bahan Eksportir lmportir

Surplus Konsumen (a+b) -(1+2+3+4)

Surplus Produsen -(a+ b+c+d) 1

Penerimaan Pemerintah (c+e)

.

,

Kesejahteraan Nasional -d+e -(2+3+4)

Kesejahteraan Dunia -d-2-4

(36)

Pada sisi eksportir, jika daerah (e) lebih besar dari daerah (d) rnaka

eksportir akan rnendapat rnanfaat dari pernbatasan ekspor dirnana konsurnen

dan pernegang kuota akan rnendapat keuntungan dari perdagangan. Pada sisi

irnportir terjadi penurunan kesejahteraan nasional (2+3+4) yang tidak

terkornpensasi oleh rnanfaat yang diterirna eksportir sehingga secara

keseluruhan pernbatasan eksportir akan rnenurunkan kesejahteraan dunia.

Pajak ekspor

Pajak ekspor yang diberlakukan terhadap suatu kornoditi pada prinsipnya

akan rneningkatkan biaya ekspor sehingga kornoditi yang diekspor berkurang.

Hal ini rnenyebabkan harga yang diterirna produsen dornestik rnenjadi lebih

rendah dari harga dunia sebesar pajak yang ditetapkan (Grennes, 1984).

Analisis berikut juga rnerupakan kasus untuk negara besar dalarn

perdagangan artinya volume ekspor rnernpengaruhi harga dunia. Jika pajak

ekspor yang ditetapkan adalah pajak spesifik rnaka dampak ekonornisnya dapat

dijelaskan dengan Garnbar 5.

Pajak ekspor spesifik (t) rnenyebabkan pergeseran kurva penawaran

ekspor sejajar ke kiri atas (berkurang) sebesar pajak, akibatnya adalah harga

dunia rneningkat rnenjadi Pw' (Gambar 5b). Peningkatan harga dunia pada sisi

irnportir direspon dengan rnengurangi perrnintaan dornestik dan rnenjadi insentif

untuk berproduksi (Gambar 5c) sehingga kurva perrnintaan irnpor bergerak

sepanjang kurva ke kiri atas artinya terjadi pengurangan volume irnpor rnenjadi

Qd'-Qs'.

Penurunan volume perdagangan sama artinya dengan penurunan volume

ekspor sehingga pada sisi eksportir harga yang diterirna produsen domestik

(37)

menurunkan jumlah produksi pada qs' dan permintaan domestik meningkat

menjadi qd' maka kelebihan penawaran adalah qs'-qd'.

[image:37.603.78.495.87.767.2]

Eksportir Dunia lmportir

Gambar 5. Efek Ekonomi Pajak Ekspor

(Sumber: Tweeten, 1992)

Secara keseluruhan Garnbar 5 menjelaskan bahwa pajak ekspor

memberi keuntungan bagi konsumen domestik di negara eksportir namun

merugikan produsen domestik. Dampak pajak ekspor terhadap perubahan

kesejahteraan dapat dijelaskan dengan Tabel 8.

Tabel 8. Dampak Pajak Ekspor Terhadap Kesejahteraan

Peru bahan Eksportir lmportir

Surplus Konsumen (a+b) -(1+2+3+4)

Surplus Produsen

Penerimaan Pemerintah

.

,

Kesejahteraan Nasional -c-e+f -(2+3+4)

Keseiahteraan Dunia -c-e+2-4 - ~

Sumber : Tweeten, 1992.

Secara umum pajak ekspor menurunkan kesejahteraan dunia demikian

pula di negara importir, kesejahteraan nasional menurun sebesar daerah (2+3+4)

[image:37.603.87.492.121.375.2]
(38)

permintaan dan penawaran. Untuk tingkat pajak tertentu, jika f lebih besar dari

(c+e) maka terjadi peningkatan kesejahteraan nasional.

2.4. Kointegrasi dan Error Correction Model

2.4.1. Data Stasioner dan Unit Root

Jenis data time series merupakan data yang sering digunakan dalam

penelitian-penelitian empiris. Analisis ekonometrika klasik yang menggunakan

data time series mengasurnsikan bahwa data yang digunakan adalah stasioner

untuk memenuhi kriteria statistik pada uji t, nilai DW dan nilai R* (Seddighi, 2000). Suatu data time series dikatakan stasioner apabila memenuhi kriteria :

1. Nilai harapan konstan : E(Xt)

=

Konstan untuk semua t

2. Varian konstan : Var (Xt)

=

Konstan untuk semua t

3. Covarian konstan : Cov (Xt, Xt+k) = Konstan untuk semua t, dan k #

0

Kondisi yang memenuhi ketiga kriteria tersebut disebut juga "weak stationary"

(Thomas, 1997). Data time series dikatakan nonstasioner apabila gagal

rnemenuhi salah satu atau lebih kriteria tersebut. Konsekuensi dari meregresi

data nonstasioner pada variabel in level adalah adanya permasalahan spurious

correlation/regression yaitu trend stokastik pada variabel bebas dan variabel

terikat yang menyebabkan korelasi yang tinggi antara keduanya meskipun

secara aktuai keduanya tidak berkaitan.

Asumsi data stasioner dalam ekonometrika klasik mengharuskan

ketelitian dalam analisis regresi karena hampir selalu studi-studi empiris ekonomi

memuat variabel nonstasioner (trending variable) seperti pendapatan, konsumsi,

permintaan uang, tingkat harga, aliran perdagangan dan nilai tukar. Data time

(39)

nonstasioner dengan bentuk autoregressive AR(1) yaitu regresi dengan variabel

itu sendiri (lag 1).

Yt =

&

+ cYt-l + ut ... (2.1)

dimana :

Ci

= Konstan drift

<

= I ut = error

Suatu variabel (Yt) dikatakan memiliki unit root jika koefisien

<

= 1, lebih

jelasnya Yt yang dicirikan dengan memiliki unit root dan drifi (random walk with

drift) adalah variabel nonstasioner. Meskipun dari hasil regresi variabel-variabel

ekonomi menunjukkan signifikasi tinggi koefisien regresi dan nilai koefisien

determinasi (R*) yang tinggi namun hanya karena adanya trend, sementara

variabel tersebut samasekali tidak terkait sehingga hasil yang didapat tidak

memiliki arti (meaningless) dalam interpretasi ekonomi. Jadi level stasioner data

time series dapat dideteksi apabila data tersebut mengandung unit root. Uji

Dickey Fuller (DF) dan Augmented Dickey Fuller (ADF) dapat digunakan untuk

tujuan tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan spurious correlation pada analisis data

time series stokastik salah satunya dengan menstasionerkan data tersebut

dengan menarik first Difference (transformasi matematis). Thomas (1997)

menjeiaskan proses kerja first Difference melalui contoh yang diformulasikan

sebagai berikut :

Yt =

p1

+ p2xt + Et ... (2.2)

Jika X dan Y adalah variabel trend yang tidak dapat diestimasi langsung untuk

variabel in level karena masalah spurious sehingga perlu lag satu periode

(40)

y,,

=

pl

+

... (2.3)

Persamaan (2.2) dan (2.3) disubstraksi sehingga didapat persamaan first

Difference yang bebas dari masalah spurious yaitu :

AYt = P2AX1

+

vt . . . , . . . (2.4)

dimana

Vt = Et

-

Et.1

Solusi first Difference mampu mengatasi permasalahan nonstasioner

walaupun muncul kesulitan pada sisi interpretasi, namun permasalahan yang

krusial pada solusi ini adalah (1) terjadi autokorelasi pada error vt

=

&t

-

&,.I

sehingga sulit dalam proses estimasi (2) mengabaikan informasi jangka panjang

(hubungan antar variabel in level hilang). Solusi ini menjadi tidak relevan untuk

tujuan perencanaan kebijakan dan peramalan perdagangan komoditi pertanian

dimana kriteria jangka panjang dari model selalu diperhitungkan. Sementara itu

bahwa teori perdagangan internasional ditetapkan sebagai suatu hubungan

jangka panjang antar variabel in level. Untuk itu solusi first difference diabaikan

untuk menganalisis isu-isu jangka panjang dan solusi Error Correction menjadi

piiihan yang dianggap bisa mengkoreksi permasalahan solusi first difference.

Namun solusi Error Correction menghendaki beberapa persyaratan untuk

variabelnya agar analisanya menjadi valid.

2.4.2. Error Correction Model

Error Correction Model ( E C M ) merupakan solusi alternatif yang mampu

mengatasi permasalahan first Difference yang menggunakan pendekatan

"general to specific" yaitu dari reduced form yang bersifat umum ke persamaan

struktural (Siregar, 2004). Spesifikasi ECM diturunkan dari reparameterisasi

sederhana sebagai berikut :

(41)

Perrnasalahan utarna dalarn rnengestirnasi parameter pada persarnaan

(2.5) adalah kernungkinan nonstasioner pada variabel levels, sehingga

spesifikasi ARDL (1,l) tersebut direpararneterisasi sehingga diperoleh bentuk

ECM.

AYt = blAXt - h(Yt-i

- Po

-

P1Xt-1) + E~ ...

(2.6)

dimana :

A = ? - p

Po

=

bdh

P1

=

(bl + b2)lh

Parameter yang rnuncul dalarn ECM rnerniliki interpretasi yang jelas

dirnana h rnerupakan parameter kecepatan rnenyesuaikan (adjustment) untuk

rnencapai keseirnbangan, bi adalah hubungan jangka pendek yang

rnencerminkan respon segera (immediate) dari variabel Y, terhadap perubahan

variabel Xt sehingga disebut juga elastisitas jangka pendek. Sernentara Podan

P1

rnenunjukkan hubungan jangka panjang variabel Yt dan X,.

Selain syarat data nonstasioner pada data time series, persarnaan ECM

juga rnensyaratkan adanya variabel yang terkointegrasi. Pada model ECM

terdapat kornbinasi linear variabel yang nonstasioner yaitu (Yt-l

-

PO

-

PIXt-l)

-

l(0).

Kombinasi linear ini disebut kointegrasi. Konsep kointegrasi pertama kali

dikernbangkan oleh Engle dan Granger yang rnenyernpurnakan penggunaan

ECM. Kointegrasi berarti bahwa meskipun suatu variabel yang secara individu

nonstasioner namun kombinasi linear antara dua atau lebih variabel tersebut

rnenjadi stasioner. Kornbinasi linear itu disebut error yang bersarna h (parameter

error) rnernbentuk mekanisrne rnengkoreksi kesalahan untuk rnencapai

(42)

kesalahan dilakukan pada model tersebut. Kornbinasi linear dalarn ECM harus

terintegrasi dalam order yang sarna, rnisalnya :

Yt-1 = Po + PI&-1 Keseirnbangan

Y,, <

po

+ PIXt-l error <O dikoreksi oleh

(-A)

sehingga naik rnenuju keseirnbangan

Yt-l >

Po

+ PIXt-l error

>O

dikoreksi oleh

(-A)

sehingga turun rnenuju keseirnbangan.

lnterpretasi parameter ECM secara jelas rnernbedakan antara efek jangka

panjang dan efek jangka pendek, ha1 ini sesuai untuk rnernperkirakan validitas

suatu hipotesis. Selain itu secara urnurn

ECM

merepresentasikan

ketidakseirnbangan hubungan akan rnengurangi perrnasalahan multicollinearity

pada data time series (Thomas, 1997).

2.5. Tinjauan Kebijakan Minyak Sawit lndonesia

Kebijakan

-

kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia

pada industri kelapa sawit tidak hanya dari sisi peningkatan produksi narnun

yang lebih kornpleks pada sisi pengaturan tataniaga rninyak sawit. Hal ini telah

dilakukan sejak tahun 1978 (Larnpiran 1). Berbagai instrurnen kebijakan telah

diaplikasikan untuk rnencapai beberapa tujuan yaitu (1) pengendalian laju inflasi

dan rnencegah penurunan pendapatan riil rnasyarakat, dan (2) pengendalian

pasokan minyak sawit kasar di dalam negeri melalui pembatasan ekspor untuk

rnenjaga kestabilan harga rninyak goreng (Zulkifli, 2000).

Beberapa instrurnen kebijakan pernerintah yang digunakan untuk

mencapai tujuan tersebut adalah (1) penetapan pajak ekspor, (2) penetapan

alokasi kebutuhan dalarn negeri berupa pernbatasan ekspor, (3) pernupukan

(43)

kebijakan yang sangat populer dan banyak menimbulkan kontroversi antar pihak-

pihak yang berkepentingan adalah pajak ekspor (tax export) dan pelarangan

ekspor (export ban).

Pada awal tahun 1998 melalui Surat Keputusan Dirjen Perdagangan

dalam Negeri No.420/DJPDN/X1/97, pemerintah lndonesia melarang ekspor

minyak sawit kasar selama empat bulan. Hal ini disebabkan selama tahun 1997

sebagian besar perusahaan-perusahaan minyak sawit kasar mengekspor

sebanyak mungkin minyak sawit produksinya sebagai respon dari devaluasi nilai

rupiah dan tingginya harga minyak sawit kasar di pasar dunia. lmplikasinya

adalah kurangnya pasokan dalam negeri diiringi dengan peningkatan harga di

pasar domestik. Untuk itu, pada April 1998 melalui SK Menperindag

No.181/MPP/Keptl4/1998 dan juga sesuai dengan isi memorandum tambahan

yang dicapai pemerintah lndonesia dengan Dana Moneter lnternasional (IMF)

maka pelarangan ekspor diganti dengan pajak ekspor sebesar 40 persen

sebagai usaha untuk menormalkan harga domestik. Pajak ekspor ditetapkan dari

selisih antara target harga yang ditentukan pemerintah dengan harga ekspor

aktual. Sejak April 1998, pajak ekspor meningkat dan secara beransur-ansur

diturunkan seperti yang ditunjukkan Tabel 9.

Tabel 9. Pelarangan Ekspor dan Pajak Ekspor Minyak Sawit lndonesia

Mulai Sampai Pajak Ekspor (%)

Desember 1997 5

Desember 1997 Januari 1998 30

Januari 1998 April 1998 Export Ban

April 1998 Juli 1998 40

Juli 1998 Februari 1999 60

Februari 1999 Juni 1999 40

Juni 1999 Juli 1999 30

Juli 1999 September 2000 10

September 2000 Februari 2001 5

Februari 2001 - 3

(44)

2.6. Tinjauan Studi Terdahuiu

2.6.1. Studi Mengenai Perdagangan Minyak Sawit

Studi-studi rnengenai perdagangan rninyak sawit telah banyak dilakukan

dan sebagian besar dianalisis secara rnenyeluruh dalam integrasinya secara

vertikal maupun horizontal dalarn suatu industri, rnisalnya studi yang dilakukan

oleh Djaenudin (2000) dan Zulkifli (2000) menganalisa rninyak sawit kasar dalam

integrasinya secara vertikal dengan subindustri perkebunan kelapa sawit dan

subindustri rninyak goreng sawit. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Purwanto

(2002) rnenganalisa rninyak sawit kasar sebagai bagian horizontal dari rninyak

nabati. Selain itu studi rnengenai permintaan dan penawaran pasar rninyak sawit

juga dilakukan oleh Suryana (1986), Susilowati (1989) serta Manurung (1 993).

Suryana (1986) rnenggunakan model Almost Ideal Demand System

(AIDS) dengan periode analisis 1964-1983 rnenyirnpulkan bahwa perrnintaan

rninyak sawit bersifat inelastis terhadap harga di pasar Jepang, Indonesia,

Masyarakat Ekonorni Eropa (MEE) dan Malaysia namun elastis untuk pasar

Arnerika. Analisis perrnintaan dalam perdagangan dilakukan dengan

rnenggunakan rnodel Armington yaitu teori permintaan untuk kornoditi-kornoditi

yang dibedakan rnenurut negara asalnya. Model ini rnernperlihatkan bahwa untuk

produk yang sarna yang dihasilkan oleh negara-negara eksportir rnerniliki pangsa

tersendiri dalam perdagangan karena adanya perbedaan karakteristik produk. Meskipun harga yang ditawarkan produk suatu negara lebih rendah, tidak akan

merebut pangsa ekspor produk negara lain. Berdasarkan hasil pengujian sifat

homogenitas maka perrnintaan rninyak sawit di pasar Jepang dan MEE

dibedakan rnenurut negara asalnya namun tidak berlaku untuk rninyak sawit

produksi malaysia dan Indonesia artinya terdapat daya substitusi untuk produk

(45)

membedakan produk menurut asalnya sehingga daya saing menjadi penting

untuk merebut pangsa untuk pasar Amerika.

Susilowati (1 989) menjelaskan integrasi pasar minyak sawit dunia dengan

pasar minyak sawit Indonesia. Studi ini mendisagregasi konsumen utama minyak

sawit yaitu Amerika Serikat, MEE dan Jepang, sedangkan produsen utama

adalah Malaysia dan Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan permintaan impor konsumen utama

dan penawaran ekspor produsen utama. Hasil yang diperoleh menyimpulkan

bahwa permintaan impor minyak sawit Amerika, Jepang dan MEE bersifat

inelastis, sementara perubahan harga minyak sawit Malaysia berpengaruh kuat

pada penawaran ekspor minyak sawit Indonesia.

Studi yang dilakukan oleh Manurung (1993) lebih terfokus pada dampak

kebijakan-kebijakan pemerintah dan faktor ekonomi eksternal dalam

perdagangan minyak sawit terhadap perubahan kesejahteraan. Sistem

persamaan simultan dengan metode estimasi L3SLS mampu menyimpulkan

bahwa penawaran ekspor minyak sawit ke Eropa dan Amerika dalam jangka

pendek inelastis terhadap harga. Sedangkan dalam jangka panjang bersifat

elastis untuk Amerika dan lnelastis untuk Eropa. Pada sisi kebijakan diketahui

bahwa impor minyak sawit Eropa dan Amerika responsif terhadap kebijakan

pembatasan impor negara tersebut. Kebijakan pembatasan ekspor sendiri tidak

efektif jika harga di pasar internasional lebih tinggi dari pasar domestik, demikian

pula dengan penetapan pajak ekspor 5 persen hanya akan mengurangi devisa.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli (2000) membahas

secara komprehensif industri kelapa sawit dengan penekanan pada dampak

liberalisasi perdagangan. Minyak sawit kasar merupakan subindustri yang

(46)

subindustri rninyak goreng sawit. Dengan rnenggunakan analisis ekonornetrika,

model persamaan sirnultan, penelitian tersebut menghasilkan beberapa

kesirnpulan. Diantara kesimpulan tersebut yang berkaitan dengan ekspor rninyak

sawit kasar lndonesia adalah: (1) penurunan atau penghapusan pajak ekspor,

rnernacu ekspor minyak sawit lndonesia dan rnemperkuat persaingan rninyak

sawit lndonesia di pasar dunia serta rnernperbesar insentif produksi pada

perkebunan kelapa sawit, (2) penerapan liberalisasi perdagangan memberikan

dampak positif terhadap ekspor rninyak sawit kasar Indonesia, dibandingkan

Malaysia sebagai negara pesaing utarna dan negara-negara eksportir lainnya,

lndonesia paling diuntungkan bila penurunan restriksi perdagangan dilakukan

oleh sernua negara secara bertahap narnun sebaliknya lndonesia dirugikan jika

liberalisasi hanya dilakukan oleh negar-negara eksportir pesaing Indonesia, (3)

peningkatan ekspor rninyak sawit lndonesia akibat liberalisasi perdagangan

diikuti pula oleh peningkatan irnpor oleh negara-negara irnportir yang tetap

potensial sebagai pasar minyak sawit kasar pada era liberalisasi perdagangan

adalah Belanda, Jepang , Jerrnan, Cina dan Mesir, dan (4) meskipun pangsa

ekspor rninyak sawit lndonesia di pasar dunia rneningkat yang sekaligus

rnemberikan peningkatan devisa yang cukup besar, penerapan liberalisasi di

lndonesia rnengorbankan konsurnen rninyak goreng sawit dornestik.

Djaenudin (2000) lebih spesifik melakukan penelitian pada pasar minyak

goreng domestik dengan menganalisis darnpak kebijakan pernerintah dan

liberalisasi perdagangan. Narnun penelitian ini juga rnenganalisis pasar rninyak

sawit kasar sebagai bahan baku rninyak goreng sawit. Dengan rnenggunakan

sistem persarnaan simultan dan rnetode pendugaan 2SLS, penelitian ini

rnenjelaskan bahwa (1) permintaan rninyak sawit kasar oleh industri rninyak

(47)

minyak goreng sawit rnaupun harga rninyak sawit kasar, (2) ekspor rninyak sawit

kasar tidak responsif terhadap harga ekspor minyak sawit kasar, harga minyak

goreng sawit dan nilai tukar dalam jangka pendek dan jangka panjang narnun

respon terhadap produksi rninyak sawit kasar, dan (3) harga ekspor rninyak sawit

kasar respon terhadap harga dunia rninyak sawit dalam jangka panjang dan tidak

respon terhadap pajak ekspor rninyak sawit.

Studi yang rnenyeluruh rnengenai minyak nabati dilakukan oleh Purwanto

(2002), rnasih dengan rnenggunakan analisis ekonornetrika sistem persarnaan

sirnultan, model yang dibangun marnpu rnenjelaskan diantaranya mengenai

perilaku ekspor rninyak sawit yaitu : (1) perilaku ekspor minyak sawit kasar

Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan produksi dan paja

Gambar

Tabel 1. Produksi CPO Oleh Negara Produsen Utama Tahun 1995-2002
Gambar tersebut mengasumsikan hanya ada dua negara yaitu negara
Gambar 2. Efek Ekonomi Kebijakan Tarif lrnpor
Gambar 4. Efek Ekonomi Pembatasan Ekspor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menampilkan suatu masalah tentang efek fotolistrik yaitu pengaruh intensitas cahaya efek fotolistrik terhadap arus fotoelektron menggunakan charger sel surya yang

i) Sila perincikan kepentingan perniagaan pemohon dalan perniagaan pihak lain berkaitan dengan penyediaan atau pengurusan institusi pendidikan swasta sama ada

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoretis terhadap pelaksanaan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan untuk

Pengguna data mengakui bahwa BPS tidak bertanggung jawab atas penggunaan data atau interpretasi atau kesimpulan berdasarkan penggunaan data apabila tidak diketahui atau

Tidak mungkin kita memaksakan diri mengamankan sistem secara lengkap apabila ternyata tidak ada data yang penting di dalamnya, tidak aplikasi yang harus dilindungi atau tidak

Kendal untuk paket peker jaan Pembangunan Sar ana Air Minum Desa Kalir ejo Kecamatan Singor ojo pada APBD Kabupaten Kendal Tahun Anggar an 2013, dan memper hatikan

[r]

Dari pernyataan diatas, bisa disimpulkan bahwa apabila seorang individu yang datang dengan kepribadian yang positif bisa membuat perilaku negatif yang dilakukan setelahnya