• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Geografi merupakan ilmu yang berusaha menemukan dan memahami persamaan-persamaan dan perbedaan yang ada dalam ruang muka bumi” (Sandy, 1988: 6). Persamaan dan perbedaan ruang muka bumi adalah persamaan dan perbedaan objek, fenomena, masalah, potensi dalam aspek sosial, ekonomi, budaya maupun fisik muka bumi. Hadi (2012) menjelaskan didalam artikelnya yang berjudul

Menyemai Kemampuan Berfikir Spasial bahwa geografi mengkaji persamaan dan

perbedaan ruang muka bumi berdasarkan sudut pandang spasial yang dilakukan dengan cara menarik garis atas kesamaan karakteristik objek fenomena dan potensi menjadi region geografik atau wilayah-wilayah geografi yang kemudian divisualkan dalam bentuk peta. Peta yang ditampilkan adalah peta geografi yang wujudnya berupa peta tematik dan peta statistik dan merupakan hasil pekerjaan geografi.

Fenomena banjir ditelaah dalam ilmu geografi yang kajiannya menggunakan sudut pandang spasial dengan melakukan pemerian medan dengan referensi geomorfologi dan/atau variabel-variabel fenomena banjir. “Banjir pada umumnya terjadi saat curah hujan tinggi dan melebihi kapasitas tampung saluran atau alur sungai, sehingga menyebabkan aliran permukaan (run off) yang tinggi atau banjir disekitar sungai, termasuk menggenangi permukiman penduduk” Syariman (2006: 2). Sehingga, jumlah curah hujan yang jatuh ditiap medan akan mempengaruhi potensi banjir di medan tersebut.

Sandy (1995: 5) menyebutkan ada tiga pola curah hujan di Indonesia yaitu pola curah hujan barat, pola curah hujan timur dan pola wilayah kering. Pembagian wilayah pola hujan di Indonesia menurut Sandy (1995: 5) dapat digambarkan pada Peta 1.

(2)

commit to user

(3)

commit to user

3 Berdasarkan Peta 1 dapat dianalisis bahwa pola curah hujan barat ditempati sebagian besar Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimatan dengan curah hujan maksimum pada bulan Oktober sampai Februari dan curah hujan minimum pada bulan Juli atau Agustus. Pola curah hujan timur ditempati sebagian besar Pulau Sulawesi dan Papua dengan curah hujan maksimum pada bulan Mei, Juni atau Juli dan curah hujan minimum di bulan September. Pola wilayah kering meliputi Pulau Bali, NTB, NTT, TIM-TIM Kepulauan Maluku di sebelah Selatan Kepulauan Banda sampai Merauke.

Kabupaten Cilacap menempati wilayah curah hujan barat dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober sampai Februari dan curah hujan minimum biasanya terjadi pada bulan Juli atau Agustus. Berikut ini dapat disajikan data pada Tabel 1.1 mengenai hubungan jumlah curah hujan dengan jumlah kejadian banjir dan jumlah kerugian di Kabupaten Cilacap.

Tabel 1.1. Jumlah Curah Hujan, Kejadian Banjir dan Kerugian Akibat Banjir di Kabupaten Cilacap Tahun 2009-2012

Tahun CH (mm) Jumlah Kejadian Jumlah Kerugian (Rp)

2009 3.586,6 7 8.429.052.500

2010 5.068,8 21 19.989.131.000

2011 2.888,0 4 709.040.000

2012 3.015,2 5 1.391.900.000

Jumlah 14.558,6 37 30.519.123.500

(Sumber: BPBD Kab. Cilacap dan Kab. Cilacap dalam angka: 2012)

Data dalam Tabel 1.1 menunjukan bahwa hubungan antara jumlah curah hujan dengan jumlah kejadian banjir berbanding lurus, yaitu semakin tinggi jumlah curah hujan yang turun di suatu wilayah maka semakin tinggi pula jumlah kejadian banjir di wilayah tersebut. Akan tetapi, kejadian banjir di Kabupaten Cilacap tidak hanya diakibatkan oleh tingginya curah hujan. Kondisi topografi beberapa daerah Kabupaten Cilacap yang merupakan wilayah pesisir mengakibatkan banjir terjadi akibat adanya pasang air laut (banjir rob). Hal ini menunjukan bahwa kekhasan

(4)

commit to user

kondisi fisik suatu medan mempengaruhi jenis dan proses terjadinya genangan. Kekhasan kondisi fisik suatu medan dapat ditandai dengan bentuklahan yang terbentuk dan masing-masing memiliki karakteristik dalam proses pembentukan, kondisi topografi, struktur dan materi penyusun. Komponen yang khas pada masing-masing bentuklahan inilah yang menjadi variabel banjir dan digunakan untuk analisis kerentanan banjir. Kerentanan dibagi dalam beberapa aspek, seperti sosial, budaya, ekonomi dan fisik yang masing-masing memiliki parameter dan kriteria tertentu. Kerentanan banjir dibagi menjadi beberapa aspek dikarenakan dampak yang ditimbulkan bencana banjir mencakup banyak aspek. Oleh karena itu dibutuhkan analisis kerentanan banjir di setiap aspek dengan tujuan meminimalisir dampak banjir di setiap aspek kehidupan masyarakat. Berdasarkan kemampuan medan untuk mengelola datangnya air, maka kerentanan difokuskan pada aspek fisik.

Analisis kerentanan fisik suatu medan terhadap bencana banjir dapat dikaji dengan menggunakan konsep deferensi area. Deferensi area inilah yang menyebabkan perbedaan jenis, proses, tinggi dan lama genangan. Akan tetapi, banjir tidak hanya dikaji berdasarkan kondisi fisik suatu medan, namun aktifitas manusia didalamnya juga menjadi salah satu faktor penentu terjadinya banjir. Aktifitas manusia yang dimaksud biasanya disebut dengan penggunaan lahan. Lahan untuk aktifitas manusia dibagi menjadi dua, yaitu not available land dan available land (Hadi, 2013). Not available land merupakan lahan yang tidak tersedia dan tidak diperuntukan untuk aktifitas manusia seperti, hutan lindung, bantaran sungai dan tebing terjal. Sedangkan available land merupakan lahan yang tersedia dan diperuntukan untuk aktifitas manusia. Akan tetapi, kejadian banjir di beberapa daerah di Indonesia diakibatkan oleh penggunaan not available land untuk aktifitas manusia, seperti pembangunan vila di tebing terjal, adanya perkebunan di hutan lindung dan pembangunan pemukiman di bantaran sungai. Penggunaan lahan seperti inilah yang menyebabkan kurangnya daerah tangkapan air di daerah hulu dan terjadi penyempitan tubuh sungai sehingga menimbulkan limpasan.

(5)

commit to user

5 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kejadian banjir di suatu medan dapat dianalisis berdasarkan bentuklahan yang terbentuk dan aktifitas manusia (penggunaan lahan) didalamnya. Analisis kejadian banjir berdasarkan bentuklahan dan penggunaan lahan yang ada digunakan untuk mengetahui jenis dan proses terjadinya suatu genangan (banjir). Salah satu daerah yang memiliki riwayat banjir adalah Kecamatan Kawunganten. Kecamatan Kawunganten merupakan salah satu daerah administrasi Kabupaten Cilacap yang terletak disebelah barat. Menurut keterangan penduduk dan pegawai dinas di Kecamatan Kawunganten bahwa secara administratif ada 9 desa yang sebagian daerahnya tergenang banjir yaitu, Desa Kawunganten Lor, Kalijeruk, Kawunganten, Bojong, Kubangkangkung, Bringkeng, Ujungmanik, Grugu dan Babakan. Berikut ini dapat disajikan beberapa kutipan berita mengenai kejadian banjir di Kecamatan Kawunganten, yaitu:

Dikutip dari http://cilacapkab.go.id:

Di Kecamatan Kawunganten diguyur hujan deras selama 6 jam. Sungai Kawunganten yang berada di Kecamatan Kawunganten tidak dapat menampung debit air yang mengalir di sungai tersebut. Hal ini menyebabkan beberapa desa di daerah tersebut terendam banjir dengan tinggi rendaman mencapai 180 cm. Akibat banjir, warga Kecamatan Kawunganten yang mengungsi lebih dari 673 KK, yang terdiri dari 4 desa. Bahkan 1 desa terisolir dikarenakan terputusnya jalur transportasi akibat tergenang banjir. Bencana banjir juga mengakibatkan sejumlah kerusakan diantaranya, sekitar 2.079 unit permukiman warga terendam, rusaknya fasilitas kesehatan, sosial, dan ekonomi, serta lahan pertanian maupun perkebunan. Pada banjir kali ini terdapat dua daerah yang sebelumnya tidak pernah tergenang banjir, hal ini dikarenakan adanya banjir kiriman dari wilayah hulu, sementara wilayah hulu mulai surut, wilayah tengah dan hilir justru terendam. Kurangnya manajemen dan mitigasi bencana di wilayah yang terendam banjir, mengakibatkan warga yang mengungsi mendirikan tenda atau lokasi pengungsian di pinggir jalan. Karena itu, banyak pengungsi yang mulai mengalami gangguan kesehatan, karena minimnya fasilitas yang diterima para pengungsi (Anonim, 2010).

Dikutip dari http://digitalkompas.com:

Ratusan hektar sawah di Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, hingga Sabtu (24/11/2012), masih terendam banjir. Sawah terendam hingga menutup ujung tanaman sehingga dikhawatirkan puso.

(6)

commit to user

Sawah yang tergenang tersebar di beberapa desa di Kecamatan Kawunganten, seperti Kawunganten Lor dan Ujungmanik. Kebanyakan tanaman padi berusia muda setinggi 20 centimeter. Sebagian lain adalah areal persemaian benih padi. Para petani merugi hingga jutaan rupiah untuk modal persiapan benih. Selain itu banjir juga menggenangi kolam-kolam ikan milik warga (Magnus, 2012).

Berdasarkan kutipan berita tersebut, maka dapat dianalisis bahwa hampir tiap tahun Kecamatan Kawunganten dilanda banjir dan hampir ditiap kejadiannya menimbulkan kerugian. Hal ini dikarenakan sebagian besar daerah di Kecamatan Kawunganten didominasi topografi landai atau daratan rendah yang ditandai adanya hutan mangrove yang masuk dalam kawasan Segara Anakan. Selain itu kondisi fisik medan di Kecamatan Kawunganten mendukung terjadinya genangan, sehingga kecamatan ini menjadi salah satu daerah langganan banjir di Kabupaten Cilacap yang memiliki tiga jenis banjir yaitu banjir rob, kiriman dan lokal. Banjir rob terjadi di wilayah yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove dan masih dipengaruhi pasang surut air laut dengan intersitas 2-3 kali seminggu, bahkan beberapa wilayah memiliki intensitas setiap hari tergenang banjir rob. Banjir kiriman terjadi karena tingginya debit dan banyaknya pasokan air dari hulu Sungai Cibeurum dan Sungai Kawunganten, sedangkan banjir lokal terjadi karena tingginya curah hujan dan medan di Kecamatan Kawunganten berpotensi menimbulkan genangan masing-masing memiliki intensitas 2-4 kali dalam 1 tahun.

Selain itu, kurangnya mitigasi bencana banjir di Kecamatan Kawunganten juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan hampir setiap tahun kecamatan ini tergenang banjir. Salah satu kurangnya mitigasi bencana banjir di Kecamatan Kawunganten adalah kurang terawatnya bangunan pengendali banjir. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya sampah di bangunan pengendali banjir seperti yang terjadi pada tanggul penahan banjir. Secara tidak langsung hal ini berpengaruh terhadap berkurangnya kemampuan bangunan pengendali banjir untuk mengelola debit air dan meminimalisir banjir. Berikut ini merupakan kondisi salah satu bangunan pengendali banjir di Kecamatan Kawunganten yang digambarkan pada Gambar 1.1.

(7)

commit to user

7

Gambar 1.1. Kondisi Tanggul Penahan Banjir di Desa Kalijeruk Tahun 2013 (Diambil pada tanggal 20 Desember 2013, koordinat 271600 mT

dan 9161212 mU, Desa Kalijeruk)

(Sumber: Hasil Dokumentasi Penulis, 2013)

Banjir dikatakan bencana jika menimbulkan kerugian pada masyarakat. Secara umum bencana merupakan suatu fenomena yang terjadi secara tiba-tiba, dan menimbulkan kerugiaan. Bencana dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, didefinisikan sebagai “Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis”. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hewitt and Burton (1971) bahwa:

“Flood hazard comprises many aspects which include structural

and erosion damage, contamination of food and water, disruption of socio economic activity including transport and communication, as well as loss of life and property” (Isma’il and Saanyol, 2013: 618).

Tanggul Penahan Banjir di Desa Kalijeruk

(8)

commit to user

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dibutuhkan upaya untuk menanggulangi dampak-dampak yang ditimbulkan bencana banjir, salah satunya dengan melakukan upaya mitigasi bencana banjir. Mitigasi bencana dalam UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, diartikan sebagai “Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana”.

Menurut Yusup, “Membuat suatu daerah atau kota yang bebas dari bencana alam adalah sesuatu yang tidak mungkin karena bencana alam berkaitan dengan proses alam yang tidak bisa dihindari” (2005: xxiii). Syariman mengemukakan bahwa “Keberadaan banjir tidak dapat dicegah tetapi jika diketahui sejak dini maka korban atau kerugian yang akan terjadi dapat dihindari atau dikurangi sekecil mungkin, sehingga diperlukan suatu tindakan untuk melakukan penanganan dan mengantisipasi akibat yang timbulkan” (2006: 2). Kedua pendapat tersebut sama-sama menjelaskan bahwa yang dapat kita lakukan adalah meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam melalui mitigasi bencana. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap medan di Kecamatan Kawunganten memiliki karakteristik yang khas yang mempengaruhi tingkat kerentanan banjir, kedalaman, lama dan jenis banjir.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka fenomena banjir di Kecamatan Kawunganten dapat dianalisis dari sudut pandang spasial yaitu dengan mengkaji dan memperhatikan pengaruh kondisi fisik medan yang ditandai dengan bentuklahan yang terbentuk di Kecamatan Kawunganten. Sehingga, diperoleh zonasi tingkat keretanan banjir dan jenis, proses, kedalaman serta lama genangan serta dapat diketahui pula upaya mitigasi bencana banjir yang dilakukan untuk meminimalisir frekuensi dan kerugian (materiil dan non materiil). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan dan menyusun penelitian dengan judul “Analisis Kerentanan Banjir

Untuk Kajian Mitigasi Bencana Banjir Di Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap Tahun 2013”.

(9)

commit to user

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tingkat kerentanan banjir di Kecamatan Kawunganten Tahun 2013?

2. Bagaimanakah jenis banjir di Kecamatan Kawunganten Tahun 2013?

3. Bagaimanakah upaya mitigasi bencana banjir di Kecamatan Kawunganten Tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang dirumuskan, yaitu sebagai berikut:

1. Menemukan, menganalisis dan mendeskripsikan tingkat kerentanan banjir di Kecamatan Kawunganten Tahun 2013.

2. Menemukan, menganalisis dan mendeskripsikan jenis banjir di Kecamatan Kawunganten Tahun 2013.

3. Menemukan, menganalisis dan mendeskripsikan upaya mitigasi bencana banjir di Kecamatan Kawunganten Tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman, serta bahan dalam penelitian tentang analisis kerentanan banjir banjir dan jenis banjir untuk penentuan mitigasi bencana banjir.

b. Sebagai bahan pertimbangan penanggulangan banjir di Kecamatan Kawunganten dan dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

(10)

commit to user

c. Memperkenalkan pemanfaatan SIG sebagai suatu sistem yang dapat digunakan untuk berbagai macam bidang penelitian, salah satunya untuk analisis kerentanan banjir.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk meningkatkan manajemen dan mitigasi bencana banjir.

b. Memberikan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dalam mitigasi dan tanggap bencana banjir sejak dini sehingga dapat meminimalisir dampak (kerugian dan korban) yang ditimbulkan.

c. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar mata pelajaran geografi di satuan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X, pada kompetensi inti, kompetensi dasar dan materi pokok sebagai berikut:

1) Kompetensi Inti: Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

2) Komptensi Dasar: (a) Menganalisis mitigasi dan adaptasi bencana alam dengan kajian geografi, (b) Menyajikan contoh penerapan mitigasi dan cara beradaptasi terhadap bencana alam di lingkungan sekitar.

3) Materi Pokok: Mitigasi dan Adaptasi Bencana Alam (jenis dan karakteristik bencana alam, sebaran daerah rawan bencana alam di Indonesia, usaha pengurangan resiko bencana alam).

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Curah Hujan, Kejadian Banjir dan Kerugian Akibat Banjir di        Kabupaten Cilacap Tahun 2009-2012
Gambar 1.1. Kondisi Tanggul Penahan Banjir di Desa Kalijeruk Tahun 2013    (Diambil pada tanggal 20 Desember 2013, koordinat 271600 mT

Referensi

Dokumen terkait

From Incidental News Exposure to News Engagement: How Perceptions of the News Post and News Usage Patterns Influence Engagement with News Articles Encountered on

(2010), merupakan perhitungan kemajuan secara genetic yang dihitung dengan membandingkan karakter antara populasi terseleksi dengan populasi rataan atau kontrol. Data

1. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok memiliki langkah- langkah pembelajaran yaitu 1) Pada awal pembelajaran siswa akan diberikan

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Barulah pada tahun 1797 diterbitkan buku origami tertua ‘Hiden Senbazuru Orikata’ (Rahasia cara melipat 1000 burung bangau)’, yang berisi petunjuk cara melipat burung bangau

Kegiatan penelitian tentang Korelasi antara Pergeseran Perilaku Masyarakat dalam Pengembangan dan Pembangunan Permukiman Swadaya terhadap Upaya Konservasi Bangunan Cagar

Dalam tahapan ini dimulai dari Identifikasi masalah merupakan proses awal bagaimana memahami persoalan yang ada, seringnya/meningkatnya gangguan/ancaman penipuan

Konsep Pieper tentang manusia dan masyarakat, sebagaimana dipaparkan dalam artikel ini, menjadi perspektif penulis untuk mengemukakan konsep tentang persahabatan yang disimpulkan