• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketersediaan pangan di Indonesia sangat memprihatinkan akibat dari pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas pangan, kegagalan panen akibat anomali iklim, dan berkurangnya luas lahan pertanian akibat konversi lahan ke bidang non-pertanian dengan laju alih fungsi lahan sebesar 110.164 ha/tahun (BPS, 2004). Oleh karena itu, dituntut perlu adanya optimalisasi seluruh sumber daya pertanian. Disamping faktor tanah, produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air, dan berbagai unsur iklim.

Anomali dan perubahan iklim global sangat mempengaruhi kondisi iklim secara global, regional, maupun lokal. Hal ini merupakan tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan salah satunya dengan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air yang lebih efisien sebagai strategi adaptasi menghadapi perubahan iklim (BPPP, 2007). Air sangat diperlukan tanaman padi sawah untuk pertumbuhan tanaman. Kelangkaan air yang terjadi akibat dampak dari perubahan iklim merupakan ancaman bagi bidang pertanian terhadap penyediaan pangan masa depan. Diperlukan suatu cara bertanam tanaman padi maupun teknologi pengairan yang dapat meningkatkan efisiensi air. Pada kondisi keterbatasan air diharapkan varietas berumur genjah dan tahan kering akan lebih baik serta sistem pemanfaatan ruang dalam hal ini sistem jarak tanam yang menjadikan air di lapisan tanah bagian bawah tersedia sehingga akan menghasilkan produksi yang lebih baik. Selain itu, melalui irigasi berselang diharapkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman lebih tinggi. Menurut Las (2007), dengan irigasi berselang hasil padi meningkat 7% dibanding hasil pada lahan yang digenangi terus menerus.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk: Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui produktivitas pada keempat varietas padi, yaitu Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan pada lahan irigasi kontinyu dan berselang dengan menggunakan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel

2. Mengetahui kebutuhan air tanaman pada keempat varietas padi pada lahan irigasi kontinyu dan berselang dengan

menggunakan sistem jarak tanam jajar legowo dan tegel

3. Mengetahui nilai efisiensi penggunaan air pada pengairan berselang dan pengairan konvensional (kontinyu).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Padi (Oryza sativa) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Produksi padi di dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek karena kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar.

Pengelolaan air sangat penting peranannya dalam keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Tanaman padi membutuhkan air yang berbeda volumenya untuk setiap fase pertumbuhannya. Produksi padi sawah akan menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (water stress).

2.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Mijen terletak di Kota Semarang dengan luas wilayah 57.55 km2. Secara geografis lokasi penelitian terletak di 7.08o LS dan 110.31o BT pada ketinggian 213 meter di atas permukaan laut. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2790 mm/tahun, suhu udara berkisar antara 23 – 34 oC. Sesuai dengan letak geografis, lokasi penelitian (Mijen) memiliki tipe hujan monsun. Monsun merupakan angin musiman yang disebabkan oleh pengaruh pemanasan dan tekanan udara yang berbeda-beda antara benua (daratan) dan lautan yang ada di sekitarnya serta selalu berubah pada setiap musim. Pada saat benua mengalami musim panas maka sirkulasi udara akan bergerak dari lautan menuju benua dan sebaliknya sirkulasi udara akan bergerak menuju lautan saat benua mengalami musim dingin. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya variabilitas musim basah dan musim kering di Indonesia. Bulan Mei sampai bulan September, Indonesia didominasi oleh monsun Australia yang memberikan kelembaban yang rendah sehingga tercipta musim kering, sedangkan pada saat bulan November sampai bulan Maret lebih

(2)

2

didominasi oleh munson Asia yang lembab

sehingga tercipta musim basah di Indonesia. Berdasarkan pembagian wilayah pola iklim di Indonesia seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Keterangan:

(A) Tipe Monsun (B) Tipe Ekuatorial (C) Tipe Lokal

Gambar 1 Pembagian pola iklim secara klimatologi di Indonesia (Aldrian dan Susanto dalam Rahman, 2007)

Menurut Tjasyono (2004) fluktuasi nilai SOI sangat jelas pengaruhnya terhadap daerah berpola hujan monsun. Lebih lanjut Aldrian dan Susanto dalam Rahman (2007) mengatakan bahwa sea-surface temperature (SST) di sekitar kepulauan juga berpengaruh terhadap besaran curah hujan di kepulauan itu sendiri untuk daerah yang berpola hujan monsoon. Terganggunya siklus Walker yang bergerak dari timur Samudera Pasifik ke arah barat Samudera Pasifik akibat dari meningkatnya tekanan udara di Tahiti yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi nilai SOI (Southern Oscillation Index) juga berpengaruh pada besarnya curah hujan di Indonesia, akibatnya adalah terhambatnya pertumbuhan awan di beberapa daerah di Indonesia sehingga menyebabkan curah hujan di daerah-daerah tersebut jumlahnya turun di bawah normal.

Menurut Effendy (2001), nilai SOI dapat dijadikan patokan terjadinya fenomena El-Nino dan La-Nina. Semakin negatif nilai SOI berarti semakin kuat kejadian panas (warm event), sebaliknya semakin positif nilai SOI semakin kuat kejadian dingin (cold event). Tahun 2010 merupakan tahun La-Nina kuat. Hal tersebut didukung oleh data nilai SOI yang dicatat oleh Bureau of Meteorology (BOM) Australia yang menunjukkan bahwa nilai SOI > +10 selama enam bulan (Tabel 1).

Tabel 1 Nilai SOI (Southern Oscillation Index) tahun 2010

Jan Feb Mar Apr Mei Jun -10 -15 -11 15 10 1.8 Jul Ags Sep Okt Nov Des

21 19 25 18 16 27

Tabel 2 Kriteria nilai SOI (Southern Oscillation Index) penentu ENSO (El-Nino Southern Oscillation)

Nilai SOI (P_Tahiti-P_Darwin)

Fenomena yang akan terjadi < -10 selama 6 bulan El-nino kuat -5 s/d -10 selama 6 bulan El-Nino lemah-sedang

-5 s/d +5 selama 6 bulan Normal +5 s/d +10 selama 6 bulan La-Nina lemah-sedang

>+10 selama 6 bulan La-Nina kuat 2.2 Sistem Irigasi Berselang

Pengairan berselang adalah penerapan teknis pengairan yang dimaksudkan untuk menghemat penggunaan air. Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan. Hal yang sering dikhawatirkan petani dalam berusahatani padi diantaranya adalah kekurangan air terutama di musim kemarau. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tanaman padi memerlukan air irigasi pada fase tertentu. Untuk mengatasi kelangkaan air pada fase tertentu, dikembangkan beberapa teknik pengelolaan lahan yang efisien dalam penggunaan air. Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air 15 – 30% tanpa menurunkan hasil panen (BALITPA, 2009). Dalam menerapkan pengairan berselang, perlu dipertimbangkan bahwa cara ini dilakukan bergantung pada:

• Jenis tanah; Tanah yang tidak bisa menahan air sebaiknya hati-hati dalam menerapkan cara pengairan berselang, demikian pula jenis tanah berat.

• Pola pengairan di wilayah setempat; kalau pengairan sudah ditetapkan berselang setiap 3 hari maka ikutilah pola pengairan yang sudah ada.

• Pada lahan sawah yang sulit dikeringkan karena drainase jelek, pengairan berselang tidak perlu dipraktekan.

Manfaat atau keunggulan dari sistem irigasi berselang, antara lain menghemat air

(3)

3

irigasi sehingga areal yang dapat diairi

menjadi lebih luas, memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam, mencegah timbulnya keracunan besi, mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar,

mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat, mengurangi kerebahan, mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah), menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen, memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah), dan memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus (BALITPA, 2009)

2.3 Respon Tanaman terhadap Ketersediaan Air

Air merupakan salah satu bahan yang penting dan sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kramer (1963) dalam Chang (1968) menyatakan bahwa air adalah:

a. Unsur penting pada fisiologi tanaman b. Merupakan bahan reaksi dalam

fotosintesis dan proses hidrolisa

c. Merupakan bahan pelarut garam, gula, dan larutan lainnya yang bergerak dari sel ke sel lainnya dan dari bagian ke bagian lain tanaman

d. Sebagai unsur penting untuk pemeliharaan turgiditas tanaman diperlukan untuk perluasan sel dan pertumbuhan tanaman.

Tipe-tipe vegetasi dan adaptasi tanaman adalah interaksi sebagai faktor fisik lingkungan terutama ketersediaan air. Namun, jika dilihat mikro proses yang mempengaruhi keadaan mikro itu adalah proses-proses fisiologi yang hampir seluruhnya dipengaruhi secara langsung oleh air. Termasuk aktivitas metabolisme, misalnya fotosintesis dan respirasi. Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh laju pembelahan dan perbesaran sel serta suplai bahan-bahan organik maupun anorganik untuk sintesa protoplasma dan dinding sel yang baru. Menurut Mudiyarso (1987), peran air dalam perbesaran sel adalah melalui pengaruhnya terhadap penurunan turgor, sedangkan pemanjangan daun dapat dihambat oleh cekaman air (kekurangan air) karena laju fotosintesis dan respirasi menurun. Jika, keadaan tersebut terus berlanjut akan mengakibatkan kematian tanaman.

Soemarno (2004) menyatakan bahwa apabila persediaan air tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanaman secara penuh, evapotranspirasi aktual (ETa) akan menurun di

bawah evapotranspirasi maksimum (ETm) atau

ETa < ETm. Pada kondisi seperti ini, akan

berkembang stress air di dalam tanaman yang akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengaruh-pengaruh ini sangat tergantung pada spesies dan varietas tanaman, intensitas stress dan waktu terjadinya stress air. Pengaruh intensitas dan waktu stress ini sangat penting dalam kaitannya dengan penjadwalan suplai air yang terbatas selama periode pertumbuhan tanaman dan penentuan prioritas penggunaan suplai air di antara tanamaan selama musim pertumbuhannya.

Kalau suplai air tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman, atau ETa <

ETm, tanaman akan menunjukkan respon yang

berbeda-beda terhadap defisit air ini. Pada beberapa tanaman akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan air (WUE) sedangkan pada tanaman lainnya WUE menurun dengan meningkatnya defisit air. Kalau defisit air terjadi selama periode tertentu dalam musim pertumbuhan tanaman, respon hasil terhadap defisit air sangat beragam tergantung pada tingkat kepekaan tanaman pada periode tersebut. Pada umumnya tanaman sangat peka terhadap defisit air selama awal pertumbuhannya, pembungaan dan awal fase pembentukan hasil (Soemarno, 2004).

Menurut Soemarno (2004), Respon hasil terhadap defisit air juga beragam di antara varietas tanaman. Pada umumnya varietas unggul sangat peka terhadap air, pupuk dan input agronomis lainnya. Varietas-varietas yang potensi produksinya rendah dengan respon air yang rendah lebih sesuai untuk sistem tadah hujan yang sering mengalami stress air. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi pada kondisi irigasi, harus digunakan varietas unggul yang sangat responsif terhadap air sehingga dapat dicapai efisiensi penggunaan air yang tinggi.

Komponen hasil panen dipengaruhi oleh genotipe, lingkungan, dan pengelolaan yang seringkali dapat membantu menerangkan terjadinya pengurangan hasil panen. Genotipe dapat mempengaruhi kemampuan bekecambah dan menentukan potensial untuk membentuk srisip, jumlah bunga, jumlah bunga yang berkembang membentuk biji, jumlah hasil asimilasi yang diproduksi, dan pembagian hasil asimilasi. Lingkungan mempengaruhi kemampuan tumbuhan

(4)

4

tersebut untuk mengekspresikan potensial

genetisnya. Air, nutrisi, temperatur, cahaya, dan faktor lingkungan lainnya yang bukan tingkatan optimum dapat mengurangi salah satu komponen hasil panen. Faktor pengelolaan meliputi jumlah biji yang ditanam dan kemampuan pengelola tanaman untuk menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan agar tercapai hasil panen yang maksimum (Fitter, 1994).

2.4 Kebutuhan Air Tanaman

evaporasi adalah proses dimana air berubah menjadi uap air dan berpindah dari permukaan penguapan. air menguap dari berbagai permukaan seperti danau, sungai, tanah, dan vegetasi yang basah. Transpirasi adalah proses penguapan air yang terkandung dalam lapisan tanaman dan berpindah menguap ke atmosfer. Transpirasi tergantung pada pasokan energi, gradien tekanan uap air, dan angin. Maka, radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, dan angin harus dipertimbangkan ketika menentukan nilai transpirasi.

Gambar 2 Kondisi evapotranspirasi acuan (ET0) dan evapotranspirasi

tanaman (ETc) (Allen, 1998)

ET0 (evapotranspirasi acuan) merupakan

penguapan dari tanaman rumput yang ditanam di lahan dalam kondisi air tanah yang optimal dan kondisi lingkungan yang sangat baik serta mencapai produksi potensial dalam kondisi iklim yang diberikan. Metode FAO Penman-Montheith direkomendasikan sebagai satu-satunya metode untuk menentukan evapotranspirasi acuan (ET0) oleh para ahli

dari FAO bekerja sama dengan badan internasional irrigation and Drainage dan WMO (World Meteoroloy Organization). Persamaan Metode FAO Penman-Montheith diadopsi dari persamaan Penman-Montheith yang dikombinasikan dengan persamaan tahanan aerodinamik dan tahanan permukaan tajuk. Evapotranspirasi acuan (ET0)

merupakan nilai evapotranspirasi pada tanaman hipotetik yang memiliki tinggi 0.12 m, hambatan permukaan sebesar 70 s/m dan albedo 0.23. Kriteria tersebut mendekati kondisi tanaman rumput. Metode FAO Penman-Montheith tersebut dipilih karena mendekati nilai evapotranspirasi potensial tanaman rumput pada lokasi yang diteliti (Allen, 1998). ETc (evapotranspirasi

tanaman) merupakan penguapan dari suatu tanaman tertentu yang tumbuh di lahan yang luas dengan kondisi air tanah yang optimal, manajemen dan kondisi lingkungan yang sangat baik (bebas hama penyakit dan pemupukan yang baik), dan mencapai produksi potensial dalam kondisi iklim yang diberikan. Apabila jumlah air yang tersedia tidak menjadi faktor pembatas, maka evapotranspirasi yang terjadi akan mencapai kondisi yang maksimal dan kondisi itu dikatakan sebagai evapotranspirasi potensial (ETP) atau dengan kata lain evapotranspirasi potensial (ETP) akan berlangsung bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata maupun permukaan tanah.

Doorenbos dan Pruitt (1977) mendefinisikan kebutuhan air tanaman sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk mengimbangi evapotranspirasi dari tanaman sehat (ETc) yang tumbuh pada suatu lahan

yang luas, kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya. Menentukan kebutuhan air secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan nilai ETc (evapotranspirasi

tanaman).

Menurut Mudiyarso (1987), istilah kebutuhan air tanaman memiliki pengertian yang sama dengan konsumsi air oleh tanaman. Konsumsi air oleh tanaman adalah banyaknya air yang hilang dari areal yang bervegetasi persatuan waktu yang digunakan untuk transpirasi atau pertumbuhan /perkembangan, dan yang dievaporasikan dari permukaan vegetasi dan tanah. Jadi, pada prinsipnya kebutuhan air tanaman adalah evapotranspirasi. Besarnya evapotranspirasi yang menentukan pemakaian konsumsi air (kebutuhan air) oleh tanaman dipengaruhi

Iklim Radiasi Suhu Angin kelembaban Tanaman Acuan (rumput) Pengairan baik Faktor Kc Pengairan baik Kondisi tanaman optimal

(5)

5

oleh iklim, ketersediaan air tanah, dan

karakteristik pertumbuhannya. Menurut Allen (1998) pada kondisi irigasi normal (biasa yang dilakukan petani) untuk menghitung nilai kebutuhan air tanaman (ETc) sangat

disarankan menggunakan Kc tunggal dan pada

kondisi irigasi yang menggunakan pengaturan frekuensi pemberian irigasi dapat menggunakan Kc ganda (Kcb dan Ke). Berikut

merupakan rumus untuk mengetahui nilai ETc

dengan menggunakan Kc tunggal:

ETc = ET0 . Kc ...(1)

sedangkan, untuk mengetahui nilai ETc

dengan menggunakan Kc ganda sebagai

berikut:

ETc = ET0 . (Kcb + Ke)……….(2)

Keterangan:

ETc: evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Kc: koefisien tanaman

Kcb: koefisien transpirasi

Ke: koefisien evaporasi

ET0: evapotranspirasi acuan (mm/hari)

Gambar 3 Skema nilai Kc tunggal dan Kc

ganda selama pertumbuhan tanaman (Allen, 1998)

Koefisien tanaman sesuai dengan jenis dan pertumbuhan vegetatifnya. Sedangkan perubahan kondisi iklim/cuaca tidak begitu mempengaruhi nilai Kc pada tanaman pendek

seperti padi (Allen, 1998). Nilai koefisien tanaman (Kc) menggambarkan laju kehilangan

air secara drastis pada fase-fase pertumbuhan tanaman dan menggambarkan keseimbangan komponen-komponen energi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (FAO, 2001) dalam Aqil et al. (2001).

III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan sawah irigasi milik petani setempat yang terletak di Kelurahan Karangmalang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah pada bulan April 2010 hingga Agustus 2010.

Gambar 4 Peta lokasi penelitian di Kota Semarang

3.2 Bahan dan Alat

Penelitian ini dilaksanakan pada lahan seluas 8.800 m2. Varietas padi yang digunakan antara lain: Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan.

Deskripsi tanaman padi (Suprihatno et al., 2010):

1. Situ Bagendit (dilepas tahun 2003) Umur tanaman : 110 – 120 hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 99 – 105 cm Anakan produktif : 12 – 13 batang Bobot 1000 butir : 27.5 g

Rata – rata hasil : 4.0 ton/ha pada lahan kering atau 5.5 ton/ha pada lahan sawah Potensi hasil : 6.0 ton/ha

Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan terhadap blas dan hawar daun bakteri strain III dan IV

Anjuran tanam : cocok ditanam di lahan kering maupun lahan sawah

Kcb Ke

K

c

= K

cb

+ K

e Kc pertunasan Kc generatif Kc akhir

Pertunasan Fase vegetatif Fase generatif Pematangan

Gambar

Gambar 3  Skema nilai K c  tunggal dan K c ganda  selama  pertumbuhan  tanaman (Allen, 1998)

Referensi

Dokumen terkait

Jika α = 0.10 maka diketahui nilai t (t tabel ) = 1.304 ; artinya bahwa jika t hitung &gt; t tabel maka significant, artinya dengan derajat kepercayaan 90% prestasi

Spora berwarna krem hingga kekuningan, atau kemerahmudaan, berbentuk ellip, permukaan licin , berukuran 6–8 x 3–3,5 mikron.Habitat: pada hutan cemara atau kayu lapuk, hidup

Hal ini dikarenakan agar pengunjung bisa lebih leluasa bergerak dan bebas mau menghadap kemana ia duduk, contohnya jika pengguna bench duduk sendiri dan dia

Investasi pada entitas asosiasi dicatat di laporan posisi keuangan konsolidasian sebesar biaya perolehan dan selanjutnya disesuaikan untuk perubahan dalam bagian

Pihak pemerintah dalam hal ini menempati posisi dan peran sebagai pengayom, bagi seluruh pihak dalam masyarakat dan pihak yang bersangkutan dalam proses produksi. Pihak

Materi Kelas Indikator Soal Level Kognitif No Soal Bentuk Soal 1 Memahami hak kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga dalam kehidupan sehari-hasil Hak dan

Factory method mendefinisikan sebuah interface untuk menciptakan sebuah obyek, tetapi mengijinkan sub kelas menentukan kelas mana yang diinstansiasi.. Factory method

Tahap pertama merupakan tahap penepungan dari bahan baku beras patah dan menir, dilanjutkan dengan percobaan pembuatan bihun menggunakan ekstruder, tahap kedua