• Tidak ada hasil yang ditemukan

JIIA, VOLUME 1, NO. 4, OKTOBER 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JIIA, VOLUME 1, NO. 4, OKTOBER 2013"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KEMITRAAN DAN PENDAPATANUSAHATANI KELAPA SAWIT: KASUS KEMITRAAN USAHATANI KELAPA SAWIT ANTARA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA BEKRI DENGAN PETANI MITRA DI DESA TANJUNG JAYA,

KECAMATAN BANGUN REJO, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Partnership Pattern and Farm Income of Oil Palm: Case of Partnership between Bekri Bussines Unit of PTPerkebunan Nusantara VII withPartner Farmers in Tanjung Jaya Village,

Bangun Rejo, Lampung Tengah)

Agustina Irene Pasaribu, Tubagus Hasanuddin, Indah Nurmayasari

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145, Telp. 085269856274, e-mail:agustinamutzpasaribu@yahoo.com

ABSTRACT

This research aims to determine the institutional system in the management of oil palm farming partnership implementation, determine the implementation of partnerships betweenPTPN VII and oil palmfarmers, and analyze the financial feasibility of oil palm farmers who involvein the partnership in Tanjung Jaya Village of Bangun Rejo District, Lampung Tengah Regency. The study was conducted inTanjung Jaya Village of Bangun Rejo District, Central Lampung Regency.Based on the age of plants, 36 famers wererandomly selected as respondents from 46 farmers who joined the partnership. The research data were analyzed using Gross B/C, Net B/C, NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), and PP (Payback Period). The results showed that institutional system in the management of oil palm farming andthe implementationof partnership between PTPN VII and farmers was operated effectively both in personnel and systems of norms, as well as the physical equipment. Implementation of the partnership was a core-plasm partnership. The company served as a capitallender, in the form of ready planted oil palm seedlings, and accompanied by technical guidances and counseling in the form of direct guidance on planting, maintenance, and good harvesting. Cultivation of oil palm by farmers who joined the company was financially viable to be developed, had a Gross value of B/C equal to 1.6616; Net B/C 1.9519; NPV 27383347.824; IRR 23.71%, and PP of 9 years.

Key words: financial feasibility, institutional system, oil palm farming, partnership PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai faktor yang dominan dalam upaya menyediakan bahan baku industri, menyediakan lapangan pekerjaan, menjadi salah satu sumber pendapatan sekaligus devisa untuk negara, dan mengentaskan kemiskinan. Upaya mengentaskan kemiskinan dikhususkan untuk masyarakat yang berada di daerah perdesaan dalam mewujudkan ketahanan pangan daerah maupun pangan nasional.

Pengaruh sektor pertanian dalam perekonomian di provinsi Lampung dapat dilihat dari berbagai sub-sektor yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Salah satu komoditas sub-sektor perkebunan

adalah tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang paling efisien dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya di dunia. Di Indonesia tanaman ini merupakan komoditas andalan ekspor, dan sangat berperan dalam pembangunan ekonomi nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, penyediaan bahan baku minyak goreng dan bahan baku biofuel (Hakim 2007).

Provinsi Lampung memiliki beberapa daerah penghasil kelapa sawit, salah satunya Kabupaten Lampung Tengah. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, luas dan produksi kelapa sawit di Kabupaten Lampung Tengah mengalami fluktuasi. Sebaran luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Lampung Tengah dapat dilihat pada Tabel 1.

(2)

Tabel 1. Sebaran luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012 Tahun TBM (Ha) TM (Ha) TR (Ha) Luas (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2006 2.297 6.874 - 9.171 20.622 2.248 2007 2.651 7.320 497 10.468 33.335 3.184 2008 3.229 9.164 15 12.409 131.312 10.581 2009 1.658 7.889 15 9.562 22.450 2.347 2010 1.606 8.389 17 10.012 24.975 2.494 2011 1.206 8.789 19 10.007 25.575 2.557

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Pahan (2007) mengungkapkan bahwa kurva profil produksi kelapa sawit untuk satu siklus usaha perkebunan kelapa sawit dimulai saat tanaman menghasilkan TBS hinggasaat akan diremajakan (replanting) dan berbentuk kuadratik seperti lonceng. Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat tajam sejak umur3-7 tahun (periode tanaman muda), mencapai tingkat produksi maksimal pada umur sekitar 15 tahun (periode tanaman remaja, prime), dan mulai menurun secara gradual pada periode tanaman tua (old) sampai saat-saat menjelang peremajaan (replanting).

Pelaku usaha agribisnis di tingkat masyarakat banyak berada di sub-sistem agribisnison-farm. Kegiatan usahadi sub-sistem agribisnis on-farm ini cenderung marginal, dalam arti adanya keterbatasan dukungan pendanaan serta relatif masih sederhananya teknis produksi yang dipergunakan, menyebabkan pelaku usaha ini kurang dapat berkembang.

Pengusaha di sub-sistem yang lain, rata-rata merupakan pengusaha non marginal. Pengusaha non marginal berarti bahwa kapasitas usaha yang dimiliki pelaku usaha relatif cukup besar serta dukungan permodalan yang cukup baik. Ketimpangan antar sub-sistem agribisnisini semakin parah dengan adanya penyebaran demografis yang kurang mendukung perkembangan sektor agribisnis pada umumnya. Akibatnya, pelaku usaha on-farm sering terdiskriminasikan dalam hal penentuan harga jual produknya karena faktor jarak distribusi, tingginya cost structure, serta kesulitan memperoleh dukungan pendanaan sehingga alternatif yang dapat diambil untuk mengatasi kendaladapat diambil untuk mengatasi kendala terkotaknya masing-masing subsistem agribisnis, khususnya dalam rangka meningkatkan peran pelaku usaha on-farm yakni melalui pola kemitraan (Sutrisno 2010).

Kemitraan yang sebaiknya dilakukan adalah sistem kelembagaan yang merupakan komponen-komponen dari pranata sosial dan terkait antara satu dengan yang lainnya (Koentjaraningrat 2002). Pelaku usaha BUMN yang ikut ambil bagian dalam menjalankan usaha agribisnis perkebunan dengan komoditas karet, teh, tebu, dan kelapa sawit adalah PT Perkebunan Nusantara VII. Salah satu unit usaha PTPN VII yang melakukan kerjasama kemitraan kelapa sawit dengan petani kelapa sawit adalah PTPN VII Unit Usaha Bekri, yakni kemitraan dengan pola inti plasma. Kemitraan inti plasma adalah kerjasama antara perusahaan yang bertindak sebagai pemberi pinjaman modal berupa bibit kelapa sawit yang siap tanam disertai dengan pembinaan teknis berupa bimbingan langsung maupun penyuluhan mengenai cara budidaya kelapa sawit yang baik dan petani mitra sebagai peminjam dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan juga disepakati bersama. Kerjasama antara PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri dengan petani mitra di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah dengan perusahaan diharapkan dapat memberi efek positif terhadap peningkatan pendapatan petani tersebut. Berdasarkan adanya ketimpangan antara pengusaha di sub-sistem agribisnisini, maka diperlukan penelitian tentang peran pola kemitraan dan kelembagaan dalam peningkatan pendapatan petani kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian tentang pola kemitraan dan kelembagaan dalam peningkatan pendapatan usahatani ini dilakukan untuk menganalisis sistem kelembagaan pada pengelolaan usahatani kelapa sawit yang menerapkan pola kemitraan di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah dan menganalisis pelaksanaan pola kemitraan dalam usahatani kelapa sawit antara petani kelapa sawit mitra dan PT Perkebunan Nusantara VII di Desa Tanjung

(3)

Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah; dan 3) menganalisis kelayakan finansial usahatani kelapa sawit petani mitra dengan PT Perkebunan Nusantara VII di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah karena merupakan salah satu wilayah binaan kemitraan PTPN VII Unit Usaha Bekri. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2012 sampai dengan Januari 2013. Jumlah petani sampel dalam penelitian ini adalah 36 petani dari 46 petani kelapa sawit mitra yang terdapat di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah. Penentuan dan pengambilan sampel petani mitra dilakukan secara sengaja (purposive) (Sugiarto 2001) atas dasar tahun tanam kelapa sawit.

Data yang digunakan adalah data primer yakni data sistem kelembagaan PTPN VII Unit Usaha Bekri dengan petani mitra kelapa sawit, data tentang pola kemitraan yang dilakukan, serta data tentang budidaya kelapa sawit yang dilakukan oleh petani mitra. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti data produk domestik bruto Indonesia menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku dari masing-masing sub-sektor tersebut selama 5 tahun terakhir, sebaran luas areal dan produksi perkebunan rakyat kelapa sawit di Kabupaten Lampung Tengah, gambaran umum daerah penelitian Desa Tanjung Jaya dan Kecamatan Bangun Rejo serta Kabupaten Lampung Tengah. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif meliputi analisis terhadap pola kemitraan dan sistem kelembagaan yang dilakukan olehPT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri (Persero) dengan petani kelapa sawit mitra, karakteristik petani kelapa sawit mitraPTPN VII Unit Usaha Bekri, serta keadaan umum usahatani kelapa sawit mitra di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah.

Analisis Kelayakan Finansial

Menurut Kadariah (2001), alat yang digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial usahatani kelapa sawit adalah Gross B/C, Net B/C, Net Present Value, Internal Rate of Return, dan Payback Period. Rumus masing-masing alat analisis adalah sebagai berikut:

a. Gross B/C

Rumus gross B/C adalah :

      n t 1 n -i) (1 Ct n -i) (1 Bt n B/C Gross ……….. (1) Keterangan:

Bt = Penerimaanpada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t i = Discount rate (%)

N = Umur proyek (tahun)

Menurut Kadariah (2001), kriteria kelayakan adalah:

- Bila Gross B/C > 0, maka proyek layak untuk dijalakan

- Bila Gross B/C < 0, maka proyek tidak layak untuk dijalankan

- Bila Gross B/C = 0, maka proyek berada pada keadaan break even point

b. Net B/C

Rumus dari net B/C adalah :

      n t 1 ) ( 2 NB ) ( 1 NB B/C Net ………. (2) Keterangan :

NB1 (+) = Net Benefit yang telah didiscount

positif (+)

NB2 (–) = Net Benefit yang telah didiscount

negatif (–) T = Tahun ke - ... Kriteria kelayakan adalah :

- Bila Net B/C> 0, maka proyek dikatakan menguntungkan

- BilaNet B/C< 0, maka proyek yang dilakukan dikatakan tidak menguntungkan

(4)

- Bila Net B/C = 0, maka proyek pada keadaan break even point

c. Net Present Value

Rumus yang digunakan adalah:

n i) (1 n 1 t Ct -Bt NPV     ………(3) Keterangan :

Bt = Penerimaan pada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t I = Discount rate (%)

n = Umur proyek (tahun) Kriteria kelayakan adalah :

- Bila NPV > 0, maka usaha yang dilakukan menguntungkan

- Bila NPV < 0, maka usaha yang dilakukan tidak menguntungkan

- Bila NPV = 0, maka usaha yang dilakukan berada pada keadaan break even point d. Internal Rate of Return

Rumus yang digunakan yaitu:

2 NPV 1 NPV 1 NPV ) 1 i 2 (i 1 i IRR     ……. (4) Keterangan :

NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negatif

i1 = Discount rate yang menghasilkan

NPV positif

i2 = Discount rate yang menghasilkan

NPV negatif Kriteria kelayakan adalah :

- Bila IRR > tingkat suku bunga, maka usaha yang dilakukan menguntungkan

- Bila IRR< tingkat suku bunga, maka usaha yang dilakukan tidak menguntungkan - Bila IRR = tingkat suku bunga, maka usaha

yang dilakukan berada pada keadaan break even point.

e. Payback Period (Pp)

Rumus payback period adalah :

tahun

1

x

Ab

K

Pp

o ………. (5) Keterangan : K0 = Investasi awal

Ab = Manfaat bersih yang diperoleh dari setiap periode

Kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut : 1) Bila masa pengembalian (Pp) lebih pendek

dari umur ekonomis proyek (umur ekonomis 20-25 tahun) maka proyek tersebut layak untuk dijalankan.

2) Bila masa pengembalian (Pp) lebih panjang dari umur ekonomis proyek (umur ekonomis 20-25 tahun) maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Pola Kemitraan Usahatani Kelapa Sawit antara Petani Mitra dan PTPN VII 1. Pola Kemitraan

Pola kemitraan yang digunakan dalam usahatani kelapa sawit antara PT Perkebunan Nusantara VII dengan petanikelapa sawit mitra di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah adalah kemitraan pola inti plasma. Pola kemitraan ini merupakan pola hubungan antara petani, kelompok tani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Kemitraan inti plasma juga mengutamakan pengembangan perkebunan rakyat yang berada di sekitar perkebunan besar (swasta/negara), dengan melakukan kerjasama antara perkebunan rakyat yang menjadi plasma dan perkebunan besar sebagai intinya dengan harapan kerjasama tersebut akan saling menguntungkan, utuh, dan terjadi secara terus-menerus.

2. Kontribusi PTPN VII Unit Usaha Bekri dalam Program Kemitraan

PTPN VII bertindak sebagai pemberi pinjaman modal berupa bibit kelapa sawit yang berkualitas dan siap tanam kepada petani mitra. Pinjaman modal berupa bibit dari PTPN VII juga disertai dengan pembinaan teknis berupa bimbingan langsung yang disertai penyuluhan kepada petani mitra mengenai cara penanaman, pemeliharaan hingga panen kelapa

(5)

sawit yang baik. Pelatihan pembukuan sederhana berguna untuk kelancaran pelaksanaan program kemitraan kelapa sawit juga diberikan oleh perusahaan agar petani mitra melalui pembukuan sederhana dapat menghitung jumlah tandan buah segar yang dihasilkan dan mengetahui berapa besar jumlah angsuran yang akan dibayarkan kePTPN VII Unit Usaha Bekri.

3. Perjanjian Pinjaman dengan Pola Kemitraan Surat perjanjian pinjaman bibit kelapa sawit antara PTPN VII dengan Kelompok Tani Bangun Jaya yang berada di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah meliputi ketentuan-ketentuan seperti pengadaan bibit siap tanam untuk petani mitra kelapa sawit. Petani mitra kemudian membuat Surat Pernyataan Pengakuan Hutang (SPPH) yang tidak terpisahkan dengan surat perjanjian yang diketahui Administratur Unit Usaha Bekri dan Kepala Dishutbun Lampung Tengah. Pengembalian pinjaman dilakukan dalam jangka waktu 36 bulan dengan biaya administrasi sebesar 12% per tahun yang dihitung dari sisa hutang pokok. Sistem pengembalian pinjaman kepada PTPN VII oleh petani kelapa sawit mitra yang didasarkan atas hasil penjualan tandan buah segar yang diterima di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PPKS) Unit Usaha Bekri dan dipotong langsung oleh perusahaan berkisar antara15-30% dari jumlah TBS yang dihasilkan saat itu atau disesuaikan dengan jumlah produksi yang disetor ke PTPN VII. Syarat menjadi anggota mitra PTPN VII Unit Usaha Bekri adalah petani harus memiliki lahan pribadi/milik sendiri dan bukan sewa.

Sistem Kelembagaan dalam Pengelolaan Usahatani Kelapa Sawit

Sistem kelembagaan dalam pengelolaan usahatani kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1. Sasaran Sistem Kelembagaan dalam Usahatani Kelapa Sawit antara Petani dan PTPN VII Unit Usaha Bekri

Sasaran sistem kelembagaan dalam kegiatan pengelolaan usahatani kelapa sawit antara PTPN VII Unit Usaha Bekri dengan petani kelapa sawit mitra adalah dengan semakin berkembangnya usaha agribisnis kelapa sawit

di desa-desa sesuai potensi pertanian desa, berkembangnya beberapa kelompok tani/gabungan kelompok tani yang dimiliki dan dikelola oleh petani kelapa sawit mitra, meningkatnya kesejahteraan rumah tangga petani kelapa sawit mitra, serta mulai berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang menekuni usahatani kelapa sawit.Peningkatan pendapatan para petani kelapa sawit mitra merupakan salah satu tujuan dilaksanakannya kegiatan kemitraan oleh PTPN VII (Persero). 2. Sistem Kelembagaan dalam Pengelolaan

Usahatani Kelapa Sawit Pola Kemitraan Pakpahan (1989) mengungkapkan bahwa ciri-ciri kelembagaan antara lain: 1) batas yuridiksi, 2) property rights (hak kepemilikan), dan 3) aturan representasi. Batas yuridiksi akan menentukan apa dan siapa yang tercakup dalam organisasi, sehingga adanya batas yuridiksi memungkinkan organisasi melakukan perluasan aktivitas ekonomi (batas wilayah kerja, batas skala usaha yang diperbolehkan, jenis usaha yang telah diperkenankan, dan sebagainya).

Batas yuridiksi dalam penelitian ini mencakup perusahaan (PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri), petani kelapa sawit mitra, dinas-dinas terkait (pemerintah daerah), koperasi, tokoh masyarakat, dan lainnya. Hak pemilikan atas hasil produksi (tandan buah segar) seperti tertulis pada Surat perjanjian pinjaman bibit kelapa sawit antara PTPN VII dengan kelompok tani Bangun Jaya yang berada di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah. Hak kepemilikan tanah masing-masing petani mitra kelapa sawit adalah milik pribadi yang menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan kemitraan dengan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri.

Perjanjian kemitraan kelapa sawit meliputi ketentuan-ketentuan seperti pengadaan bibit siap tanam untuk petani kelapa sawit mitra, pengembalian pinjaman dilakukan dalam jangka waktu 36 bulan dengan biaya administrasi sebesar 12% per tahun dihitung dari sisa hutang pokok. Pengambilan keputusan-keputusan antara PTPN VII Unit Usaha Bekri dengan petani kelapa sawit mitra mengacu pada surat perjanjian yang telah ditetapkan dan disetujui bersama. Penegakan hukum yang berlaku sesuai dengan hukum

(6)

yang ada dan bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat.

Komponen-komponen yang menjadi bagian dari hubungan kelembagaan antara badan usaha dengan petani, meliputi personel (orang), peralatan fisik (sarana dan prasarana), sistem norma (aturan-aturan), serta kelakuan yang berpoladari perusahaan maupun petani (Koentjaraningrat 2002).

Teknologi yang digunakan dalam usaha tani kelapa sawit oleh petani kelapa sawit mitra diharapkan mampu mempermudah petani mitra dalam melakukan kegiatan usaha taninya (efisiensi waktu, tenaga, dan biaya) sehingga petani mitra dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Partisipan dalam kelembagaan antara PTPN VII Unit Usaha Bekri dengan petani kelapa sawit mitra tidak lain adalah PTPN VII Unit Usaha Bekri, petani kelapa sawit mitra, pemerintah daerah, koperasi, dan tokoh masyarakat. Tujuan adanya sistem kelembagaan adalah dalam peningkatan produksi dan pendapatan petani kelapa sawit mitra PTPN VII Unit Usaha Bekri. Meningkatnya produksi kelapa sawit dan pendapatan usahatani petani kelapa sawit mitra diharapkan mampu mendukung akan keberlanjutan usaha tani kelapa sawit sehingga terwujudlah kesejahteraan petani kelapa sawit mitra di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat hubungan dari masing-masing komponen-komponen dari pranata sosial. Personel adalah orang/pihak-pihak yang terkait dalam kemitraan antara PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri dengan petani kelapa sawit mitra, antara lain perusahaan, petani kelapa sawit mitra, pemerintah daerah, tokoh agama, koperasi, dan lainnya. Para personel ini diatur oleh sistem norma yang ada, seperti adanya surat perjanjian yang disepakati perusahaan dan petani kelapa sawit mitra, adat istiadat yang berlaku, pedoman perusahaan, dan peraturan-peraturan di daerah peneliian yang diberlakukan oleh pemerintah setempat. Peralatan fisik yang digunakan para personel dalam penelitian ini antara lain berupa sarana produksi hingga produk berupa tandan buah segar dan harga yang ditetapkan perusahaan diatur oleh sistem norma yang berlaku dalam perusahaan maupun luar perusahaan. Personel, sistem norma, dan peralatan fisik yang saling

berkaitan antara satu sama lain mengacu pada pranata yang berpusat pada suatu kelakuan berpola yang dicerminkan oleh kerjasama kemitraan yang masih dilakukan petani kelapa sawit mitra dengan pihak PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri berlangsung baik dan efektif.

Usahatani Kelapa Sawit

Biaya usahatani kelapa sawit merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani mitra saat melakukan kegiatan usahatani kelapa sawit. Biaya usahatani kelapa sawit mitra PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri terdiri dari biaya investasi, biaya tetap, dan biaya tidak tetap yang merupakan rata-rata biaya sejak tahun 2000-2012. 1. Biaya Investasi

a. Lahan yang dimanfaatkan sebagai media dilakukannya kegiatan usaha tani kelapa sawit mitra adalah lahan pribadi masing-masing petani kelapa sawit mitra. Harga lahan per hektarnya diasumsikan sama, yakni sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan berlokasi di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah.

b. Bibit kelapa sawit yang digunakan petani kelapa sawit mitra merupakan bibit unggul yang diperoleh dari PTPN VII Unit Usaha Bekri yaitu varietas Marihat dengan jumlah 135 batang untuk 1 hektar dengan harga beli Rp7.065 per batang. Seluruh petani kelapa sawit mitra tidak melakukan penyulaman dikarenakan bibit yang diperoleh petani kelapa sawit mitra berasal dari PTPN VII. Waktu tanam yang tepat yaitu pada permulaan musim hujan yakni antara bulan Oktober hingga bulan November sehingga kebutuhan akan air tercukupi.

2. Biaya Tetap (Fixed Cost)

a. Pajak yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit mitra merupakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah di tambah dengan pajak hasil bumi (Nilai Jual Objek Pajak/NJOP). Biaya pajak rata-rata yang dikeluarkan olehpetani kelapa sawit mitradengan luasan hektar/tahun adalah sebesar Rp10.000.

(7)

b. Biaya alat-alat pertanian

Biaya pembelian alat-alat pertanian oleh petani kelapa sawit mitra pada tahun pertama usaha tani kelapa sawit petani mitradimasukkan dalam biaya investasi. Pada tahun kedua hingga tahun ke-25, biaya pembeliannya masuk dalam biaya pengganti sesuai dengan umur ekonomisnya. Alat-alat pertanian yang digunakan antara lain egrek (alat bantu panen kelapa sawit yang berupa pisau egrek dengan bentuk seperti pisau arit yang panjang pisaunya 45 cm dan batang bambu dengan panjang sekitar 10 m sebagai pegangannya), dodos (alat untuk memotong buah kelapa sawit yang berbentuk pisau dengan lebar mata 14 cm dan panjang mata pisau 12 cm),gancu (alat bantu panen untuk memuat dan membongkar TBS dari dan ke alat transpor yang terbuat dari besi beton dengan diameter 3/8 inci serta panjang disesuaikan dengan kebiasaan setempat), cangkul, dan golok. Rata-rata harga dan umur ekonomis alat-alat pertanian tersebut antara lain: egrek (rata-rata harga Rp60.000 dengan umur ekonomis selama 3 tahun), dodos (rata-rata harga Rp50.000 dengan umur ekonomis selama 4 tahun), gancu (rata-rata harga Rp60.000 dengan umur ekonomis selama 5 tahun), cangkul (rata-rata harga Rp60.000 dengan umur ekonomis alat selama2 tahun), dangolok (rata-rata harga Rp37.000 dengan umur ekonomis selama 3 tahun). Biaya alat-alat dikeluarkan secara tunai pada saat pembelian dan dimasukkan sebagai biaya penggantian pada setiap pembelian.Waktu pembelian kembali alat-alat pertanian adalah saat umur ekonomis alat habis (diasumsikan alat-alat tersebut bisa digunakan sampai umur ekonomisnya habis). 3. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

a. Biaya pupuk usahatani kelapa sawit petani mitratermasuk dalam biaya produksi yang harus dikeluarkan tiap tahun. Pemupukan dilakukan dua kali tiap tahunnya. Pupuk yang digunakan oleh petani kelapa sawit mitraadalah pupuk organik yaitu pupuk kandang (rata-rata jumlah pupuk yang dibutuhkan adalah 260kg/tahun/ha dengan rata-rata harga Rp226) dan pupuk anorganik yaitu urea (rata-rata jumlah yang dibutuhkan adalah523 kg/tahun/ha dengan rata-rata hargaRp1.242), NPK (rata-rata jumlah yang dibutuhkan adalah 186 kg/tahun/ha dengan

rata-rata harga Rp2.124), TSP (rata-rata jumlah yang dibutuhkan 296 kg/tahun/ha dengan rata-rata harga Rp1.448), Dolomit (rata-rata jumlah yang dibutuhkan adalah 57kg/tahun/ha dengan rata-rata harga Rp401), serta KCl (rata-rata jumlah yang dibutuhkan adalah 143 kg/tahun/ha dengan rata-rata harga Rp3.147).

b. Biaya tenaga kerja yang digunakan oleh petani mitra berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Biaya tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga menggunakan sistem upah dibayar tunai dan dikeluarkan. Upah tenaga kerja per hari berkisar Rp28.000 dengan waktu 586 Hari Orang Kerja.

Total biaya produksi tanaman kelapa sawit dari tahun pertama hingga tahun ke-12 merupakan total biaya hasil perhitungan usahatani yang diperoleh melalui penelitian yang dilakukan dan sesuai dengan keadaan di lapang. Perkiraan total biaya produksi untuk tanaman kelapa sawit tahun ke-13 hingga tahun ke-25 (umur ekonomis tanaman kelapa sawit untuk dapat melakukan analisis finansial) dihitung dengan menggunakan analisis trend non linier atau kuadratik. Total biaya produksi tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Produksi yang dihasilkan dari usahatani kelapa sawit ini adalah tandan buah segar kelapa sawit. Menurut Pahan (2007), kurva profil produksi kelapa sawit selama 1 siklus dimulai dari saat tanaman mulai menghasilkan tandan buah segar sampai saat-saat akan diremajakanberbentuk kuadratik seperti lonceng. Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat tajam dari umur 3-7 tahun (periode tanaman muda), mencapai tingkat produksi maksimal pada umur sekitar 15 tahun (periode tanaman remaja), dan mulai menurun secara gradual pada periode tanaman tua pada umur sekitar 25 tahun sampai saat-saat menjelang peremajaan.Total produksi kelapa sawit petani kelapa sawit mitra dapat dilihat pada Tabel 3.

Produksi kelapa sawit pekebun mitra PT Perkebunan Nusantara VII yang berupa tandan buah segar merupakan rata-rata produksi tahun ke-4 hingga tahun ke 12. Perkiraan produksi kelapa sawit berdasarkan pada produksi tandan buah segar yang dihasilkan oleh petani produsen yang dibedakan menurut umur tanaman dapat diketahui dengan mengunakan asumsi persentase kenaikan

(8)

dan penurunan produksi tandan buah segar di lokasi penelitian sama dengan produksi tanaman kelapa sawit D x P Marihat pada kelas kesesuaian lahan (Syukur dan Lubis 1989).

Penerimaan usahatani kelapa sawit berasal dari hasil penjualan tandan buah segar kelapa sawit. Pendapatan usahatani kelapa sawit pola kemitraan diperoleh dari jumlah penerimaan dikurangi dengan jumlah biaya keseluruhan yang dikeluarkan selama responden melakukan kegiatan usahatani kelapa sawit.

Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Kelapa Sawit Pola Kemitraan

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan dari suatu proses produksi, apakah proses produksi itu layak untuk diusahakan dan dapat memberikan keuntungan. Asumsi yang digunakan adalah umur produktif tanaman kelapa sawit selama 25 tahun. Tahun pengamatan dimulai dari tahun 2000 yang merupakan perhitungan tahun pertama usahatani kelapa sawit. Perhitungan analisis finansial dilakukan untuk luas lahan 1 hektar. Berdasarkan hasil analisis finansial yang dilakukan dengan pola kemitraan diperoleh Gross B/C sebesar 1,6616;Net B/C sebesar 1,9519; NPV sebesar Rp188.556.020,0855; dan IRR sebesar 23,3516; juga dengan payback period selama 9 tahun.Hasil analisis finansial kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.

a. Analisis gross B/C

Pada tingkat suku bunga 16% diperoleh gross B/C sebesar 1,6616 sehingga dapat diartikan bahwa setiap Rp1.000.000 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan usahatani kelapa sawit sebesar Rp1.661.600. Hal ini menggambarkan bahwa usahatani kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah hingga tahun 2012 menguntungkan (gross B/C>1).

b. Analisis net B/C

Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial pada tingkat suku bunga 16%, maka diperoleh nilai net B/C>1, yaitu sebesar 1,9519. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit di yang diusahakan adalah menguntungkan untuk diusahakan.

Tabel 2. Total biaya produksi tanaman kelapa sawit dari tahun pertama hingga tahun ke-12 dan hasil trend total biaya produksi kelapa sawit berumur 13-25 Umur tanaman (Th) Total biaya (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 1.525.128,00 1.027.214,00 1.110.487,00 1.750.328,00 3.159.044,00 2.155.970,00 2.543.708,00 2.589.451,00 3.107.100,00 2.824.950,00 3.009.252,00 3.295.704,00 3.254.844,28 3.293.306,80 3.309.901,96 3.304.629,76 3.277.490,20 3.228.483,28 3.157.609,00 3.064.867,36 2.950.258,36 2.813.782,00 2.655.438,28 2.475.227,20 2.273.148,76 Tabel 3. Total produksi kelapa sawit petani mitra

Umur tanaman (tahun) Total produksi (ton/ha/th) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 - - - 3.526,00 4.671,00 5.579,00 7.536,00 9.924,00 14.769,00 18.629,00 22.151,00 22.472,00 22.561,88 22.710,78 22.710,78 22.604,04 22.468,42 20.909,12 20.344,58 18.649,88 18.084,79 16.954,50 16.389,92 15.260,66 14,696,02

(9)

Tabel 4. Analisis finansial usahatani kelapa sawit pola kemitraan di Desa Tanjung Jaya selama umur ekonomis

No. Uraian Nilai

1. Gross B/C 1,6616

2. Net B/C 1,9519

3. Net Present Value (Rp) 188.556.020,0855

4. Internal RateReturn (%) 23,3516

5. Payback Period (tahun) 9,1309

Keterangan: Tingkat suku bunga 16

c. Analisis Net Present Value (NPV)

Berdasarkan hasil perhitungan dan pada tingkat suku bunga 16% maka diperoleh nilai (NPV) atau nilai keuntungan bersih usahatani kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar Rp188.556.020,0855 per hektar.

Nilai keuntungan bersih tersebut bernilai positif atau lebih besar dari nol (NPV>0), menunjukkan bahwa selisih antara nilai sekarang dari penerimaan bersih usahatani kelapa sawit yang diterima oleh petani sebagai pengusaha adalah lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan untuk usahatani. Hal ini berarti usahatani kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah secara finansial menguntungkan untuk diusahakan.

d. Analisis Internal Rate Return (IRR)

Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 23,3516%. Tingkat suku bunga tersebut adalah lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku pada saat penelitian (tahun 2013) yaitu 16%. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit menguntungkan dan masih layak untuk diusahakan.

e. Analisis Payback Period (PP)

Hasil perhitungan payback period setelah penerimaan dan biaya dinilai pada tingkat suku bunga 16%, usahatani kelapa sawit ternyata mampu mengembalikan investasi yang ditanam pada awal usaha kelapa sawit dalam kurun waktu 9,1309 tahun. Hal ini menunjukkan masa pengembalian investasi pada usahatani kelapa sawit mitra adalah lebih pendek dari umur proyek yaitu 25 tahun. Berdasarkan hasil analisis payback period.

Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani kelapa sawit mitra menguntungkan, karena investasi yang ditanam sejak awal melakukan kegiatan usahatani dapat dikembalikan sebelum umur ekonomis tanaman (25 tahun). Grafik pengembalian usahatani kelapa sawit selama 16 tahun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Payback Period usahatani kelapa sawit mitra PTPN VII Unit Usaha Bekri

KESIMPULAN

Sistem kelembagaan dalam pengelolaan usahatani kelapa sawit yang menerapkan pola kemitraan di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah antara PT Perkebunan Nusantara VII dan petani mitra sudah berjalan dengan efektif. Adapun pola kemitraan pada usahatani kelapa sawit antara petani dan perusahaan adalah pola kemitraan inti plasma. Pada pola ini, perusahaan bertindak sebagai pemberi pinjaman modal berupa bibit kelapa sawit yang siap tanam dan disertai dengan pembinaan teknis berupa bimbingan langsung maupun penyuluhan mengenai cara penanaman, pemeliharaan hingga panen kelapa sawit yang baik. Usahatani kelapa sawit petani di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah yang bermitra dengan perusahaan secara finansial layak untuk dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Gross B/C sebesar 1,6616; Net B/C sebesar 1,9519; NPV sebesar 188.556.020,086; IRR sebesar

(10)

23,3516; dengan Payback period selama 9 tahun pada tingkat suku bunga 16%.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2012. Lampung Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah. Lampung Tengah.

Hakim. 2007. Kelapa Sawit, Teknis Agronomis dan Manajemennya. Lembaga Pendidikan Perkebunan. Yogyakarta.

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek: Analisis Ekonomis. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan Mentalitas

dan Pembangunan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Pahan. 2007. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pakpahan A. 1989. Perspektif Ekonomi Institusi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. 37(4): 445-464.

Sugiarto. 2001. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sutrisno. 2010. Pola Kemitraan Agribisnis. http://Pratamasandra.Wordpress.Com/2010/0 2/15/Pola-KemitraanAgribisnis. (Diakses 13 Mei 2012).

Syukur S dan Lubis AU.1989. Perhitungan Bunga untuk Peramalan Produksi Jangka Pendek pada Kelapa Sawit. PPP Marihat. Pematang Siantar.

Gambar

Tabel  4.  Analisis  finansial  usahatani  kelapa  sawit  pola  kemitraan  di  Desa  Tanjung  Jaya  selama umur ekonomis

Referensi

Dokumen terkait

(1) Formula pupuk organik, formula pupuk hayati atau formula pembenah tanah yang memenuhi standar mutu dan efektivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat

Berdasarkan hasil penelitian terhadap aktivitas guru dan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar dengan penerapan metode Team Games Tournament yang

8 Berdasarkan uraian di atas dengan permasalahan yang berada dalam perusahaan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisa Hubungan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran pada siklus pertama, kreatifitas dan hasil belajar siswa sudah menunjukkan hasil meskipun belum optimal,

Pada tugas akhir ini, akan dilakukan simulasi dengan memanfaatkan software untuk menggambarkan hasil dari proses pembakaran pada mesin mesin deiesel khususnya pada tekanan

Salah satu latest innovation dalam hal combustion mesin bensin adalah teknologi sistem port injection, dimana bahan bakar di semprotkan pada intake

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan bakteri Staphylococcus sciuri terhadap senyawa antimikrobial yang terkandung dalam jahe, kunyit, kencur,

Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menyatakan bahwa masyarakat nasional palang merah dan bulan sabit merah, komite internasional palang merah dan