4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Review Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya sebagai bahan perbandingan. Berikut hasil penelitian yang dilakukan berkaitan dengan topik
penelitian yaitu pengendalian internal.
1. Table 1 Penelitian Terdahulu
No. Penelitian
Terdahulu Judul Penelitian Hasil Analisis 1. Pangadda
(2015)
Analisis Sistem dan Prosedur Persediaan Obat-Obatan dalam Upaya Mendukung Pengendalian Intern (Studi Kasus di Rumah Sakit Islam Unisma Malang)
Adanya kekurangan pada prosedur penghitungan fisik persediaan yang masih lemah padahal sistem persediaan obat-obatan di Rumah Sakit Islam Unisma Malang sudah cukup baik. Pihak manajemen perlu untuk melakukan pembelian persediaan dikarenakan dapat menyebabkan kesalahan informasi
2. MHD Iqbal Sitanggang (2019) Analisis Pengendalian Intern atas Persediaan Obat-Obatan di RSUP H. Adam Malik Medan
Manajemen di RSUP H. Adam Malik Medan telah menerapkan unsur-unsur pengendalian internalnya, namun terdapat beberapa prosedur yang belum sesuai dengan unsur pengendalian intern berdasarkan teori yang ada.
3. Gustina (2014) Sistem Informasi Akuntansi atas Pengadaan dan Penyaluran Persediaan Obat serta Perlengkapan Medis pada Rumah Sakit Islam Aisyiyah Malang
Sistem yang diterapkan oleh Rumah Sakit Islam Aisyiyah Malang menghasilkan informasi yang memadai dengan siklus pemrosesan transaksi, penggunaan teknologi, pemisah tanggung jawab, tugas dan wewenang namun masih belum maksimal bagi pihak rumah sakit untuk memudahkan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengadaan dan pengelolaan.
4. Irfani Surya Permana
(2011)
Analisis Sistem dan Prosedur Pengadaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit Islam
Yasri Pontianak
Masih terdapat kekurangan dalam sistem pengendalian obat-obatan pada Rumah Sakit Islam Yarsi dan tidak terdapat prosedur tertulis yang berlaku dalam pengadaan obat-obatan.
B. Kajian Pustaka
1. Pengendalian
Pengertian Pengendalian
Menurut Harold Koontz dalam Hasibuan (2009: 241-242), pengendalian merupakan pengukuran dan perbaikan atas pelaksanaan kerja guna rencana-rencana yang dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terlaksana. Menurut Mulyadi (2007: 770) pengendalian merupakan usaha dari perilaku yang diharapkan dapat mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Warren et al. (2015) untuk mencegah terjadinya kerusakan persediaan atau pencurian oleh karyawan maka perlu adanya pengendalian yang dilakukan agar melindungi persediaan yang melibatkan pembentukan dan penggunaan tenaga keamanan. Menurut (Kurniawan, 2012) organisasi akan mengalami kerugian jika organisasi menerapkan pengendalian yang buruk dalam kegiatannya bahkan dapat terjadi kejatuhan organisasi. Pengendalian diperlukan untuk mengatasi berbagai resiko agar tidak menghambat pencapaian tujuan dari sebuah organisasi.
Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Pengendalian
Pengendalian tidak selalu mencapai tujuan yang diinginkan para pembuatnya. Pengendalian sering dipandang sebelah mata oleh banyak manajer seperti sebuah gangguan, ancaman maupun tantangan yang harus segera diatasi. Aldag dan Stearns (1987) dalam Sawyer (2005) dalam buku Kurniawan (2012: 104-105), terdapat empat macam reaksi negatif terhadap sistem pengendalian yaitu:
Pengendalian di lihat sebagai suatu tantangan, sesuatu yang harus dikalahkan bukannya di lihat sebagai suatu alat yang berguna bagi manajemen.
b. Dianggap sebagai objek sabotase
Berbagai cara pegawai organisasi yang mecoba untuk merusak sistem pengendalian, membuat sistem tidak beroperasi, tidak dapat diandalkan dan sangat rumit. Perilaku ini merupakan suatu perbuatan yang menyimpang pada diri seorang pegawai sehingga pegawai tersebut mengabaikan sistem dan bisa mengacaukan sistem pengendalian yang ada.
c. Informasi yang tidak akurat
Pengendalian tidak beroperasi dengan semestinya dikarenakan manajer berusaha memanipulasi informasi agar dirinya dan juga unitnya terlihat lebih baik dan menciptakan data yang salah.
d. Ilusi pengendalian
Sistem yang ada pun bisa diabaikan maupun disalahartikan karena manajer memberikan kesan seperti pengendalian memang berfungsi dengan baik namun kenyataan di lapangan tidak demikian.
2. Pengendalian Internal
Menurut COSO (Committee of Sponsoring Organization) (2013) pengendalian internal merupakan proses yang melibatkan dewan direksi, manajemen dan personil lain yang dibuat untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan diantaranya operasi, pelaporan, dan ketaatan. Beberapa komponen pengendalian internal yaitu:
Merupakan faktor-faktor lingkungan pengendalian yang mencakup integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, gaya mengelola operasi, struktur organisasi, dan kebijakan sdm.
b. Penilaian Resiko (Risk Assessment)
Tindakan manajemen untuk melakukan identifikasi dan menilai risiko terkait pencapaian tujuan.
c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Aktivitas pengendalian mencakup tindakan yang telah ditetapkan melalui suatu kebijakan dan prosedur untuk memastikan arahan dari manajemen untuk mengurangi risiko terhadap pencapaian tujuan.
d. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Organisasi membutuhkan informasi agar dapat terlaksananya fungsi pengendalian internal dalam pencapaian tujuan. Komunikasi internal ialah sarana untuk membagikan informasi ke seluruh organisasi.
e. Pemantauan (Monitoring)
Kegiatan pemantauan terbagi dalam evaluasi berkelanjutan, evaluasi terpisah atau kombinasi, keduanya digunakan untuk memastikan komponen pengendalian internal ada dan juga berfungsi.
3. Persediaan
Persediaan menurut ((IAI), 2012) persediaan barang dagang digunakan untuk barang yang telah disimpan oleh perusahaan dagang, baik pedagang ecer maupun pedagang besar. Menurut Warren et al. (2015: 440) persediaan digunakan dalam
mengindikasikan barang dagang yang tersimpan lalu dijual dan bahan yang digunakan pada proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan tersebut.
Jenis-Jenis Persediaan
Menurut Stice (2009:572-573) persediaan secara garis besar sebagai berikut: a. Bahan baku adalah barang yang dibeli agar digunakan dalam proses produksi. b. Barang dalam proses terdiri dari bahan yang telah melewati tahapan proses, namun
masih dibutuhkannya pengerjaan yang lebih lanjut kemudian akan dijual. Persediaan ini memiliki tiga komponen biaya yaitu bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan Overhead pabrik.
c. Barang jadi ialah barang yang telah selesai diproduksi dan akan dijual kemudian. 1. Metode pencatatan Persediaan
Menurut (Kieso, 2014) metode pencatatan ada dua sebagai berikut: a. Sistem Perpetual
Sistem perpetual mencatat semua perubahan yang ada dalam akun persediaan, perusahaan mencatat seluruh pembelian dan penjualan barang dagang langsung di dalam akun persediaan.
b. Sistem Periodik
Sistem periodik melakukan pencatatan akuntansi dengan mendebet akun pembelian dari semua pembelian persediaan. Total akun pembelian pada akhir periode ditambah ke biaya persediaan pada periode untuk menentukan total biaya barang yang tersedia untuk dijual selama periode berjalan.
2. Metode Penilaian Persediaan
Menurut Stice (2009) ada beberapa macam metode penilaian persediaan yaitu: a. Identifikasi khusus
Untuk mengidentifikasikan biaya historis dari setiap unit persediaan diperlukan metode ini. Biaya dialokasikan pada barang terjual selama periode berjalan dan barang di tangan di akhir periode merupakan biaya aktual dari unit tersebut. b. Metode biaya rata-rata (Average)
Pengoperasian dari metode ini yaitu membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unitnya. Pada tiap harga dari rata-rata tertimbang jumlah unit yang dibeli seharusnya dibebankan pada biaya rata-rata didasarkan pada asumsi barang yang terjual. Metode ini juga dianggap metode realistis dan paralel dengan arus fisik barang karena terdapat percampuran dari unit persediaan yang identik.
c. Metode masuk pertama, keluar pertama (FIFO)
Asumsi yang terdapat dari metode ini yaitu unit terjual merupakan unit yang telah masuk diawal. FIFO berasumsi arus biaya mendekati paralel dengan arus fisik dari barang terjual. Karena pembebanan biaya yang ditentukan oleh urutan terjadinya biaya maka FIFO memberi kesempatan kecil untuk memanipulasi keuntungan. d. Metode masuk terakhir, keluar pertama (LIFO)
Meskipun metode ini memiliki sisi baiknya dalam pengaitan biaya persediaan dengan pendapatan, ternyata metode LIFO sering dikritik secara teoritis. LIFO akan menghasilkan harga pokok yang tinggi, jumlah laba kotornya yang lebih rendah dan nilai persediaan akhirnya yang lebih rendah jika metode ini digunakan selama periode inflasi. Perbedaan antara nilai persediaan sekarang dengan biaya LIFO akan semakin besar ketika LIFO digunakan dalam waktu yang lama.
1. Pengelolaan Persediaan Barang Dagang
Pengelolaan persediaan yang baik dapat mengalami proses pengiriman barang kepada pelanggan menjadi lebih cepat. Jadi, pengelolaan persediaan adalah hal penting yang harus diperhatikan karena pengelolaan persediaan berfungsi untuk menentukan tahap
yang seimbang antara biaya perusahaan dan biaya yang dibutuhkan dalam pengadaan dan penyimpanan.
Menurut (Wilson, 2001) secara garis umum pengelolaan persediaan secara garis umum merncakup pengarahan arus dan penanganan barang secara wajar dari penerimaan hingga pergudangan dan penyimpanan yang menjadi barang dalam pengelolaan dan barang jadi sampai kepada pelanggan.
4. Pengendalian Internal atas Persediaan
Menurut (Hery, 2009) pengendalian internal atas persediaan dilakukan ketika barang telah diterima. Komponen pengendalian internal atas persediaan yaitu adanya pengarahan arus dan penanganan barang dari penerimaan, penyimpanan hingga barang-barang siap dijual.
a. Prosedur pengendalian penerimaan barang dagang
Bagian penerimaan bertugas untuk menetapkan tanggung jawab atas persediaan pada laporan penerimaan barang yang bernomor tercetak. Formulir pesanan pembelian yang asli dibutuhkan untuk dicocokkan dengan laporan penerimaan barang agar sesuai dengan pesanan dari barang yang diterima. Kartu akses gudang, petugas keamanan, kamera, sensor magnetik, kaca dua arah, dan lain sebagainya dibutuhkan dalam pengendalian internal atas persediaan.
b. Prosedur pengendalian penyimpanan barang dagang
Untuk mengetahui informasi dari masing-masing jenis persediaan barang dagang akan tersedia di dalam buku besar pembantu di masing-masing persediaannya. Perusahaan dagang perlu mengecek persediaan fisik atas persediaan agar besarnya persediaan yang dilaporkan pun terjamin keakuratannya.
Menurut Arianti (2003), fungsi dari gudang untuk mengeluarkan barang harus sesuai dengan barang yang dicatat di dalam dokumen. Dengan adanya dokumen sangat menguntungkan karena memudahkan pengisian juga mempercepat untuk mengetahui informasi pengeluaran barang dagang.
5. Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan sebuah organisasi jasa pelayanan kesehatan individual yang menyeluruh. Terdapat banyak aktivitas didalamnya seperti profesi medik, paramedik dan non medik. Menurut Permenkes No. 147 tahun 2010 mengenai Perijinan Rumah Sakit yaitu : Rumah Sakit merupakan sebuah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan juga gawat darurat. Adapun klasifikasi rumah sakit umum yaitu:
Kelas A : memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas
Kelas B : memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas.
Kelas C : memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 dsar lengkap.
Kelas D : memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar. a. Berdasarkan Kepemilikan
Rumah Sakit dibagi menjadi dua yatu rumah sakit pemerintah dan swasta. Rumah sakit pemerintah dijalankan oleh:
1) Departemen Kesehatan 2) Pemerintah Daerah
3) ABRI
4) Badan Umum Milik Negara
Sedangkan rumah sakit swasta dijalankan oeh: 1) Yayasan
2) Badan Hukum lain yang terikat b. Berdasarkan fungsi rumah sakit
1) Institusi Pelayann Sosial Masyarakat ( IPSM)
Merupakan lembaga non profit dan keuntungan IPSM yang harus ditanamkan kembali pada Rumah Sakit.
2) Non Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat ( IPSM)
Merupakan lembaga non profit yang keuntungannya dapat digunakan oleh para pemilik Rumah Sakit.
c. Berdasarkan segi pemasaran
1) Volume, Rumah Sakit tipe ini mengandalkan pelayanan yang banyak
2) Diferensiasi, Rumah Sakit tipe ini mengutamakan spesialisasi jika diperlukannya sub spesialisasi. Rumah Sakit ini harus memiliki cukup banyak sarana yang menunjang masing-masing dari spesialisisnya.
3) Fokus, Rumah Sakit tipe ini merupakan rumah sakit yang berfokus pada spesialisasi tertentu, khususnya di bagian kanker, mata, dan lain sebagainya.
6. Kerangka Pemikiran Penelitian
Di bawah ini gambaran alur proses kerangka berpikir dalam penelitian ini:
Gambar Kerangka Pemikiran Penelitian.
Terdapat lima komponen pengendalian menurut Committee of Sponsoring Organization (COSO) 2013 yaitu lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan. Tiga dari lima komponen ini yang akan menjadi variabel yang digunakan dalam penelitian ini tentang pengendalian internal persediaan obat. Kemudian konsep ini akan dibandingkan dengan pengendalian internal persediaan obat pada Farmasi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sehingga mendapatkan hasil dari penelitian ini apakah Farmasi Rumah Sakit telah menerapkan komponen pengendalian internal menurut COSO.
Farmasi RSUD Dr. Saiful Anwar
Persediaan Obat
Pengendalian Internal Menurut Rumah Sakit Pengendalian Internal Menurut COSO
Membandingkan
Analisa