• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN LINTASAN PAHAT DAN MANUFAKTUR MINI IMPELLER DENGAN PROSES MILLING 5-AXIS SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN LINTASAN PAHAT DAN MANUFAKTUR MINI IMPELLER DENGAN PROSES MILLING 5-AXIS SKRIPSI"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGEMBANGAN LINTASAN PAHAT DAN MANUFAKTUR

MINI IMPELLER DENGAN PROSES MILLING 5-AXIS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

M. GANI MAULANA 0806330270

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK

(2)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

Telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : M. Gani Maulana

NPM : 0806330270

Tanda Tangan :

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : M. Gani Maulana

NPM : 0806330270

Program Studi : Teknik Mesin

Judul Skripsi : Pembuatan Lintasan Pahat Dan Manufaktur Mini Impeller Dengan Proses Milling 5-Axis

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Ir. Gandjar Kiswanto, M. Eng

( )

Penguji : Jos Istiyanto, ST., MT., Ph.D

( )

Penguji : Prof. Dr. Ir. Tresna P. Sumardi, SE., M.Si

( )

Penguji : Dr. Ario Sunar Baskoro, ST., MT., M.Eng

( )

Penguji : Yudan Whulanza, ST., M.Sc, Ph.D

( )

Ditetapkan di : Depok Tanggal : 2 Juli 2012

(4)

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu, Ayah, dan Kakak, yang telah memberikan segala dukungan dan motivasi yang tak terhingga selama saya belajar hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir Gandjar Kiswanto, M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan baik waktu, pikiran, dan tenaga selama proses penyelesaian skripsi.

3. Prof. Tresna P. Sumardi, Dr. Ario Sunar Baskoro, Jos Istiyanto, Ph.D, dan Yudan Whulanza, Ph.D selaku dosen penguji yang ikut membantu memberikan ide, saran, dan kritik yang membangun sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

4. Bapak Hendri Paul, Bapak Yunanto, Mas Nova, dan Mas Doni yang telah membantu saya selama membuat program dan melakukan proses pemesinan di ATMI Cikarang.

5. Bapak Ir. H. Budianto, dan keluarga besar Bapak Faturrachman yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama saya kuliah di FTUI. 6. Keluarga besar Bapak H. Chudori Anwar yang telah memberikan banyak

bantuan selama saya kuliah di FTUI.

7. Teguh Santoso, ST. dan Jediel Billy, ST. selaku asisten dosen, senior, dan juga teman yang memberikan inspirasi selama proses penyelesaian skripsi. 8. Julhamius (Ijul), Derris, Ferdian, Bayu bikun dan cong, Apipah, Dunker,

Dedy, Boby, Yogi, Agus, Raka, dan Achmad H teman seperjuangan pengerjaan skripsi yang telah melalui susah dan senang bersama-sama. 9. Mas Nurul selaku Laboran DTM FTUI yang telah membantu selama saya

(5)

11. Seluruh Dosen, Karyawan, Staf, dan keluarga besar DTM FTUI yang telah membantu selama saya menimba ilmu dan pengalaman di Teknik Mesin. 12. Seluruh M08 yang telah berjuang bersama-sama, bersuka ria, dan berkeluh

kesah dari awal hingga meraih gelar ST.

13. Seluruh Pihak yang membantu dan mendoakan atas kelancaran selama masa pembuatan skripsi ini.

14. Ambar yang selalu sabar mendengarkan segala keluhan, memberikan semangat, dan setia menemani saya.

Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah disebutkan di atas dan semoga skripsi ini membawa manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Depok, Juli 2012

(6)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : M. Gani Maulana

NPM : 0806330270

Program Studi : Teknik Mesin Departemen : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Pembuatan Lintasan Pahat Dan Manufaktur Mini Impeller Dengan Proses Milling 5-Axis”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 2 Juli 2012

Yang menyatakan

(7)

Nama : M. Gani Maulana Program Studi : Teknik Mesin

Judul : Pengembangan Lintasan Pahat Dan Manufaktur Mini Impeller Dengan Proses Milling 5-Axis

Pembuatan mini impeller telah dikembangkan sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap mini turbine untuk pembangkit listrik mini. Mini impeller yang dibuat dapat digunakan sebagai rotor turbin ataupun kompresor pada pengembangannya. Tujuan dari penelitian ini ada dua, yaitu melakukan pengembangan lintasan pahat untuk mini impeller dan melihat sejauh mana mesin milling 5-axis berukuran makro dapat digunakan untuk membuat mini impeller. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu membuat desain impeller, melakukan pengembangan lintasan pahat dan simulasi, dan melakukan pembuatan komponen melalui proses pemesinan 5-axis. Dari lintasan pahat dan parameter pemesinan yang dikembangkan, dua buah mini impeller dengan diameter 54 mm dan 27 mm berhasil diproduksi. Hasil proses pemesinan menunjukkan mini impeller dengan diameter 54 mm memiliki blade dengan ketebalan 0.6 mm sedangkan mini impeller dengan diameter 27 mm memiliki blade dengan ketebalan 0.3 mm. Geometri impeller hasil proses pemesinan telah sesuai dengan desain pada saat pemodelan.

(8)

Name : M. Gani Maulana Study Program : Teknik Mesin

Judul : Tool Path Generation And Manufacturing Of 5-Axis Milling Of Mini Impeller

The development of mini impeller has been made in response to the needs of the mini-turbine for mini power plant. The mini impeller that has been made has diameter of 54 mm and blade thickness of 0.6 mm that can be used as a compressor or turbine rotor in its development. There are two purpose of this study, to develop the tool path generation for mini impellers and to see how far the macro size 5-axis milling machine can be used to make mini impellers. This research was conducted with several stages, such as designing the impeller, Developing and simulating the tool path generation, and making the component by using 5-axis milling machine. From the tool path generation and machining parameters developed, two mini impellers with diameter of 54 mm and 27 mm respectively have been successfully produced. The machining result shows that mini impeller with diameter of 54 mm has blade with thickness of 0.6 mm meanwhile another one with diameter of 27 mm has blade with thickness of 0.3 mm. The geometry of mini impellers by machining processes is in accordance to the modeling design.

(9)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

ABSTRAK ………...………...…... .. vii

ABSTRAC ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB 1PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4Batasan Penelitian ... 3 1.5 Metode Penelitian... 3 1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB 2 DASAR PEMODELAN DAN PENGEMBANGAN MODEL IMPELLER 2.1 Dasar Pemodelan ………...………...…...7

2.2 Geometri Impeller………...………...…... .. 14

2.3 Spesifikasi Benda Uji……….…………....………...…... .. 16

2.4 Pemodelan Hub………...………...…... 17

2.5 Pemodelan Blade ………...………...…... ... 19

(10)

3.1 Dasar Pemesinan Milling 5-axis ………....………...…... .. 31

3.2 Parameter Pemesinan ... 33

3.3 Pengembangan Lintasan Pahat ………...……….… .. 36

BAB 4 PROSES PEMESINAN DAN PENGECEKAN KUALITAS HASIL PEMESINAN IMPELLER DIAMETER 54 MM 4.1 Spesifikasi Alat Uji………. …………...………...….. .... 59

4.2 Persiapan Proses Pemesinan ……..……..………...……… ... 64

4.3 Proses Pemesinan Impeller Diameter 54 mm .…………...….... .... 67

4.4 Pengukuran Menggunakan Mesin CMM ……….. .... 75

BAB 5 PENGEMBANGAN LINTASAN PAHAT DAN PARAMETER PEMESINAN IMPELLER DIAMETER 27 MM 5.1 Perubahan Model Impeller ………....………..…... ... 80

5.2 Pengembangan Lintasan Pahat ………...………...…... .... 81

BAB 6 PROSES PEMESINAN DAN PENGECEKAN KUALITAS HASIL PEMESINAN IMPELLER DIAMETER 27 MM 6.1 Proses Pemesinan Impeller Diameter 27 mm .…………...….... .... 91

6.2 Pengukuran Menggunakan Mesin CMM ……….. .... 100

BAB 7 ANALISIS 7.1 Analisis Parameter Proses Pemesinan …....………..….. ... 102

7.2 Analisis Waktu Pemesinan ….…………....………....….. ... 110

7.3 Analisis Toolpath ………..…....………..….. ... 123

7.4 Analisis Kualitas Hasil Pemesinan ……....………....…... ... 130

7.5 Analisis Cutting Tool ………....………...…... 133

(11)

8.1 Kesimpulan ………...………...…... ... 135

8.2 Saran………..………...…... ... 135

REFERENSI ... 137

(12)

Gambar 2.1 Contoh garis dengan titik awal E1 dan titik akhir E2 ... 8

Gambar 2.2 Contoh lingkaran dengan titik pusat ... 8

Gambar 2.3 Contoh spline ... 9

Gambar 2.4 Contoh fitur trim ... 9

Gambar 2.5 Circular array ... 10

Gambar 2.6 Rectangular array ... 10

Gambar 2.7 Contoh surface modeling ... 11

Gambar 2.8 Operasi extrude ... 12

Gambar 2.9 Operasi revolve ... 12

Gambar 2.10 Operasi loft ... 13

Gambar 2.11 Operasi fillet: a. fillet luar, b. fillet dalam ... 13

Gambar 2.12 Boolean union ... 13

Gambar 2.13 Boolean intersection ... 14

Gambar 2.14 Boolean difference ... 14

Gambar 2.15 Geometri Impeller ... 15

Gambar 2.16 Jenis-jenis impeller: a. impeller non-twisted blade, b. impeller twisted blade without splitter, c. impeller twisted blade with a splitter, d. impeller twisted blade with three splitters ... 16

Gambar 2.17 Impeller twisted blade dengan splitter ... 16

Gambar 2.18 Flowchart pemodelan impeller ... 17

Gambar 2.19 Geometri hub pada impeller ... 18

Gambar 2.20 Model 2D dari hub ... 18

Gambar 2.21 Metode revolve pada solid modeling ... 19

Gambar 2.22 Geometri blade pada impeller ... 20

Gambar 2.23 Alur proses pembuatan blade: a. Kerangka model yang dibentuk dari garis dan spline, b. Surface yang dibentuk dari meshing, c. Solid model setelah surface diberi ketebalan ... 21

Gambar 2.24 Geometri shroud pada impeller ... 22

Gambar 2.25 Model 2D dari shroud yang diubah menjadi solid model (blank material) dengan metode revolve ... 22

Gambar 2.26 Proses pembentukan blade dengan metode trim body ... 23

(13)

Gambar 2.30 Impeller dengan enam blade ... 26

Gambar 2.31 Geometri splitter pada impeller ... 26

Gambar 2.32 Proses pemodelan splitter: a. kerangka splitter, b. mesh splitter, c. solid body splitter ... 27

Gambar 2.33 Pembentukan splitter blade dengan proses trimming ... 28

Gambar 2.34 Alur proses blending dan array geometri splitter ... 29

Gambar 2.35 Pelubangan pada bagian tengah impeller dan blending pada bagian atas hub ... 30

Gambar 3.1 Arah gerak milling 5-axis ... 31

Gambar 3.2 Tipe gerakan cutting tool pada milling 5-axis ... 32

Gambar 3.3 Jenis pemakanan cutting tool ... 32

Gambar 3.4 Tipe pemakanan cutting tool berdasarkan arah masuknya terhadap workpiece ... 33

Gambar 3.5 Parameter pemesinan pada proses milling ... 34

Gambar 3.6 Flowchart pengembangan lintasan pahat ... 37

Gambar 3.7 Perpindahan format CAD menjadi format CAM pada NX ... 38

Gambar 3.8 Pendefinisian part dan blank material ... 40

Gambar 3.9 Pendefinisian bagian pada impeller ... 41

Gambar 3.10 Spesifikasi cutting tool ... 41

Gambar 3.11 Pendefinisian level dan set pada Powermill ... 42

Gambar 3.12 Pendifinisian block ... 43

Gambar 3.13 Pendifinisian cutting tool beserta shank dan holder ... 44

Gambar 3.14 Strategi proses roughing, layer awal (kiri) dan layer akhir (kanan) pada impeller diameter 54 mm ... 44

Gambar 3.15 Program roughing sebelum dah sesudah di-copy pada impeller diameter 54 mm ... 46

Gambar 3.16 Simulasi proses roughing impeller diameter 54 mm pada software NX..46

Gambar 3.17 Interface pemrograman roughing pada Powermill ... 47

Gambar 3.18 Lintasan pahat pada proses roughing ... 48

Gambar 3.19 Simulasi proses roughing impeller diameter 54 mm pada software Powermill ... 49

(14)

Gambar 3.21 Program finishing blade sebelum dan sesudah di-copy untuk impeller

diameter 54 mm ... 51

Gambar 3.22 Gambar finishing splitter sebelum dan sesudah di-copy ... 51

Gambar 3.23 Simulasi proses finishing blade impeller diameter 54 mm pada software NX ... 52

Gambar 3.24 Lintasan pahat pada proses finishing blade dan splitter ... 53

Gambar 3.25 Simulasi proses finishing blade impeller diameter 54 mm pada software Powermill ... 53

Gambar 3.26 Strategi proses finishing hub pada impeller diameter 54 mm ... 54

Gambar 3.27 Pengaturan stock pada model ... 55

Gambar 3.28 Proses finishing hub sebelum dan sesudah di-copy impeller diameter 54 mm ... 56

Gambar 3.29 Simulasi proses finishing hub impeller diameter 54 mm pada software NX ... 56

Gambar 3.30 Pengaturan ketebalan sisa saat proses finishing hub ... 57

Gambar 3.31 Lintasan pahat pada proses finishing hub ... 58

Gambar 3.32 Simulasi proses finishing hub impeller diameter 54 mm pada software Powermill ... 58

Gambar 4.1 DMG DMU 50 evo linear ... 59

Gambar 4.2 Keterangan pada mesin DMU 50 ... 60

Gambar 4.3 Tipe cutting tool ... 62

Gambar 4.4 Clamping system ... 62

Gambar 4.5 Mesin CMM Crystal-Plus M443 ... 63

Gambar 4.6 Touch probe pada mesin CMM ... 64

Gambar 4.7 Mesin DMU 50 evo linear dan benda kerja ... 66

Gambar 4.8 Flowchart proses pemesinan ... 66

Gambar 4.9 Raw material awal ... 67

Gambar 4.10 Kerusakan raw material akibat cutting tool yang besar ... 68

Gambar 4.11 Hasil proses pembuatan shroud ... 69

Gambar 4.12 Impeller saat proses roughing ... 70 Gambar 4.13 Impeller setelah proses roughing; tampak atas (kiri), tampak depan

(15)

(bawah) ... 72

Gambar 4.15 Impeller saat proses finishing hub (atas) dan setelah finishing hub (bawah) ... 73

Gambar 4.16 Impeller setelah proses pemotongan bagian bawah dengan mesin ... 74

Gambar 4.17 Raw material sisa hasil pemesinan impeller dengan splitter ... 74

Gambar 4.18 Impeller diameter 54 mm ... 75

Gambar 4.19 Flowchart pengukuran menggunakan CMM ... 75

Gambar 4.20 Mesin CMM Mitutoyo M443 ... 76

Gambar 4.21 Penggunaan lilin untuk melekatkan komponen pada meja ukur ... 76

Gambar 4.22 Penentuan koordinat (0,0,0) pada mesin ... 77

Gambar 4.23 Penentuan titik (0,0,0) pada benda uji ... 77

Gambar 4.24 Pengukuran impeller diameter 54 mm ... 79

Gambar 4.25 Titik-titik hasil pengukuran pada impeller diameter 54 mm ... 79

Gambar 5.1 Flowchart pengembangan model impeller: a. penghapusan splitter, b. penambahan jumlah blade, c. penskalaan impeller, d. penskalaan raw material, e. impeller diameter 27 mm dan raw material ... 80

Gambar 5.2 Impeller twisted blade diameter 27 mm ... 81

Gambar 5.3 Spesifikasi cutting tool ... 81

Gambar 5.4 Strategi proses roughing, layer awal (kiri) dan layer akhir (kanan) pada impeller diameter 27 mm ... 82

Gambar 5.5 Program roughing sebelum dah sesudah di-copy pada impeller diameter 27 mm ... 83

Gambar 5.6 Simulasi proses roughing impeller diameter 27 mm pada software NX .... 83

Gambar 5.7 Lintasan pahat pada proses roughing ... 84

Gambar 5.8 Simulasi proses roughing impeller diameter 27 mm pada software Powermill ... 84

Gambar 5.9 Strategi proses finishing blade, tampak depan (kiri) dan tampak belakang (kanan) pada impeller diameter 27 mm ... 85

Gambar 5.10 Program finishing blade sebelum dan sesudah di-copy diameter 27 mm ... 86

Gambar 5.11 Simulasi proses finishing blade impeller diameter 27 mm pada software NX ... 86

(16)

Gambar 5.14 Strategi proses finishing hub impeller diameter 27 mm ... 88

Gambar 5.15 Proses finishing hub sebelum dan sesudah di-copy impeller diameter 54 mm ... 89

Gambar 5.16 Simulasi proses finishing hub impeller diameter 27 mm pada software NX ... 89

Gambar 5.17 Toolpath proses finishing hub impeller diameter 27 mm ... 90

Gambar 5.18 Simulasi proses finishing hub impeller diameter 27 mm pada software Powermill ... 90

Gambar 6.1 Raw material dan clamping device ... 92

Gambar 6.2 Proses roughing shroud yang sedang berlangsung ... 93

Gambar 6.3 Shroud setelah proses roughing ... 94

Gambar 6.4 Shroud setelah proses finishing ... 94

Gambar 6.5 Impeller dan cutting tool saat proses roughing ... 95

Gambar 6.6 Impeller setelah proses roughing ... 96

Gambar 6.7 Perbedaan blade sebelum dan sesudah finishing ... 97

Gambar 6.8 Impeller setelah finishing blade ... 97

Gambar 6.9 Impeller sebelum finishing hub ... 98

Gambar 6.10 Impeller setelah proses finishing hub: tampak depan (kiri), tampak atas (kanan) ... 98

Gambar 6.11 Kubus yang terbentuk setelah proses pemesinan ... 99

Gambar 6.12 Proses pemotongan dengan gergaji manual ... 99

Gambar 6.13 Raw material sisa hasil pemesinan impeller diameter 27 mm ... 100

Gambar 6.14 Impeller diameter 27 mm ... 100

Gambar 6.15 Pengukuran titik koordinat pada impeller diameter 27 mm ... 101

Gambar 6.16 Titik koordinat hasil pengukuran ... 101

Gambar 7.1 Parameter pemesinan dan hasil perhitungan pada proses roughing impeller diameter 54 mm ... 103

Gambar 7.2 Parameter pemesinan dan hasil perhitungan pada proses finishing blade impeller diameter 54 mm ... 104

Gambar 7.3 Parameter pemesinan dan hasil perhitungan pada proses finishing hub impeller diameter 54 mm ... 105 Gambar 7.4 Parameter pemesinan dan hasil perhitungan pada proses roughing impeller

(17)

Gambar 7.6 Parameter pemesinan dan hasil perhitungan pada proses finishing hub

impeller diameter 27 mm ... 109

Gambar 7.7 Data estimasi waktu pemesinan pada software NX impeller diameter 54 mm (kiri) dan diameter 27 mm (kanan) ... 110

Gambar 7.8 Waktu pemesinan proses roughing impeller diameter 54 mm ... 113

Gambar 7.9 Waktu pemesinan roughing impeller 54 mm feed 50% ... 115

Gambar 7.10 Waktu pemesinan proses finishing blade impeller diameter 54 mm ... 116

Gambar 7.11 Waktu pemesinan finishing blade impeller 54 mm feed 40% ... 117

Gambar 7.12 Waktu pemesinan finishing hub tahap akhir impeller 54 mm feed 40% ... 118

Gambar 7.13 Waktu pemesinan roughing impeller 27 mm feed 80% ... 119

Gambar 7.14 Waktu pemesinan finishing blade impeller 27 mm feed 90% ... 120

Gambar 7.15 Waktu pemesinan finishing hub impeller 27 mm feed 80% ... 122

Gambar 7.16 kemungkinan interference antara cutting tool dengan workpiece pada proses roughing impeller diameter 54 mm yang memiliki splitter ... 124

Gambar 7.17 kemungkinan interference antara cutting tool dengan workpiece pada proses roughing impeller diameter 27 mm ... 124

Gambar 7.18 Penyederhanaan metode proses finishing hub pada impeller diameter 54 mm ... 125

Gambar 7.19 Penyederhanaan metode proses finishing hub pada impeller diameter 27 mm ... 125

Gambar 7.20 kemungkinan interference antara cutting tool dengan workpiece pada proses finishing blade impeller diameter 54 mm yang memiliki splitter . 126 Gambar 7.21 kemungkinan interference antara cutting tool dengan workpiece pada proses finishing blade impeller diameter 27 mm ... 126

Gambar 7.22 Penyederhanaan metode proses finishing blade (pada blade maupun splitter) ... 127

Gambar 7.23 kemungkinan interference antara cutting tool dengan workpiece pada proses finishing hub impeller diameter 54 mm yang memiliki splitter ... 128

Gambar 7.24 kemungkinan interference antara cutting tool dengan workpiece pada proses finishing hub impeller diameter 27 mm ... 128

Gambar 7.25 Penyederhanaan metode proses finishing hub pada impeller diameter 54 mm ... 129

(18)

Gambar 7.27 Kurva spline untuk shroud dan hub pada impeller diameter 54 mm (kiri) dan 27 mm (kanan) ... 131 Gambar 7.28 Perbandingan shroud hasil pemesinan dengan desain awal impeller

diameter 54 mm ... 132 Gambar 7.29 Perbandingan shroud hasil pemesinan dengan desain awal impeller

(19)

Tabel 3.1 Machining parameter proses roughing impeller diameter 54 mm ... 45

Tabel 3.2 Machining parameter proses finishing blade impeller diameter 54 mm ... 50

Tabel 3.3 Machining parameter proses finishing hub impeller diameter 54 mm ... 55

Tabel 4.1 Spesifikasi cutting tool ... 62

Tabel 5.1 Machining parameter proses roughing impeller diameter 27 mm ... 83

Tabel 5.2 Machining parameter proses finishing blade impeller diameter 27 mm ... 85

Tabel 5.3 Machining parameter proses finishing hub impeller diameter 27 mm ... 88

Tabel 7.1 Data waktu pemesinan impeller diameter 54 mm ... 111

Tabel 7.2 Data waktu pemesinan impeller diameter 27 mm ... 111

(20)

BAB 1

PROSES PEMESINAN DAN PENGECEKAN KUALITAS

HASIL PEMESINAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan dunia akan micro turbine untuk mini power plant semakin meningkat dari waktu ke waktu sebagai akibat dari kebutuhan energi yang meningkat pula. Peningkatan kebutuhan tersebut menuntut industri manufaktur untuk dapat membuat micro turbine sesuai dengan banyaknya permintaan. Micro

turbine dapat dibuat apabila segala komponen yang ada pada sebuah turbin ada

pada ukuran yang mikro juga. Sebelum masuk ke dalam micro turbine, perlu dikembangkan turbin dalam ukuran mini yang dapat dijadikan acuan untuk dapat membuat turbin mikro. Di Indonesia, pembuatan turbin mini belum dibuat secara masal melainkan dalam tahap penelitian. Dalam penelitian tentang turbin mini, hal yang menjadi masalah utama adalah seberapa sulit suatu komponen berukuran mini dapat dibuat. Untuk itu, diperlukan satu komponen yang menjadi kunci bagi komponen lainnya yang berarti komponen tersebut merupakan komponen yang memiliki tingkat kesulitan paling tinggi untuk pembuatannya dibandingkan dengan komponen lainnya. Impeller merupakan komponen tersulit dalam pembuatan suatu turbin sehingga dapat dijadikan komponen kunci bagi komponen lainnya.

Selain karena ukurannya yang cenderung lebih kecil dibandingkan komponen lainnya pada sebuah turbin, impeller juga memiliki geometri yang lebih rumit dibandingkan komponen lainnya. Komponen utama dalam sebuah turbin adalah turbine blade (rotor) dan compressor. Impeller terdapat pada kedua bagian tersebut sehingga merupakan komponen yang berfungsi untuk menjalankan sebuah turbin. Untuk itu, untuk dapat membuat suatu turbin yang tidak hanya memiliki ukuran yang kecil tetapi juga memiliki efisiensi yang tinggi, dibutuhkan pengembangan pada impeller yang memiliki performa yang tinggi.

Di Indonesia, telah dilakukan penelitian pada mini impeller. Pada penelitian tersebut, impeller yang digunakan merupakan tipe impeller dengan

(21)

penelitian ini, dilakukan pengembangan pada impeller yang memiliki blade yang dipuntir sehingga memiliki tingkat kesulitan pemesinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Untuk dapat membuat impeller dengan twisted blade (dipuntir), digunakan mesin milling 5-axis agar dapat menjangkau setiap area pada impeller saat dilakukan proses pemesinan. Mesin

milling yang ada di Indonesia saat ini secara kesuluruhan memiliki ukuran yang

besar oleh karena mesin tersebut dipergunakan untuk membuat komponen-komponen yang berukuran makro. Pada penelitian yang dilakukan, digunakan mesin milling 5-axis tersebut untuk dapat melakukan proses pemesinan pada

impeller mini.

Sebelum melakukan proses pemesinan, diperlukan pengembangan lintasan pahat terlebih dahulu pada impeller mini tersebut agar proses pemesinan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan lintasan pahat dan proses pemesinan impeller dengan menggunakan mesin milling 5-axis dan untuk melihat sejauh mana mesin milling 5-axis tersebut dapat digunakan dalam pembuatan mini impeller. Metode yang dilakukan pada penelitian ini diantaranya adalah melakukan pemodelan impeller dengan menggunakan software CAD, melakukan pengembangan lintasan pahat dan simulasi pemesinan 5-axis, dan melakukan proses pemesinan 5-axis.

Impeller yang dibuat memiliki diameter 54 mm, tinggi 22 mm, dan tebal blade 0.6 mm. Selain itu, impeller yang dibuat juga memiliki enam buah blade

disertai dengan enam buah splitter. Pembuatan impeller tersebut merupakan tahap awal untuk pengembangan impeller twisted blade selanjutnya. Proses pemesinan telah berhasil dilakukan pada impeller tersebut dan dilakukan pengecekan terhadap kualitas hasil pemesinannya.

Setelah impeller diameter 54 mm berhasil diproduksi, maka dikembangkan model impeller yang memiliki diameter 1 : 2 dengan impeller sebelumnya yaitu impeller dengan diameter 27 mm. Untuk melihat sejauh mana pengaruh dari splitter, maka pada pembuatan impeller yang kedua splitter dihilangkan namun menambah jumlah blade menjadi sepuluh buah. Segala proses yang dilakukan sama dengan proses pemesinan sebelumnya, namun terdapat

(22)

perubahan parameter pemesinan pada pengembangan lintasan pahat yang menyesuaikan dengan ukuran yang semakin kecil pada setiap bagian impeller.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat dirumuskan bahwa belum diketahui secara luas tahapan pembuatan mini impeller mulai dari desain hingga manufaktur dengan menggunakan mesin milling 5-axis. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dipaparkan tahapan dari pembuatan mini impeller mulai dari desain hingga proses pemesinan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan lintasan pahat dan proses pemesinan impeller dengan menggunakan mesin milling 5-axis dan untuk melihat sejauh mana mesin milling 5-axis tersebut dapat digunakan dalam pembuatan mini impeller.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian ini, raw material yang digunakan adalah duralumin (alumunium dural) 2017-T4 sedangkan material yang digunakan pada cutting tool adalah high speed steel (HSS) dan carbide. Dalam penelitian ini, performa dari

impeller yang dibuat tidak diuji. 1.5 Metode Penelitian

Dalam penulisan tugas akhir ini, dilakukan beberapa metode yaitu: 1. Pemodelan Impeller

Desain gambar merupakan hal utama yang perlu dilakukan dalam suatu proses produksi. Desain gambar yang dilakukan terdiri dari dua jenis, yaitu 2D dan 3D. Pada penelitian ini, gambar 2D saja tidak cukup untuk mewakili komponen yang akan dibuat yaitu impeller. Impeller terdiri dari dua komponen utama yaitu hub dan blade. Untuk mewakili

hub, pemodelan 2D sudah cukup menggambarkan keseluruhan bentuk dari hub, namun pada blade, pemodelan tersebut kurang mendukung karena

akan sulit dilihat bila tidak dilakukan pemodelan 3D. Secara keseluruhan, pemodelan 3D akan sangat berguna terutama saat melakukan simulasi

(23)

proses manufaktur sebagai landasan awal untuk melakukan proses pemesinan. Model impeller pada penelitian ini diambil berdasarkan literatur-literatur yang relevan mengenai mini impeller.

2. Pengembangan lintasan pahat dan simulasi pemesinan 5-axis

Proses yang dilakukan setelah pemodelan 3D adalah melakukan simulasi proses manufaktur yang berupa Simulasi pengembangan lintasan pahat dan simulasi pergerakan pemesinan 5-axis. Simulasi tersebut dilakukan dengan menggunakan dua produk CAM software sebagai perbandingan, yaitu Siemens NX dan Delcam Powermill.

Simulasi pembuatan lintasan pahat dilakukan sebagai langkah awal sebelum melakukan proses pemesinan yang sesungguhnya. Simulasi ini bertujuan sebagai template untuk proses pemesinan yang sesungguhnya sehingga bisa diketahui dimana komponen yang akan dilakukan proses pemesinan akan mengalami interference dengan cutting tool atau pun apakah akan terjadi gouging atau collision pada part atau clamping devices atau tidak. Hasil simulasi CAM yang telah di-generate berupa dokumen lintasan pahat (cutter location file) akan digunakan pada post-processor untuk diproses sehingga menghasilkan titik-titik kontak (cutter contact

point) antara cutting tool dengan workpiece.

3. Proses pemesinan (pembuatan komponen dan pengambilan data)

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan menjalankan proses pemesinan yang dilakukan di ATMI Cikarang. Lintasan pahat yang digunakan pada proses pemesinan diambil dengan menggunakan template simulasi CAM software yang telah di-generate sebelumnya. Pada proses pemesinan ini, data CL-File yang didapat akan di proses di post-processor untuk mendapatkan CC Point yang juga telah dikonversi sesuai dengan arah orientasi mesin millng 5-axis karena terdapat perbedaan arah orientasi antara CAM software dengan mesin CNC (computer numerical control) yang digunakan.

Pada proses pemesinan ini, lintasan pahat dari CAM software yang digunakan adalah lintasan pahat dari Delcam Powermill. Software tersebut

(24)

dipilih karena post processor yang digunakan hanya cocok untuk software Powermill sehingga lintasan pahat yang di-generate dari NX tidak dapat digunakan untuk proses pemesinan pada penelitian ini.

Pengambilan data yang diambil berdasarkan dari data aktual waktu proses pemesinan yang telah dilakukan dan data parameter-parameter pemesinan untuk selanjutnya data tersebut diolah sesuai dengan dasar teori yang digunakan. Produk yang telah berhasil dibuat akan diambil pula data-data model 3D-nya untuk kemudian dicari titik-titik yang dianggap dapat mewakili kepresisian dari model 3D tersebut dengan model 3D yang sebelumnya telah digambar di CAD software.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan tugas akhir ini meliputi beberapa bab, yaitu:

BAB I : Bab ini membahas latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, batasan permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini, metode penulisan dalam hal ini bagaimana penulis mendapatkan informasi mengenai penelitian ini serta sistematika penulisan.

BAB II : Menjelaskan dasar pemodelan dan pengembangan model 3D yang pada bab ini merupakan pemodelan impeller diameter 54 mm.

BAB III : Bab ini menjelaskan parameter-parameter pemesinan yang digunakan dan pengembangan lintasan pahat pada software yang pada bab ini adalah pengembangan lintasan pahat pada impeller diameter 54 mm.

BAB IV : Berisi mengenai spesifikasi alat uji yang digunakan, prosedur yang dilalui dalam proses pemesinan, pengambilan data / proses pemesinan, dan pengecekan kualitas hasil pemesinan pada impeller diameter 54 mm. BAB V : Bab ini berisi tentang perubahan model impeller, parameter-parameter pemesinan yang digunakan dan pengembangan lintasan pahat pada

software yang merupakan pengembangan lintasan pahat pada impeller

diameter 27 mm.

BAB VI : Membahas tentang prosedur yang dilalui dalam proses pemesinan, pengambilan data / proses pemesinan, dan pengecekan kualitas hasil pemesinan pada impeller diameter 27 mm.

(25)

BAB VII : Bab ini merupakan analisis dari seluruh tahapan yang telah dilakukan mulai dari analisis parameter pemesinan, waktu pemesinan, dan lintasan pahat.

BAB VIII : Merupakan bab penutup, pada bab ini diberikan kesimpulan serta saran apabila penelitian ini akan dilanjutkan suatu saat sehingga memperoleh hasil yang lebih akurat.

(26)

BAB 2

DASAR PEMODELAN DAN PENGEMBANGAN

MODEL IMPELLER

2.1 Dasar Pemodelan

Pemodelan yang dilakukan menggunakan software CAD NX. Terdapat dasar pemodelan pada software CAD yang perlu diketahui, seperti pembuatan garis pada pemodelan 2D, pembentukan solid body, dan lain-lain. Sebelum masuk pada pembentukan solid body, perlu diketahui metode pemodelan baik pada pemodelan 2D maupun 3D.

Pemodelan 2D adalah pemodelan yang dilakukan pada dua sumbu sehingga kombinasi pemodelan 2D dapat terbentuk dari sumbu x dan z, sumbu y dan z, dan sumbu dan y. Selain kombinasi tersebut, pemodelan 2D juga dapat dilakukan pada sumbu diagonal yang merupakan kombinasi dari ketiga sumbu. Ciri utama yang membedakan pemodelan 2D dengan 3D adalah bentuk geometri yang dibentuk dari pemodelan 2D cenderung teratur atau dapat berbentuk simetris pada salah satu sisinya.

Berbeda dengan pemodelan 2D, pemodelan 3D adalah pemodelan yang dilakukan pada ketiga sumbu baik x, y, maupun z. Pemodelan 3D biasanya dilakukan untuk membentuk permukaan yang memiliki kontur yang kompleks yang tidak dapat digambar dengan model 2D.

Baik pada pemodelan 2D maupun 3D, terdapat fitur-fitur yang digunakan untuk menggambar, seperti line, spline, circle, circular arc, dan lain-lain. Selain itu, terdapat juga fitur-fitur yang digunakan untuk pengeditan gambar, yaitu trim,

extend, copy, dan lain-lain. Berikut adalah fitur-fitur dasar pemodelan.

1. Fitur line atau straight line adalah fitur yang digunakan untuk membuat garis lurus. Garis lurus tersebut biasanya dibuat berdasarkan dua titik yaitu titik awal dan titik akhir. Penentuan titik awal dan titik akhir dapat dilakukan pada bidang yang sama (pemodelan 2D) ataupun berbeda bidang (pemodelan 3D).

(27)

Gambar 2.1 Contoh garis dengan titik awal E1 dan titik akhir E2 [1]

2. Fitur circle adalah fitur yang digunakan untuk membuat lingkaran atau ellips. Lingkaran dapat ditentukan berdasarkan titik pusat dan diameter atau dengan menentukan tiga titik yang terdapat pada lingkaran.

Gambar 2.2 Contoh lingkaran dengan titik pusat O [1]

3. Fitur circular arc mirip dengan fitur circle yang dibentuk berdasarkan tiga titik. Perbedaan terletak pada pendefinisian masing-masing titik. Sama seperti fitur line, titik pertama dan kedua dari circular arc digunakan sebagai titik awal dan akhir dari garis lengkung. Titik ketiga circular arc berfungsi sebagai titik yang menentukan kelengkungan dari circular arc tersebut.

4. Fitur spline merupakan fitur yang membuat kurva tidak beraturan berdasarkan beberapa persamaan matematika. Fitur spline dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan menentukan titik-titik yang akan dilalui oleh kurva tidak beraturan tersebut atau dengan menentukan control point dari kurva tidak beraturan tersebut. Control point adalah titik yang berfungsi sebagai basis dari kurva tidak beraturan tanpa dilalui oleh kurva tersebut.

(28)

Gambar 2.3 Contoh spline [1]

5. Fitur trim adalah fitur yang digunakan untuk menghapus bagian dari model yang telah dibuat. Penghapusan gambar dilakukan dengan menentukan bagian mana yang akan dihapus dan bagian mana yang akan dijadikan sebagai batas agar bagian lainnya tidak terhapus.

Gambar 2.4 Contoh fitur trim [1]

6. Fitur extend adalah fitur yang digunakan untuk menambahkan bagian pada model yang telah dibuat. Penambahan bagian dilakukan dengan menentukan daerah yang akan ditambahkan bagiannya dan juga dengan menentukan sejauh mana penambahan dilakukan dengan menentukan bagian lain sebagai batas penambahan.

7. Fitur array adalah fitur yang digunakan untuk menduplikasi bagian dari model yang dibuat. Duplikasi dapat dilakukan secara rectangular ataupun

circular. Pada rectangular array, penduplikasian dapat dilakukan pada

jumlah tertentu dan arah sumbu-sumbu tertentu seperti pada arah sumu x, y, dan z atau dapat dilakukan bersamaan pada kombinasi dua arah sumbu x dan y, x dan z, dan y dan z. Circular array dilakukan apabila penduplikasian berada pada sumbu rotasi tertentu. Selain sumbu rotasi,

(29)

parameter yang perlu ditentukan adalah jumlah dari bagian yang akan diduplikasi. Jumlah bagian yang akan diduplikasi dapat dilakukan dengan menentukan seberapa besar sudut yang digunakan untuk melakukan array dan berapa jumlah array yang akan dibuat pada sudut tersebut.

Gambar 2.5 Circular array [1]

Gambar 2.6 Rectangular array [1]

2.1.1 Surface modeling

Surface modeling adalah pemodelan yang dilakukan dengan model

matematika. Model matematika digunakan untuk mendeskripsikan bentuk dari permukaan yang dibuat melalui persamaan-persamaan numerik.

(30)

Persamaan-persamaan tersebut berisi informasi mengenai bagaimana permukaan tersebut terbentuk, bagaimana kurva-kurva yang dipilih bersatu menjadi permukaan, dan lain-lain. Secara umum, surface modeling dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melakukan metode revolve pada kurva atau garis dan melakukan pembentukan permukaan melalui garis atau kurva yang memiliki loop tertutup.

Surface modeling biasa dilakukan untuk membentuk permukaan yang memiliki

kontur yang tidak simetris ataupun tidak teratur. Berikut adalah contoh surface

modeling.

Gambar 2.7 Contoh surface modeling [2]

2.1.2 Solid modeling

Solid modeling adalah pemodelan yang dilakukan untuk mendapatkan

geometri benda yang memiliki volume. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan solid body dari solid modeling, seperti extrude, revolve, loft, dan lain-lain. Pada metode-metode tersebut, terdapat juga boolean operasi yang menentukan bentuk dari solid body. Berikut adalah contoh-contoh operasi yang dilakukan dengan solid modeling.

(31)

Gambar 2.8 Operasi extrude [2]

Gambar 2.9 Operasi revolve [2]

Berdasarkan gambar terlihat bahwa dilakukan pemodelan 2D yang sama namun dengan operasi pembentukan solid body yang berbeda, gambar 2.8 operasi

extrude dan gambar 2.9 operasi revolve. Pada operasi extrude, yang ditentukan

adalah bidang dari gambar mana yang akan di-extrude sedangkan pada operasi

revolve, yang ditentukan adalah sumbu bagian mana yang digunakan sebagai

sumbu rotasi. Selain kedua operasi di atas, terdapat pula operasi loft dan juga

fillet. Loft adalah operasi yang digunakan untuk menyatukan beberapa kurva

tertutup menjadi solid body sedangkan fillet adalah operasi yang digunakan untuk memodifikasi sudut pada solid body. Berikut adalah contoh operasi loft dan fillet.

(32)

Gambar 2.10 Operasi loft [2]

Gambar 2.11 Operasi fillet: a. fillet luar, b. fillet dalam [2]

Pada gambar 2.10 terlihat bahwa terdapat beberapa kurva tertutup yang disatukan menjadi solid body dengan operasi loft. Gambar 2.11 menunjukkan terdapat dua metode fillet, yaitu fillet luar dan fillet dalam. Fillet luar adalah fillet yang digunakan apabila bagian luar sudut suatu solid body yang akan dibuat lengkung sedangkan fillet dalam adalah fillet yang digunakan untuk membuat lengkung bagian dalam dari bidang.

Pada pembuatan operasi-operasi di atas, terdapat modifikasi yang dapat dilakukan apabila terdapat dua solid body, seperti boolean union, intersection, dan

difference. Berikut adalah contoh penggunaan boolean.

(33)

Gambar 2.13 Boolean intersection [2]

Gambar 2.14 Boolean difference [2]

Pada boolean union, terlihat bahwa kedua solid body menjadi satu sehingga solid body yang saling bertabrakan dihilangkan atau dianggap tidak ada. Sebaliknya, pada boolean intersection, yang diambil adalah bagian solid body yang saling bertabrakan. Pada boolean difference, solid body yang satu berfungsi untuk menghilangkan solid body yang lain pada daerah tempat bertabrakan sehingga apabila dilakukan boolean difference pada arah vektor B-A maka yang terbentuk adalah seperti pada hasil boolean intersection namun berlawanan arah.

2.2 Geometri Impeller

Geometri impeller yang digunakan secara umum memiliki dua komponen utama, yaitu hub dan blade. Seperti yang terlihat pada gambar 2.15, impeller yang digunakan merupakan tipe impeller sentrifugal dimana bladenya merupakan blade yang dipuntir (twisted blade). Hub merupakan poros utama dan dapat dikatakan pula sebagai tempat melekatnya blade. Blade berfungsi untuk mengalirkan fluida yang masuk ke dalam pompa yang terdiri dari suction surface, pressure surface,

leading edge, trailing edge, dan shroud. Suction surface berfungsi sebagai wadah

penampung fluida yang masuk, pressure surface berfungsi sebagai penahan tekanan saat fluida dialirkan, leading edge merupakan tempat memecah fluida agar fluida benar-benar masuk ke setiap sisi blade, trailing edge merupakan tempat keluarnya fluida, dan shroud merupakan geometri utama dalam sebuah

(34)

Gambar 2.15 Geometri Impeller [3]

Impeller dibagi menjadi dua tipe blade, tipe blade yang dipuntir dan tipe blade yang lurus. Pada setiap tipe tersebut juga terdapat jenis yang membedakan

berdasarkan ada tidaknya splitter. Splitter adalah blade yang ukurannya lebih kecil dari blade utama yang berfungsi untuk memecah fluida menjadi beberapa sisi bagian pada setiap jarak antar blade. Jumlah splitter pada sisi blade tidaklah sama. Jumlah splitter dapat berkisar antara satu sampai dengan lima tergantung dari kebutuhan suatu impeller tersebut. Jumlah splitter pada setiap sisi blade yang umum digunakan adalah satu splitter. Berikut adalah gambar tipe-tipe blade pada

(35)

Gambar 2.16 Jenis-jenis impeller: a. impeller non-twisted blade [4],

b. impeller twisted blade without splitter [5], c. impeller twisted blade with a splitter [6], d. impeller twisted blade with three splitters [7]

2.3 Spesifikasi Benda Uji

Pada penelitian ini, dilakukan uji coba pembuatan impeller berukuran mini.

Impeller yang dibuat merupakan impeller dengan twisted blade dan tipe yang

memiliki splitter. Splitter berjumlah satu pada setiap sisi ruas blade pada impeller. Jumlah blade yang ada impeller adalah enam buah blade diikuti dengan enam buah splitter. Berikut spesifikasi dari benda uji.

Gambar 2.17 Impeller twisted blade dengan splitter diameter 54 mm

Dimensi :

a b

(36)

Diameter impeller : 54 mm

Tinggi impeller : 22 mm

Tebal blade : 0.6 mm

Jarak minimum antara blade dengan splitter : 3.42 mm

Jarak minimum antar blend : 1.74 mm

Spesifikasi di atas dijadikan acuan untuk menentukan parameter-parameter pada proses pemesinan, seperti tipe dan ukuran cutting tool yang digunakan, metode pemesinan yang digunakan, model lintasan pahat yang digunakan, dan lain-lain.

Berikut adalah flowchart pemodelan impeller:

Gambar 2.18 Flowchart pemodelan impeller

2.4 Pemodelan Hub

Hub merupakan bagian utama dari sebuah impeller selain blade. Hub

(37)

bagian dalam blade atau pun splitter (warna oranye menunjukkan hub pada

impeller pada gambar 2.19).

Gambar 2.19 Geometri hub pada impeller [8]

Untuk mendapatkan bentuk hub, pemodelan 2D dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan pemodelan 3D. Pemodelan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan CAD software Siemens NX. Berikut adalah pemodelan 2D dari hub.

Gambar 2.20 Model 2D dari hub

Saat melakukan pemodelan, baik itu 2D atau pun 3D, arah orientasi sangat penting untuk diperhatikan karena nantinya akan mempengaruhi saat melakukan pemrograman untuk simulasi proses pemesinan. Seperti yang terlihat pada gambar 2D di atas, karena hub sebagai poros utama maka sumbu putar yang digunakan adalah sumbu z yang nantinya juga akan digunakan sebagai sumbu orientasi dari

cutting tool. Setelah berhasil membuat pemodelan 2D dari hub, selanjutnya adalah

menciptakan solid 3D model dengan metode revolve. Metode revolve adalah metode yang dilakukan ketika ingin mengubah model 2D menjadi 3D dengan memutar model 2D tersebut pada suatu sumbu putar dengan sudut putar tertentu. Berikut adalah contoh dari metode revolve.

(38)

Gambar 2.21 Metode revolve pada solid modeling

2.5 Pemodelan Blade

Blade adalah bagian penting dalam suatu impeller karena fungsinya untuk

mengalirkan fluida. Bentuk blade ada bermacam-macam, ada yang bertipe lurus, melengkung, dan ada yang dipuntir. Pada penelitian ini, blade yang akan dibahas adalah yang bertipe dipuntir (twisted blade) karena permukaannya yang memiliki tingkat kompleksitas geometri yang tinggi. Blade pada suatu impeller dapat terdiri dari dua hingga jumlah tertentu, tergantung dari kebutuhan apa yang ingin dicapai oleh impeller tersebut. Dalam penelitian ini, tidak akan dibahas fungsi dari suatu jenis impeller tertentu atau pun tipe blade tertentu. Yang akan dilihat adalah bagaimana proses pemesinan untuk membentuk suatu permukaan dari blade yang memiliki geometri yang rumit, bagaimana mencapai bagian-bagian dalam pada

blade yang memiliki bentuk seperti close loop boundary, dan bagaimana proses

pemesinan yang dilakukan pada blade tersebut tidak mencederai bagian-bagian yang ada pada impeller tersebut. Berikut adalah contoh dari gambar blade (ditunjukkan oleh warna oranye pada gambar 2.22).

(39)

Gambar 2.22 Geometri blade pada impeller [8]

Berbeda dengan pemodelan pada hub, pemodelan pada blade langsung dilakukan pada model 3D. Pemodelan 3D dilakukan karena bentuk blade perlu dihubungkan dengan sebuah spline yang melintas sumbu x, sumbu y, dan sumbu z. Setelah kerangka model blade telah jadi, maka fitur meshing akan digunakan untuk membentuk sebuah permukaan yang belum memiliki volume. Metode

modeling ini dapat disebut juga dengan surface modeling karena pembentukan

permukaan terlebih dahulu sebelum akhirnya diberi volume sehingga menjadi benda yang solid. Volume diberikan dengan fitur thicken sehingga permukaan tadi memiliki ketebalan tertentu.

Alur proses yang diperlihatkan pada gambar 2.23 adalah alur standard yang dilakukan untuk membuat satu blade pada impeller. Blade tersebut dapat dianggap belum melekat pada bagian hub atau belum merupakan satu kesatuan komponen yang membentuk impeller karena belum dilakukannya fitur blending. Selain itu, blade tersebut juga belum dipotong dengan bagian shroud yang berfungsi sebagai pembentuk blade. Untuk itu, selanjutnya akan dijelaskan mengenai perapihan bentuk dari blade tersebut agar blade tersebut dapat menjadi bagian dari impeller yang akan dibuat.

(40)

Gambar 2.23 Alur proses pembuatan blade: a. Kerangka model yang dibentuk dari garis dan spline, b. Surface yang dibentuk dari meshing, c. Solid model setelah surface diberi

ketebalan

2.5.1 Pemodelan Shroud / Raw material

Setelah menjadi sebuah blade yang memiliki ketebalan, blade tersebut masih perlu dirapihkan untuk mendapatkan bentuk blade yang sesuai. Sebelum merapihkan bentuk blade, hal yang perlu dibuat adalah shroud yang merupakan salah satu bagian dari impeller yang berguna untuk membentuk blade. Pembentukan shroud pada Siemens NX dapat berfungsi juga sebagai raw material

(41)

yang nantinya akan digunakan pada proses simulasi CAM. Berikut adalah gambar dari shroud yang juga merupakan raw material dari impeller:

Gambar 2.24 Geometri shroud pada impeller [8]

Terlihat pada gambar bahwa apabila bagian dalam blade merupakan bagian yang melekat pada hub maka bagian luar blade adalah shroud yang merupakan batas dari blank material. Pembuatan shroud mirip dengan pembuatan

hub, yakni dengan melakukan pemodelan 2D terlebih dahulu kemudian

membentuk model 3D dengan metode revolve. Berikut adalah gambar alur proses dari pemodelan shroud.

Gambar 2.25 Model 2D dari shroud yang diubah menjadi solid model (blank material) dengan metode revolve

2.5.2 Pembentukan Blade, Blending, Dan Array Geometri

Pembentukan bentuk blade dipengaruhi oleh shroud dan hub yang sebelumnya telah dibuat. Pembentukan shroud ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, apabila bentuk permukaan blade yang sudah terbentuk di-trim terlebih dahulu sebelum permukaan tersebut di-thicken. Cara kedua adalah kebalikan dari cara pertama, apabila permukaan di-thicken terlebih dahulu baru setelahnya dilakukan proses trim pada solid body tersebut. Pada penelitian ini,

(42)

cara yang digunakan adalah cara kedua karena memiliki fleksibilitas yang lebih baik apabila akan dilakukan pengeditan gambar. Berikut adalah alur proses trim

body yang dilakukan untuk membentuk blade.

Gambar 2.26 Proses pembentukan blade dengan metode trim body

Saat melakukan proses trim, yang perlu diperhatikan adalah arah vektor penghilangan material atau arah vektor material yang akan diambil. Apabila arah vektor tersebut terbalik, maka hasil yang didapat akan jauh berbeda dengan gambar di atas. Untuk membalikkan arah vektor, yang perlu dilakukan cukup dengan membalik arah vektor yang sedang dipilih ke arah sebaliknya sehingga

blade yang terbentuk sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya.

Setelah pembentukan blade selesai, maka proses selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menjadikan blade tersebut satu kesatuan dengan hub atau dapat dikatakan juga melekatkan blade pada hub. Proses ini dapat dilakukan dengan metode blending atau juga dikenal dengan fillet. Fillet atau blend ini nantinya akan berguna saat melakukan simulasi CAM karena merupakan salah satu syarat agar simulasi CAM dapat berjalan. Saat ada dua bagian suatu komponen yang

(43)

bertemu pada sudut tertentu, terdapat kelengkungan yang merupakan bagian sisa dari proses pemesinan. Kelengkungan tersebut tidak dapat dihindari melainkan dapat diperkecil ukurannya tergantung dari toleransi pemesinan yang diberikan.

Gambar 2.27 Geometri blend pada impeller [8]

Kelengkungan pada gambar di atas adalah kelengkungan yang disebut dengan fillet atau blend. Blend dapat dijadikan acuan suatu proses pemesinan untuk mampu atau tidaknya suatu mesin melakukan proses pemesinan dengan tingkat kelengkungan yang sangat kecil. Semakin kecil radius kelengkungan yang dapat dicapai oleh suatu mesin, maka mesin tersebut dapat dikatakan memiliki

machine ability yang baik. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa sebelum

melakukan proses blend antara hub dan blade, bagian atas dari blade juga perlu dilakukan proses blend terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar didapatkan blend yang merata diseluruh permukaan blade yang bertemu dengan permukaan hub. Bagian atas blade yang di-blending akan menjadi penghubung antara bagian depan blade dengan bagian belakang blade. Selain itu, blend atau fillet memiliki fungsi lain yakni memenuhi kebetuhan estetika suatu produk. Artinya adalah, produk yang telah dilakukan proses blending memiliki sudut kelengkungan yang lebih halus dibandingkan yang tidak dilakukan proses blending sehingga produk yang di-blending memiliki faktor aman yang lebih baik. Fungsi blending juga akan bermanfaat bagi produsen untuk membuat produknya tidak terlihat kaku di mata konsumen. Untuk proses pemodelannya dapat dilihat pada gambar berikut.

(44)

Gambar 2.28 Proses blending pada bagian atas blade (kiri) dan di daerah pertemuan antara hub dan blade (kanan)

Setelah blade telah memiliki bentuk yang sesuai dan telah menjadi satu kesatuan komponen dengan hub (telah melewati proses trim dan blend), proses selanjutnya adalah meng-array geometri dari blade tersebut sebanyak yang diperlukan. Proses array ini dilakukan dengan menggunakan metode pattern

feature yang dapat meng-copy blade sesuai jumlah yang diinginkan. Telah

dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa array dapat dilakukan secara linear atau pun circular. Pada penelitian ini, array yan dilakukan adalah tipe circular, yakni melingkar dengan hub sebagai poros utamanya. Blade akan di-array setiap 60o sampai dengan sudut 360o (satu putaran lingkaran), sehingga blade yang terbentuk berjumlah enam blade. Perlu diperhatikan bahwa saat melakukan array geometri, yang perlu di-array bukan hanya blade-nya saja tetapi juga seluruh proses yang sudah dilakukan sebelumnya seperti proses trim dan blend agar blade yang terbentuk telah identik dengan semua proses yang telah dilakukan sebelumnya tersebut. Dapat dilihat pada gambar 2.29 pilihan fitur untuk dilakukan array berjumlah lima fitur yakni thicken pada blade, trim bagian luar, trim bagian dalam, blend bagian atas blade, dan blend pada bagian antara hub dan blade.

(45)

Gambar 2.29 Proses array blade secara circular

Gambar 2.30 Impeller dengan enam blade

2.6 Pemodelan Splitter

Gambar 2.31 Geometri splitter pada impeller [8]

Gambar 2.31 menunjukkan geometri splitter pada impeller yang memperlihatkan splitter memiliki ukuran yang lebih kecil daripada blade dan terletak di antara dua buah blade. Secara garis besar pemodelan pada splitter tidak

(46)

jauh berbeda dengan pemodelan pada blade. Perbedaan terjadi hanya saat membuat kerangka pada pemodelan 3D yang memiliki kerangka yang lebih pendek dibandingkan dengan kerangka pada blade. Apabila kerangka pada splitter telah dibuat, alur proses untuk pembuatan splitter sama dengan pembuatan blade, yaitu melakukan meshing untuk membentuk permukaan, memberikan ketebalan pada permukaan tersebut, melakukan pembentukan blade dengan proses trimming yang juga mengacu pada hub dan shroud, melakukan proses blending, dan terakhir melakukan geometrical array pada splitter yang sudah jadi. Untuk mempermudah melakukan penglihatan pada saat melakukan pemodelan, dapat digunakan fitur hide untuk menyembunyikan bagian dari komponen yang tidak perlu untuk dilihat sementara. Fitur ini sangat berfungsi karena proses pemodelan dapat difokuskan pada yang akan dikerjakan selanjutnya dengan menyembunyikan model yang telah dikerjakan sebelumnya. Pada proses pemodelan splitter ini, untuk mempermudah penglihatan, maka bagian yang disembunyikan dengan menggunakan fitur hide adalah hub dan blade. Berikut adalah alur proses pemodelan splitter.

.

Gambar 2.32 Proses pemodelan splitter: a. kerangka splitter, b. mesh splitter, c. solid body splitter

Pada gambar 2.32, terlihat hub dan blade yang sebelumnya telah dibuat, disembunyikan terlebih dahulu menggunakan fitur hide untuk mempermudah melakukan pemodelan splitter. Setelah splitter memiliki solid body, splitter juga akan dibentuk dengan menggunakan fitur trim yang mengacu pada hub dan

(47)

shroud yang sama dengan yang digunakan pada saat pemodelan blade. Proses trimming terlihat pada gambar 2.33 berikut.

Gambar 2.33 Pembentukan splitter blade dengan proses trimming

Selanjutnya akan diperlihatkan proses pembentukan blend sampai dengan

array geometri dari splitter. Sama seperti pada geometri blade, blend pada splitter

juga membutuhkan bagian atas splitter yang harus diblending terlebih dahulu agar

blending antara splitter dengan hub dapat merata di seluruh permukaan bagian

bawah splitter. Alur proses dapat dilihat pada gambar berikut.

Trim pada bagian dalam splitter yang mengacu

pada hub

Trim pada bagian luar splitter yang mengacu

(48)

Gambar 2.34 Alur proses blending dan array geometri splitter

Setelah selesai melakukan proses array geometri dari splitter, tampilan geometri blade yang sebelumnya disembunyikan dengan fitur hide ditampilkan kembali dengan fitur show. Sampai dengan tahap ini, impeller telah selesai dibuat dengan semua komponen utamanya namun perlu dilakukan beberapa pemodelan lagi untuk memperhatikan segi estetika dan juga untuk mempermudah proses pemesinan. Pemodelan yang akan dibuat adalah blending pada sisi atas hub dan juga melakukan extrude cut pada sisi tengah hub. Pelubangan bagian tengah pada

hub ini berguna pada saat melakukan proses pemesinan untuk meng-attach clamping device. Pemodelan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.35.

(49)

Gambar 2.35 Pelubangan pada bagian tengah impeller dan blending pada bagian atas hub

(50)

31

BAB 3

PENGEMBANGAN LINTASAN PAHAT DAN PARAMETER

PEMESINAN IMPELLER DIAMETER 54 MM

3.1 Dasar Pemesinan Milling 5-Axis

Pemesinan 5-axis merupakan pemesinan yang digunakan saat pemesinan 3-axis tidak mampu untuk menjangkau area yang kompleks. Pemesinan 5-axis juga digunakan untuk mendapatkan hasil permukaan yang lebih baik dikarenakan terdapat sudut pemakanan tertentu yang dapat diatur saat melakukan pemrograman lintasan pahat. Prinsip pemesinan 5-axis biasanya berorientasi pada proses finishing. Namun, dalam penelitian ini dilakukan proses roughing 5-axis karena proses 3-axis tidak mampu menjangkau bagian dalam ruas blade bila tidak dilakukan proses pemesinan 5-axis. Apabila proses pemesinan 3-axis dipaksakan, maka perlu dilakukan proses semi-finishing dengan metode 5-axis sebelum dilakukan proses finishing yang justru akan merugikan biaya produksi sebagai akibat dari lamanya waktu pemesinan dibandingkan dengan roughing 5-axis. Berikut adalah skema pergerakan mesin 5-axis.

Gambar 3.1 Arah gerak milling 5-axis

Terdapat tiga sumbu utama yaitu sumbu x, y, dan z yang memiliki gerak

linear. Pada sumbu y, terdapat sumbu rotasi B dan pada sumbu z terdapat sumbu

rotasi C yang membuat gerakan dari machine tool menjadi 5-axis. Terdapat pula tipe gerakan pada proses pemesinan yang dapat dilihat pada gambar berikut.

(51)

Gambar 3.2 Tipe gerakan cutting tool pada milling 5-axis

Approach adalah gerakan tidak memotong pada cutting tool saat akan

memasuki workpiece, engage adalah gerakan cutting tool saat akan memulai pemakanan, retract adalah gerakan cutting tool sesaat setelah pemakanan, dan

departure adalah gerakan tidak memotong pada cutting tool saat keluar dari workpiece.

Selain arah gerak dan tipe gerakan, terdapat pula jenis pemakanan yang dilakukan cutting tool, yaitu jenis climb milling dan conventional milling. Jenis pemakanan tersebut dibagi berdasarkan arah kecepatan makanan cutting tool terhadap workpiece.

Gambar 3.3 Jenis pemakanan cutting tool [9]

Pada aplikasi pemakanan oleh cutting tool terhadap workpiece, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan, diantaranya side milling, slot milling, face

(52)

Gambar 3.4 Tipe pemakanan cutting tool berdasarkan arah masuknya terhadap workpiece [9]

Side milling adalah tipe pemakanan berdasarkan persentase step over

(radial depth of cut), face milling adalah tipe pemakanan untuk menghaluskan permukaan workpiece, slot milling adalah tipe pemakanan menggunakan 100% diameter cutting tool, plunge milling adalah tipe pemakanan berdasarkan step

down (axial depth of cut), dan ramping adalah gabungan antara slot milling dan plunge milling.

3.2 Parameter Pemesinan

Parameter-parameter pada proses pemesinan menentukan proses pemesinan yang berlangsung apakah telah berjalan sesuai dengan yang diinginkan atau belum. Terdapat parameter bebas dan terikat pada setiap proses pemesinan []. Parameter bebas adalah parameter yang harus dipenuhi tanpa terikat dengan parameter lainnya sedangkan parameter terikat adalah parameter yang bergantung pada perubahan yang terjadi pada parameter bebas. Saat mengalami kegagalan pemesinan, faktor utama yang harus ditinjau adalah parameter bebas telebih dahulu apakah sudah sesuai dengan perhitungan atau terdapat kesalahan dalam perhitungan. Parameter-paremeter bebas tersebut diantaranya:

Material dari cutting tool dan kondisi dari cutting tool

Bentuk dari cutting tool, spesifikasi permukaan, toleransi permesinan

Material dari workpiece, kondisi, dan temperatur operasi

Cutting speed, feed rate, depth of cut

(53)

Karakteristik dari mesin, kekakuan bed dan holder, dan peredam getaran Sedangkan parameter-parameter terikat adalah:

Tipe dari chip yang dihasilkan

Cutting force

Perubahan temperatur pada workpiece, chip, dan cutting tool

Laju keausan cutting tool

 Hasil akhir permukaan setelah proses pemesinan

Berdasarkan parameter-parameter di atas, terdapat persamaan-persamaan untuk mencari ketentuan yang valid saat akan melakukan proses pemesinan. Parameter yang masuk ke dalam persamaan apabila proses pemesinan akan dilakukan adalah cutting speed, feed rate, dan depth of cut.

Gambar 3.5 Parameter pemesinan pada proses milling [10]

Cutting speed adalah kecepatan tangential pada cutting tool sedangkan feed rate adalah kecepatan cutting tool terhadap workpiece atau sebaliknya. Selain

kedua hal tersebut, terdapat cutting parameter yang juga penting yaitu depth of

cut. Depth of cut adalah kedalaman suatu cutting tool untuk melepas atau

membuang material. Terdapat dua jenis depth of cut, axial depth of cut dan radial

(54)

axis dari cutting tool sedangkan radial depth of cut (step over) adalah depth of cut yang berada tegak lurus dari axis cutting tool.

Berikut adalah persamaan yang berhubungan dengan parameter di atas:

vc = π . D . n (mm/min) (3.1)

Keterangan:

vc : Cutting speed (mm/min) D : Cutting tool diameter (mm) n : Spindle speed (rev/min)

Parameter bebas yang sesuai dengan aktual adalah diameter dari cutting

tool yang akan digunakan pada proses pemesinan sehingga besar dari diameter

tersebut dapat langsung digunakan pada persamaan (3.1). Untuk kecepatan potong dan kecepatan spindle, besarnya diatur berdasarkan data mana yang diatur terlebih dahulu. Apabila kecepatan potong yang diatur, maka akan didapatkan kecepatan dari spindle sedangkan apabila kecepatan spindle yang diatur, maka kecepatan makan yang akan didapatkan dari persamaan tersebut.

Selain persamaan di atas, kecepatan putar spindle juga dapat didapat melalui persamaan:

fz = (mm/tooth) (3.2)

Keterangan:

vf : Feed rate (mm/min) fz : Feed per tooth (mm/tooth) z : Number of teeth

Saat melakukan proses pemesinan, kecepatan makan adalah seberapa jauh

cutting tool bergerak untuk melepas material yang harus dibuang. Kecepatan

makan dari cutting tool bergantung dari jumlah flute atau teeth yang ada pada suatu cutting tool. Semakin banyak jumlah flute yang ada pada suatu cutting tool dengan diameter yang sama, semakin kecil area dari suatu flute untuk membuang material yang ditunjukkan pada fz. Semakin besar area flute maka akan semakin besar area dan ketebalan dari chip. Chip adalah material sisa hasil permesinan yang jumlahnya berdasarkan parameter-parameter yang telah ditentukan sebelumnya.

(55)

Material removal rate (laju pelepasan material) merupakan volume dari

material yang dibuang dalam satu satuan waktu. MRR terdiri dari feed rate, axial

depth of cut, dan radial depth of cut. Radial depth of cut akan menentukan

seberapa besar step over yang dapat dilakukan oleh suatu cutting tool. Secara umum, radial depth of cut tidak boleh lebih besar dari 30% terhadap diameter dari

cutting tool yang digunakan. Berikut adalah persamaan MRR:

Q = ap . ae . vf (mm3/min) (3.3)

Keterangan:

Q : Material removal rate (mm3/min) ap : Axial depth of cut (mm)

Axial depth of cut adalah arah makan yang searah dengan sumbu pada cutting tool. Axial depth of cut akan menentukan seberapa dalam cutting tool

dapat memakan workpiece (step down).

Untuk menghitung waktu pemesinan, berikut adalah persamaan yang dapat digunakan:

Tc = (min) (3.4)

Keterangan:

Tc : Waktu pemesinan (min) L : Panjang lintasan pahat (mm)

Waktu pemesinan adalah total dari waktu cutting tool saat melepas material ditambah dengan waktu cutting tool saat melakukan gerakan tidak membuang material. Untuk setiap gerakan cutting tool tersebut memiliki kecepatan makannya masing-masing. Oleh karena itu, panjang dari lintasan pahat pun dibagi menjadi dua, lintasan pahat saat cutting tool melepas material dan saat

cutting tool tidak melepas material. 3.3 Pengembangan Lintasan Pahat

Saat model 3D telah dibuat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemrograman lintasan pahat untuk mendapatkan cutter location file (CL-file) dan

cutter contact point (CC point). Selain untuk mendapat CL-file dan CC point,

pemrograman lintasan pahat juga dilakukan untuk mendapatkan hasil simulasi yang nantinya akan digunakan pula untuk proses pemesinan.

Gambar

Gambar 2.32 Proses pemodelan splitter: a. kerangka splitter, b. mesh splitter,  c. solid body splitter
Gambar 2.35 Pelubangan pada bagian tengah impeller dan blending pada bagian atas  hub
Gambar 3.13 Pendifinisian cutting tool beserta shank dan holder  3.3.2  Membuat Operasi Proses Roughing
Tabel 3.1 Machining parameter proses roughing impeller diameter 54 mm  No   Machining Parameter   Keterangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

DAFTAR MAKANAN YANG HARUS DIPANTANG DAN DIPERBOLEHKAN BAGI PENDERITA ASAM URAT..

Golongan xanton termasuk alfa mangostin di dalamnya merupakan senyawa yang dapat diekstraksi dengan metode ekstraksi sederhana, yaitu maserasi dan

Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang

Pengukuran waktu digunakan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seseorang pekerja normal untuk menyelesaikan

Sistem yang dibangun dapat membantu masyarakat memilih produk asuransi terbaik yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas kriteria bila masyarakat yang menjadi

Seperti yang dikatakan dalam buku Jones dan Olive (2007), bahwa dalam membangun sebuah karakter, riwayat hidup karakter diperlukan agar karakter tersebut tetap pada peran

MOTIF PITAYA SEBAGAI IDE PENCIPTAAN BOHO STYLE diajukan oleh Dewi Arnis, NIM 1511891022, Program Studi S-1 Kriya Seni, Jurusan Kriya, Fakultas Seni Rupa Institut

Bila dibandingkan dengan MOR produk panil jenis kayu lamina hasil penelitian Sylviani (2008) dengan perekat PF sebesar 838,8 kg/cm , maka panil venir bambu lamina hasil