• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan Sosial sering menjadi tema utama dalam proses penelitian ilmiah. Proses perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat pun dapat dilihat dalam berbagai aspek termasuk aspek budaya di dalamnya, karena kebudayaan lambat laun akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat.

Kebudayaan itu sendiri merupakan bagian integral dari suatu masyarakat. Masyarakat pada umumnya bertumbuh dan berkembang sesuai dengan adat istiadat dan budaya mereka. Bagaikan kedua mata koin yang tidak bisa dipisahkan demikian pula masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam suatu tatanan kehidupan manusia. Manusia berinteraksi, bersosialiasi dengan manusia yang lainnya dipengaruhi dan tidak lepas dari lingkungan manusia itu lahir dan berkembang. Hal yang sama dapat dilihat dalam tatanan masyarakat Sumba.

Masyarakat Sumba adalah masyarakat yang hidup sebagaimana masyarakat lain di Indonesia dengan berbagai adat istiadat dan kebudayaannya. Mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan adat istiadat, budaya, yang mana kemudian menjadi kebiasaan di mana mereka hidup. Masyarakat Sumba pada umumnya dan pada khususnya Sumba Timur, memiliki adat istiadat dan budaya yang masih terus dipertahankan sampai sekarang.

(2)

Masyarakat Sumba itu sendiri hidup dengan tradisi/budaya struktur social dalam sistem sosial masyarakat yang berkembang dan hadir dalam tataran praksis kehidupan masyarakat Sumba. Ditilik dalam sejarah, masyarakat Sumba itu dibagi ke dalam tiga (3) stratifikasi social yakni: golongan maramba (bangsawan), kabihu (orang merdeka), dan ata (hamba). Setelah masuknya kekristenan dan berkembangnya zaman, masyarakat di Sumba saat ini hanya mengenal dua (2) pembagian stratifikasi social yakni bangsawan (maramba) dan hamba (ata). Kelompok ini yang paling mencolok dalam masyarakat. Sementara golongan kabihu tidak begitu dikenal oleh masyarakat umum saat ini. Kelompok-kelompok ini belum termasuk dengan masyarakat Sumba dari rakyat jelata atau pendatang yang sudah hidup dan berdomisili di Sumba (orang-orang ini termasuk orang Sabu, Kupang, Flores dan berbagai pulau lainnya yang sudah meminang orang Sumba dan menetap di Sumba. Adapula orang Jawa yang karena tugas dan berdagang di Sumba). Pembagaian struktur dalam masyarakat sudah menjadi sistem yang mendarah daging dalam kehidupan masayarakat Sumba dan Sumba Timur pada khusunya.

Di Sumba, golongan bangsawan ini memiliki gelar di depan namanya. Seorang laki-laki memakai gelar Umbu atau Tamu Umbu dan perempuan bergelar

Rambu atau Tamu Rambu.1 Golongan-golongan bangsawan mempunyai

julukan-julukan tertentu, yang mengungkapkan kedudukan, tugas, wewenang dan kewajiban mereka di dalam masyarakat paraingu.2

Oleh karena Sumba menganut sistem patriakal maka dengan sendirinya gelar kebangsawanan mengkuti garis ayah dan keturunan-keturunannya yang terus dijaga dan dipelihara. Walaupun gelar akan nama ini masih sangat dipertahankan sampai

(3)

sekarang oleh golongan strata atas maramba, menurut penulis terdapat pergeseran akan nama atau gelar bagi bangsawan yang bagi sebagian orang Sumba, khususnya yang berasal dari bukan golongan maramba menyandang atau menggunakan gelar tersebut. Orang bukan bangsawan terlihat menggunakan gelar tersebut.

Keaslihan gelar maramba tersebut dipelihara dengan perkawinan antar bangsawan. Anak bangsawan hanya boleh menikah dengan keturunan bangsawan pula. Sumba mengenal dengan istilah perkawinan ana tuya.3

Hal ini dilakukan dalam rangka memelihara persekutuan geneologis maka idealnya perkawinan masyarakat Sumba adalah perkawinan ana tuya. Selain itu pula untuk memelihara persekutuan, klan tertentu menjadi klan pengambil istri dan klan lainnya sebagai klan pemberi istri, misalnya klan A memberi anak perempuannya untuk kawin dengan laki-laki dari klan B dan klan B memberi anak perempuannya untuk kawin dengan laki-laki klan C dan klan C memberi anak perempuan kawin dengan laki-laki klan A.4

Dalam kehidupan praksis di Sumba Timur pun, keberadaan bangsawan atau

maramba ini sangat mencolok dibandingkan dengan hamba atau ata. Nampak dalam

cara berpakaian mereka (perhiasan, sarung tradisional berkelas yang diperuntukkan bagi strata mereka), transportasi yang mereka gunakan, jabatan dalam pemerintahan kabupaten, kecamatan, pedesaan, kekayaan akan tanah, hewan-hewan dan berbagai asset lainya.

(4)

Dalam kehidupan rumah pun peralatan makan seperti piring, sendok, gelas dan lain-lain juga dipisahkan dari golongan hamba atau ata. Sama halnya juga dengan rakyat jelata yang merupakan masyarakat pendatang sangat berbeda terutama dalam hal pakaian perhiasan mahal, sandang maupun papan yang bercirikan ketradisonalitas kebangsawanan orang Sumba pun berbeda.

Hal ini bukan saja tampak dalam kehidupan keseharian, dalam acara-acara adat misalnya perkawinan, kematian, biasanya perbedaan yang mencolokpun nampak. Seperti pakaian, perhiasan, alat-alat transportasi yang digunakan. Ketika tamu yang di undangpun datang mereka juga di suguhkan gelas untuk minuman atau piring untuk makanan sesuai dengan kedudukan mereka dalam stratifikasi masyarakat. Biasanya bagi bangsawan gelasnya besar dan sangat berbeda. Lain halnya dengan golongan yang dianggap hamba atau ata yang mendampingi tuannya diberi gelas kecil yang berbeda dengan tuannya.

Namun ada berbagai peristiwa yang didengar dan dialami oleh penulis dimana ada perbedaan perlakuan terhadap undangan saat upacara adat, entah kematian atau pernikahan dalam masyarakat Sumba Timur. Di mana pada saat menyuduhkan makanan dan minuman, bagi undangan yang berasal dari masyarakat luar Sumba Timur, dalam hal ini orang Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Jawa, Kupang, dan etnis lainnya juga diberikan perlakuan yang sama seperti bangawan tanpa melihat keaslian atau kemurnian gelar kebangsawanan mereka yang menurut penulis mereka berasal bukan dari golongan strata atas atau maramba.

Adapun diantara mereka yang memiliki profesi sebagai dosen, pendeta, pengusaha dan lain-lain diberikan perlakuan yang sama sesuai dengan maramba. Selain itu ada kecenderungan para sopir diberikan suguhan layaknya hamba. Dalam

(5)

)

hal peralatan makan dan minum mereka berbeda dengan bosnya yang diperlakukan sama dengan maramba.

Terdapat perubahan pula dalam hal perkawinan. Masyarakat Sumba Timur yang berasal dari golongan bangsawan atau maramba, banyak menerima perkawinan anak mereka dengan orang yang berasal dari luar Sumba, khususnya orang China, Amerika, Bali, Jawa, dan adapula dari silsilah keturunan orang tersebut bukan asli bangsawan atau bangsawan murni. Sudah terjadi kawin-mawin atau bahkan salah satu orang tuanya berasal dari golongan orang biasa dan hamba atau ata.

Hal inilah yang menjadi alasan mengapa penulis mengangkat masalah ini. Dilihat dari perlakuan mereka, perlakuan atau penyajian peralatan yang sama diberikan karena undangan yang datang, berpendidikan tinggi ”dosen, pejabat-pejabat dalam pemerintahan.” Sehingga timbulah keresahan penulis akan keadaan masyarakat Sumba Timur saat ini khusunya dalam gelar kebangsawanan yang sekarang dilihat dari pendidikan dan kedudukan. Berdasarkan hal inilah penulis mengangkat judul :

Studi Kasus tentang Perubahan Sosial di Sumba Timur terhadap

Persyaratan Gelar Kebangsawanan

(6)

( B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat adalah :

Faktor –faktor apa yang menyebabkan warga kelompok masyarakat tertentu mendapatkan perlakuan yang sama dengan kelompok bangsawan atau

maramba?

C. Tujuan Penelitian

Mendiskripsikan faktor –faktor apa yang menyebabkan warga kelompok masyarakat tertentu mendapatkan perlakuan yang sama dengan kelompok bangsawan atau maramba.

D. Batasan Masalah

Dalam tulisan ini, penulis hanya memfokuskan penelitian ini pada masyarakat Sumba Timur khususnya di daerah-daerah yang masih kental dengan budaya Sumba khususnya sistem stratifikasi dan daerah-daerah seputaran kota Waingapu yang sangat kelihatan implikasi perubahan ini. Hal ini dianggap dapat memperoleh keaslian gelar kebangsawanan dan perubahannya sampai sekarang.

E. Defenisi Operasional

Yang penulis maksudkan dengan perubahan social disini adalah adanya perubahan yang terjadi dalam masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Perubahan terhadap adanya perbedaan persepsi terhadap syarat seseorang dimasukkan kedalam

(7)

*

golongan kebangsawanan dari kurun waktu sebelumnya. Jadi adanya perubahan dalam waktu, keadaan yang berbeda dalam lingkup masyarakat Sumba Timur. Kebangsawanan di sini adalah golongan strata atas di Sumba khususnya Sumba Timur. Biasanya disebut golongan maramba atau bangsawan.

F. Signifikansi Penelitian

Dengan penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada:

1. Pada Tataran Akademik

Memberikan kontribusi pemikiran bagi Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana (PPs MSA UKSW), khususnya bagi mata kuliah program Agama Masyarakat dalam menyikapi berbagai kasus perubahan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat

2. Pada Tataran Masyarakat

Memberikan kontribusi kepada masyarakat terutama masyarakat Sumba khususnya Sumba Timur dalam melihat gejala sosial yang terjadi terkhususnya dalam proses perubahan dalam masyarakat akan sistem budaya yang banyak mengalami perubahan.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan yang digunakan

Berdasarkan rumusan masalah maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah fenomenologi, yaitu pengalaman subjektif atau

(8)

+

pengalaman fenomenologikal, tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang.5 Pendekatan yang digunakan yakni pendekatan kualitatif.

2. Teknik Pengumpulan data atau informasi 2.1 Data Primer

Dalam penelitian ini penulis mempergunakan dua (2) teknik pengumpulan data yaitu dengan teknik pengamatan dan wawancara. (

A. Wawancara (Interview)

Dalam melakukan wawancara penulis terlebih dahulu menentukan

informan (pemberi informasi atau keterangan) yang menguasai persoalan

penelitian yang telah dirumuskan, dan selanjutnya diadakan tanya jawab yang lebih mendalam dalam rangka untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Wawancara tersebut dilakukan secara tak terstruktur, yang dimaksudkan untuk menanyakan secara mendalam maksud, atau penjelasan dari informan kunci.7 Wawancara dilakukan dengan ketua adat di Sumba Timur, pejabat-pejabat daerah (bupati, sekertaris daerah, pejabat-pejabat daerah lainnya) dan orang-orang bangsawan, orang merdeka, dan golongan paling bawah, yang diyakini mempunyai pengetahuan yang cukup akan kasus ini. Dalam melakukan wawancara penulis akan mengunakan alat bantu seperti tape recorder.

) , - # & . $/0 1 2 1 ''* ( 3 4 5 ! 6 # $. ''* *' * , - # & . $/0 1 2 1 ''* 7

(9)

7 B. Pengamatan (Observasi)

Dalam penelitian penulis juga menggunakan pengamatan untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam hal ini penulis terlibat langsung dalam subjek yang diteliti (observasi partisipan).8

2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dari berbagai buku dan dokumen lainnya, yang dipakai dalam membangun landasan teoritis yang akan menjadi tolak ukur untuk menganalisa hasil interpretasi data penelitian lapangan.9

H. Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Kabupaten Sumba Timur, khususnya daerah Rindi Umalulu, daerah Pau dan Kecamatan Kota Waingapu.

I. Garis Besar Penulisan

Bab I Pendahuluan

Pada bab pertama ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, metode penelitian, dan garis besar penulisan.

+

8 *

7

(10)

'

Bab II Studi Kepustakaan

Dalam bab ini penulis akan menguraikan teori-teori yang digunakan dalam penulisan tesis dan juga membahas secara dalam mengenai perubahan sosial. Bab III Pergeseran Gelar Kebangasawanan di Sumba Timur

Pada bab ini penulis akan menguraikan secara terperinci hasil-hasil penelitian berdasarkan konteks di mana penelitian ini dilaksanakan.

Bab IV Masyarakat Sumba Timur: Pergeseran Gelar Kebangsawanan dan Implikasinya Terhadap Perubahan Sosial

Dalam bab ini dipaparkan analisa yang berkesinambungan antara kerangka konseptual dengan hasil penelitian di lapangan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini penulis akan memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil-hasil penelitian yang diperoleh.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

[r]

pembuangan dan itu mengakibatkan dampak bagi lingkungan di sekitar tetapi sekarang banyak ditemukan cara atau solusi untuk menangani dampak-dampak yang dihasilkan oleh limbah,

19 SAKLAR STANDARD SAMPING Lepas/putus/rusak 21 SENSOR COOLANT / AIR RADIATOR Sensor lepas/rusak 22 SENSOR TEMP.UDARA MASUK (IATS) Sinyal dari IATS tidak normal 20/23 SENSOR

Berdasarkan dari hasil penelitian bulan Oktober 2019, maka disimpulkan efisiensi kerja alat optimum untuk alat gali muat adalah 73,0 %, alat angkut 68 % dan produktivitas

Kultur isolat khamir terpilih (2 hari) diinokulasikan pada medium basal Lodder dan Kreger-van Rij yang mengandung masing-masing gula uji yang berbeda (glukosa,

Secara umum dapat dinyatakan bahwa (1) pupuk kandang memiliki peranan penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai pada Ultisol, (2) amelioran zeolit, dolomit, kapur

1) Character, merupakan keadaan watak/sifat, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Ini dapat dilihat dengan meneliti riwayat hidup nasabah, reputasi