• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

5

LANDASAN TEORI

2.1 Studi Pengembangan Produk

2.1.1 Sekilas Pengembangan Produk

Pada jaman global ini, perlunya inovasi pada suatu perusahaan dalam

mempertahankan eksistensinya. Salah satunya dengan melakukan

pengembangan produk yang berorientasi pada kebutuhan pelanggan. Pendekatan dalam pengembangan produk pada akhir-akhir ini lebih memprioritaskan kebutuhan pelanggan serta kebutuhan jangka panjang.

Jeong, Kwak dan Lee (2012: 61-62) mengumpulkan berbagai referensi mengenai perbedaan orientasi pengembangan produk global dengan mengedepankan standarisasi pembuatan produk. Pengembangan produk global lebih mempertimbangkan kebutuhan pelanggan secara global, bersifat jangka panjang, serta adanya integrasi dan koordinasi pada aktivitas pemasaran. Standarisasi produk lebih mempertimbangkan efisiensi biaya, orientasi produksi, bersifat jangka pendek, serta pengurangan biaya pemasaran.

2.1.2 Tolak Ukur dalam Pengembangan Produk

Beberapa hal dapat dijadikan tolak ukur dalam pengembangan produk. Pengembangan produk menuntut kreatifitas dan inovasi yang memadukan kemampuan intelektual dan pengetahuan (Sakarya, 2011: 587). Dalam mengembangkan produk, perlunya kemampuan dalam menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah keengganan pelanggan untuk berpindah dari produk lama ke produk baru (Tariq, Ishrat, Khan, 2011: 165). Tidak semua pelanggan dapat menerima inovasi produk yang ada. Dari hal tersebut, perusahaan perlu mengembangkan produk yang bersifat adoptable (Tariq, Ishrat, Khan, 2011: 165).

2.2 Fuzzy Front End

2.2.1 Definisi Fuzzy Front End

Menurut Shil (2009: 78), fuzzy front end (FFE) adalah proses yang memperhatikan aspek inovasi pada pengembangan produk yang difokuskan pada pengurangan biaya, namun tetap mempertahankan kualitas produk. Inovasi pada pengembangan produk terletak pada tahap-tahap yang terdapat pada FFE (Cooper dan Kleinschmidt di dalam Kurkkio, 2011: 252). Tahap-tahap dalam FFE tersebut dapat dilihat dari penelitian-penelitian sebelumnya.

Penelitian terkait FFE sudah cukup banyak dilakukan (Bjork dan Magnusson (2009); Chang et al (2007); Seidel (2007) di dalam Kurkkio, 2011: 252; Khurana dan Rosenthal, 1997: 103; Mcguinnes dan Conway (1989) di dalam Kim dan Wilemon, 2002: 27). Pada penelitiannya, Khurana dan Rosenthal (1997: 103) menjelaskan beberapa hal yang menghambat pengembangan produk, diantaranya: kegagalan membuat strategi pembuatan produk yang terintegrasi, kebutuhan pelanggan kurang teridentifikasi dengan baik, sehingga fasilitas yang diberikan kepada mereka kurang, dan portofolio yang kurang terencana dengan baik. Oleh karena itu, penerapan FFE sangat disarankan untuk hal di atas.

(2)

2.2.2 Tahapan Fuzzy Front End

Pelaksanaan FFE melalui beberapa tahap. Banyak diagram yang dibuat untuk menggambarkan tahapan FFE sebagai awal dari proses pengembangan produk. Contohnya seperti: (1)Stage-gate Process yang dicanangkan oleh Cooper ((2008) dikutip dari Kurkkio, 2011: 255-257; Cooper, Edgett, dan Kleinschmidt, 2002: 21-27; 2002: 43-49), (2) Innovation Process (Shil, 2009: 82-84), dan (3) The Product Development Process (Khurana dan Rosenthal (1998) di dalam Cao, Zhao dan Nagahira, 2011: 99-100).

2.2.2.1 Stage-gate Process

Cooper (dikutip dari Kurkkio, 2011: 255-257) menjelaskan Stage-gate

Processdilengkapi dengan gerbang yang dapat memberikan panduan kepada

perusahan apakah proyek dilanjutkan atau dihentikan. Proses

pengembangan produk menurut model Cooper ini diawali dengan penemuan ide. Ide tidak harus bergantung pada sesuatu yang jelas atau eksplisit, namun dapat ditemukan dalam aktivitas sosial yang ada di masyarakat (Khurana dan Rosenthal di dalam Kurkkio, 2011: 254). Ide juga dapat diperoleh dari masukan dari pelanggan yang menggunakan produk sebelumnya.

Langkah selanjutnya adalah idea screening atau penyaringan ide. MenurutKhurana dan Rosenthal (dikutip di dalam Kurkkio, 2011: 256), salah satucara penyaringan ide adalahuji kelayakan. Selanjutnya uji kelayakan pengembangan produk akan dinilai.

Proses selanjutnya adalah scoping, yaitu penentuan fungsional dari pengembangan produk. Setelah itu, proses dilanjutkan pada membangun

business case, lalu proses pengembangan. Proses pengembangan berisi studi

mengenai pra-pengujian produk hingga produksi massal (Reichstein dan Salter (2006) di dalam Kurkkio, 2011: 256). Setelah itu, pengujian dan validasi pengembangan produk, dan melakukan peluncuran produk. Terakhir adalah melakukan review atas apa yang telah dilakukan (Cooper (2008) di dalam Millson, 2012: 5).

Sumber: Cooper (dikutip di dalam Kurkkio, 2011: 255) Gambar 2.1 Stage-gate Process

(3)

2.3 Analytical Hierarchy Process

2.3.1 Definisi Analytical Hierarchy Process

Analytical hierarchy process (AHP) adalah salah satu metode matematika

untuk menganalisa permasalahan dalam pengambilan keputusan yang kompleks dan memiliki berbagai macam kriteria (Helles, Andersen, Wichmann, 2001: 96). Cara kerja AHP adalah memilih prioritas alternatif dan kriteria dalam menentukan keputusan. Kriteria tersebut ditentukan oleh pihak pengambil keputusan dan dapat berbentuk bermacam macam hal, seperti jarak, jumlah, dan lainnya.

2.3.2 Tahap-tahap DalamAnalytical Hierarchy Process

Menurut Saaty (2008: 85), tahap-tahap dalam menentukan pilihan berdasarkan metode AHP sebagai berikut:

1. Tentukan permasalahan utama

2. Tentukan berbagai informasi terkait permasalahan utama

3. Buat hierarki yang berawal dari tujuan pemilihan alternatif, gambaran umum terkait alternatif, hingga elemen terbawah yang berupa masing-masing alternatif yang ada

4. Buat matriks berpasangan

5. Bandingkan hubungan antar alternatif di matriks berpasangan 6. Tentukan prioritas pada alternatif yang dibandingkan

2.3.3 Sifat Hubungan Dalam Analytical Hierarchy Process

Alternatif yang dibandingkan mempunyai sifat hubungan. Sifat hubungan tersebut dapat berupa equal, equal-moderate/weak, moderate,

moderate-strong/moderate plus, strong, strong-very strong/strong plus, very strong, very strong-extreme/very, verry strong, dan extreme (Saaty, 2008: 86). Berikut

penjelasan sifat hubungan antar alternatif (Saaty, 2008: 86): Tabel 2.1 Sifat Hubungan Antar Alternatif Tingkat

derajat Sifat Hubungan Keterangan

1 Equal Importance Masing-masing memiliki kontribusi yang seimbang

2 Weak

3 Moderate Pertimbangan yang sedikit menguntungkan salah satu alternatif

4 Moderate Plus

5 Strong Importance Pertimbangan yang secara kuat menguntungkan salah satu alternatif

6 Strong Plus

7 Very Strong Salah satu alternatif diuntungkan secara sangat kuat

8 Very, Very Strong

9 Extreme Importance Adanya untuk menguntungkan salah satu alternatif secara sangat

kuat Sumber: Saaty (2008: 86)

2.4 Quality Function Deployment

2.4.1 Sekilas Tentang Quality Function Deployment

Quality function deployment merupakan sebuah metode pengembangan

produk yang menggunakan untuk perencanaan struktur produk yang dijalankan oleh sebuah tim pengembang untuk menentukan spesifikasi kebutuhan konsumen (Cohen,1995: 11). Metode ini juga mengevaluasi produk secara

(4)

keseluruhan atau kemampuan pelayanan secara sistematis untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan yang ada (Cohen,1995: 11). Dalam proses pembuatan QFD perlu menggunakan satu atau lebih matriks yang biasa disebut dengan

house of quality (Cohen,1995: 11).

Sumber: Cohen (1995: 11)

Gambar 2.2 House of Quality 2.4.2 House of Quality

Pada matriks house of quality, terdapat kriteria ‘how’ dan ‘what’. ‘what’ adalah suatu permulaan atau daftar dari kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, baik internal atau eksternal terhadap produk/jasa (Hidayat, 2007: 209). ’how’ adalah persyaratan teknis yang muncul akibat kebutuhan pelanggan dan berfungsi untuk memuaskan fungsi dari ‘what’ (Hidayat, 2007: 210).

2.4.3 Skala Kepentingan

Menurut Hidayat (2007: 210), pada skala kepentingan, tingkat penting atau tidaknya suatu kebutuhan konsumen dimulai dari skala 1 yang merupakan skala kepentingan terendah, hingga skala 5 yang merupakan skala kepentingan tertinggi. Dari keterangan ini dapat dilihat bahwa skala 1 dapat dikategorikan sebagai “sangat tidak penting”, dan skala 5 adalah “sangat penting”.

2.4.4 Langkah-langkah Dasar Perancangan Quality Function Deployment

Langkah-langkah dasar dalam perancangan QFD, menurut Hidayat (2007: 214-216), diantaranya:

1. Identifikasi fungsi-fungsi ‘what’ dan ‘how’, serta dengan hubungan antar keduanya

2. Identifikasi jenis kebutuhan dan keinginan konsumen yang tidak terdapat pada jasa/produk yang sekarang

3. Definisikan produk/jasa terbaik yang menjadi bagian-bagian yang diinginkan oleh konsumen. Kemudian terjemahkan bagian-bagian tersebut ke dalam matriks untuk diletakkan pada hubungan what-how

4. Mengukur tingkat-tingkat kepentingan ‘how’berdasarkan fungsi-fungsi ‘what’

2.5 Sampel, Populasi, dan Variabel Penelitian 2.5.1 Definisi Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih untuk tujuan tertentu (Sekaran, 2003: 266). Penggunaan sampel dipilih untuk penghematan tenaga dan biaya penelitian (Sugiyono, 1999: 73). Beberapa alasan lain memilih sampel dalam penelitian adalah: (1) sumber daya terbatas; (2) desain sampel

(5)

yang baik akan menghasilkan keluaran yang tergeneralisir; (3) proses penelitian lebih cepat; dan (4) sebagian penelitian bersifat destruktif (Indriantoro dan Supomo, 1999: 116; Kuncoro, 2003: 104-105).

2.5.1.1 Desain dan TeknikSampling

Ada beberapa teknik sampling yang dilakukan untuk menyempurnakan hasil dari penelitian. Secara garis besar, desain pada teknik sampling dibagi menjadi dua: probability sampling dan non-probability sampling.

Probability sampling adalah model sampling dimana setiap elemen di dalam

sebuah populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sampel (Sekaran, 2003: 270). Non-probability sampling adalah desain sampling di mana probabilitas elemen di dalam sebuah populasi untuk menjadi sampel tidak diketahui (Kuncoro, 2003: 118).

Menurut beberapa sumber (Kuncoro, 2003: 118; Sekaran, 2003: 270-276), teknik sampling yang termasuk ke dalam probability sampling adalah:

1. Simple random sampling

2. Complex probability sampling

3. Systematic sampling

4. Stratified random sampling

5. Proportionate stratified random sampling

6. Disproportionate random sampling

7. Cluster sampling

8. Single-stage and multistage cluster sampling

9. Area sampling

10. Double sampling

Teknik sampling yang termasuk ke dalam non-probability sampling adalah (Sekaran, 2003: 276-278):

1. Convenience sampling

2. Purposive sampling

3. Judgement sampling

Teknik sampling ini menggunakan sampel tertentu. Sampel yang digunakan berupa subjek yang memenuhi kriteria dalam penelitian. 4. Quota sampling

2.5.1.2 Penentuan Jumlah Sampel

Jumlah sampel dapat ditentukan berdasarkan sifat populasi, yaitu finite atau infinite. Untuk sampel pada populasi yang bersifat finite, rumus untuk menentukan sampelnya, menurut Kothari

(2004: 179), adalah:

n = jumlah sampel

p = proporsi sampel; q = 1 – p

z = nilai standar berdasarkan taraf kepercayaan pada distribusi normal e = presisi

N= jumlah populasi

Untuk sampel pada populasi yang bersifat infinite,rumus untuk menentukan sampelnya, menurut Kothari (2004: 180), adalah:

(6)

2.5.1.3 Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Data dapat dikumpulkan melalui berbagai dua sumber, yaitu pengumpulan data primer dan sekunder (Indriantoro dan Supomo, 1999: 146-147). Data primer dapat diperoleh dari bertemu dengan individu, focus

groups dan panels (Sekaran, 2003: 219-221) Data sekunder dapat diperoleh

dari: buku, publikasi, jurnal pemerintah, media, laporan tahunan, dan lainnya (Sekaran, 2003: 222-223).

Dalam metode pengumpulan data, beberapa cara dapat dilakukan. Diantaranya adalah: (1) wawancara; (2) kuesioner; dan (3) observasi (Sekaran, 2003: 223). Salah satu cara untuk mengumpulkan data yang efisien adalah dengan metode kuesioner. Metode ini dilakukan dengan memperoleh jawaban dari subjek yang dijadikan sampel terkait pertanyaan atau pernyataan yang diberikan kepada subjek tersebut (Kothari, 2004: 100). 2.5.1.4 Skala Kuesioner

Di dalam kuesioner. Terdapat pertanyaan atau pernyataan yang membutuhkan jawaban atau penilaian subjektif dari responden. Menurut Kuncoro (2003: 157-158), skala dapat berupa:

1. Graphic rating scale

2. Itemized rating scale

3. Comparative rating scale

4. Likert scale

Skala Likert umum digunakan untuk kuesioner. Skala ini biasanya digunakan untuk mengetahui setuju atau tidak setuju responden dalam menjawab kuesioner. Skala ini terdapat tingkatan dalam bentuk ganjil, baik 5 tingkatan atau 7.

5. Semantic differential scale

2.5.1.4.5 Tingkatan Skala Likert

Terdapat berbagai tingkatan dalam skala Likert. Skala ini berbentuk ganjil, bisa berupa 5 atau 7 tingkatan (Wong dan Jeffrey, 2002: 7). Skala Likert dengan 5 tingkatan dapat berfungsi untuk jawaban untuk pertanyaan seputar peningkatan kepuasan pelanggan (Wei dan Ying, 2008: 12), kebutuhan kualitas berdasarkan perbandingan produk awal (Hui dan Cheng, 2011: 259), dan tingkat kualitas yang dirasakan pada produk awal (Bartneck, Kulic, & Croft, 2008: 77).

Tingkatan 7 pada skala Likert berfungsi pada hal-hal yang terkait dengan industri jasa (service industries) atau hal yang bersifatintangible. Pada hal intangible, skala Likert dapat menggunakan 7 tingkatan untuk mengetahui persepsi kepemimpinan (Luque, Washburn, Waldman, & House, 2008: 638). Skala Likert dengan 7 tingkatan digunakan untuk hal yang terkait dengan industri jasa dan dapat menggunakan instrumen SERVQUAL (Shahin, 2010: 2). Instrumen SERVQUAL merupakan sebuah instrumen yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan di industri jasa (Charantimath, 2011: 11).

2.5.1.5 Measurement Scale

Skala ini digunakan untuk menentukan hubungan antara tingkatan dalam pilihan jawaban pada kuesioner. Berikut di bawah ini merupakan

measurement scale yang umum digunakan (Kothari, 2004: 71-72):

(7)

Skala ini hanya sebagai simbol tanpa ada makna perbedaan tingkatan 2. Ordinal scale

Skala ini dapat membandingkan antara tingkatan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah

3. Ratio scale

4. Interval scale

5. Skala ini dapat membedakan antar tingkatan, namun tidak dapat dideskripsikan secara parsial

2.5.2 Definisi Populasi

Populasi merupakan keseluruhan orang atau kejadian yang mempunyai karakteristik serupa untuk dijadikan objek penelitian (Indriantoro dan Supomo, 1999: 115). Di dalam objek penelitian tersebut terdapat population frame, yaitu elemen-elemen yang terdapat di dalam sebuah kriteria populasi (Sekaran, 2003: 265). Populasi dapat bersifat finite, yaitu jumlah elemen diketahuidan infinite di mana jumlah elemennya tidak diketahui (Kothari, 2004: 153)

2.5.3 Variabel Penelitian 1. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang yang berpengaruh terhadap variabel dependen dan biasanya dimanipulasi untuk mengetahui tingkat pengaruh terhadap variabel lainnya (Nursalam, 2008: 97). Biasanya variabel ini diberi simbol Xn, di mana n merupakan variabel independen yang diuji.

2. Variabel Dependen

Variabel ini merupaka variabel yang ditentukan oleh variabel lain dan akan berubah nilainya akibat pengaruh variabel lain yang dimanipulasi (Nursalam, 2008: 98). Variabel ini biasanya diberi simbol Y.

2.6 Uji Instrumen dan Uji Hipotesis 2.6.1 Uji Validitas

Uji validitas merupakan skala pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang diukur sesuai dengan tujuan penelitian awal (Kuncoro, 2003: 151). Sebuah kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan atau pernyataan yang disebar ke responden dapat mewakilkan atas tujuan penelitian yang dilakukan. Jika tidak valid, maka instrumen kuesioner layak untuk digantikan dengan pertanyaan atau pernyataan lainnya yang sesuai.

Uji validitas dapat dilakukan dengan mengetahui tingkat korelasi antar dua variabel. Rumusnya dapat menggunakan Pearson product moment. Berikut di bawah ini merupakan rumus untuk mengetahui korelasi antar variabel (Kothari, 2004: 139):

r = korelasi Pearson product moment Xi= nilai X ke-i

Yi= nilai Y ke-i = nilai rata-rata X = nilai rata-rata Y

(8)

Jika nilai r pada korelasi Pearson product moment lebih besar dibandingkan nilai r pada tabel distribusi normal, maka instrumen dikatakan valid.

2.6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan alat pengukuran untuk mengetahui apakah dalam instrumen terdapat bias atau sudah konsisten dan layak dijadikan sebagai sebuah insturmen dalam penelitian (Sekaran, 2003: 203). Uji ini juga dapat diartikan sebagai tingkat konsistensi pertanyaan atau pernyataan suatu tes apabila diberikan dalam waktu yang berbeda (Nuswowati, Binadja, Soeprodjo, dan Ifada, 2010: 568). Uji ini dapat menggunakan perhitungan alpha cronbach. Berikut di bawah ini merupakan rumus koefisien alpha cronbach (Margono, 2012: 10):

α = koefisien alpha cronbach k = jumlah butir pada instrumen

= variansi pada skor butir instrumen

= variansi pada skor pada semua butir instrumen

Menurut Budiharto (2008: 77), jika koefisien alpha > 0,6, maka instrumen dianggap bagus. Pendapat lain menyatakan bahwa reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisien alpha > 0,7 (De Vaus (2004) di dalam Anggoro dan Widhiarso, 2010: 181).

2.6.3 Uji F

Uji F berguna untuk mengetahui hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan (Dewi, 2012: 12). Rumus untuk menghitung nilai F adalah (Hadi (2004) di dalam Dewi, 2012: 12):

Apabila nilai F hasil perhitungan lebih besar dibandingkan nilai F pada tabel, maka terdapat pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen secara signifikan dan bersamaan (Dewi, 2012: 12) atau hipotesis akhir diterima (Setyorini, Maghfiroh, dan Farida, 2012: 41).

2.6.4 Uji t

Uji t berguna untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (Dewi, 2012: 11). Berikut di bawah ini merupakan rumus untuk menghitung t (Dewi, 2012: 11):

r = koefisien korelasi n = nilai pada variabel ke-n

Jika nilai pada t yang dihitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t pada tabel, maka variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen secara parsial (Ghozali (2009) di dalam Dewi, 2012: 11). Dengan kata lain, hipotesis akhir (H1) diterima (Setyorini, Maghfiroh, dan Farida, 2012: 41).

(9)

2.7 Analisis Regresi Linier Berganda

2.7.1 Uji Kelayakan Analisis Regresi Linier Berganda 1. Uji Asumsi Klasik

• Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedakstisitas berfungsi untuk mengetahui apakah adanya hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan error (Nawari, 2010: 227).Jika titik-titik menyebar pada sumbu Y dan berada di atas dan di bawah angka 0, maka dapat disimpulkan variabel tidak mengalami permasalahan heteroskedastisitas (Ghozali (2006) di dalam Hutami, 2012: 112).

• Uji Multikolinearitas

Uji ini untuk menentukan apakah adanya korelasi antar variabel independen (Lin, Marchal, dan Wathen, 2008: 143-144). Rumus untuk uji multikolinearitas adalah (Lin, Marchal, dan Wathen, 2008: 144):

VIF : variance inflation factor : koefisien determinasi

Apabila suatu variabel bebas mempunyai nilai VIF > 10, maka adanya indikasi untuk segera mengeliminasi variabel bebas tersebut (Lin, Marchal, dan Wathen, 2008: 144).

• Uji Normalitas

Uji ini untuk mengetahui apakah distribusi pada variabel mengikuti distribusi normal atau tidak (Santoso, 2010: 43). Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (Santoso, 2010: 44). Jika pada signifikansi pada uji normalitas melebihi nilai signifikan 0,05, maka variabel dianggap mengikuti distribusi normal (Hutami, 2012: 115).

2. Koefisien Determinasi Berganda

Koefisien determinasi berganda merupakan koefisien keterikatan variabel dependen dengan variabel independen (Lin, Marchal, dan Wathen, 2008: 130). Berikut rumus untuk menentukan koefisien determinasi berganda (Lin, Marchal, dan Wathen, 2008: 130):

R2 = koefisien determinasi berganda SSR = regression sum of error SS = sum of error

2.8 Analisis Deskriptif

2.8.1 Sekilas Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode yang menjelaskan hasil suatu data secara transparan dan apa adanya (Irawan (2004) di dalam Baroroh, 2008: 1). Analisis ini berkaitan dengan jenis penelitian dan skala pengukuran yang

(10)

dipilih. Berikut penjelasan mengenai analisis deskriptif yang dipilih terkait jenis pengukurannya (Wibisono, 2002: 135):

1. Nominal: tabel frekuensi, proporsi, nilai yang paling sering muncul 2. Ordinal: urutan, nilai tengah

3. Interval: rata-rata aritmatik

4. Rasio: indeks, rata-rata harmonik, rata-rata geometrik 2.8.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden berguna untuk identitas dalam sebuah penelitian. Pada analisis lebih lanjut, karakteristik responden hanya dilihat dari data statistiknya saja, seperti rata-rata, modus, dan lainnya (Umar, 2000: 477). Data pada karakteristik responden dapat berupa domisili, jenis kelamin, usia, dan lainnya.

2.9 Kualitas Produk

2.9.1 Dimensi Kualitas Produk

Kualitas produk perlu untuk dipertahankan dan ditingkatkan. Hal ini untuk tetap menjaga persaingan pasar dengan kompetitor lainnya. Untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas produk tersebut, diperlukan adanya studi lebih lanjut mengenai kualitas produk awal. Salah satu metode untuk mengetahui kualitas suatu produk adalah dengan menijau suatu produk dengan menggunakan Garvin’s eight dimensions of product quality(Sower, 2011: 7). Dimensi-dimensi tersebut adalah (Charantimath, 2011: 11): (1)

performance; (2) features atau fitur produk; (3) reliability atau kehandalan

produk; (4) conformance atau kesesuaian kinerja produk dengan janji awal; (5)

durability atau daya tahan; (6) serviceability atau tingkat pelayanan; (7) aesthetics atau estetika; (8) perceived quality atau kualitas yang dirasakan.

2.10 Mekanika Teknik 2.10.1 Plastic Deformation

Menurut Krar (1999: 192), plastic deformation adalah perubahan bentuk permanen suatu benda akibat tekanan yang melewati batas elastisitas dari bahan benda tersebut. Batas elastisitas dari setiap bahan nilainnya berbeda-beda. Beberapa benda akan sangat sulit untuk terjadi plastic deformation. Hal ini disebabkan batas elastisitas dari bahan tersebut sangat tinggi. Jika dilihat dari sisi atom, pada saat terjadi plastic deformation, atom material tersebut terpecah dari atom yang mengikat disebelahnya dan membentuk ikatan baru dengan atom lain yang bergerak, sehingga jika tekanan dihilangkan dari benda tersebut, tidak akan mengubah bentuk benda tersebut kembali ke awal (Callister, 2000: 124). batas antara elastic deformation dan

plastic deformation dinamakan yield point (Krar, 1999 : 197).

2.10.2 Yield Strength

Yield strength merupakan daya kekuatan maksimal dari suatu bahan

untuk menahan tekanan sebelum terjadi plastic deformation pada bahan tersebut (Krar, 1999: 197). Satuan dari nilai yield strength adalah MPa atau Psi. Menurut Callister (2000: 125, 363), besarnya yield strength pada logam menjadi acuan untuk ketahanan bahan logam tersebut terjadi plastic

(11)

deformation. Nilai yield strength mulai dari yang paling rendah terdapat

pada low-strength aluminum yaitu 35 MPa hingga tertinggi, yaitu

high-strength steels yang memiliki yield high-strength 1400 MPa. Bahan stainless steel 304 memiliki nilai yield strength sebesar 205 MPa.

Sumber: ASM International (2002: 2)

Gambar 2.3Yield Strength 2.10.5 Torsi

Menurut Beaty dan Kirtley (1998: 147-148), terdapat tiga macam torsi, yaitu:

1. Locked rotor torque

Torsi minimum dimana motor akan menggerakkan semua posisi sudut dari rotor, dengan tegangan dan frekuensi yang telah ditentukan

2. Pull-in torque

Beban torsi maksimum dimana motor akan memutar dengan tegangan dan frekuensi yang telah ditentukan

3. Pull-out Torque

Torsi maksimum yang bisa dihasilkan oleh motor selama 1 menit Rumus untuk mendapatkan nilai torsi adalah (Watson, 2011 : 54):

Dengan menggunakan rumus tersebut, nilai torsi bisa didapatkan dengan satuan Nm atau Newton meter. Sedangkan untuk nilai power output dan

rotation per minute (RPM)diperoleh dari spesifikasi elektromotor yang

digunakan yaitu. Menurut Smith (2011: 31), tenaga 1 horse power (HP) sama dengan 746 Watt. Jika elektromotor yang digunakan memiliki tenaga 4 HP, maka tenaga yang dikeluarkan oleh elektromotor tersebut adalah 2984 Watt.

2.11 Aplikasi Ergonomi

(12)

Postur tubuh saat bekerja sebaiknya menghindari posisi awkward, seperti membungkuk dan membengkokkan tubuh (North Carolina Department of Labor, 2009: 16). Beban fisik dan keluhan fisik pada otot akan muncul apabila posisi tubuh dalam kondisi tidak alamiah saat bekerja (Siska dan Teza, 2012: 62). Postur tubuh yang ideal sebaiknya pada posisi netral dan

joints secara alamiah berada dalam satu garis, sehingga dapat mengurangi

beban kerja dan tingkat kelelahan saat bekerja (European Agency for Safety and Health at Work, 2008: 1).Dengan kata lain, hindari posisi membungkuk atau awkward dan biasakan posisi tubuh dalam kondisi alamiah berdiri.

Menurut Washington State Department of Labour and Industries (2011: 2,3, dan 6), untuk pekerjaan yang dilakukan selama lebih dari dua jam sehari, hindari membungkuk pada leher atau punggung lebih dari 30 derajat. Hal ini untuk menghindari terjadinya cedera pada bagian tubuh tersebut. Begitu pula menurut sumber yang sama, agar tidak membengkokkan pergelangan tangan lebih dari 30 derajat. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia, membungkukkan badan dan leher lebih dari 20 derajat dapat menimbulkan nyeri pada punggung dan nyeri pada sekitar leher (Agustina dan Maulana, 2012: 169). Jarak antara kaki dengan bidang kerja setidaknya 10 cm (Dul dan Weerdmeester, 2001: 22). Dul dan Weerdmeester (2001: 29) juga menyarankan untuk menghindari posisi lengan dan bahu di belakang badan.

2.11.2 Low Back Compression

Low back compression adalah tingkat kompresi yang dihasilkan pada

bagian tubuh belakang (punggung bawah). Tingkat kompresi ini mempengaruhi tubuh dan dapat mengakibatkan low back pain. Low back

pain merupakan gejala nyeri di bagian punggung bawah karena postur tubuh

yang tidak normal dalam jangka waktu yang cukup lama (Astuti, 2007: 29). Ada sebuah penelitian terkait beban kompresi maksimal pada salah satu bagian low back, yaitu pinggang (lumbar). Beban kompresi maksimal pada bagian tubuh tersebut adalah 6300 N (McGill, 2007: 125). Oleh karena itu, beban kompresi pada low back seharunya diminimalisir agar dapat menghindari terjadinya cedera pada bagian tubuh tersebut.

2.11.3 Rapid Entire Body Assessment (REBA)

Rapid entire body assessment (REBA) merupakan salah satu alat untuk

mengukur tingkat ergonomi pada tubuh bagian atas maupun bagian bawah (Motamedzade, Ashuri, Golmohammadi, dan Mahjub, 2011: 27). REBA juga dapat mengetahui tingkat resiko pada work-related musculoscetal

disorder (WMSDs) (Motamedzade, Ashuri, Golmohammadi, dan Mahjub,

2011: 27). 2.12 Safety

2.12.1 Indikator Keamanan Produk

Dalam mengembangkan atau mencipatkan suatu produk, seharusnya pengembang mempertimbangkan aspek keamanan (safety ) produk. Ada beberapa indikator yang diterapkan pada keamanan produk. Berikut indikator keamanan produk menurut www.gov.uk (2013):

1. Cukup kuat untuk mengangkut beban yang ada

(13)

3. Bahan yang digunakan pada produk aman untuk konsumen 4. Berbagai kemungkinan resiko yang berbahaya dapat ditangani

Gambar

Tabel 2.1 Sifat Hubungan Antar Alternatif  Tingkat
Gambar 2.2 House of Quality  2.4.2  House of Quality
Gambar 2.3Yield Strength   2.10.5  Torsi

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari meminta komitmen pe- serta untuk penanganan kasus dapat di- pahami bahwa guru bimbingan konseling sudah meminta komitmen kepada para pe- serta konferensi

Form pendeteksi foto lidah berfungsi untuk mendeteksi apakah penderita mengalami penyakit usus buntu atau tidak. Desain form pendeteksi foto lidah dapat di lihat pada Gambar

Selama proses pengambilan keputusan menggunakan cadar, banyak hal yang DN temui, baik dari pengalaman langsung yang DN rasakan ataupun pengaruh dari sekitar

Untuk proses jual beli berbentuk ‚goodies‛ dalam ‚event gathering fanbase boygroup Korea‛ di Surabaya, yaitu pihak event organizer (EO) atau fanbase sendiri

block grant ICT-KKG/ MGMP dalam rangka percepatan pemerataan mutu pendidikan untuk daerah tertinggal. pemanfaatan ICT ini dilakukan melalui pemberdayaan

Computer Based Information System (CBIS) atau Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan suatu sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dipergunakan

Perbedaan kefektifan beberapa jenis isolate FMA dalam meningkatkan penyerapan hara, antara lain dipengaruhi oleh kemampuannya meningkatkan penyebaran hifa yang sempurna dalam

Pendidik dalam pembelajar untuk orang dewasa yang berpengalaman, mereka akan, membangun ke dalam desain pengalaman belajar mereka penyediaan bagi peserta didik untuk merencanakan