• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT. Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT. Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu.

Dosen: Dr. Aip Badrujaman, S.Pd, M.Pd NIP. 19791129 200812 1 002 Penyusun : Apriana NIM. 9915819011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2019 M/ 1441 H

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk yang berakal manusia diliputi oleh hastrat keingintahuan, sebab itulah awal dari manusia mulai berfilsafat, dalam hal ini dikarenakan manusia memiliki rasa ingin tahu terhadap banyak hal yang ada disekitarnya. Jujun S. Suriasumantri (1993) mengatakan bahwa pengetahuan di mulai dengan rasa ingin tahu juga kepastian yang dimulai dengan rasa ragu-ragu, filsafat dimulai dari kedua hal tersebut yang mendorong manusia untuk mengetahui apa yang tidak diketahuinya dan mengetahui lebih dalam apa yang telah diketahuinya.1

Sepanjang sejarah kefilsafatan di kalangan filsuf terdapat tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, diantaranya: kekaguman atau keheranan, keraguan atau kegengsian, dan kesadaran akan keterbatasan. Rasa tersebut mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh, dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Inilah yang disebut berfilsafat.2

Bermacam-macam pengetahuan yang didapatkan dari proses belajar yang dilakukan manusia membuat ia mampu membuka rahasia alam yang ada di balik struktur yang tersembunyi. Dari situlah, manusia menyusun berbagai pengetahuan ke dalam suatu bentuk yang tersusun dari konsep-konsep, prinsip-prinsip, proposisi-proposisi, dan teori-teori yang berkaitan yang pada tahapan berikutnya disebut ilmu.3

Para filsuf memberi batasan filsafat yang berbeda pada umumnya, setiap filsuf memiliki rumusan atau batasan tersendiri tentang filsafat. Perbedaan itu nampak bervariasi, terkadang menyangkut masalah yang esensial, tetapi perbedaan tersebut tidaklah mendasar.4

1 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1993), hal 19.

2 Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hal 2. 3 Aceng Rachmat dkk, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), hal

102-103.

(3)

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai arah pemikiran filsafat. Penyusun mengangkat topik tersebut karena menyadari bahwa masih banyak dari para akademisi yang tidak menyadari secara penuh jika dalam dunia pendidikan juga berfilsafat, karena itu penting untuk diketahui bagaimana arah pemikiran para filsuf dalam menanggapi berbagai macam pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang ada, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Apa itu filsafat dan ilmu ?

2. Apa hubungan antara filsafat dengan ilmu ?

3. Bagaimana karakteristik dan arah pemikiran filsafat terhadap ilmu?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian filsafat dan ilmu.

2. Untuk mengetahui hubungan antara filsafat dengan ilmu.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat dan Ilmu

Antara filsafat dan ilmu sepintas memang terlihat sama, namun bila ditelusuri lebih jauh akan terlihat perbedaan yang nyata antara keduanya. Meskipun demikian, tentu ada sisi-sisi persamaan dan perbedaan-perbedaannya juga. Filsafat muncul sebagai salah satu ilmu pengetahuan tapi ia mempunyai struktur tersendiri dan tidak dapat begitu saja dianggap ilmu pengetahuan.5

Menurut pemikiran Will Duran, filsafat dapat diibaratkan seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafat dikonotasikan sebagai tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang bermanfaat.6

Filsafat juga marinir yang merupakan pionir, ia bukan pengetahuan yang bersifat memerinci. Semua ilmu baik ilmu pengetahuan alam maupun sosial bertolak dari pengembangannya yang bermula sebagai filsafat.7 Bahkan filsafat menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan manusia. Sesuai fungsinya sebagai pionir, ia mempermasalahkan hal-hal yang pokok: terjawab masalah yang satu, ia mulai merambah ke pertanyaan lain.

Kata “filsafat” berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu philosophia yang terdiri dari dua suku kata ‘philos’ yang berarti cinta, atau ‘philia’ yang berarti persahabatan, dan kata ‘sophos’ yang memiliki berbagai arti diantaranya inteligensi, kebijaksanaan, keterampilan, pengalaman, dan pengetahuan.

5 Gerard Beekman, Filosofie, Filosofen, Filosoferen, terjemahan R.A Rivai, Filsafat para

Filsuf Berfilsafat (Jakarta: Erlangga, 1984), hal. 76

6 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1993), hal 22.

7 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar

(5)

Disimpulkan bahwa filsafat diartikan secara singkat sebagai cinta akan kebijaksanaan.8

Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Ia juga berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Berfilsafat juga berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus-terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang telah para filsuf jangkau.9

Selain itu filsafat adalah pengetahuan yang non empirik yaitu tidak berdasarkan pemahaman inderawi karena itulah filsafat tidak bisa disebut sebagai ilmu. Istilah ilmu filsafat bukanlah hal yang tepat karena filsafat bukanlah ilmu yang bisa dibuktikan secara empirik dan disebut sebagai pengetahuan ilmiah.10

Dengan memperhatikan batasan-batasan yang tentunya masih banyak yang tidak disebutkan, dapat ditarik benang merahnya sebagai kesimpulan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya yang bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena.11

Sedangkan terkait ilmu adalah suatu hal yang lain dengan filsafat, ilmu memiliki sistem yang tegas, ilmu adalah pengetahuan yang sistematis. Pengetahuan ini dengan sadar menuntut kebenaran yang bermetode dan bersistem sehingga disebut definisi ilmu secara khusus.12

Dalam “Ensiklopedia Indonesia”, kita jumpai pengertian sebagai berikut: Ilmu pengetahuan adalah suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu berdasarkan suatu

8 Conny Semiawan, Setiawan, dan Yufiarti, Panorama Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar

Populer (Bandung: Teraju, 2005), hal 115.

9 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1993), hal 19-20.

10 Conny Semiawan, Setiawan, dan Yufiarti, Panorama Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar

Populer (Bandung: Teraju, 2005), hal 116-117.

11 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hal 4.

12 Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), hal

(6)

pengalaman lapangan hingga menjadi kesatuan. Menurut Harold H. Titus, ilmu diartikan sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode-metode observasi yang teliti dan kritis.13

Pertentangan antara ilmu dan filsafat pada umumnya menunjukkan pada kecondongan atau titik penekanan dan bukan pada penekanan yang mutlak. Ilmu-ilmu menyelidiki bidang-bidang yang terbatas, filsafat mencoba melayani seluruh manusia. Oleh karena itu, filsafat lebih bersifat inklusif, tidak eksklusif. Filsafat bisa masuk dalam kumpulan pengetahuan yang bersifat umum untuk segala bidang dan untuk pengalaman manusia pada umumnya.14

B. Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu

Ketidakpuasan karena tidak memadainya suatu pengetahuan untuk menjawab suatu masalah, atau tidak tuntasnya penjelasan yang diberikan oleh suatu pengetahuan, atau sudah bosannya manusia dengan pengetahuan, penjelasan, dan kemampuan yang mereka miliki sudah menghantui mereka sejak dulu, pertama kali manusia mulai berpikir atau bernalar.

Para ilmuwan berusaha melihat realita hubungan antara filsafat dan ilmu. Berdasarkan suatu asumsi bahwa keduanya merupakan kegiatan manusia dalam prosesnya maupun hasilnya. Filsafat dan ilmu memiliki hubungan saling melengkapi satu sama lainnya, perbedaan antara kedua kegiatan manusia itu bukan untuk dipertentangkan melainkan untuk mengisi dan melengkapi karena pada hakikatnya perbedaan itu terjadi disebabkan cara pendekatan yang berbeda.15

Henderson memberikan gambaran hubungan (dalam hal ini perbedaan) antara filsafat dan ilmu sebagai berikut:16

No Ilmu Filsafat

1. Anak Filsafat Induk Ilmu

13 Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hal 8-9. 14 Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), hal

14.

15 Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hal 74. 16 Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hal 74-75.

(7)

2. Analitis; memeriksa semua gejala melalui unsur terkecilnya untuk memperoleh gambaran senyatanya menurut bagiannya.

Sinoptis; memandang dunia dan alam semesta sebagai keseluruhan untuk dapat menerangkannya, menafsirkannya, dan memahaminya secara keseluruhan.

3. Menekankan fakta-fakta untuk melukiskan obyeknya; netral dan mengabstrakkan faktor keinginan dan penilaian manusia.

Bukan saja menekankan keadaan sebenarnya dari obyek, melainkan juga bagaimana seharusnya obyek itu. Manusia dan nilai merupakan faktor penting.

4. Memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi.

Memeriksa dan meragukan segala asumsi-asumsi.

5. Menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai cara kerja dan sifat terpenting; menguji sesuatu dengan menggunakan penginderaan.

Menggunakan semua penemuan ilmu pengetahuan; menguji sesuatu berdasarkan pengalaman dengan memakai pikiran.

Ilmu dan filsafat kedua-duanya memberikan penjelasan-penjelasan dan arti-arti dari objeknya masing-masing.

Namun di samping beberapa perbedaan di atas, Ada beberapa hal di mana filsafat dan ilmu pengetahuan dapat saling bertemu. Filsafat dan ilmu telah mengembangkan kerjasama yang baik dengan ilmu pengetahuan. Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan yang deskriptif dan faktual sangat penting untuk membangun filsafat. Filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dari berbagai ilmu kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu.17

Beberapa titik pertemuan antara filsafat dan ilmu, yaitu:

17 Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), hal

(8)

1. Banyak ahli filsafat yang termasyhur telah memberikan sumbangannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya Leibniz menemukan “Diferensial Kalkulus”, White Head dan Bertrand Russel dengan teori matematikanya yang terkenal.

2. Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menggunakan metode-metode

reflective thinking di dalam menghadapi fakta-fakta dunia dan hidup ini.

3. Filsafat dan ilmu keduanya menunjukkan sikap kritis dan terbuka, memberikan perhatian yang tidak berat sebelah terhadap kebenaran. 4. Keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan tersusun

secara sistematis.

5. Ilmu memberi filsafat sejumlah bahan-bahan deskriptif dan faktual serta esensial bagi pemikiran filsafat.

6. Ilmu mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan yang ilmiah.

7. Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong yang menjadikan bermacam-macam ilmu yang berbeda, dan menyusun bahan-bahan tersebut ke dalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia yang lebih menyeluruh dan terpadu.18

C. Karakteristik dan Arah Pemikiran Filsafat

Pemikiran kefilsafatan menurut Jujun S. Suriasumantri memiliki 3 karakteristik yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif yang dijabarkan sebagai berikut:

Karakteristik berpikir Filsafat19

1. Sifatnya yang Menyeluruh

Seorang ilmuwan seringkali tidak puas mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan

18 Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hal 77-78. 19 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar

(9)

moral, kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.

Menyeluruh dalam hal ini diartikan dengan pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari sudut pandang tertentu. Pemikiran filsafat seringkali disangkut-pautkan hubungannya dengan ilmu-ilmu yang lain, misalnya hubungan dengan moral, seni, dan tujuan hidup.20

2. Sifat Mendasar

Simpul Socrates, seorang filsuf dengan kerendahatiannya “saya tak tahu apa-apa!”. Seseorang yang berpikir filsafati selain tengadah ke bintang-bintang, juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? apakah kriteria sendiri itu benar? lalu benar sendiri itu apa? seperti sebuah lingkaran maka pertanyaan itu melingkar.

Artinya pemikiran yang amat dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi tidak hanya berhenti pada kulitnya saja tetapi sampai tembus kedalamannya.21

3. Sifat Spekulatif

Sebagian dari manusia seringkali mengernyitkan kening dan timbul kecurigaan terhadap filsafat, bukankah spekulasi ini suatu dasar yang tidak bisa diadakan? Seorang filsuf akan menjawab “memang, namun hal ini tidak bisa dihindarkan. Yang terpenting adalah bahwa dalam prosesnya, baik dalam analisis maupun pembuktiannya, seorang filsuf bisa memisahkan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak. Spekulatif yang dimaksud adalah hasil pemikiran yang dapat dijadikan dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru.22 Dengan kata

20 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hal 13. 21 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hal 13. 22 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hal 13.

(10)

lain, hasil pemikiran yang diperoleh atau hasil pemikirannya dimaksudkan sebagai medan garapan (obyek) yang baru pula.23

Menurut Wittgenstein, tugas utama filsafat utama filsafat bukanlah menghasilkan sesusun pernyataan filsafati melainkan menyatakan sebuah pernyataan sejelas mungkin.24 Spesifiknya adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan, hingga menjawab pertanyaan, apakah yang disebut logis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut shahih? Apakah alam ini teratur atau kacau? Apakah hidup ini ada tujuannya atau absurd? Adakah hukum yang mengatur alam dan segenap sarwa kehidupan? Dan kemudian manusia akan sadar bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai dengan spekulasi.

Adapun pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat ini kemudian bertambah lagi yakni, pertama, teori tentang ada, tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika, dan kedua, politik; yakni kajian mengenai organisasi sosial atau pemerintahan yang ideal.25

Arah-arah filsafat ilmu sangat berkaitan erat bahkan dapat dikatakan terpusat pada konsep tentang manusia oleh karena itu arah filsafat ilmu secara potensial turut mendorong berkembangnya pemikiran tentang hakikat manusia sehingga menghasilkan perbaikan-perbaikan validitas dan signifikansi konsep filsafat ilmu.26

23 Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hal 7. 24 Ludwig von wittgensteim, Tractatus Logico Philosophicus dikutip Jujun S Suriasumantri,

Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hal 30.

25 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1993), hal 32.

26 Sri Eni Wahyuni, Filsafat dan Ilmu (Makalah Universitas Muhammadiyah Ponorogo,

(11)

BAB III PENUTUP

Dari hasil pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan arah pemikiran filsafat sangat bergantung pada konsep pemikiran manusia. Filsafat juga mengingatkan agar teori-teori pengetahuan mengandung arti untuk turut berkembangnya filsafat tentang manusia. Oleh karena itu, antara filsafat dan ilmu, keduanya saling melengkapi dalam upaya memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, bersikap kritis, berpikiran terbuka, dan konsen terhadap kebenaran. Dalam hal ini, menjawab arah pemikiran filsafat adalah yang berperan memelihara dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Praja, Juhaya S. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenadamedia Group, 2003.

Rahmad dkk, Aceng. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Prenadamedia Group, 2011. Salam, Burhanuddin. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008.

Semiawan dkk, Conny. Panorama Filsafat Ilmu. Jakarta: Teraju, 2005. Sudarsono. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008. Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005.

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Woodhouse, Mark B. Berfilsafat sebuah Langkah Awal. Yogyakarta: Kanisius, 2000.

ARTIKEL

Wahyuni, Sri Eni. Filsafat dan Ilmu. Makalah Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 2018. diakses pada tanggal 15 September 2019 pukul 09.15 WIB dari academia.edu.

Latif , Mukhtar, Orientasi ke Arah Pemikiran Filsafat diakses pada tanggal 13 September 2019 pukul 14.05 WIB dari http//scholar.google.co.id.

Saputra, Adi Bayu. Hakikat Arah Pemikiran Filsafat dalam Hubungannya dengan

Ilmu. 2018. diakses pada tanggal 15 September 2019 pukul 13.00 WIB dari

Referensi

Dokumen terkait

Tuntutan tugas Intelijen sesuai kebutuhan kegiatan operasi Penggalangan mempunyai aspek taktis dan strategis dimana akal pikiran lawan atau bakal lawan merupakan sasaran utama

19,20 Pada saat yang sama, paparan anak terhadap infeksi semakin berkurang selama beberapa dekade terakhir, baik di negara maju maupun negara berkembang, sebagai dampak

Sementara itu Kusmintarjo dan Burhanudin (1997) menyatakan bahwa dasarnya Kepala Sekolah melakukan tiga fungsi sebagai berikut yaitu: membantu para guru memahami, memilih,

Bayi yang di beri susu formula mengalami lebih banyak diare dari pada bayi yang yang di beri ASI sehingga kemungkinan diare yang terjadi pada bayi yang di sebabkan karena

Proses perhitungan dengan cara mengalikan hasil normalisasi dari setiap alternatif dengan bobot yang sudah ditentukan dan mengurutkan alternatif yang memiliki nilai tertinggi

Karena faktor B (Faktor tekanan saat dilakukan pengepressan) memiliki pengaruh dan kontribusi yang lebih kecil dibandingkan dengan 3 faktor yang lain terhadap

SAIFI merupakan suatu indeks yang menyatakan banyaknya gangguan (pemadaman) yang terjadi dalam selang waktu tertentu (satu tahun) pada pelanggan dalam suatu

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Seng dan Su (2010) yang memiliki hasil negatif dan tidak signifikan terhadap variabel arus kas operasi pada kebijakan