• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN DI KOTA MAKASSAR The Effectiveness of Enclosed Public Space in Rental Apartments

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN DI KOTA MAKASSAR The Effectiveness of Enclosed Public Space in Rental Apartments"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN DI KOTA MAKASSAR The Effectiveness of Enclosed Public Space in Rental Apartments

Citra Amalia Amal, Victor Sampebulu dan Shirly Wunas ABSTRAK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektifitas ruang publik dalam rumah susun di Rusunawa Unhas adalah tidak efektif, di Rusunawa Daya adalah cukup efektif, dan di Rusunawa Mariso adalah cukup efektif. Tingkat efektifitas ruang publik ini turut dipengaruhi oleh latar belakang karakteristik profesi penghuni, keikutsertaan anggota keluarga untuk tinggal di rumah susun, dan penataan ruang publik dalam rumah susun. Sedangkan persepsi penghuni terhadap ruang publik dalam rumah susun di Rusunawa Unhas adalah sangat baik, di Rusunawa Daya adalah baik, dan di Rusunawa Mariso adalah cukup baik. Secara umum, persepsi penghuni terhadap ruang publik tidak dipengaruhi oleh latar belakang profesi penghuni.

Kata Kunci : ruang publik dalam rumah susun, efektifitas, persepsi penghuni. ABSTRACK

It is found that the effectiveness level of the enclosed public space in the research locations can be categorized as not effective (for Unhas Rental Apartment), and fairly effective (for Daya and Mariso Rental Apartment). The level of effectiveness is influenced by: (1) the job characteristics of the occupants; (2) the occupant’s family members who also live in the rental apartments; and (3) the design of the enclosed public space. The occupants of Unhas Rental Apartment have very good perception about the enclosed public space, while those in Daya Rental Apartment have good perception. The perception of Mariso Rental Apartment occupants is good enough. In general, occupant’s perception is not influenced by the characteristics of their jobs.

Keywords : enclosed public space, effectiveness, occupant’s perception

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Pembangunan rumah susun sebagai solusi pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat tidak lepas dari berbagai permasalahan, baik teknis maupun sosial.

Rumah susun sebagai bentukan baru dari tempat tinggal harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna untuk bersosialisasi. Karena kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan dasar (naluri) manusia itu sendiri.

Merujuk pada UU No. 16 Tahun 1985, perancangan rumah susun dilengkapi dengan ruang komunal atau ruang bersama. Ruang bersama ini berperan sebagai ruang publik bagi penghuni rumah susun yang memiliki fungsi sebagai wadah interaksi sosial. Pada kenyataannya penghuni rumah susun tidak hanya berinteraksi di ruang bersama tersebut, mereka juga berinteraksi di area koridor, serta tangga dan bordes yang peruntukannya sebagai daerah sirkulasi.

Pada beberapa kasus ditemukan ruang bersama yang tidak berfungsi secara optimal, utamanya ruang bersama jenis aula, tangga dan bordes, dan koridor dalam bangunan. Sebagai contoh untuk ruang bersama jenis aula, Hariyono (2007:193) menyebutkan bahwa aula yang dirancang tidak mudah terjangkau tempatnya sehingga mengurangi minat penghuni untuk melakukan interaksi sosial. Ketidaksesuaian ini mengakibatkan terbentuknya simpul-simpul ruang interaksi sosial baru yang dibentuk sendiri oleh penghuni yang terkadang tidak memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan. Contohnya pembentukan ruang interaksi sosial pada ruang bersama jenis tangga dan bordes. Selain mengganggu sirkulasi, juga berbahaya terhadap

(2)

keselamatan penghuni sendiri, utamanya bagi mereka yang membawa anak kecil. Kemudian, contoh untuk ruang bersama jenis koridor dapat ditemui pada kasus meninggalnya seorang anak berusia empat tahun di Rusun Petamburan Jakarta Pusat pada Januari 2010 lalu. Anak tersebut terjatuh dari koridor lantai empat ketika sedang bermain. Walaupun pihak kepolisian menyatakan bahwa peristiwa tersebut murni kecelakaan, dan tingkat keamanan rumah susun sudah memenuhi standar, peristiwa ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian dalam perancangan rumah susun, utamanya di ruang publik dalam rumah susun.

2. Rumusan Masalah

1. Sejauhmana tingkat efektifitas penggunaan ruang publik dalam rumah susun oleh penghuni rumah susun di Kota Makassar.

2. Bagaimana persepsi penghuni terhadap keberadaan ruang publik dalam rumah susun di Kota Makassar.

RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN 1. Pengertian Ruang Publik

Menurut Darmawan (2003:1) ruang

publik memiliki fungsi ruang interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat, dan tempat apresiasi budaya.

Menurut Carr (1992) ruang publik dapat diartikan sebagai ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktifitas fungsional dan ritual dalam ikatan komunitas, baik dalam kehidupan rutin sehari–hari, maupun dalam suatu perayaan.

Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang publik merupakan wadah interaksi sosial masyarakat, ruang tempat semua lapisan masyarakat bertemu dan berinteraksi. Ruang publik adalah ruang terbuka yang mampu menampung kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama. Kedua pengertian di atas merupakan pengertian ruang publik secara umum pada sebuah kota dan mengacu pada ruang terbuka.

2. Jenis Ruang Publik

Meskipun sebagian ahli mengatakan bahwa umumnya ruang publik adalah ruang terbuka, Hakim (1987) dalam Studyanto (2009) menjelaskan bahwa ruang publik terbagi menjadi dua jenis :

a. Ruang publik tertutup, yaitu ruang publik yang terdapat di dalam suatu bangunan.

b. Ruang publik terbuka, yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka

(open space).

Dalam konteks penelitian ini, ruang publik yang dimaksud mengacu pada ruang publik tertutup atau ruang publik yang terdapat dalam bangunan rumah susun. Sehingga, pengertian ruang publik adalah wadah interaksi sosial masyarakat penghuni rumah susun, tempat penghuni rumah susun bertemu, berinteraksi, dan melakukan aktifitas bersama. Dapat pula menjadi tempat melakukan hajatan bagi penghuni rumah susun.

3. Jenis Kegiatan Pada Ruang Publik

Dari pembahasan di atas mengenai pengertian ruang publik, diketahui bahwa fungsi ruang publik adalah sebagai wadah interaksi sosial, yang menampung kebutuhan akan tempat untuk bertemu, berinteraksi, melakukan aktifitas bersama, dan melaksanakan hajatan. Kemudian dari fungsi ruang publik tersebut, dirumuskan tiga kelompok jenis kegiatan yang dapat diwadahi oleh ruang publik dalam rumah susun, sebagai berikut :

a. Berkumpul dan berinteraksi

Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya bertegur sapa, berkumpul (berdiri maupun duduk), berbincang/ngobrol, dan lain-lain.

(3)

b. Bermain dan berolahraga

Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya bermain kartu, berbagai permainan anak-

anak, catur, senam, dan lain-lain. c. Melaksanakan acara/hajatan

Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya arisan, ulang tahun, pernikahan, rapat penghuni, dan lain-lain.

EFEKTIFITAS RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN

Dalam konteks penelitian ini, akan diukur efektifitas dari ruang publik yang ada di dalam rumah susun. Adapun sasaran atau target yang ingin dicapai oleh ruang publik dalam rumah susun yaitu sebagai wadah interaksi sosial masyarakat penghuni rumah susun, tempat penghuni rumah susun bertemu, berinteraksi, dan melakukan aktifitas bersama, serta dapat pula menjadi tempat melakukan hajatan bagi penghuni rumah susun. Dimana semakin ruang publik dalam rumah susun tersebut dapat memenuhi atau mendekati sasaran di atas, berarti semakin tinggi pula efektifitas ruang publik tersebut.

Sedangkan untuk mengukur seberapa jauh ruang publik dalam rumah susun tersebut mendekati sasaran yang telah ditetapkan, akan berdasar pada kuantitas, kualitas, dan waktu penggunaan. Kuantitas penggunaan menyangkut jumlah pengguna yang menggunakan ruang publik dalam rumah susun. Kualitas penggunaan menyangkut mutu interaksi sosial atau aktifitas bersama yang dilakukan di ruang publik dalam rumah susun melingkupi tiga jenis kelompok kegiatan. Waktu penggunaan menyangkut durasi yang digunakan dalam berinteraksi atau melakukan aktifitas bersama di ruang publik dalam rumah susun.

PERSEPSI PENGHUNI TERHADAP RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN

Berdasarkan tujuan dan konteks penelitian, penggalian persepsi ini ditujukan untuk menggali informasi mengenai persepsi (cara pandang) individu penghuni terhadap ruang publik yang ada di dalam rumah susun, yang secara tidak langsung akan memberikan suatu pandangan mengenai harapan penghuni terhadap ruang publik dalam rumah susun. Untuk menggali persepsi penghuni terhadap ruang publik ini, ditentukan lima indikator yaitu :

a. Luas

Menyangkut persepsi penghuni terhadap luas ruang publik yang ada, apabila luas tersebut telah memadai bagi penghuni untuk berkumpul dan berinteraksi, bermain dan berolahraga, atau untuk melaksanakan acara/hajatan.

b. Letak

Menyangkut persepsi penghuni terhadap letak ruang publik, apabila letak ruang publik tersebut mudah dijangkau (strategis).

c. Sirkulasi udara

Menyangkut persepsi penghuni terhadap baik buruknya sirkulasi udara di ruang publik.

d. Arah pandang (view)

Menyangkut persepsi penghuni terhadap baik buruknya arah pandang dari dan ke ruang publik.

e. Ketersediaan peralatan penunjang

Menyangkut persepsi penghuni terhadap ketersediaan peralatan penunjang baik untuk berkumpul dan berinteraksi, bermain dan berolahraga, atau untuk melaksanakan acara/hajatan.

(4)

METODOLOGI

1. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan angket (daftar pertanyaan).

Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif yang berfungsi dalam penyajian data yang sifatnya penggambaran data melalui distribusi frekuensi.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan prioritas pembangunan rumah susun. Adapun lokasi penelitian dititikberatkan pada tiga rumah susun yang tersebar di Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Biringkanaya, dan Kecamatan Mariso. Pemilihan ketiga rumah susun tersebut didasarkan atas karakteristik yang dimilikinya, sebagai berikut :

1. Rusunawa Unhas di Kecamatan Tamalanrea, dengan profesi rata-rata penghuni rumah susun

sebagai mahasiswa S1, S2, dan S3 Unhas, dan telah dihuni selama enam tahun. 2.

Gambar 1. Rusunawa Unhas

3. Rusunawa Daya di Kecamatan Biringkanaya, dengan profesi rata-rata penghuni rumah susun bekerja sebagai pegawai industri di KIMA, dan telah dihuni selama lima tahun.

Gambar 2. Rusunawa Daya

4. Rusunawa Mariso di Kecamatan Mariso, dengan profesi rata-rata penghuni rumah susun

sebagai pekerja di sektor informal yang tergolong MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), dan telah dihuni selama dua tahun.

(5)

Gambar 3. Rusunawa Mariso ANALISIS

Tingkat efektifitas ruang publik dalam rumah susun dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu : a) Latar belakang karakteristik profesi penghuni.

Penghuni dengan latar belakang profesi sebagai pegawai industri di KIMA, maupun sebagai pekerja di sektor informal masih sangat membutuhkan ruang-ruang interaksi sosial antar penghuni. Berbeda dengan penghuni dengan latar belakang profesi sebagai mahasiswa, yang cenderung lebih mandiri/individual.

b) Keikutsertaan anggota keluarga untuk tinggal di rumah susun.

Penghuni dengan latar belakang profesi sebagai pegawai industri di KIMA, maupun sebagai pekerja di sektor informal membawa serta anggota keluarga untuk tinggal di rumah susun (RT/unit hunian), sehingga pengguna ruang publik lebih beragam. Berbeda dengan penghuni dengan latar belakang profesi sebagai mahasiswa, yang tidak mengikutsertakan anggota keluarga untuk tinggal di rumah susun (rumah susun sebagai rumah kedua).

c) Penataan dari masing-masing jenis ruang publik.

Penataan yang berbeda dari masing-masing jenis ruang publik di tiga lokasi rumah susun memiliki tingkat keefektifitasan yang berbeda pula. Dimana penataan ruang publik yang satu mengungguli penataan lainnya.

KONSEP PENATAAN RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN

Berikut adalah konsep penataan ruang publik dalam rumah susun menurut latar belakang karakteristik profesi penghuninya :

1. Penataan ruang publik dalam rumah susun bagi mahasiswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ruang publik dalam rumah susun bagi mahasiswa adalah yang paling rendah tingkat keefektifitasannya (yaitu tidak efektif). Hal tersebut disebabkan pola hidup individual/mandiri penghuninya serta rendahnya keikutsertaan anggota keluarga untuk tinggal di rumah susun. Di lain pihak, perlu diingat bahwa ikatan komunal antar sesama penghuni rumah susun sangat penting untuk dipertahankan. Sehingga, penataan ruang publik dalam rumah susun bagi mahasiswa harus dapat mendorong penghuninya untuk melakukan aktifitas bersama (tidak individual).

Dengan pertimbangan di atas, konsep penataan ruang publik dalam rumah susun bagi mahasiswa adalah sebagai berikut :

a. Aula

Aula di rumah susun bagi mahasiswa, utamanya harus dapat menampung kegiatan belajar bersama.

1) Luas : dapat menampung 75% penghuni dari total jumlah unit hunian per lantai, dengan penataan layout perabot yang dilengkapi kursi dan meja belajar.

(6)

2) Letak : terdiri atas aula-aula kecil yang terletak di setiap lantai unit hunian. 3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan

sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : memiliki arah pandang utamanya ke unit hunian.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tersedia kursi dan meja untuk belajar, dapat pula televisi sebagai hiburan pendukung.

b. Tangga dan bordes

Penggunaan tangga dan bordes di rumah susun bagi mahasiswa sebagai area interaksi tidak terlalu signifikan, karena fungsi utamanya sebagai daerah sirkulasi. Tetapi area ini dapat digunakan sebagai area interaksi bagi penghuni dari lantai berbeda, sekedar bertegur sapa atau mengobrol dalam durasi waktu yang rendah.

1) Luas : disesuaikan dengan standar perancangan rumah susun yang berlaku.

2) Letak : di tengah bangunan.

3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : memiliki arah pandang ke segala arah.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tidak diperlukan. c. Koridor

Koridor di rumah susun bagi mahasiswa, sangat potensial sebagai area interaksi karena letaknya sangat mudah dijangkau dari unit hunian. Sehingga dapat menciptakan rasa kebersamaan dan saling menjaga utamanya antar penghuni dalam satu lantai.

1) Luas : koridor dengan satu sayap (single loaded corridor) yang

ukurannya disesuaikan dengan standar perancangan rumah susun yang berlaku.

2) Letak : berbatasan langsung dengan unit hunian.

3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : ke arah unit hunian lainnya. Jadi, antara koridor dengan satu sayap yang bergandengan dengan unit hunian yang satu, dipisahkan oleh void terhadap koridor dengan satu sayap yang bergandengan dengan unit hunian yang lainnya. Sehingga, antara unit hunian lainnya secara tidak langsung dapat saling berhadapan, dan menciptakan rasa aman dan keakraban antar penghuni.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tersedia kursi, meja, atau bangku. Dengan tetap

memperhitungkan faktor keamanan dan keselamatan yaitu meletakkannya bersandar pada dinding unit hunian, bukan pada dinding pembatas antara koridor dan void.

2. Penataan ruang publik dalam rumah susun bagi pegawai industri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektifitas ruang publik dalam rumah susun bagi pegawai industri adalah cukup efektif. Hal tersebut disebabkan karena keikutsertaan anggota keluarga untuk tinggal di rumah susun (RT/unit hunian). Sehingga, ruang publik dalam rumah susun memang dibutuhkan oleh anggota keluarga yang tidak pergi bekerja untuk beraktifitas.

Dengan pertimbangan di atas, konsep penataan ruang publik dalam rumah susun bagi pegawai industri adalah sebagai berikut :

a. Aula

Penghuni lebih membutuhkan aula-aula berukuran kecil (semacam ruang duduk bersama) untuk berinteraksi, dan terletak di setiap lantai sehingga mudah dijangkau dari unit hunian.

1) Luas : dapat menampung 75% penghuni dari total jumlah unit hunian per lantai (dengan asumsi

pengguna sebanyak dua orang/unit hunian yaitu ibu dan anak), dengan penataan layout perabot yang dilengkapi kursi atau bangku, dan sisanya tidak berperabot agar anak dapat bermain dengan leluasa.

2) Letak : di setiap lantai unit hunian, dan diletakkan di tengah agar mudah dijangkau dari

masing-masing unit hunian

3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

(7)

4) Arah pandang : memiliki arah pandang utamanya ke unit hunian agar memudahkan pengawasan oleh penghuni terhadap unit hunian mereka.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tersedia kursi atau bangku.

b. Tangga dan bordes

Tangga dan bordes sangat potensial sebagai area berinteraksi penghuni dari lantai yang berbeda, utamanya pada area bordes. Dengan memperluas area bordes, penghuni mendapatkan area interaksi tambahan baik untuk berkumpul maupun bermain bagi anak.

1) Luas : disesuaikan dengan standar perancangan rumah susun yang berlaku, akan tetapi pada area bordes dibuat lebih luas dengan menambahkan panjangnya sekitar 2 m, atau disesuaikan dengan modul.

2) Letak : di tengah bangunan.

3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : memiliki arah pandang ke segala arah.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tidak diperlukan. c. Koridor

Area koridor merupakan area yang paling sering digunakan penghuni untuk berinteraksi karena letaknya yang sangat dekat dari unit hunian.

1) Luas : koridor dengan satu sayap (single loaded corridor) yang ukurannya disesuaikan dengan

standar perancangan rumah susun yang berlaku.

2) Letak : berbatasan langsung dengan unit hunian.

3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : ke arah unit hunian lainnya. Jadi, antara koridor dengan satu sayap yang bergandengan dengan unit hunian yang satu, dipisahkan oleh void terhadap koridor dengan satu sayap yang bergandengan dengan unit hunian yang lainnya. Sehingga, antara unit hunian lainnya secara tidak langsung dapat saling berhadapan, dan

menciptakan rasa aman dan keakraban antar penghuni.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tersedia kursi, meja, atau bangku. Dengan tetap

memperhitungkan faktor keamanan dan keselamatan yaitu meletakkannya bersandar pada dinding unit hunian, bukan pada dinding pembatas antara koridor dan void.

3. Penataan ruang publik dalam rumah susun bagi pekerja sektor informal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektifitas ruang publik dalam rumah susun bagi pekerja sektor informal adalah cukup efektif. Hal tersebut disebabkan karena mereka menganut pola hidup komunal yang berlandaskan atas kebersamaan, serta keikutsertaan anggota keluarga untuk tinggal di rumah susun (RT/unit hunian). Sehingga, ruang publik dalam rumah susun memang sangat dibutuhkan oleh penghuni dengan latar belakang profesi sebagai pekerja informal yang tergolong MBR.

Dengan pertimbangan di atas, konsep penataan ruang publik dalam rumah susun bagi pekerja sektor informal adalah sebagai berikut :

a. Aula

Aula di rumah susun bagi pekerja sektor informal terbagi atas dua jenis. Jenis pertama, aula-aula berukuran kecil (semacam ruang duduk bersama) untuk berinteraksi, dan terletak di setiap lantai sehingga mudah dijangkau dari unit hunian. Jenis kedua, aula dengan ukuran yang lebih luas pada lantai dasar untuk jenis kegiatan yang membutuhkan ruang yang lebih luas misalnya berolahraga, melaksanakan acara/hajatan, ataupun untuk menyimpan peralatan berdagang penghuni seperti gerobak, becak, dan lain-lain.

Berikut konsep penataan aula jenis pertama :

1) Luas : dapat menampung 75% penghuni dari total jumlah unit hunian per lantai (dengan asumsi

pengguna sebanyak dua orang/unit hunian yaitu ibu dan anak), dengan penataan layout perabot yang dilengkapi kursi atau bangku, dan sisanya tidak berperabot agar anak dapat bermain dengan leluasa.

(8)

2) Letak : di setiap lantai unit hunian, dan diletakkan di tengah agar mudah dijangkau dari masing-masing unit hunian

3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : memiliki arah pandang utamanya ke unit hunian agar memudahkan pengawasan

oleh penghuni terhadap unit hunian mereka.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tersedia kursi atau bangku. Sedangkan konsep penataan aula jenis kedua, sebagai berikut :

1) Luas : sesuai dengan penataan aula yang ada sekarang dengan meniadakan unit hunian pada lantai dasar, sehingga didapatkan ruang yang luas dan dapat menampung massa ketika salah satu penghuni melaksanakan hajatan misalnya pesta pernikahan.

2) Letak : di lantai dasar.

3) Sirkulasi udara : tidak berpembatas sama sekali, atau dapat juga berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan

langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : ke lingkungan sekitar rumah susun.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : peralatan (affordances) bermain anak, peralatan

berolahraga.

b. Tangga dan bordes

Serupa dengan tangga dan bordes di rumah susun bagi pegawai industri, tangga dan bordes di rumah susun bagi pekerja sektor informal juga sangat potensial sebagai area berinteraksi penghuni dari lantai yang berbeda, utamanya pada area bordes. Dengan memperluas area bordes, penghuni mendapatkan area interaksi tambahan baik untuk berkumpul maupun bermain bagi anak. 1) Luas : disesuaikan dengan standar perancangan rumah susun yang berlaku, akan tetapi pada

area bordes dibuat lebih luas dengan menambahkan panjangnya sekitar 2 m, atau disesuaikan dengan modul.

2) Letak : di tengah bangunan.

3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : memiliki arah pandang ke segala arah.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tidak diperlukan. c. Koridor

Serupa dengan koridor di rumah susun bagi pegawai industri, koridor di rumah susun bagi pekerja sektor informal juga merupakan area yang paling sering digunakan penghuni untuk berinteraksi karena letaknya yang sangat dekat dari unit hunian.

1) Luas : koridor dengan satu sayap (single loaded corridor) yang ukurannya disesuaikan dengan

standar perancangan rumah susun yang berlaku.

2) Letak : berbatasan langsung dengan unit hunian.

3) Sirkulasi udara : berpembatas masif setinggi kurang lebih 1.2 m dan sisanya berbatasan langsung dengan udara terbuka.

4) Arah pandang : ke arah unit hunian lainnya. Jadi, antara koridor dengan satu sayap yang bergandengan dengan unit hunian yang satu, dipisahkan oleh void terhadap koridor dengan satu sayap yang bergandengan dengan unit hunian yang lainnya. Sehingga, antara unit hunian lainnya secara tidak langsung dapat saling berhadapan, dan

menciptakan rasa aman dan keakraban antar penghuni.

5) Ketersediaan peralatan penunjang : tersedia kursi, meja, atau bangku. Dengan tetap

memperhitungkan faktor keamanan dan keselamatan yaitu meletakkannya bersandar pada dinding unit hunian, bukan pada dinding pembatas antara koridor dan void.

(9)

DAFTAR RUJUKAN

Carr, S., Francis, M., Rivlin, L. G., Stone, A. M. 1992. Public Space. USA : Cambridge University Press.

Danfar. 2009. Definisi dan Pengertian Efektifitas.Online.(http://dansite.wordpress.com, diakses 24 Februari 2010).)

Darmawan, E. 2003. Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hariyono, P. 2007. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Lang, J. 1974. Designing for Human Behavior. New York : Van Nostrand Reinhold Inc.

Studyanto, A. B. 2009. Ruang Publik. (Online).(http://masanung.staff.uns.ac.id, diakses 24 Februari 2010).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. 1985. (Online). (http://ciptakarya.pu.go.id, diakses 18 Desember 2008).

Gambar

Gambar 2. Rusunawa Daya
Gambar 3. Rusunawa Mariso  ANALISIS

Referensi

Dokumen terkait

Beras hitam yang tidak mendapat perlakuan perendaman memiliki kandungan fenol total yang tertinggi yaitu 67,79 mg GAE/100 g berat kering, sedangkan kandungan fenol

Berdasarkan analisis regresi berat terhadap panjang benih, dapat diperoleh hasil bahwa nilai-p pada uji-t sebesar (0.000)<alpha 5% maka tolak H0. Hal ini menunjukkan

Conveyor ‐ Bersihkan bagian luar ‐ Minyak pelumas gear box diperiksa ‐ Chain sprocket dilumasi ‐ Grease cup diputar setiap 4 jam ‐ Periksa bocoran pipa uap ‐

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan pada taraf 99% tingkat kontrol diri antara sebelum mendapatkan perlakuan CBT

Usaha pemanfaatan sumberdaya simping di perairan pantai Tangerang menghadapi masalah yaitu: penurunan hasil tangkapan per upaya tangkap diberbagai zona (kedalaman)

granosa yang tertinggi ditemukan pada zona IBB (Intertidal Bagian Bawah) yang lokasinya lebih dekat dengan laut dengan nilai rata-rata berat basah total 142,05 g/m 2 dan

Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam

Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan.b.