• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggap Fungsional Predator Celisoches morio Terhadap Hama Brontispa longissima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tanggap Fungsional Predator Celisoches morio Terhadap Hama Brontispa longissima"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima 28 Januari 2009 / Direvisi 5 Maret 2009 / Disetujui 22 April 2009

Tanggap fungsional predator cocopet terhadap larva instar dua hama dipelajari di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan memiliki tanggap fungsional Holling tipe II terhadap larva instar dua sehingga bisa berperan dengan baik pada kepadatan populasi mangsa rendah maupun tinggi. Kemampuan memangsa tertinggi dari tahap perkembangan berturut-turut adalah imago, nimfa instar 5 dan instar 4 dengan jumlah maksimum larva instar dua yang dapat dimangsa adalah 76,9231, 58,8235 dan 42,1941 individu dalam waktu 1 x 24 jam.

Functional response of the predatory earwig to second instar larva of was determined. The results showed that exhibited a Holling’s Type II response that could act well both in low and high prey densities. The highest mean number of second instar larvae consumed in 24 hours by the adult, fifth and fourth instar nymphs was 76,9231, 58,8235 and 42,1941, respectively.

(Coleoptera: Chrysomelidae) sebagai hama perusak pucuk kelapa, saat ini telah menyebar luas di beberapa provinsi di Indonesia dan beberapa negara di kawasan Asia dan Pasifik. Imago dan larva hama ini mulai menyerang pucuk kelapa yang

belum terbuka dan menggerek lapisan epidermis parenchyma daun sehingga menimbulkan bercak-bercak cokelat memanjang dalam suatu garis lurus dan garis-garis tersebut sejajar satu dengan lainnya. Serangan terus menerus me-nyebabkan bercak-bercak ini kemudian menyatu sehingga daun berwarna kecokelatan kemudian mengering, kelihatan

Hama Brontispa longissima

JELFINA C. ALOUW

Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN Celisoches morio B. longissima C. morio B. longissima C. morio

Kata kunci: Tanggap fungsional, Celisoches morio, Brontispa longissima.

Celisoches morio B.

longissima C. morio

Keywords: Functional response, Celisoches morio, Brontispa longissima.

Brontispa longissima

The Functional Response of Predator Celisoches morio

to Brontispa longissima

(2)

mengeriput sehingga setelah pelepah terbuka penuh daun kelihatan seperti terbakar (Singh dan Rethinam, 2005). Serangan berat hama ini dapat menurun-kan produksi kelapa hingga 50% bahmenurun-kan mematikan tanaman muda sekitar 5% (Singh dan Rethinam, 2005).

Beberapa keberhasilan telah dila-porkan melalui pengendalian hayati menggunakan musuh-musuh alami hama

seperti penggunaan

parasitoid dan

, bioinsektisida

var. dan

predator (Singh dan

Rethinam, 2005, Hosang ., 2005; Alouw dan Hosang, 2008). Diantara musuh-musuh alami tersebut, predator merupakan musuh alami yang belum banyak dimanfaatkan untuk

mengendali-kan hama . Predator tidak

hanya memangsa satu stadia perkem-bangan hama namun hampir semua tahap perkembangan hama seperti larva, pupa dan imago dan dapat memangsa secara berkelanjutan sepanjang hidup-nya. Jadi predator memiliki keunggulan tertentu, yakni tidak membutuhkan sinkronisasi dengan satu tahap rentan dari siklus hidup hama (Hall dan Ehler Hagen , 1999). Berdasarkan suatu studi tentang penggunaan pre-dator, 75% dari hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa predator

umum ( ) dapat

menurun-kan populasi hama secara nyata (Symondson , 2002).

Tanggap fungsional predator ter-hadap kepadatan hama merupakan faktor penting dalam pengendalian biologi. Informasi tentang tanggap ini memberikan suatu pemahaman tentang proses predasi (Wang dan Ferro, 1998). Holling (1959) Alouw (2004) membagi tanggap konsumen termasuk

predator terhadap kepadatan mangsanya kedalam tanggap fungsional dan numerik. Predator dapat merespons peningkatan jumlah mangsa atau inang melalui peningkatan jumlah popu-lasinya sendiri (tanggap numerik) dan/ atau melalui peningkatan jumlah yang dimangsa (tanggap fungsional) (Issacs, 1984 Alouw, 2004). Tanggap fungsional menyangkut kecepatan meng-konsumsi mangsa dan bagaimana tanggap tersebut dipengaruhi kepadatan mangsa (Solomon, 1949 Alouw, 2004). Tanggap predator terhadap mangsanya merupakan serangkaian kejadian yang meliputi lamanya waktu mangsa diekspos ke predator, kecepatan serangan dan waktu penanganan yang dibutuhkan untuk setiap mangsa (Holling, 1963 Alouw, 2004).

Penelitian tentang kemampuan

memangsa predator terhadap

hama sudah dilakukan dan

hasil penelitian menunjukkan bahwa bisa menyerang semua tahap

perkembangan dan tahap

perkembangan yang paling banyak dimangsa adalah larva instar dua (Alouw, 2007). Berdasarkan hasil pene-litian tersebut maka penepene-litian lanjutan dilakukan untuk mengetahui tanggap fungsional predator terhadap berbagai kepadatan larva instar dua hama

Penelitian dilaksanakan di labora-torium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Manado, sedangkan pengumpulan predator dilakukan di Kabupaten Minahasa Utara Propinsi Sulawesi Utara. Penelitian B. longissima

Asechodes hispinarum Tetrastichus brontispae

Metarhizium anisopliae anisopliae Celisoches morio et al B. longissima dalam et al. general predator et al. dalam dalam dalam dalam C. morio Brontispa C. morio B. longissima C. morio B. longissima.

(3)

berlangsung selama tiga bulan sejak Agustus sampai Oktober 2008.

Perbanyakan cocopet

dimodifikasi dari metode perbanyakan yang dikembangkan oleh Morallo-Rejesus dan Punzalan (2002). Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah campuran pakan ternak anjing buatan dalam bentuk bubuk atau butiran dan tongkol jagung dengan per-bandingan 1:1, pasir dan tanah dengan perbandingan 3:1. Pada awalnya pakan diberikan sebanyak 400 g (200 g pakan ternak anjing dan 200 g tongkol jagung halus). Pakan ditambah sebanyak 200 g setiap 10 hari. 1 kg pakan ( 0,5 kg pakan ternak anjing dan 0,5 kg tongkol jagung halus) dibutuhkan setiap bulan. Wadah pemeliharaan berukuran diameter 14,5 cm dan tinggi 8,5 cm (dapat digunakan berbagai ukuran tergantung kebutuhan) diisi 1/3 volumenya dengan bahan-bahan tersebut. Sebanyak 200 ekor cocopet yang terdiri atas jantan dan betina dengan perbandingan 1:3 dapat diisi dalam satu wadah. Imago jantan yang dihasilkan dari hasil perbanyakan ini digunakan dalam pengujian

Telur, larva, pupa dan imago diambil dari lapang dan dipisahkan berdasarkan tahap perkem-bangannya di kotak-kotak pemeliharaan berupa kotak plastik berukuran 30 x 10 x 6 cm (dapat digunakan berbagai ukuran tergantung kebutuhan). Satu kotak diisi dengan 100 ekor hama atau lebih tergantung ukuran kotak yang digu-nakan. Hama diberi makan potongan pinak daun kelapa muda (yang belum

membuka penuh). Penggantian makanan dilakukan setiap 2 atau 3 hari tergantung kondisi daun dengan cara memindahkan ketempat pemeliharaan lain dengan menggunakan kuas halus. Tempat pemeliharaan harus dijaga kebersihannya dan ditempatkan pada ruangan khusus supaya terhindar dari kontaminansi. Larva instar dua hasil perbanyakan di laboratorium digunakan dalam pengujian.

Pengujian dilakukan terhadap predator . Larva instar 2 digu-nakan sebagai mangsa dengan tingkat kepadatan sebagai berikut: (a) 3, (b) 5, (c) 7, (d) 10, (e) 20 dan (e) 40. Predator yang digunakan adalah nimfa instar 3, 4 dan imago. Predator ditempatkan dalam suatu wadah secara tunggal tanpa diberi makanan selama 24 jam (Asante, 1995). Predator diletakkan dalam cawan petri yang mengandung stadia hama sesuai perlakuan. Jumlah hama sesuai dengan tingkat kepadatan yang diuji dan diper-tahankan sama selama penelitian dengan cara mengganti hama yang dikonsumsi dengan hama yang baru setiap jam pengamatan (3, 6, 12 dan 24 jam). Per-samaan Holling (1959, 1963) dalam Alouw (2004). digunakan untuk meng-hitung tanggap fungsional:

a’TtNt Ne =

1 + a’ThNt

Ne = Jumlah hama yang dimangsa oleh predator

a’ = kecepatan mencari Nt = waktu

Th = waktu untuk menangkap dan

konsumsi hama ( )

Perbanyakan

Perbanyakan

Pengujian tanggap fungsional

C. morio B. longissima C. morio Euborellia anullipes B. longissima B. longissima C. morio handling time

(4)

Tahap perkembangan Predator Kecepatan Mencari (a’) Waktu penanganan (Th) Jumlah maksimum Hama yang dimangsa

Tt/Th

Imago 3,3827 0,013 76,9231

Nimfa instar 5 3,9088 0,017 58,8235

Nimfa instar 4 3,1287 0,0237 42,1941

Developmental stages of predator

Searching rate

Handling time

Maximum number of the pest that could be attacked Estimasi nilai a dan Th dilakukan

dengan menggunakan tanggap

fungsional yang dikembangkan Alouw (2004) berdasarkan penghitungan manual oleh Tabasa (Tabasa, 1991 Alouw, 2004).

Pengaruh tahap perkembangan predator terhadap tanggap fungsional

disajikan dalam Tabel 1. Secara teori, jumlah maksimum larva instar 2 yang dapat dimangsa oleh imago, nimfa instar 5 dan instar 4 adalah berturut-turut 76,9231, 58,8235 dan 42,1941. Secara umum imago memangsa jumlah hama yang lebih banyak, kemudian diikuti oleh nimfa instar 5 dan instar 4.

Imago memiliki tingkah laku mencari yang lebih aktif dibanding nimfa instar 4 dan membutuhkan waktu paling sedikit dalam menangani mangsa dengan inter-val waktu yang lebih pendek diantara serangan selanjutnya sehingga jumlah

hama yang bisa dimangsanyapun lebih tinggi. Nimfa instar 5 memiliki kecepatan mencari yang lebih tinggi dari pada imago namun waktu penanganan mangsa lebih tinggi sehingga jumlah hama yang dapat dimangsanya lebih sedikit daripada imago. Nimfa instar 4 memiliki kecepatan mencari yang paling rendah dan waktu penanganan yang paling tinggi sehingga jumlah hama yang dimangsanya paling sedikit.

Kurva tanggap fungsional imago, nimfa instar 5 dan instar 4 dari predator terhadap berbagai kepadatan larva instar 2 hama disaji-kan dalam Gambar 1, 2 dan 3. Pada kepadatan rendah predator dapat memangsa sebagian besar hama yang diintroduksi dan jumlah tersebut

me-ningkat secara gradual sejalan dengan peningkatan jumlah hama sehingga tanggap fungsional ini mengikuti tanggap fungsional tipe II. Pada tipe tanggap fungsional ini konsumsi mangsa meningkat pada suatu kecepatan yang Tabel 1. Estimasi nilai waktu penanganan (Th), kecepatan mencari (a) dan jumlah

maksimum larva instar 2 yang dimangsa per hari oleh imago, nimfa instar 5 dan instar 4 dari predator

software dalam C. morio C. morio B. longissima B. longissima C. morio.

Table 1. Estimates of the handling time (Th), instantaneous search rate (a’) and maximum number of second instar larva of B. longissima that could be attacked per day by adult, fifth and fourth instar nymphs of C. morio.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap perkembangan predator

(5)

menurun seiring kepadatan mangsa sampai mencapai konstan pada saat kenyang. Pada tanggap tipe II terdapat parameter waktu penanganan (Th) dan kecepatan mencari (a). Tanggap fung-sional ini diamati pada cocopet

yang memangsa hama kelapa (Alouw, 2004) dan yang memangsa hama aphid

( Glover) (Marbun, 2003).

Predator dengan tanggap fungsional tipe II dapat berperan baik pada populasi rendah maupun tinggi.

Berbeda dengan tanggap fungsio-nal tipe I, dimana konsumsi mangsa per predator meningkat secara linear sesuai dengan kepadatan hama/mangsa tetapi kemudian mencapai nilai konstan pada saat konsumen mencapai kepuasan/ kenyang. Di dalam tipe I, terdapat parameter kecepatan mencari (a). Pada tanggap fungsional tipe III, jumlah mangsa yang ditangkap per predator per unit waktu meningkat perlahan pada kepadatan rendah tetapi meningkat pada

kepadatan menengah dan menurun pada kepadatan tinggi sehingga menghasilkan kurva berbentuk huruf S. Pada kepa-datan rendah predator memiliki tingkah laku belajar ( . Predator dengan tanggap fungsional seperti ini akan beralih dari satu jenis sumber makanan ke sumber makanan lainnya di areal yang terdapat sumber makanan melimpah. Tanggap fungsional tipe IV berbentuk kubah. Kecepatan konsumsi menurun pada kepadatan tinggi yang dikenal dengan pengaruh kebingungan

( ) dimana predator

men-jadi kebingungan pada saat kepadatan hama tinggi.

Predator dengan kurva tanggap fungsional yang memiliki nilai asymptotic yang tinggi tergolong memiliki tanggap fungsional yang kuat antara lain bisa membunuh lebih banyak mangsa/hama daripada yang dibutuhkannya untuk melengkapi perkembangannya yang lengkap (Opit ., 1997 Alouw, 2004).

Gambar 1. Tanggap fungsional imago terhadap berbagai kepadatan larva instar 2 Euborellia annulata Tirathaba fructovora E. annulata Aphis gossypii learning behavior) confusion effect et al dalam Celisoches morio Brontispa longissima.

Figure 1. Functional response curve of adult Celisoches morio to varying densities of second instar larvae of Brontispa longissima.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 10 20 30 40 50 Kepadatan hama Jumlah hama yang diserang Ne yang diamati Ne yang diestimasi Ne=3,3827 Nt/1+(0,0439 Nt)

(6)

Gambar 2 . Tanggap fungsional nimfa instar 5 terhadap berbagai kepadatan larva instar 2

Gambar 3 . Tanggap fungsional nimfa instar 4 terhadap berbagai kepadatan larva instar 2

0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 Kepadatan hama Jumlah hama yang diserang Ne yang diamati Ne yang dies timasi

Ne= 3, 9088 Nt/1+ (0,06645 Nt) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Kepadatan hama Jumlah hama yang diserang Ne yang diamati Ne yang diestimasi Ne=3,1287Nt/1+(0,0741 Nt) Celisoches morio Brontispa longissima.

Figure 2. Functional response curve of fifth instar nymph of Celisoches morio to varying densities of second instar larvae of Brontispa longissima.

Celisoches morio Brontispa longissima.

Figure 3. Functional response curve of fourth instar nymph of Celisoches morio to varying densities of second instar larvae of Brontispa longissima.

(7)

1. Cocopet memiliki tanggap fungsional tipe II terhadap hama

sehingga dapat memangsa pada populasi rendah dan tinggi. 2. Kemampuan tertinggi dari tahap

perkembangan dalam

me-mangsa larva instar 2

berturut-turut adalah imago, nimfa instar 5 dan instar 4 dengan jumlah maksimum hama yang dapat dimangsa adalah 76,9231, 58,8235 dan 42,1941 individu dalam waktu 1 x 24 jam.

Tarima

kasih

disampaikan

kepada

Pemerintah

Indonesia

melalui Badan Litbang Pertanian

yang telah membiayai kegiatan

penelitian ini. Penghargaan yang

tinggi juga disampaikan kepada

Kepala Balitka atas bantuannya dan

kepada David Sumuru dan Meity

Kodong sebagai teknisi yang telah

membantu

dalam

menyiapkan

predator dan hama uji.

Alouw JC, Tumewan F, Mawikere J, Hosang MLA. 1993. Air kelapa sebagai media tumbuh cendawan . Buletin Balitka. 14: 57-60.

Alouw JC. 2004. Biology of the coconut spike moth, Tirathaba fructivora (Meyr.) (Lepidoptera: Pyralidae) and the functional response of the

predatory earwig, Euborellia annulata (Fabricius) (Dermaptera: Carcinophoridae) to the moth. MS Thesis. University of the Pilippines Los Banos. 76 p.

Alouw JC. 2005. Tanggap fungsional predator

(Fabricius) terhadap ngengat bunga kelapa. Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Per-kebunan, 28-30 September 2004. Buku-2. 189-195.

Alouw JC. 2007. Kemampuan memangsa

predator terhadap

hama kelapa

Buletin Palma No 33. 1-8.

Alouw JC, Hosang MLA. 2008. Survei hama kumbang kelapa

(Gestro) dan musuh alaminya di Provinsi Sulawesi Utara. Buletin Palma No. 35. Asante SK. 1995. Functional responses of

the European earwig and two species of Coccinellids to Densities

of (Hausmann)

(Hemiptera:Aphididae). J. Aust. Ent. Soc 34: 105-109.

Hagen KS, Mills NJ, Gordh G, Mcmurtry JA. 1999. Terrestrial arthropod predators of insect and mite pests.

T S. Bellows, and T.W. Fisher (eds). Biological control, principles and appli-cations of biological control. San Diego: Academic Press Ltd p. 383-503.

Hosang MLA, Alouw JC, Novarianto H. 2005. Biological control of

(Gesdro) in Indonesia. Report of the Expert Consultation on Cococnut Beetle Outbreak in APPPC Member Countries. 26-27 October 2004, Bangkok, Thailand. 39-52.

Liebreghts W, Chapman K. 2004. Impact and control of the coconut hispine

beetle, Gestro

KESIMPULAN

UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA . . C. morio B. longissima C. morio B. longissima M. anisopliae Euborellia annulata Celisoches morio Brontispa longissima Brontispa longissima Eriosoma lanigerum In. B. longissima B. longissima

(8)

(Coleoptera: Chrysomelidae). Report on the Expert consultation on coconut beetle outbreak in APPPC member countries. FAO, Bangkok.19-25.

Marbun VO. 2003. The feeding consumption of predatory earwig (Euborellia annulata Fabr.) on cotton aphid (Aphis gossypii Glover) and cotton leaf hopper (Amarasca biguttula Ishida) of cotton (Gossypium hirsutum Murray-Roberty). (MS Thesis) College, Laguna Philippines : University of Philippines Los Banos. 45 p.

Morallo-Rejesus, Punzalan EG. 2002. Mass rearing dan field augmentation of the earwig, against asian corn borer,

Guenee. Terminal report on Development of biological control based-IPM for Asian corn borer. Department of Agriculture, Bureau of Agricultural research. UPLB, Philippines. 21p.

Singh SP, Rethinam P. 2005. Coconut leaf beetle . APCC, Jakarta. 35 p.

Symondson WOC, Sunderland KD, Greenstone MH. 2002. Can gene-ralist predators be effective biocontrol agents?. Annu. Rev. Entomol. 47: 561-594.

Wang B, Ferro D. 1998. Functional responses of

(Hym: Trichogrammatidae) to (Lep: Pyralidae) under laboratory and field conditions. Environ. entomol 27 (3): 752-758. Euborellia annulata Ostrinia furnacalis B. longissima Trichogramma ostriniae Ostrinia nubilalis

Gambar

Table 1. Estimates  of  the  handling  time  (Th),  instantaneous  search  rate  (a’)  and maximum   number  of  second  instar  larva  of  B
Gambar 1. Tanggap  fungsional imago  terhadap  berbagai kepadatan larva  instar 2  Euborellia annulataTirathaba  fructovoraE
Gambar 3 . Tanggap  fungsional  nimfa  instar  4  terhadap  berbagai   kepadatan larva instar 2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi kepada siswa kelas I dimana pada siklus I diketahui bahwa perhatian siswa masih belum fokus terhadap materi pelajaran yang diberikan, motivasi

Dari beberapa pengertian pemasaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu sistem yang menjadi penggerak utama terhadap setiap kegiatan usaha bisnis

Untuk itu saya sebagai penulis tertarik untuk membuat suatu konten sebagai layanan publik pada BlackBerry berupa aplikasi pencari hotel menggunakan teknologi

Hasil uji statistik selisih penurunan kadar glukosa darah pada hari ke 7, 9, 11, dan 18 menunjukkan adanya perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok kontrol positif

Suatu pernyataan dapat dikategorikan sebagai fitnah apabila memenuhi syarat-syarat berikut: (1) mengandung tuduhan; (2) menjelekkan orang lain; (3) arah tuduhannya

C. Menghukuim Penggugat Konvensi / Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara ini yang ditaksir sebesar Rp.. Fauziah binti Usman ) dan

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Penelitian Kompetitif Nasional ke perguruan tinggi yang dilaksanakan bulan Nopember 2013 oleh Direktorat Penelitian dan

Lucia, Grenada