• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kasus. 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kasus. 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA TERHADAP PUTUSAN

KASUS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN ATAS TERDAKWA HIDAYAT LUKMAN ALIAS TEDDY

Desita Sari, S.H., Indah Lisa Diana, S.H dan Alfian

Pada masa reformasi seperti sekarang ini, media masa memiliki peranan penting dalam penyebaran informasi terutama yang berkaitan dengan masalah sosial. Untuk menjalankan peranan inilah masyarakat pers menemukan hambatan-hambatan mengingat pihak yang dihadapi disini adalah mereka yang memiliki pengaruh cukup besar di negara ini. Hingga saat ini, perlindungan terhadap masyarakat pers dirasakan masih kurang. Satu-satunya upaya perlindungan terhadap pers ini adalah dengan diberlakukannya undang-undang pers. Agar undang-undang pers ini dapat berjalan dengan baik maka diperlukan peran serta dari para penegak hukum dalam pelaksanaannya.

KASUS POSISI

Pada hari Sabtu tanggal 8 Maret 2003 sekitar pukul 11.00 WIB telah terjadi unjuk rasa di Kantor Majalah Tempo yang terletak di Jl. Proklamasi No. 72, Menteng, Jakarta Pusat. Unjuk rasa tersebut dilakukan oleh sekelompok massa untuk memprotes pemberitaan di majalah Tempo edisi 3, 9 Maret 2003 pada halaman 30-31 yang berjudul “Ada Tommy di Tenabang”. Terdakwa Teddy merupakan salah satu dari pengunjuk rasa yang mendatangi Kantor Tempo tersebut bersama-sama David A. Miaow dan beberapa orang lainnya. Kedatangan Teddy bersama teman-temannya diterima Ahmad Taufik di pintu pagar masuk halaman kantor. Kemudian Ahmad menerima para pengunjuk rasa tersebut dengan ditemani oleh aparat polisi untuk berdialog di ruang rapat kantor Majalah Tempo.

(2)

tentang pemberitaan Majalah Tempo edisi 3, 9 Maret 2003 pada halaman 30-31 yang berjudul “Ada Tommy di Tenabang” seperti yang telah disebutkan di atas dan memaksa kepada Ahmad untuk menyebutkan sumber beritanya dari mana dan siapa orangnya agar dihadirkan segera. Pertanyaan Teddy tersebut dijawab oleh Ahmad bahwa ia telah menerima somasi atau surat peringatan dari Pengacara Tomy Winata bersama Desmon J. Mahesa, selain itu Ahmad menyatakan bahwa ia tidak mau menyebutkan sumber berita dan siapa orangnya. Hal ini menyebabkan Teddy tidak puas lalu berdiri sambil mengucapkan kata-kata kepada Ahmad “dasar wartawan! Paling UUD yang dimaksudkan ujung-ujungnya duit, habis lu nulis nemuin boss gua minta duit”. Ahmad bereaksi dan mengatakan bahwa apa yang diucapkan Teddy adalah suatu penghinaan. Mendengar ucapan tersebut, Teddy langsung mengambil kotak tissue terbuat dari kayu yang berada di atas meja dan melemparkannya ke arah Ahmad Taufik. Namun lemparan tersebut dapat ditangkis oleh Ahmad dan kotak tissue itu berubah arah mengenai Abdul Manan yang duduk di samping Ahmad Taufik dan menyebabkan Abdul Manan mengalami luka lecet dan berdarah di bagian ujung hidung atas dan kacamata yang dipakainya pecah.

Kasus yang diperiksa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini telah melewati tahap pemeriksaan dan sampai pada putusan hakim yaitu :

1. Menyatakan terdakwa Teddy telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perlakuan yang tak menyenangkan.

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Teddy yaitu pidana penjara selama 5 (lima) bulan.

3. Menetapkan bahwa pidana tersebut tak perlu dijalani, kecuali apabila di kemudian hari ada putusan hakim yang lain yang mempersalahkan terdakwa sebelum masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan berakhir.

(3)

ANALISA

Analisa berikut didasarkan pada berkas putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di mana akan dicermati dari segi penuntutan, pembuktian dan pertimbangan hakim dalam putusan tersebut.

§ Penuntutan

Dalam dakwaan, JPU menggunakan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana perbuatan atau perlakuan tidak menyenangkan terhadap Terdakwa Hidayat Lukman alias Teddy. Cukup menarik untuk dikaji disini terutama jika dilihat dari apa yang diraikan oleh JPU tentang perbuatan dari terdakwa. Dari uraian pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah: “barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan sesuautu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan orang lain”.

Namun dalam dakwaannya, JPU telah menguraikan perbuatan terdakwa yang melebihi dari pasal yang didakwakan. Dalam uraian dakwaan, JPU mengatakan bahwa terdakwa melempar kotak tissue yang kemudian mengakibatkan saksi Abdul Manan mengalami luka lecet dan berdarah dibagian hidung atas. Dengan adanya fakta yang demikian ini, menimbulkan pertanyaan apakah perbuatan terdakwa yang demikian itu hanya dapat dikatakan sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan semata? Adakah pasal lain yang dapat dikenakan terhadap terdakwa?

Menurut kami, pasal lain diluar KUHP yang juga mungkin dapat digunakan adalah Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 yang bunyinya “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”, jo. Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang bunyinya “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi

(4)

paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00.

Dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara” adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Dalam kasus ini, tindakan terdakwa dapat dikatakan sebagai bentuk dari penekanan terhadap kemerdekaan pers sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) UU no. 40 tahun 1999 Tentang Pers.

Selain itu, berdasarkan fakta yang diuraikan oleh JPU dalam tuntutannnya, maka menurut kami, pasal lain dalam KUHP yang dapat dikenakan kepada terdakwa adalah:

Pasal 310 ayat (1) KUHP yang bunyinya “barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan”. Unsur “menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal” dapat kita temukan dalam kasus posisi ketika Teddy berkata “dasar wartawan! Paling UUD yang dimaksudkan ujung-ujungnya duit, habis lu nulis nemuin boss gua minta duit”. Teddy menuduh bahwa Ahmad dan teman-teman wartawannya menulis berita untuk memeras Tomy Winata. Hal ini tentunya dapat dijadikan dasar tuntutan JPU. Pasal 310 ayat (1) KUHP ini dapat diletakkan terpisah dengan dakwaan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perlakuan tidak menyenangkan dengan bentuk dakwaan kumulatif karena unsur-unsur yang berbeda.

Pasal 352 ayat (1) KUHP yang berbunyi “kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan

(5)

untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan”. Bila kita lihat dari kasus posisi di atas, jelas bahwa terjadi suatu tindakan penganiayaan ketika Teddy melempar kotak tissue ke arah Ahmad Taufik yang kemudian berhasil ditangkis oleh Ahmad namun malah mengenai Abdul Manan yang duduk disampingnya. Pasal ini dapat didakwakan bersama-sama dengan pasal 353 ayat (1) ke-1 dalam bentuk dakwaan berlapis, dimana pasal 353 ayat (1) ke-1 tentang perlakuan tidak menyenangkan diletakkan sebagai dakwaan primair, sedangkan pasal 352 ayat (1) tentang penganiayaan ringan diletakkan sebagai dakwaan subsidiair.

Dakwaan disusun oleh JPU dengan bentuk dakwaan tunggal dan menggunakan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai perlakuan tidak menyenangkan. Dalam praktek penyusunan surat dakwaan yang telah menjadi kebiasaan umum dalam proses pembuatan dakwaan adalah jarangnya seorang jaksa membuat surat dakwaan yang berbentuk tunggal yaitu dengan hanya mendakwakan satu pasal saja kepada seorang terdakwa. Penyusunan surat dakwaan dengan dakwaan tunggal akan memperbesar kemungkinan terdakwa untuk dapat “lolos” dari dakwaan Jaksa, karena apabila satu dakwaan tersebut tidak terpenuhi unsur-unsurnya maka akan mengakibatkan terdakwa tidak dapat dipidana dan dinyatakan bebas. Adalah suatu hal yang lumrah bagi seorang Jaksa mempertahankan dakwaannya dan menjaga agar terdakwa tidak sampai lolos dari jerat hukum, salah satu cara yang diusahakan untuk mempertahankan adalah dengan membuat surat dakwaan dengan jumlah dakwaan lebih dari satu asalkan sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

Sesuaikah penggunaan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP kepada terdakwa Teddy? Bila ditilik dari kasus posisi, maka memang terdapat unsur-unsur perlakuan tidak menyenangkan yang diperbuat oleh terdakwa kepada Ahmad Taufik dan

(6)

dengan hukuman penjara selama 1 (satu) tahun, namun tidak dapat ditampik kenyataan bahwa penggunaan pasal tersebut terlalu ringan bagi terdakwa bila diteliti kembali, tindak pidana yang dilakukan terdakwa dapat saja didakwakan dengan menggunakan pasal lain baik yang terdapat di dalam KUHP maupun di luar KUHP.

Selain itu JPU juga hanya melihat perbuatan terdakwa ini sebagai perbuatan yang merugikan beberapa pihak saja. Padahal kejadian ini memberikan gambaran betapa pemberitaan di suatu media massa dapat diintimidasi oleh orang-orang yang memiliki pengaruh. Perbuatan terdakwa tidak hanya merugikan korban tetapi juga merugikan masyarakat yang memiliki hak untuk memperoleh informasi yang nyata dan sebenarnya. Dalam kasus ini tidak disinggung mengenai hak-hak yang dimiliki terdakwa, apabila ia merasa dirugikan dengan adanya pemberitaan di majalah Tempo tersebut, untuk menggunakan prosedur-prosedur yang ada dan bukan dengan menggunakan kekerasan.

§ Pembuktian

Dalam persidangan, alat-alat bukti yang diajukan antara lain yaitu Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat dan Keterangan Terdakwa. Sebagai saksi a charge, JPU mengajukan Ahmad Taufik dan Abdul Manan sebagai saksi korban. Sedangkan M. Syarifin dan Yasin S.E. sebagai saksi dari anggota Polri yang turut berada di lokasi kejadian.

Penasehat hukum terdakwa juga mengajukan saksi a de charge, yaitu Guntur Siregar dan Haris Sumbi, di mana keduanya juga turut melakukan unjuk rasa dan menyaksikan peristiwa dalam ruang rapat kantor Tempo. Selain itu juga diajukan seorang Saksi Ahli yaitu Dr. Munim Idris, seorang ahli forensik.

Saksi a charge yang diajukan JPU memberikan keterangan yang berbeda dan tidak sesuai. Perbedaan ini dapat dilihat bahwa kedua saksi korban memberikan keterangan bahwa benar Teddy telah mengucapkan kata-kata “dasar wartawan!

(7)

Paling UUD yang dimaksudkan ujung-ujungnya duit, habis lu nulis nemuin boss gua minta duit”. Namun ternyata saksi polisi, M. Syarifin memang mendengar ucapan tersebut namun ia tidak tahu pasti siapa yang mengucapkannya. Selain itu kedua saksi korban juga menyatakan bahwa benar telah terjadi pelemparan kotak tissue oleh Teddy.

Namun anehnya kedua saksi Polisi yang diajukan JPU menyatakan tidak melihat pelemparan kotak tissue tersebut, saksi M. Syarifin hanya melihat kotak tissue berpindah tempat dari atas meja ke lantai namun tidak tahu mengapa hal itu sampai terjadi. Sedangkan saksi Yasin SE sama sekali tidak melihat kejadian tersebut karena telah terlambat. Hal ini sangatlah aneh mengingat bagaimana seorang polisi yang turut serta masuk ke dalam ruang rapat untuk mengamankan keadaan (tentunya) luput menyaksikan pelemparan kotak tissue tersebut.

Sayang sekali pertanyaan terhadap saksi ini tidak digali sampai kepada posisi atau kedudukan dia ketika hal tersebut terjadi, dengan demikian tentunya dapat diketahui mengapa peristiwa pelemparan kotak tissue yang tentunya menimbulkan suara atau reaksi yang dapat dikenali oleh saksi tidak ia ketahui. Bahkan ia hanya melihat perpindahan letak kotak tissue itu, apa yang ia lakukan disana? Bukankah ia seharusnya menjaga dan mengawasi keadaan? Pertanyaan semacam ini tidak tergali. Saksi Yasin SE bahkan tidak mengetahui dan melihat kejadian karena datang terlambat, tentu saja ia tidak kompeten untuk dijadikan sebagai seorang saksi karena ia tidak mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa tersebut seperti disyaratkan dalam pasal 1 angka 26 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Keterangan kedua saksi polisi ini tidak mendukung keterangan saksi korban yang telah diberikan sebelumnya.

Saksi a de charge memberikan keterangan yang berlawanan dengan keterangan yang diberikan oleh saksi a charge terutama kedua saksi korban. Kedua saksi a de charge ini tidak pernah melihat Teddy melempar kotak tissue tersebut ke arah Ahmad Taufik dan mengenai Abdul Manan. Padahal saksi Guntur dan Haris

(8)

keduanya tidak mungkin luput menyaksikan atau mendengar sesuatu yang terjadi di sana. Pertentangan mendasar dalam kesaksian ini menimbulkan dugaan kuat bahwa salah satu dari saksi-saksi a charge atau saksi-saksi a de charge telah memberikan keterangan palsu yang diancam oleh KUHP pasal 242 ayat (1).

Sedangkan Keterangan Saksi Ahli Dr. Munim Idris pada intinya mengatakan bahwa visum et repertum yang diajukan dalam persidangan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti karena tidak memuat fakta-fakta medis namun hanyalah opini dari dokter. Sayangnya keterangan yang dimuat dalam visum et repertum yang diajukan sebagai alat bukti surat tidak dicantumkan dalam putusan ini sehingga tidak dapat ditelusuri kebenarannya.

Dalam keterangan terdakwa, Teddy mengatakan bahwa ia tidak pernah melempar kotak tissue tersebut melainkan hanya mengambil tissue dari dalamnya. Sebagai terdakwa, Teddy memang berhak untuk membela dirinya, bahkan untuk tidak mengatakan yang sebenarnya sekalipun.

§ Putusan Hakim

Seperti telah disebutkan di atas, hakim ternyata memutuskan Terdakwa Teddy bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana perlakuan tidak menyenangkan. Berikut ini adalah analisa terhadap pertimbangan hakim dikaitkan dengan pemenuhan unsur-unsur pasal tuntutan yang didasarkan atas pemeriksaan persidangan:

Unsur-unsur dalam pasal yang dibuktikan dalam putusan hakim : 1. Barang siapa

Bahwa unsur barangsiapa terpenuhi karena terdakwa Teddy merupakan subjek hukum orang dan telah berusia dewasa dan oleh karenanya bertanggung jawab sendiri terhadap setiap perbuatan yang ia lakukan.

(9)

2. Secara Melawan Hukum

Unsur melawan hukum ini adalah dapat terpenuhi bila memang unsur memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, dst (unsur ke-3 dalam pasal 335 KUHP ini) adalah terpenuhi. Karena memang unsur melawan hukum ini memang berkaitan erat dengan unsur ke-3 ini.

3. Memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perbuatan yang tak menyenangkan, bak terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

Unsur ini terpenuhi. Dalam hal ini Terdakwa Teddy melakukan dua perbuatan sebagai kelanjutan dari tindakannya memaksa Ahmad Taufik berbicara dan membeberkan sumber berita yang menjadi sumber permasalahan tersebut. Pertama adalah mengucapkan kata-kata “dasar wartawan! Paling UUD yang dimaksudkan ujung-ujungnya duit, habis lu nulis nemuin boss gua minta duit” kepada Ahmad Taufik, perkataan ini memenuhi unsur dengan memakai perlakuan yang tak menyenangkan. Sedangkan yang kedua adalah tindakannya melempar Ahmad Taufik dengan kotak tissue sehingga mengenai Abdul Manan dan melukai hidungnya, tindakan kedua ini jelas memenuhi unsur dengan memakai kekerasan seperti yang telah disyaratkan dalam pasal ini.

Adapun dasar pertimbangan hakim dalam menarik kesimpulan bahwa kotak tissue tersebut telah dilempar oleh terdakwa Teddy kepada Ahmad Taufik dan mengenai Abdul Manan seperti tercantum dalam Putusan adalah sebagai berikut:

(10)

depan terdakwa beralih tempat (bahkan saksi M. Syarifin melihat Abdul Manan mengambil kotak tissue tersebut dari bawah).

- Bahwa saksi Abdul Manan sendiri menerangkan bahwa tiba-tiba kotak tissue itu mengenai kacamatanya hingga terjatuh, dan salah satu lensanya terlepas namun tidak pecah, saksi Abdul Manan kemudian mengambil kaca mata dan kotak tissue tersebut dari bawah.

- Bahwa visum et repertum terhadap saksi Abdul Manan walaupun oleh saksi ahli Dr. Munim Idris dinyatakan sebagai di bawah standar, namun dalam kesimpulan visum et repertum tersebut diterangkan bahwa luka lecet dari Abdul Manan diakibatkan oleh kekerasan tumpul yang tidak menimbulkan penyakit/halangan dalam melakukan pekerjaan, hambatan atau pencaharian.

Dengan demikian hakim telah mengenyampingkan keterangan terdakwa maupun keterangan saksi-saksi a de charge yang menyanggah bahwa terdakwa Teddy telah melakukan pelemparan terhadap Ahmad Taufik.

Menurut kami, hakim telah memberikan pertimbangan hukum yang tepat dalam menjatuhkan putusannya. Namun sangatlah disayangkan, bahwa pasal yang dituntut kepada terdakwa oleh JPU dalam surat dakwaannya adalah sangat ringan. Sehingga apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim terkesan ringan dan tidak memenuhi rasa keadilan.

Majelis Hakim tidak dapat berbuat banyak, karena dalam sebuah peradilan pidana memang terdapat suatu asas dimana Hakim tidak dapat memutus lebih dari apa yang dituntut oleh JPU. Menurut kami, seharusnya JPU dapat lebih cermat dan selektif dalam menggunakan pasal yang didakwakan kepada terdakwa, sehingga adanya suatu proses persidangan yang dilakukan hanya untuk memenuhi tuntutan masyarkat tanpa memandang aspek keadilan adalah tidak terjadi lagi.

Referensi

Dokumen terkait

memeriksa ahli, memeriksa terdakwa dan memeriksa barang-barang bukti yang diajukan oleh JPU dan pertimbangan hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara

dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut; kedua , Pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah berdasarkan fakta. yang

Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk menganalisis apakah dasar pertimbangan hakim Pengadilan Militer dan hakim Pengadilan Militer Tinggi mempidana terdakwa

Pertimbangan-pertimbangan hakim terhadap kasus Prita Mulyasari terkait dengan informasi elektronik adalah Pertimbangan-pertimbangan hakim mulai dari tingkat Pengadilan

Berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah terungkap di persidangan, Adapun pertimbangan hakim yang meyakinkan Majelis Hakim bahwa Terdakwa secara sah dan terbukti

Bahwa hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana dinilai berdasarkan apa yang telah dilakukan terdakwa, pertimbangan penjatuhan pidana

Lubis, Sulaikin, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia , Jakarta: Kencana, 2006.. Manan, Abdul, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan: Suatu Kajian dalam

1) Perbuatan terdakwa yang menyimpang dinilai sebagai melaksanakan perintah atasan dalam pertimbangan hakim yang mengakibatkan terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan