• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU

PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI

PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH

DAN SAPERA

(Effect of Synchronization Type and PMSG Injection Time on

Estrus Performance in Etawah Grade and Sapera Does)

Umi Adiati, Praharani L

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 umiadiati@yahoo.co.id

ABSTRACT

A study on the effect of synchronization type and PMSG injection time on estrus in Etawah Grade and Sapera Does to be able to produce kids continuously, estrus synchronization was needed to be done. A study using 30 PE does and 12 Sapera which were divided into three treatment groups of synchronization hormones: (1) Treatment 1 = 30 mg Flugeston acetate (FGA) Sponge as a control, (2) Treatment 2 = 30 mg Medroxy Progesterone Acetate (MPA) Sponge and (3) Treatment 3 = 1,25 mg Prostaglandin injection (PGF2α). The use of the intravaginal sponge with the insertion for 11 days , and PGF2α injection through intra musculer 2 times at intervals of 11 days. Before and after the time of removing sponge /second injection of PGF2α, does were injected with PMSG (Pregnan Mare Serum Gonadrotopin). Estrus detection visually had started since the sponge removed and repeatedly every 3 hours using a teaser rams/vasectomy rams. The parameters measured were the percentage of does in heat, timing of on-set estrus, duration of estrus. Results showed that estrus synchronization using MPA sponge, sponge FGA and PGF2α of Sapera showed a better response (83.3%) compared to the 50% does of PE. Mean of onset estrus after rremoving and hormone injections of Grade does were around 32.14 ± 10.26 hours (24-51 hours), while the average onset estrus after removing sponge and hormone injections of 51,00 ± 9,97 hours for Sapera (30-69 hours).

Key Words: Etawah Grade, Flugeston Acetate, Medroxy Progesteron Acetate, Prostaglandin, Sapera Goat

ABSTRAK

Untuk mengatur perkawinan dan membantu mempermudah dalam manajemen ternak kambing perlu diserentakan berahi. Penelitian dilakukan di kandang percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi dengan menggunakan 30 ekor induk ternak kambing Peranakan Etawah dan 12 ekor kambing Sapera yang dibagi atas tiga kelompok perlakuan hormon penyerentak birahi yaitu: (1) Perlakuan 1 = Spons Flugeston acetate (FGA) sebagai kontrol, (2) Perlakuan 2 = Spons Medroxy Progesteron Acetate (MPA) dan (3) Perlakuan 3 = PGF2 Alpha. Penggunaan spons secara intravaginal dengan lama pemasangan 11 hari, sedangkan PGF2 alpha dilakukan melalui penyuntikan secara intra musculer sebanyak 2 kali dengan interval 11 hari. Sebelum dan setelah waktu pencabutan spons/penyuntikan PGF2 Alpha kedua tiba, kemudian dilakukan menyuntikan

Pregnan Mare Serum Gonadrotopin (PMSG). Deteksi berahi dimulai sejak spons dicabut dan diulang setiap

3 jam dengan menggunakan pejantan yang diberi apron/pejantan vasektomi dan secara visual. Parameter yang diamati adalah persentase berahi, kapan berahi mulai muncul (onset berahi) dan lama berahi. Dari hasil pengamatan kegiatan pertama maka hasil sinkronisasi berahi menggunakan spons MPA, Spons FGA dan PGF2 Alpha pada kambing Sapera memberikan respon berahi yang lebih baik (83,3%) dibandingkan dengan kambing PE yaitu 50% ternak berahi. Rataan timbulnya berahi setelah pencabutan dan penyuntikan hormon penyerentak berahi pada ternak kambing Peranakan Etawah sekitar 38,36±10,73 jam (36-42 jam), sedangkan rataan timbulnya berahi setelah pencabutan dan penyuntikan hormon penyerentak berahi pada ternak kambing Sapera sekitar 45,60 ± 13,18 jam (37-53 jam).

Kata Kunci: Flugeston Acetate (FGA), Kambing PE, Kambing Sapera, Medroxy Progesteron Acetate

(2)

PENDAHULUAN

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu ternak kambing lokal yang telah beradaptasi baik dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Populasi total ternak kambing di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 17.862.202 ekor dengan populasi kambing Etawah sekitar 12 juta ekor. Sampai saat ini penyebaran kambing Peranakan Etawah ini masih sangat terbatas dan tersebar tidak merata diseluruh wilayah Indonesia dan hanya 60% dari populasi tersebut ada di Pulau Jawa dan Madura (Ditjen PKH 2012). Kambing Peranakan Etawah termasuk kambing tipe dwiguna (produksi daging dan susu), sehingga pengembangan ternak ini secara luas akan dapat meningkatkan status gizi masyarakat di pedesaan melalui konsumsi susu kambing.

Faktor penting untuk meningkatkan produksi ternak adalah melalui produksi anak yang tergantung pada kemampuan reproduksi induk dan cara pengaturannya. Untuk mempercepat produksi anak dan akhirnya menghasilkan susu dalam jumlah banyak maka diperlukan teknologi reproduksi yaitu dengan menyerentakkan ternak-ternak induk dan mengawinkan secara alami ataupun secara inseminasi buatan agar dapat diperoleh anak secara masal. Selain itu, sinkronisasi (penyerentakan) berahi menggunakan hormon bertujuan antara lain untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi berahi, pengaturan perkawinan, kelahiran anak yang seragam dan produksi susu yang kontinyu. Fungsi hormon penyerentak berahi adalah menghambat pertumbuhan folikel secara umpan balik negatif pada pituitary gonadotropin dan fase folikel akan timbul setelah penghentian pemberian perlakuan hormon.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian hormon FGA, MPA dan prostaglandin terhadap kinerja berahi (onset berahi, lama berahi, persentase berahi) pada ternak kambing PE dan Sapera.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di Laboratorium/ kandang percobaan Balai Penelitian Ternak dengan menggunakan 30 ekor induk ternak kambing Peranakan Etawah dan 12 ekor induk

ternak kambing Sapera betina dewasa yang dibagi atas tiga kelompok perlakuan hormon penyerentak birahi yaitu:

1. Perlakuan 1 = 30 mg Spons Flugeston acetate (FGA) sebagai kontrol

2. Perlakuan 2 = 30 mg Spons Medroxy Progesteron Acetate (MPA)

3. Perlakuan 3 = 1,25 mg prostaglandin PGF2α Penggunaan spons secara intravaginal dengan lama pemasangan 11 hari, sedangkan PGF2α dilakukan melalui penyuntikan secara intra musculer sebanyak 2 kali dengan interval 11 hari. Sebelum dan setelah waktu pencabutan spons/penyuntikan PGF2α kedua tiba, kemudian dilakukan menyuntikan PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadrotopin) yang berfungsi untuk mempercepat agar ovum yang mulai membesar untuk cepat matang. Deteksi berahi dimulai sejak spons dicabut dan diulang setiap 3 jam dengan menggunakan pejantan yang diberi apron/pejantan vasektomi dan secara visual. Parameter yang diamati adalah persentase berahi, mulai muncul berahi dan lama berahi.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan model linier umum (data kuantitatif) dan distribusi frekuensi (data kualitatif) yang dibantu dengan alat bantu paket program SAS ver. 6.12. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan digunakan uji beda nyata Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan dari hasil pengamatan pada ternak kambing Peranakan Etawah di kandang Ciawi secara umum terlihat bahwa penggunaan hormon penyerentak berahi yang dipasang secara intra vaginal menghasilkan ternak berahi sebanyak 50% (Tabel 1.). Penghentian pemberian hormone secara tiba-tiba akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan folikel dan produksi estrogen meningkat sehingga ternak menunjukkan tanda-tanda berahi, karena kadar hormon progesteron yang tinggi dalam darah akan menekan pelepasan FSH dan LH dari kelenjar hipofise anterior sehingga pertumbuhan folikel ovari terhambat (Tomaszeswka et al. 1991). Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil tahun 2010 (79,3%) dan 2011 (85%) dengan menggunakan hormon yang sama (Adiati et al.

(3)

2010; Adiati et al. 2011). Keadaan ini menggambarkan bahwa secara fisiologi kambing pengamatan tidak mengalami gangguan reproduksi (berahi). Untuk ternak kambing PE yang mendapat perlakuan hormon PGF2α yang disuntikkan secara intra muscular memberikan respon yang lebih rendah dibandingkan dengan yang menggunakan hormon secara intra vaginal yaitu hanya 40% ternak yang berahi. Hasil penelitian dengan hormon PGF2α ini juga lebih rendah dari hasil penelitian Kumar dan Thomas (1994) yang memberikan hasil 75% ternak kambing berahi. Hal ini karena pada penelitian ini dosis hormon yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Kumar dan Thomas. Sedangkan hasil pengamatan pada ternak kambing Sapera penggunaan hormon penyerentak berahi yang dipasang secara intra vaginal dan disuntikkan secara intra muscular menghasilkan ternak berahi lebih baik dibandingkan dengan kambing Peranakan

Etawah yaitu 83,3%. Hasil ini tidak jauh berbeda dari hasil penelitian tahun sebelumnya dengan menggunakan hormon yang sama yaitu 85% (Adiati et al. 2011).

Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa penyuntikkan PMSG pada 0 jam menghasilkan 60% ternak kambing Peranakan Etawah berahi dan hasil ini lebih baik dibandingkan dengan yang disuntikkan 48 jam sebelum cabut spons/suntik PGF2α kedua yaitu 33,3% ternak yang berahi. Sedangkan pada ternak kambing Sapera terlihat bahwa penyerentakan berahi menggunakan PGF2α dengan penyuntikkan PMSG pada 0 jam menghasilkan 100% ternak kambing Sapera berahi, sedangkan yang menggunakan spons FGA dan MPA hanya memberikan hasil 50% ternak berahi. Untuk yang disuntikkan 48 jam sebelum cabut spons/ suntik PGF2α kedua, penggunaan spon FGA dan MPA menghasilkan 100% ternak berahi dibandingkan dengan yang menggunakan PGF2α yaitu 50% ternak yang berahi.

Tabel 1. Pengaruh tiga jenis sinkronisasi terhadap kinerja berahi kambing betinaPE dan Sapera Spons FGA Spons MPA PGF2α Kambing PE

Jumlah ternak (ekor) 10 10 10 Ternak berahi (ekor) 5 5 4 Persentase berahi (%) 50 50 40 Kambing sapera

Jumlah ternak (ekor) 4 4 4 Ternak berahi (ekor) 3 3 4 Persentase berahi (%) 75 75 100

Tabel 2. Pengaruh waktu penyuntikan PMSG terhadap persentase berahi ternak kambing PE dan Sapera

Spons FGA Spons MPA PGF2α PMSG 48 jam sebelum cabut PMSG 0 jam PMSG 48 jam sebelum cabut PMSG 48 jam sebelum cabut PMSG 0 jam PMSG 48 jam sebelum cabut Kambing PE Jumlah ternak (ekor) 5 5 5 5 5 5 Ternak berahi (ekor) 2 3 2 3 1 3 Persentase berahi (%) 40 60 40 60 20 60 Kambing Sapera Jumlah ternak (ekor) 2 2 2 2 2 2 Ternak berahi (ekor) 2 1 2 1 1 2 Persentase berahi (%) 100 50 100 50 50 100

(4)

Secara keseluruhan penyerentakkan berahi menggunakan spons FGA dan MPA yang disuntikkan 48 jam sebelum cabut spons/suntik PGF2α kedua memberikan hasil yang lebih baik (83,3% ternak berahi) dibandingkan dengan yang disuntikkan 0 jam pada saat cabut spons/suntik PGF2α kedua yaitu 66,7% ternak yang berahi. PMSG ini berfungsi untuk mempercepat agar ovum yang mulai membesar untuk cepat matang.

Pada Tabel 3. rataan timbulnya berahi (onset berahi) setelah pencabutan dan penyuntikan hormon penyerentak berahi pada ternak kambing Peranakan Etawah sekitar 32,14±10,26 jam (24-51 jam). Hasil ini sebanding dengan hasil (32,64 jam) yang dilaporkan oleh Sutama et al. (2002) pada kambing PE dewasa yang disinkronisasi dengan FGA. Sedangkan pada kambing Sapera rataan timbulnya berahi (onset berahi) sekitar 51,00±9,97 jam (30-69 jam). Munculnya berahi pada hasil penelitian ini (kambing PE dan Sapera) lebih cepat dibandingkan dengan hasil penelitian Adiati et al. (2011) yaitu 54,8 jam, karena pada penelitian ini setelah pencabutan/penyuntikan hormon penyerentakan berahi dilakukan penyuntikkan PMSG yang berfungsi untuk mempercepat agar ovum yang mulai membesar untuk cepat matang. Hasil ini terlihat bahwa timbulnya berahi pada ternak kambing Sapera lebih lambat dibandingkan pada ternak kambing Peranakan Etawah.

Penggunaan homon penyerentak berahi FGA, MPA dan PGF2α pada ternak kambing PE tidak memberikan hasil berbeda untuk onset berahi dan lama berahi (P>0,05), sedangkan pada kambing Sapera pemberian PGF2α dan MPA timbulnya berahi nyata lebih lambat dibandingkan dengan yang menggunakan FGA (P<0,05). Hasil ini terlihat bahwa timbulnya berahi pada ternak kambing Sapera lebih lambat dibandingkan pada ternak kambing Peranakan Etawah. Dari hasil keduanya terlihat bahwa ternak yang diserentakkan berahi dengan Spons FGA lebih cepat timbul berahi dibandingkan dengan yang menggunakan MPA dan PGF2α. Munculnya berahi (onset berahi) tercepat (36 jam) pada kambing betina Peranakan Etawah yang terjadi pada ternak yang di sinkronisasi dengan FGA dengan lama berahi yang lebih panjang (sekitar 38 jam). Untuk lamanya berahi pada kambing Sapera dari ketiga jenis hormon penyerentak berahi memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Bobot badan pada ternak kambing PE mempunyai bobot badan yang relatif seimbang/sama dari ketiga jenis penyerentak berahi (P>0,05) dengan rataan 36,64±7,36 kg, demikian pula dengan kambing Sapera mempunyai bobot badan yang tidak berbeda (P>0,05) dengan rataan 27,36±4,32 kg.

Tabel 3. Pengaruh sinkronisasi terhadap munculnya berahi pada kambing betina PE dan Sapera

Perlakuan Bobot badan (kg) Onset berahi (jam) Lama berahi (jam) Kambing PE Spons FGA 36,44 ± 8,50a 32,40 ± 8,05a 35,40 ± 19,02a Spons MPA 35,62 ± 6,59a 34,20 ± 12,83a 31,20 ± 17,18a PGF2α 37,86 ± 6,98a 33,75 ± 9,91a 29,25 ± 8,96a Rataan 36,64 ± 7,36 32,14 ± 10,26 32,14 ± 15,05 Kambing Sapera Spons FGA 28,35 ± 7,51a 38,00 ± 13,86b 40,00 ± 16,52a Spons MPA 25,80 ± 3,88a 65,00 ± 3,46a 28,00 ± 3,46a PGF2α 28,50 ± 1,56a 50,25 ± 12,58ab 26,25 ± 6,65a Rataan 27,36 ± 4,32 51,00 ± 9,97 30,90 ± 8,88 Nilai yang diikuti dengan huruf yang tidak sama adalah berbeda nyata (P<0,05)

(5)

KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penggunaan spons FGA, spons MPA dan PGF2α dapat digunakan sebagai bahan penyerentak berahi pada ternak kambing.

Penyerentakan berahi yang menggunakan spons FGA, spons MPA dan PGF2α sebaiknya diikuti dengan penyuntikan PMSG supaya ternak dapat berahi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adiati U, Sutama IK, Tuti Haryati, Kusumaningrum DA. 2010. Penyediaan progesteron dari bahan aktif solasodin tanaman solanum khasianum sebagai penyerentak berahi ternak dalam mendukung produksi daging. Laporan Penelitian APBN Balai Penelitian Ternak 2010. Bogor.

Adiati U, Praharani L, Setiadi B, Inounu I, Hastono. 2011. Kajian implementasi bioteknologi

reproduksi ternak kambing Anglo Nubian dan Peranakan Etawah. Laporan Penelitian APBN Balai Penelitian Ternak 2011. Bogor.

Direktorat Jenderal PKH. 2012. Buku Statistik Peternakan. 2012. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta

.

Kumar SS, Thomas CK. 1994. Syncronization of oestrus in goats. I. Effect on reproductive performance and man hour requirement. Indiana J Anim Production Management 10:74-80.

Sutama IK, Dharsana R, Budiarsana IGM, Kostaman T. 2002. Sinkronisasi berahi dengan larutan komposit testosterone, oestradiol dan progesterone (TOP) pada kambing Peranakan Etawah. JITV 7:110-115.

Tomaszeska MW, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1991. Reproduksi, tingkah laku dan produksi ternak di Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

DISKUSI Pertanyaan:

Perlakuan mana yang menghasilkan persentase birahi terbaik?.

Jawaban:

Diantara perlakuan spon FGA, spon MPA dan PGF2α tidak berbeda nyata. Perlu ditambahkann jumlah n percobaan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pelaku jual beli khusunya jual beli Hp second, yang nantinya bisa dijadikan bahan informasi atau pelajaran guna

beberapa fatwa yang dikeluarkan oleh Majlis Fatwa Kebangsaan Malaysia. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap kajian literatur yang telah dijalankan, kajian terhadap

Deteksi dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe-3 (DEN-3) dari Nyamuk Aedes aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase-PCR (RT-PCR) di Kota Medan. Medan: Universitas

Tentang kinerja perangkat desa dalam membantu hukum tua menginformasikan program pemerintah kepada masyarakat data yang diperoleh diketahui bahwa responden yang

Perguruan tinggi tinggi di Indonesia kini berlomba-lomba meningkatkan kiprahnya, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di dunia internasional. Political Will pemerintah

JUDUL PENELITIAN : Pengaruh Akut Susu Cokelat dan Minuman Olahraga Komersial sebagai Minuman Pemulihan Pasca Latihan pada Program Interval Training INSTANSI PELAKSANA :

Apabila Vizan Farm melakukan kegiatan produksi sesuai kriteria budidaya ikan Black Ghost yang baik seperti, jarak antara lokasi usaha dengan lokasi pakan dan

Keluarga besar DJONG ATMA JAYA; Bang Neo, Bang Julius, Bang Ronito, Bang Arco, Bang Ardo, Mas Sigit, Mas Yudhis, Aa Ruswan, Erico, Lamhot, Viky, Limpar, Motak, Jojo untuk semua