• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan salah satu warisan leluhur. Karya sastra dibagi menjadi dua yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra lisan salah satunya yaitu folklor. Folklor merupakan warisan leluhur yang tersebar dalam kehidupan masyarakat dari mulut ke mulut. Sedangkan karya sastra tulis dapat berupa puisi, prosa ataupun cerita pendek.

Folklor adalah sebagian dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun diantara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun disertai contoh dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat (Danandjaja, 1997 : 2). Folklor yang berupa karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan adalah bentuk relatif tetap atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama disebut juga dengan cerita rakyat (Danandjaja, 1997 : 4).

Potter (dalam Endraswara 2009:28) sedangkan Yadnya (dalam Endraswara 2009:28) menjelaskan bahwa folklor adalah bagian kebudayaan yang bersifat traditional, tidak resmi, dan nasional. Folklor adalah karya agung masalalu, baik lisan ataupun tertulis yang amat berharga bagi generasi mendatang.

Endraswara ketika menjadi editor buku “Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk dan Fungsi” mengatakan bahwa folklor memang sangat luas cakupannya, ritual-ritual

(2)

dapat saja diformat sebagai folklor. Kisah-kisah mistis banyak dikaitkan dengan folklor. Bahkan di setiap wilayah ritual ini menjadi ciri folklor yang berkembang luas. Sejauh ritual itu ada folklor yang masih berkembang luas. Folklor juga sering berkaitan dengan sejarah para leluhur.

Senada dengan apa yang diutarakan Endraswara di atas bahwa folklor dapat berkaitan dengan sejarah dan ritual-ritual. Salah satu folklor yang berkaitan dengan hal tersebut adalah Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya. Cerita tersebut dituturkan secara lisan dan masih terpelihara dengan baik di tengah-tengah masyarakat Desa Majasto. Desa Majasto merupakan desa yang terletak di Kecamatan Tawangsari, Kabupatan Sukoharjo.Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya dapat digolongkan sebagai cerita lisan atau folklor.Permasalahan yang mendasari Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya sangatlah unik, yang di dalamnya terdapat sejarah runtuhnya kerajaan Majapahit.Cerita rakyat tersebut sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat Desa Majasto baik dari segi agama, pola pikir maupun ekonomi. Cerita tersebut terlahir dari cerita rakyat yang kemudianmelahirkan kepercayaan yang masih diyakini dan dihormati oleh masyarakatnya, terutama masyarakat di lingkup daerah yang sifatnya masih tradisional. Bagi sebagian besar masyarakat Desa Majasto, Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya masih cukup dihormati dan dipercaya oleh warga sekitar, utamanya kepercayaan mengenai cara pemakaman yang mana liang kuburnya hanya sedalam lutut orang dewasa atau sekitar 50-70 cm. Makam tersebut adalah makam yang tanahnya tidak berbau sehingga dinamakan Makam Bumi Arum. Makam Kyai Ageng Sutawijaya merupakan tempat yang dianggap suci dan dihormati, masyarakat mengunjungi untuk mendoakan arwahleluhurnya, tetapi tidak

(3)

sedikit masyarakat yang datang mengunjungi makam untuk memohon doa restu, berkah, keselamatan, dan rejeki. Keberadaan makam Kyai Ageng Sutawijaya berada di Makam Bumi Arum Majasto dipercaya sebagai leluhur masyarakat Majasto dan merupakan keturunan dari Brawijaya V. Kyai Ageng Sutawijaya merupakan murid dari Sunan Kalijaga dan Ki Ageng Pandanaran, atas perintahnya merakalah akhirnya Kyai Ageng Sutawijaya bertapa di bukit Majasto yang kemudian membangun sebuah masjid di bukit Majasto sebagai tempat ibadah untuk melakukan syair Islam bagi masyarakat sekitar.(Sub Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sukoharjo 2001: 7)

Penelitian tentu mempunyai manfaat, baik manfat secara teoritis maupun praktis, sehingga dalam penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, antara lain

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mampu menggunakan dan memanfaatkan teori folklor untuk dapat mengetahui bentuk dan isi yang terkandung dalam cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, fungsi cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, makna/penghayatan cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya bagi masyarakat pendukungnya. Dengan demikian penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan mengenai pendekatan teori folklor bagi perkembangan sastra dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu bagi penelitian selanjutnya.

(4)

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat mendokumentasikan Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya sebagai salah satu aset lisan Nusantara.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keberadaan makam Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto Kecamatan Tawangsari. c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang folklor

cerita Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto Kecamatan Tawangsari sehingga dapat menambah wawasan tentang fungsi bagi masyarakat. Penelitian terhadap makam Kyai Ageng Sutawijaya dengan kajian folklor belum pernah dilakukan, adapun penelitian sebelumnya yang meneliti Makam Bumi Arum Majasto adalah :

a. Wisata Religi Makam Bumi Arum Majasto, (studi kehidupan sosial religi peziarah dan masyarakat Desa Majasto). Oleh Saleh, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2010. b. Kompleks Masjid Ki Ageng Sutawijaya Majasto Tawangsari Sukoharjo

Jawa Tengah, (tinjauan historis). Oleh Anik Tri Wahyuni Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 2007.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka judul dalam penelitian ini adalah

CERITA RAKYAT KYAI AGENG SUTAWIJAYA DI DESA MAJASTO KECAMATAN TAWANGSARI KEBUPATEN SUKOHARJO (Sebuah Tinjauan Folklor)”

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk dan isi cerita Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?

2. Bagaimanakah fungsi folklor cerita Kyai Ageng Sutawijaya bagi masyarakat Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?

3. Bagaimanakah makna/penghayatan masyarakat Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo terhadap keberadaan cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan sebagian berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk dan isi cerita Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.

2. Menemukanfungsi folklor cerita Kyai Ageng Sutawijaya bagi masyarakat Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.

3. Menemukanmakna/penghayatan masyarakat Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo terhadap keberadaan cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya.

(6)

D. Batasan Masalah

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada usaha mendiskripsikan Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya untuk keperluan dokumentasi, bentuk, fungsi, makna/penghayatan cerita bagi masyarakat pendukungnya, selain dinamika perkembangan Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, perlu mendeskripsikan masyarakat Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo sebagai pemilik dan pendukung cerita rakyat tersebut.

E. Teori 1. Hakikat Folklor

Folklor merupakan gabungan dari folk dan lore.Folk sama artinya dengan sekelompok orang dan lore artinya adat atau tradisi. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainya. Ciri-ciri pengenal tersebut antara lain berupa warna kulit yang sama, mata pencarian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Ciri pengenal yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka memiliki suatu tradisi yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun.Sedangkan Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagaian kebudayaan yang diwariskan turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Alan Dundees (Danandjaja 1997:1).

(7)

Folklor mengandung arti keyakinan atau kisah-kisah lama (tradisional) mengenai rakyat, sekaligus juga bisa dimengerti sebagai studi atas kisah atau keyakinan rakyat. Folklor adalah hasil kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat membantu pengingat (Danandjaya 1997 :2).

Brunvand (dalam Hutomo, dalam Nyoman Kutha Ratna, 2011: 102) membedakan folklor menjadi tiga macam, yaitu Folklor lisan (verba folklor), Folklor setengah lisan (partly verba folklor), Folklor bukan lisan (nonverbal folklor). Secara praktis ketiganya dapat dikenali melalui bentuk masing-masing yaitu oral (mentifact), sosial (socifact), dan material (artifact). Folklor lisan terdiri atas :

1) Ungkapan tradisional (pepatah, peribahasa, semboyan)

2) Nyanyian rakyat (lir-ilir, bubui bulan, jamuran, dan lain sebagainya) 3) Bahasa rakyat (dialek, ulukan, sindiran, bahasa rahasia, bahasa remaja,

dan lain sebagainya)

4) Teka-teki (berbagai bentuk tanya jawab pada umumnya untuk mengasah pikiran)

5) Cerita rakyat (mite, legenda, sage) Folklor setengah lisan, diantaranya:

1) Drama rakyat (ketoprak, ludruk, wayang kulit, langendria, arja) 2) Tari (srimpi, maengket, pendet)

3) Upacara (kelahiran, perkawinan, kematian)

(8)

5) Adat kebiasaan (gotong royong, menjenguk orang sakit) 6) Pesta rakyat (sekaten, pesta kesenian Bali)

Folklor nonlisan, diantaranya:

1) Material (mainan, makanan, arsitektur, alat-alat music, pakaian, perhiasan, obat-obatan, dan sebagainya)

2) Bukan material (bunyi music, bunyi gamelan, bunyi isyarat)

Penelitian folklor menurut Danandjaja meliputi tiga tahap yaitu penelitian terhadap objek penelitian yang meliputi :

a. Tahap Pra penelitian di Tempat

Tahap ini merupakan tahap sebelum melakukan tahap penelitian, yakni peneliti terjun langsung ke daerah yang akan dijadikan objek penelitian dalam bentuk folklor maka harus mengadakan persiapan yang matang. Ini akan lebih meminimalisir hambatan yang akan terjadi saat penelitian.

b. Tahap Penelitian di Tempat Sesungguhnya

Tahap ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati dan tidak bersikap menggurui. Sikap yang demikian membuat informan dengan cepat menerima dan memberikan semua keterangan yang diperlukan. Peneliti saat berada di lapangan harus bersikap jujur, rendah hati, dan tidak sombong ataupun menggurui, sehingga tercipta hubungan yang harmonis dengan informan. Cara yang digunakan untuk memperoleh bahan folklor di tempat adalah melalui wawancara dengan informan dan

(9)

melakukan pengamatan. Sikap penulis dengan informan harus sopan agar informan akan menerima peneliti dengan baik dan memberikan keterangan selenggap-lengkapnya untuk data penelitian.

c. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan

Sebelum kita membuat naskah bagi kerasipan maka harus dipastikan bahwa folklor tersebut diakui dan dipercaya oleh masyarakat. Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya diakui keberandaannya dan dipercaya masyarakat sekitar. Folkor adalah sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun dan jika folkor itu belum di akui atau dipercaya oleh masyarakat, maka bukan termasuk cerita rakyat. Masyarakat Desa Majasto sebagai pemilik cerita tersebut masih melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang timbul karena adanya cerita tersebut.

Menurut Danandjaja setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga bahan teks bentuk folklor yang di kumpulkan, konteks teks yang bersangkutan, pendekatan dan penilaian informasi serta pengumpulan folklor. James Danandjaja, (1984) menerangkan bahwa folklor terdiri dari dua bentuk yaitu folklor lisan dan folklor sebagian lisan. Adapun bentuk folklor lisan terdiri dari :

a) Bahasa rakyat, yaitu bentuk folklor Indonesia yang termasuk dalam bahasa rakyat berupa logat atau dialek bahasa-bahasa Nusantara. b) Ungkapan tradisional, yakni dalam bentuk folklor semacam ini

(10)

lengkap kalimatnya, peribahasa perumpamaan) dan ungkapan (ungkapan yang mirip peribahasa).

c) Pertanyaan tradisional, yakni lebih dikenal sebagai teka-teki merupakan pertanyaan yang bersofat tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional pula.

d) Sajak dan puisi rakyat, yakni folklor lisan yang memiliki kekhususan, kalimatnya tidak berbentuk bebas, tetapi terikat. Sajak dan puisi rakyat merupakan kesusastraan yang sudah tertentu bentuknya, baik dari segi jumlah larik maupun persajakan yang mengakhiri setiap lariknya. Yang termasuk ke dalam jenis adalah peparikan, rarakitan, wawangian, serta tembang berpupuh (sinom, dhandanggula, dan seterusnya) juga termasuk mantra.

e) Cerita prosa rakyat, yaitu jenis folklor yang banyak diteliti oleh para ahli. Menurut Bascom (1965:44), dalam Danandjaja, 1984:50), cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu mite (myth), legenda (legenda, dan dongeng (folklor)

f) Nyanyian rakyat menurut Bruvand (1963 : 130, dalam Dhanandjaja, 1984 : 141) adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri atas kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional serta mempunyai banyak varian.

Folklor berbentuk sebagian lisan antara lain mempunyai kepercayaan rakyat, yang sering kali juga disebut takhayul. Takhayul adalah kepercayaan yang oleh orang

(11)

berpendidikan Barat dianggap sederhana, bahkan pander, tidak berdasarkan logika, sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya (Danadjaja, 1984 : 153).

2. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat yang pada umumnya dianggap sebagai cerita fiktif semata, ternyata kadang-kadang dipandang mengandung kebenaran faktual. Sastra rakyat dalam arti folklor tidak mempunyai naskah seperti adanya. Kelisanan ini adalah salah satu ciri penting dari cerita rakyat. Cerita rakyat sebagai cerita lisan terdapat baik di masyarakat, yang tan-aksara, maupun dari masyarakat yang beraksara. Pada masyarakat tan-aksara pemeliharaan cerita lisan itu lebih baik daripada masyarakat beraksara. Pada orang-orang yang tan-aksara, cerita lisan berlangsung pada jantung lingkungan yang menimbulkannya, belum digali oleh hal lain, fungsinya yang utama belum diambil alih oleh dokumen tertulis seperti halnya dalam masyarakat yang telah menghargai tulis-menulis (Vansina, 1972:2 dalam Rusyana, 1981:16).

Ciri lain dari cerita rakyat adalah ketradisiannya. Cerita rakyat sebagai bagian dari folklor merupakan bagian dari persediaan cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Cerita rakyat merupakan cerita yang telah diceritakan kembali diantara orang-orang yang berada dalam beberapa generasi, sehingga cerita rakyat berkenaan dengan masa lalu. Cerita rakyat sebagai bagian dari folklor mengandung survival, yaitu sesuatu yang masih terdapat dalam budaya masa kini

(12)

sebagai peninggalan dari masa-masa sebelumnya (Winick,1956: 517 dalam Rusyana, 1981:17).

Cerita rakyat sebagai bagian yang diturunkan dari generasi ke generasi dan disebarkan pada sesama anggota masyarakat, bersifat anonim yaitu tidak diketahui siapa yang menciptakannya. Secara keseluruhan cerita rakyat diartikan sebagai cerita lisan yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Dengan kata lain cerita rakyat adalah cerita lisan yang berkembang pada generasi dalam suatu masyarakat (Rusyana, 1981:17).

Cerita rakyat adalah suatu karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap, atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama.(Danandjaja,1997:4).

3. Ciri-Ciri Cerita Rakyat

Danandjaja (1997 : 3-4) berpendapat bahwa cerita rakyat selalu mengalami perubahan dari jaman ke jaman, bahkan akan berbeda dari penutur satu dengan penutur yang lain, meski mereka dari kelompok yang sama.Cerita rakyat mempunyai beberapa ciri yang membedakan dari kesusastraan secara tertulis, sebagai berikut :

1. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.

2. Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebarannya secara lisan.

(13)

3. Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama.

4. Cerita rakyat anonim karena pengarangnya tidak diketahui lagi, maka cerita rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.

5. Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk berpola yaitu menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan mempunyai pembukaan dan penutupan yang baku. Gaya ini berlatar belakang kultus terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.

6. Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagai sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

7. Cerita rakyat mempunyai sifat-sifat prologis, dalam arti mempunyai logika tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.

8. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Dasar anggapan ini sebagai akibat sifatnya yang anonim.

9. Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatan kasar, terlalu spontan.

(14)

4. Bentuk Cerita Rakyat

Menurut William R. Bascom dalam Danandjaja (1997 : 50) membagi cerita prosa rakyat menjadi:

1. Mite merupakan cerita prosa rakyat yang di anggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita, mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa. Tempat terjadinya di tempat lain dan masa terjadinya jauh di masa purba. Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut.

2. Legenda adalah cerita yang mengandung ciri-ciri hampir sama dengan mite, namun legenda bersifat sekuler. Terjadi pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal. Tokoh dalam legenda tidak disakralkan oleh pendukungnya. Tokoh merupakan manusia biasa yang mempunyai kekuatan-kekuatan gaib, tempat terjadinya di dunia kita. Legenda tidak setua mite. Legenda menceritakan terjadinya tempat, seperti : pulau, gunung, daerah/desa, danau/sungai, dan sebagainya.

3. Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh ketentuan tentang pelaku, waktu dan tempat. Dongeng hanyalah cerita khayalan belaka.

5. Fungsi Cerita rakyat

Menurut Bascom dalam Danandjaja, 1997 : 19), fungsi cerita rakyat sebagai folklor adalah sebagai berikut :

(15)

1. Sebagai system proyeksi (projective system) yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif. Fungsi ini dapat diwujudkan salah satunya dengan sarana pengukuhan tempat keramat.

2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata lembaga kebudayaan. Fungsi ini dapat terwujud oleh lembaga yang pada saat ini terus menggali dan menyelamatkan kebudayaan yang hampir punah dengan bentuk cagar budaya ataupun bentuk lainya.

3. Sebagai alat pendidikan anak.

4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

6. Mitos

a. Pengertian Mitos

Mitos adalah suatu cerita yang benar-benar menjadi milik mereka yang paling berharga, karena merupakan suatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh model bagi tindakan manusia. Mitos bukan hanya merupakan pemikiran intelektual dan bukan hasil logika, tetapi terlebih dulu merupakan orientasi spiritual dan mental yang berhubungan dengan illahi (Hari Susanto 1987 : 9)

Mitos berpijak pada fungsi mitos tersebut dalam kehidupan manusia. Mitos buka hanya sekedar cerita mengenai kehidupan dewa-dewa, nemun mitos merupakan cerita yang mampu memberikan arah dan pedoman tingkah laku manusia sehingga bersikap bijaksana (Peursen, 1976 : 42).

(16)

b. Fungsi Mitos

Mitos merupakan sebuah cerita yang memberikan arahan atau penduan kepada sekelompok orang. Cerita ini dapat dituturkan tetapi juga dapat diuangkapkan tewat tarian atau pementasan wayang (Van Peursan, 2007 : 37).

Fungsi mitos menurut Van Peursen, yaitu :

1. Suatu mitos dapat menyadarkan manuasia bahwa kekuatan-kekuatan ajaib, suatu mitos tidak memberikan bahan informasi mengenai kekutan-kekuatan itu. Tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya. 2. Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Misalnya pada bulan Sura, dilakukan

suatu ritual tertentu atau upacara-upacara dengan berbagai tarian. Karena pada jaman dahulu bila itu dilanggar akan terjadi suatu bencana entah gagal panen atau bencana yang lainya.

3. Suatu mitos memberikan pengetahuan tentang dunia, artinya fungsi ini mirip dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pemikiran modern, misalnya cerita-cerita terjadi langit dan bumi.

(17)

F. Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah Cerita Rakyat Makam Kyai Ageng Sutawijaya. Sumber data utama melalui catatan tertulis maupun melalui audio dan vidio serta pengambilan foto dan film. (Moleong, 2005:135)

Sumber data dalam penelitian dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan yang mengetahui tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya antara lain Juru Kunci, Pak Lurah Desa Majasto, Perangkat desa, dan pengunjung makam Kyai Ageng Sutawijaya. Dengan demikian, peneliti melakukan pengamatan secara langsung dan wawancara ditempat, hasil pengamatan dan wawancara tersebut berupa catatan dan rekaman.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitiaan ini adalah referensi maupun buku-buku yang relevan dangan topik penelitian.

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah segala informasi dari informan yag menceritakan tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya baik dari pihak masyarakat sekitar atau masyarakat pendatang serta fungsi Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya tersebut bagi masyarakat pendatang yang berkunjung di

(18)

tempat tersebut. sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah informasi-informasi pendukungnya, foto-foto, catatan lapangan, serta hasil referensi tertulis yaitu buku-buku yang berkaitan dengan cerita rakyat dan sasrta lisan, yang di jadikan sebagai data pelengkap dalam penelitian.Setelah mendapatkan data lisan berupa tuturan hasil wawancara, data tersebut kemudian ditranskrip.

G. Metode Penelitian 1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian folklor. Sifat penelitian diskriptif kualitatif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi. Peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data desktiptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2007 : 4).

Penelitian cerita rakyat ini dilakukan dengan terjun langsung kelapangan, dan peneliti secara langsung mendata, memproses dan menganalisinya. Dapat dikatakan bahwa peneliti adalah kunci utama dalam penelitian, sehingga peneliti harus teliti agar dapat tercapai penelitian yang akurat tentang Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya yang berkembang di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.

Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan tujuan memperoleh gambaran atai deskripsi dari objek yang dikaji. Karena dalam wawancara nantinya akan terdapat

(19)

rekaman-rekaman, foto-foto lokasi, dan lain-lain. Ciri-ciri terpenting metode kualitatif adalah sebagai berikut.

1) Memberikan perhatian utama pada makna pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi cultural.

2) Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrument utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.

3) Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrument utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.

4) Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.

5) Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks budaya masing-masing.(Ratna (2008: 47-48)

Selain itu dengan penelitian deskriptif kualitatif ini akan memperoleh berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi yang penuh nuansa yang lebih berharga dari sekedar angka atau jumlah dalam bentuk angka (Sutopo, 1988:9).

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Peneliti mengambil lokasi Desa Majasto dengan pertimbangan bahwa Desa Majasto merupakan tempat keberadaan makam Kyai Ageng Sutawijaya.

(20)

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian disamping perlu menggunakan metode yang tepat, peneliti juga memerlukan memilih teknik yang tepat dan alat pengumpul data yang relevan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan tiga metode sebagai berikut :

a. Teknik Observasi (pengamatan)

Teknik observasi (pengamatan) ini diketahui oleh informan. Informan dengan sukarela memberikan kesempatan peneliti untuk mengamati peristiwa yang terjadi.Dalam penelitian lapangan pengamatan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Seperti yang di katakan Guba dan Lincoln (1981 : 191-193) adalah :

1) Teknik pengamatan ini dapat berlangsung didasarkan atas pengalaman secara langsung.

2) Teknik ini dapat terlaksana dengan melihat dan mengamati suatu kejadian kemudian mencatat apa yang telah diamati.

3) Pemanfaatan memungkinkan mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang diperoleh dari data.

4) Sering kali terjadi keraguan peneliti akan kebenaran data yang didapat. 5) Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami

(21)

6) Dalam kasus-kasus tertentu teknik komunikasi lainya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Observasi ini dilakukansecara langsung terhadap peristiwa yang sesuai dengan kondisi lingkungan di lokasi penelitian yang diamati. Teknik observasi (pengamatan) digunakan untuk mengetahui data yang berhubungan dengan cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, sikap masyarakat dan perilaku interaksi sosial antar anggota masyarakat. Selain teknik observasi, digunakan teknik pencatatan. Teknik pencatatan digunakan untuk menyusun data dan informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan mengenai cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya. Kegiatan observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama berupa observasi awal (survey) yang berisi dengan kegiatan pengecekan lokasi dan sasaran penelitian dan tahap kedua sebagai penelitian inti dengan kegiatan pengumpulan bahan dan data yang dibutuhkan dalam pembahasan masalah. Objek yang diamati atau diobservasi meliputi:

1. Kondisi fisik lokasi penelitian, yang meliputi letak dan kondisi geografis desa beserta pembagian wilayah dan jumlah penduduknya. 2. Kondisi sosial masyarakat desa yang meliputi pendidikan, mata

pencaharian masyarakat, dan kehidupan keagamaan. Proses observasi dimulai dengan melakukan survei awal yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap masyarakat Desa Majasto, dan

(22)

dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan subjek yang berkaitan dengan objek atau sasaran penelitian.

b. Teknik Wawancara

Teknik wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari narasumber. Wawancara dalam penelitian ini bertujuan menyimpulkan keterangan yang ada pada kehidupan dalam suatu masyarakat serta pendirian mereka merupakan suatu alat pembantu metode observasi langsung. (Koentjaraningrat, 1983 : 129).Wawancara dalam keadaan informal, yakni dalam suasana santai, pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari. Wawancara dilakukan secara terstruktur namun terdapat pengambangan.Pada metode ini pertanyaan diajukan secara lisan, pengumpul data bertatap muka dengan narasumber. (Sanapiah Faisal, 2008 : 52).

Dalam hal ini memilih informan yang dianggap menguasai dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang jelas. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviwee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Adapun informan yang di anggap menguasai dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data antara lainJuru Kunci, Pak Lurah Desa Majasto, Perangkat desa, dan pengunjung

(23)

makam Kyai Ageng Sutawijaya. Langkah-langkah yang digunakan dalam teknik wawancara adalah.

1. Menentukan lokasi.

2. Menentukan informan yang akan dijadikan sebagai sumber informasi.

3. Menentukan waktu wawancara.

4. Membuat daftar pertanyaan wawancara. Memilih informan yang dianggap menguasai dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang jelas. Informan yang dipilih adalah juru kunci, modin dan sesepuh desa, karena secara umum mereka yang mengetahui secara pasti tentang folklor cerita Kyai Ageng Sutawijaya.

c. Content Analysis

Suatu metode pengumpulan data versi tulis dengan cara mencari buku-buku, dokumen yang relevan dengan cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya, membaca buku hasil penelitian atau sumber informasi lainya yang berhubungan dengan topik pembahasan yang nantinya dapat membantu proses pengumpulan data dan pembahasan masalah yang terkait.Pengumpulan data perlu mencantumkan data hasil wawancara maupun pengamatan, karena untuk mendapatkan perbedaan-perbedaan yang terdapat yang terdapat di dalam hasil wawancara untuk di ambil data yang paling akurat. Mencatat data hasil wawancara dan pengamatan perlu

(24)

diperhatikan perbedaan antara data sebenarnya dengan hasil interpretasi sebagai seorang peneliti.

4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini cerita lisan mengenai cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya yang berada di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo ini dijadikan sebagai populasi penelitian karena terlait dengan cerita asal-usul cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya. Daerah tersebut memiliki populasi yang tinggi. Dalam penentual sampel dalam populasi tersebut digunakan cara purposive Sampling (penentuan sampel). Dalam Purposive Sampling subyeknya didasarkan atas diri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut dengan ciri-ciri sifat populasi itu sendiri (Hadi, 1982: 29) Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian secara langsung yang mewakili populasi secara keseluruhan. (Subroto, 1992: 25). Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tehnik purposive

sampling. Maksud dari sampling ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi

dari berbagai macam sumber dan bangunannya (Moleong, 2007:224).

Tujuan dari teknik sampling seperti yang dikatakan oleh Moleong,(2007:224) adalah :

a. Merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks unik.

b. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.

(25)

Metode pengumpulan dan sampel menggunakan teknik purposive sampling.Dalam purposive sampling subyeknya didasarkan atas dari atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut dengan ciri-ciri sifat populasi itu sendiri (Hadi, 1982:29). Sampel dalam penelitian ini informan yang dianggap bisa mewakili pendapat dan keterangannya. Masyarakat yang berhubungan dengan upacara adat dipilih beberapa sampel untuk mewakili kelompoknya sebanyak 6 informan.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan cara untuk mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dari hasil perolehan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Perolehan data tersebut diorganisasi menjadi satu untuk dipakai dan interpretasikan sebagai bahan temuan untuk menjawab permasalahan penelitian (Milles dan Huberman dalam Rohidi 1992:95). Analisis data merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengumpulan data. Data dan informasi yang berhasil dikumpulkan secara berkelanjutan ditafsirkan maknanya. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif, yakni analisis yang dilakukan untuk memaparkan data hasil kualitatif. Analisis ini tidak berkaitan dengan angka-angka akan tetapi berkaitan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Data yang diperoleh dari penelitian berupa teks lisan dan foto tentang folklor makam Kyai Ageng Sutawijaya. Data tersebut kemudian diolah menjadi sebuah teks tulis dan dianalisis sesuai dengan rumusan masalah yang akan dianalisis. Dalam menganalisis data peneliti

(26)

menggunakan tiga komponen yaitu seleksi data, penyajian data, dan penyimpulan data.

a. Seleksi Data

Seleksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data kasar yang ada pada lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian. Seleksi data dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, dan tentang pengumpulan data yang dipakai. Pada saat pengumpulan data berlangsung, data reduction berupa catatan-catatan singkat, memutuskan tema dan batasan-batasan permasalahan.

b. Pemaparan Sajian Data

Teknik pemaparan hasil analisis data merupakan langkah terakhir setelah analisis data. Teknik pemaparan hasil analisis data adalah cara merangkai data-data yang telah terkumpul, melewati proses analisis data sehingga menjadi kesimpulan deskriptif yang disusun secara sistematis dan kronologis. Teknik pemaparan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan kesimpulan mulai dari bagian awal hingga akhir, sehingga masing-masing bagian dari pokok kajian penelitian dapat dilihat sebagai suatu sistem, saling mengisi, dan melengkapi. Hasil analisis penelitian ini berusaha mendapatkan kesimpulan tentang suatu masalah yang sedang diteliti berdasarkan berbagai informasi

(27)

yang terkait dengan masalah tersebut. Penelitian ini diharapkan akan memperoleh hasil penelitian mengenai bentuk atau isi cerita rakyat, fungsi penghayatan masyarakat terhadap folklor.

c. Penarikan Kesimpulan

Penyimpulan data, diperoleh setelah peneliti melakukan wawancara dengan narasumber tentang folklor cerita makam Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto dan mendeskripsikannya ke dalam tulisan. Langkah terakhir dalam proses analisis data adalah melakukan penarikan kesimpulan (verifikasi). Pada penarikan kesimpulan peneliti harus melampirkan foto–foto dan konfigurasi-konfigurasi yang semua merupakan satu kesatuan yang utuh, yang ada kaitannya dengan alur, sebab akibat dan proposi masalah yang sedang dikaji yaitu folklor cerita rakyat Kyai Ageng Sutawijaya.

6. Validitas Data

Kualitas dan keabsahan data dalam penelitian dapat ditingkatkan kualitasnya dengan memakai sistem triangulasi data yaitu, teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagian pembandingan terhadap data lain. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu (Moleong, 1989:79). Triangulasi data yaitu mengumpulkan data sejenis dari berbagai sumber

(28)

data yang berbeda (Patton dalam Sutopo, 1988:32). Dengan demikian kebenaran data yang satuakan diuji atau dibandingkan dengan data yang lain dari sumber data yang lain, sehingga bisa dihasilkan data yang valid.

Langkah kerja teknik ini adalah membandingkan balik tingkat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Menurut Patton dalam Moleong, 2007:331, Hal itu dapat dicapai dengan cara :

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara b. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dan apa yang

dikatakan secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah atau tinggi, orang pemerintahan.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Sebelum penulis terjun langsung ke lapangan, penulis melakukan survai lapangan terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk mencari informan yang tersebar di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian yang dilakukan di lapangan, mendapatkan berbagai informasi tentang Kyai Ageng Sutawijaya, tetapi banyak kesamaan data yang didapatkan.

(29)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Batasan Masalah E. Teori

F. Sumber Data G. Metode dan Teknik H. Sistematika Penulisan BAB IIPEMBAHASAN

A. Profil Masyarakat Desa Majasto

B. Isi dan Bentuk Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya C. Fungsi Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya

D. Makna/Penghayatan Masyarakat BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN B. SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Bidang Pembinaan dan Pengendalian Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Bidang Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Gizi Seksi

• Pengumpulan dan pemungutan sisa buah yang tidak dipanen atau busuk atau yang terserang lalat buah, lalu dibenamkan dalam tanah dengan kedalaman 30 cm.. • Penggemburan tanah di

Pada akhir periode distribusi akan diperoleh persediaan sebesar stok pengaman di setiap unit pelayanan kesehatan.. Rencana tingkat ketersediaan di UPOPPK tiap akhir periode juga

Peneliti memilih lokasi ini karena pengembangan perumahan dan perubahan sosial ekonomi pada warga pinggiran Kota Bandung, Kecamatan Gedebage sedang dalam proses masa

Dua kilogram limbah padat jamu dicampur dengan 3 liter air suling kemudian dialiri uap panas menggunakan alat distilasi uap-air selama 24 jam, dihitung dari tetesan pertama

Jika liabilitas keuangan yang ada digantikan dengan liabilitas lain dari pemberi pinjaman yang sama dengan persyaratan yang berbeda secara substansial, atau persyaratan dari

Untuk menyederhanakan penguasaan dan penggunaan faktor-faktor produksi dalam budidaya dan pemasaran hasil ikan kerapu serta menjamin keamanan kredit perbankan, maka

Momentum ini menjadi penting bagi Partai Hijau untuk mendesakkan kembali isu lingkungan khususnya perubahan iklim agar menjadi prioritas dalam kebijakan pemerintah federal