• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITIK SANAD: SEBUAH ANALISIS KESHAHIHAN HADITS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KRITIK SANAD: SEBUAH ANALISIS KESHAHIHAN HADITS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Ulin Nuha

Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta

Email: nuha_ulin9488@yahoo.com

Abstract

Hadith is the source of second law of Islam. It is explanatory of the verses of the Qur’an as found in the Qur’an is not understandable language. From the verses of the Qur’an are not known the meaning clearly, then Prophet tells us with his words were later called Hadith. Therefore, Hadith has a very important role in the determination of the laws of syari’at. However, not all of Hadith could been served as a source of law. Certain only hadiths which could serve as a source of legal settlers. For example it is shahih hadiths.To note here is how to tell a shahih hadeeth that or dla’if. The problem of this paper to present to discuss and find out whether a hadeeth shahih or dla’if. With the example of hadeeth which speaks of “ Prophet’s intercession for his people”, we will to find out how do I do to find out if the isnaad critique a shahih hadeeth that or dla’if. The steps that should be taken in the criticism is isnaad; First, do i’tibar Hadith. Second, examine the quality of and methods have. And the third is to determine the outcome of the first and second steps that have been taken. Research of sanad criticism has with regard to the hadeeth which discuss of “the Prophet’s intercession for his people”, that is after doing i’tibar Hadith and examine the quality of the rawi have produced quality a shahih isnaad as-isnaad.

Abstrak

Hadits adalah sumber hukum kedua bagi Islam. Ia merupakan penjelas dari pada ayat-ayat al-Qur’an ketika didapati didalam al-Qur’an bahasa yang belum dimengerti. Dari bahasa ayat al-Qur’an yang belum diketahui maknanya dengan jelas itu, kemudian rasul menjelaskannya dengan perantara sabdanya yang kemudian disebut hadits. Oleh karena itu, hadits mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal penetapan hukum syari’at. Walaupun demikian, tidak semua hadits bisa dijadikan sebagai sumber sebuah hukum. Hanya hadits-hadits tertentu saja yang bisa dijadikan sebagai sumber penetap hukum. Misalnya saja adalah hadits shahih. Yang perlu menjadi catatan di sini adalah bagaimana cara untuk mengetahui apakah

(2)

sebuah hadits itu shahih atau dla’if. Dari problem tersebut makalah ini hadir untuk membahas dan mengetahui apakah sebuah hadits itu shahih atai dla’if. Dengan contoh redaksi hadits yang berbicara tentang “syafa’at nabi bagi umatnya”, kita akan mengetahui bagaimanakah cara melakukan kritik sanad guna mengetahui apakah sebuah hadits itu shahih atai dla’if. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kritik sanad adalah; pertama, melakukan i’tibar hadits. Kedua, meneliti kualitas periwayat dan metode periwayatannya. Dan ketiga adalah menentukan hasil dari langkah pertama dan kedua yang telah ditempuh. Dari penelitian kritik sanad berkenaan dengan hadits-hadits yang membicarakan tentang “syafa’at nabi bagi umatnya”, yaitu setelah melakukan i’tibar hadits dan meneliti kualitas periwayat atau rawi dan metode periwayatannya dihasilkan kualitas sanad yang shahih as-sanad.

Kata kunci: Hadits dan kritik sanad

A. Pendahuluan

Tidak bisa kita sangkal bahwa hadits adalah sumber hukum Islam yang ke-2 setelah al-Qur’an. Sehingga dalam pemakaiannya kita harus sangat selektif, terlebih-lebih lagi dalam istinbat hukum. Adapun hadits-hadits yang sah untuk bisa dijadikan sebagai sumber hukum adalah hadits yang shahih dari segala bidangnya. Bukan hanya shahih dari segi matannya saja, akan tetapi juga shahih dalam hal sanadnya. Sebuah sanad dapat dikatakan shahih apabila sanad tersebut tersambung sampai pada rasul, sanad itu pula juga harus terhindar dari suzuz dan illat. Selain itu para periwayat juga harus adil dan dablit dan masih banyak lagi yang lainnya.

Ketika sebuah hadits telah memenuhi kriteria dan syarat-syarat keshahihan hadits, baru hadits tersebut sah dan dapat dipakai sebagi sumber istinbat hukum (penetap hukum). Sebaliknya, jika kriteria-kriteria atau syarat-syarat keshahihan sebuah hadits tidak dapat dipenuhi –walaupun satu syarat saja-, maka hadits itu tidak bida dijadikan sebagai sumber istinbat hukum. Kalaupun hadits tersebut -yang syarat keshahihannya tidak dapat dipenuhi- tetap dapat dijadikan sebagai sumber hukum, maka terdapat ketentuan-ketentuan yang lainnya lagi. Misalnya saja didukung dengan banyaknya hadits-hadits lain dalam tema yang sama sehingga hadits tersebut menjadi hadits hasan lighairihi. Setelah derajat sebuah hadits menjjadi hadits yang hasan lighairihi, maka hadits tersebut bisa dijadikan sebagai sumber istinbat hukum (penetap sebuah hukum).

(3)

Oleh karena itu, untuk mendapatkan kualitas hadits yang benar-benar shahih, kita harus membedah kedalaman kualitas dari sebuah sanad hadits. Dengan kata lain, kita harus melakukan kritik sanad. Dari sini nantinya akan dapat diketahui apakah sebuah hadits berderajat shahih ataukah ia berderajat dla’if. Hal seperti yang tersebut di atas semata-mata dilakukan untuk meminimalisir beredarnya hadits-hadits dla’if atau bahkan hadits-hadits palsu. Tindakan yang selektif dalam pemilihan sebuah hadits ini akan menghasilkan hadits-hadits yang sahih dan pada akhirnya pun istinbat hukum syari’at dapat ditegakkan dengan kokoh. Dalam makalah ini tercakup kaidah-kaidah kritik sanad dan segala sesuatu yang terkait dengannya baik itu pengertian kritik sanad, biografi periwayat, dan bahasan-bahasan yang lainnya.

B. Pengertian Kritik Sanad Hadits

Kata kritik ini sebenarnya adalah alih bahasa dari kata

(ﺪﻘﻧ)

1 atau dari

kata

( ﻴﻤﺗ)

. Sekalipun kata ini tidak ditemukan di dalam al-Qur’an maupun dalam hadits, namun tidak perlu diperdebatkan apakah kegiatan kritik sanad ini perlu dilakukan atau tidak. Hal ini dikarenakan disiplin ilmu kritik ini muncul pada era belakang. Sedangkan menurut istilah arti dari pada kritik ini adalah berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan2 dalam rangka

menemukan sebuah hakikat kebenaran.

Sedangkan sanad secara bahasa dapat dimaknai dengan sebuah arti sandaran, dapat dipegangi, dipercayai, kaki bukit atau kaki gunung. Sanad juga berarti sebuah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadits artinya silsilah (urut-urutan) para perawi hadits yang menukil sebuah matan hadits dari sumber primernya (Muhammad SAW). Sebuah jalur itu disebut sanad adakalanya karena para periwayat bersandar kepadanya (sanad) dalam menisbatkan matan kepada sumbernya, dan adakalanya karena para hafidz bertumpu pada para periwayat dalam mengetahui kualitas suatu hadits.3 Selain

1A.Warson Munawir, Kamus Al-Munawir - Arab-Indonesia - ( Surabaya: PustakaProgresif,

1986), hlm . 1551.

2W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),

hlm. 965.

3Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits – Ulumuhu Wa Musthalahuhu – (Beirut:

(4)

itu sanad juga acapkali disebut dengan thariq atau wajh.4 Sanad merupakan

neraca timbangan terhadap kualitas sebuah hadits, apakah sebuah hadits itu shahih ataukah dla’if. Kualitas hadits dapat dilihat dengan perantara sanad, jika salah satu sanadnya tertuduh dusta maka hadits tersebut hukumnya dla’if dan tidak bisa dipakai sebagai istinbat hukum. Sebaliknya jika seluruh sanadnya tsiqqah maka hadits itu dapat dijadikan sumber hukum. Bentuk jamak dari pada sanad adalag asnad.5 Ada pun contoh hadits adalah sebagai berikut:

ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ ،ﻝﺎﻗ ﺓﺮيﺮه ﻲبﺃ ﻦﻋ حلﺎﺻ ﻲبﺃ ﻦﻋ ِﺶﻤﻋﻷﺍ ﻦﻋ َﺔّيﻭﺎﻌﻣ ﻮﺑﺃ ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ ﺐيﺮ ُﻛ ﻮﺑﺃ ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ

ى ﻭ ﺔ ّﻣﻷ ًﺔﻋﺎﻔﺷ ﺓﻮﻋﺩ ُﺕْﺄﺒﺘﺧﺍ ﻲّنﺇ ﻭ ﺔﺑﺎﺠﺘﺴﻣ ﺓﻮﻋﺩ ّ ﻧ ّﻞكﻟ ﻢّﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲ ىّﺻ ﷲ

6

.ﺄﻴﺷ للهﺎﺑ ﻙﺮﺸي ﻻ ﻢ ﻣ ﺕﺎﻣ ﻦﻣ ﷲ ﺀﺎﺷ ﻥﺇ ﺔﻠﺋﺎﻧ

Contoh sanad adalah kata-kata sebagai berikut:

ِﺶﻤﻋﻷﺍ ﻦﻋ َﺔ

ّيﻭﺎﻌﻣ ﻮﺑﺃ ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ

ﺐيﺮ ُﻛ ﻮﺑﺃ ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ

sampai pada kata

ﻢّﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲ يّﺻ ﷲ ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ

. Dengan demikian yang disebut dengan urut-urutan sanad dari hadits tersebut adalah:

Nama Periwayat Urutan Sebagai Periwayat Urutan Sebagai Sanad

1. Abu Hurairah Periwayat 1 Sanad 5

2. Abi Shalih Periwayat 2 Sanad 4

3. Al-‘amasy Periwayat 3 Sanad 3

4. Abu Muawiyah Periwayat 4 Sanad 2

5. Abu Kuraib Periwayat 5 Sanad 1

6. At-Tirmizi Periwayat 6 Mukharrij al-Hadits

Tidak semua hadits mempunyai jumlah sanad yang sama, ada hadits yang jumlah sanadnya enam seperti contoh diatas bahkan ada pula yang lebih dari pada enam. Dalam hubungannya dengan sanad maka kita juga harus mengenal istilah musnid, musnad dan isnad. Adapun yang disebut dengan musnad adalah hadits yang diriwaytakan dan disebut didalamnya seluruh jumlah sanadnya hingga sampai rasulullah. Di sisi lain juga terdapat pengertian lain dari pada musnad. Syuhudi Ismail dalam bukunya menyebutkan bahwasanya yang

4M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: ANGKASA, 1994), hlm. 17. 5Suryadi dkk, Metodologi Penelitian Hadits (Yogyakarta: Teras, 2006), hlm. 99.

6Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah at-Tirmizi, al-Jami’ as-Shahih, jil. V (Beirut: Dar

(5)

disebut dengan musnad adalah kitab hadits yang didalamnya dikoleksikan oleh penyusunnya , hadits-hadits yang diriwayatkan oleh seorang shahabi. Misalnya saja hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dikumpulkan dalam satu bab tertentu dan khusus untuk semua hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan begitu juga hadits riwayat dari sahabat yang lain diletakkan dalam bab tertentu pula. Musnid sendiri adalah orang yang meriwayatkan sebuah hadits dengan menyebutkan sanadnya. Sedangkan isnad adalah menerangkan atau menjelaskan sanadnya hadits (jalan datangnya hadits atau jalan menyandarkan hadits).7

Dengan demikian sanad mempunyai dua bagaian penting yaitu: (a) nama-nama periwayat; (b) lambang-lambang periwayatan hadits yang telah digunakan oleh masing-masing periwayat dalam periwayatan hadits, misalanya

“ﻲن ﺧﺃ ،ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ ، ُﺖﻌﻤﺳ”

.8 Kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa kedudukan

sanad dalam hadits sangatlah penting sekali. Maka jika ada seseorang yang mengatakan suatu berita dan menyatakan bahwa itu adalah hadits akan tetapi tidak memiliki sanad sama sekali maka hadits itu dinamakan hadits maudlu’. Dan hal tersebut perlu dilakukan penelitian takhrij haditsnya.

Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Ibn Sirin yang mengatakan “sesungguhanya pengetahuan hadits adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu itu”. Bahkan sahabat Amar R.A. dinasehati oleh rasul dengan sebuah nasihat “wahai Amr, agamamu sekali lagi adalah agamamu dan darah dagingmu maka perhatikanlah orang-orang yang akan kamu ikuti”.9 ‘Abd Allah ibn al-Mubarrak menyatakan “sanad hadits

merupakan bagian dari agama. Sekiranya sanad hadits tidak ada, niscaya siapa saja akan bebas menyatakan apa saja yang dikehendakinya.” Imam Nawawi juga menggambarkan hubungan antara sanad dan hadits itu bagaikan hewan dengan kakinya.10

Dari semua penjabaran tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa arti dari kritik sanad ini adalah penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadits tentang individu perawi dan proses penerimaan hadits dari guru mereka

7M. Syuhudi Ismail, Pengantar…, hlm. 18. 8Suryadi dkk, Metodologi…, hlm. 99.

9Subhi as-Shalah, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits (ttp: Pustaka Firdaus, tth), hlm. 121. 10Suryadi dkk, Metodologi…, hlm. 100.

(6)

masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadist (shahih, hasan, dan dha’if).11

C. Urgensi

Kritik

Sanad

Adapun urgensi penelitian (kritik) terhadap hadita nabi adalah disebabkan berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap urgenitas suatu kritik sanad adalh sebagai berikut:12

1. hadits nabi merupakan salah satu sumber istinbat hukum yang kedua setelah al-Qur’an oleh karena itu hadits-hadits sumber istinbat hukum harus shahih

2. paada zaman nabi tidak semua hadits tertulis atau ditulis sehingga memunculkan banyak peluang terjadinya pemalsuan hadits

3. maraknya pemalsuan hadits

4. prosese pentadwianan hadits yang memakan banyak waktu

5. banyaknya kitab hadits yang disusun dengan berbagai bentuk metode penyusunannya

6. telah banyak terjadi periwayatan hadits secara makna.

Selain alasan diatas terdapat alasan lain kenapa dilakukan penelitian (kritik) sanad hadits. Hal ini disebabkan karena hadits berbeda dengan al-Qur’an dari segi periwayatannya. Seluruh ayat-ayat al-al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir dan bersifat qat’i al-wurut. Dengan metode periwayatan yang seperti ini membuat ayat-ayat al-Qura’n tidak bisa diragukan orisinalitanya (keotentikannya). Berbanding terbalaik dengan hadits yang sebagian besar diriwayatkan dengan cara ahad, yang mana sand-sanadnya membutuhkan penelitian dan pengkajian yang mendalam untuk mengetahui mana hadits yang

11Bustamin dan M.Isa H.A.Salam, Metodologi Kritik hadis (Jakarta: Rajawali Pers, 2004),

hlm. 6–7.

12M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),

(7)

shahih yang bisa dijadikan istinbat hukum dan mana yang dla’if dan tertolak. Hal ini disebabkan karena hadits itu diriwayatkan dengan metode dzanni al-wurut.13

D. Kriteria

Keshahihan Sanad

Pada abad ke-3 H., para ulama’ hadits belum menentukan bagaimanakh criteria daripada keshahihan sebuah sanad hadits. Kemudian munculah Imam Syafi’i dengan mengungkapkan lebih jelas tentang kriteria tentang hadits yang dapat dijadikan dalil (hujjah). Dia menyatakan bahwa hadits ahad tidaklah bisa dijadikan hujjah kecuali dengan dua syarat yaitu hadits ahad tersebut diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah dan seluruh rangkaian riwayatnya bersambung kepada nabi.14 Atas dasar inilah Imam Syafi’I dikenal sebagai

bapah Ilmu Hadits. Akan tetapi beberapa wilayah termasuk Indonesia yang dikenal sebagai bapak Ilmu Hadits adalah Imam Bikhari dan Imam Muslim. Walaupun keduanya tidak memberikan petunjuk atau penjelasan umum tentang criteria hadits yang shahih. Kriteria yang diajukan oleh Bakhari dan Muslim kemudian ditinjau ulang oleh para ulama’ hadits yang kemudian muncullah kriteria kashahihan hadits menurut Imam Bukhari yaitu periwayat hadits harus bertemu (bertatap muka) dengan periwayat terdekat dalam sanad walaupun cuma satu kali seumur hidup. Sedangkan kriteria hadits menurut Muslim adalah pertemuan antar periwayat yang terdekat dalam sanad tidak perlu dibuktikan asalkan mereka terbukti kesezamannya.15

Dalam Hal ini pemakalah hanya bisa menyajikan pendapat dari muhadditsun mutaakhirun, yang diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Dr. Mahmud ath-Thahan dalam bukunya “Taisir Musthalah al-Hadits”, beliau berpendapat bahwa yang disebut hadits shahih adalah:

ﻏ ﻦﻣ ﻩﺎ ﻨﻣ ى ﺇ ﻪﻠﺜﻣ ﻦﻋ ﻂﺑﺎﻀﻟﺍ ﻝﺪﻌﻟﺍ ﻞﻘﻨﺑ ﻩﺪﻨﺳ ﻞﺼّﺗﺇ ﺎﻣ ﻮه ﺢﻴحصﻟﺍ ﺚﻳﺪحلﺍ

ﺔّﻠﻋ ﻻ ﻭ ﺫﻭﺬﺷ

13Shalahuddinibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadits, terj. H.M Qadirun

Nur dan Ahamad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), hlm. 3-4.

14Bustamin dan M.Isa H.A.Salam, Metodologi …, hlm. 22. 15Ibid,. hlm. 23.

(8)

Dari definisi hadist shahih diatas tampak jelas bahwa hadist shahih harus memenuhi lima syarat:16

1. bersambung sanadnya, artinya bahwa setiap perawi (hadits) harus mengambil (belajar hadits) secara langsung dari orang-orang sebelumnya (syuyuhu al-hadits) dari mulai awal sanad sampai bagain paling akhir (dari suatu hadits)

2. para perawi harus mempunyai sifat adil, artinya bawasanya semua perawi harus mempunya sifat-sifat Islam, baligh, berakal, tidak pernah berbuat fasik dan selalu menjaga muru’ah (kesopanan)

3. perawi harus dlabit, artinya semua perawi harus mempunya kapasitas intelektual yang sempurna baik intelektual dari segi pemikirannya ataupun intelektualits buku-bukunya (karangannya)

4. terhindar dari syuzuz, artinya hadits-hadits yang diriwayatkan terhindar dari kejanggalan (sanad dan matannya) yang berarti tidak bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih tsiqah (gabungan dari pada sifat adil dan dlabit seorang perawi).17

5. terhindar dari illat, artinya hadits-hadits yang diriwayatkan terhindar dari kecacatan (sanad dan matannya). Adapun sebab ilat tersebut adalah ketidak jelasan dan samarnya (isi hadits) yang merusak hadits itu dari kashahihannya.

Dari syarat-syarat yang dikemukakan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, yaitu ada lima poin yang berkaitan dengan keshahihan sebuah sanad: (1) sanadnya bersambung sampai pada sumber primernya (Muhammad SAW), (2) perawi hadits harus bersifat adil, (3) perawi hadits harus dablit, (4) terhindar dari kejanggalan (syuzuz), dan (5) terhindar dari kecacatan (illat). Sedangkan ada dua poin lagi untuk criteria keshahihan matan yaitu: (1) terhindar dari kejanggalan (syuzuz), dan (2) terhindar dari kecacatan (illat).18

16Mahmud ath-Tahan, Taisir Musthalah al-Hadits (tt: tpn, tth), hlm. 30. 17Suryadi dkk, Metodologi…, hlm. 101.

(9)

E. Ilmu-Ilmu yang Terkait Dengan Sanad

Ada beberapa disiplin keilmuan yang terkait dengan sanad hadits, diantara disiplin ilmu itu adalah Ilmu Taarih ar-Ruwaat, Ilmu aj-Jarh wa Ta’dil, Ilmu I’tibar al-Hadits dan lain-lain. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. IlmuTaarih ar-Ruwaat

Adapun yang dimaksud dengan IlmuTaarih ar-Ruwaat adalah ilmu yang mengantarkan kita untuk bisa mengetahui biografi para parawi hadits yang berhubungan dengan periwayatan hadits-haditsnya. Di dalam ilmu ini tercakup beberapa sepek yang meliputi keadaan periwayat, tanggal lahir dan wafatnya periwayat, guru-gurunya, sejarah pencarian ilmu, para muridnya, negara asal pariwayat, dan lain-lain.19

Ilmu ini mulai muncul bersamaan dengan munculnya para perawi (periwayat) hadits. Para ulama hadits sangat antusias terhadap penelitian-penelitian hadits guna mengetahui kedudukan periwayat hadits. Adapun manfaat dari pada ilmu ini adalah untuk mengetahui apakah suatu hadits itu sanadnya dlabit (tersambung sampai nabi) ataukah sanadnya terputus. Selain itu juga untuk mengetahui apakah suatu hadits itu masuk dalam derajat mursal ataupun marfu’.

2. Ilmu

aj-Jarh wa Ta’dil

Al-Jarh menurut bahasa artinya melukai, sedangkan menurut istilah dalam ilmu hadits al-Jarh berarti tampak jelasnya sifat pribadi periwayat yang tidak adil, atau yang buruk dibidang hafalannya dan kecermatannya, yang keadaan itu menyebabkan gugurnya atau lemahnya riwayat yang disampaikan oleh periwayat tersebut.20

At-Ta’dil artinya menurut bahasa adalah masdar dari kata adala, yakni mengemukakan sifat-sifat adil yang dimiliki oleh seseorang. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu hadits at-ta’dil berarti mengungkap sifat-sifat bersih

19Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul… (Beirut: Dar al-Fikr, 2008), hlm. 164. 20Ibid., hlm. 168.

(10)

yang ada pada diri periwayat sehingga dengan demikian tampak jelas keadilan periwayat itu dan karenanya riwayat yang disampaikannya dapat diterima.21

S eadangkan arti dari pada Ilmu aj-Jarh wa Ta’dil adalah ilmu yang membahas hal ihwal para perawi sehingga diketahui apakah riwayat-riwayat yang disampaikan itu maqbul atau mardud.

Sama dengan ilmu diatas, ilmu ini muncul juga dengan munculnya para perawi hadits. Para ulama’ hadits khususnya (ahli al-jarh wa ta’dil) telah mengemukakan beberapa teori yang berkenaan dengan penelitian para periwayat hadits. Berikut ini akan dikemukakan sebagian dari teori-teori yang telah dikemukakan oleh ulama-ulama ahli al-jarh wa ta’dil berkenaan dengan penelitian para periwayat hadits:22

a.

ﺡﺮجلﺍ ى ﻋ ﻡﺪﻘﻣ ﻞﻳﺪﻌﺘﻟﺍ

(at-Ta’dil didahulukan atas al-Jarh).

Maksudnya adalah jika seorang periwayat dinilai terpuji oleh seorang kritikus dan dinilai tercela oleh kritikus lainnya, jadi yang dipilih adalah kritikan yang berisi pujian. Alasannya adalah sifat dasar periwayat hadits adalah terpuji sedangkan sifat tercela merupakan sifat yang dating kemudian. Karenanya bila sifat dasar berlawanan dengan sifat yang dating kemudian maka yang harus dimenangkan adalah sifat dasarnya. Pendukung teori ini adalah An-Nasâ’i (w. 303 H / 915 M),

Pada umumnya ulama hadits tidak menerima teori tersebut karena kritikus yang memuji tidak mengetahui sifat tercela yang dimiliki oleh periwayat yang dinilainya, sedangkan kritikus yang mengemukakan celaan adalah kritikus yang telah mengetahui ketercelaan periwayat yang dinilainya.

b.

ﻞﻳﺪﻌﺘﻟﺍ ى ﻋ ﻡﺪﻘﻣ ﺡﺮجلﺍ

(al-Jarh didahulukan atas at-Ta’dil)

Maksudnya adalah jika kritikus dinilai tercela oleh seorang

kritikus dan dinilai terpuji oleh kritikus yang lainnya, maka

yang didahulukan dan yang dipilih adalah kritikan yang berisi

celaan. Alasannya ialah: (a)

kritikus yang menyatakan celaan

lebih paham terhadap pribadi periwayat yang dicelanya itu. (b)

21Ibid., hlm. 168.

22“Pokok-Pokok Masalah Dalam Kritik Sanad Dan Matan”

(11)

Yang menjadi dasar untuk memuji seseorang periwayat adalah

persangkaan baik dari pribadi kritikus hadits dan prasangka baik

itu harus dikalahkan bila ternyata ada bukti tentang ketercelaan

yang dimiliki oleh periwayat yang bersangkutan.

Kalangan ulama hadits, ulama fiqih dan ulama ushul fiqih banyak yang menganut teori tersebut. Dalam pada itu, banyak pula ulama kritikus hadits yang menuntut pembuktian atau penjelasan yang menjadi latar belakang atas ketercelaan yang dikemukakan terhadap periwayat tersebut. Ustadz Abdul Qodir Hasan dalam bukunya Ilmu Musthalahul Hadits halaman 468 menerangkan kaidah ini dengan gamblang,: “Apabila seorang rawi dipuji oleh seseorang (Abû Ahmad: Ta’dil), tetapi ada juga yang mencacat dia atau menunjukkan celaannya (Abû Ahmad: Jarh), maka yang dipakai ialah celaan orang itu, jika celaannya beralasan (Abû Ahmad: Jarh Mufassar).

Contohnya seperti: Ibrahim bin Abî Yahya Abû Ishaq. Imam Syafi’i dan Ibnu Ash bahani menganggap dia sebagai seorang kepercayaan. Tetapi berkata Ibnu Hibban: “Adalah ia berpendirian Qadariyah, dan bermadzhab kepada omongan Jahmiyah, tambahan pula ia pernah berdusta dalam urusan hadits” Syafi’i dan Ibnul Ashbahani memuji dia, sedang Ibnu Hibban menunjukkan celanya. Jadi yang dipakai disini adalah omongan Ibnu Hibban”

c.

ﺮﺴﻔﳌﺍ ﺡﺮجلﺍ ﺖبﺛ ﺍﺫﺇ ﻻﺇ ﻝﺪﻌﻤﻠﻟ ﻢﻜحلﺎﻓ ﻝﺪﻌﳌﺍﻭ ﺡﺭﺎجلﺍ ﺽﺭﺎﻌت ﺍﺫﺇ

(Apabila terjadi pertentangan antara kritikan yang mencela dan yang memuji, maka yang harus dimenangkan adalah kritikan yang memuji, kecuali apabila kritikan yang mencela disertai penjelasan tentang sebab-sebabnya).

Alasannya adalah kritikus yang mampu menjelaskan

sebab-sebab ketercelaan periwayat yang dinilainya lebih mengetahui

terhadap pribadi periwayat tersebut daripada kritikus yang hanya

mengemukakan pujian terhadap periwayat yang sama. Pendukung

teori ini adalah jumhur ulama ahli kritik hadits. Sebagian dari

mereka ada yang menyatakan bahwa: (a)

penjelasan ketercelaan

(12)

(b)

Bila kritikus yang memuji telah mengetahui juga sebab-sebab

ketercelaan periwayat yang dinilainya itu dan dia memandang

sebab-sebab ketercelaannya itu memang tidak relevan ataupun

telah tidak ada lagi, maka kritikan yang memuji itu yang harus

dipilih.

Dari keterangan diatas jelaslah bahwa jika ada sekelompok ulama ahlus sunnah memuji atau menta’dil seseorang namun ada ulama ahlus sunnah yang mencela atau menjarh orang itu maka kita lebih mendahulukan jarh tersebut jika jarh itu beralasan. Namun jika jarh tidak beralasan atau tidak dijelaskan sebab sebab jarh maka ta’dil lebih diutamakan.

d.

ﺔﻘﺜﻠﻟ ﻪﺣﺮﺟ ﻞﺒﻘﻳ ﻼﻓ ﺎﻔﻴﻌﺿ ﺡﺭﺎجلﺍ ﻥﺎك ﺍﺫﺇ

(Apabila kritikus yang mengemukakan ketercelaan adalah orang yang tergolong dha’if, maka kritikannya terhadap orang yang tsiqâh tidak diterima)

Maksudnya ialah apabila yang mengkritik adalah orang yang tidak tsiqâh, sedangkan yang dikritik adalah orang yang tsiqâh, maka kritikan orang yang tidak tsiqâh tersebut harus ditolak.

Alasannya adalah karena orang yang bersifat tsiqâh dikenal lebih berhati-hati dan lebih cermat daripada orang yang bersifat tidak tsiqâh. Pendukung teori ini adalah jumhur ulama ahli kritik hadits.

e.

ﻥ ﺣﻭﺮجلمﺍ ى ﻩﺎﺒﺷﻻﺍ ﺔﻴﺸﺧ ﺖبﺜﺘﻟﺍ ﻻﺍ ﺡﺮجلﺍ ﻞﺒﻘﻳﻻ

(Al-Jarh tidak diterima kecuali setelah ditetapkan (diteliti dengan cermat) dengan adanya kekhawatiran terjadinya kesamaan tentang orang-orang yang dicelanya) Maksudnya ialah apabila nama periwayat memiliki kesamaan ataupun kemiripan dengan nama periwayat lain lalu salah seorang periwayat itu dikritik dengan celaan, maka kritikan itu tidak dapat diterima, kecuali telah dapat dipastikan bahwa kritikan itu terhindar dari kekeliruan akibat adanya kesamaan atau kemiripan nama tersebut.

Alasannya adalah suatu kritikan harus jelas sasarannya. Dalam mengkritik pribadi seseorang maka orang yang dikritik haruslah jelas dan terhindar dari keragu-raguan atau kekacauan. Pendukung teori ini adalah jumhur ulama ahli kritik hadits.

(13)

f.

ﻪﺑﺪﺘﻌي ﻻ ﺔيﻮﻴﻧﺩ ﺓﺍﻭﺪﻋ ﻦﻋ ﺎﻨﻟﺍ ﺡﺮجلﺍ

(Al-Jarh yang dikemukakan oleh orang yang mengalami permusuhan dalm masalah keduniawian tidak perlu diperhatikan)

Alasannya adalah pertentangan pribadi dalam masalah dunia dapat menyebabkan lahirnya penilaian yang tidak jujur. Kritikus yang bermusuhan dalam masalah dunia dengan periwayat yang dikritik dengan celaan dapat berlaku tidak jujur karena didorong oleh rasa kebencian.

3. Ilmu

I’tibar al-Hadits

Kata al-I’tibar

(ﺭﺎﺒﺘﻋﻻﺍ)

adalah masdhar dari kata

ﺘﻋﺍ

yang menurut bahasa berarti peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis. S edangkan menurut istilah ia berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu supaya diketahui ada atau tidaknya periwayat yang lain untuk sanad hadits yang dimaksud.23

Kegunaan I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus muttabî atau syâhid. De ngan adanya I’tibar ini maka akan diketahui apakah hadits yang diteliti itu memiliki muttabî dan syâhid ataukah tidak. Sedangkan tujuan adanya i’tibar ini adalah agar terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad yang diteliti, nama-nam periwayatnya, dan metode periwayatan yang dipakai oleh masing-masing parawi yang bersangkutan.24

F. Penelitian

Sanad

Untuk mencoba meneliti sebuah hadits (khususnya penelitian kritik sanad), pemakalah akan mengangkat tema “syafaat nabi bagi umatnya”. Di sini penulis akan membandingkan tiga hadits tentang “syafaat nabi bagi umatnya” dari para rawi yang berbeda. Salah satu rawi yang dijadikan sebagai contoh adalah Imam at-Tirmidzi, Imam Bukhari dan Imam Malik. Yang kemudian

23Suryadi dkk, Metodologi…, hlm. 67. 24Ibid., hlm. 168.

(14)

pemakalah mencoba untuk meneliti silsilah sanad hadits Imam at-Tirmizi apakah sanadnya shahih atau tidak.

1.

I’tibar dan Pembuatan Skema

Sebelum mengarah pada kritik sanad akankah lebih baik jika kita jabarkan dulu beberapa hadits tentang “syafaat nabi bagi umatnya”kemudian kita pilih satu hadits (hadits riwayat imam at-Tirmizi) sebagi pusat studi sanad oleh pemakalah. Adapun haditsnya adalah sebagai berikut:

Imam at-Tirmizi (kitab ad-Da’awaat ‘an Rasulillah) no. hadits 3526

ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ ،ﻝﺎﻗ ﺓﺮيﺮه ﻲبﺃ ﻦﻋ حلﺎﺻ ﻲبﺃ ﻦﻋ ِﺶﻤﻋﻷﺍ ﻦﻋ َﺔّيﻭﺎﻌﻣ ﻮﺑﺃ ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ ﺐيﺮ ُﻛ ﻮﺑﺃ ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ

ى ﻭ ﺔ ّﻣﻷ ًﺔﻋﺎﻔﺷ ﺓﻮﻋﺩ ُﺕْﺄﺒﺘﺧﺍ ﻲّنﺇ ﻭ ﺔﺑﺎﺠﺘﺴﻣ ﺓﻮﻋﺩ ّ ﻧ ّﻞكﻟ ﻢّﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲ ىّﺻ ﷲ

25

.ﺄﻴﺷ للهﺎﺑ ﻙﺮﺸي ﻻ ﻢ ﻣ ﺕﺎﻣ ﻦﻣ ﷲ ﺀﺎﺷ ﻥﺇ ﺔﻠﺋﺎﻧ

Dari rangkaian hadits di atas dapat kita gambarkan skema sanad hadits riwayat at-Tirmizi sebagai berikut:

Raullulah Abu Muawiyah Abu Kuraib Al-‘amasy Abu Harairah Abu Shalih At-Tirmizi

(15)

Imam Bukhari (Kitab ad-Da’awaat) no. hadits 5829

ﷲ ﻝﻮﺳﺭ ّﻥﺃ ﺓﺮيﺮه ﻲبﺃ ﻦﻋ ﺝﺮﻋﻷﺍ ﻦﻋﺩﺎﻧّﺰﻟﺍ ﻲبﺃ ﻦﻋ ﻚﻟﺎﻣ ﺛ ّﺪﺣ ﻝﺎﻗ ﻞﻴﻋﺎﻤﺳﺇ ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ

ﺔﻋﺎﻔﺷ ﻰتﻮﻋﺩ َ ﺘﺧﺃ ﻥﺃ ﺪيﺭﺃ ﻭ ﺎ ﻮﻋﺪﻳ ﺔﺑﺎﺠﺘﺴﻣ ﺓﻮﻋﺩ ّ ﻧ ّﻞكﻟ ﻝﺎﻗ ﻢّﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲ ىّﺻ

26

.ﺓﺮﺧﻷﺍ ى ﺔ ّﻣﻷ

Dan Imam Bukhari (Kitab At-Tauhid) no. hadits 6920

ﺓﺮيﺮه ﺎﺑﺃ ﻥﺃ ﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ﺪﺒﻋ ُﻦﺑ ﺔﻤﻠﺳ ﻮﺑﺃ ﺛ ّﺪﺣ ِ

ّﻱﺮهﺰﻟﺍ ﻦﻋ ﺐﻴﻌﺷ ﺎﻧ ﺧﺃ ﻥﺎﻤﻴﻟﺍ ﻮﺑﺃ ﺎﻨﺛ ّﺪﺣ

ﻲتﻮﻋﺩ َ ﺘﺧﺃ ﻥﺃ ﷲ ﺀﺎﺷ ﻥﺇ ﺪيﺭﺄﻓ ﺓﻮﻋﺩ ّ ﻧ ّﻞكﻟ ﻢّﻠﺳ ﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲ ىّﺻ ﷲ ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ ،ﻝﺎﻗ

ﺔﻣﺎﻴﻘﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﺔ ّﻣﻷ ﺔﻋﺎﻔﺷ

Dari rangkaian hadits di atas dapat kita gambarkan peta sanad hadits Imam Bukhari sebagai berikut:

al-‘Araj Abu Salamah ibn ‘Abd ar-Rahman

Raullulah Abu Harairah az-Zuhri Abi az-Zinad Syuaib Maalik

Isma’il Abu al-Yaman

Imam Bukhari

(16)

Imam Malik (Kitab an-Nida’ li al-Salaah) no. hadits 443

ﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲ ى ّﺻ ﷲ ﻝﻮﺳﺭ ّﻥﺃ ﺓﺮيﺮه ﻲبﺃ ى ﺝﺮﻋﻷﺍ ﻦﻋ ﺩﺎﻧﺰﻟﺍ ﻲبﺃ ى ﻚﻟﺎﻣ ﻦﻋ ي ﻳ ﺛ ّﺪﺣ

.ﺓﺮﺧﻷﺍ ى ﺔ ّﻣﻷ ﺔﻋﺎﻔﺷ ﻰتﻮﻋﺩ َ ﺘﺧﺃ ﻥﺃ ﺪيﺭﺄﻓ ﺎ ﻮﻋﺪﻳ ﺓﻮﻋﺩ ّ ﻧ ّﻞكﻟ ﻝﺎﻗ ﻢّﻠﺳ

Dari rangkaian hadits di atas dapat kita gambarkan skema sanad hadits riwayat Imam Malik sebagai berikut:

Raullulah Abu Hurairah Malik Abi az-Zinad al-‘Araj Imam Malik Yahya

Skema i’tibar sanad dari para perawi hadits “syafa’at nabi bagi umatnya”

(17)

Raullulah

Abu Hurairah

Al A’raj Abu Salamah Abu Shalih

Abi Zinad Az-Zuhri Al A’masy

Malik Syuaib Abu Muawiyah

Isma’il Abu al-Yaman Abu Kuraib

at-Turmudzi

Bukhari

Yahya

Imam Malik

2. Meneliti Kualitas Periwayat dan Metode Periwayatannya

a. Imam Turmudzi

1) Nama lengkapnya: Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak as-Sulami at-Tirmizi (w. 279 H.) 2) Gurunya: Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Qutaibah bin

Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna

3) Muridnya: Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam

(18)

bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi

4) Para ulama’ besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban seorang kritikus hadits, menggolangkan Tirmizi ke dalam kelompok tsiqat atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya, dan berkata: “Tirmizi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits dan bermudzakarah (berdiskusi) dengan para ulama’.”

5) Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad bin ‘Isa at-Tirmizi adalah seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui oleh para ulama’. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama’ lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Shahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadits yang sangat mendalam.

b. Abu Kuraib

1) Nama lengkapnya: Muhammad ibn A’la ibn Kuraib al-Hamdani, atau sering pula disebut Abu Kuraib al-Kufi al-Hafidz (w. 248 H.).

2) Gurunya: Abd Allah ibn Idris, Hafs ibn Qiyas, Abu Bakr ibn Ayyas, Hasyim, Ibn al-Mubarak, Abu Muawiyah al-Darir, Waki’, Muhammad ibn Basyar al-Aqdi.

3) Muridnya: Jama’ah, Abu Hatim, Abu Zurah, Usman Ibn Khazraj, Abd Allah ibn Ahmad ibn Hanbal.

4) Pernyataan para ahli kritikus hadits: (a) Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa beliau saduq, (b) Marrah berkata bahwa Abu Kuraib adalah seorang yang siqqah, (c) Abu A’mr dia seorang yang ahfadz, (d) al-Hasan ibn Abi Sufyan yang mengutip pendapat dari Muhammad ibn Abd Allah ibn Numair bahwa ia mengatakan “tidak ada di Irak yang lebih banyak haditsnya dari pada Abu Kuraib”, dan (e) Abu Amr Ahmad ibn

(19)

Nashr al-Khaffaf berkata “aku tidak melihat para syeikh setelah Ishaq yang lebih kuat hafalannya dari pada Abu Kuraib”.

Tidak ada seorang ahli hadits yang menyela pribadi Abu Kuraib karena beliau adlah seorang yang siqah. Dalam meriwayatkan hadits beliau menggunakan symbol tahammu wa al-‘ada, dengan demikian hal ini membuktikan bahwa Abu Kuraib dan Abu Muawiyyah sanadnya bersambung.

c. Abu Muawiyah

1) Nama lengkapnya: Muhammad ibn Khazim at-Tamimi as-Sa’adi, Abu Muawiyah ad-Darir al-Kafi (w. 195 H)

2) Gurunya: ‘Asim al-Ahwal, Abu Malik asy-Syaja’I, Sa’id al-‘Amasy, Dawud ibn Abi Hindi, Ja’far ibn Barqain, Suhail ibn Abi Salih, Abu Sufyan as-Sa’adi, 3) Muridnya: Ibrahim, Ibn Juraij, Yahya al-Qattan, Ahmad ibn Hambal,

Ishaq ibn Rahawaih, Abu Kuraib, Muhammad ibn Salam al-Baikandi, Muhammad ibn ‘Abd Allah ibn Numair

4) Pernyataan para ahli (kritikus) hadits tentangnya: (a) Muawiyah ibn Salih: dia adalah sahabat al-Amasy yang paling kokoh. (b) Ibn al-Kharasy: dia adalah saduq. (c) Ibn Hibban: dia haffidz lagi teliti. (d) Ibn Abi Hatim: dia orang yang paling kokoh ingatannya.

Muawiyah dinilai oleh para kritkus hadits adalah rawi yang ta’dil dan berperingkat tsiqqah. Adapun metode periwayatannya adalah dengan menggunakan sima’i yaitu dilambangkan dengan

(ﻦﻋ)

menurut jumhur ulama’. Sebagian yang lain menilai kata

(ﻦﻋ)

adalah terputus. Dengan demikian sanad antara Abu Muawiyah dan al-‘Amasy adalah bersambung.

d. Al-Amasy

1) Nama lengkapnya: Sulaiman ibn Mahran al-Asadi al-Kalili (w. 147 H.). 2) Gurunya: Anas Abd Allh ibn Abi Auf, Zaid ibn Wahb, Abu Wa’il, Abu

Amru asy-Syaibani, Qais ibn Abi Hazm, Abu Hazm al-Asyja’I,

3) Muridnya: al-Hakim ibn ‘Utaibah, Zubaid al-Yami, Abu Ishaq as-Saba’i, Sulaiman at-Taimi, Suhail ibn Abi Salih, Jarir ibn Hazm, Abd Allh ibn Idris al-Mubarak

(20)

4) Pernyataan para ahli (kritikus) hadits tentangnya: (a) Al-Ajli: dia orang yang tsiqah lagi kokoh ingatannya. (b) Ibn Masa’in: tsiqah. (c) An-Nasa’i: tsiqah tsabat.

Para kritikus hadits sepakat member penghargaan yang tinggi pada al-Amasy bahwa ia adalah periwayat hadits yang tsiqah. Adapun metode periwayatannya adalah dengan cara sima’i. yaitu dilambangkan dengan

(ﻦﻋ)

menurut jumhur ulama’. Sebagian yang lain menilai kata

(ﻦﻋ)

adalah terputus. Dengan demikian sanad antar al-‘Amasy dengan Abu Salih adalah shahih. e. Abu Salih

1) Nama aslinya: Zakwan, Abu Salih as-Saman az-Zayyat al-Madani (w. 101 H.) 2) Gurunya: Abu Hurairah, Abu ad-Darda’, Abu Sa’id al-Kudri, ‘Uqail ibn

Abi Thalib, Jabir, Umar, Muawiyah, Ummi Habibah, Ummi Salamh 3) Muridnya: Suhail, Salih, ‘Abd Allah, Ata’ ibn Abi Rubah, ‘Abd Allah

ibn Rubah, ‘Abd Allah ibn Dinar, Raja’ ibn Hiwah, Zaid ibn Aslam, al-‘Amasy, Abu Hazim Salamah ibn Dinar

4) Pernyataan para ahli (kritikus) hadits tentangnya: (a) ‘Abd ibn Muhammad: tsiqah. (b) Ibn Ma’in: tsiqah. (c) Abu Hatim: tsiqah, salih hadits. (d) al-Saj’i: tsiqah saduq. (e) al-‘Ijli: tsiqah dan (f) Ibn Sa’ad: tsiqah. Abu salaih adalah seorang ulama’ dan perawi hadits yang tinggi tingkat ke-ta’dil-annya sehingga para kritikus memberikan derajad tsiqah padanya. Adapun metode periwayatannya adalah dengan menggunakan metode sima’i. yaitu dilambangkan dengan

(ﻦﻋ)

menurut jumhur ulama’. Sebagian yang lain menilai kata

(ﻦﻋ)

adalah terputus. Karena ia adalah salah satu murid Abu Hurairah maka sanadnya tersambung dengan Abu Hurairah.

f. Abu Hurairah

1) Nama lengkapnya: ‘Abd ar-Rahman ibn Sakhr akan tetapi lebih tenar dengan nama Abu Hurairah

2) Gurunya: Nabi Muhammad SAW., Abu Bakar, ‘Umar, Fadl ibn ‘Abbas ibn ‘abd al-Muthallib, Ubay ibn Ka’ab, ‘Usamah ibn Zaid, A’isyah

(21)

3) Muridnya: al-Muharrir, Ibn Umar, Anas, Jabir, Marwan ibn al-Hakam, Sa’id ibn al-Musayyab, ‘Abd Allah ibn ‘Abd ar-Rahman, ‘Ata’ ibn Yazid al-Laitsi, Yusuf ibn Mahak, Abu Salih, Ibn as-Saman, Na’im ibn ‘Abd Allah al-Mujmar, Hmmam ibn Munabbih

4) Pernyataan para ahli (kritikus) hadits tentangnya: (a) Imam Bukhari: ada kurang lebih 800 orang yang mengambil riwayat darinya baik dari kalangan sahabat, tabi’in ataupun yang lainnya. (b) Al-‘Araj: Abu Hurairah paling banyak meriwayatkan hadits dari nabi. (c) Ibn ‘Umar: Abu Hurairah adalah seorang yang lebih baik dan tahu (tentang hadits) dariku. (d) Talhah ibn Ubaidillah: ia adalah orang yang begitu dekat dengan nabi. Dan tidak diragukan bahwa ia mendengar dari nabi sesuatu yang tidak kita dengar.

Para kritikus hadits tidak ada yang meragukan kapasitas Abu Hurairah. Ia menggunakan lambang at-Tahammul wa al-‘Ada dan ia menggunakan kata

(ﻝﺎﻗ)

. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa kata

(ﻝﺎﻗ)

adalah metode sima’i seoarang sahabat dalam menerima hadits dari nabi secara langsung. Oleh karena itu sanad antara Abu Hurairah adalah bersmabung dengan sumber primernya Nabi Muhammad SAW.

3. Hasil

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi ini adalah shahih as-sanad yang menandakan bahwa hadit riwayatnya adalah shahih untuk dijadikan istinbat hukum. Apalagi jika hadits ini diperkuat oleh hadits-hadits lain yang diriwayatkan oleh ulama’ lainnya. Apalagi hadits riwayat lainnya setelah dilakukan penelitian kritik sanad dihasilkan kulaitas sanad yang shahih as-snad. Hadist ini adalah hadits ahad karena Abu Hurairah sebagai mukharij pertama tidak mempunyai syahid. Akan tetapi, walaupun demikian hadits ini tetaplah dinilai sebagai hadits shahih karena tidak seorang ulam’ pun yang meragukan kualitas dari pada Abu Hurairah.

(22)

G. Simpulan

Adapun maksud dari kritik sanad ini adalah penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadits tentang individu perawi dan proses penerimaan hadits dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadist (shahih, hasan, dan dha’if). Urgensi kritik sanad ini adalah bahwa hadits nabi merupakan salah satu sumber istinbat hukum yang kedua setelah al-Qur’an oleh karena itu hadits-hadits sumber istinbat hukum harus shahih, pada zaman nabi tidak semua hadits tertulis atau ditulis sehingga memunculkan banyak peluang terjadinya pemalsuan hadits, maraknya pemalsuan hadits, prosese pentadwianan hadits yang memakan banyak waktu, banyaknya kitab hadits yang disusun dengan berbagai bentuk metode penyusunannya, telah banyak terjadi periwayatan hadits secara makna.

Adapun kriteria shahih sanad adalah (1) sanadnya bersambung sampai pada sumber primernya (Muhammad SAW), (2) perawi hadits harus bersifat adil, (3) perawi hadits harus dablit, (4) terhindar dari kejanggalan (syuzuz), dan (5) terhindar dari kecacatan (illat).

Daftar Pustaka

Al-Adlabi, Shalahuddinibn Ahmad. Metodologi Kritik Matan Hadits, terj. H.M Qadirun Nur dan Ahamad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004. Al-Bukhari. Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar-Fikr, tth.

Bustamin dan M.Isa H.A.Salam. Metodologi Kritik hadis, Jakarta: Rajawali Pers, 2004.

Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Ismail, M. Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: ANGKASA, 1994. Al-Khatib, Muhammad Ajjaj. Ushul al-Hadits Ulumuhu Wa Musthalahuhu,

Beirut: Dar al-Fikr, 2008.

Munawir, A.Warson. Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Jogjakarta: Pustaka Progresif, 1986.

(23)

Poerwadarminta, W.J.S.. Kamus Umum Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka, 1976.

As-Shalah, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, tt: Pustaka Firdaus, tth. Suryadi, dkk. Metodologi Penelitian Hadits, Yogyakarta: Teras, 2009. Ath-Tahan, Mahmud. Taisir Musthalah al-Hadits, tt: tpn, tth.

At-Tirmizi, Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah. al-Jami’ as-Shahih juz 5, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah 1988.

http://pa-banjarmasin.pta banjarmasin.go.id/index.php?content=mod_artikel&id=13, diakses tanggal 19 Oktober 2010 jam 01.00.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

keseimbangan gaya pada perhitungan reaksi dan gaya- gaya dalam struktur statis tertentu dan melatih ketrampilan. dalam perhitungan reaksi dan gaya dalam untuk

Untuk pertanian masa panen sekitar empat bulan antara bulan agustus sampai november, sedangkan masa tanam antara bulan januari sampai maret, jadi masyarakat muara

Berdasarkan Akta Perjanjian Pembelian Sisa Obligasi Konversi Dalam Rangka Penawaran Umum Terbatas Untuk Penambahan Modal Dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu I

Pada data (30) terdapat kata lapangan bola merupakan kosakata bahasa gaul GDODP WD\DQJDQ NRPHGL 3RQ79 ³.DPLO 2QWH´ GDUL JDEXQJDQ GXD EXDK NDWD \DQJ diserap dari

This conversation does not explicitly describes the static of Willy Loman, however it is understandable that from the way he deny Linda’s offering, shows that Willy does not like

Penyusunan laporan studi praktek kerja berjudul “Evaluasi Pengendalian Internal Atas Aset Tetap Pada Spare Part Mesin Di Perusahaan Industri Makanan (Studi Praktek Kerja

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan tulisan yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul

Setelah dilakukan analisa data mengenai hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Kesehatan Gigi dengan Kejadian Karies Gigi pada anak SD di Desa Banjar Negeri Kecamatan