• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI AKTIVITAS RENET DARI ABOMASUM KAMBING LOKAL MUDA PADA KONDISI YANG BERBEDA DAN KARAKTERISASI KEJU YANG DIHASILKAN SKRIPSI RINDU DARA AMANDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI AKTIVITAS RENET DARI ABOMASUM KAMBING LOKAL MUDA PADA KONDISI YANG BERBEDA DAN KARAKTERISASI KEJU YANG DIHASILKAN SKRIPSI RINDU DARA AMANDA"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS RENET DARI ABOMASUM KAMBING

LOKAL MUDA PADA KONDISI YANG BERBEDA

DAN KARAKTERISASI KEJU YANG

DIHASILKAN

SKRIPSI

RINDU DARA AMANDA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

RINGKASAN

RINDU DARA AMANDA. D14204081. 2010. Uji Aktivitas Renet dari Abomasum Kambing Lokal Muda pada Kondisi yang Berbeda dan Karakterisasi Keju yang Dihasilkan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr Sc

Keju sebagai salah satu produk olahan susu merupakan bahan pangan yang cukup digemari dan mulai banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Penambahan renet pada susu untuk menghasilkan keju adalah salah satu proses peningkatan mutu pada produk. Ketersediaan renet yang berasal dari abomasum anak sapi masih sangat terbatas di Indonesia. Renet umumnya diimpor sehingga perlu disiasati penyediaannya di dalam negeri dengan mempertimbangkan potensi ternak ruminansia lain. Pemanfaatan hasil ikutan dari rumah potong ternak ruminasia kecil yaitu kambing dan domba berupa abomasum perlu dipertimbangkan sebagai sumber renet. Ekstraksi terhadap abomasum domba muda mendapatkan ekstrak renet yang mempunyai kemampuan mengkoagulasikan susu, sehingga menarik pula untuk mempelajari potensi pemanfaatan abomasum dari kambing muda sebagai sumber renet.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi ekstrak kasar abomasum kambing lokal muda sebagai alternatif sumber renet yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam mengkoagulasikan susu pada kondisi yang berbeda dan melakukan karakterisasi keju yang dihasilkan dengan koagulan renet hasil ekstraksi abomasum kambing lokal muda. Kondisi aktivitas ekstrak kasar renet yang dipelajari meliputi suhu, pH dan konsentrasi terbaik dari jaringan abomasum kambing muda. Karakteristik keju yang dipelajari meliputi rendemen, sifat kimia (nilai pH, total asam tertitrasi, kadar air, kadar lemak, kadar protein, dan kadar laktosa), dan jumlah bakteri asam laktat Streptococcus lactis pada keju, yang awalnya ditambahkan untuk menurunkan pH susu. Karakteristik keju diuji secara statistik dengan uji T dan sebagai pembandingnya adalah keju dengan koagulan renet komersial yang berasal dari abomasum anak sapi muda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen, komposisi kimia dan bakteri asam laktat keju dengan koagulan renet hasil ekstraksi abomasum kambing lokal muda secara umum memiliki kemampuan mengkoagulasi susu yang baik. Hasil rendemen keju dengan koagulan renet komersial memiliki nilai yang hampir sama dengan rendemen keju dari koagulan renet hasil ekstraksi, yaitu masing-masing sebesar 8,76 dan 8,47. Rataan nilai pH, total asam tertitrasi, dan kadar protein pada kedua keju memiliki pengaruh yang sangat nyata. Kadar air, kadar laktosa, dan BAL keju rata-rata memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Sedangkan jumlah rataan kadar lemak pada keju tidak nyata menunjukkan perbedaan (P>0,05).

(3)

ABSTRACT

The Rennet Activity of Young Lokal Goat on Various Conditions and Its Cheese Characteristic

Amanda, R. D., R. R. A. Maheswari, and C. Sumantri

Cheese is one of dairy products which begin to be populair in Indonesian. The addition of rennet to produced cheese is one of process to increased quality of product. The availability of rennet from calf’s abomasums is very limited in Indonesia. Rennet is commonly imported from other country so it needs to be solved by considered another potential ruminants. The utilization of abomasums as by-product from small ruminant slaughter house to be used as source of rennet. Extraction of young lokal goat’s abomasums was resulted as crude rennet that had ability to coagulate milk, it’s interesting to study potential of utilization of young goat’s abomasums as source of rennet. The research was conducted to study the potential of crude rennet extracted from young lokal goat’s abomasums as alternative source of rennet that shows by its ability to coagulate in various conditions and compared between cheese’ characterization from coagulant of rennet extraction from young lokal goat’s abomasums. The conditions of rennet extraction from young lokal goat’s abomasums activity include the following of temperature, pH and the finest concentration of young lokal goat’s abomasums tissue. Cheese’s characteristic comprised of yield, chemistry characteristic (pH, totalize titration acid, water content, fat content, protein content, and lactose content) also amount of lactic acid bacteria Streptococcus lactis starter on cheese which early used to reduce milk pH. Cheese’ characteristic was statisticly tested with T-test and comparator product was cheese with coagulant of commercial rennet from young cow’s abomasums.

The result of this study showed that value of cheese yield, chemistry composition, and lactic acid bacteria from cheese with coagulant of extracted rennet overall has a fine responsiveness on milk coagulated. The value of cheese yield has a nearly similar score for both of cheeses, that is to say 8,67 for cheese from coagulant of commercial rennet and 8,47 for cheese with coagulant of extracted rennet from abomasums of young lokal goat. The average of pH value, totalize titration acid and protein content on both cheeses were very significantly. The water content, lactose content and lactic acid bacteria were significant (P<0,05). Whereas mean of fat content on cheeses were not significant (P>0,05).

(4)

UJI AKTIVITAS RENET DARI ABOMASUM KAMBING

LOKAL MUDA PADA KONDISI YANG BERBEDA

DAN KARAKTERISASI KEJU YANG

DIHASILKAN

RINDU DARA AMANDA D14204081

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Renet dari Abomasum Kambing Lokal Muda pada Kondisi yang Berbeda dan Karakterisasi Keju yang Dihasilkan Nama : Rindu Dara Amanda

NIM : D14204081

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA) (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP : 19620504 198703 2 002 NIP : 19591212 198603 1 004

Mengetahui: Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1986 dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Dian Budiarti dan Herru Soetomo Prawoto. Pendidikan dasar Penulis diselesaikan pada tahun 1998 di Sekolah Dasar Strada Slamet Riyadi I Tangerang. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Strada Slamet Riyadi Tangerang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMU Negeri 1 Tangerang. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif dalam keanggotaan Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER), Fakultas Peternakan periode 2004-2005. Penulis juga pernah mengikuti Progam Kreativitas Mahasiswa kategori penelitian dengan judul ”Potensi Pemanfaatan Abomasum Kambing Lokal Umur Dewasa Muda sebagai Penghasil Renet” pada tahun 2006.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala karunia serta hidayah-Nya kepada Penulis sehingga Penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi berjudul “Uji Aktivitas Renet dari Abomasum Kambing Lokal Muda pada Kondisi yang Berbeda dan Karakterisasi Keju yang Dihasilkan” ini dibuat dengan pertimbangan belum dimanfaatkannya hasil ikutan rumah pemotongan hewan ruminansia secara maksimal. Pemanfaatan abomasun sebagai sumber renet akan memberikan nilai tambah dan manfaat dari hasil ikutan rumah potong, bahkan lebih jauh akan meningkatkan daya saing dari renet dalam negeri untuk menghasilkan keju dengan mutu yang sama dibandingkan dengan keju yang dihasilkan dari renet komersial.

Penelitian ini merupakan langkah awal untuk membuka peluang penelitian yang lebih mendalam terkait dengan karakteristik keju dari koagulan abomasum kambing lokal muda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun sebagai sumber informasi, diharapkan hasil karya ini dapat bermanfaat bagi kebaikan dan menjadi sumbangsih penulis kepada dunia ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, Juni 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Definisi dan Komponen Susu ... 2

Susu Skim ... 3 Keju ... 3 Koagulasi Susu ... 7 Renet ... 8 Starter Keju ... 9 Streptococcus lactis ... 9 Karakteristik Keju ... 10 Rendemen Keju ... 10

Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi ... 11

Kadar Air ... 12

Kadar Protein ... 13

Kadar Lemak ... 13

Kadar Laktosa ... 14

METODE ... 15

Lokasi dan Waktu ... 15

Materi ... 15

Rancangan Percobaan ... 16

Prosedur ... 18

Penelitian Pendahuluan ... 18

Ekstraksi Renet ... 18

Penentuan Kondisi Optimum Aktivitas Ekstrak Renet ... 19

Aktivitas Koagulasi Ekstrak Renet dari Jaringan Abomasum dengan

(9)

Konsentrasi yang Berbeda ... 19

Aktivitas Koagulasi Renet pada Suhu yang Berbeda ... 19

Aktivitas Koagulasi Renet pada pH yang Berbeda ... 21

Penelitian Utama ... 21

Proses Pembuatan Keju dengan Ekstrak Renet .. 21

Proses Pembuatan Keju dengan Renet Komersial ... 22

Karakterisasi Keju ... 23

Rendemen ... 23

Nilai pH ... 23

Total Asam Tertitrasi (TAT) ... 23

Kadar Air ... 23

Kadar Protein ... 24

Kadar Lemak ... 24

Kadar Laktosa ... 25

Total Bakteri Asam Laktat ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Penelitian Pendahuluan ... 27

Optimasi Kondisi Aktivitas Renet ... 27

Pengaruh Perbedaan Bagian Abomasum dan Konsentrasi Renet yang Berbeda terhadap Aktivitas Koagulasi Susu ... 27

Pengaruh Perbedaan Suhu dan pH Susu terhadap Aktivitas Koagulasi Ekstrak Kasar Renet ... 28

Penelitian Utama ... 30

Proses Pembuatan Keju ... 30

Karakterisasi Keju ... 31

Rendemen ... 31

Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT) ... 33

Kadar Protein ... 34

Kadar Air ... 35

Kadar Laktosa ... 37

Kadar Lemak ... 38

Total Bakteri Asam Laktat ... 38

KESIMPULAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

UCAPAN TERIMA KASIH ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Susu ... 2 2. Klasifikasi Keju Berdasarkan Komposisi ... 4 3. Klasifikasi Keju Berdasarkan Karakteristik Pemeraman dan

Kadar Air ... 5 4. Metoda IDF untuk Pengelompokan Keju ... 6 5. Kandungan Rata-rata Air, Lemak, dan Protein dari Berbagai

Jenis Keju ... 13 6. Waktu Koagulasi Susu sebagai Respon Perbedaan Konsentrasi

Ekstrak Renet dari Bagian Abomasum yang Berbeda ... 27 7. Waktu Koagulasi Susu dengan Koagulan Ekstrak Renet dari

Jaringan Fundus Kambing Lokal Muda pada Suhu yang

Berbeda ... 28 8. Waktu Koagulasi Susu dengan Koagulan Ekstrak Renet dari

Jaringan Fundus Kambing Lokal Muda pada pH yang Berbeda . 29 9. Rendemen Keju dengan Koagulan Renet Hasil Ekstraksi

Abomasum Kambing Bagian Fundus dan Keju dengan Renet

Komersial ... 32 10. Karakteristik Keju dengan Koagulan Renet Ekstrak Abomasum

Bagian Fundus dari Kambing Lokal dan Renet Komersial ... 33 11. Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat pada Keju dengan

Koagulan Renet Hasil Ekstraksi Abomasum Kambing dan Keju

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Curd yang telah Menggumpal Sempurna ... 7 2. Alur Tahapan Ekstraksi Renet ... 20 3. Alur Tahapan Pembuatan Keju ... 22 4. Curd dengan Renet Hasil Ekstraksi Abomasum Kambing (A)

dan Curd dengan Renet Komersial (B) ... 30 5. Keju dengan Koagulan (A) Renet Hasil Ekstraksi

Abomasum Kambing Bagian Fundus dan Keju dengan

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Hasil Perbandingan Antara Keju dari Koagulan Ekstraksi Renet Abomasum Kambing dan Keju dari Koagulan Renet

Komersial ... 47 2. Analisis Data Hasil Pengujian Komposisi Kimia ... 47 3. Analisis Data Hasil Pengujian Populasi Bakteri Asam Laktat ... 47

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan konsumen yang beragam terutama untuk pemenuhan produk pangan hasil ternak, memicu perkembangan industri pangan hasil ternak salah satunya produk olahan susu untuk terus meningkatkan daya terima konsumen melalui diversifikasi dan inovasi produk. Susu beserta produk olahannya merupakan bahan pangan sumber protein hewani dengan kandungan nutrisi seimbang dan gizi yang sempurna.

Keju sebagai salah satu produk olahan susu merupakan bahan pangan yang cukup digemari dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, sehingga memicu industri keju untuk terus tumbuh dan berkembang. Kendala yang ditemui dalam penyediaan keju sebagai salah satu sumber protein hewani adalah ketersediaan renet sebagai bahan penggumpal susu yang sulit didapat di pasaran.

Data populasi kambing lokal dan jumlah pemotongan kambing muda menunjukkan angka yang cukup tinggi di Indonesia, sehingga menyebabkan pada besarnya jumlah hasil ikutan. Pemanfaatan salah satu hasil ikutan yaitu lambung bagian abomasum yang dapat dijadikan sebagai sumber pembuatan tepung renet untuk bahan penggumpal susu pada pembuatan keju. Renet dari lambung kambing lokal muda diharapkan masih mempunyai kemampuan mengkoagulasikan susu dengan baik setara dengan renet yang berasal dari sapi muda karena saluran pencernaan kedua ternak tersebut serupa. Manfaat lain yang ingin diperoleh adalah informasi tentang kualitas keju yang dihasilkan dengan renet yang berasal dari abomasum kambing muda. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting dilakukan sebagai upaya dalam memanfaatkan hasil ikutan ternak di rumah pemotongan hewan dan menjawab salah satu dari sekian banyak permasalahan pangan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan renet hasil ekstraksi dari abomasum kambing lokal muda sebagai bahan penggumpal keju. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis kandungan nutrisi keju dengan koagulan renet hasil ekstraksi abomasum kambing lokal muda, serta kandungan bakteri asam laktat yang ditambahkan pada proses pembuatan keju.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Komponen Susu

Definisi susu segar menurut Badan Standarisasi Nasional (1998) adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun, dan tidak mengalami proses pemanasan (SNI 01-3141-1998). Susu mempunyai pengertian sebagai susu yang berasal dari sapi kecuali bila dinyatakan jenis hewan lainnya di belakang kata susu (Rahman et al.,1992). Selain itu, susu merupakan bahan pangan sumber protein tinggi karena mengandung semua asam amino essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Komposisi utama susu sering diartikan sebagai kandungan lemak, protein, laktosa, abu, dan padatan total. Susu juga memiliki sejumlah kecil komponen seperti garam mineral, pigmen, enzim, vitamin, dan leukosit (Widodo, 2003). Komposisi utama susu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Susu

Komposisi Kandungan (%)

Air 87,0

Padatan Total 13,0

Padatan Bukan Lemak 9,0

Lemak 4,0

Laktosa 4,7

Protein 3,5

Mineral 0,8

Sumber: Walstra et al., (1999)

Air susu merupakan suspensi alam antara air dan bahan terlarut di dalamnya. Salah satu di antaranya adalah lemak. Kadar lemak di dalam air susu adalah 3,45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai gizi air susu. Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega, keju, krim, susu kental, dan susu bubuk banyak mengandung lemak. Susunan lemak susu terdiri dari lemak majemuk, merupakan lemak murni dan terdiri dari 3 molekul asam lemak terikat pada suatu molekul gliserin (Betha, 2010).

(15)

Kasein adalah protein utama yang ditemukan dalam susu dan bertanggung jawab atas penampilan serta warna putih pada susu. Kasein disatukan dengan kalsium dan fosfor sebagai kelompok molekul kasein yang disebut misel (Southward, 2000).

Susu Skim

Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al., 1987). Susu skim dapat digunakan sebagai bahan tambahan karena bersifat adesif dan menambah nilai gizi (Wilson et al., 1981).

Susu skim tanpa lemak masih mengandung laktosa, protein, mineral, vitamin yang larut lemak dan vitamin yang larut air (B12). Kandungannya sama dengan

kandungan yang terdapat dalam susu segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya yaitu ± 15%. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang rendah dalam makanannya karena hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu dan skim juga dapat digunakan dalam pembuatan keju rendah lemak dan yogurt (Buckle, 1987).

Keju

Keju telah menjadi bagian dari makanan manusia sejak beribu-ribu tahun yang lalu, oleh karena itu mutu nutrisionalnya telah mendapat perhatian sebelum orang mempelajari bahan-bahan mentah yang digunakan untuk pembuatan keju, seperti starter, koagulan, dan penambah cita rasa (Daulay, 1991). Definisi keju menurut Buckle et al. (1987) yaitu makanan yang dibuat dari susu yang dipisahkan, yang diperoleh dengan penggumpalan bagian kasein dari susu dan susu skim. Penggumpalan ini terjadi dengan adanya enzim renin (atau enzim lain yang cocok) atau dengan meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi asam laktat, atau dengan kombinasi kedua teknik ini.

Prabowo (2000) menyebutkan bahwa keju merupakan produk yang dibuat dari dadih atau curd susu sapi atau ternak mamalia lainnya. Curd tersebut berasal dari koagulasi susu oleh enzim (yang terdapat pada renet, asam, dengan atau tanpa perlakuan pemanasan, penekanan, penggaraman, dan pemeraman). Protein yang

(16)

terkandung di dalam keju berasal dari susu yaitu kasein yang terdapat dalam bentuk kalsium kaseinat. Kasein dapat dikoagulasikan oleh enzim renin, starter atau kombinasi dari keduanya.

Keju secara kasar dibedakan dalam dua tipe utama: (a) keju keras seperti cheddar, edam emmental (atau Swiss), parmesan dan roquefort; dan (b) keju lunak seperti bric, cammembert, cottage, cream, limburger dan neufchatel. Keju lunak juga dibagi dalam keju yang belum diperam seperti cottage dan keju yang telah diperam seperti cammembert dan limburger (Sherman, 1957). Jenis-jenis keju yang demikian banyaknya yang ditambah lagi dengan variasi-variasi dari keju yang didasarkan pada berat, ukuran, bentuk, kemasan atau lapisan, tempat pembuatan, jenis susu yang digunakan, dan sebagainya, menyebabkan klasifikasi keju menjadi sangat rumit (Daulay, 1991). Klasifikasi keju berdasarkan komposisinya dapat dilihat pada Tabel 2. Klasifikasi ini tidak membedakan antara keju peram dengan keju tanpa peram dan tidak ada penjelasan mengenai karakteristik-karakteristik keju seperti ukuran, berat, bentuk, penampakan atau sifat lainnya.

Tabel 2. Klasifikasi Keju Berdasarkan Komposisi Tipe Keju Air dalam

substansi Bebas lemak (%) Lemak dalam bahan kering (%) Deskripsi Kelas Sangat keras Keras Berlemak sedang Semi lemak Soft 51 49-55 53-63 61-68 61 60 45-60 25-45 10-25 10 Keju berlemak tinggi

Keju susu berlemak Keju berlemak sedang

Keju berlemak rendah

Keju susu skim Sumber: Daulay (1991)

Daulay (1991), mengutip dari buku berjudul “Cheese Varieties and Description” bahwa keju diklasifikasikan berdasarkan karakteristik pemeramannya, akan tetapi pembuat keju pada umumnya lebih tertarik pada klasifikasi berdasarkan kandungan air yang merupakan indikator dari daya tahan simpan dan karakteristik

(17)

pemeraman keju. Tabel 3 memperlihatkan klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman dan kadar air.

Berdasarkan teksturnya, Eckles et al. (1980) membedakan keju menjadi keras dan keju lunak. Keju keras dibedakan lagi menjadi keju sangat keras misalnya cheddar cheese dan swiss cheese, dan keju setengah keras misalnya roquefort cheese dan brick cheese. Keju lunak dibedakan menjadi tiga, meliputi keju yang mengalami proses pemeraman oleh bakteri yaitu limburger cheese dan parmesan, proses pemeraman oleh kapang yaitu cammembert cheese, dan yang tidak mengalami pemeraman yaitu Cottage Cheese. Menurut Schiwimmer (1987), keragaman jenis keju tergantung pada (a) bahan dasar yang digunakan, (b) metode koagulasi susu, (c) metode pemeraman yang digunakan.

Tabel 3. Klasifikasi Keju Berdasarkan Karakteristik Pemeraman dan Kadar Air Tipe Keju Kadar

Air (%)

Karakteristik Pemeraman

Nama Contoh Keju

Sangat keras Keras Semi keras Semi lunak Lunak 26-34 35-45 41-52 45-55 55-80

Diperam dengan bakteri

(a) Diperam dengan bakteri; tekstur tertutup (tanpa lubang)

(b) Diperam dengan bakteri; tekstur terbuka (berlubang-lubang) (a) Diperam dengan bakteri

(b) Diperam dengan kapang biru pada bagian dalam

Diperam dengan kapang di permukaan

(a) Diperam dengan kapang di permukaan (b) Tanpa peram:

- Berlemak rendah - Berlemak tinggi

Keju Asiago, Parmesan, Romano, Sapsago, Spalen, dsb. Keju Cheddar,

Caciocavallo, Granular, Cheshire, dsb.

Keju Swiss Emmentaler dan Gruyere.

Keju Munster, Brick, Edam, dan Gouda. Keju Roquefort,

Gorgonzota, dan Stilton.

Keju Limburger, Port da Salut, dan Trappist. Keju Cammembert, Bric, Bel Pacse, Cooked, Hand Neufchatel Perancis. Keju Cottage, Pot, dan Bakers.

Keju Krim dan Neufchatel Amerika. Sumber: Daulay (1991)

(18)

International Dairy Federation (IDF) telah menyusun suatu katalog mengenai keju berdasarkan karakteristik-karakteristik dari bahan baku, konsistensi, penampakan internal dan penampakan eksternal, serta kandungan lemak dan air (Daulay, 1991). Katalog tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Metoda IDF untuk Pengelompokkan Keju Bahan baku

Konsistensi

Penampakan internal

Penampakan eksternal

Lemak dalam bahan kering

Kandungan air

Susu sapi Susu domba Susu kambing Susu kerbau

Albumin dan globulin Keju sangat keras Keju keras

Keju semi-keras dan Semi lunak

Keju lunak Keju segar Keju dadih asam Berlubang bulat-besar Berlubang bulat-medium Berlubang bulat-kecil Berlubang irregular Tanpa lubang

Berbarik-barik kapang hijau muda Berbarik-barik kapang putih Penambahan rempah-rempah Penambahan herbal

Berkulit kering dan keras

Berkulit keras dengan permukaan lengket

Berkulit kering dan lunak

Berkulit lunak dengan permukaan lengket

Berkulit lunak dengan kapang putih Berkulit lunak dengan kapang hijau Berkulit lunak dengan lapisan parafin Tanpa berkulit

Keju terbuat dari susu skim Keju terbuat dari susu berlemak Standar perdagangan

Standar diundangkan Nilai rataan

(19)

Koagulasi Susu

Koagulasi susu adalah proses perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan berbentuk gel. Koagulasi terjadi karena adanya penggumpalan dari kasein yang terdapat dalam susu. Gumpalan kasein mengandung lemak, bakteri, koloid kalium fosfat, dan partikel-partikel lain yang disebut curd atau dadih. Selain itu, curd juga mengandung air dan bahan-bahan yang terlarut dalam air (Daulay, 1990). Curd yang telah menggumpal dengan sempurna dapat dilihat pada Gambar 1.

Penggumpalan merupakan salah satu sifat susu yang paling khas yang disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan enzim. Penggumpalan dapat disebabkan oleh enzim renet atau enzim proteolitik lainnya yang dihasilkan oleh bakteri. Adapun tiga tahap mekanisme dari penggumpalan susu oleh enzim menurut Buckle et al. (1987) yaitu: (a) penyerapan enzim ke dalam partikel-partikel kasein, (b) perubahan keadaan pada partikel sebagai akibat dari kerja enzim dan (c) mengendapnya kasein yang telah berubah itu menjadi garam kalsium atau garam kompleks (ion-ion kalsium diperlukan untuk proses pengendapan).

Gambar 1. Curd yang telah menggumpal sempurna Sumber: Hill, 2006

Pembentukan curd pada proses pembuatan keju, menurut Johnson (1984), dapat terjadi melalui dua cara, yaitu koagulasi secara enzimatis dan koagulasi asam. Koagulasi dengan menggunakan asam dapat dilakukan dengan cara langsung menambahkan asam (biasanya asam laktat) ke dalam susu, atau dengan penambahan bakteri asam laktat yang akan memfermentasikan laktosa menjadi asam laktat. Netralisasi muatan negatif dari kasein oleh ion H+ dari asam laktat akan menyebabkan tercapainya pH isoelektrik kasein, yaitu pada 4,6 yang mengakibatkan

(20)

protein terkoagulasi. Penggumpalan akan sempurna bila semua muatan kasein menjadi netral.

Koagulasi susu secara enzimatis terbagi ke dalam tiga tahapan. Tahap pertama merupakan tahap awal penggumpalan, sebanyak 80% molekul kasein terpecah untuk mempercepat agregasi misel kasein. Tahap kedua merupakan tahap agregasi, misel kasein memerangkap air untuk membentuk struktur tiga dimensi yang memicu terbentuknya gel. Ion kasein pada tahapan kedua saling berinteraksi dengan misel kasein sehingga mempercepat pembentukan struktur gel dan mempercepat koagulasi susu. Tahapan ketiga merupakan tahapan terakhir, yaitu pada tahap ini kasein sudah selesai teragregasi dan membentuk struktur gel atau yang biasa dikenal curd (Hill, 2006). Koagulasi susu oleh khimosin sangat dipengaruhi oleh pH, terutama pada selang 6,5-7,0 (Shalabi dan Fox,1981).

Renet bereaksi dengan κ–kasein melalui tiga fase. Pada fase pertama enzim ini memecah misel kasein. Pemecahan ini menghasilkan para κ–kasein dan glikomakropeptida. Pada fase kedua atau fase penjendalan, misel kasein yang sudah dipecah, dengan pengaruh ion kalsium, melakukan penggabungan dengan komponen susu lain membentuk koagulan. Biasanya satu koagulan dapat dihasilkan selama 30-40 menit setelah penambahan renin (Kloosterman, 1991). Fase ketiga dari aktivitas renet dimulai jika curd sudah terbentuk dan fase ini berkaitan dengan proteolisis α- dan β-kasein. Fase ini sekitar 6% renin yang ditambahkan akan tetap terdapat dalam curd (Widodo, 2003).

Renet

Renet adalah ekstrak kasar enzim yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang berumur kurang dari 30 hari. Protease yang utama adalah renin yang mempunyai aktivitas menggumpalkan susu. Berdasarkan tata nama yang diberikan International Enzym Nomenclature Committee, enzim renin diberi nama khimosin (chymosin, E.C. 3.4.4.3) untuk menghindari kekeliruan dengan hormon renin yang disekresikan oleh ginjal (Cheeseman, 1981). Dijelaskan oleh Maheswari (2006), bahwa renet merupakan ekstrak lambung anak sapi yang di dalamnya mengandung renin. Enzim ini bekerjasama dengan asam mengkoagulasikan susu, sehingga dihasilkan curd yang mengandung kasein dan lemak serta whey yang mengandung laktosa, protein whey, dan mineral.

(21)

Renet mengandung dua enzim utama yaitu enzim khimosin yang berperan dalam proses koagulasi kasein susu dan enzim pepsin yang berperan dalam proses hidrolisis keju sewaktu pemotongan (Cheeseman, 1981). Renet yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang masih menyusu mengandung 6-12% pepsin dan 88-94% khimosin, sedangkan ekstrak renet yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang lebih tua atau yang telah mengkonsumsi pakan mengandung 6-12% khimosin dan 90-94% pepsin (Scott, 1981).

Kultur Starter

Bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai kultur starter pada pembuatan keju adalah Streptococcus, Leuconostoc, dan Lactobacili dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk campuran (Rahman et al., 1992). Kultur starter dalam pembuatan keju pada umumnya paling banyak menggunakan bakteri Streptococcus lactis.

Streptococcus lactis

Streptococcus lactis termasuk famili Lactococcus yang mampu membentuk asam laktat dari karbohidrat. Bakteri ini bersifat Gram positif, mempunyai bentuk kokus bergerombol, koloninya kecil,dan tidak berpigmen. Sebagian besar bakteri bersifat anaerobik fakultatif, memproduksi asam dari fermentasi, tapi tidak menghasilkan gas, dan katalase negatif. Pertumbuhan yang optimal dari bakteri ini hanya diperoleh dalam media yang sesuai untuk difermentasi yang mengandung karbohidrat, seperti glukosa, dan laktosa. Selain itu, S. lactis mampu mereduksi dan menggumpalkan litmus milk (Breed et al., 1957). Kemampuan beberapa kelompok N streptococci untuk menghasilkan unsur bersifat menghambat mikroba selain dari hidrogen peroksida dan asam organik telah lama dikenal. Unsur ini meliputi nisin, diplococcin, dan bakteriosin (Gilliland, 1986).

Streptococcus lactis memegang peranan penting pada pembuatan berbagai jenis keju yang fungsi utamanya adalah memfermentasi laktosa menjadi asam laktat (Daulay, 1990). Peneliti-peneliti lain seperti Babel (1976), Branen et al. (1975), Reddy et al. (1970), Stamer (1979), dan Speck (1980), menyatakan bahwa mikroorganisme seperti S. lactis, S. diacetilactis, S. cremoris, dan L. Citrovorum, dapat memperpanjang masa simpan keju, daging, dan berbagai produk makanan

(22)

lainnya. Ketiga spesies streptokoki ini tumbuh baik pada temperatur 10 ºC, namun tidak dapat tumbuh pada suhu 45 ºC (Daulay, 1990).

Karakteristik Keju

Menurut Spreer (1998), di dunia ada lebih dari 2000 macam keju yang dibuat dengan proses yang berbeda. Klasifikasinya dapat dibedakan menjadi beberapa aspek, dan dilakukan di setiap negara dengan kriteria yang berbeda. Klasifikasi umum dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

1. Keju renet atau keju alami. Diproses dari susu menggunakan enzim proteolitik (renet) dan asam, serta melibatkan sedikit banyak proteolitik pada proses pemeramannya.

2. Keju segar atau keju yang tidak diperam (quarg, keju segar, keju putih). Cara pembuatannya sama dengan keju renet, tetapi mempunyai derajat keasaman tinggi dan tidak mengalami proses pemeraman dengan proteolitik.

3. Keju yang tahan lama (keju olahan). Umumnya terbuat dari renet yang diberi perlakuan panas dan dibuat dengan bentuk kotak yang stabil.

Widjanarko (2008) juga memberi penjelasan tentang klasifikasi lain berdasarkan aspek dan karakteristik keju, yaitu:

1. Jenis proses (keju renet, keju asam – renet, keju “curd” asam, keju olahan) 2. Jenis konsistensi (keju keras, semi lunak, lunak)

3. Jenis susu (sapi, domba, kambing)

4. Komposisi kimia (komponen kalsium dan pH, total padatan, air, lemak) 5. Proses pemeraman (keju yang diperam dan keju yang tidak diperam atau keju

segar) 6. Variasi rasa

7. Jenis formasi lubang (lubang besar, sedang, dan kecil, celah, lubang yang tidak beraturan, tanpa lubang).

Rendemen Keju

Tujuan setiap industri keju adalah menghasilkan keju dengan kualitas baik, sesuai kondisi ekonomi, dengan kata lain menguntungkan dari rasio antara jumlah susu dan rendemen. Spreer (1998) menyebutkan, rendemen menunjukkan seberapa banyak keju dalam kilogram yang telah dihasilkan dari 100 kg susu. Penggunaan

(23)

susu yang spesifik kadang-kadang disebut juga sebagai rendemen, maksudnya adalah jumlah susu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg keju yang siap untuk didistribusikan.

Komposisi kimia dan kualitas mikrobiologi susu dalam pembuatan keju mempengaruhi rendemen dan kualitas keju yang diproduksi (Early, 1998). Komposisi kimia susu dalam pembuatan keju akan menentukan sifat susu dalam proses penggumpalan oleh renet, rendemen keju, dan tekstur serta karakteristik bentuk pada curd akhir. Early (1998) menyebutkan bahwa keju yang diproduksi dari susu penuh, misalnya Cheddar, rasio kasein dan lemak dalam susu adalah faktor paling penting dalam menentukan rendemen keju.

Menentukan rendemen sesungguhnya sangatlah sulit mengingat bermacam renet keju yang mencapai tingkat pemeramam akhir selama berminggu-minggu hingga kadang berbulan-bulan, dan setelah pemeraman tersebut berat akhir rendemen baru bisa ditentukan (Spreer, 1998). Nilai perkiraan untuk menghitung rendemen yang ditargetkan digunakan untuk mendapatkan gambaran sesungguhnya. Rendemen target ini disajikan sebagai dasar untuk proses modifikasi dan perhitungan ekonomi. Menurut Spreer (1998), rendemen sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a) komposisi susu, khususnya kandungan protein yang bisa diubah menjadi keju dan kandungan mineral;

b) kandungan lemak dan protein, yang diubah menjadi keju selama pembuatan c) kadar air akhir keju; dan

d) ketajaman bahan selama produksi dan penangan keju, misalnya garam yang bagus, penyerapan bumbu-bumbu.

Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi

Keefektifan asam diukur dengan jumlah total asam namun dengan konsentrasi ion hidrogen dan hidroksil yang bebas dari substansi. Kondisi pH adalah ekspresi aritmatika yang sesuai dari keasaman yang sesungguhnya. Bahan yang mempunyai pH 7 adalah netral, ion hidrogen dan hidroksil seimbang satu sama lain. Pada alkali yang memiliki pH lebih dari 7 memiliki ion hidroksil yang lebih banyak dari ion hidrogen. Jika pH kurang dari 7, dominan memiliki ion hidrogen dan bersifat asam (Witton, 1965).

(24)

Hawab et al. (1989) menambahkan, konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan cenderung rendah. Derajat keasaman (pH) adalah suatu gambaran yang memperlihatkan konsentrasi ion hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Secara matematik, dikatakan bahwa pH ialah logaritma negatif dan aktivitas ion hidrogen, konsentrasinya dinyatakan sebagai aktivitas ion hidrogen.

Nilai pH adalah konsentrasi ion hidrogen yang terdisosiasi dalam larutan. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman dari suatu produk, semakin rendah pH maka keasaman akan semakin tinggi. Nilai total asam tertitrasi menunjukkan jumlah hidrogen total dalam suatu produk baik dalam bentuk terdisosiasi maupun tidak terdisosiasi (Frosbisher et al., 1974).

Nilai pH keju lunak yang baik bervariasi antara 4,7-5,5; jika pH keju lebih kecil dari 4,7 maka dadih yang dihasilkan akan menjadi lembek dan terasa asam, sedangkan pH keju yang lebih dari 5,5 akan menghasilkan dadih yang kaku dan elastis seperti karet. Nilai pH dan total asam tertitrasi umumnya memiliki hubungan yang berbanding terbalik (Daulay, 1991).

Kadar Air

Kadar air keju menunjukkan besarnya air bebas yang terkandung di dalam keju. Kadar air yang tinggi pada keju, dikategorikan sebagai keju lunak dengan kadar air lebih besar dari 40%, atau sebagai setengah lunak atau setengah keras dengan kadar air 36-40% atau sebagai keras dengan kadar air 25-36% dan sangat keras kalau kadar airnya kurang dari 25% (Buckle et al., 1987). Kadar air akhir pada kebanyakan keju ditentukan oleh kecepatan dan durasi dari proses pembuangan whey. Kadar air keju juga tergantung oleh penggaraman, pengeringan, dan proteolisis yang menyebabkan air terkonversi menjadi bahan kering (Fox et al., 2004).

Faktor yang mempengaruhi kadar air keju sebagian besar karena proses pembuatan keju, antara lain pada saat pembentukan curd (sineresis), penggaraman, dan pemeraman. Early (1998) menyebutkan bahwa pada saat gel terbentuk karena renet, air dikeluarkan dari curd dengan proses sineresis. Saat koagulasi terbentuk, gel susu memiliki kadar air sebesar 87% dan akan berkurang sebesar 20-56%. Pengurangan air dalam curd dikendalikan oleh berbagai proses kondisi yang diikuti pembentukkan curd (Early, 1998). Kenaikan suhu setelah pemotongan curd akan menaikkan jumlah kehilangan kadar air pada curd. Besarnya pemotongan koagulum,

(25)

agitasi curd dalam whey, dan tingkat penggaraman juga menurunkan kadar air pada keju.

Tabel 5. Kandungan Rata-Rata Air, Lemak, dan Protein dari Berbagai Jenis Keju Jenis Keju Kandungan

Air (%)

Kandungan Lemak Kandungan protein (%) Bahan lemak kering(%) Kandungan absolut(%) Parmesan Emmentaler Tilsiter Cheddar Edam/Gouda Butter cheese Blue cheese Brie Camembert Limburger Romadur Feta Cottage cheese Fresh cheese 31 36 46 37 46 49 43 52 54 53 57 63 80 75 82 35 45 45 50 45 50 50 50 45 40 30 40 20 40 Skimmed 26,0 30,0 25,4 32,4 25,4 26,5 29,0 25,5 21,8 19,7 14,1 16,0 5,0 10,3 0,2 37,5 28,9 24,1 25,4 24,1 19,4 22,4 21,1 21,0 23,2 24,8 18,4 10,0 9,0 12,3 Sumber: Renner (1983) Kadar Protein

Pentingnya nutrisional keju karena kandungan proteinnya yang tinggi. Kandungan protein dari berbagai macam jenis keju sangat bervariasi. Densitas nutrisi (berkaitan dengan kandungan energi) pada kandungan protein keju yang berbeda-beda adalah 2,9-6,2. Sebanyak 100 gram soft cheese menghasilkan 30-40% protein susu yang dibutuhkan oleh orang dewasa sedangkan 100 gram hard cheese menghasilkan 40-50% (Fox, 1993). Proses pembuatan keju dalam pabrik keju, kasein susu disatukan ke dalam susu sementara sebagian besar jumlah biologi protein whey diteruskan ke dalam whey sehingga 75-80% dari total protein dan sekitar 95% kasein

(26)

dipindahkan dari susu menjadi keju segar (Fox, 1993). Jumlah biologi protein tidak dipengaruhi oleh aktivitas renet atau enzim lain yang aktif selama pemeraman keju, juga tidak dipengaruhi oleh pembentukan asam (Staub,1978).

Kadar Lemak

Keju memiliki kandungan lemak yang berbeda-beda (biasanya ditunjukkan dalam persen lemak kering). Keju segar memiliki kandungan lemak di atas 12%, sementara keju peram pada umumnya memiliki kandungan lemak sekitar 20%-30%. Konsumen biasanya memilih keju dengan lemak tinggi karena kandungan lemak tinggi memberikan kualitas rasa yang signifikan. Tipikal aroma dari beberapa tipe keju, contohnya keju Cheddar, dihasilkan hanya jika mengandung bahan lemak kering setidaknya 40-50% karena aroma sebagian besar juga dipengaruhi oleh perubahan lemak selama pemeraman. Produksi dari keju yang rendah lemak memberikan keuntungan besar bagi produk baru yang dirasa sebagai produk sehat karena kandungannya yang rendah lemak (Stanton, 1984), namun essens keju rendah lemak dapat diterima secara organoleptik (Fox, 1993).

Kadar Laktosa

Laktosa tidak terdapat pada beberapa keju atau hanya mengandung konsentrasi yang sangat rendah (1-3 g/100 g) karena sebagian besar laktosa susu diteruskan melalui whey dan diterima sebagian dalam curd keju atau sepenuhnya diubah menjadi asam laktat selama pemeraman keju. Oleh karena itu, keju cocok dikonsumsi untuk orang yang menderita malabsorpsi laktosa dan penderita diabetes (Blanc,1982).

Rata-rata kandungan asam laktat pada beberapa jenis keju adalah sebagai berikut: Parmesan 0,7%; Cheddar 1,3%; Tilsiter 1,0%; Quard (curd cheese) 0,7%; Blue Cheese 0,6%; Emmentaler 0,4%; Cottage Cheese 0,3%; Camembert 0,2% (Fox, 1993).

(27)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Susu dan Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian pendahuluan berlangsung dari bulan Juni 2007 sampai Desember 2008, dan penelitian utama dilanjutkan selama dua bulan dari bulan Desember 2008 sampai Pebruari 2009.

Materi

Bahan-bahan yang diperlukan untuk penelitian pendahuluan meliputi abomasum sebanyak 9 buah untuk 3 ulangan penelitian yang berasal dari 9 ekor kambing lokal umur dewasa muda (6-8 bulan). Sampel abomasum diperoleh dari rumah pemotongan hewan milik perorangan di kelurahan Tanah Baru, Bogor. Pengambilan sampel abomasum dilakukan segera setelah hewan dipotong, kemudian dibersihkan dengan garam fisiologis 0,9% dan ditransportasi secara dingin dalam cooler box yang direndam dengan garam fisiologis 0,9%. Sampel abomasum setiba di laboratorium segera disimpan dalam freezer untuk mempertahankan stabilitas enzim agar tetap tinggi. Susu bubuk skim komersial rekonstitusi 14% digunakan sebagai bahan baku pembuatan keju untuk pengujian daya koagulasi ekstrak kasar renet. Bahan-bahan kimia yang digunakan selama penelitian adalah NaCl fisiologis, akuades, CH3COOH (asam asetat) 10%, alkohol 70%, NaOH 1N, amonium sulfat

jenuh [(NH4)2SO4] dan teepol.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian utama meliputi 20,25 gram ekstrak renet abomasum anak kambing lokal usia dewasa muda (6-8 bulan) dan 10 mg renet komersial. Susu bubuk skim komersial sebanyak 404,6 gram sebagai bahan baku pembuatan keju yang direkonstitusi dengan 2890 ml akuades (14%) dan kultur starter Streptococcus lactis 5% (144,5 ml kultur segar). Bahan-bahan kimia yang digunakan selama penelitian yaitu akuades, HCl, Broth Pepton Water, deMan Ragosa Sharpe Agar, phenophtalen, NaOH 1 N, larutan buffer 4 dan 7, amil alkohol, larutan formaldehid 40%, larutan fenol, larutan laktosa.

(28)

Peralatan yang diperlukan untuk pengambilan sampel abomasum adalah gunting bedah steril, skalpel steril, pinset steril, termos pendingin, dan kemasan plastik poli etilen (PE) steril. Peralatan lainnya yang digunakan untuk penanganan sampel hingga tahap ekstraksi meliputi freezer, pemanas Bunsen, pipet volumetrik (1 ml, 2,5 ml, 5 ml, dan 10 ml), stirofoam, baki, gelas ukur (125 ml, 500 ml, 1000 ml, dan 10 ml), gelas piala (125 ml), labu Erlenmeyer 100 ml, tabung sentrifuse, tabung supernatan, tabung reaksi 20ml, magnetic stirrer, sentrifuse, autoklaf, stopwatch, kompor, panci, oven, pengaduk, termometer, sudip, dan freeze dryer.

Peralatan yang diperlukan untuk pembuatan keju adalah panci aluminium, wadah besar, pemanas Bunsen, pipet volumetrik (1 ml, 2.5 ml, 5 ml, 10 ml, dan 25 ml), pinset, gelas ukur (50 ml, 100 ml, 125 ml, 500 ml, dan 1000 ml), gelas piala (125 ml), labu Erlenmeyer (100 ml, 300 ml, dan 500 ml), tabung reaksi 20ml, cawan Petri, freezer, autoklaf, kompor listrik, gunting, panci, oven, pengaduk kayu, viskometer, pH meter, timbangan, botol timbang bertutup, eksikator, neraca analitik, botol bertutup gelas, sentrifuse, penangas air, dan buret.

Rancangan Percobaan

Penelitian pendahuluan menggunakan dua rancangan percobaan dengan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan ialah perbedaan jaringan asal rennet, perbedaan pH dan suhu untuk penggumpalan susu skim. Faktor yang diamati ialah respon waktu koagulasi susu sebagai pengaruh penambahan ekstrak kasar rennet dari berbagai bagian abomasum kambing lokal umur dewasa muda pada suhu atau pH yang berbeda.

Kelompok perlakuan pertama menggunakan rancangan acak kelompok faktorial (5X2). Perlakuan yang diberikan meliputi pemberian ekstrak kasar rennet dengan konsentrasi 0,3%, 0,4%, 0,5%, 0,6%, dan 0,7% untuk masing-masing jaringan (fundus dan pilorus) terhadap susu skim yang sudah dipasteurisasi. Apabila analisis sidik ragam menunjukkan interaksi yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Tukey. Model matematika rancangan percobaan yang digunakan mengacu pada Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut:

(29)

Keterangan:

Yijk = Respon yang didapat (waktu koagulasi) dari pengaruh perlakuan taraf ke-i

dan taraf ke-j serta ulangan ke-k. µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan pertama taraf ke-i

βj = Pengaruh perlakuan kedua taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari pengaruh per-lakuan pertama taraf ke-I dan

perlakuan kedua taraf ke-j

Εijk = Galat percobaan untuk taraf ke-I, taraf ke-j dan ulangan ke-k

i = Asal jaringan (fundus dan pilorus)

j = Konsentrasi (0,3%, 0,4%, 0,5% 0,6%, dan 0,7%) k = Ulangan 1,2, dan 3

Kelompok perlakuan kedua dan ketiga masing-masing menggunakan rancangan acak lengkap searah (RAL). Perlakuan yang diberikan meliputi pemberian ekstrak rennet dari jaringan dengan konsentrasi terbaik terhadap susu skim yang telah dipasteurisasi pada kondisi suhu yang berbeda atau pemberian ekstrak rennet dengan konsentrasi terbaik terhadap susu skim yang telah dipasteurisasi pada kondisi pH yang berbeda. Apabila analisis sidik ragam menunjukan respon yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Tukey. Model matematika rancangan percobaan yang digunakan mengacu pada Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + εij Keterangan :

Yijk = Respon yang didapat (waktu koagulasi) dari pengaruh perlakuan taraf ke-i

dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan taraf ke-i

εij = Galat percobaan untuk perlakuan taraf ke-i dan ulangan ke-j

i = Suhu (26±1oC, 37±1oC, dan 45±1oC), pH (4,0, 6,0 dan 7,0) j = Ulangan 1, 2, dan 3

Peubah yang diamati selama penelitian adalah waktu koagulasi dari susu skim cair akibat penambahan ekstrak kasar rennet di jaringan abomasum yang berbeda dengan konsentrasi berbeda, waktu koagulasi susu pada suhu dan pH yang berbeda. Waktu koagulasi susu adalah waktu yang diperlukan enzim untuk membentuk curd yaitu dimulai saat penambahan enzim hingga penggumpalan sempurna.

Penelitian utama menggunakan uji statistik dengan penarikan contoh melalui uji t pada dua jenis sampel yang berbeda dengan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diuji

(30)

adalah membandingkan kedua jenis sampel yang dibuat dengan renet yang berbeda, yaitu ekstrak renet dari abomasum kambing lokal muda dengan renet komersial dari abomasum anak sapi pada tiap parameter. Rumus uji t mengacu pada Walpole (1993):

x - µ

t = , (σ tidak diketahui) s / √n

Keterangan:

t = Uji nilai peubah x = Nilai tengah contoh µ = Nilai tengah peubah s = Ragam contoh n = Ukuran contoh σ = Ragam peubah

Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Peubah yang diamati adalah rendemen, nilai pH, total asam tertitrasi, kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar laktosa, dan bakteri asam laktat.

Prosedur Penelitian Pendahuluan

Tahap pertama berupa penelitian pendahuluan yang meliputi proses ekstraksi abomasum untuk mendapatkan ekstrak renet dari jaringan fundus atau pilorus dan karakterisasi ekstrak renet, untuk menentukan kondisi optimum aktivitas ekstrak renet meliputi konsentrasi, suhu, dan pH ekstrak renet yang berbeda. Konsentrasi ekstrak yang diuji adalah 0,3%, 0,4%, 0,5% 0,6%,dan 0,7%, sedangkan suhu yaitu 26ºC, 37ºC, dan 45ºC serta pH adalah 4, 6, dan 7.

Ekstraksi Renet (Koswara, 2004). Abomasum dibelah membujur dan lapisan mukosanya dipisahkan dari muscular wall (jaringan dinding luar). Mukosa kemudian dicincang dengan pisau sampai ukuran sekecil mungkin, lalu dimasukkan ke dalam gelas piala 1 liter yang telah diisi dengan larutan asam asetat 10 % dengan perbandingan mukosa : asam asetat = 1 : 2. Percepatan ekstraksi dari campuran asam asetat dan mukosa dilakukan melalui pengadukan selama 24 jam dengan magnetic stirrer pada suhu di bawah 10oC. Pemisahan pelet dari larutan hasil ekstraksi dilakukan dengan cara sentrifugasi (pemusingan) pada kecepatan 3000 putaran per

(31)

menit selama 15 menit. Filtrat (bagian cairan) dipipet untuk dipisahkan antara cairan dengan endapannya. Endapan dari hasil ekstraksi selanjutnya diekstraksi sekali lagi dengan cara yang sama dengan ekstraksi pertama. Filtrat atau cairan hasil ekstraksi kemudian dikumpulkan dan dinetralkan dengan cara penambahan NaOH 1 N sampai pH menjadi 5,4. Larutan renet kemudian diendapkan melalui penambahan larutan garam amonium sulfat jenuh. Endapan kasar renet kemudian dikeringkan dengan freeze dryer hingga diperoleh tepung renet. Tepung renet disimpan pada suhu pembekuan (≤-20ºC) untuk menjaga stabilitas aktivitasnya tetap tinggi.

Penentuan Kondisi Optimum Aktivitas Ekstrak Renet. Optimasi kondisi aktivitas renet ini ditentukan berdasarkan konsentrasi ekstrak yang berbeda, suhu aktivitas dan pH aktivitas yang berbeda. Hasil terbaik yang didapat dari optimasi kondisi aktivitas renet digunakan sebagai kondisi untuk pembuatan keju pada penelitian utama.

Aktivitas Koagulasi Ekstrak Renet dari Jaringan Abomasum dengan Konsentrasi yang Berbeda (Cheeseman, 1981)

Ekstrak renet yang telah diperoleh dalam bentuk tepung merupakan enzim aktif yang siap dipakai untuk diuji aktivitasnya. Pengujian aktivitas enzim dilakukan dengan cara pemberian ekstrak renet dengan konsentrasi 0,3%, 0,4%, 0,5% 0,6% dan 0,7% terhadap susu skim cair yang telah dipanaskan (72oC selama 15 detik) untuk masing-masing jaringan, yaitu fundus dan pilorus dengan tujuan untuk mendapatkan jaringan dengan konsentrasi terbaik. Waktu koagulasi diukur dari saat penambahan ekstrak kasar renet hingga terjadi gumpalan sempurna dalam satuan jam.

Aktivitas Koagulasi Renet pada Suhu yang Berbeda (Cheeseman, 1981) Penentuan kondisi optimal koagulasi dilakukan dengan penambahan ekstrak kasar renet dari jaringan dengan konsentrasi yang terbaik. Penentuan suhu aktivitas ekstrak kasar renet terbaik ditentukan dengan cara pemberian ekstrak kasar renet dengan konsentrasi terpilih pada susu skim cair yang telah dipanaskan dan dikondisikan pada suhu 26±1oC, 37±1oC, dan 45±1oC, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi aktivitas pada suhu optimal. Waktu koagulasi diukur dari saat penambahan ekstrak kasar renet hingga terjadi gumpalan sempurna dalam satuan jam.

(32)

Gambar 2. Alur Tahapan Ekstraksi Renet (Rosadi, 2010) Abomasum kambing lokal

Sentrifugasi dingin pada 3000 rpm selama 15 menit

Penambahan asam asetat 10% (Asam asetat 10% : Lapisan Mukosa = 1 : 2

A

Pengadukan dengan magnetic stirrer selama 24 jam (±37oC)

Sentrifugasi dingin pada 3000 rpm selama 15 menit

Dibersihkan, dikelupas dan dicacah lapisan mukosanya

Supernatan Pelet

Penambahan asam asetat 10% (Asam asetat 10 % : Lapisan mukosa = 1: 2

Penyimpanan Supernatan pada

suhu 4oC

Netralisasi dengan NaOH 1 N hingga pH 5,4

Endapan dikeringkan dengan freeze dryer hingga menjadi tepung renet.

Penambahan larutan garam amonium sulfat jenuh

Supernatan

(33)

Aktivitas Koagulasi Renet pada pH yang Berbeda (Cheeseman, 1981) Penentuan kondisi optimal koagulasi dilakukan dengan penambahan ekstrak kasar renet dari jaringan dengan konsentrasi yang terbaik. Penentuan pH aktivitas ekstrak kasar renet terbaik ditentukan dengan cara penambahan ekstrak kasar renet dengan konsentrasi terpilih pada susu skim cair yang telah dipanaskan (72ºC selama 15 detik) dan dikondisikan pada pH 4,0, 6,0 dan 7,0 untuk mendapatkan kondisi aktivitas pada pH optimal. Waktu koagulasi diukur dari saat penambahan ekstrak kasar renet hingga terjadi gumpalan sempurna dalam satuan jam.

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi pembuatan keju dengan ekstrak renet dalam bentuk tepung dengan konsentrasi dan kondisi terpilih dari penelitian pendahuluan. Penentuan karakteristik keju yang dihasilkan meliputi rendemen, nilai pH dan total asam tertitrasi, kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar laktosa, dan total bakteri asam laktat. Karakteristik keju hasil koagulasi ekstrak renet dari abomasum kambing lokal muda dibandingkan dengan keju yang dibuat dari renet komersial.

Proses Pembuatan Keju dengan Ekstrak Renet. Tahapan awal pembuatan keju dengan ekstrak renet dari abomasum kambing lokal muda mengikuti diagram pada Gambar 3. Susu bubuk skim yang telah direkonstitusi diturunkan pHnya menjadi 6±0,1 dengan penambahan HCl 0,1 N. Pengukuran pH menggunakan pH meter. Tahapan berikutnya adalah pasteurisasi susu skim hingga mencapai suhu 72ºC dan dipertahankan selama 15 detik. Susu yang telah dipasteurisasi kemudian didinginkan hingga suhunya mencapai 45ºC, sesuai suhu ideal bagi pertumbuhan kultur starter Streptococcus lactis. Sebanyak 144,5 ml (5%) kultur segar Streptococcus lactis diinokulasikan ke dalam susu, kemudian inkubasi dilakukan pada suhu 45ºC selama 60 menit. Tahap selanjutnya adalah penambahan tepung renet sebanyak 20,25 gram (7%) dan dibiarkan renet beraktivitas untuk menggumpalkan susu pada suhu 45ºC selama 60 menit, atau hingga dihasilkan curd yang siap untuk dipotong-potong. Pemotongan atau pencacahan curd menggunakan pisau dengan ukuran potongan 1x1x1 cm. Pemisahan dan penirisan cairan whey dari curd dengan menggunakan kain saring dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu 4°C. Tahap terakhir adalah pencetakan keju. Alur tahapan pembuatan keju dapat dilihat pada Gambar 3.

(34)

Rekonstitusi susu bubuk skim sebanyak 14%

Penurunan pH menjadi 6±0,1

Pasteurisasi susu 72 ºC selama 15 detik

Pendinginan susu sampai dengan 45 ºC

Inokulasi starter S. lactis (5%)

Inkubasi pada 37 ºC selama 60 menit

Penambahan renet (7%)

Pemotongan/pencacahan curd

Pemisahan curd dari whey

Penirisan

Pematangan selama 1 hari Gambar 3. Alur Tahapan Pembuatan Keju

Proses Pembuatan Keju dengan Renet Komersial. Tahapan pembuatan keju dengan renet komersial sebagai kontrol dilakukan sama seperti pada pembuatan keju dengan renet hasil ekstraksi, namun berbeda pada konsentrasi renet yang digantikan sesuai aturan pemakaian yang ditentukan pada label. Susu bubuk skim yang digunakan sebanyak 280 gram (14%) dilarutkan dengan 2000 ml akuades, kemudian tahap inokulasi kultur segar Streptococcus lactis yang digunakan sebanyak 100 ml kultur ke dalam susu kemudian inkubasi pada suhu 45ºC selama 60 menit. Tahap selanjutnya adalah penambahan tepung renet sebanyak 10 mg dan diamkan selama 60 menit. Alur tahapan pembuatan keju dapat dilihat pada Gambar 3.

(35)

Karakteristik Keju. Karakteristik suatu keju dapat ditentukan berdasarkan karakterisasi fisik, kimia maupun mikrobiologis dari produk tersebut. Komposisi kimia suatu produk olahan merupakan kriteria penilaian kualitas dari produk tersebut. Karakteristik keju yang dianalisa meliputi pengukuran rendemen, nilai pH dan total asam tertitrasi, kadar air, kadar protein, kadar lemak, serta kadar laktosa.

Rendemen (Coggins, 1991)

Rendemen keju merupakan perbandingan berat atau volume keju yang dihasilkan dengan berat atau volume susu sebagai bahan baku. Rendemen keju dihitung dengan rumus:

Berat keju yang dihasilkan (kg)

Y = x 100

Berat (kg) susu yang digunakan Nilai pH (AOAC, 1995)

Nilai pH keju diukur dengan alat pH meter. Alat dinyalakan dan distabilkan selama 15-30 menit, dikalibrasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan pH 7. Sebanyak 5 gram sampel diukur suhunya dan pengatur suhu diset pada suhu tersebut. Elektroda dibilas dan dikeringkan dengan kertas tisu, kemudian dicelupkan ke dalam sampel. Nilai pH dapat dibaca bila nilai yang ditunjukkan pada alat pH meter stabil.

Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al., 1989)

Sebanyak 5 ml akuades ditambahkan ke dalam 5 gram keju lalu diteteskan indikator phenophtalen. Sebanyak 3 tetes campuran dengan NaOH 0,1 N. Jumlah NaOH yang terpakai dicatat hingga larutan berubah sampai menjadi warna merah muda yang tidak berubah bila campuran dihomogenkan. Total Asam Tertitrasi dihitung dengan rumus, yaitu:

Volume NaOH yang dipakai x Normalitas (0,1) x 90

TAT = x 100%

Volume contoh x 1000 Kadar Air (AOAC, 1995)

Prinsip metode ini adalah menghilangkan bobot pada pemanasan 105 ºC dianggap sebagai kadar air yang terdapat pada contoh. Sebanyak 2 gram sampel ditimbang pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Sampel dikeringkan pada oven bersuhu 105ºC selama satu malam (15 jam) kemudian

(36)

didinginkan dalam eksikator. Botol timbang beserta isinya ditimbang dan diulangi hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dihitung dengan persamaan di bawah ini :

A – B

Kadar air = x 100%

C Keterangan:

A = Berat cawan dan contoh sampel mula-mula B = Berat cawan dan contoh setelah dikeringkan C = Berat contoh

Kadar Protein

Sebanyak 0,25 gram sampel kering, ditempatkan dalam labu Kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 0,25 gram selenium dan tiga ml H2SO4 pekat. Dilakukan destruksi

(pemanasan dalam keadaan mendidih) selama satu jam sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2%

dan dua tetes indicator brom cresol green-methyl red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Tahapan yang sama dilakukan untuk memperoleh blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus:

(S-B) x NHCl x 14

Kadar protein = x 100%

w x 1000 x 2,5 Keterangan:

S = volume titran sampel (ml) B = volume titran blanko (ml) w = bobot sampel kering (mg)

Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Prinsip metode ini adalah memanaskan dan menguapkan ether kemudian dikondensasikan pada contoh sehingga bahan yang dapat larut dalam ether terbawa. Proses terjadi berulang kali sehingga tidak ada lagi bahan yang dapat diekstraksi dari contoh. Ether disuling dan ditampung dalam labu penyari dan lemak kasar yang didapat kemudian ditimbang.

Sebuah labu penyari dengan beberapa butir batu didih di dalamnya, dikeringkan dalam alat pengering pada suhu 105-110°C selama satu jam. Labu dan

(37)

isinya didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang (A). Ditimbang kira-kira lima gram contoh (X), lalu dimasukkan ke dalam selongsong penyari (dapat digunakan kertas saring yang dibuat seperti kantong) dan ditutup dengan kapas yang tidak berlemak). Selongsong penyari dimasukkan ke dalam alat Soxhlet dan disari dengan petroleum benzin di atas penangas air (water bath). Setelah penyarian selesai (24-48 jam) sampai petroleum benzin di dalam alat Soxhlet jernih, kemudian labu penyari dikeringkan, dibuka, dan ditiup dengan kompresor untuk menghilangkan petroleum benzin secepat mungkin. Selanjutnya labu penyari dikeringkan dalam alat pengering dengan suhu 105-110°C selama satu jam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan mengeringkan dan menimbang diulangi hingga tercatat berat yang tetap (B). Kadar lemak dihitung dengan rumus:

B – A

Kadar lemak = x 100% X

Kadar Laktosa (Nielsen, 2003)

Pengukuran laktosa diawali dengan membuat larutan kimia seng sulfat 5% (5 gram seng sulfat dalam 100 ml H2O, setiap sampel membutuhkan 0,2 ml). Sebanyak

4,5 gram barium hidroksida dicampur dalam 100 ml H2O (barium hidroksida 4,5%),

setiap sampel membutuhkan 0,2 ml. Setelah pembuatan larutan kimia, kemudian dibuat Reagen Teles yang terdiri atas fenol 1% (1 gram fenol dalam 100 ml H2O),

NaOH 5% (5 gram NaOH dalam 100 ml H2O), asam pikrit 1% (1 gram asam pikrit

dalam 100 ml H2O), Sodium disulfida 1% (1 gram sodium disulfida dalam 100 ml

H2O). Masing-masing larutan dengan perbandingan sebagai berikut: 1 volume fenol

1% : 2 volume NaOH 5% : 2 volume asam pikrit 1% : 1 volume sodium disulfit. Larutan reagen tersebut harus disimpan pada tempat/botol yang berwarna gelap dan bisa digunakan dalam waktu dua hari. Pembuatan larutan kimia selanjutnya berupa larutan standar laktosa. Sebanyak 0,1052 g laktosa monohidrat dilarutkan dalam 100 ml H2O, untuk mendapatkan stok larutan dengan konsentrasi tertentu (mg/ml).

Tahap selanjutnya adalah menyiapkan sebanyak 0,2 gram keju, kemudian ditambahkan H2O sehingga menjadi 10 ml (pengenceran 50 kali), dan campuran

diaduk dengan baik. Tabung untuk sentrifus disiapkan kemudian diberi label untuk blanko, standar, dan sampel. Masing-masing tabung diisi dengan 2,5 ml sampel yang telah diencerkan, kemudian ditambahkan 0,2 ml seng sulfat 5% dan 0,2 barium

(38)

hidroksida 4,5%, (setelah penambahan barium hidroksida warna larutan akan menjadi keruh), kemudian disentrifus pada 1000 rpm selama satu menit sehingga terbentuk endapan putih dan supernatan. Sebanyak satu ml supernatan, dipindahkan ke dalam tabung dengan volume ±15 ml, lalu ditambahkan 2,5 ml reagen Teles (warna larutan menjadi merah lembayung, tetapi belum tampak perbedaan warna antar tabung), kemudian tutup rapat tabung dengan karet penutup tabung. Tabung tadi direndam sedalam 4-6 cm pada air yang mendidih selama 6 menit (terjadi perbedaan warna antar tabung sampel dengan konsentrasi laktosa yang berbeda, kandungan yang lebih tinggi akan berwarna lebih gelap), kemudian segera didinginkan di bawah kran air. Setelah dingin kemudian ditambahkan H2O sehingga

larutan menjadi 12,5 ml, lalu dibalik-balikkan 5-10 kali untuk menghomogenkan. Nilai absorbans dibaca pada 520 nm dengan spektrofotometer. Perhitungan laktosa ditentukan dengan rumus:

Absorban sampel

Laktosa (mg/ml) = x 50

Absorban Standar

Total Bakteri Asam Laktat (Fardiaz, 1989)

Metode analisis yang digunakan diawali dengan melakukan pengenceran secara desimal. Sebanyak 5 gram sampel keju diencerkan bersama 45 ml larutan BPW dan dihomogenisasi menggunakan vortex untuk mendapatkan pengenceran P-1, pengenceran dilanjutkan hingga diperoleh sampai pengenceran P-7. Pemupukan dilakukan secara aseptik dengan memipet 1 ml larutan dari masing-masing pengenceran ke dalam cawan Petri steril dan ditambahkan medium MRSA (de Man Rogosa Sharpe Agar). Larutan dan medium agar dihomogenkan dengan menggerakkan cawan Petri di atas meja membentuk angka delapan. Bila agar telah mengeras, cawan Petri beserta isi diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Jumlah bakteri asam laktat yang tumbuh dihitung. Koloni bakteri asam laktat yang tumbuh berwarna putih atau kekuningan.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan Optimasi Kondisi Aktivitas Renet

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan kondisi optimal aktivitas renet dalam mengkoagulasikan susu. Renet dari kambing lokal muda didapat dengan cara ekstraksi abomasum bagian fundus dan pilorus dengan menggunakan asam asetat 10%. Supernatan diperoleh melalui sentrifugasi dingin dinetralkan dengan NaOH 1 N, kemudian diikat dengan amonium sulfat jenuh dan dilakukan freeze dry untuk mendapatkan renet dalam bentuk tepung (Rosadi, 2010). Karakterisasi renet dalam mengkoagulasikan susu ditentukan dengan penambahan bagian abomasum yang berbeda (fundus dan pilorus), dengan konsentrasi ekstrak renet yang berbeda (0,3%, 0,4%, 0,5%, 0,6% dan 0,7%). Konsentrasi yang terbaik diuji aktivitasnya pada suhu yang berbeda (27ºC, 37ºC, dan 45ºC), serta pH yang berbeda (4, 6, dan 7). Pengaruh Perbedaan Bagian Abomasum dan Konsentrasi Renet yang Berbeda terhadap Aktivitas Koagulasi Susu. Aktivitas renet dapat ditentukan berdasarkan kemampuannya mengkoagulasikan susu. Waktu koagulasi susu dihitung sejak pertama kali ekstrak renet ditambahkan hingga terjadi koagulasi sempurna yang ditandai dengan terbentuknya curd yang kompak dan tidak didapatkan butir-butir protein yang menempel pada alat pemotong curd. Waktu koagulasi yang dihasilkan ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Waktu Koagulasi Susu sebagai Respon Perbedaan Konsentrasi Ekstrak Renet dari Bagian Abomasum yang Berbeda

Konsentrasi (%) Sumber Renet Fundus Pilorus --- (jam) --- 0,3 5,25 ± 1,40ab 5,89 ± 0,01ab 0,4 6,07 ± 1,75ab 7,34± 1,64a 0,5 7,53 ± 1,50a 5,54 ± 1,34ab 0,6 6,58 ± 2,07ab 8,03 ± 0,65a 0,7 2,99 ± 0,93b 7,70 ± 1,88a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata ( P<0,05)

(40)

Waktu koagulasi dipengaruhi secara nyata oleh interaksi antara konsentrasi dan sumber renet (P<0,05). Waktu koagulasi susu tercepat diperoleh dari konsentrasi ekstrak renet sebesar 0,7% yang berasal dari fundus yaitu selama 2,99 jam. Junqueira et al. (1998) menyatakan bahwa sel utama pada kelenjar fundus menghasilkan pepsin dan khimosin, sedangkan sel-sel pada kelenjar pilorus didominasi oleh mukus yang disertai dengan sedikit enzim protease.

Jaringan fundus memiliki sifat khas dalam mengkatalisa hidrolisis kappa kasein, sehingga mengakibatkan koagulasi susu yang spesifik. Junqueira et al. (1998) juga menjelaskan bahwa daerah kelenjar fundus merupakan penghasil utama enzim-enzim pencernaan, sedangkan daerah pilorus dicirikan oleh adanya penebalan dinding kelenjar dan mukosanya tidak lagi membentuk lipatan-lipatan, sebagian besar produksi daerah kelenjar pilorus ialah mukus.

Ekstrak kasar renet terpilih adalah ekstrak renet yang berasal dari fundus dengan konsentrasi 0,7%. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak renet sebaiknya hanya menggunakan bagian fundus, tidak keseluruhan abomasum. Perolehan ini selanjutnya yang digunakan untuk pengujian selanjutnya yaitu penentuan kondisi aktivitas ekstrak renet dalam mengkoagulasikan susu pada suhu dan pH yang berbeda.

Pengaruh Perbedaan Suhu dan pH Susu terhadap Aktivitas Koagulasi Ekstrak Kasar Renet. Khimosin adalah nama lain dari renin, yaitu bagian dari renet selain pepsin yang merupakan enzim protease yang pada dasarnya adalah suatu protein, oleh karena itu faktor lingkungan yang mempengaruhi struktur protein (diantaranya suhu dan pH) juga mempengaruhi aktivitas enzim khimosin. Waktu koagulasi susu dengan ekstrak renet yang berasal dari jaringan fundus kambing lokal muda dengan konsentrasi 0,7% pada pH yang berbeda ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Waktu Koagulasi Susu dengan Koagulan Ekstrak Renet dari Jaringan Fundus Kambing Lokal Muda pada Suhu yang Berbeda

Suhu Susu Waktu Koagulasi Susu

(jam)

27±1oC 4,30 ± 0,02A

37±1oC 3,59 ± 0,02B

45±1oC 3,24 ± 0,18C

Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan pengaruh berbeda nyata (P<0,01)

Gambar

Tabel 1.  Komposisi Kimia Susu
Tabel 2.  Klasifikasi Keju Berdasarkan Komposisi
Tabel 3.  Klasifikasi Keju Berdasarkan Karakteristik Pemeraman dan Kadar Air  Tipe Keju  Kadar
Tabel 4.  Metoda IDF untuk Pengelompokkan Keju  Bahan baku
+7

Referensi

Dokumen terkait

7 Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang di maksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar respon pemberian jahe merah terhadap ayam pedaging yang terinfeksi Eimeria tenella yang meliputi

Selanjutnya untuk hasil dari analisis visual spasial variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin yang terdapat pada Gambar 5.3, terlihat bahwa trend pergerakan konsentrasi

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rasio DAR TJIWI KIMIA tahun 2010, 2011, dan 2012 tidak mengalami perubahan yakni sebesar 0,71 atau 71% ini berarti

Skripsi yang berjudul “Persepsi Mahasiswa Akuntansi Senior dan Junior Mengenai Lingkungan Kerja Auditor Sebagai Pertimbangan Pilihan Karir (Studi pada mahasiswa akuntansi

Telah disebutkan di atas bahwa pola protein tertentu dari satu spesies hewan berbeda, secara elektroforesis akan memperlihatkan pola protein yang berbeda pula pada hewan

Oleh karena itu, kualitas air permukaan yang sebagian besar dipengaruhi oleh aliran sungai Tallo baik secara lansung maupun tidak langsung akan

Tingkat pendapatan orang tua mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap prestasi belajar siswa di sekolah, sebab segala kebutuhan anak yang berkenaan dengan