Bab ini merupakan pemaparan mengenai metode dan teknik penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dalam mengkaji permasalahan mengenai Perkembangan
Upacara Adat Mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta Tahun
1984-2005 (Suatu Kajian Historis terhadap Tradisi Masyarakat).Metode yang
digunakan adalah metode historis, dan untuk teknik penelitian peneliti
menggunakan studi literatur, wawancara dan studi dokumentasi. Sedangkan untuk
pendekatannya peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner.
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
metode historis dengan studi literatur dan studi dokumentasi sebagai teknik
pengumpulan data. Metode historis dipilih sebagai metodologi penelitian karena
tulisan ini merupakan kajian sejarah yang data-datanya diperoleh dari jejak-jejak
yang ditinggalkan dari suatu peristiwa masa lampau.
Banyak para ahli yang menjelaskan mengenai metode sejarah. Disini penulis
akan mengutip beberapa ungkapan para ahli mengenai metode sejarah tersebut:
1. Menurut Sjamsuddin (2007: 3) metode sejarah adalah sebagai salah satu cara
bagaimana mengetahui sejarah.
2. Menurut Gottstchalk (1986: 32) metode sejarah ialah suatu kegiatan
mengumpulkan, menguji dan menganalisis data yang diperoleh dari
peninggalan-peninggalan masa lampau kemudian direkonstruksikan
Menurut Nugroho Notosusanto (Ismaun, 2005: 34) menguraikan ada empat
prosedur/langkah dalam metode historis, yaitu: 1) Mencari jejak-jejak masa
lampau, 2) meneliti jejak-jejak itu secara kritis, 3) berusaha membayangkan
bagaimana gambaran masa lampau, berdasarkan informasi yang diperoleh dari
jejak-jejak itu dan 4) menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi imajinatif dari masa
lampau itu sehingga sesuai dengan jejak-jejaknya maupun dengan imajinasi
ilmiah.
Sementara Wood Gray (Sjamsuddin, 2007: 89) mengemukakan bahwa
paling tidak ada enam langkah dalam metode historis, yaitu:
1. Memilih suatu topik yang sesuai.
2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.
3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung. 4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan
(kritik sumber).
5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.
6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan
mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.
Dari uraian beberapa pandangan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode sejarah sangat cocok karena sesuai dengan data dan fakta
yang diperlukan yang berasal dari masa lampau, dengan demikian kondisi yang
terjadi dalam permasalahan yang dikaji penulis dapat tergambarkan dengan baik.
Terdapat beberapa tahapan dalam penelitian sejarah menurut Ismaun (2005: 32),
yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Adapun langkah-langkah yang
digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah:
1. Heuristik, yaitu mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan
permasalahan dalam penelitian. Heuristik bisa dikatakan sebagai proses
mengumpulkan data-data dari buku, jurnal, internet serta wawancara langsung
dengan tokoh masyarakat di Desa Linggamukti. Adapun penulis mengunjungi
beberapa tempat yaitu; Perpustakaan kampus UPI Bandung, Badan
Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Bapusipda) Jawa Barat, Badan
Pelestatian dan Nilai Budaya (BPNB) Bandung, toko buku Gramedia, toko
buku Toga Mas, serta melakukan browsing internet. Selain itu kegiatan
pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah juga sangat terbantu oleh
bantuan dari sahabat-sahabat penulis yang telah bersedia meminjamkan
beberapa buku koleksi pribadinya yang relevan dengan tema pembahasan
skripsi yang penulis kaji.
2. Kritik dan analisis sumber, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap
sumber-sumber sejarah, baik isi maupun bentuknya (internal dan eksternal).
Kritik internal dilakukan oleh penulis untuk melihat layak tidaknya isi dari
sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut untuk selanjutnya dijadikan
bahan penelitian dan penulisan. Kritik eksternal dilakukan oleh penulis untuk
melihat bentuk dan sumber tersebut. Dalam tahap ini, penulis berusaha
melakukan penelitian terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan
penelitian ini. Dalam tahap ini penulis melakukan kritik terhadap
sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari tulisan berupa buku, dokumen,
browsing internet, maupun sumber lisan melalui hasil wawancara dengan
pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian skripsi penulis. Sehingga
sumber-sumber yang telah ditemukan dalam tahap heuristik bisa menjadi
sumber yang otentik dan relevan untuk digunakan oleh penulis.
3. Interpretasi, Setelah melalui kritik sumber, tahapan selanjutnya adalah
Interpretasi. Interpretasi adalah melakukan penafsiran terhadap sumber yang
sudah dilakukan kritik dan analisis sumber. Pada tahap ini penulis melakukan
yang terkumpul dari sumber-sumber primer maupun sekunder dengan cara
menghubungkan dan merangkaikannya sehingga tercipta suatu fakta sejarah
yang sesuai dengan permasalahan penelitian.
4. Historiografi, tahapan ini merupakan tahapan akhir dalam langkah-langkah
penulisan dengan cara merangkaikan berbagai interpretasi sebelumnya
menjadi sebuah karya tulis sejarah. Dalam hal ini penulis menyajikan hasil
temuannya pada tiga tahap yang dilakukan sebelumnya dengan cara
menyusunnya dalam suatu tulisan yang jelas dalam bahasa yang sederhana
dan menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.
3.2Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi kepustakaan dan
wawancara. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengkaji beberapa buku, artikel
serta penelitian terdahulu mengenai upacara adat serta teori-teori yang mendukung
penelitian ini. Data-data dalam melakukan studi kepustakaan ini penulis peroleh
dari UPI, UNPAD, Bapusipda, dan ISBI Bandung.
Adapun teknik wawancara yang digunakan penulis yaitu wawancara
terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur ialah
wawancara yang sudah direncanakan dengan mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Sedangkan wawancara tidak
terstruktur adalah wawancara yang bersifat spontan dan diajukan kepada
orang-orang yang terlibat langsung dalam upacara adat mitembeyan ini.
Selain itu ada juga teknik wawancara campuran. Wawancara ini
terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan untuk mengembangkan pertanyaan
yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara tidak terstruktur. Teknik
wawancara ini sebagai metode untuk menggali sejarah lisan (oral history). Sejarah
lisan ialah ingatan yang dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang
diwawancarai oleh penulis (Sjamsuddin, 2007: 78).
3.3Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian merupakan titik awal dalam suatu tahap penelitian yang
harus benar-benar dipersiapkan dengan matang sebagai penentu keberhasilan
peneliti pada tahap selanjutnya. Terdapat beberapa langkah yang telah
dipersiapkan penulis pada tahapan ini, yaitu dengan melakukan penentuan dan
pengajuan tema penelitian, penyusunan rancangan penelitian serta mengikuti
proses bimbingan.
3.3.1Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian
Langkah awal yang dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian
yaitu menentukan tema, sebelum diserahkan kepada Tim Pertimbangan Penulisan
Skripsi (TPPS). Penentuan tema tersebut disebabkan oleh ketertarikan penulis
terhadap upacara adat mitembeyan ini. Sebelum penulis fokus melakukan kajian
terhadap permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, penulis telah beberapa
kali berganti-ganti tema dan judul skripsi.
Mulanya penulis ingin melakukan kajian terhadap Penelitian Tindakan
Kelas yakni mengenai Penerapan Metode Bercerita Berpasangan untuk
Meningkatkan Kemampuan Bercerita Siswa sebagai judul proposal skripsi kepada
Ketua TPPS Departemen Pendidikan Sejarah kemudian diseminarkan pada 27
Februari 2013, setelah sebelumnya mendapatkan calon dosen pembimbing Ibu
Namun pasca seminar penulis merasa ragu dengan tema penelitian yang
akan dikaji, dikarenakan minimnya sumber-sumber pembahasan mengenai
metode bercerita berpasangan dan kemampuan bercerita. Akhirnya penulis beralih
mengambil tema penelitian sejarah lokal dengan mengajukan judul
“Perkembangan Upacara Mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten
Purwakarta Tahun 1984-2005”. Dengan berubahnya tema penelitian, maka
pembimbing skripsi penulis pun berganti menjadi bapak Drs. H. Ayi Budi
Santosa, M.Si. selaku pembimbing I dan bapak Drs. Syarif Moeis, selaku
pembimbing II.
3.3.2Penyusunan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah langkah awal yang harus dilakukan sebelum
melakukan kegiatan penelitian. Rancangan penelitian merupakan sebuah
rancangan berupa kerangka yang menjadi acuan dalam penyusunan skripsi. Dalam
penelitian ini rancangan tersebut berupa proposal skripsi yang pada umumnya
memuat judul penelitian, latar belakang masalah yang merupakan pemaparan
mengenai deskripsi masalah yang akan dibahas, perumusan dan pembatasan
masalah, tujuan penelitian, metode dan teknik penelitian, dan sistematika
penulisan.
Dalam tahap ini penulis terlebih dahulu mengumpulkan data mengenai
tema yang akan dikaji. Pertama-tama penulis melakukan diskusi dengan Bapak.
H. Jamal selaku tokoh masyarakat sekaligus pendiri padepokan di Desa
Linggamukti Kabupaten Purwakarta. Selanjutnya penulis mencari dan
membaca-baca sumber literatur yang relevan dengan tema penelitian. Maka setelah
memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji, penulis
menjabarkannya ke dalam bentuk proposal skripsi. Kemudian mendapat
persetujuan dari ketua TPPS Departemen Pendidikan sejarah maka pengesahan
Sejarah FPIPS UPI Bandung. Dalam surat keputusan tersebut, ditentukan pula
pembimbing I, yaitu Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si dan Drs. Syarif Moeis
sebagai pembimbing II. Adapun rancangan penelitian yang diajukan meliputi (1)
Judul penelitian, (2) Latar belakang masalah, (3) Rumusan masalah, (4) Tujuan
Penelitian, (5) Manfaat penelitian, (6) Kajian pustaka (7) Metode penelitian, (8)
Struktur Organisasi Skripsi (9) dan Daftar Pustaka.
3.3.3Mengurus Perizinan Penelitian
Mengurus perizinan merupakan tahapan yang dilakukan penulis untuk
mempermudah dan memperlancar penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis.
Selain itu, tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan sumber-sumber yang
dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini. Adapun surat-surat perizinan penelitian
tersebut ditujukan kepada lembaga atau perorangan sebagai berikut:
1. Kantor Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta
2. Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta.
3. Kantor Desa Linggamukti
3.3.4Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian
Sebelum melaksanakan kegiatan penelitian langsung ke lapangan, peneliti
mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam menyediakan perlengkapan
yang diperlukan dalam penelitian. Perlengkapan penelitian tersebut merupakan
alat penunjang untuk memperlancar penelitian, supaya hasil penelitian dapat
sesuai dengan yang diharapkan. Adapun perlengkapan yang dibutuhkan dalam
penelitian skripsi ini diantaranya sebagai berikut:
1. Surat izin penelitian dari Dekan FPIPS.
2. Pedoman wawancara.
3. Alat perekam (Tape Recorder).
4. Kamera foto.
3.3.5Proses Bimbingan
Dalam tahapan ini dilakukan proses bimbingan dengan Pembimbing I
Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si dan Pembimbing II Drs. Syarif Moeis.
Proses bimbingan merupakan proses yang sangat diperlukan karena dalam proses
ini dapat berdiskusi mengenai berbagai masalah yang dihadapi oleh penulis.
Dengan begitu, penulis dapat berdiskusi dan berkonsultasi kepada pembimbing I
dan pembimbing II sehingga penulis akan mendapatkan arahan, komentar dan
perbaikan dari kedua pembimbing. Proses bimbingan dengan pembimbing I
dilakukan seminggu dua kali, sedangkan dengan pembimbing II dilakukan sesuai
kesepakatan sebelumnya.
3.4Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian adalah tahapan selanjutnya setelah penulis
merancang dan mempersiapkan penelitian. Tahapan ini merupakan tahapan yang
sangat penting dalam rangkaian proses penelitian guna mendapatkan data dan
fakta yang dibutuhkan. Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan empat
tahap penelitian, sebagai berikut.
3.4.1Heuristik (Pengumpulan Sumber)
Dalam tahapan heuristik ini, penulis berusaha melakukan pencarian,
pengumpulan dan pengklasifikasian berbagai sumber yang berhubungan dengan
masalah penelitian, sehingga dapat memberikan informasi untuk menjawab
permasalahan yang sedang dikaji. Sumber sejarah adalah segala sesuatu yang
langsung atau tidak langsung memberitahukan kepada kita tentang sesuatu
kenyataan kegiatan manusia pada masa lalu (Sjamsuddin, 2007: 95). Kegiatan
heuristik ini dimaksudkan sebagai usaha mencari dan menemukan sumber sejarah.
Penulis mencari dan mengumpulkan berbagai sumber sejarah berupa
relevan dengan permasalahan penelitian dan dibutuhkan dalam penelitian ini
sebagai rujukan, sedangkan sumber lisan dikumpulkan dengan menggunakan
teknik wawancara kepada narasumber yang memiliki wawasan dan pengetahuan
mengenai upacara adat mitembeyan di desa Linggamukti dan digunakan apabila
sumber tertulis kurang mengenai permasalahan yang dikaji dirasa masih kurang.
Selanjutnya untuk lebih jelas lagi penulis akan paparkan di bawah ini.
3.4.1.1Pengumpulan Sumber Tertulis
Pada tahap pengumpulan sumber tertulis ini penulis berusaha mencari
dan mengumpulkan berbagai macam literatur yang berhubungan dengan tema
yang dikaji, yaitu berupa buku, artikel, dokumen-dokumen serta penelitian
terdahulu berbentuk skripsi yang mengkaji tema tentang upacara adat dan
pertanian.Hal ini dilakukan karena dalam melakukan proses penelitian
menggunakan teknik studi literatur sebagai salah satu teknik dalam pengumpulan
data. Dalam proses pencarian sumber tertulis tersebut peneliti mengunjungi
beberapa tempat yang dianggap mempunyai sumber-sumber yang dibutuhkan,
diantaranya:
1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, dari perpustakaan ini peneliti
mendapatkan buku yang berjudul“Pengantar Ilmu Antropologi” karangan
Koentjaraningrat tahun 2009, buku “Kebudayaan Mentalis dan
Pembangunan” karangan Koentjaraningrat tahun 1993, buku “Pengantar
Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan” karangan Ismaun tahun 2005,
buku “Mengerti Sejarah” karangan Louis Gottschalk yang diterjemahkan oleh
Nugroho Notosusanto tahun 1986 dan buku “Metode Penelitian Sejarah”
karangan Dudung Abdurrahman tahun 2007 dan berbagai buku lainnya.
2. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Bapusipda) Jawa Barat dari
perpustakaan ini peneliti mendapatkan buku yang berjudul “Masyarakat
“Manusia dan Kebudayaan di Indonesia” karangan Koentjaraningrat tahun 2008, dan buku “Moral Ekonomi Petani” karangan J.C. Scott tahun 1983.
3. Perpustakaan Institut Seni dan Budaya Indonesia Bandung, dari perpustakaan
ini peneliti mendapatkan buku yang berjudul “Adat Istiadat Sunda” karangan
H. Hasan Mustapa tahun 2010, “Seni dan Ritual Agama” karangan Y.
Sumandiyo Hadi tahun 2006, “Ilmu Budaya Dasar” karangan Ramdani
Wahyu tahun 2008, dan “Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid
I” karangan Edi S. Ekadjati tahun 2007.
4. Perpustakaan pribadi, yaitu buku tentang “Rupa-rupa Upacara Adat Sunda Jaman Ayeuna” karangan Moh. Hasim tahun 1984, dan “Upacara Adat di
Pasundan” karangan Prawirasuganda tahun 1964.
3.4.1.2Pengumpulan Sumber Lisan
Sumber lisan memiliki peranan yang penting sebagai sumber sejarah yang
lainnya. Dalam menggali sumber lisan dilakukan dengan teknik wawancara, yaitu
mengajukan beberapa pertanyaan relevan dengan permasalahan yang dikaji
kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi. Sumber lisan dalam penelitian ini
digunakan hanya sebagai penunjang terhadap aspek-aspek yang tidak dijelaskan
lebih rinci dalam sumber tertulis tetapi juga diposisikan sebagai bahan acuan
karena pada umumnya dalam sejarah lokal sumber lisan menempati posisi yang
penting, sebab sumber tertulis cukup sulit ditemukan.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini yaitu
menentukan orang-orang yang dapat dijadikan narasumber yang dapat
mengemukakan hal-hal yang diketahui sehingga informasi yang diberikan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berdasarkan hal tersebut peneliti
mewawancarai mereka sehingga diperoleh informasi mengenai hal-hal yang
diperlukan dalam penelitian ini diantaranya yaitu latar belakang lahirnya upacara
tanggapan masyarakat terhadap keberadaan upacara mitembeyan dan upaya
pelestarian upacara mitembeyan.
Peneliti mengkategorikan narasumber ke dalam dua golongan yaitu pelaku
dan saksi. Pelaku adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau
kejadian yang menjadi bahan kajian yang peneliti teliti seperti para pelaku upacara
mitembeyan yang merupakan pelaku sejarah yang mengikuti perkembangan
upacara mitembeyan dari waktu ke waktu, sedangkan saksi adalah mereka yang
melihat dan mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, misalnya masyarakat
sebagai pendukung dan penikmat upacara tradisional serta pemerintah sebagai
lembaga terkait.
Dalam menetapkan narasumber yang akan diwawancarai, terlebih dahulu
penulis mengunjungi kantor Kepala Desa Linggamukti untuk mencari tahu
tentang tokoh pelaksana upacara adat mitembeyan. Berdasarkan informasi dari
tokoh masyarakat desa diketahui bahwa yang menjadi ketua pelaksana upacara
adat mitembeyan adalah Abah Yaya (61 tahun). Beliau diharapkan dapat
memberikan informasi yang mendalam mengenai asal usul dan pelaksanaan
upacara adat mitembeyan. Setelah menetapkan narasumber yang akan
diwawancarai, selanjutnya penulis menyusun instrumen wawancara yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Penyusunan
instrumen wawancara dilakukan agar pertanyaan yang akan diajukan dapat
terorganisir sehingga proses wawancara dapat berlangsung secara efektif dan
memperoleh informasi yang diharapkan.
Teknik wawancara yang digunakan pada saat pengumpulan informasi lisan
adalah teknik wawancara gabungan dari terstruktur dan tidak terstruktur. Teknik
wawancara terstruktur adalah teknik yang mengacu pada pertanyaan-pertanyaan
yang telah disusun dalam instrument wawancara. Sehingga pertanyaan yang
wawancara tidak terstruktur dilakukan tanpa mengacu pada instrument wawancara
dan diajukan secara spontan dan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk memudahkan penulis dalam melakukan pengumpulan data, maka
penulis mengklarifikasikan narasumber ke dalam dua kategori. Kategori pertama
adalah narasumber dari kalangan masyarakat yang melakukan upacara adat
mitembeyan. Narasumber dalam kategori ini merupakan narasumber inti yang
memberikan informasi mengenai gambaran pelaksanaan upacara adat
mitembeyan. Kategori kedua adalah narasumber dari kalangan aparat
pemerintahan, budayawan maupun masyarakat setempat yang berkaitan dengan
pelestarian kebudayaan di Kabupaten Purwakarta.
Proses wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu menemui Bapak Haji
Jamal di kediamannya di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta. Dari bapak
Haji Jamal inilah kemudian penulis memperoleh beberapa nama yang dapat
memberikan informasi mengenai pelaksanaan upacara adat mitembeyan,
diantaranya adalah:
1) Bapak H. R. Jamaluddin (43 tahun)
Bapak H. R Jamaluddin biasa disapa Bapak Haji Jamal merupakan tokoh
masyarakat Desa Linggamukti yang selalu mendampingi Abah Yaya dalam
penyelenggara upacara adat mitembeyan. Bapak Haji Jamal mengetahui
banyak tentang pelaksanaan upacara adat mitembeyan dan makna-makna yang
terkandung di dalamnya.
2) Abah Yaya (61 tahun)
Abah Yaya adalah tokoh masyarakat di Desa Linggamukti yang setiap
diadakannya upacara mitembeyan dipercaya sebagai ketua pelaksana dalam
penyelenggaraan upacara tersebut. Beliau masih sehat dan bisa memberikan
informasi mengenai mitembeyan, sehingga bisa dijadikan sebagai narasumber
3) Bapak M. Syafe’i (35 tahun)
Bapak Syafe’i merupakan tokoh agama di Desa Linggamukti. Beliau sangat setuju dengan adanya upacara adat mitembeyan karena selain melestarikan
budaya dari nenek moyang, upacara ini juga tidak menyimpang dari ajaran
Islam.
4) Bapak Cucu Udin (40 tahun)
Bapak Cucu adalah salah satu warga masyarakat Desa Linggamukti yang
berprofesi sebagai petani dan selalu mengikuti upacara adat mitembeyan.
Beliau terlibat secara langsung sebagai peserta dalam serangkaian prosesi
mitembeyan.
5) Bapak Udus Sutisna (35 tahun)
Sebagaimana Bapak Cucu, Bapak Udus juga merupakan salah satu warga
masyarakat Desa Linggamukti yang berprofesi sebagai petani. Beliau selalu
mengikuti upacara adat mitembeyan dan berperan sebagai peserta dalam
serangkaian prosesi mitembeyan.
Hasil wawancara dengan para narasumber kemudian disalin dalam bentuk
tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan dibahas
pada bagian selanjutnya. Setelah semua sumber yang berkenaan dengan masalah
penelitian diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan serta
pengklasifikasian terhadap sumber-sumber yang relevan dengan masalah
penelitian yang dikaji.
3.4.2Kritik Sumber
Tahap selanjutnya dalam metode penelitian sejarah adalah tahapan kritik
sumber. Pada tahap ini penulis berusaha melakukan penilaian dan mengkritisi
sumber-sumber yang telah ditemukan sumber tertulis maupun sumber lisan yang
relevan dengan kajian. Sumber-sumber tersebut dipilih melalui kritik eksternal
menggunakan kritik internal yaitu pengkajian yang dilakukan terhadap isi dari
sumber sejarah tersebut.
Tujuan dilakukannya kritik eksternal dan kritik internal yaitu untuk
menguji kebenaran dan ketepatan dari sumber tersebut, dan menyaring
sumber-sumber tersebut sehingga diperoleh fakta-fakta yang sesuai dengan kajian skripsi
ini dan membedakan sumber-sumber yang benar atau meragukan. Kejelasan dan
keamanan sumber-sumber tersebut dapat diperoleh melalui pertanyaan-pertanyaan
kritis terhadap sumber itu sendiri. Seperti halnya yang dikemukakan oleh
Sjamsuddin (2007: 102-103) bahwa ada lima pertanyaan yang harus dijawab
dengan memuaskan yaitu:
a. Siapa yang mengatakan itu?
b. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu bisa diubah?
c. Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan
kesaksiannya?
d. Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang
kompeten, apakah ia mengetahui fakta itu?
e. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan
kepada kita fakta yang diketahui itu?
Tahapan kritik menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai
kebenaran atau ketetapan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal
dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal
meliputi pengujian pada bahan materi sumber sedangkan kritik internal meliputi
pengujian pada isi sumber. Untuk lebih rinci penulis akan memberikan penjelasan
mengenai kritik eksternal dan kritik internal sebagai berikut.
3.4.2.1Kritik Eksternal
Kritik eksternal adalah cara pengujian sumber terhadap aspek-aspek luar
dari sumber sejarah secara terinci. Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas
asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri
apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh
orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 133-134).
Dengan demikian kritik eksternal pada dasarnya menitikberatkan pada
pengujian otensitas dan integritas sumber. Sebagaimana dijelaskan oleh
Sjamsuddin (2007: 134) bahwa kritik eksternal harus menegakkan fakta dari
kesaksian bahwa:
1. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu atau otensitas (authenticity).
2. Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan, atau penambahan dan penghilangan fakta-fakta yang substansial.Karena memori manusia dalam menjelaskan peristiwa sejarah terkadang berbeda setiap individu, malah ada yang ditambah ceritanya atau dikurangi tergantung pada sejauh mana narasumber mengingat peristiwa sejarah itu sendiri.
Kritik eksternal bertujuan untuk menilai sejauh mana kelayakan
sumber-sumber yang telah didapatkan, sebelum mengkaji isi sumber-sumber. Peneliti melakukan
kritik eksternal tehdap sumber tertulis dan sumber lisan.Kritik eksternal yang
dilakukan terhadap sumber tertulis bertujuan untuk melakukan penelitian asal-usul
sumber terutama yang berbentuk dokumen.
Peneliti juga melakukan pemilihan terhadap buku-buku yang dianggap
berhubungan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Buku-buku yang
digunakan memuat nama penulis buku, penerbit, tahun terbit, dan tempat
terbitnya. Selain melakukan kritik eksternal terhadap sumber tertulis, peneliti juga
melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan, yaitu dengan
mempertimbangkan usia narasumber yang disesuaikan dengan tahun kajian
peneliti yaitu antara tahun 1984-2005, kemudian pendidikan, kedudukan, mata
pencaharian, tempat tinggal, dan keberadaannya, terutama faktor kesehatan saat
dikarenakan semua data yang didapatkan peneliti baik dari sumber tertulis
maupun sumber lisan tingkat keberadaannya tidak sama.
Buku pertama yang diseleksi dalam tahapan kritik eksternal adalah buku
karya Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I karya Edi S. Ekadjati
di Bandung tahun 2005. Edi S. Ekadjati merupakan seorang guru besar di bidang
filologi Universitas Padjajaran, melihat kredibilitas pengarang buku tersebut
penulis menganggap layak dijadikan referensi dalam penulisan karya ilmiah ini.
Kritik eksternal juga dilakukan pada buku Adat Istiadat Sunda karya
Hasan Mustafa yang diterbitkan di Bandung tahun 2010. Secara eksternal buku ini
layak dijadikan referensi dalam penulisan karya ilmiah ini, karena latar belakang
penulis yang merupakan seorang budayawan Sunda dianggap mengetahui seluk
beluk adat istiadat Sunda terutama dalam pelaksanaan upacara adat setelah panen.
Selanjutnya kritik eksternal dilakukan terhadap buku karya Koentjaraningrat yaitu
buku Ritus Peralihan di Indonesia tahun 1990. Berdasarkan latar belakang
akademis pengarang yang merupakan seorang guru besar antropologi, penulis
menganggap buku karya Koentjaraningrat tersebut layak dijadikan sebagai
referensi dari segi eksternal.
Kritik eksternal terhadap sumber lisan dilakukan dengan cara melakukan
identifikasi terhadap narasumber. Dalam melakukan kritik eksternal terhadap
narasumber, penulis menentukan beberapa pertimbangan yang meliputi usia
narasumber, kondisi fisik, kedudukan di masyarakat, pekerjaan, agama, perilaku
serta keberadaannya selama kurun waktu 1984-2005. Adapun narasumber yang
penuls wawancarai rata-rata memiliki usia yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu
muda sehingga memiliki daya ingat yang masih cukup baik.
Kritik eksternal terhadap sumber lisan dilakukan terhadap Abah Yaya
(61 tahun) dan Bapak Haji Jamal (43 tahun). Penulis mengajukan pertanyaan
upacara adat mitembeyan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa Abah
Yaya merupakan sesepuh yang memimpin upacara adat mitembeyan di Desa
Linggamukti Kabupaten Purwakarta. Sedangkan Bapak Haji Jamal merupakan
tokoh masyarakat yang dimana beliau juga mempunyai sebuah padepokan yang
bernama Padepokan Gentra Pangauban. Dengan pertimbangan tersebut, maka
penulis berkesimpulan bahwa Abah Yaya maupun Bapak Haji Jamal layak
dijadikan narasumber dalam penulisan ini.
Kritik eksternal terhadap sumber lisan juga dilakukan kepada Bapak Syafe’I (35 tahun) merupakan seorang tokoh agama di Desa Linggamukti yang
terlibat aktif dalam pelaksanaan upacara adat mitembeyan. Beliau juga
mempunyai perhatian terhadap kebudayaan khususnya dalam pelaksanaan upacara
adat mitembeyan. Melihat aspek eksternal tersebut, penulis beranggapan bahwa informasi yang diperoleh dari Bapak Syafe’I layak dijadikan sebagai sumber dalam penulisan hasil penelitian.
Di samping itu, narasumber lainnya adalah Bapak Cucu (40 tahun) dan
Bapak Udus (35 tahun). Beliau merupakan seorang pegawai di Kantor Desa
Linggamukti yang juga mengetahui tentang pelaksanaan upacara adat
mitembeyan. Melihat aspek eksternal tersebut, penulis beranggapan bahwa
informasi yang diperoleh dari Bapak Cucu dan Bapak Udus layak dijadikan
sebagai sumber dalam penulisan hasil penelitian.
3.4.2.2Kritik Internal
Kritik internal dilakukan terhadap aspek dalam sumber atau kesaksian
sejarah dengan lebih menekankan pada isi yang terkandung dalam sumber sejarah.
Kritik internal atau kritik dalam bertujuan untuk menilai kredibilitas sumber
dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan
moralnya (Ismaun, 2005 : 50). Dalam tahapan ini penulis melakukan kritik
Kritik internal untuk sumber tertulis dilaksanakan peneliti dengan
melakukan konfirmasi dan membandingkan berbagai informasi dalam suatu
sumber dengan sumber yang lain yang membahas masalah yang serupa. Untuk
sumber lisan, peneliti melakukan perbandingan antar hasil wawancara narasumber
satu dengan narasumber yang lain (cross checking) dengan tujuan untuk
mendapatkan kesesuaian dari fakta-fakta yang ada untuk meminimalisasi
kesubjektivitasan dari narasumber. Tahapan ini bertujuan untuk memilah-milah
data dan fakta yang berasal dari sumber primer dan sekunder yang diperoleh
sesuai dengan judul penelitian. Dalam tahap kritik internal ini peneliti
mendapatkan fakta-fakta yang berhubungan dengan perkembangan upacara adat
mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten Purwakarta.
Selain itu, kritik internal terhadap sumber-sumber tertulis dilakukan
dengan cara membandingkan sumber-sumber tertulis berupa buku-buku yang
akan dijadikan sebagai referensi penulisan skripsi. Perbandingan antara
buku-buku tersebut dilakukan dengan cara melihat kesesuaian isi buku-buku dengan
permasalahan yang menjadi kajian penelitian. Sehingga buku-buku yang
sekiranya tidak relevan dengan permasalahan penelitian tidak digunakan.
Buku pertama yang diseleksi dalam tahapan kritik internal adalah buku
Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I karya Edi S. Ekadjati berisi
mengenai kebudayaan masyarakat Sunda. Penjelasan dalam buku ini dinilai masih
terlalu umum, yaitu menjelaskan kebudayaan masyarakat Sunda secara umum dan
tidak secara langsung membahas mengenai upacara adat. Namun, buku ini cukup
layak dijadikan referensi dalam memahami kebudayaan Sunda secara umum.
Buku Ritus Peralihan di Indonesia karya Koentjaraningrat layak
dijadikan sebagai referensi dalam penulisan karya ilmiah ini. Karena buku ini
menjelaskan mengenai munculnya ritus atau upacara tradisional secara teoritis.
menganalisis hasil temuan di lapangan yang berkaitan dengan upacara adat
mitembeyan. Selanjutnya, kritik internal juga dilakukan terhadap buku Adat
Istiadat Sunda karya Hasan Mustafa. Buku ini memparkan secara jelas mengenai
adat istiadat masyarakat Sunda mulai dari adat istiadat sehari-hari, adat istiadat
kelahiran bayi, pernikahan, kematian, pertanian dan waktu-waktu baik dan yang
dilarang dalam adat Sunda. Bagian yang sangat sesuai dengan kajian penelitian ini
yaitu pada bagian pembahasan adat istiadat dalam pertanian. Pembahasan tersebut
sangat sesuai dengan kajian penelitian penulis, sehingga layak untuk dijadikan
referensi untuk memperkuat argumen-argumen dari narasumber.
Kritik internal terhadap sumber lisan dilakukan dengan cara melakukan
kaji banding terhadap hasil wawancara dari narasumber yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini dilakukan karena mengacu pada pemikiran bahwa setiap orang
memiliki pandangan berbeda terhadap suatu permasalahan. Di samping itu, kaji
banding sangat penting dilakukan agar tidak melihat suatu permasalahan dari satu
pihak saja sehingga dapat menghindarkan penulis dari unsur subjektifitas.
Dalam kritik internal terhadap sumber lisan, penulis melakukan kaji
banding terhadap hasil wawancara Abah Yaya dan Bapak Haji Jamal. Penulis
mengkaji apakah terdapat perbedaan-perbedaan informasi yang dikemukakan oleh
kedua narasumber tersebut. Apabila terdapat perbedaan penulis mencari dan
mengumpulkan informasi dari narasumber yang lainnya untuk kemudian
mencocokkan informasi yang didapatkan. Apabila kebanyakan narasumber
memberikan informasi yang sama maka penulis menyimpulkan bahwa pendapat
salah satu narasumber adalah benar.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sumber
yang dilakukan penulis merupakan salah satu tahapan penting dalam serangkaian
metode sejarah yang digunakan dalam penelitian ini. Kritik sumber, baik eksternal
dilakukan untuk pengujian atau seleksi terhadap sumber-sumber yang akan
digunakan sebagai referensi dan bahan dalam penulisan skripsi yang berjudul
“Perkembangan Upacara Adat Mitembeyan di Desa Linggamukti Kabupaten
Purwakarta Tahun 1984-2005 (Suatu Kajian Terhadap Tradisi Masyarakat)”.
Sehingga dapat dihasilkan suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
3.4.3 Interpretasi
Setelah melakukan kritik sumber, maka tahapan selanjutnya yaitu
melaksanakan tahap interpretasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahapan
ini adalah mengolah, menyusun, dan menafsirkan fakta-fakta yang telah teruji
kebenarannya baik yang diperoleh dari sumber tertulis, maupun dari sumber lisan.
Tujuan dilakukannya tahapan ini adalah untuk menghubungkan satu fakta dengan
fakta yang lainnya menjadi sebuah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan.
Untuk mempertajam analisis terhadap permasalahan yang penulis kaji, maka pada
tahap ini digunakan pendekatan interdisipliner.
Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Abdurahman (2007: 73)
interpretasi sejarah atau yang biasa disebut juga dengan analisis sejarah
merupakan tahap dimana peneliti melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang
diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori
disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Dalam hal ini ada
dua metode yang digunakan yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti
menguraikan sedangkan sintesis yang berarti menyatukan. Keduanya dipandang
sebagai metode utama di dalam interpretasi (Kuntowijoyo, 2003: 100).
Fakta-fakta yang telah disusun dan ditafsirkan tersebut pada akhirnya
diharapkan dapat menunjukkan suatu keterhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Sehingga dihasilkan suatu rangkaian peristiwa yang tersusun secara logis
melakukan interpretasi terhadap fakta-fakta yang diperoleh, penulis menggunakan
bantuan dari ilmu-ilmu sosial lainnya yaitu ilmu sosiologi dan antropologi atau
disebut dengan pendekatan interdisipliner. Penggunaan konsep-konsep dari ilmu
sosiologi dan antropologi dalam tahapan interpretasi dimaksudkan untuk lebih
mempertajam analisis penulis berkaitan dengan masalah yang dikaji. Sehingga
interpretasi terhadap fakta-fakta yang diperoleh dilakukan secara lebih ilmiah.
Adapun konsep-konsep dalam ilmu sosiologi yang digunakan
diantaranya adalah perubahan sosial, peranan sosial dan mobilitas sosial.
Sedangkan konsep-konsep dalam ilmu antropologi yang digunakan dalam
penulisan ini diantaranya adalah konsep mengenai kebudayaan dan religi dapat
melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang. Sehingga analisis yang
dilakukan lebih mendalam dan jelas.
Peneliti melakukan penafsiran terhadap data mengenai perkembangan
upacara mitembeyan. Berdasarkan keterangan dari narasumber yaitu Bapak H.
Jamal, Abah Yaya, dan Bapak Syafe’i yang menjelaskan bahwa upacara
mitembeyan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang menyesuaikan
dengan karakteristik kondisi sosial-budaya masyarakat. Namun dari segi
penyajiannya upacara mitembeyan masih mengandung hal-hal mistis, seperti
adanya unsur animisme dan dinamisme.
Peneliti melakukan penafsiran terhadap data mengenai perkembangan
upacara mitembeyan. Pada proses interpretasi ini, peneliti menggunakan
pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan dalam
suatu pemecahan masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang
ilmu serumpun yang relevan. Dalam hal ini, ilmu sejarah dijadikan sebagai
disiplin ilmu utama dalam mengkaji permasalahan penelitian.
Tahap terakhir dari penulisan skripsi ini adalah melaporkan seluruh hasil
penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam metodologi sejarah lazimnya disebut dengan “historiografi”. Pada tahapan ini seluruh daya pikir dan kemampuan dikerahkan untuk menuangkan segala hal yang ada dalam penelitian
sehingga dapat menghasilkan sebuah tulisan yang memiliki standar mutu dan
menjaga kebenaran sejarahnya. Seperti yang dinyatakan Sjamsuddin (2007: 156)
yakni:
Penulis mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis pengguanaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis yang pada akhirnya menghasilkan sebuah sintesa dari seluruh hasil penelitian.
Sedangkan menurut Abdurahman (2007: 76) historiografi merupakan
cara penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah
hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian
dari awal sampai dengan akhir (penarikan kesimpulan).
Tahap historiografi ini akan peneliti laporkan dalam sebuah tulisan
berbentuk skripsi dan disusun berdasarkan pedoman penulisan karya ilmiah yang
berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun tujuan
dari laporan hasil penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan studi akademis
tingkat sarjana pada Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.
Untuk lebih sistematis, maka disusun kerangka tulisan dan pokok-pokok
pikiran yang akan dituangkan dalam tulisan berdasarkan data-data dan fakta-fakta
yang telah diperoleh, sedangkan tahap akhir penulisan dilakukan setelah materi
atau bahan dan kerangka tulisan selesai dibuat, penulisannyapun dilakukan bab
demi bab sesuai dengan proses penelitian yang dilakukan secara bertahap.
Masing-masing bagian atau bab mengalami proses koreksi dan perbaikan
skripsi ini, penulis membaginya ke dalam lima bab yaitu pendahuluan, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian, pembahasan dan terakhir adalah kesimpulan.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yaitu:
Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang
memaparkan mengapa masalah yang muncul itu penting untuk diteliti. Pada bab
ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk
pertanyaan untuk mempermudah peneliti mengkaji dan mengarahkan
pembahasan, tujuan penelitian, metode penelitian serta struktur organisasi skripsi.
Adapun yang menjadi uraian dari bab I ini yakni: Latar Belakang Penelitian,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan
Struktur Organisasi Skripsi.
Bab II Kajian Pustaka, memaparkan berbagai sumber literatur yang
peneliti anggap memiliki keterkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji dan
didukung dengan sumber tertulis seperti buku dan dokumen yang relevan. Dalam
kajian pustaka ini, peneliti membandingkan, mengkontraskan dan memposisikan
kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji kemudian dihubungkan dengan
masalah yang sedang diteliti. Hal ini dimaksudkan agar adanya keterkaitan antara
permasalahan di lapangan dengan buku-buku atau secara teoritis, agar keduanya
bisa saling mendukung, dimana dari teori yang sedang dikaji dengan
permasalahan yang diteliti bisa berkaitan sedangkan fungsi dari kajian pustaka
adalah sebagai landasan teori dalam analisis temuan.
Bab III Metode Penelitian, bab ini berisi mengenai tahap-tahap,
langkah-langkah, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti meliputi heuristik, kritik,
interpretasi dan historiografi. Langkah-langkah dalam penelitian ini seperti tahap
perencanaan, pengajuan judul penelitian, persiapan penelitian, proses bimbingan
dan tahap pelaksanaan penelitian. Dalam bab ini juga peneliti mengungkapkan
Bab IV Tradisi Mitembeyan pada Masyarakat Desa Linggamukti. Dalam
bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang upacara mitembeyan di Desa
Linggamukti Kabupaten Purwakarta, selain itu dalam bab ini juga akan dibahas
mengenai proses pelaksanaan upacara mitembeyan, tanggapan masyarakat
terhadap keberadaan upacara mitembeyan. Di samping itu, akan memaparkan
upaya yang dilakukan untuk melestarikan upacara mitembeyan di Desa
Linggamukti Kabupaten Purwakarta.
Bab V Simpulan dan Rekomendasi, merupakan inti jawaban serta
analisis peneliti terhadap masalah-masalah secara keseluruhan yang merupakan
hasil dari penelitian. Hasil akhir ini merupakan hasil penelitian serta interpretasi
peneliti mengenai inti dari pembahasan. Pada bab ini peneliti mengemukakan
beberapa kesimpulan yang didapatkan setelah mengkaji permasalahan yang telah
diajukan sebelumnya. Selain itu peneliti mengemukakan saran-saran baik untuk