BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang memiliki
hakikat sebagai produk, sikap, dan proses. Hakikat fisika sebagai produk berupa
pengetahuan tidak terlepas dari fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori, dan
model. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran fisika di Sekolah Menengah
Atas (SMA) yaitu menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri
sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Pusat Kurikulum
Balitbang Depdiknas 2003). Usman (dalam Noviyani, 2012) mengemukakan
bahwa indikator ketercapaian penguasaan konsep siswa dapat dilihat dari
kesesuaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan guru dengan nilai ujian
siswa. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri
Kota Bandung terhadap hasil Ujian Tengah Semester (UTS) siswa kelas XII IPA
menunjukkan bahwa 60,5% siswa belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) fisika di sekolah tersebut yaitu 75. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa penguasaan konsep fisika siswa masih rendah. Salah satu
penyebab rendahnya penguasaan konsep siswa adalah anggapan siswa bahwa
fisika itu sulit. Hal ini sejalan dengan hasil angket siswa di kelas tersebut
menunjukkan bahwa 64,9% siswa menyatakan fisika sulit, baik karena persoalan
konsep maupun matematis sehingga menurunkan minat belajar fisika siswa. Van
Den Berg (1991, dalam Tayubi, 2005:4) menyebutkan bahwa ’salah satu sumber
kesulitan utama dalam pelajaran fisika adalah akibat terjadinya kesalahan konsep
atau miskonsepsi pada diri siswa.’ Lebih lanjut Suparno (2005) mengungkapkan
bahwa siswa yang berminat rendah terhadap fisika cenderung memiliki
Suparno (2005:7) menyebutkan, “Miskonsepsi dalam bidang fisika banyak
terjadi pada subbidang seperti mekanika, termodinamika, optika, bunyi dan
gelombang, listrik dan magnet, dan fisika modern.” Sejalan dengan hal tersebut,
Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994) dalam artikelnya mengenai Research on
Alternative Conceptions in Science menjelaskan bahwa “Konsep alternatif terjadi
dalam semua bidang fisika.” (Suparno, 2005:11). Konsep alternatif yang
dimaksud adalah miskonsepsi. Beberapa penelitian tentang miskonsepsi
menunjukkan bahwa terdapat 300 penelitian miskonsepsi bidang mekanika, 159
penelitian miskonsepsi bidang listrik, 70 penelitian miskonsepsi bidang panas,
optika, dan sifat-sifat materi, 35 penelitian miskonsepsi bidang bumi dan
antariksa, serta 10 penelitian miskonsepsi bidang fisika modern (Suparno, 2005).
Ini tidak berarti bahwa kebanyakan miskonsepsi terjadi hanya dalam subbidang
tersebut saja, tetapi sejauh ini banyak penelitian yang dilakukan dalam bidang itu.
Pada kenyataannya, miskonsepsi juga terjadi pada konsep elastisitas. Janulis
P. Purba (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa banyak siswa yang
mengalami miskonsepsi tentang konsep elastisitas antara lain menyatakan jika
sebuah pegas dan sebatang kawat tembaga dikenai gaya tertentu (tidak melebihi
batas liniernya) maka pegas bertambah panjang sedangkan kawat tembaga tidak
mengalami pertambahan panjang. Selain itu, hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di salah satu SMA Negeri kota Bandung juga menunjukkan bahwa
tingkat miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas mencapai 40,91%.
Pada hakikatnya tiap siswa memiliki pengetahuan awal tentang fisika yang
diperolehnya dari pengalaman sehari-hari. Ketika siswa memasuki kelas formal,
mereka membawa pengetahuan awal tersebut. Namun, pengetahuan awal yang
dibawa ada yang tidak sesuai dengan konsep para ilmuan (ahli). Ketidaksesuaian
antara konsep awal dan konsep ilmuan ini dapat menimbulkan miskonsepsi siswa.
Klammer (1998, dalam Tayubi, 2005) mengungkapkan bahwa miskonsepsi yang
terjadi dapat menghalangi proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan baru pada
siswa sehingga dapat menjadi penghambat keberhasilan siswa dalam belajar lebih
ketidaksesuaian antara penjelasan guru dan cara berpikir siswa. Jika hal ini
dibiarkan, siswa akan merasa bingung, menganggap fisika sulit, dan bahkan
menurunkan motivasi belajarnya. Hal ini akan berakibat pada prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran fisika menjadi rendah.
Pada tahun 1982, Gilbert dan Osborne (dalam Purba, 2013) mengemukakan
bahwa implementasi pembelajaran yang kurang tepat dan media yang tidak dapat
menggambarkan konsep, merupakan penyebab terjadinya miskonsepsi. Ini
disebabkan perencanaan dan penerapan pembelajaran yang digunakan guru
berdasarkan asumsi tersembunyi, bahwa pengetahuan fisika dapat ditransfer
secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa tanpa mempertimbangkan
pengetahuan awal siswa yang miskonsepsi. Berdasarkan asumsi tersebut, bisa jadi
guru menganggap bahwa Ia telah mengajar dengan baik namun sebenarnya
siswanya tidak belajar dengan baik. Oleh karena itu diperlukan model dan media
pembelajaran yang tepat dan mendukung dalam upaya membelajarkan siswa
seutuhnya. Dalam hal ini, kegiatan pembelajaran harus beralih dari pembelajaran
berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Jigsaw merupakan salah satu tipe dalam
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok-kelompok belajar siswa yang
saling bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pembelajaran ini
menganut paham konstruktivisme. Slavin (2009) menyatakan bahwa pendekatan
konstruktivis membuat siswa lebih dapat menemukan dan memahami
konsep-konsep sulit dengan cara berdiskusi dengan temannya. Sedangkan tugas guru
menurut teori konstruktivis sebagai fasilitator agar siswa mengkonstruksi
pengetahuannya secara optimal. Beberapa penelitian menemukan bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw efektif dalam
meningkatkan pemahaman konsep siswa (Rifqie ,2012; Tanty, 2009; Susanna,
2008; Nursalam, 2007; Arianti, 2005; Wardani, S., 2002; Sriwardani, 2002;
Anita, 2002). Jigsaw dapat memadukan antara pengetahuan, keterampilan, dan
mendapatkan kesempatan berdiskusi dengan temannya, saling menyampaikan
gagasan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga diharapkan siswa dapat lebih
memahami konsep fisika. Proses diskusi dalam jigsaw menekankan pada
tanggungjawab siswa terhadap ketercapaian pembelajaran dirinya dan temannya.
Hal ini dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam belajar yang akan
berdampak baik pada kualitas interaksi dan komunikasi siswa sehingga antara
siswa satu dengan yang lainnya dapat saling memberikan motivasi belajar untuk
sama-sama mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Selain dari pembelajaran yang tidak tepat, penyebab terjadinya miskonsepsi
juga dapat diperoleh dari penggunaan media yang tidak dapat menggambarkan
konsep yang dipelajari secara utuh, seperti konsep-konsep abstrak dalam fisika
maupun konsep-konsep yang sulit dipraktikkan langsung di laboratorium sekolah.
Dengan berkembangnya teknologi saat ini media pembelajaran berbasis komputer
dapat menjadi solusi yang tepat. Kemampuan komputer dalam mengintegrasikan
komponen warna, musik, dan animasi grafik membuat komputer mampu
menyampaikan materi pembelajaran dengan tingkat realisme yang tinggi (Warsita,
2008). Media pembelajaran berbantuan komputer memanfaatkan gabungan dari
seluruh media, seperti teks, grafis, gambar, foto, audio, video, dan animasi
menjadi suatu multimedia yang luar biasa kemampuannya (Warsita, 2008).
Dengan memanfaatkan keunggulan komputer tersebut maka konsep-konsep fisika
maupun fenomena fisika lainnya dapat ditampilkan oleh komputer, salah satunya
melalui simulasi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa media simulasi berbasis komputer
dapat meningkatkan pemahaman konsep (Yulianti, 2012; Mutaqin, 2011; Ika Sari,
2010; Rika, 2009; Samsudin, 2008; Suwondo, 2008). De Jong dan Joolingen
(2000:1) menyatakan bahwa penggunaan media simulasi berbasis komputer
merupakan salah satu bentuk pembelajaran konstruktivisme, yaitu scientific
discovery learning. Artinya, pembelajaran menggunakan simulasi komputer dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam investigasi ilmiah dan penyelidikan
pemanfaatan simulasi komputer dapat mengatasi miskonsepsi fisika. Hal ini
dikarenakan simulasi komputer dapat meningkatkan daya serap dan konsentrasi
siswa (Jong-Heon Kim, et al, 2005). Oleh karena itu, dalam penelitian ini
digunakan simulasi komputer dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap kuantitas miskonsepsi siswa. Selanjutnya,
penelitian ini berjudul “Implementasi Simulasi Fisika dalam Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Kuantitas Miskonsepsi Siswa pada Konsep
Elastisitas.”
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA
Negeri di kota Bandung diketahui bahwa tingkat miskonsepsi siswa terhadap
konsep elastisitas di sekolah tersebut mencapai 40,91%. Miskonsepsi siswa
terhadap konsep elastisitas banyak terjadi pada beberapa konsep berikut.
- Daerah keberlakuan hukum Hooke dalam grafik ditunjukkan oleh garis
linier. Namun, siswa menganggap daerah keberlakuan hukum Hooke
ditunjukkan oleh garis linier pertama atau kedua saja.
- Nilai modulus Young suatu benda besar menunjukkan benda sulit untuk
bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya. Namun, siswa
menganggap nilai modulus Young besar menunjukkan benda lebih elastis
yang berarti mudah bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya.
- Semua benda pada hakikatnya bersifat elastis pada rentang gaya tertentu.
Namun, siswa menganggap elastis adalah sebuah julukan bagi suatu benda
seperti karet gelang pasti elastis sedangkan kawat tembaga tidak elastis.
- Konstanta gaya pegas menunjukkan ukuran kekakuan pegas. Artinya ketika
nilai konstanta gaya pegas besar maka pertambahan panjang akibat gaya
yang bekerja pada pegas semakin kecil. Namun, siswa menganggap
kendaraan yang nyaman adalah kendaraan yang memiliki konstanta gaya
pegas kecil.
- Pertambahan panjang akibat gaya yang bekerja pada pegas terjadi pada
menganggap pertambahan panjang pegas hanya terjadi pada bagian tertentu
dari pegas seperti bagian yang paling dekat dengan beban.
- Konstanta pegas pengganti susunan paralel lebih besar dibandingkan
konstanta pegas pengganti susunan seri dengan jumlah pegas yang sama.
Namun, siswa menganggap konstanta pegas pengganti susunan seri lebih
besar dari konstanta pegas pengganti susunan paralel. Siswa juga
miskonsepsi terhadap bentuk susunan pegas yang diaplikasikan dalam
kehidupan seperti pada pegas daun.
- Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun seri besarnya
sama dengan gaya yang diberikan. Namun, siswa menganggap gaya yang
bekerja pada masing-masing pegas tersebut berbeda seperti gaya terbesar
terjadi pada pegas yang dekat dengan beban.
- Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun paralel
besarnya berbeda, bergantung pada nilai konstanta gaya pegasnya dimana
F=F1+F2 (jika ada dua pegas yang disusun paralel). Namun, siswa
menganggap gaya yang bekerja pada masing-masing pegas paralel sama
dengan gaya yang diberikan dimana F=F1=F2.
Lebih lanjut hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu
SMA Negeri di kota Bandung menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas sekolah
seperti tersedianya laboratorium fisika lengkap dengan alat-alat praktikumnya dan
tersedianya proyektor pada masing-masing kelas serta kemampuan siswa yang
baik dalam komputer belum dapat dimaksimalkan oleh guru sebagai upaya
mengatasi miskonsepsi. Dari hasil observasi ditemukan bahwa pembelajaran
fisika yang dilakukan guru masih menggunakan metode ceramah, guru jarang
mengajak siswa praktikum fisika di laboratorium, jarang menggunakan media
komputer, jarang menggunakan pembelajaran kelompok, dan aktivitas siswa
1.3 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan hasil identifikasi masalah, maka yang menjadi permasalahan
utama dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan kuantitas
miskonsepsi yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw dengan simulasi fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw tanpa simulasi fisika?
Agar lebih dapat mengarahkan penelitian, maka perumusan masalah di atas
dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.
- Bagaimana persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang
mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika
dan tanpa menggunakan simulasi fisika?
- Bagaimana respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
Dari rumusan masalah tersebut dapat ditentukan batasan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut.
- Perbedaan kuantitas miskonsepsi yang dimaksud berupa perbedaan kategori
kuantitas miskonsepsi berdasarkan persentase miskonsepsi antara siswa
yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi
fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika yang diperoleh dari teknik
Certainty of Responses Index (CRI).
- Signifikansi perbedaan kuantitas miskonsepsi antara siswa yang mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa
menggunakan simulasi fisika dilihat dari perbedaan kategori kuantitas
miskonsepsi masing kelompok. Jika kuantitas miskonsepsi
masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang berbeda maka
kuantitas mikonsepsi berbeda signifikan. Namun, jika kuantitas miskonsepsi
masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang sama
maka signifikansi perbedaan kuantitas mikonsepsi diuji dengan uji-t
separated varian (untuk data berdistribusi normal) atau uji-t Mann-Whitney
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan
antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan simulasi
fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tanpa
simulasi fisika. Adapun tujuan penelitian secara khusus dijabarkan sebagai
berikut.
- Menunjukkan persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang
mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika
dan tanpa menggunakan simulasi fisika.
- Menunjukkan respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis terhadap beberapa pihak terkait, diantaranya:
- Manfaat teoritis
Memberikan informasi baru tentang miskonsepsi pada mata pelajaran fisika
sehingga dapat bermanfaat untuk pengembangan teori selanjutnya.
- Manfaat praktis
Bagi siswa, dapat meningkatkan pemahaman konsep dan mendapatkan
kegiatan pembelajaran baru.
Bagi guru, memperkenalkan penggunaan simulasi komputer dalam
pembelajaran dan mempermudah kegiatan belajar mengajar (KBM).
Bagi sekolah, meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.
Bagi peneliti, menambah pengetahuan.
1.6 Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi dalam penelitian ini sebagai berikut:
Bab I meliputi latar belakang masalah penelitian, identifikasi dan
perumusan masalah berdasarkan hasil studi pendahuluan, tujuan penelitian untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan siswa
simulasi fisika dan tanpa simulasi fisika, serta mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran tersebut. Kemudian dijabarkan manfaat penelitian bagi beberapa
pihak terkait dan sekilas tentang struktur organisasi skripsi.
Bab II membahas tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan simulasi
fisika, jigsaw, miskonsepsi, tinjauan konsep elastisitas, serta penelitian relevan
terkait penelitian ini, kerangka pemikiran, hipotesis, dan asumsi.
Bab III membahas tentang metode dan desain penelitian. Selanjutnya
dipaparkan populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, instrumen
penelitian beserta pengembangannya, prosedur penelitian yang dilakukan, serta
penjelasan tentang teknik pegumpulan dan analisis data.
Bab IV menjelaskan tentang pemaparan data penelitian yang dilanjutkan
dengan pembahasan data penelitian secara keseluruhan. Kemudian, dijabarkan
temuan lainnya selama penelitian.
Bab V berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian berdasarkan
rumusan masalah dan rekomendasi bagi para pengguna hasil penelitian yang