• Tidak ada hasil yang ditemukan

S KIM 1001081 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S KIM 1001081 Chapter1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan negara.

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar

bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di

sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta

didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses

pembelajaran (Iskandar, 2009: 141). Proses pembelajaran merupakan salah

satu instrumen penting terlaksananya proses pembelajaran yang sesuai dengan

tujuan pendidikan (Iskandar, 2009:141). Dalam perjalanan dunia pendidikan

di Indonesia, salah satu upaya pemerintahan untuk mencapai tujuan

pendidikan yang diharapkan adalah melakukan perubahan kurikulum 2006

atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013.

Perubahan tersebut merupakan salah satu langkah pengembangan antara

kurikulum yang ada dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya.

(Kemendikbud, 2012).

Tujuan diselenggarakannya pendidikan tidak hanya memungkinkan

siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkan

kepercayaan diri dan menjadi pembelajar yang antusias (Artelt, dkk., 2003:8).

Akan tetapi observasi pada pendidikan siswa sekolah menengah atas dan

beberapa penelitian menunjukkan kecenderungan penurunan motivasi dan

(2)

mampu menyusun pembelajaran yang mampu meningkatkan motivasi siswa

melalui kesadaran siswa, adanya partisipasi siswa yang dominan belajar, serta

interaksi sosial (Tsankov, 2012:155).

Pinarbasi dan Canpolat (dalam Onder, 2006: 167) menyatakan bahwa

ilmu kimia dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dimengerti oleh siswa

karena ilmu kimia merupakan ilmu yang sangat kompleks. Hasil penelitian

Yilmaz, Tuncer dan Alp (dalam Mustofa, 2010: 2) menyatakan bahwa 65%

kebanyakan siswa memiliki kemampuan tinggi dalam penyelesaian masalah

algoritmik dan lemah dalam pemahaman konseptual. Rendahnya pemahaman

dan penerapan konsep siswa disebabkan oleh sifat materi pada konsep sangat

sulit karena memiliki cakupan yang luas, kemudian terdapat hubungan antara

sub konsep yang saling terkait sehingga rendahnya pemahaman siswa pada

konsep sebelumnya akan berpengaruh pada pemahaman sub konsep

berikutnya dan penerapan konsep pada analisa soal cukup sulit (Hilmi, 2009:

644). Selain itu, rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa yang tidak

sesuai dengan tujuan mata pelajaran kimia yang dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, salah satunya disebabkan oleh masih lemahnya proses

pembelajaran yang digunakan guru di lapangan. Proses pembelajaran yang

direncanakan dan dilaksanakan guru masih menggunakan pedoman

pembelajaran yang bersifat konvensional (Khabibah, 2015:6) dan proses

pembelajaran yang diberikan guru lebih menekankan siswa untuk menghafal

dari pada memahami informasi yang diingatnya dan merealisasikannya dalam

kehidupan sehari-hari dan kurang mendorong siswa untuk mengembangkan

kemampuan berfikir mereka.

Pusat dari pendidikan adalah untuk mengajarkan siswa berfikir

menggunakan kekuatan rasional mereka, dan menjadi pemecah masalah yang

lebih baik (Gagne dalam Sutisna, 2010:73). Hal ini juga ditegaskan oleh

(3)

pembelajaran adalah menyelesaikan masalah, mengingat setiap orang selalu

menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-harinya. Namun pada

kenyataannya, siswa di Indonesia umumnya hanya mampu mengingat fakta,

terminologi dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang

bersifat umum. Dengan kata lain, siswa di Indonesia pada umumnya belum

dapat mengaitkan konsep-konsep yang telah dipelajarinya untuk

menyelesaikan masalah baru yang dihadapinya terutama masalah yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2004). Akibatnya,

banyak lulusan yang pintar secara teori tetapi tidak pandai dalam

mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Maka dari itu, ilmu kimia

menunjang guru untuk menciptakan pembelajaran yang mampu memotivasi

siswa dengan mengaitkan pembelajaran terhadap kehidupan dilingkungan

siswa.

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan yang

sesuai dengan kriteria tersebut. Pendekatan yang dapat membantu siswa untuk

mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi dengan memposisikan

siswa sebagai praktisi berperan aktif dalam menghadapi situasi yang

menggambarkan kehidupan nyata (Maudsley dan Strivens, 2000). Schunk,

Pintrich, & Meece (2008) dalam Eggen (2012:346) menyatakan bahwa

Pendekatan PBL efektif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa karena

dapat menimbulkan efek motivasi dari rasa ingin tahu, tantangan, tugas

autentik, keterlibatan, dan otonomi, semua faktor yang meningkatkan

motivasi siswa untuk belajar. Para peneliti telah mendapati bahwa

kemampuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan memberikan semacam

perasaan tantangan adalah dua karakteristik dari tugas-tugas yang secara

intrinsik memotivasi. Selain itu, PBL memberikan pengalaman belajar kerja

(4)

Boud dan Feletti (1997) menyatakan bahwa PBL adalah sesuatu yang

signifikan dalam pendidikan karena PBL ini mempunyai suatu masalah

(selain konten) yang menjadikan suatu titik utama untuk siswa menjadi aktif

dalam memecahkan masalah dan guru ada sebagai fasilitator.

Kegiatan-kegiatan PBL juga memanfaatkan efek motivasi dari tugas autentik (authentic

tasks), yaitu kegiatan-kegiatan belajar yang menuntut pemahaman yang bisa

digunakan di luar ruang kelas (Eggen & Kauchak, 2013). Selain itu,

memanfaatkan efek motivasi dari keterlibatan dan otonomi. Otonomi siswa

meningkat saat siswa memiliki pilihan dalam memutuskan apa yang harus

dilakukan dan bagaimana melakukannya, juga keterlibatan menjadi tinggi saat

siswa melakukan penyelidikan mereka (Schunk dkk, 2008) dalam Egen

(2012:347).

Dilihat dari aspek filosofi tentang fungsi sekolah sebagai arena atau

wadah untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di masyarakat,

maka pendekatan PBL merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat

penting untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada kenyataannya setiap

manusia akan selalu dihadapkan kepada masalah. Dari mulai masalah yang

sederhana sampai kepada masalah yang kompleks; dari mulai masalah pribadi

sampai masalah keluarga, masalah sosial kemasyarakatan, masalah negara

sampai kepada masalah dunia. PBL inilah diharapkan dapat memberikan

latihan dan kemampuan setiap individu untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapinya.

Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka PBL

merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk

memperbaiki sistem pembelajaran. Kita menyadari selama ini kemampuan

siswa untuk menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh setiap guru.

Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah, walaupun masalah itu

(5)

baik. Tidak sedikit siswa yang mengambil jalan pintas, misalnya dengan

mengonsumsi obat-obatan terlarang atau bahkan bunuh diri haya gara-gara ia

tidak sanggup memecahkan masalah (Wina Sanjaya, 2006:213-214).

Salah satu pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)

yang biasa digunakan adalah PBL menurut Tan. Karena dilihat dari aspek

psikologi belajar dengan pendekatan PBL ini bersandarkan kepada psikologi

kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan

tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses

menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara

individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa

akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya

terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui

penghayatan secara internal akan problema yang dihadapi (Wina Sanjaya,

2006:213)

Problem Based Learning (PBL) menurut Tan dipilih karena memiliki

banyak keunggulan dibandingkan pembelajaran berbasis masalah menurut

yang lainnya, yaitu (1) pada Eggen dan Kauchak, pada tahap menganalisis

masalah, guru yang melakukan analisis masalah kemudian memberikan

masalah yang spesifik kepada siswa untuk dipecahkan, sedangkan menurut

Tanyang melakukan analisis masalah adalah siswa sehingga diharapkan dapat

melatih siswa untuk dapat menganalisis masalah-masalah yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari. Selain itu, pada Eggen dan Kauchak di akhir

pembelajaran tidak terdapat tahap mengintegrasi pengetahuan yang diperoleh

atau konsep-konsep yang terkait dengan pemecahan masalah yang telah

dilakukan; (2) pada Mothes tidak terdapat tahap merefleksi kinerja

masing-masing individu dalam kelompok dan mengevaluasikeefektifan solusi

pemecahan maslaah yang telah dilakukan seperti pada PBL menurut Tan

(6)

Pendekatan PBL diawali dengan memperkenalkan masalah real-life

pada siswa. Menurut Koschmann dkk (dalam Rosbiono, 2007:10), masalah

yang layak diangkat sebagai landasan pembelajaran harus memiliki kriteria,

yaitu (1) memerlukan banyak informasi, (2) tidak memerlukan waktu

penyelesaian terlalu lama, (3) bersifat fleksibel dalam penyediaan sarana

sumber penyelesaian, (4) membuka peluang untuk diperbaiki atau

dikembangkan, dan (5) mengintegrasikan antara tuntutan keterampilan

pemecahan masalah dan belajar konten. Pada mata pelajaran kimia, beberapa

topik kimia yang dipelajari siswa menuntut kemampuan siswa untuk dapat

mengaitkan konsep yang telah diperoleh sebagai konsep dasar untuk

menyelesaikan tugas salah satunya materi reaksi reduksi-oksidasi.

Permasalahan yang akan diangkat di kelas salah satunya adalah terkait

pencoklatan pada buah, yakni buah apel dan pisang yang cukup penting dan

banyak dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mempertimbangkan uraian di atas, maka peneliti tertarik

untuk mengetahui “Implementasi Pendekatan Problem Based Learning

(PBL) menurut Tan Terhadap Penguasaan Konsep Kimia Siswa Pada Konteks

Pencoklatan Buah Apel dan Pisang”

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan pada penelitian ini didasari oleh fakta bahwa dalam

dunia pendidikan siswa kurang mampu mengaplikasikan pengetahuan yang

mereka miliki dalam kehidupan yang nyata. Padahal tuntutan dari setiap

perencanaan pembelajaran yang mengacu pada kurikulum yang ada menuntut

siswa mampu memecahkan masalah secara mandiri. Serta adanya kemajuan

dalam era industri dan globalisasi yang menuntut adanya sumber daya

manusia (SDM) berkualitas yang mampu bersaing dalam dunia internasional.

(7)

menghasilkan SDM berkualitas, salah satu indikatornya adalah memiliki

kemampuan pemecahan masalah yang baik. Ketika siswa kurang terlatih daya

nalarnya dalam memecahkan permasalahan dan kurang mengaplikasikan

konsep-konsep kimia yang dipelajari dalam kehidupan nyata akan memiliki

kemampuan yang rendah dalam pemecahan masalah (Redhana, 2003:3).

Maka dari itu, pendekatan pembelajaran yang digunakan harus berangkat dari

suatu permasalahan nyata yang dekat dengan kehidupan siswa agar

memudahkan siswa dalam berfikir dan memecahkan masalah.

Kemampuan siswa yang rendah diharapkan dapat di atasi melalui

suatu pendekatan yang lebih mengedepankan daya nalar seperti PBL menurut

Tan. Dengan PBL menurut Tan ini siswa diharapkan bisa memecahkan

masalah dengan baik dan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan

masalah yang ada dalam kehidupan yang nyata melalui lima fase

pembelajaran yang didasarkan pada permasalahan kimia. Permasalah kimia

yang di angkat dalam penelitian ini yaitu pencoklatan pada buah apel dan

pisang.

Variabel-variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga, yakni

variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Adapun yang termasuk

ke dalam variabel bebas dalam penelitian ini yaitu PBL menurut Tan.

Variabel terikat meliputi kemampuan proses pemecahan masalah dan

peningkatan hasil belajar pemecahan masalah siswa. Sedangkan variabel

kontrol dari penelitian ini meliputi guru yang melaksanakan pembelajaran,

alokasi waktu pembelajaran, dan materi ajar.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Untuk mendapatkan penelitian yang lebih terarah maka rumusan masalah

(8)

1. Bagaimana kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL)

menurut Tan pada konteks pencoklatan buah?

2. Bagaimana kemampuan siswa dalam tahapan Problem Based

Learning (PBL) menurut Tan pada konteks pencoklatan buah?

3. Bagaimana penguasaan konsep siswa pada konteks pencoklatan buah

menggunakan pendekatan pendekatan Problem Based Learning (PBL)

menurut Tan?

D. Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada :

1. Konsep yang digunakan adalah reaksi oksidasi yang meliputi konsep

pengikatan oksigen

2. Buah yang digunakan adalah buah pisang ambon dan buah apel

3. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) yang digunakan adalah

Problem Based Learning (PBL) menurut Tan

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL)

menurut Tan pada konteks pencoklatan buah

2. Mengetahui kemampuan siswa dalam tahapan Problem Based

Learning (PBL) menurut Tan pada konteks pencoklatan buah

3. Mengetahui penguasaan konsep siswa pada konteks pencoklatan buah

menggunakan pendekatan pendekatan Problem Based Learning (PBL)

(9)

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi

pihak-pihak terkait dengan lingkup kimia diantaranya:

1. Bagi guru

Guru dapat menjadikan penggunaan konsep pembelajaran yang di

kembangkan dalam penelitian ini sebagai suatu alternatif dalam

menerapkan pembelajaran Problem Based Learning

2. Bagi siswa

Dengan mengerjakan soal-soal dalam penelitian ini dapat membantu

dalam memahami konsep dan meningkatkan hasil belajar siswa pada

pokok bahasan konsep reaksi oksidasi yang dapat dijadikan sebagai

motivasi dalam belajar.

3. Bagi sekolah

Mengambil keputusan yang tepat bagi peningkatan kualitas kegiatan

pembelajaran kimia dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran kimia.

4. Bagi peneliti lain

Peneliti lain dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan referensi

untuk penelitian selanjutnya.

G. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah penting yang digunakan.

Berikut penjelasannya :

1. Pendekatan Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan

yang mengoptimalkan kemampuan berfikir siswa melalui kinerja

(10)

sehingga siswa dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir

secara berkesinambungan (Tan, 2003).

2. Kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk melakukan

beragam tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, Stephen & Timothy,

2009:57)

3. Kemampuan guru dan siswa adalah seperangkat pengetahuan,

keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh

guru maupun siswa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. (UU No.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kondisi potensi Sumatera Selatan dan ketersediaan teknologi serta pertimbangan kebutuhan energi di masa mendatang, maka ditetapkan salah satu topik

Pemilihan metode penelitian tindakan kelas dalam upaya menumbuhkan kemandirian belajar peserta didik dalam pembelajaran sosiologi didasarkan pada alasan bahwa: penelitian

Oleh karena itu untuk memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan daerah sesuai dengan visi, misi dan arah kebijakan daerah serta agar

pelaksanaan perjanjian disinyalir juga terjadi pada pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan pengerasan jalan parit yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya usahatani padi sawah dengan penerapan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu, pendapatan usahatani, tingkat

Saat masyarakat Maluku ada dalam konflik sosial tahun 1999-2004, yang berdampak pada hubungan antar salam-sarani, konflik tersebut tidak berdampak pada ikatan pela

[r]

Pada penelitian ini, pola data IPM dan faktor-faktor yang memengaruhi IPM di provinsi Jawa Tengah jika dilihat dari scatterplot memiliki pola data yang tidak diketahui