1 BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Setelah Perang Dunia II model keperawatan tim muncul
untuk mengatasi kekurangan tenaga kesehatan selama perang
berlangsung (Lyon, 1993). Model keperawatan tim timbul sekitar
tahun 1950 yang merupakan reaksi dari keperawatan
fungsional. Model ini digunakan bagi perawat yang memiliki
tingkat pendidikan yang berbeda. Fokusnya adalah
perawatdapat bekerjasama dan kooperatif dalam menjalankan
tugas mengelola perawatan pasien (Fairbrother, Jones, Rival,
2010). Keperawatan tim dipimpin oleh ketua tim sebagai
perawat senior dan telah beregistrasi (Nagi, Davies, Williams,
Robert, Lewis, 2010). Ketua tim melakukan pengawasan kepada
anggota yang memiliki keterampilan yang rendah dalam
memberikan asuhan keperawatan (Lyon, 1993).
Kinerja perawat dalam keperawatan tim menggambarkan
orientasi kepada pasien, akuntabilitas, kolaborasi, memberikan
2 berpengalaman mengidentifikasi, memberikan bantuan dan
dukungan bagi perawat baru untuk menghindari kesalahan
pemberian asuhan (Cioffi & Furguson, 2009). Keuntungan dari
keperawatan tim yaitu perawatan dengan biaya rendah, perawat
melakukan pekerjaan sesuai tingkat skill yang dimiliki,
pengertian antar tim, pengembangan kepemimpinan antar staf
perawat, dan masukan dari perawat ahli bagi pasien dalam
kondisi yang sulit (Curran, 1992). Keuntungan lain dikemukakan
oleh Hyrkas & Appelqvist-Schmidlechner (2003) dalam
penelitiannya, yaitu adanya kebersamaan di antara anggota tim,
komunikasi dan ekspresi pendapat, hubungan tim, metode tim
kerja dan motivasi kerja. Hal tersebut merupakan keuntungan
dari penerapan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan
Professional (SP2KP) yaitu metode keperawatan tim.
SP2KP sesuai dengan nilai-nilai profesi keperawatan
professional. Komponen SP2KP perawat, profil pasien, sistem
pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai
profesional, fasilitas, sarana prasarana (Depkes, 2009). Model
asuhan keperawatan yang diterapkan disesuaikan faktor internal
didapatkan dari kesiapan tenaga perawat yang akan
melaksanakan pemberian pelayanan keperawatan tersebut,
komponen-3 komponen pendukung yang digunakan untuk mewujudkan
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan profesional
seperti SDM (sumber daya manusia), sarana dan prasarana,
dan teknik manajerial (Wati, Ernawaty & Nurju'ah, 2011).
Dengan dasar petimbangan tersebut menjadi acuan metode
keperawatan mana yang sesuai untuk diterapkan.
Dalam metode asuhan keperawatan tim, ketua tim
berperan penting dalam membuat rencana asuhan keperawatan
dan membimbing anggota tim dalam mengelola pasien. Ketua
tim yang merupakan perawat senior atau perawat berigistrasi
bertanggung jawab terhadap perawatan pasien serta membrikan
pengawasan kepada perawat anggota (Ferguson & Cioffi, 2011).
Metode ini membutuhkan kepemimpinan dan komunikasi yang
baik untuk menyatukan kelompok perawat agar dapat bekerja
sama dan kooperatif dalam memberikan asuhan keperawatan
yang lebih baik dibandingkan dengan bekerja secara individual
(Dobson & Tranter, 2008). Pada tahun 2001 di Prince of Wales
Hospital, Australia melakukan perubahan model asuhan
keperawatan menjadi keperawatan tim. Keperawatan tim yang
digunakan memberikan dampak positif (Greg, Jones & Ketty,
2010). Di Rumah Sakit Umum kota Ribeirao Preto, Negara
4 1999, penerapan dengan menekankan pada akuntabilitas,
kerjasama tim untuk memberikan kualitas pelayanan dan
motivasi (Andrea, Luiz, Yolanda, Carmen & Mariana, 2011).
Sementara itu Indonesia pertama mengembangkan
Model Praktik Keperawatan Profeional (MPKP) untuk pertama
kalinya di RSUPN dr. Cipto Mangunkusuma (RSCM) pada tahun
1997. Saat itu model asuhan keperawatan yang digunakan
adalah metode keperawatan primer dan keperawatan tim (Linda,
2009). Peningkatan kemampuan teknis MPKP atau sekarang
dikenal dengan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan
Professional (SP2KP) dilakukan mulai tahun 2006 (Budi, 2009).
Selanjutnya beberapa Rumah sakit lain di Indonesia
mulai menerapkan SP2KP salah satunya adalah Rumah Sakit
Paru dr. Ario Wirawan Salatiga yang menerapkan SP2KP
dengan metode keperawatan tim. Beberapa ruangan diketahui
menerapkan metode ini. Namun pada praktiknya tidak sesuai
dengan konsep metode keperawatan tim. Perencanaan asuhan
keperawatan yang seharusnya dibuat ketua tim dibuat oleh
perawat anggota. Seharusnya dalam metode keperawatan tim
ketua tim yang bertugas membuat rencana asuhan keperawatan
5 Penyusunan rencana asuhan keperawatan dibuat oleh
perawat anggota pada shift sore dan malam karena ketua tim
hanya ada pada saat shift pagi. Ketua tim meminta perawat
anggota untuk mendokumentasikan proses keperawatan dari
diagnosa sampai sampai dengan evaluasi pada shif sore dan
malam.Dokumentasi keperawatan shif sore dan malam kadang
mendapat banyak evaluasi dari ketua tim.
RSPAW Salatiga telah menggunakan metode
keperawatan tim selama dua tahun. Metode ini belum bisa
sepenuhnya dijalankan di rumah sakit karena tim hanya ada
pada shift, untuk shift berikutnya hanya ada dua orang perawat.
pagi padahal telah dibuktikan oleh berbagai publikasi bahwa
penerapan metode keperawatan tim memberikan banyak
keuntungan yang berhasil akhir pada peningkatan kualitas
pelayanan kepada pasien. Oleh sebab itu diperlukan suatu
pengkajian mendalam tentang pelaksanaan metode keperawtan
tim di RSPAW Salatiga. Peneliti menggunakan ruang Dahlia
sebagai tempat penelitian. Ruang Dahlia merupakan salah satu
ruangan yang menjadi pilot project penerapan metode
6 1.2 Rumusan Masalah
Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga menerapkan
metode keperawatan tim, namun masih belum sesuai dengan
konsepnya untuk itu perlu pangkajian “bagaimana gambaran
pelaksanaan metode keperawatan tim yang diterapkan di ruang
7 1.3 Tujuan Umum
Mengenali pelaksanaan metode keperawatan tim yang
ditrapkan di ruang rawat inap RSPAW Salatiga.
1.4 Manfaat Penlitian
1.4.1 Bagi Perawat
Sebagai evaluasi yang dapat menjadi motivasi
untuk meningkatkan kinerja dalam menerapkan metode
keperawatan tim.
1.4.2. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini sebagai bahan evaluasi kepada
rumah sakit sebagai acuan meningkatkan palayanan