• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Lesi Tuberkulosis Paru Terhadap Diabetes Mellitus Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Lesi Tuberkulosis Paru Terhadap Diabetes Mellitus Chapter III V"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan analitik dengan pendekatan case control.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poliklinik rawat jalan dan rawat inap di bagian paru RSUP H. Adam Malik Medan selama kurun waktu 6 bulan.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua pasien penderita TB paru dengan DM yang berobat jalan dan rawat inap di bagian paru RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi.

1) Penderita TB paru, yaitu :

a) TB paru dengan BTA positif.

b) TB paru dengan BTA negatif, kultur atau GeneXpert positif M. Tuberculosis.

c) TB paru BTA negatif yang respon terhadap pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

2) TB paru kasus baru

3) Umur > 17 tahun dan < 70 tahun

4) Bersedia ikut penelitian dan telah menandatangani inform consent. 5) Tidak disertai penyakit paru yang lain.

(2)

7) Penapisan TB DM b. Kriteria Eksklusi

1) Penderita dengan menggunakan obat immunosupresi. 2) TB ekstraparu.

3) HIV-AIDS

4) Menderita penyakit-penyakit kronis lainnya

3.4. Besar Sampel

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus : {Z1-/2 2 P (1-P) + Z1-P1 (1-P1) + P2 (1-P2)}2

n = --- (P1- P2)2

Keterangan:

P1 = proporsi TB pada kelompok dengan DM ( 30% )

P2 = proporsi TB pada kelompok tanpa DM ( 69% )

Z1-/2 = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat kemaknaan α (untuk

α = 0,05 adalah 1,96)

Z1- = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power)

sebesar

diinginkan (untuk = 0,05 adalah 1,645)

(3)
(4)

3.6.Defenisi Operasional

N O

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Anamnese Lembar status pemeriksaan datang ke bagian paru RS.H.Adam Malik

Anamnese Lembar status pemeriksaan

(5)

5 Kepositifan

6 Jenis Lesi Gambaran radiologik yang dinilai dari foto thorak yang dicurigai sebagai lesi TB aktif

Menilai

7 Luas lesi Tingkat keparahan kelainan paru pada TB paru dengan DM yang dinilai dari foto thoraks berdasarkan klasifikasi

8 Letak lesi Lokasi kelainan paru pada TB paru dengan DM yang dinilai dari foto thoraks, dibagi menjadi tipikal dan atipikal . Tipikal : lesi berada pada lapangan atas paru ; Atipikal : Lesi yang melibatkan lapangan bawah paru. Yang dibagi dengan kriteria : lapangan atas paru berada diatas iga ke 2 anterior, lapangan tengah paru berada diantara iga ke 2 dan iga ke 4 anterior, lapangan bawah paru pada iga ke 4 anterior hingga ke diafragma.

Klasifikasi letak lesi:

a. Tipikal

b. Atipikal

(6)

9 Jumlah kavitas

Keadaan banyaknya kavitas seluruh lapangan paru yang dinilai dari foto thoraks

Menilai dinilai dari foto toraks

Menilai cairan pleura lebih dari sepertiga hemitoraks tetapi kurang dari setengah hemitoraks. Efusi pleura luas jika cairan pleura lebih dari setengah hemitoraks. Efusi pleura masif jika cairan pleura

3.7.1 Variabel terikat (dependen) :

(7)

b. TB tanpa DM

3.7.2 Variabel bebas (independen) :

a. Usia

b. Jenis kelamin c. Pendidikan d. Riwayat merokok

e. Kepositifan BTA sputum berdasarkan hapusan langsung f. Kepositifan BTA sputum berdasarkan GeneXpert g. Jenis lesi

h. Luas lesi i. Letak lesi j. Jumlah kavitas k. Ukuran kavitas l. Luas efusi pleura

3.8. Cara Kerja

a. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi, sebelum penelitian dimulai diminta persetujuan dan kesediaan penderita untuk mengikuti penelitian. b. Dicatat nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, riwayat merokok, riwayat

alkohol, riwayat narkoba, kepositifan BTA berdasarkan hapusan langsung atau GeneXpert.

c. Dilakukan pemeriksaan radiologi toraks kemudian dilakukan penilaian foto thorak pada kelompok TB dengan DM dan kelompok TB tanpa DM. Penilaian foto toraks berdasarkan:

1) Jenis lesi yaitu bayangan berawan, kavitas, milier dan efusi pleura 2) Luas lesi, yaitu lesi minimal, sedang dan luas.

(8)

3.9. Analisa Data

Data akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi subyek penelitian berdasarkan karakteristik. Untuk membuktikan hipotesis adanya hubungan antara lesi dan kejadian Tb paru dengan DM maka dilakukan statistik analitik yaitu uji chi square. Keseluruhan data akan ditampilkan dalam bentuk tabulasi. Nilai signifikansi ditentukan dengan α <0.05.

3.10. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut :

 Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian

antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

 Coding : untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan aneka

karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

 Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program

komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.

3.11. Jadwal Penelitian

Tabel 3.1. Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan I II III IV V VI VII

1. Persiapan √ √

2. Pengumpulan data √ √ √

3. Analisis data √

4. Penulisan laporan √

(9)

3.12. Biaya Penelitian

a. Pengumpulan kepustakaan Rp. 500.000,-

b. Biaya transportasi Rp. 5.000.000,-

c. Akomodasi Rp. 1.000.000,-

d. Seminar proposal Rp. 1.000.000,-

e. Laboratorium Rp. 1.000.000,-

f. Pembuatan dan penggadaan laporan Rp. 500.000,-

g. Seminar penelitian Rp. 1.000.000,-

h. Tim pendukung penelitian Rp. 500.000,-

(10)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian ini melibatkan 43 orang sampel penderita TB paru dengan Diabetes Mellitus (DM) dan 41 orang sampel penderita TB paru tanpa DM sebagai pembanding. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok sampel. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin pada TB paru dengan DM adalah laki-laki sebanyak 29 orang (67,4 %) dan perempuan 14 orang (32,6%). Pada TB paru tanpa DM, laki-laki sebanyak 29 orang (70,7%) dan perempuan 12 orang (29,3%).

Adapun karakteristik sampel berdasarkan usia pada sampel TB paru dengan DM dijumpai bahwa usia termuda adalah 39 tahun dan usia tertua adalah 69 tahun. Sampel yang berada dalam kisaran usia 31-40 tahun adalah sebanyak 2 orang (12,5 %), usia 41-50 tahun adalah sebanyak 20 orang (71,43 %), usia 51-60 adalah 14 orang (87,5%) dan usia 61-69 tahun adalah 7 orang (87,5%). Pada sampel TB paru tanpa DM, usia termuda adalah 18 tahun dan usia tertua adalah 62 tahun. Sampel yang berada dalam kisaran <20 tahun adalah sebanyak 6 orang (100%), usia 21-30 tahun adalah 10 orang (100%), usia 31-40 tahun adalah 14 orang (87,5%), 41-50 tahun adalah 8 orang (28,57%), usia 51-60 tahun adalah 2 orang (12,5%) dan usia 61-69 tahun adalah 1 orang (12,5%). Rata rata usia responden penelitian adalah 51,67 ± 7,84 tahun.

(11)
(12)
(13)

Tabel 4.2. Hasil interpretasi foto toraks pada penderita TB paru dengan dan tanpa DM

TB dengan DM TB tanpa DM Total

n % n % n %

Total sampel 43 100 41 100 84 100

Kavitas

Ada 16 57,14 12 42,86 28 100

tidak ada 27 48,21 29 51,79 56 100

Ukuran kavitas

tidak ada

kavitas 27 48,21 29 51,79 56 100

≤4 7 38,89 11 61,11 18 100

>4 9 90,00 1 10,00 10 100

Jumlah kavitas

tidak ada

kavitas 27 48,21 29 51,79 56 100

Single 4 28,57 10 71,43 14 100

Multiple 12 85,71 2 14,29 14 100

Efusi

Ada 2 50,00 2 50,00 4 100

tidak ada 41 51,25 39 48,75 80 100

Luas Lesi

Minimal 7 50,00 7 50,00 14 100

sedang 9 32,14 19 67,86 28 100

Luas 27 64,29 15 35,71 42 100

Lokasi lesi

Tipikal 13 30,23 30 69,77 43 100

Atipikal 30 73,17 11 26,83 41 100

4.1.1. Hubungan Diabetes Mellitus dengan gambaran foto toraks TB paru

Tabel 4.3. Hubungan antara DM dengan ada tidaknya kavitas.

Kavitas

Ya Tidak p-value OR 95%CI

TB-DM 16 27

0.323 1.43 0.63 - 3.92

(14)

Pada tabel 4.3 memperlihatkan interpretasi hubungan antara DM dengan ada tidaknya kavitas. Dengan metode Chi square, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan ada tidaknya kavitas (p>0.05).

Tabel 4.4 Hubungan antara DM dengan jumlah kavitas.

Kavitas

Multiple Single p-value OR 95%CI

TB-DM 12 4

0.002 15 2,52-133,26

TB 2 10

Pada tabel 4.4 memperlihatkan hubungan antara DM dengan jumlah kavitas. Dengan metode Chi square, terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan jumlah kavitas dimana TB dengan DM memiliki resiko 15 kali untuk memiliki multiple kavitas dibandingkan TB tanpa DM (p-value 0,002).

Tabel 4.5 Hubungan antara DM dengan ukuran kavitas.

Kavitas

>4 <4 p-value OR 95%CI

TB-DM 7 9

0.08 8.55 0.82- 82.6

TB 1 11

Pada tabel 4.5 memperlihatkan interpretasi hubungan antara DM dengan ukuran kavitas. Dengan metode Fisher, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan ukuran kavitas (p>0.05).

Tabel 4.6. Hubungan antara DM dengan luas lesi.

DM Tidak DM P-value OR 95% CI

Minimal 7 7 1 1 1

Sedang 9 19 0.34 1.8 0.53 - 6.11

(15)

Pada tabel 4.6 memperlihatkan interpretasi ada hubungan antara status DM dengan lesi luas dibandingkan dengan lesi minimal. Dengan metode regresi logistik, terdapat hubungan yang bermakna antara status DM dengan luas lesi. Penderita dengan lesi luas 3.8 kali berpeluang memiliki DM dibandingkan lesi minimal (p-value 0,03).

Tabel 4.7. Hubungan DM dengan lokasi lesi.

Letak Lesi

Atipikal Tipikal p-value OR 95%CI

TB-DM 30 13

0.00 6.29 2.43-16.25

TB 11 30

Pada tabel 4.7 memperlihatkan interpretasi hubungan DM dengan lokasi lesi. Dengan metode Chi Square, terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan lokasi lesi. TB dengan DM memiliki resiko 6,29 kali untuk memiliki lesi atipikal dibandingkan TB tanpa DM (p-value <0,01).

Tabel 4.8. Hubungan DM dengan efusi pleura.

Efusi Tidak Efusi p-value OR 95%CI

TB-DM 2 41

0.67 0.95 0.12 - 7.08

TB 2 39

Pada tabel 4.8 memperlihatkan hubungan DM dengan efusi pleura. Dengan metode Fisher, dinyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan efusi (p-value >0,05).

4.2 Pembahasan

(16)

berjenis kelamin laki-laki pada kedua kelompok sampel. Sampel berjenis kelamin laki-laki pada kelompok TB dengan DM sebanyak 29 orang (50%), perempuan sebanyak 14 orang (53,8%) dan kelompok TB tanpa DM laki-laki sebanyak 29 orang (50%), perempuan sebanyak 12 orang (46,15%). Beberapa penelitian sejenis sebelumnya (Singla R et al,2006; Hossain M,2016), penelitian Singla R dkk yang membandingkan TB dengan DM dan TB tanpa DM, dari total subjek 692 orang mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 447 0rang (64,6%)(Singla R et al,2006). Hossain M dkk meneliti tentang perbandingan TB dengan DM dan TB tanpa DM secara klinis, radiologis dan bakteriologis mempunyai subjek penelitian mayoritas laki-laki yaitu 71.1% TB dengan DM dan 63.6% TB tanpa DM (Hossain M et al,2016). Akan tetapi pada beberapa penelitian lain tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian cohort yang dilakukan Pealing L dkk dari total sampel sebanyak 1.441.347 orang, pada kelompok TB-DM yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 55,0% dan perempuan sebanyak 45%, pada kelompok TB tanpa DM yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 53,1% dan perempuan sebanyak 46,9% (Pealin L et al,2015). Penelitian oleh Kuo MC dkk menunjukkan laki-laki dan perempuan penderita DM sama-sama memiliki resiko yang tinggi untuk terkena TB dengan hazard ratio:1.31, 95% CI =1.23–1.39, p<0.001 (Kuo MC et al,2013).

(17)

penurunan daya tahan tubuh sehingga bertanggung jawab terhadap tingginya jumlah bakteri pada TB yang disertai DM. (Singla R,2006) Pada penderita DM terjadi disfungsi imun Peningkatan insidens TB paru pada pasien DM juga disebabkan karena adanya defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Jumlah makrofag alveolar yang rendah mengakibatkan lebih hebatnya perluasan lesi TB paru dan peningkatan jumlah bakteri TB dalam sputum pasien TB dengan DM. Selain disfungsi imunitas yang telah disebutkan di atas, terdapat juga gangguan fungsi dari sel epitel pernapasan serta motilitas silia. (Wijaya I,2015;Cahyadi A et al,2011;Elloriaga G et al,2014)

Penelitian ini menilai hubungan diabetes mellitus dengan ada tidaknya kavitas, ukuran kavitas, jumlah kavitas, luas lesi, lokasi lesi dan kejadian efusi pleura. Didapati adanya hubungan antara diabetes mellitus dengan jumlah kavitas, luas lesi dan lokasi lesi, tetapi tidak ditemukan adanya hubungan dengan ada tidaknya kavitas, ukuran kavitas dan kejadian efusi pleura. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, hal ini dapat disebabkan karena sampel yang kurang dan tidak homogen.

(18)

Hubungan diabetes mellitus terhadap jumlah kavitas terlihat pada tabel 4.4 dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara jumlah kavitas dengan diabetes mellitus. Kavitas multipel dijumpai pada kelompok TB-DM sebanyak 12 orang (85,71%) dan TB tanpa DM sebanyak 2 orang (14,29%). Dengan metode chi square, terdapat hubungan antara DM dengan jumlah kavitas. TB dengan DM memiliki resiko 15 kali untuk memiliki multiple kavitas dibandingkan TB tanpa DM (OR 15; 95% CI 2,52 -133,26 ;p-value 0,002). Penelitian yang dilakukan Chiang CY terhadap 1209 orang subjek didapati multipel kavitas pada kelompok TB-DM sebanyak 29,1% dan TB tanpa DM sebanyak 19%, dinyatakan terdapat hubungan antara DM dan jumlah kavitas (OR 2,10 95% CI 1.53–2.87) (Chiang CY et al,2014) Penurunan dari imunitas tubuh baik imunitas tubuh alami maupun didapat menjadi penyebab terjadinya peningkatan derajat keparahan TB (lesi luas, kavitas multipel dan besar). (Hossain MD,2016)

Pada tabel 4.5 memperlihatkan interpretasi hubungan antara DM dengan ukuran kavitas. Dengan metode fisher, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan ukuran kavitas (p-value 0,08). Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan terdapat hubungan antara ukuran kavitas dengan DM. Chiang CY dkk menyatakan bahwa pada TB dengan DM secara signifikan memiliki ukuran kavitas ≥ γ cm dibandingkan dengan TB tanpa DM (OR 2.32 95% CI 1.65–3.27) (Chiang CY et al, 2014). Hal ini dapat disebabkan oleh pada penelitian ini subjek penelitian pada kelompok TB dengan DM tidak memperhatikan riwayat pengobatan DM dan lamanya menderita DM.

(19)

disfungsi imun pada penderita DM dan terdapat juga gangguan fungsi dari sel epitel pernapasan serta motilitas silia. (Wijaya I,2015;Cahyadi A et al,2011;Elloriaga G et al,2014)

Pada tabel 4.7 memperlihatkan interpretasi hubungan DM dengan lokasi lesi. Dengan metode chi square, terdapat hubungan antara DM dengan lokasi lesi. TB dengan DM memiliki resiko 6,29 kali untuk memiliki lesi atipikal dibandingkan TB tanpa DM (OR 6,29 95% CI 2,43-16,25; p-value <0,01). Penelitian yang dilakukan Shital P dkk pada 141 subjek TB-DM dan 173 subjek TB tanpa DM didapati lesi TB paru pada lapangan bawah paru lebih banyak ditemukan pada kelompok subjek TB-DM sebanyak 24,11% dibandingkan TB tanpa DM sebanyak 6,35% (p-value < 0.0001) (Shital P et al,2014). Lesi TB paru pada penderita DM dan usia tua sering berada pada lapangan bawah paru hal ini dikarenakan adanya gangguan sistem imunitas. Mycobacterium tuberculosis cenderung berada pada daerah bertekanan oksigen tinggi. .(Perez-Guzman C et al,2000) Pada TB dengan DM terjadi peningkatan tekanan oksigen alveolar di lobus paru bagian bawah, sehingga pada pasien TB paru dengan DM, lesi lebih sering dijumpai pada lobus paru bagian bawah.(Singh SK et al,2015). Diabetes dan usia tua meningkatkan ventilasi alveolar dan menurunkan perfusi, mengakibatkan terjadinya peningkatan VA/Q mismatch dan meningkatkan PAO2

pada lapangan bawah paru. Hal ini lebih memberikan pengaruh pada lapangan bawah paru dibandingkan lapangan atas paru. Sehingga lesi TB pada DM sering terjadi pada lapangan bawah paru dikarenakan rasio VA/Q dan PAO2 yang tinggi

pada lapangan bawah paru.(Perez-Guzman C et al,2000)

(20)
(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Jenis kelamin terbanyak pada penelitian ini adalah laki-laki. Rerata umur sampel penelitian ini adalah 51,67 tahun.

2. Pada penderita TB paru dengan DM, proporsi adanya kavitas adalah 16 orang (57,14%), TB paru tanpa DM sebanyak 12 orang (42,86%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan ada tidaknya kavitas (p>0.05).

3. Pada penderita TB paru dengan DM, proporsi kavitas >4cm adalah 9 orang (90%) dan pada penderita TB paru tanpa DM adalah 1 orang (10%). 4. Proporsi penderita TB paru dengan DM yang mempunyai kavitas multipel

adalah 12 orang (85,71%), penderita TB paru tanpa DM adalah 2 orang (14,29%).

5. Penderita TB paru dengan DM memiliki proporsi lesi luas lebih besar yaitu 27 orang (64,29%), TB paru tanpa DM yaitu 15 orang (35,71%). 6. Lokasi lesi atipikal ditemukan lebih banyak pada TB paru dengan DM

yaitu 30 orang (73,17%), TB paru tanpa DM sebanyak 11 orang (26,83%). 7. Terdapat hubungan antara DM dengan jumlah kavitas, luas lesi dan lokasi

lesi (p-value <0,05).

5.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lanjutan dengan memperhatikan variabel lain seperti riwayat DM, lama menderita DM, riwayat pengobatan DM.

2. Pada semua penderita DM, dapat dilakukan pemeriksaan TB paru sesuai dengan penapisan TB-DM.

(22)

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristisik Sampel Penelitian
Tabel 4.3. Hubungan antara DM dengan ada tidaknya kavitas.
Tabel 4.4 Hubungan antara DM dengan jumlah kavitas.
Tabel 4.7. Hubungan DM dengan lokasi lesi.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dalam hal ini penulis melakukan penelitian lebih dalam tentang perilaku konsumsi mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Antasari Banjarmasin dengan perbandingan

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menggunakan Key Performance Indicator (KPI) untuk menghasilkan standar penilaian kinerja dalam melakukan penilaian terhadap pemeliharaan

Berdasarkan Tabel 7 rumah tangga nelayan nelayan bagan motor yang fasilitas tempat tinggalnya termasuk dalam kategori lengkap sebanyak 6 keluarga (20%) sedangkan

Metode-metode tersebut, antara lain Metode Blaney-Criddle, Metode Radiasi, Metode Penman Modifikasi FAO, Metode Penman-Monteith, Metode Thornthwaite, dan Model

Dari hasil penelitian stasiun IV dan V merupakan lokasi yang memiliki komposisi jenis, kerapatan dan persen penutupan lamun yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Instrumen Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Biologi pada Materi Fungi Kelas X SMA/MA

 beren%aru- ter-ada ter-ada i&amp;iran, i&amp;iran, in%atan, in%atan, dan dan erasaan erasaan *an% *an% $e$bentu&amp; $e$bentu&amp; &amp;esadaran

Terjadinya  perceraian  membuat  subjek  merasa  terpukul  dan  semakin  merasakan  afek  negatif.  Tidak  adanya  pemahaman  yang  diberikan  orang  tua  terhadap